Glikosida Sianopora

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

I.

Pendahuluan
Glikosida sianogenik adalah senyawa hidrokarbon yang terikat dengan gugus CN dan
gula dan dinamakan demikian karena glikosida ini menghasilkan asam hidrosianat
pada hidrolisisnya dan karena glikosida jenis ini pada dasarnya memiliki asam
hidrosianat pada bagian aglikonnya.Glikosida ini disebut juga sebagai glikosida
sianofora karena glikosida sianofora adalah glikosida yang pada ketika dihidrolisis
akan terurai menjadi bagian-bagiannya dan menghasilkan asam sianida (HCN).
Sejumlah glikosida sianogenetik diisolasi dan diidentifikasi dari berbagai sumber
tanaman.Glikosida sianogenik terdistribusi pada lebih dari 100 famili tanaman
berbunga.Senyawa ini juga ditemukan pada beberapa spesies paku-pakuan, fungi, dan
bakteria.Glikosida sianogenik juga ditemukan pada almond dan wild
Cherry. Senyawa glikosida sianogenik yang paling terkenal diantaranya adalah
amigdalin dan Linamarin (Murcof,1998).

Glikosida sianogenik adalah senyawa hidrokarbon yang terikat dengan gugus CN dan
gula. Beberapa tanaman tingkat tinggi dapat melakukan sianogenesis, yakni
membentuk glikosida sianogenik sebagai hasil sampingan reaksi biokimia dalam
tanaman .Rumus bangun glikosida sianogenik secara umum dapat dilihat pada
gambar 1.

Gambar 1. Struktur umum glikosida sianogenik

Keberadaan glikosida sianogenik pada tanaman memiliki fungsi penting terhadap


kelangsungan hidup tanaman tersebut. Glikosida sianogenik berperan sebagai
sarana protektif terhadap gangguan predator terutama herbivora. Adanya
kerusakan jaringan pada tanaman akibat hewan pemakan tumbuhan akan
menyebabkan pelepasan HCN yang mengganggu kelangsungan hewan tersebut.
Pada Trifolium repens, keberadaan glikosida sianogenik berfungsi untuk melindungi
kecambah yang masih muda agar tidak dimakan siput dan keong.

II. GLIKOSIDA SIANOGENIK PADA TANAMAN

Glikosida sianogenik terdistribusi pada lebih dari 100 famili tanaman berbunga.
Senyawa ini juga ditemukan pada beberapa spesies paku-pakuan, fungi, dan
bacteria.  Senyawa glikosida sianogenik yang paling terkenal diantaranya adalah
amigdalin dan Linamarin. Jenis spesies yang mengandung senyawa glikosida
sianogen tertentu dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Jenis senyawa glikosida sianogenik dan tanamannya

Spesies

Jenis sianogen Nama


glikosida umum Nama latin

Prunus
Amigdalin Almond amygdalus

Dhurrin Shorgum Shorgum album

Manihot
Linamarin Singkong esculenta

Manihot
Lotaustralin Singkong carthaginensis

Stone
Prunasin fruits Prunus sp.

Taxyphyllin Bambu Bambusa vulgaris

Kadar glikosida sianogenik dalam tanaman berbeda-beda. Kandungan total


glikosida sianogenik pada tanaman ditentukan oleh umur dan varietas tanaman.
Gambar 2. Rumus bangun beberapa senyawa glikosida sianogenik

III. TAHAP PELEPASAN ASAM  SIANIDA

Glikosida sianogenik dapat terhidrolisis secara enzimatis menghasilkan asam


sianida (HCN), atau asam prusat yang sangat beracun. Hidrolisis ini dilakukan oleh
enzim Beta glikosidase, menghasilkan gula dan sianohidrin. Tahap berikutnya
adalah degradasi sianohidrin menjadi HCN dan senyawa keton atau aldehid.

Tahap lain dari hidrolisis Glikosida sianogenik adalah melalui enzim Hidroksinitril
Liase yang tersebar luas pada berbagai tanaman. Pada tanaman utuh, keberadaan
enzim hidroksinitrilliase dengan Glikosida sianogen terpisah. Namun, pada saat
terjadi kerusakan jaringan tertentu pada bagian tanaman tersebut, maka enzim ini
akan langsung bertemu dengan senyawa glikosida sianogen hingga pelepasan HCN
dapat terjadi. Reaksi peruraian glikosida sianogenik hingga dihasilkan asam sianida
dapat dilihat pada gambar 3.

Glikosida sianogenik            Sianohidrin                   Keton/aldehid + Asam


sianida
Gambar 3. Peruraian glikosida sianogenik hingga dihasilkan HCN yang toksik.

IV. MEKANISME TOKSISITAS ASAM SIANIDA


Asam sianida (HCN) yang dilepaskan merupakan senyawa toksik berspektrum luas
pada setiap organisme. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya mengikat mineral-
mineral seperti Fe2+, Mn2+ dan Cu2+ yang amat penting peranannya sebagai kofaktor
untuk memgoptimalkan kerja enzim, menghambat proses reduksi Oksigen rantai
pernafasan tingkat sel oleh sitokrom oksidase, transport electron pada proses
fotosintesis, dan aktivitas beberapa enzim semisal katalase, oksidase, dll.
Salah satu mekanisme toksisitas HCN yang paling umum adalah berikatan dengan
Ion besi. HCN setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran gastrointestinal
masuk ke dalam darah. Ion Cianida (CN– ) selanjutnya berikatan dengan Fe heme
dan bereaksi dengan ferric (oxidasi) dalam  mitokondria membentuk cytochrome
oxidase di dalam mitokondria, membentuk kompleks stabil dan menahan jalur
respirasi. Akibatnya hemoglobin tidak bisa melepas oxygen dalam sistem transport
electron dan terjadi kematian akibat hipoksia selular (sel-sel kekurangan oksigen).

V. PENANGANAN TANAMAN PANGAN YANG MENGANDUNG GLIKOSIDA


SIANOGENIK
1. SINGKONG

Singkong mengandung racun linamarin dan lotaustralin, yang keduanya termasuk


golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian tanaman,
terutama terakumulasi pada akar dan daun. Singkong dibedakan atas dua tipe,
yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit mengandung kadar racun yang lebih
tinggi daripada tipe manis. Jika singkong mentah atau yang dimasak kurang
sempurna dikonsumsi, maka racun tersebut akan berubah menjadi senyawa kimia
yang dinamakan hidrogen sianida.

Singkong manis mengandung sianida kurang dari 50 mg per kilogram, sedangkan


yang pahit mengandung sianida lebih dari 50 mg per kilogram. Meskipun sejumlah
kecil sianida masih dapat ditoleransi oleh tubuh, jumlah sianida yang masuk ke
tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat badan per hari.

Gejala keracunan sianida seperti yang terdapat pada singkong diantaranya


penyempitan kerongkongan, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus berat
dapat menimbulkan kematian. Untuk mencegah keracunan singkong, sebelum
dikonsumsi sebaiknya singkong (terutama singkong pahit) dicuci untuk
menghilangkan tanah yang menempel, kulitnya dikupas, dipotong-potong,
direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa hari, dicuci, lalu dimasak
sempurna, baik itu dibakar atau direbus, namun untuk singkong tipe manis
sebenarnya hanya memerlukan pengupasan dan pemasakan untuk mengurangi
kadar sianida ke tingkat non toksik.

2. PUCUK BAMBU (REBUNG)


Racun alami pada pucuk bambu termasuk dalam golongan glikosida
sianogenik pula sehingga gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan
singkong, antara lain meliputi penyempitan kerongkongan, mual, muntah, dan
sakit kepala. Untuk mencegah keracunan akibat mengkonsumsi pucuk bambu,
maka sebaiknya pucuk bambu yang akan dimasak terlebih dahulu kemudian
dibuang daun terluarnya, diiris tipis, lalu direbus dalam air mendidih dengan
penambahan sedikit garam.

Glikosida sianogenik yang terkandung pada bambu segar dapat terdekomposisi


dengan cepat pada proses perebusan hingga suhu didih. Telah diketahui bahwa
perebusan pucuk bambu pada suhu 98ºC selama 20 menit dapat menghilangkan
hampir 70% sianida yang terkandung, sedangkan perebusan pada suhu yang lebih
tinggi serta jangka waktu yang lebih lama dapat menghilangkan sianida lebih dari
96%. Kadar sianida yang tinggi dapat dihilangkan dengan proses pemasakan selama
2 jam. Semakin banyak sianida yang hilang akan semakin baik, namun untuk
menghindarkan diri dari keracunan setidaknya perebusan dilakukan minimal selama
8-10 menit.

3. LAIN-LAIN
Pada umumnya proses rebus pada sayur mengurangi kadar sianida lebih dari 50%,
sedangkan proses tumis mengurangi kadar sianida kurang dari 50%. Pada beberapa
macam sayuran proses rebus dapat menghilangkan sianida hingga hampir 100%.
Pada umbi-umbian proses rebus atau diiris tipis lalu direbus mengurangi kadar
sianida 60-90%, sedangkan proses kukus atau diiris tipis lalu dikukus mengurangi
kadar sianida 30-60%.

VI. ANALISIS KEBERADAAN GLIKOSIDA SIANOGENIK PADA TANAMAN


Kertas pikrat dibuat dengan mencelupkan potongan kertas saring berbentuk
segiempat ke dalam larutan asam pikrat jenuh (0,05 M) dalam air, yang
sebelumnya dinetralkan dengan NaHCO3 dan disaring. Setelah dikeringkan, kertas
dapat disimpan lama. Dua atau tiga helai daun (atau jaringan lain dalam jumlah
sama) tumbuhan yang diuji diempatkan dalam tabung reaksi. Setetes air dan dua
tetes toluene ditambahkan, lalu bahan dilumatkan dengan batang pengaduk.
Tabung kemudian ditutup ketat dengan gabus dan kertas pikrat yang dibasahkan
digantungkan pada gabus di dalam tabung. Inkubasi pada suhu 40 oC selama dua
jam. Perubahan warna dari kuning ke coklat kemerahan menunjukkan adanya
pembebasan HCN dari tumbuhan secara enzimatis. Bila reaksi negative, tabung
harus disimpan pada suhu kamar selama 24-48 jam lagi, kemudian diperiksa lagi
apakah HCN dibebaskan secara non-enzimatis. Intensitas perubahan warna sesuai
dengan banyaknya sianogen yang ada.

Kertas pikrat tidak seutuhnya khas untuk sianogen karena akan memberikan
tanggapan palsu terhadap isotiosianat atsiri yang dibebaskan oleh kelompok
tanaman family Brassica, disamping sifat ketidakpekaannya. Oleh karena itu,
sering digunakan kertas uji lain bersama-sama dengan kertas pikrat, didasarkan
pada penelitian Field-Anger (1966). Pita kertas saring disiapkan dengan
mencelupkannya ke dalam campuran 1 : 1 dari dua larutan berikut ini yang dibuat
segar : (1)  4,4 tetrametildiamina difenilamina 1% (b/v) dalam kloroform dan (2)
tembaga etilasetoasetat 1% (b/v) dalam kloroform. Kertas yang telah dikeringkan
itu dapat disimpan dalam botol gelas sebelum digunakan. HCN dapat mengubah
kertas Feigl-Anger dari hijau-biru lemah ke biru terang, dan dapat mendeteksi HCN
sekecil 1μg.

Anda mungkin juga menyukai