RTM 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

RTM 2 KELOMPOK I THP B

KONSEP NILAI GIZI PANGAN

Nilai gizi pangan atau mutu pangan dalam dimensi gizi yaitu nilai kemanfaatan suatu
pangan terhadap kebutuhan baku tubuh akan energi dan zat gizi. Lebih rinci lagi, definisi dari
nilai gizi pangan adalah asupan energi dan zat gizi yang dapat memenuhi kebutuhan tubuh
untuk beraktivitas (tenaga), pertumbuhan, pemeliharaan, dan pengaturan reaksi biokimiawi
tubuh. Oleh karena itu, nilai gizi pangan perlu dipertahankan dan diperbaiki agar bermanfaat
bagi keseimbangan proses biokimiawi dalam tubuh.
Kandungan zat gizi pangan menunjukkan jumlah energi dan zat gizi dalam pangan,
namun tidak langsung menentukan nilai-gizi pangan. Konsep kepadatan zat gizi sendiri lebih
dapat digunakan untuk menentukan suatu pangan bergizi atau tidak. Kepadatan zat gizi
adalah nisbah antara kandungan energi, atau zat gizi yang dianjurkan (% AKG). Konsep ini
menjelaskan bahwa pangan bergizi adalah pangan yang mampu member sumbangan tinggi
terhadap kecukupan dan kebutuhan energy dan zat gizi yang dianjurkan. Oleh karenanya zat
gizi dapat digunakan untuk menilai suatu pangan lebih bergizi dari jenis pangan yang lain.
Konsep mutu zat gizi secara bersama menentukan nilai-gizi pangan. Mutu zat gizi
adalah karakteristik zat gizi atas dasar kemanfaatan langsung zat gizi bagi tubuh. Hal ini
ditentukan oleh daya cerna dan bentuk ketersediaan hayati zat gizi. Contohnya adalah
pangan yang berkadar protein tinggi tetapi berdaya cerna rendah tidak bernilai-gizi baik dan
pangan berkadar kalsium tinggi namun jika mengandung asam fitat tinggi, juga tidak bernilai-
gizi tinggi.
Nilai-gizi pangan akan menurun jika pangan tersebut banyak mengandung zat non-
gizi seperti antigizi, dan atau racun karena zat tersebut dapat menghalangi pemanfaatan zat
gizi oleh tubuh. Pangan dikatakan bernilai-gizi tinggi jika memiliki kepadatan zat gizi tinggi,
berdaya cerna tinggi, tersedia secara hayati, dan tidak mengandung zat antigizi dan racun
yang dapat menurunkan daya serap zat gizi tersebut sehingga zat gizi tidak sepenuhnya
dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Selain itu, komponen nongizi lainnya seperti zat aktif pangan
pada konsentrasi tertentu mampu meningkatkan nilai-gizi pangan karena meningkatkan
penyerapan zat gizi oleh tubuh melalui mekanisme perlindungan zat gizi terhadap kerusakan
oksidatif.

Zat Gizi

Senyawa kimia yang telah dibuktikan mutlak diperlukan oleh tubuh disebut zat gizi.
Jika tubuh kekurangan senyawa tersebut, maka keseimbangan fungsi organ akan
terganggu, demikian pula sistem biologis dan proses biokimiawi di dalam tubuh, yang pada
alhirnya berakibat pada penyakit. Sebagai contoh asam folat diperlukan dalam pembentukan
sel darah merah. Oleh karena itu asam folat disebut sebagai zat gizi. Lain halnya dengan air
raksa (Hg), timbal (Pb), dan kobalt (Co) ke tiga unsur kimia ini tidak diperlukan oleh tubuh.
Demikian hal nya dengan asam sianida (HCN), senyawa ini senyawa kimia tetapi tidak
diperlukan oleh tubuh sehingga tidak disebut sebagai zat gizi, bahkan dapat disebut racun.
Zat gizi diklasifikasikan ke dalam enam kelompok besar yaitu karbohidrat, protein,
lemak, vitamin mineral dan air. Karbohidrat, protein, dan lemak disebut zat gizi makro,
sedangkan vitamin dan mineral disebut zat gizi mikro. Pengelompokan ini di dasarkan pada
besarnya jumlah yang dibutuhkan tubuh. Zat gizi makro diperlukan tubuh dalam jumlah yang
lebih besar daripada zat gizi mikro.

MUTU ZAT GIZI DAN PARAMETERNYA

A. Prinsip Dasar Penilaian Mutu Zat Gizi Pangan

Pada prinsipnya, mutu zat gizi pangan dapat dinilai secara teoritis (in vivo, ex vivo,
maupun in vitro), yaitu dilakukan dengan cara perhitungan ukuran mutu zat gizi pangan
berdasarkan data sekunder (komposisi kandungan energi, zat gizi, asam lemak, dan asam
amino esensial). Penilaian mutu gizi dapat pula dilakukan berdasarkan analisis kimia dan
biokimia.
Penilaian in vitro yaitu penilaian yang didasarkan pada ukuran mutu gizi pangan yang
ditentukan dalam system luar habitat subjek. Penentuan mutu zat gizi pangan in vivo
dilakukan atas dasar penentuan nilai ukuran mutu zat gizi pangan dalam system hidup
subjek. Sedangkan penentuan mutu pangan ex vivo dilakukan berdasarkan ukuran mutu zat
gizi yang ditentukan pada system di luar tubuh subjek yang berbeda.

B. Penilaian Mutu Berdasarkan Ukuran Mutu Gizi

Mutu zat gizi dinilai berdasarkan ukuran mutu masing-masing zat gizi. Mutu
karbohidrat dinilai berdasarkan daya cerna pati. Protein dinilai berdasarkan daya cerna
protein, nilai biologis, nisbah efisiensi protein, dan lemak berdasarkan nilai nisbah
ALTJJ/score. Semakkin tinggi nilai ukuran mutu zat gizi, maka mutu zat gizi pangannya
semakin baik.
1. Penilaian Mutu Zat Gizi Karbohidrat
Daya cerna karbohiarat tergantung pada jenis pati dan keberadaan senyawa lain
seperti Tanin dan jenis protein tertentu. Senyawa Tanin akan mengikat karbohidrat,
sedangkan protein akan menghambat aktivitas amilase. Pada jenis pati yang berbeda, maka
komposisi amilosa dan amilopektinnya pun berbeda. Hal tersebut mempengaruhi daya cerna
pati.
Prinsip pengukuran daya cerna pati in vitro adalah hidrolisis enzimatis pati oleh α-
amilase menjadi maltose. Semakin tinggi daya cerna pati, maka mutu karbohidrat akan
semakin baik. Hail ini dikarenakan semakin banyak yang bisa diserap, maka energy yang
dihasilkan dan bisa dimanfaatkan pun semakin besar.

kadar maltosa setelah reaksi enzim


daya cerna= x 100 %
kadar maltosa pati murni setelah reaksi enzim

2. Penilaian Mutu Lemak Pangan


Mutu lemak ditentukan oleh jumlah dan jenis asam lemaknya. Salah satu ukuran
mutu lemak yaitu nisbah asam lemak tak jenuh jamak dan asam lemak jenuh (nisbah atau
rasio P:S). lemak yang nilai rasio P:S > 1, memiliki mutu yang baik.
Ukuran tingkat toksisitas lemak dinilai secara in vivo pada hewan uji (misalnya tikus).
Penilaian tersebut dilakukan berdasarkan perbedaan bobot relative organ tubuh hewan
(seperti hati, ginja, jantung, dll) terhadap bobot badan hewan uji.

3. Penilaian Berdasarkan Ukuran Utama Mutu Protein


Mutu protein juga ditentukan oleh macam dan jumlah asam amino esensial, yaitu
asam amino yang tidak dapat disintesis di dalam tubuh, oleh karena itu senyawa ini harus
didapat dari bahan pangan.
Ukuran utama mutu protein yang biasa digunakan yaitu nilai kimia (chemical score),
daya cerna protein (protein digestibility), nilai biologis (biological value), nisbah efisiensi
protein (protein efficiency ratio), dan pemanfaatan protein sesungguhnya (net protein
utilization). Ukuran lainnya yaitu dengan kalori dari protein pangan bersih (net dietary protein
calory), nilai protein akhir (net protein value), dan nisbi protein akhir (net protein relative).

a. Nilai Kimia (chemical score)

Penilaian dilakukan berdasarkan perbandingan jumlah masing-masing ke 8 asam


amino esensial pangan terhadap asam amino esensial acuan baku FAO/WHO. Nilai kimia
ditentukan oleh nilai asam amino yang terendah. Asam amino esensial dengan nilai kimia
terkecil disebut asam amino pembatas yang menentukan efisiensi pemanfaatan protein.
Rumus untuk menentukan nilai kimia protein :

kadar AAE sampel +kadar AAE protein standar


nilai kimia= x 100
kadar AAE protein standar

b. Daya Cerna Protein (protein digestibility) in vitro


Daya cerna protein menentukan mutu protein karena menunjukkan kemudahan
protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino pembentuknya. Penentuan daya cerna
dilakukan berdasarkan pengukuran jumlah residu nitrogen yang dihitung sebagai protein
yang tidak dapat dicerna. Rumus menentukan daya cerna:
N total sampel−N dalamresidu
Secara in vitro : daya cerna= x 100 %
N total sampel
N dicerna
Secara in vivo: daya cerna= x 100 %
N dikonsumsi

c. Nilai Biologis (biological value)

Metode ini memiliki kelebihan yaitu dapat dilakukan pada manusia dan hewan, serta
mengukur retensi nitrogen sebenarnya. Namun, metode ini memerlukan biaya besar, tidak
praktis, dan menggunakan asumsi yang tidak sepenuhnya absah. Nilai biologis dapat
dihitung dengan rumus:
N tertahan
nilai biologis= x 10 0
N terserap

d. Nisbah Efisiensi Protein (protein efficiency ratio)

Nisbah efisiensi protein menunjukkan tingkat kemanfaatan protein pangan yang


dikonsumsi. Pengukuran PER secara in vivo yang dapat menjelaskan pengaruh protein
terhadap pertambahan bobot badan, dapat dihitung dengan rumus:
pertamba h an BB
PER=
jumla h protein yang dikonsumsi

e. Pemanfaatan Protein Sesungguhnya (net protein utilization)

NPU merupakan perbandingan antara jumlah N yang tertinggal dalam tubuh dengan
jumlah N yang dikonsumsi. Nilai NPU dapat dicari dengan rumus: NPU= NB X DC

f. Protein Pangan Bersih (net dietary protein calory)

Baik nilai NPU msupun nilsi biologis sangat dipengaruhi oleh jumlah kalori yang
dikonsumsi. Konsumsi kalori yang rendah akan menurunkan NPU dan nilai biologis. Oleh
karena itu, dirancang suatu evaluasi protein, yaitu konsumsi kalorinya juga sudah ikut
diperhitungkan, yang disebut NDPcal.

g. Nisbi Protein Akhir (net protein relative)


Nilai gizi nisbi protein dapat ditentukan dengan cara biologis menggunakan
Tetrahymena pyriformis W. Prinsipnnya adalah nilaigizi protein contoh dihitung sebagai
persentase nilai gizi kasein sebagai baku, yang dinilai berdasarkan jumlah organisme yang
tumbuh dalam media yang berisi protein. Semakin banyak mikroorganisme, berarti nilai gizi
protein semakin baik. Rumus NPR yang diukur pada system in vivo:
( Peruba h an BB sampel+ peruba h an BBnon sampel)
NPR=
jumla h konsumsi protein yang diuji

4. Penilaian Mutu Vitamin dan Mineral Pangan

Tidak semua mineral dan vitamin dalam makanan dapat diserap oleh tubuh. Hal ini
disebabkan beberapa faktor, yaitu: 1) ketersediaan biologis 2) adanya zat antivitamin dan
antimineral. Secara alami, vitamin dalam bahan pangan terikat oleh senyawa lainnya.
Vitamin A yang biasanya terdapat dalam bahan pangan nabati, masih dalam bentuk
provitamin A yang harus diubah menjadi vitamin A. Sedangkan dalam pangan hewani,
vitamin A berada dalam bentuk retinol yang langsung bisa dicerna tubuh.

FUNGSI BIOLOGIS ZAT GIZI

Fungsi zat gizi dibedakan atas tiga fungsi utama yaitu 1) sebagai penyedia
energi 2) dalam proses pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh 3) dalam pengaturan dan
pemeliharaan proses biokimiawi tubuh. Zat gizi dibedakan menjadi 2, yaitu zat gizi makro
dan zat gizi mikro. Zat gizi makro adalah zat yang dapat dioksidasi di dalam tubuh
menghasilkan energi, contohnya: karbohidrat, protein, dan lemak. Berikut merupakan fungsi
dari zat gizi makro:
a. Karbohidrat: karbohidrat berfungsi sebagai penyedia energi utama.
Karbohidrat yang sudah dicerna berupa monosakarida yaitu glukosa. Glukosa
berfungsi sebagai penyedia energi satu-satunya bafi sistem syaraf pusat dan
otak. Karbohidrat lain, seperti polisakarida, serat berfungsi dalam pengaturan
gerak peristaltic usus dan memberi muatan dan bentuk pada sisa makanan.
Karbohidrat berfungsi sebagai protein sparer karena dapat menghemat fungsi
protein. Dalam pangan, karbohidrat khususnya mono dan di sakarida
memberi rasa manis.
b. Lemak: Lemak berfungsi sebagai penyedia energi ke-2 setelah karbohidrat.
Oksidasi lemak akan berlangsung jika ketersediaan karbohidrat telah menipis.
Seperti karbohidrat, lemak juga berfungsi sebagai protein sparer. Lemak,
seperti fosfolipa, merupakan komponen penting membran sel. Lemak juga
berfungsi sebagai pembentuk struktur tubuh karena menunjang letak organ.
Di dalam tubuh, lemak merupakan pembawa vitamin larut lemak. Fungsi
lainnya yaitu sebagai minyak pelumas persendian. Dalam pangan, lemak
memberi cita rasa dan keharuman pada makanan.
c. Protein: Fungsi utama protein yaitu sebagai zat pembangun dalam
pertumbuhan jaringan. Misalnya jaringan rambut, kuku, kulit memerlukan
banyak asam amino bersulfur. Protein, khususnya enzim, hormon dan
antibodi berfungsi dalam pengaturan proses biokimia. Protein juga berfungsi
dalam penyediaan energi, namun jika energi dari karbohidrat dan lemak tidak
mencukupi. Fungsi lainnya yaitu sebagai pengangkut zat gizi dan molekul lain
contohnya protein transpor yang terletak di membran sel.

Zat gizi mikro yaitu vitamin dan mineral berfungsi dalam pengaturan dan
pemeliharaan proses biokimiawi.
a. Vitamin: berperan dalam proses pengaturan biokimiawi, pemeliharaan tubuh,
dalam beberapa tahap metabolisme, dan pertumbuhan. Vitamin larut air
khususnya vitamin B berperan dalam penglepasan energi dalam pangan.
b. Mineral: mineral makro Ca berperan dalam pembentukan tulang dan gigi,
pemindahan rangsang syaraf, pengaturan kerja enzim dan pembekuan darah.
Mg berperan dalam struktur tulang dan beberapa enzim. P merupakan bagian
dari ATP, RNA dan DNA, dan bagian fosfolipida membran. S sebagai bagian
dari asam amino bersulfur dalam enzim, glikosaminoglikan dalam kulit, tulang
rawan dan jaringan pengikat. Cl sebagai anion ekstraseluler utama mengikuti
ion Na dalam cairan tubuh. Na sebagai kation ekstraseluler. K berperan dalam
tekanan osmosis darah. Mineral mikro Fe berfungsi dalam produksi
hemoglobin dan bagian dari enzim oksidatif. Zn terlibat dalam aktivitas 90
enzim yang ada hubungannya dengan metabolisme karbohidrat,
pembentukan protein, asam nukleatdan heme serta pengangkutan CO2. I
berfungsi sebagai bagian tiroksin dan berperan dalam pengawasan tranduksi
energi seluler.
c. Air: Air berfungsi sebagai media hampir semua reaksi kimia dalam tubuh dan
ikut serta dalam reaksi itu. Air juga melarutkan mineral, vitamin, asam amino,
glukosa dan banyak molekul kecil lainnya. Air mengangkut zat penting dalam
sel, dan mengeluarkan sisanya. Air sebagai pelumas sekitar sendi, penahan
goncangan dalam mata, urat syaraf tulang belakang, kantong amniotik pada
kehamilan. air membantu pemeliharaan suhu tubuh.

Anda mungkin juga menyukai