0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4K tayangan14 halaman

Rumusan Masalah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap melakukan penelitian harus mempunyai masalah penelitian yang akan


dipecahkan. Perumusan masalah ini bukanlah pekerjaan yang mudah, termasuk bagi
peneliti-peneliti yang sudah berpengalaman. Padahal masalah selalu ada di lingkungan
sekeliling kita.

Titik tolak penelitian jenis apapun tidak lain bersumber pada masalah. Tanpa
masalah, penelitian itu tidak dapat dilaksanakan. Masalah itu, sewaktu akan mulai
memikirkan suatu penelitian, sudah harus dipikirkan dan dirumuskan secara jelas,
sederhana, dan tuntas. Hal itu disebabkan oleh seluruh unsur penelitian lainnya akan
berpangkal pada perumusan masalah tersebut.

Pemecahan masalah yang dirumuskan dalam penelitian sangat berguna untuk


mengatasi kebingungan kita akan suatu hal, untuk memisahkan kemenduaan, untuk
mengatasi rintangan atau untuk menutup celah antara kegiatan atau fenomena.
Karenanya peneliti harus memilih suatu masalah bagi penelitiannya, dan
merumuskannya untuk memperoleh jawaban terhadap maslaah tersebut. Perumusan
masalah merupakan hulu dari penelitian, dan merupakan langkah yang penting dan
pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Konsep Dasar Penelitian Kuantitatif ?
2. Apa Definisi Perumusan Masalah ?
3. Bagaimana Analisis Perumusan masalah penelitian Kuantitatif. ?
4. Bagaimana Rumusan Masalah Penelitian Kuantitatif. ?
5. Bagaimana contoh draf rumusan masalah?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Penelitian Kuantitatif
2. Untuk Mengetahui Definisi Perumusan Masalah
3. Untuk Mengetahui Analisis Perumusan masalah penelitian Kuantitatif.
4. Untuk Mengetahui Rumusan Masalah Penelitian Kuantitatif
5. Untuk mengetahui contoh draf rumusan masalah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penelitian Kuantitatif.

Penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang menuju kepada aspek


pengukuran secara objektif terhadap fenomena sosial. Untuk melakukan pengukuran,
tiap- tiap fenomena sosial dijabarkan dalam beberapa komponen masalah, variable dan
indikator.

Penelitian kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang melihat masalah sebagai


hal yang tunggal, parsial dan dapat dipragmentasikan sebagai variabel penelitian yang
jelas dan tegas untuk mendapatkan kebenaran yang terukur dan teruji. Kebenaran dalam
perspektif kuantitatif adalah suatu realitas yang empiris dan dapat diamati dengan
dukungan fakta positif yaitu fakta yang dimunculkan ke permukaan, dan di uji
kebenarannya secara terukur dalam perspektif etic.

Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup
lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini
disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan oada filsafat positivisme.
Metode ini sebagai metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah
ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini juga
disebut metode discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan
berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa
angka-angka dan analisis menggunakan statistik. (Sugiyono, 2014 : 7)

B. Definisi Perumusan Masalah

Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research
problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik
dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai
fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik
sebagai penyebab maupun sebagai akibat.

Ada beberapa para ahli mendefinisikan tentang perumusan masalah, diantaranya:


Menurut Pariata Westra (1981:263) bahwa “Suatu masalah yang terjadi apabila
seseorang berusaha mencoba suatu tujuan atau percobaannya yang pertama untuk
mencapai tujuan itu hingga berhasil.”

Menurut Sutrisno Hadi (1973:3) “Masalah adalah kejadian yang menimbulkan


pertanyaan kenapa dan kenapa”

Sedarmayanti dan Hidayat (2011), dalam bukunya Metodologi Penelitian,


mengatakan bahwa masalah adalah peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-
hari. Sedangkan apa yang disebut dengan permasalahan penelitian adalah suatu
pembatasan fokus perhatian pada ruang lingkupnya sampai menimbulkan pertanyaan
dalam diri orang-orang yang mencari permasalahan.

Dari ketiga pendapat mengenai definisi masalah di atas, maka kami menyimpulkan
bahwa masalah adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
yang menimbulkan pertanyaan dalam setiap individu manusia, serta secara otomatis
membutuhkan upaya untuk mencari suatu jawaban atas masalah yang dihadapi tersebut.

C. Analisis Perumusan masalah penelitian Kuantitatif.

Perumusan masalah dalam penelitian kuantitatif mencakup latar belakang, rumusan


masalah dan tujuan penelitian. Namun kami menngutip dari Sedarmayanti dan Hidayat
(2011; 36) dalam bukunya Metodologi Penelitian, bahwa perumusan masalah itu
meliputi beberapa hal berikut:

1. Latar belakang masalah


2. Identifikasi masalah
3. Pembatasan masalah/ruang lingkup, dan
4. Rumusan masalah

D. Rumusan Masalah Penelitian Kuantitatif.


Masalah merupakan faktor yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya sebuah
penelitian. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan
masalah penelitian, yaitu :
1. Kebaruan dan menghindari duplikasi yang tidak perlu.
2. Pentingnya untuk mewakili dan pelaksanaan lapangan.
3. Adanya dorongan keingintahuan secara intelektual.
4. Kualifikasi pribadi atau kualifikasi penelitian.
5. Ketersediaan data dan metode yang dapat digunakan.
6. Peralatan khusus dan kondisi kerja yang mendukung proses penelitian.
7. Sampel yang akan diambil.
8. Sponsorship dan lembaga yang diminta untuk nbekerja sama.
9. Bahaya yang harus dihadapi.
10. Biaya yang dibutuhkan.
11. Faktor waktu.

Singh (2006) juga menjelaskan beberapa alasan mengapa penelitian harus


mendefenisikan atau merumuskan masalah penelitian :

1. Perumusan masalah akan menentukan arah penelitian.


2. Perumusan masalah dapat menjelaskan metodelogi atau proses penelitian yang akan
dilakukan.
3. Perumusan masalah akan membantu peneliti untuk mengontrol adanya subjektifitas
peneliti.
4. Perumusan masalah menunjukkan dan menentukan variabel yang akan di ambil.
5. Adanya perumusan masalah, membuat penelitian menjadi lebih praktis.

Kemudian, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan


masalah penelitian, yaitu :

1. Kata – kata yang digunakan untuk mendefenisikan masalah harus memiliki suatu arti
tidak ambigu.
2. Pernyataan masalah harus singkat, tetapi komprehensif agar mudah dipahami.
3. Asumsi harus diakui dalam studi.
4. Masalah harus memiliki kepentingan praktis.
5. Defenisi atau pernyataan masalah harus memiliki alasan atau latar belakang tertentu.

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam merumuskan suatu masalah, yaitu:

1. Peneliti sebaiknya mengembangkan suatu kerangka kerja konseptual dari masalah.


2. Kerangka konseptual harus sedemikian rupa sehingga dapat dinyatakan dalam bentuk
verbal.
3. Unsure – unsur masalah harus dibatasi.
4. Mengklasifikasikan unsure – unsure dalam kelompok yang homogen.
5. Menentukan kunci atau point – point dalam kerangka kerja konseptual.
6. Menguji teori untuk mengevaluasi masalah.
7. Bentuk akhir dari pernyataan tersebut dapat diberikan kedalam bentuk variabel untuk
sebuah kerangka kerja konseptual suatu masalah.
8. Memutuskan kesulitan praktis dalam melakukan penelitian.

Perbandingan rumusan masalah yang baik dan yang buruk.

1. Rumusan masalah yang buruk


a. Tidak teruji secara empiris, pertanyaan peneliti tidak ilmiah.
b. Topic terlalu umum , tidak jelas dan bukan pertanyaan penelitian.
c. Pertanyaan peneliti terlalu ambisius.
d. Pertanyaan masih perlu dibuat lebih spesifik lagi.
2. Rumusan masalah yang baik
a. Teruji secara empiris.
b. Topic khusus, jelas dan merupakan pertanyaan penelitian.
c. Pertanyaan penelitian terfokus.
d. Pertanyaan spesifik.
e.
E. Contoh Draf Rumusan Masalah

JUDUL : Eksperimentasi Model Problem Based Learning Dan Discovery Learning Pada
Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Hasil Belajar Peserta Didik Kelas
IX SMPN 1 Batang Anai Tahun Ajaran 2017/2018.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan, karena
pendidikan dapat menjadikan hidup menjadi lebih baik. Seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia pendidikan sekarang ini sudah mengalami
kemajuan. Pendidikan menjadi hak semua manusia tidak hanya untuk kepentingan
pribadi tetapi dalam tujuan lebih lanjut, pendidikan sebagai sebuah wahana untuk
menuntut ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menciptakan wawasan kebangsaan.
Pendidikan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, bertujuan untuk:
“Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”(Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sisrem Pendidikan Nasional, 2003:1)

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang memiliki peranan penting
dalam berbagai disiplin ilmu, serta mengembangkan daya pikir manusia khususnya
membentuk pola pikir peserta didik yang diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar
hingga menengah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis,
analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Melihat begitu pentingnya matematika, pemerintah mendefinisikan tujuan dari
pembelajaran matematika dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi yang menjelaskan tujuan
dari pembelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan, yaitu agar peserta didik
mampu:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam
pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat-sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dari
pertanyaan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperolehnya.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau gambar untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan pembelajaran matematika menurut Soedjadi (2000:43) adalah:


1. Mempersiapkan peserta didik agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dan pola
pikir dalam kehidupan dan dunia selalu berkembang, dan
2. Mempersiapkan peserta didik menggunakan matematika dan pola pikir matematika
dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai ilmu pengetahuan.
Banyak faktor yang dapat menunjang keterecapaian tujuan pembelajaran
matematika di atas, misalnya pendidik, peserta didik, kurikulum, lingkungan sosial, dan
lain-lain. Namun dari faktor-faktor itu, pendidik dan peserta didik merupakan faktor
terpenting. Pentingnya faktor pendidik dan peserta didik tersebut dapat dilihat melalui
pemahaman hakekat pembelajaran, yakni sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu
peserta didik dalam belajar. Dalam proses pembelajaran, pendidik tidak hanya berperan
sebagai model atau teladan bagi peserta didik yang diajarnya, tetapi juga sebagai
pengelola pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian efektivitas proses
pembelajaran terletak di pundak pendidik. Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses
pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan pendidik. (Wina Sanjaya,
2006:52).
Pembelajaran yang berkualitas memerlukan partisipasi peserta didik dalam
pembelajaran. Pembelajaran matematika interaktif, menyenangkan, memotivasi peserta
didik agar berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan penemuan konsep dan pemecahan
masalah yang diberikan oleh pendidik sehingga akan berdampak kepada peningkatan
hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan keterangan di atas dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran pada
hakekatnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang berkualitas. Proses pembelajaran itu
sendiri memerlukan partisipasi dan keaktifan peserta didik. Dengan demikian kegiatan
pembelajaran di suatu sekolah yang tidak membuat peserta didik belajar secara aktif
tidak dapat disebut telah terjadi proses pembelajaran yang baik.
Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di SMPN 1 Batang Anai pada
tanggal 19 mei 2017, ada beberapa kondisi objektif yang dialami peserta didik
khususnya di kelas IX pada proses pembelajaran, yaitu pendidik masih menggunakan
metode ceramah dalam menjelaskan materi pelajaran. Partisipasi peserta didik sangat
rendah. Peserta didik cenderung bersikap pasif. Ketika pendidik menjelaskan materi
pelajaran hanya beberapa peserta didik yang memperhatikan penjelasan pendidik.
Sehingga keterlibatan peserta didik dalam kegiatan proses pembelajaran di kelas masih
rendah. Pada umumnya peserta didik di suruh membaca buku paket, kemudian langsung
dijelaskan oleh pendidik, dan ditugaskan untuk menjawab soal-soal yang ada di buku
paket atau buku LKPD. Dalam proses pembelajaran peserta didik tidak mau bertanya
langsung pada pendidik dikarenakan peserta didik tidak mengerti konsep yang diberikan
oleh pendidik.
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan salah seorang pendidik
matematika di SMPN 1 Batang Anai yang bernama ibuk Nini Irianti S.Pd diketahui
bahwa peserta didik kurang mampu dalam menyelesaikan soal dalam bentuk pemecahan
masalah, karena mereka menganggap soal itu sulit. Sebagian peserta didik hanya
menghafal rumus tetapi tidak bisa mengaplikasikannya ke dalam soal, pada umumnya
peserta didik sulit menemukan model matematika dari soal pemecahan masalah yang
diketahui. Serta peserta didik juga kurang mampu dalam menyimpulkan materi pelajaran.
Keadaan seperti ini menyebabkan peserta didik tidak menguasai pelajaran dengan baik
sehingga berdampak pada perolehan hasil belajar yang kurang memuaskan. Hasil belajar
peserta didik masih banyak memperoleh nilai dibawah kriteria ketuntasan minimal
(KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 80. Rendahnya kemampuan peserta
didik tersebut dapat dilihat pada hasil Ujian Semester II kelas VIII SMPN 1 Batang Anai
tahun pelajaran 2016/2017.

Tabel 1.1
Persentase Peserta Didik yang Tuntas dan Tidak Tuntas pada Ujian Akhir Semester
Tahun Pelajaran 2016/2017
Kelas Jumlah Tidak tuntas ¿ 80 Tuntas≥ 80
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Peserta
Didik
IX.I 34 26 76,5% 8 23,5%
IX.2 33 25 75,8% 8 24,2%
IX.3 32 23 71,9% 9 28,12%
IX.4 32 22 68,75% 10 31,25%
IX.5 32 24 75% 8 25%
IX.6 32 24 75% 8 75%
IX.7 33 25 78,12% 8 24,24%
IX.8 32 23 71,9% 9 28,12%
Sumber : Pendidik mata pelajaran matematika SMPN 1 Batang Anai

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa ketuntasan peserta didik secara
keseluruhan tidak sampai separuh dari peserta didik kelas VIII SMPN 1 Batang anai
yang tuntas pada ujian semester II tahun pelajaran 2016/2017.
Untuk mengatasi masalah di atas, maka pendidik perlu merancang suatu model
pembelajaran. Hal sesuai dengan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Pendidik dan Dosen
Pasal 10 dikemukakan bahwa kompetensi guru itu mencakup kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Adapun
kompetensi pedagogik merupakan kemampuan pendidik dalam pengelolaan
pembelajaran peserta didik yang salah satunya yaitu kemampuan pendidik untuk
merancang pembelajaran. Seorang pendidik perlu memiliki kemampuan merancang dan
mengimplementasikan berbagai model pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat
dan bakat serta dengan taraf perkembangan peserta didik termasuk di dalamnya
memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas
pembelajaran (Wina Sanjaya, 2008: 279).

Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan memandu proses
pengajaran diruang kelas atau di setting yang berbeda (Miftahul Huda,2014: 73).
Model pembelajaran yang tepat agar proses belajar mengajar berlangsung efektif
dan efesien sehingga seluruh peserta didik dapat terlibat langsung secara aktif baik
mental, fisik, maupun sosialnya dan mampu memahami serta menguasai pelajaran
matematika itu sendiri, sehingga tujuan pembelajaran matematika dapat dicapai sesuai
dengan yang diharapkan. Model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model
Problem Based Learning dan Discovery Learning.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dapat diartikan
sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian
masalah yang dihadapi secara alamiah. Model Problem Based Learning memberikan
efek pada isi pengetahuan yaitu menyediakan kesempatan lebih besar pada peserta didik
untuk mempelajari isi dengan penuh pemahaman dan meningkatkan keaktifan, motivasi
dan pemahaman peserta didik dengan yang lain (Syafruddin, 2016:222).

Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk


pengajaran proses berpikir tingkat tinggi, pembelajaran ini membantu peserta didik untuk
memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan
mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Adapun langkah-langkah dari model
Problem Based Learning menurut Ibrahim dan Nur dalam Trianto (2013:72) yaitu: (1)
mengorientasikan peserta didik pada masalah; (2) mengorganisasi peserta didik untuk
belajar; (3) membimbing penyelidikan secara individula atau kelompok; (4)
mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (5) menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.

Model Discovery Learning adalah suatu model pembelajaran yang


memungkinkan peserta didik terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar sehingga
mampu menggunakan proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau teori yang
sedang dipelajari. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna,
mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat
kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini peserta didik dibiarkan menemukan
sendiri atau mengalami proses mental sendiri, pendidik hanya membimbing dan
memberikan instruksi (Roestiyah, 2008:20).
Berdasarkan pendapat di atas Pembelajaran Discovery ialah suatu pembelajaran
yang melibatkan peserta didik dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat,
dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar peserta didik dapat
belajar sendiri. Adapun langkah-langkah
dari model Discovery Learning yaitu: (1) Stimulation (stimulasi/pemberian 
rangsangan); (2) problem statement (pernyataan/identifikasi masalah); (3)
data collection (pengumpulan data).; (4) data processing (pengolahan data) (5) verificati
on (pembuktian); (6) generalization (menarik kesimpulan/gener-alisasi) (Hosnan,
2014:289).
Model Problem Based Learning dan Discovery Learning memiliki persamaan
dan perbedaan. Adapun persamaan dari kedua model ini yaitu: pertama, model PBL dan
Discovery Learning dimulai dengan pemberian masalah yang harus ditemukan
penyelesaian atau solusinya oleh peserta didik. Kedua, model PBL dan Discovery
Learning menuntut kemandirian peserta didik dalam kegiatan pembelajaran sehingga
peserta didik terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Pada kedua model ini
pendidik berperan sebagai fasilitator dan pembimbing. Ketiga, langkah-langkah kegiatan
pada kedua model juga memiliki persamaan walaupun terdapat perbedaan, pada model
Discovery Learning ada langkah pembuktian dari penyelesaian masalah yang telah
ditemukan sedangkan pada model PBL tidak ada.
Berdasarkan uraian masalah di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian
dengan judul : “Eksperimentasi Model Problem Based Learning dan Discovery
Learning pada Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Hasil Belajar Peserta Didik
Kelas IX SMPN 1 Batang Anai Tahun Pelajaran 2017/2018”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kurangnya partisipasi peserta didik dalam pembelajaran.


2. Kurangnya kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal dalam bentuk
pemecahan masalah.
3. Sebagian peserta didik hanya menghafal rumus tetapi tidak bisa mengaplikasikannya
ke dalam soal.
4. Peserta didik belum mampu membuat model matematika dari soal yang diketahui.
5. Peserta didik kurang mampu menyimpulkan materi pelajaran.
6. Rendahnya hasil belajar peserta didik.

C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti perlu melakukan pembatasan masalah agar
penelitian lebih fokus dalam menggali dan mengatasi permasalahan yang ada. Penelitian
ini akan membatasi masalah pada eksperimentasi model Problem Based Learning dan
Discovery Learning pada pembelajaran matematika ditinjau dari hasil belajar matematika
peserta didik kelas IX SMPN 1 Batang Anai tahun ajaran 2017/2018.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah maka rumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Secara umum yaitu:
Terdapat perbedaan hasil belajar matematika peserta didik yang belajar
menggunakan model Problem Based Learning, Discovery Learning, dan
pembelajaran ekspositori pada kelas IX SMPN 1 Batang Anai.
2. Secara rinci yaitu:

a. Apakah hasil belajar peserta didik yang diajarkan dengan model Problem Based
Learning lebih tinggi dibandingkan dengan model ekspositori di kelas IX SMPN
1 Batang Anai?
b. Apakah hasil belajar peserta didik yang diajarkan dengan model Discovery
Learning lebih tinggi dibandingkan dengan model ekspositori di kelas IX SMPN
1 Batang Anai?
c. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang diajarkan dengan
model Problem Based Learning dan model Discovery Learning di kelas IX
SMPN 1 Batang Anai?

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penelitian kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang melihat masalah sebagai hal
yang tunggal, parsial dan dapat dipragmentasikan sebagai variabel penelitian yang jelas
dan tegas untuk mendapatkan kebenaran yang terukur dan teruji. Metode kuantitatif
merupakan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.
Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya
melalui pengumpulan data.

Singh (2006) juga menjelaskan beberapa alasan mengapa penelitian harus


mendefenisikan atau merumuskan masalah penelitian :

1. Perumusan masalah akan menentukan arah penelitian.


2. Perumusan masalah dapat menjelaskan metodelogi atau proses penelitian yang akan
dilakukan.
3. Perumusan masalah akan membantu peneliti untuk mengontrol adanya subjektifitas
peneliti.
4. Perumusan masalah menunjukkan dan menentukan variabel yang akan di ambil.
5. Adanya perumusan masalah, membuat penelitian menjadi lebih praktis.

B. SARAN
Dengan telah dipelajarinya tentang cara perumusan masalah diharapkan pembaca
mampu merumuskan masalah dalam penelitian kuantitatif dengan baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai