0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
110 tayangan93 halaman

PROPOSAL Ed1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 93

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KADAR


GLUKOSA DARAH PENDERITA DIABETES
MELITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM IBNU
SINA PAYAKUMBUH
TAHUN 2019

RAMAINI S
1811142010231

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes YARSI SUMBAR
BUKITTINGGI 2019
HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KADAR
GLUKOSA DARAH PENDERITA DIABETES
MELITUSDI RUMAH SAKIT ISLAM
IBNU SINA PAYAKUMBUH
TAHUN2019

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan(S.Kep) Pada


Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi

RAMAAINI S
1811142010231

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes YARSI SUMBAR
BUKITTINGGI
2019
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang di kutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : RAMAINI S

NIM : 1811142010231

Tanda Tangan :

Tanggal : Januari 2020


PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Proposal ini Telah Di Setujui

Tanggal : januari 2020

Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Ns.YossiFitrina,M.kep Ns.Dian Anggraini,M.kep,sp.KMB

Mengetahui

Ketua prodi studi SI Keperawatan

Ns.Sri Hayulita,M.kep
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : RAMAINI S

NIM : 18111420231

ProgramStudi : S1 Keperawatan

Judul Skripsi : Hubungan Tingkat Stres Dengan Peningkatan Kadar

Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Keperawatan pada Progaram Studi S1 Ilmu Keperawatan, STIKes

Yarsi Sumbar Bukittinggi

DEWAN PENGUJI
Pembimbing I Ns.Yossi Fitrina, M.kep ( )

Pembimbing II Ns .Dian Anggraini,M.kep,Sp.KMB ( )

Penguji I Ns.H.Junaidi S.Rustam,MNS ( )

Penguji II Ns.Aulia Putri,M.kep ( )

Ditetapkan di : Bukittinggi
Tanggal :...........................
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan proposal ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Yarsi Sumbar
Bukittinggi. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Ns.H.Junaidi S.Rustam,MNS selaku Ketua STIKes Yarsi Sumbar
Bukittinggi.
2. Ibu Ns.Srihayulita,M.kep selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi.
3. Ibu Ns.Yossi Fitrina, M.kep dan Ibu Ns.Dian Anggraini,M.kep,Sp.KMB
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan petunjuk dan pengarahan
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Direktur Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Payakumbuh yang telah memberi izin
untuk pangambilan data awal dan izin penelitian.
5. Seluruh staf dan dosen pengajar STIKes Yarsi yang telah banyak memberikan
ilmu kepada peneliti selama perkuliahan.
6. Terima kasih kepada orangtua, suami dan anak-anak, yang telah memberikan
dukungan moril maupun materil kepada peneliti.

7. Sahabat dan teman-teman Program Khusus S1 Keperawatan Angkatan tahun


2018, terima kasih atas dukungan, kekompakan dan kebersamaan selama ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Bukittinggi, November 2019

Peneliti

v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi, saya yang bertanda
tangan di bawah ini :
Nama : Ramaini S
NIM : 1811142010231
ProgramStudi : S1 Keperawatan
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada STIKes


Yarsi Sumbar Bukittinggi Hak Bebas Royalti Noneksklusif ( Non- exclusive
Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Hubungan Tingkat
Stres Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Di Rumah Sakit
Islam Ibnu Sina PayakumbuhTahun 2019 ”, beserta perangkat yang ada (jika
diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini STIKes Yarsi Sumbar
Bukittinggi berhak menyimpan, mengalihkan/formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data(database), merawat,dan mempublikasikan skripsi saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya


Di buat di :Bukittinggi
Pada tanggal :November 2019

Yang menyatakan

(RAMAINI S)

vi
Program Studi S1 Keperawatan
StikesYarsi Sumbar Bukittinggi Skripsi,
Januari, 2020
Ramaini S
Hubungan Tingkat Stres Dengan Kadar Glukosa Darah Penderita
Diabetes Melitus di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019
XVI + 80 Halaman + 9 Tabel + 3 gambar + 12 Lampiran
ABSTRAK
Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronis yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah (WHO, 2008). Kadar gula darah pada
pasien diabetes melitus dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yaitu
Tingkat stres. Masyarakat banyak menganggap tingkat stres berhubungan
dengan kadar gula darah yang meningkat (Ludiana, 2017). Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan kadar
glukosa darah penderita diabetes melitus di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun
2019. Penelitian ini menggunakan desain penelitian desktiptif korelasi dengan
pendekatan cross sectional dimana variabel independent dan dependent
diidentifikasi pada suatu waktu yang bersamaan. Sampel berjumlah 97
responden dengan menggunakan teknik nonprobabilitas dengan accidental
sampling. Analisa data menggunakan uji spearman’s. Hasil analisa univariat
dapat diketahui bahwa sebagian besar yaitu sebanyak 39 orang (40.2%)
memiliki usia 56-65 tahun, lebih dari separoh yaitu sebanyak 63orang
(64.9%) berjenis kelamin perempuan, paling banyak yaitu sebanyak 37
orang (38.1%) berpendidikan SD, lebih dari separoh yaitu sebanyak 55 orang
(56.7%) tidak bekerja, sebagian besar sebanyak 35 orang (36,1). memiliki
tingkat stres sedang, Lebih dari separoh yaitu sebanyak 56 orang (57,7%)
kadar glukosa darah sedang. Hasil analisa bivariat, terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat stres dengan kadar glukosa darah karena p_value ≤
0,05. Dengan ini nilai korelasi (r) adalah 0,537 yang artinya kekuatan korelasi
sedang dan positif. Kesimpulan dari Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara tingkat stres dengan kadar glukosa darah penderita
diabetes melitus diRSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019
Kata Kunci : Diabetes melitus, kadar glukosa darah, tingkat stres

DaftarPustaka : 28 (2007-2018)

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI........................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………………… iv

KATA PENGANTAR................................................................................... v

HALAMAN PERYATAAN…………………………………………………… vi

DAFTAR ISI.................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL.................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang.............................................................................................. 1

Rumusan Masalah........................................................................................ 6

Tujuan Penelitian.................................................................................................. 7

Tujuan Umum.............................................................................................. 7

Tujuan Khusus.............................................................................................. 7

viii
Manfaat Penelitian......................................................................................... 7

Bagi RSI Ibnu Sina Payakumbuh........................................................................ 7

Bagi STIkes Yarsi Bukittinggi.............................................................................. 8

Bagi Peneliti................................................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Diabetes Melitus
1. Defenisi......................................................................................... 9
2. Etiologi.......................................................................................... 10
3. Manifestasi Klinis........................................................................ 13
4. Patofisiologi................................................................................. 14
5. klasifikasi..................................................................................... 15
6. Komplikasi................................................................................... 16
7. Penatalaksanaan........................................................................... 17
8. Diagnosa....................................................................................... 19
9. Pencegahahan............................................................................... 21
B. Glukosa Darah
1. Defenisi glukosa darah................................................................... 21
2. Klasifikasi gula darah..................................................................... 21
3. Macam –macam gula darah......................................................... 22
4. Faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah.......................... 23
C. Konsep stres
1. Defenisi ........................................................................................ 25
2. Sumber stres.................................................................................. 26
3. Dampak stres................................................................................. 28
4. Mekanisme Terjadi Stres................................................................ 29
5. Faktor yang mempengaruhi stres.................................................... 29
6. Tahapan Stres................................................................................. 30
7. Strategi Mengurangi stres pada pasien........................................... 33

ix
8. Alat Ukur Stres............................................................................. 34
D. Hubungan stres dengan kadar gula darah meningkat................................... 36
E. Kerangka teori..................................................................................................... .38

BAB III KERANGKA KONSEP


A. Kerangka Konsep…………………………………………………………… 39
B. Hipotesis……………………………………………………………………… 40

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN


F. Desain Penelitian ................................................................................................ 41
G. Lokasi dan waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian............................................................................ 41
2. Waktu Penelitian............................................................................ 41
H. Populasi dan sampel
1. Populasi......................................................................................... 41
2. Sampel.......................................................................................... 42
I. Defenisi Operasional................................................................................... 44
J. Instrumen Penelitian…………………………………………………….. 44
K. Etika Penelitian.................................................................................................. 46
L. Pengumpulan data………………………………………….............…… 47
M. Pengolahan data……………………………………………………........ 48
N. Analisa data….................................................................................................... 49

BAB V HASIL PENELITIAN

C. Gambaran umum penelitian………………………………………………… 52


D. Karakteristik responden
1. Usia………………………………………………………………... 54
2. Jenis kelamin……………………………………………………… 54
3. Pendidikan terakhir……………………………………………… 55
4. Pekerjaan……………………………………………………….. 55
E. Analisa univariat……………………………………………………………… 56
F. Analisa bivariat……………………………………………………………… 57

x
BAB VI PEMBAHASAN

A. Karakteristik responden
1. Karakteristik responden berdasarkan usia……………………….. 59
2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin………………
60
3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan……………… . 61
4. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan……………….. 62
G. Analisa Univariat
5. Tingkat stres pada pasien diabetes melitus di RSI Ibnu Sina
Payakumbuh Tahun 2019……...................................................
63
6. Kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus di RSI Ibnu Sina
Payakumbuh Tahun 2019………………………………………
68
H. Analisa Bivariat ………………………………………………………………. 72

BAB VII KESEMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan……………………………………………………… 75
B. Saran………………………………………………………….. 76

Daftar pustaka………………………………………………………………… 51
Lampiran

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa......................................... 22


Tabel 4.1 Defenisi operasional........................................................................... 43
Tabel 4.2 Daftar nilai keeratan hubungan antar variable……………………. 49

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia di RSI Ibnu Sina
Payakumbuh Tahun 2019……………………………………….. 54
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di RSI Ibnu
Sina Payakumbuh Tahun 2019………………………………...
54
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan terakhir di RSI
Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019…………………………… 55
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di RSI Ibnu Sina
Payakumbuh Tahun 2019 ……………. ………………………..
55
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Tingkat stres di RSI Ibnu
Sina Payakumbuh Tahun 2019……………………………….. 56
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kadar glukosa darah
random di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019……………………
57
Tabel 5.7 Hubungan tingkat stres dengan kadar glukosa darh penderita diabetes
melitus di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019…………. 58

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Presepsi Daya Tahan Dan Tekanan................................................... 30


Gambar 2.3 Kerangka teori............................................................................... 39
Gambar 3.1 Kerangka konsep........................................................................... 40

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian


Lampiran 2. Curriculum Vitae
Lampiran 3. Lembar konsul
Lampiran 4. Surat izin pengambilan data
Lampiran 5. Surat permohonan menjadi responden
Lampiran 6. Informed consent
Lampiran 7. Kisi-kisi kuesioner
Lampiran 8. Kuesioner penelitian
Lampiran 9 Master tabel
Lampiran 10 Frequency tabs
Lampiran 11 Dokumentasi

xiv
xv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan

metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar

gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein

sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin(WHO, 2008 dalam Aveonita,

2011). Diabetes mellitus lebih dikenal sebagai penyakit yang membunuh manusia

secara diam-diam atau “Silent killer” (Kemenkes RI, 2014). Selain itu

diabetes melitus juga dikenal sebagai “Mother of Disease” karena merupakan

induk dari penyakit-penyakit lainnya seperti hipertensi, penyakit jantung dan

pembuluh darah, stroke, gagal ginjal, dan kebutaan (Anani, 2012; Depkes, 2008

dalam Toharin, Cahyati, & Zainafree, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh International Diabetes Federation (IDF)

melalui IDF Diabetes Atlas menunjukkan jumlah penderita diabetes melitus di

dunia mengalami Peningkatan dari tahun 2013(46%) hingga 2017 (48%).

Menurut IDF Diabetes Atlas di Indonesia penderita diabetes melitus menempati

peringkat ke-enam di dunia, dengan jumlah penderita diabetes terbesar yaitu

sebanyak 10,3 juta (IDF,2017).

Di Indonesia berdasarkan data terbaru Riskesdas (2018) prevalensi

diabetes melitus mengalami peningkatan lima tahun terakhir. Pada tahun 2013,

angka prevalensi diabetes pada umur ≥ 15 tahun mencapai 6,9% dan pada tahun

2018 mencapai 8,5%. Selain itu penderita diabetes mellitus lebih banyak

berjenis kelamin perempuan (1,8%) dari pada laki-laki (1,2%).

1
2

Prevalensi diabetes melitus di Sumatera Barat mengalami peningkatan dari

tahun 2013 (1,5%) hingga 2018 (2%). Prevalensi diabetes mellitus cenderung

lebih tinggi didaerah perkotaan yaitu 1,9% dari pada daerah pedesaan yaitu

1,0% (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa penderita diabetes

mellitus dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Penyebab terjadinya

peningkatan diabetes mellitus ini belum diketahui secara pasti, namun ada

beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya diabetes melitus yaitu

faktor risiko yang tidak dapat dirubah dan faktor risiko yang dapat dirubah oleh

manusia. Faktor resiko tidak dapat dirubah oleh manusia yaitu usia, jenis kelamin

dan faktor pasien dengan latar belakang keluarga dengan penyakit diabetes

melitus. Sedangkan faktor resiko yang dapat dirubah yaitu pola makan, pola

kebiasaan sehari-hari seperti makan, pola istirahat, pola aktifitas dan pengelolaan

stress (Suiraoka, 2012 dalam Isnaini & Ratnasari, 2018).

Kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus dapat meningkat

akibat gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, maupun keduanya

(American Diabetes Association (ADA, 2014). Akibat gangguan tersebut

mengakibatkan gula di dalam darah tidak dapat digunakan oleh sel tubuh sebagai

energi hingga akhirnya menyebabkan kadar gula dalam darah cenderung lebih

tinggi atau hiperglikemia (IDF,2013).

Peningkatan gula darah pada penderita diabetes melitus apabila tidak

diatasi maka menyebabkan komplikasi dari perjalanan penyakitnya.

Komplikasi akut yang disebabkan oleh diabetes adalah hiperglikemi dan

diabetic ketoasidosis, hiperosmolar hiperglikemik nonketotik sindrom serta


3

hipoglikemik. diabetes melitus juga dapat mengakibatkan komplikasi yang

bersifat kronis yaitu Angiophaty, diabetic retinophaty, neprophaty,

neurophaty, komplikasi dari ekstremitas atas dan bawah, komplikasi pada

kulit, infeksi, penyakit cerebrovaskular, penyakit jantung (penyakit arteri

koroner), hipertensi (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2004).

Kondisi ini dapat menimbulkan berbagai perubahan atau gangguan baik

fisik maupun psikolosis bagi pasien. Pasien diabetes harus tergantung pada

terapi pengelolaan diabetes. Hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan

misalnya pasien merasa lemah kerena harus membatasi diet, setiap perubahan

dalam kesehatan dapat menjadi stressor (Perry & Potter, 2005). Keharusan

pasien diabetes melitus mengubah pola hidupnya agar gula darah dalam tubuh

tetap seimbang dapat mengakibatkan mereka rentan terhadap stres, karena

stres akan terjadi apabila seseorang merasakan adanya ketidaksesuaian antara

sumber daya yang dimiliki dengan tuntutan situasi yang harus dijalankan

ketika tuntutan situasi dirasakan berbeda dangan situasi sebelumnya dan

terlalu berat maka stres akan terjadi (Chritina, Middlebrooks &

Audage,2008).

Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan

yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan

sehari- hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres

memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis,

intelektual, sosial dan spiritual, stress dapat mengancam keseimbangan

fisiologi (Nugroho dan Purwanti, 2010).


4

Stres fisiologik seperti infeksi dan pembedahan turut menimbulkan

hiperglikemia dan dapat memicu diabetes ketoasidosis atau sindrom HHNK

(Hyperglicemic Hyperosmorlar Nonketolic Coma). Pada saat terjadi stres

emosional,pasien diabetes dapat mengubah pola makan, latihan dan

penggunaan obat yang biasanya di patuhi. Keadaan ini turut menimbulkan

hiperglikemia atau bahkan hipoglikemia. Pasien diabetes harus menyadari

kemungkinan kemunduran pengendalian diabetes yang menyertai stres

emosional. Bagi mereka diperlukan motivasi agar sedapat mungkin mematuhi

rencana terapi diabetes pada saat-saat stres. Di samping itu, strategi

pembelajaran untuk memperkecil pengaruh stres dan mengatasinya ketika hal

ini terjadi merupakan aspek yang penting dalam pendidikan diabetes (Brunner

& Suddarth,2002)

Stres itu meningkatkan adrenalin, dan adrenalin akan meningkatkan

gula dalam tubuh dengan sangat cepat. Hanya dalam hitungan menit. Kondisi

stres yang dialami seseorang akan memicu tubuh memproduksi hormon

Epinephrine atau yang juga dikenal sebagai adrenalin. Hormon epinephrine

biasa dihasilkan tubuh sebagai respon fisiologis ketika seseorang berada

dalam kondisi tertekan, seperti saat akan dalam bahaya, diserang, dan

berusaha bertahan hidup. Kondisi ini disebut fight-or-flight response. Kondisi

stres yang terus berlangsung dalam rentang waktu yang lama, membuat

pankreas menjadi tidak dapat mengendalikan produksi insulin sebagai

hormon pengendali gula darah. Kegagalan pankreas memproduksi insulin

tepat pada waktunya ini yang menyebabkan rangkaian penyakit metabolik

seperti diabetes mellitus. Bila ditambah dengan gaya hidup yang buruk,
5

kurang olahraga, serta memiliki faktor risiko diabetes. Gula memang menjadi

penyebab diabetes, tapi stres, bisa jadi pemicu terjadinya diabetes lebih cepat.

Jadi sebenarnya konsumsi gula itu bukannya dihilangkan, tapi dikurangi.

Sedangkan kalau bisa, hindari hal yang dapat membuat stres akut (Endro,

2016).

Berdasarkan penelitian Meivy I.Derek,dkk (2016) tentang hubungan

tingkat stres dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus di Rumah

Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado didapatkan bahwa terdapat hubungan

stres dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus dengan nilai p-

value = 0,000<∝ = 0,05. Selain itu Penelitian W.Izzati dan Nirmala (2015)

tentang hubungan tingkat stres dengan kadar glukosa darah penderita DM tipe 2

juga didapatkan adanya hubungan stres dengan kadar glukosa darah penderita

DM tipe 2 dengan nilai p- value = 0,017<∝ = 0,05.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSI Ibnu Sina

Payakumbuh tanggal 27 september tahun 2019 diperoleh data dari rekam

medis, rekapitulasi jumlah kunjungan pasien diabetes melitus yang

berkunjung ke poliklinik penyakit dalam yang hampir tiap bulannya

mengalami peningkatan yaitu bulan juni 2019 sebanyak 130 orang, juli

sebanyak 138 orang dan bulan agustus sebanyak 156 orang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang pasien bahwa terdapat 1

orang mengalami peningkatan kadar gula darah > 200 mg/dl setelah makan,

3 orang mengatakan gula darahnya sering meningkat,dikarenakan jauh dari

keluarga dan hidup sendirian sehingga mereka merasa khawatir, ketakutan,

kesepian dan merasa terasing dari lingkungan keluarga sehingga membuat


6

mudah marah dan tersinggung dan I orang lagi mengatakan gula darahnya

meningkat karena pola makannya yang tidak terkontrol.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan penelitian

tentang Hubungan Tingkat Stres Dengan Kadar Glukosa Darah Penderita

Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Payakumbuh.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti

merumuskan masalah “Adakah Hubungan Tingkat Stres dengan Kadar Gula

Darah pada penderita diabetes melitus di RSI Ibnu Sina Payakumbuh tahun

2019?”
7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat stres terhadap kadar gula darah pada

penderita diabetes melitus di RSI Ibnu Sina Payakumbuh tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya distribusi karakteristik Responden pasien diabetes melitus

di RSI Ibnu Sina Payakumbuh tahun 2019.

b. Diketahuinya rata-rata tingkat stres pasien diabetes melitus di RSI Ibnu

Sina Payakumbuh tahun 2019.

c. Diketahuinya rata-rata kadar gula darah pada penderita diabetes melitus

di RSI Ibnu sina payakumbuh tahun 2019.

d. Diketahuinya kekuatan hubungan tingkat stres terhadap kadar gula

darah pada penderita diabetes melitus di RSI Ibnu Sina Payakumbuh

tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi RSI Ibnu Sina Payakumbuh

Memberikan tambahan informasi dan pengembangan pelayanan

kesehatan pada penderita diabetes melitus dalam meningkatkan pelayanan

kesehatan untuk mengurangi, atau mencegah dan merawat masyarakat

yang mengalami diabetes melitus.


8

2. Bagi STIKES Yarsi Bukittinggi

Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi

mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan STIKES Yarsi Bukittinggi

untuk melakukan penelitian selanjutnya dan meningkatkan pengetahuan

tentang tingkat stres terhadap kadar gula darah pada penderita diabetes

melitus.

3. Bagi Peneliti

a. Merupakan proses belajar memecahkan masalah secara sistimatis

dan logis yang menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti

tentang riset keperawatan.

b. Mendapatkan gambaran nyata tentang faktor yang berhubungan

dengan kejadian diabetes melitus di RSI Ibnu Sina Payakumbuh


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Melitus

Menurut KemenKes (2014), diabetes melitus atau disebut diabetes saja

merupakan penyakit gangguan metabolic menahun akibat pancreas tidak

memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang

diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan

kadar gula darah. akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam

darah(hiperglikemia).

Menurut American Diabetes Association (ADA) (2012) adalah suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

kerana kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya, yang

menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan

pembuluh darah. Menurut Maxine, Stephan J., dan Michael W (2016).

Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas

tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau

glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin

yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah kesehatan masyarakat yang

penting, menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang

menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia.(WHO Global Report,

2016).

9
10

2. Etiologi

a. Diabetes Mellitus type I atau Insulin Dependen Diabetes

Mellitus(IDDM)

Diabetes type ini ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas.

Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan

diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta, diabetes ini biasanya terjadi

pada usia 30 tahun (Maxine, Stephan J., dan Michael W, 2016).

1) Faktor Genetik

Penderita diabetes melitus tidak mewarisi diabetes type I itu sendiri,

tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah

terjadinya diabetes type I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu

yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA

merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi

dan proses imun lainnya.(Ignatavicius, Workman, & Winkelman,2016).

2) Faktor Imunologi

Pada Diabetes type I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun.

Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan

normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya saolah- olah sebagai jaringan asing. Auto antibodi terhadap sel-sel

pulau langerhans dan insulin endogen (interna) terdeteksi pada saat diagnosis

dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis

diabetes type I (Maxine, Stephan J., dan Michael W, 2016).


11

3) Faktor Lingkungan

Infeksi virus misalnya Coxsackie B4, gondongan (mumps), rubella,

sitomegalovirus dan toksin tertentu misalnya golongan nitrosamin yang

terdapat pada daging yang diawetkan dapat memicu proses autoimun yang

menimbulkan destruksi sel beta pankreas (Maxine, Stephan J., dan

Michael W, 2016).

b. Diabetes Mellitus type II atau Non Insulin Dependen

Diabetes Mellitus(NIDDM)

Virus dan HLA tidak nampak berperan dalam proses terjadinya NIDDM.

Akan tetapi faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Selain itu

terdapat pula faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya

diabetes melitus Type II yaitu usia, obesitas, riwayat keluarga, dan kelomok

etnik tertentu (Kemenkes, 2014).

1) Usia

Resistensi insulin cenderung terjadi pada usia diatas 65 tahun.

Meningkatnya usia merupakan faktor resiko yang menyebabkan fungsi

pankreas menjadi menurun sehingga produksi insulin oleh sel beta pankreas

juga ikut terganggu.

2) Obesitas

Riset melaporkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor

determinan yang menyebabkan terjadinya NIDDM, sekitar 80% klien

NIDDM adalah individu dengan masalah kegemukan atau obesitas (20%

diatas BB ideal) karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin

sehingga akan timbul kegagalan toleransi glukosa.


12

3) RiwayatKeluarga

Klien dengan riwayat keluarga menderita diabetes melitus akan

berisiko lebih besar. Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang

tidak bisa diremehkan untuk seseorang terserang penyakit diabetes.

Menghilangkan faktor genetik sangatlah sulit. Yang bisa dilakukan untuk

seseorang bisa terhindar dari penyakit diabetes melitus karena sebab genetik

adalah dengan memperbaiki pola hidup dan pola makan. Dengan

memperbaiki pola makan dan pola hidup insya Allah Anda akan terhindar

dari penyakit yang mengerikan ini.

4) Kelompok Etnik

Misalnya penduduk di amerika serikat, dimana golongan Hispanik

serta penduduk asli amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih

besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan

Afrika.

5) Insiden

Tingkat prevalensi diabetes melitus sangat tinggi di dunia terdapat

sekitar 16 juta kasus Diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya

didiagnosis .600.000 kasus baru diabetes merupakan penyebab kematian

ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada

orang dewasa akibat retinopati diabetik pada usia yang sama, penderita

diabetik paling sedikit 2 ½ kali lebih sering terkena serangan jantung

dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes.


13

3. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh diabetes mellitus

penyakit diantaranya :

a. Pengeluaran urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam

meningkat melebihi batas normal. dikarenakan kadar gula dalam tubuh

relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan

berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin

ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan

mengandung glukosa (PERKENI, 2015).

b. Timbul rasa haus (Polidipsia)

Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa

terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan

cairan (Yuliasih dan Yekti, 2009).

c. Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien diabetes melitus akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut

disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar

glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2015).

d. Peyusutan berat badan

Penyusutan berat badan pada pasien Diabetes Mellitus disebabkan karena

tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi

(Yuliasih dan Yekti, 2009).


14

4. Patofisiologi

a. Diabetes Mellitus type I atau Insulin Dependen Diabetes Mellitus(IDDM)

Pada diabetes tipe ini terdapat ketidak mampuan pankreas untuk

memproduksi insulin karena sel-sel beta pankreas dihancurkan oleh proses

autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah

pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut

yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Proses ini

mengakibatkan gangguan fungsi sel beta pangkreas dimana sel ini tidak

dapat menghasilkan insulin sebagai mana mestinya. Sehingga terjadi

gangguan transport glukosa ke seluruh jaringan tubuh yang berujung pada

kondisi hiperglikemia (Maxine, Stephan J., dan Michael W, 2016). Jika

konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap

kembali semua glukosa yang tersaring keluar. Akibatnya, glukosa tersebut

muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan

diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan

dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.

Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan pasien akan

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa

haus(polidipsia) (Maxine, Stephan J., dan Michael W,2016).

b. Diabetes Mellitus type II atau Non Insulin Dependen Diabetes


Mellitus(NIDDM)

Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan

dengan insulin yaitu, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.

Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tesebut, maka terjadi suatu
15

rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Jika terjadi

resistensi insulin pada diabetes tipe ini dan disertai dengan penurunan reaksi

intra sel, maka insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan (KemenKes, 2014). Untuk mengatasi

resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, maka

sekresi insulin harus meningkat. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,

keadaan resistensi ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan agar

kadar glukosa dapat dipertahankan pada tingkat yang normal. Akan tetapi

jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan

insulin tersebut, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes

(KemenKes,2014).

5. Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis (WHO, 2014).

a. Diabetes type I atau insulin dependent

Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, danterjadi karena

kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Bahwa rusaknya sel β pankreas diduga

karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti.

Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit

dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara

maju maupun di negara berkembang (IDF,2014).

b. Diabetes type II atau non insulin dependent

Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014). Seringkali

diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah

komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita


16

diabetes melitus di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari

memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya

aktivitas fisik (WHO,2014)

c. Diabetes gestational

Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang di diagnosis

selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia

(kadar glukosa darah di atas normal) (WHO, 2014). Wanita dengan diabetes

gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan dan

saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di

masa depan (IDF, 2014).

d. Tipe diabetes lainnya

Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena adanya

kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta

mengganggu sel beta pankreas,mengakibatkan kegagalan dalam

menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengankebutuhan tubuh. Sindrom

hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin

yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA, 2014).

6. Komplikasi Diabetes Melitus

Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebakan

kerusakan berbagai sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh

darah.diabetes melitus yang tidak terkontrol adalah hiperglikemia dengan

ketoasidosis atau sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketosis

(hyperglycemic hyperosmolar nonketotic syndrome [HHNS]). Ketoasidosis

merupakan gangguang metabolik paling serius pada diabetes mellitus tipe 1


17

dan terjadi paling sering pada remaja dan lansia, sedangkan HHNS terjadi

pada lansia dengandiabetes melitus tipe 2 (Black dan Hawks, 2014). ADA

(2014) juga menyatakan beberapa komplikasi jangka panjang dari diabetes

melitus yaitu:

a. Retinopati dengan potensi menurunkan penglihatan.

b. Nefropati yang menyebabkan gagal ginjal.

c. Neuropati perifer dengan risiko ulkus kaki.

d. Charcot joints/neurophatic arthropathy di definisikan sebagai

perubahan pada tulang dan sendi yang terjadi akibat kehilangan sensasi

dan berbagai macam gangguan lainnya.

e. Neuropati otonom yang menyebabkan terjadinya gastrointestinal,

urogenital, dan gejala kardiovaskuler serta disfungsiseksual.

7. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Menurut PERKENI (2015), Penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari :

a. Edukasi

Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan perilaku

telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes melitus

memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, masyarakat. Edukasi yang di

berikan meliputi:

1) Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang ditunjukkan

untuk kelompok resiko tinggi.

2) Edukasi untuk pencegahan skunder yaitu edukasi yang ditunjukkan

untuk pasien baru. Materi edukasi beruapa penegrtian diabetes, gejala,

penatalaksanaan,mencegah komplikasi akut dan kronik.


18

3) Edukasi untuk pencegahan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan pada

pasien tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara

pencegahan komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi,dll.

b. Terapi gizi atau Perencanaan Makan

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara

menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain

dan pasien itu sendiri).

Menurut Smeltzer et al, (2002) perencanaan makan pada pasien diabetes

meliputi:

1) Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetesmellitus

2) Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti

vitamin dan mineral

3) Mencapai dan memelihara berat badan yangstabil

4) Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada

pasien diabetes mellitus jika serum lipid menurun maka resiko

komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun.

5) Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi

komplikasi yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.

c. Latihan Jasmani

Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena dapat

menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko

kardiovaskuler. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki


19

pemakaian insulin. Latihan juga dapat meningkatkan kadar HDL

kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida (ADA,

2012).

d. Terapi farmakologis

Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar, olah

raga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin..

Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau

bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet (ADA,2012).

e. Monitoring keton dan guladarah

Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri

penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar

glukosa darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar

kelima dianjurkan kepada pasien diabetes melitus. Monitor level gula

darah sendiri dapat mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya

hipoglikemia dan hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat

pilar di atas untuk menurunkan resiko komplikasi dari diabetes

melitus(Smeltzer et al, 2002).

8. Diagnosa Diabetes Melitus

Diagnosis dini penyakit diabetes melitus sangat menentukan

perkembangan penyakitdiabetes melituspada penderita. Seseorang yang

menderita diabetes melitus tetapi tidak terdiagnosis dengan cepat

mempunyai resiko yang lebih besar menderita komplikasi dan kesehatan yang

memburuk (WHO,2016).
20

Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksan

glukosa darah yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam

pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan glukosa darah. Metode yang

paling dianjurkan untuk mengetahui kadar glukosa darah adalah metode

enzimatik dengan bahan plasma atau serum darah vena (Perkeni,2015).

Alat diagnostik glukometer (rapid) dapat digunakan untuk melakukan

pemantauan hasil pengobatan dan tidak dianjurkan untuk diagnosis. diabetes

mellitus tidak dapat didiagnosis berdasarkan glukosa dalam urin (glukosuria).

Keluhan dan gejala diabetes melitus yang muncul pada seseorang dapat

membantu dalam mendiagnosis diabetes melitus. Seseorang dengan keluhan

klasik diabetes melitus (poliuria, polidipsia, poliphagia) dan keluhan lain

seperti lemas, kesemutan, gatal, pandangan kabur dan disfungsi ereksi dapat

dicurigai menderita diabetes melitus (Perkeni, 2015).Kriteria diagnosis

diabetes mellitus menurut Perkeni (2015) adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi

tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75mg.

c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.

d. Pemeriksaan HbA1c≥6,5% dengan menggunakan metode yang

terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarizat ion Program

(NGSP).
21

9. Pencegahan Diabetes Melitus

Upaya pencegahan diabetes melitus meliputi pencegahan tersier,

sekunder, dan primer. sebagai berikut (Waspadji, 2011):

a. Pencegahan primer, yang bertujuan mencegah timbulnya penyakit

diabetes melitus.

b. Pencegahan sekunder, yang bertujuan mencegah timbulnya penyulit.

c. Pencegahan tersier, yang bertujuan mencegah terjadi kecacatan lebih

kanjut, meskipun telah terjadi penyakit diabetes melitus.

B. Konsep Kadar Gula Darah

1. Definisi Kadar Gula Darah

Kadar gula darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang berasal

dari karbohidrat dalam makanan dan dapat disimpan dalam bentuk glikogen

di dalam hati dan otot rangka (Tandara, 2014).

Menurut Callista Roy, Kadar gula darah adalah jumlah glukosa yang

beredar dalam darah. Kadarnya dipengaruhi oleh berbagai enzim dan

hormon yang paling penting adalah hormon insulin. Faktor yang

mempengaruhi dikeluarkan insulin adalah makanan yang berupa glukosa,

manosa dan stimulasi vagal: obat golongan (Tandara, 2014).

2. Klasifikasi gula darah

Menurut Budiman (2013) klasifikasi gula darah menjadi:

a. Gula darah normal adalah kadar gula yang tidak terlalu tinggi pada seseorang

yang tidakmakan dalam waktu tiga atau empat jam terakhir adalah sekitar 90

mg/dl, setelah makan makanan yang mengandung banyak karbohidrat

sekalipun, kadar gula darah jarang melebihi 140mg/dl.


22

b. Hipoglikemia adalah kadar gula darah terlalu rendah dibawah 90mg/dl.

c. Hiperglikemi adalah kadar gula dalam darah yang terlalu tinggi 200mg/dl.

3. Macam-macam Pemeriksaan GulaDarah

Berdasarkan Soegondo dan Sidartawan (2011), ada beberapa macam

pemeriksaan kadar gula darah yang dapat dilakukan, yaitu:

a. Glukosa Darah Sewaktu (GDS)

Pemeriksaan guka darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa

memperhatikan makan terakir yang dimakan dan kondisi tubuh .

b. Glukosa Darah Puasa (GDP)

Glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan

setelah pasien melakukan 8-10 jam

c. Glukosa Darah 2 jam Postpradinal

Pemeriksaan glukosa ini adalah pemeriksaan glukosa yang dihitung 2 jam

setelah pasien menyelesaikan makan.

Tabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa

Bukan DM DM
el

st

D
M
Kadar glukosa Plasma vena < 100 ≥ 200
darah sewaktu
(mg/dl) 0-

Darah kapiler < 90 ≥ 200


0-

Kadar glukosa Plasma vena < 100 ≥ 126


23

darah puasa (mg/dl) 0-

Darah kapiler <90 ≥100


0-

Sumber : (Perkeni, 2015)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kadar Gula Darah

a. Stres

Stres yang disebabkan oleh faktor fisiologik seperti infeksi dan

pembedahan turut menimbulkan hiperglikemia dan dapat memicu diabetes

ketoasidosis. Stres emosional dapat memberi dampak negatif terhadap

pengendalian diabetes. Peningkatan hormon “stres” akan meningkatkan

kadar gula darah, khususnya bila asupan makanan dan pemberian insulin

tidak berubah. Di samping itu, pada saat terjadi stres emosional, penderita

diabetes melitus dapat mengubah pola makan, latihan dan penggunaan

obat yang biasanya dipatuhi. Keadaan ini turut menimbulkan

hiperglikemia atau bahkan hipoglikemia (Nugroho dan Purwanti,2010).

Penderita diabetes melitus harus menyadari kemungkinan

kemunduran pengendalian diabetes yang disertai stres emosional. Mereka

memerlukan motivasi agar sedapat mungkin memenuhi rencana terapi

diabetes pada saat-saat stres. Di samping itu, strategi untuk memperkecil

pengaruh stres dan mengatasinya ketika hal ini terjadi merupakan aspek
24

yang penting dalam pendidikan diabetes (Nasriati, 2013).

Stres menyebabkan produksi berlebih pada kortisol. Kortisol

adalah suatu hormon yang melawan efek insulin dan menyebabkan kadar

gula darah tinggi, jika seseorang mengalami stres berat yang dihasilkan

dalam tubuhnya, maka kortisol yang dihasilkan akan semakin banyak, ini

akan mengurangi sensivitas tubuh terhadap insulin. Kortisol merupakan

musuh dari insulin sehingga membuat glukosa lebih sulit untuk memasuki

sel dan meningkatkan gula darah (Atun, 2010).

b. OlahRaga

Olah raga sangat penting dalam pengontrolan kadar gula darah yaitu akan

mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Olah raga akan menurunkan

kadar gula darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan

memperbaiki pemakaian insulin. Olah raga melawan tanahan (resistance

training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian

menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate). Mengubah

kadar lemak darah yaitu, meningkatkan kadar HDL dan menurunkan

kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting

bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan resiko untuk

terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes (Atun,2010).

c. Obat

Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan jasmani

yang teratur namun pengendalian kadar glukosa darahnya belum tercapai,

dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik oral/suntikan

(Suyono, 2011).
25

d. Diet

Menurut Almatsier (2008), jenis makanan yang dianjurkan dan tidak

dianjurkan untuk diet diabetes melitus adalah :

1) Jenis makanan yang dianjurkan:

a) Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie, kentang, singkong

ubi, dan sagu. Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa

kulit, susu skim, tempe, tahu dankacang-kacangan.

b) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu makanan yang mudah dicerna

c) Buah-buahan segar seperti pepaya, apel, tomat, salak dan semangka.

d) Sayuran berserat jenis A (bayam, buncis, kacang panjang, jagung

muda,dll) sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, dll)

2) Jenis makanan yang tidak dianjurkan (dibatasi /dihindari)

a) Jenis karbohidrat sederhana seperti gula pasir, gula jawa, sirup jeli, dodol

dan es krim, langsung masuk ke dalam aliran darah sehingga

mempercepat kenaikan kadar gula darah.

b) Buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan,

durian, nangka,anggur.

c) Makanan yang banyak mengandung lemak .

d) Makanan yang banyak mengandung natrium.

C. Konsep Stres

1. Definisi Stres

Ada beberapa pembahasan tentang stres diantaranya :

a. Stres dapat didefinisikan sebagai situasi yang cenderung mengganggu


26

keseimbangan antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam

kehidupan sehari-hari ada banyak situasi stres seperti stres tekanan kerja,

pemeriksaan, stres psikososial dan stres fisik akibat trauma, operasi dan

berbagai gangguan kesehatan (Dalami dan Ermawati,2010).

b. Stres yang ada saat ini adalah sebuah atribut kehidupan modern. Hal ini

dikarenakan stres sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa terelakkan.

Baik di lingkungan sekolah, kerja, keluarga, atau dimanapun, stres bisa

dialami oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa siapapun termasuk anak-

anak, remaja, dewasa, atau yang sudah lanjut usia. Dengan kata lain, stres

pasti terjadi pada siapapun dan dimanapun. Yang menjadi masalah adalah

apabila stres itu banyak dialami oleh seseorang, maka dampaknya adalah

membahayakan kondisi fisik dan mentalnya (Ranabir Salam dan K.

Reetu,2011)

2. Sumber Stres / Stresor

Ada beberapa sumber stres yang berasal dari lingkungan, di antaranya

adalah lingkungan fisik, seperti : populasi udara, kebisingan dan

lingkungan kontak social yang bervariasi serta kompitisi hidup yang

tinggi. Selain itu, sumber stres yang lain meliputi hal-hal berikut (Nasir

dan Muhith, 2011):

a. Dalam Diri Individu Seseorang

Tingkatan stres yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur

individu, selain itu stres juga akan muncul dalam dalam diri seseorang

melalui dorongan-dorongan yang saling berlawanan. Kecenderungan ini

menghasilkan tipe dasar konflik Nasir dan Muhith (2011) yaitu :


27

1) Konflik pendekatan-pendekatan (approach-avoidance). kondisi yang

mengharuskan individu mengambil keputusan antara 2 hal tetapi individu

mengalami ketakutan untuk menentukan keputusannya karena akibat

yang di timbulkan.

2) Konflik pendekatan ganda (approach-aprpoach), kondisi yang

mengharuskan individu memilih satu hal walaupun kedua-duanya sangat

di senangi, sikap berlebihan dalam mencapai cita-cita dan mematuhi

norma- norma yang di anut.

3) Konflik penolakan ganda (avoidanceavoidance),kondisi yang

mengharuskan individu memilih salah satu dan kedua hal tersebut tidak

disenangi.

b. Dalam keluarga

Stres yang muncul dapat bersumber dari interaksi diantara para anggota

keluarga, yaitu hubungan antara anggota keluarga serta segala

permasalahan yang di hadapi.(Nasir dan Muhith, 2011)

c. Dalam komunitas dan lingkungan

Interaksi individu di luar lingkungan keluarga dapat menjadi

sumber stres, baik teman sebaya maupun dengan orang yang lebih

tua.Keadaan stres dapat pula bersumber pada hal berikut (Nasir dan

Muhith, 2011).

1) Frustasi

Frustasi timbul bila ada hambatan dalam mencapai tujuan individu.

Frustasi dapat berasal dari luar seperti bencana alam, kecelakaan dan

kegagalan dalam usaha sehingga penilaian diri menjadi buruk karena


28

kebutuhan rasa harga diri kurang terpenuhi.

2) Konflik

Kondisi ini muncul ketika dua atau lebih perilaku saling berbenturan, di

mana masing-masing perilaku tersebut butuh untuk diekspresikan atau

malah saling memberatkan.

3) Tekanan (strain)

Tekanan dapat menimbulkan masalah penyesuaian baik tekanan kecil

yang terjadi sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam berupa sikap

berlebihan dalam mencapai cita-cita dan mematuhi norma-norma yang di

anut tekanan dari luar berupa tuntunan dari lingkungan untuk

menentukan keputusan.

3. Dampak Stres

Stres dapat berpengaruh pada kesehatan dengan dua cara. Pertama,

perubahan yang diakibatkan oleh stres secara langsung mempengaruhi

fisik sistem tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan. Kedua, secara

tidak langsung stres mempengaruhi perilaku individu sehinggga

menyebabkan timbulnya penyakit atau memperburuk kondisi yang sudah

ada (Nasriati, 2013)

Menurut Nasriati (2013), Kondisi dari stres memiliki dua aspek:

fisik/biologis (melibatkan materi atau tantangan yang menggunakan fisik)

dan psikologis (melibatkan bagaimana individu memandang situasi dalam

hidup mereka) yaitu :

a. Aspek Biologis

Ada beberapa gejala fisik yang dirasakan ketika seseorang sedang


29

mengalami stres, diantaranya adalah sakit kepala yang berlebihan, tidur

menjadi tidak nyenyak, gangguan pencernaan, hilangnya nafsu makan.

b. Aspek Psikologis

Menurut Nasriati (2013), ada 3 gejala psikologis yang dirasakan ketika

seseorang sedang mengalami stres. Ketika gejala tersebut adalah gejala

kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku.

4. Mekanisme Terjadinya Stres

Stres baru nyata dirasakan apabila keseimbangan diri terganggu.

Artinya kita baru bisa mengalami stres manakala kita mempersepsi

tekanan dari stresor melebihi daya tahan yang kita punya untuk

menghadapi tekanan tersebut. Jadi selama kita memandangkan diri kita

masih bisa menahankan tekanan tersebut (yang kita persepsi lebih ringan

dari kemampuan kita menahannya) maka cekaman stres belum nyata.

Akan tetapi apabila tekanan tersebut bertambah besar (baik dari stresor

yang sama atau dari stresor yang lain secara bersaman) maka cekaman

menjadi nyata, kita kewalahan dan merasakan stres (Musradinur,2016).

Gambar 2.1 Persepsi Daya Tahan dan Tekanan

Sumber:Musradinur(2016)
30

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres

Menurut Musradinur (2016), ada 6 faktor-faktor yang mempengaruhi stres :

a) Faktor-faktor lingkungan

Yang termasuk dalam stresor lingkungan di sini yaitu:

1) Sikap lingkungan, seperti yang kita ketahui bahwa lingkungan itu

memiliki nilai negatif dan positif terhadap prilaku masing-masing

individu sesuai pemahaman kelompok dalam masyarakat tersebut.

2) Tuntutan dan sikap keluarga, contohnya seperti tuntutan yang sesuai

dengan keinginan orang tua untuk memilih jurusan saat akan kuliah,

perjodohan dan lain-lain yang bertolak belakang dengan keinginannya

dan menimbulkan tekanan pada individu.

3) Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), tuntutan untuk selalu

update terhadap perkembangan zaman membuat sebagian individu

berlomba untuk menjadi yang pertama tahu tentang hal-hal yangbaru.

b) Diri sendiri, terdiri dari:

1) Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan keinginan yang ingin dicapai.

2) Proses internalisasi diri adalah tuntutan individu untuk terus-menerus

menyerap sesuatu yang diinginkan sesuai denganperkembangan.

c) Pikiran

1) Penilaian individu terhadap lingkungan danpengaruhnya pada diri dan

persepsinya terhadap lingkungan.

2) Penilaian diri tentang cara penyesuaian yang biasa dilakukan oleh

individu yangbersangkutan.

6. Tahapan Stres
31

Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari,

karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat. Dan

mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari bahwa tahapan stres dibagi

sebagai berikut (Putri, Rima, dan Novia, 2009).

a. Stres tahap I (pertama)

Merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai

perasaan-perasaan semangat bekerja yang besar dan berlebihan (over

acting), merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya tanpa

memperhitungkan tenaga yang dimiliki dan rasa gugup yang berlebihan,

penglihatan menjadi tajam tidak sebagaimana mestinya.

b. Stres tahap II (kedua)

Dalam tahap ini dampak stres yang semula menyenangkan mulai

menghilang dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena

cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang

sering dikemukakan oleh orang yang berada pada stres tahap II adalah

merasa letih waktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar, merasa

lekas capek pada saat menjelang sore, merasa mudah lelah setelah makan,

tidak dapat rileks (santai), lambung atau perut tidak nyaman, detakan

jantung lebih keras dan berdebar-debar, otot tengkuk dan punggung

tegang.

c. Stres tahap III (ketiga)


32

Bila seseorang tetap memaksakan diri dan tidak menghiraukan

keluhan-keluhan yang dirasakan maka yang bersangkutan akan

menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu,

yaitu gangguan lambung, dan usus semakin nyata (misalnya keluhan

maag, buang air besar tidak teratur), ketegangan otot semakin terasa,

perasaan ketidak tenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat,

gangguan pola tidur, koordinasi tubuh terganggu (oyong dan serasa mau

pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada

dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya

dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna

menambah suplai energi yang mengalamidefisit.

d. Stres tahap IV (keempat)

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter

sehubungan dengan keluhan-keluhan stres tahap III di atas, oleh dokter

dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada

organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus

memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres

tahap IV akan muncul : tidak mampu untuk bekerja sepanjang hari (loyo),

aktifitas pekerjaan terasa sulit dan membosankan, respon tidak adekuat,

kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur disertai mimpi-mimpi yang

menegangkan, sering menolak ajakan karena tidak semangat dan tidak

bergairah, konsentrasi dan daya ingat menurun, timbul ketakutan

dankecemasan.

e. Stres tahap V (kelima)


33

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang akan jatuh dalam stres

tahap V yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental yang semakin

mendalam, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang

ringan dan sederhana, gangguan sistem pencernaan semakin berat, timbul

perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, bingung dan

panik.

f. Stres tahap VI (keenam)

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami

serangan panic dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang

mengalami stres tahap ini berulang kali dibawa ke IGD bahkan ke ICCU

meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan-

kelainan fisik organtubuh.Stres Tahap VI ini adalah debaran jantung

teramat keras, sesak nafas, badan gemetar dingin dan berkeringat, loyo dan

pingsan (kolaps).

7. Strategi mengurangi stres pada pasien

Ada beberapa strategi untuk mengurangi stres yaitu (Putri, Rima, dan

Novia, 2009).

a. Beri kesempatan pasien untuk mempertahankan identitas.

b. Berikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien. Stres yang dialami

oleh pasien sering disebabkan kurangnya informasi yang diterima

olehpasien.

c. Berikan kesempatan pada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan


34

dan fikirannya.

d. Beri reinforcement tentang aspek positif yang dapat dilakukan oleh

pasien.

e. Rencanakan kunjungan dengan pasien lain yang mempunyai masalah

yang sama. Hal ini dapat dilakukan agar pasien dapat saling tukar

informasi dan berbagai pengalaman dalam upayanya menurunkan

stres.

8. Alat Ukur Tingkat Stres

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat stres yaitu

dengan menggunakan kuesioner DASS (Depression Anxiety Stres Scale).

Unsur yang dinilai antara lain skala stres. Pada kuesioner ini terdiri dari 14

pertanyaan. Penilaian dapat diberikan dengan menggunakan 0: Tidak

pernah, 1: Kadang- kadang, 2: Sering, 3: Hampir setiap saat. Untuk

penilaian tingkat stres dengan ketentuan sebagai berikut menurut Lestari

(2015) :

Normal : 0-14

Ringan : 15-18

Sedang : 19-25

Berat : 26-33

Sangat berat : > 34

Kriteria Penilaian Menurut DASS

Tingkatan stres pada instrument ini berupa normal, ringan, sedang,

berat dan sangat berat. Psvchometric Properties Of The Depression


35

Anxiety Stres Scale 42 (DASS) yang terdiri dari 42 item, yang mencakup :

a. Skala depresi

Skala depresi termasuk respon fisiologis/fisik menurut DASS terdiri dari

beberapa nomor antara lain :

2 (tidak dapat melihat hal yang positif dari suatu kejadian), 5 (merasa

sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan), 10 (Pesimis),

13 (Merasa sedih dan depresi), 16 (Kehilangan minat pada banyak hal

missal makan, ambulasi, sosialisasi), 17 (Merasa tidak layak), 21 (Merasa

hidup tidak berharga), 37 (Tidak ada harapan untuk masa depan), 38

(Merasa hidup tidak berarti), 42 (Sulit untuk meningkatkan insiatif dalam

melakukan sesuatu). Dengan skor normal (0-9), ringan (10-13), sedang

(14- 20), berat (21-27), sangat berat (>28).

b. Skala kecemasan

Skala kecemasan termasuk respon perilaku menurut DASS terdiri dari

beberapa nomor antara lain:

2 (Mulut terasa kering), 4 (Merasakan gangguan dalam bernafas seperti

nafas cepat, sulit bernafas), 7 (Kelemahan pada anggota tubuh), 9 (Cemas

yang berlebihan dalam suatu situasi namun bias lega jika hal atau situasi

itu berakhir), 15 (Kelelahan), 19 ( Berkeringat seperti tangan berkeringat

tanpa stimulasi oleh cuaca maupun latihan fisik ), 20 (Ketakutan tanpa alas

an yang jelas), 23 (Kesulitan dalam menelan), 25 (Perubahan kegiatan

jantung dan denyut nadi tanpa stimulus oleh latihan fisik), 28 (Mudah

Panik), 30 (Takut diri terhambat oleh tugas-tugas yang tidak biasa

dilakukan), 36 (Ketakutan),40 (Khawatir dengan situasi saat diri anda


36

mungkin menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri), 41 (Gemetar).

Dengan skor normal (0-7), ringan (8-9), sedang (10-14), berat (15-19),

sangat berat (>20).

c. Skala stres

Skala stres termasuk psikologis/emosi menurut DASS terdiri dari beberapa

nomor antara lain :

2 (Menjadi marah karena hal-hal kecil atau sepele), 6 (Cenderung bereaksi

berlebihan pada situasi), 8 (Kesulitan untuk relaksasi atau bersantai), 11

(Mudah merasa kesal), 12 (Merasa banyak menghabiskan energi karena

cemas), 14 (Tidak sabaran), 18 (Mudah tersinggung), 22 (Sulit untuk

beristirahat), 27 (Mudah marah), 29 (Kesulitan untuk tenang setelah

sesuatu yang mengganggu), 32 (Sulit untuk menoleransi gangguan-

gangguan terhadap hal yang sedang dilakukan), 33 (Berada pada keadaan

tegang), 35 (Tidak dapat memaklumi hal apa pun yang menghalangi anda

untuk menyelesaikan hal yang sedang anda lakukan), 39 (Mudah gelisah).

Dengan skor normal (0-14), ringan (15-18), sedang (19-25), berat (26-33),

sangat berat(>34).

D. Hubungan Stres dengan Kadar Gula Darah Meningkat

Stres itu meningkatkan adrenalin, dan adrenalin akan

meningkatkan gula dalam tubuh dengan sangat cepat. Hanya dalam

hitungan menit. Kondisi stres yang dialami seseorang akan memicu tubuh

memproduksi hormon Epinephrine atau yang juga dikenal sebagai

adrenalin. Epinephrine ini dihasilkan oleh kelenjar adrenal yang terletak di

atas ginjal. Hormon epinephrine biasa dihasilkan tubuh sebagai respon


37

fisiologis ketika seseorang berada dalam kondisi tertekan, seperti saat akan

dalam bahaya, diserang, dan berusaha bertahan hidup. Kondisi ini disebut

fight-or-flight response. Dengan kehadiran epinephrine ini, tubuh akan

mengalami kenaikan aliran darah ke otot atau jantung sehingga berdetak

lebih kencang, serta pembesaran pupil mata. Selain itu, epinephrine

menaikkan gula darah dengan cara meningkatkan pelepasan glukosa,

gugus gula paling sederhana, dari glikogen yang beredar dalam darah.

Setelah itu, epinephrine juga meningkatkan pembentukan glukosa dari

asam aminoata lemak yang ada pada tubuh.Begitu gula darah melonjak

drastis,pancreas akan otomatis menghasilkan insulin untuk mengendalikan

gula darah. kalau sering mengalami kondisi seperti ini, insulin pada

pankreas akan habis.Kondisi stres yang terus berlangsung dalam rentang

waktu yang lama, membuat pankreas menjadi tidak dapat mengendalikan

produksi insulin sebagai hormon pengendali gula darah. Kegagalan

pankreas memproduksi insulin tepat pada waktunya ini yang menyebabkan

rangkaian penyakit metabolik seperti diabetes mellitus. Bila ditambah

dengan gaya hidup yang buruk, kurang olahraga, serta memiliki faktor

risiko diabetes, maka bukan tidak mungkin penyakit yang diidentikkan

dengan penyakit perkotaan tersebut akan terjadi. Gula memang menjadi

penyebab diabetes, tapi stres, bisa jadi pemicu terjadinya diabetes lebih

cepat. Jadi sebenarnya konsumsi gula itu bukannya dihilangkan, tapi

dikurangi. Sedangkan kalau bisa, hindari hal yang dapat membuat stres

akut (Endro, 2016).

Berdasarkan pada penelitian hatri (2014), tentang hubungan tingkat


38

stres dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus di puskesmas

mergangsan jokjakarta didapatkan bahwa terdapat adanya hubungan tingkat

stres dengan kadar glukosa darah pada pasien DM dengan nilai p-value

=0,000<∝ = 0,05. Selain itu pada penelitian W.Izzati dan nirmala (2015),

tentang hubungan tingkat stres dengan gula darah pada pasien diabetes

melitus di Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmat Bukittinggi didapatkan

bahwa adanya hubungan tingkat stress terhadap terkendalinya gula darah pada

pasien diabetes melitus dengan nilai p-value = 0,017<∝ = 0,05.


38

E. KERANGKA TEORI

Etiologi DM
a. Polamakan
b. Gaya hidup
Diabetes
c. Gen
melitus
d. Obesitas
e. Usia
f. infeksi
Disebabkan

Hiperglikemia multifactor
(glukosa darah ) salahsatunya
psikologis

Komplikasi:

a. Makro varkuler
b. Mikro vaskuler Tingkat Stres

Alat Ukur
DASS

Skema 2.2
Kerangka teori

Sumber : Tarwoto (2012),Tjokroprawiro (2007), Antari &


Esmond (2017), Perkeni (2015) dan Untari & Rohmawati
(2014)
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realistas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti)

(Nursalam, 2013).

Variabel independen variable dependen

Tingkat Stres Kadar Gula Darah

Gambar3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Diteliti

: Alur teliti

Pada gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa menghubungkan antara dua

variabel penelitian yaitu penelitian variabel dependen dan variabel

independen. Variabel dependen pada penelitian ini yaitu kadar gula darah.

Sedangkan variabel independen pada penelitian ini yaitu tingkat stres.

39
40

B. Hipotesa Penelitian

Dalam penelitian ini rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :

Ha : Ada hubungan antara Tingkat stres dengan kadar gula darah pada

pasien diabetes melitus di poliklinik penyakitdalam RSI Ibnu Sina

Payakumbuh.
BAB IV
METODEPENELITIAN

A. DesainPeneltian

Penelitian ini menggunakan desain desktiptif korelasi yang bertujuan

untuk menggungkapkan hubungan antara variabel bebas dan terikat dengan

pendekatan cross sectional, artinya variabel bebas dan terikat pada objek

penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan atau waktu yang

bersamaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat

stres dengan kadar glukosa darah penderita diabetes melitus di RSI Ibnu Sina

Payakumbuh tahun 2019 (Notoadmojdo, 2005).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian lokasi yang telah digunakan sebagai objek penelitian adalah

Poliklinik Penyakit Dalam RSI Ibnu Sina Payakumbuh.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan 9 Desember 2019 sampai 11 Januari
2020

C. Populasi DanSampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri dari atas objek atau

subjek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian di tarik kesimpulannya

(Sujarweni,2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang

menderita diabetes mellitus yang berkunjung poliklinik

41
Penyakit dalam RSI Ibnu Sina Payakumbuh .

2. Sampel

Sampel adalah Objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi ( Notoatmojo, 2018,). Sampel merupakan bagian populasi

yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono 2006). Dalam penelitian ini peneliti menentukan sampel

menggunakan teknik sampling nonprobabilitas (non random)

denganAccidental Sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan

kasus yang kebetulan ada di suatu tempat atau keadaan tertentu

(Notoatmojo, 2018).Dalam menentukan jumlah sampel pada penelitian ini,

menurut wibisono (2003) dalam Ridwan & Akdon (2010) Teknik

pengambilan sampel apabila populasinya tidak diketahui secara pasti,

digunakan sampling kemudahan.Misalnya digunakan ukuran sampel untuk

estimasi nilai rerata Jika digunakan untuk mengestimasi µ, kita dapat (1-α)

% yakni bahwa eror tidak melebihi nilai e tertentu apabila ukuran

sampelnya sebesar n, dimana:

Zα/2σ
n = 2
e

Apabila nilai σ tidak diketahui, dapat menggunakan s dari sampel

sebelumnya ( untuk n ≥ 30 ) yang memberikan etimasi terhadap σ. Standar

deviasi populasinya adalah 0,25. Dengan tingkat kepercayaan 95% dan

eror estimasi µ kurang dari 0,05, maka jumlah sampel adalah :

42
α = 0,05, maka Z 0,05 = 1,96

Zα/2σ
n = 2
e

(1,96).(0,25)
n = 2
0,05

n = 96,04

Dengan demikian peneliti yakin dengan tingkat kepercayaan 95%

sampel random ukuran 96,04 = 97 akan memberikan selisih estimasi x

dengan µ kurang dari 0,05. Jadi sampel yang diambil sebesar 97 orang

(Susila&Suyatno, 2018).

Kriteria inklusi dan ekslusi penelitian adalah :

Kriteria inklusi

a. Responden yang memiliki riwayat diabetes melitus

b. Bersedia menjadi responden

c. Dapat diajak berkomunikasi

d. Kooperatif

Kriteria eksklusi

a. Pasien yang menolak menjadi responden

b. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus dengan komplikasi yang

berat sehingga tidak memungkinkan untuk di jadikan responden

43
D. Definisi Operasional

Merupakan uraian tiap-tiap variabel yang akan diteliti, berupa defenisi

operasional, cara ukur, alat ukur, skala ukur dan hasil ukur. Defenisi operasional

bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap

variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur).

Tabel 4.1 Definisi operasional


Definisi
Variabe Alat Ukur Skal Skor
Operasion
l al a
Data
Tingkat Psikologis yang Kusioner Ordin Normal : 0-
stres dialami oleh DASS al 14
pada pasien diabetes terdiri 14 Stres Ringan :15-
pasien melitus akibat pertanyaa 18
diabetes penyakit yang n Stres Stres Sedang : 19-
melitus diderita. (Nursalam 25
, Stres Berat : 26-33
2016) StresSangatberat
:>34

kadar Konsentrasi Glukote Ordin Baik : <90mg/dl


gula glukosa dalam st al Sedang : 90-
darah darah 199mg/dl
sewaktu pasiendiabetes Buruk : ≥200mg/dl
melitus yang di
ukur dengan
menggunakan (perkani,2015)
glukotest

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang di pakai dalam penelitian ini adalah:

1. Instrumen penelitian dapat berupa: kuesioner (daftar pertanyaan), formulir

observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data

dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner diartikan sejumlah


44
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari

responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang

diketahui (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner

DASS 42 yang diaplikasikan dengan format rating scale. Hasil uji

validitas dan reliabilitas pada kuisioner yang telah di modifikasi adalah

valid (0.361-0.063) dan reliabel (0.916) untuk seluruh pernyataan

kuisioner dengan (df=100; r 5%=0,195) nilai cronbach alpha > 0,6 .

(Purwati ,2012) .

Tingkat stres dalam penelitian ini berupa normal, ringan, sedang,

berat, sangat berat, untuk mengetahui tingkat stres pada pasien Diabetes

Mellitus dengan jumlah pertanyaan sebanyak 14 pertanyaan. Kemudian

responden menjawab pertanyaan dengan memberikan tanda check list (√)

atau centang pada jawaban yang dipilih oleh responden pada pertanyaan

yang ada dalam kuesioner. Pada kuesioner ini yang berisi pertanyaan

stress normal, stress ringan, stress sedang, stress berat, stress sangat berat.

2. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kadar gula darah adalah

glukotest pengukuran kadar gula darah. Alat ukur ini menggunakan skala

ordinal setiap pemeriksaan diberi nilai:

a. Baik : < 90mg/dl

b. Sedang : 90-199mg/dl

c. Buruk : ≥ 200mg/dl

(Perkeni,2015)

45
F. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

omendasi dari pihak lain dengan mengajukan permohonan ijin kepada instansi

tempat penelitian dalam hal RSI Ibnu Sina Payakumbuh Setelah memperoleh

ijin dari instansi tersebut, penelitian dilakukan dengan menekankan masalah

etika meliputi:

1. Informend consent

Lembaran persetujuan diberikan kepada setiap calon responden yang

diteliti yang memenuhi kriteria inklusi. Bila calon responden menolak,

maka Peneliti tidak dapat memeriksa dantetap menghormati hak-hak yang

bersangkutan.

2. Anonymity (Tanpanama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberi kode tertentu.

3. Confidentiality(Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4. Justify

Hak responden untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan untuk privasi.

Dalam penelitian ini responden memiliki hak untuk mendapatkan

perlakuan yang adil dan sama sebelum, selama dan setelah ikut serta dalam

penelitian.

46
G. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini prosedur pengumpulan data yang ditetapkan adalah

sebagai berikut :

1. Mengurus surat perijinan dan persetujuan penelitian kepada ketua STIKES

Yarsi bukittinggi, koordinasi dengan Direktur RSI Ibnu Sina Payakumbuh.

2. Kemudian untuk melakukan penelitian, peneliti meminta perijinan kembali

kepada Ketua STIKES Yarsi Bukittinggi, , selanjutnya mengurus perijinan

kepada Direktur RSI Ibnu Sina Payakumbuh .

3. Setelah semua surat izin penelitian sudah didapatkan, peneliti datang

secara langsung ke RSI Ibnu Sina Payakumbuh .

4. Selanjutnya peneliti memilih responden sesuai kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi.

5. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan

penelitian, manfaat dan prosedur penelitian.

6. Apabila responden bersedia menjadi responden dipersilahkan untuk

menandatangani lembar persetujuan (Lembar InformConsent).

7. Peneliti memberikan kuesioner kepada responden menjelaskan tentang

pengisian kuesioner yang sudah disediaka, untuk diisi oleh responden

dengan cara mengisi pertanyaan dan membrikan tanda ( √) pada jawaban

yang dianggap benar, kemudian setelah selesai kuesioner dikumpulkan

kembali kepada peneliti.

8. Setelah kuesioner sudah dikumpulkan, peneliti membrikan kode pada

setiap lembar jawaban (kuesioner) dan yang terakhir peneliti memberikan

skor pada tiap masing masing lembar jawaban (kuesioner).

47
H. Pengolahan Data

Prosedur pengolahan data yang dilakukan adalah :

1. Editing

Peneliti melakukan pengecekan data dari pengecekan hasil skala tingkat

stress yang sudah lengkap, apabila ada kuesioner yang belum terisi oleh

responden jika memungkinkan untuk pengambilan data ulang. Tetapi bila

tidak memungkinkan maka data tidak lengkap tersebut diolah atau

dimasukkan ke data missing.

2. Coding

Setelah data diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng “kodean”

atau “coding”, Yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan.

a) Data khusus

a. Kode pada variable tingkat stres

Normal :0, ringan :1, sedang :2 , berat :3, sangat berat :4

b. Kode untuk variabel kadar gula darah random adalah:

Baik :1,Sedang :2,Buruk:3

b) data umum

a. Jeniskelamin diberi kode:

- Laki–laki :1

- Perempuan :2

48
b. Usia diberi kode :

- 26-35 :1

- 36 – 45 tahun :2

- 46 – 55 tahun : 2

- 56 – 65 tahun :3

- 65 tahun keatas :4

c. Pendidikan

- SD :1

- SMP :2

- SMK/SLTA :3

- Diploma-Sarjana :4

d. Pekerjaan

- Tidak Bekerja :1

- Bekerja :2

3. Data entry (memasukkan data)

Memasukkan data yang telah diberi kode kedalam seperangkat alat berupa

master tabel. Dalam pengisian disesuaikan dengan pengolahan data.

4. Scoring (pemberian skor)

Pada tahap ini peneliti memberikan Skor pada variabel tingkat stres pada

pasien Diabetes Mellitus didapatkan skor minimal 0 dan skor maksimal 34

sehingga diperoleh skor sebagai berikut:

a. 0-14Normal), 15-18 (Ringan), 19-25 (Sedang), 26-33 (Berat), >34

sangat berat).

49
b. Tingkat kadar gula darah sewaktu Buruk : ≥ 200mg/dl, Sedang :

90--199 mg/dl, Baik:<90mg/dl

5. Tabulating

Jawaban-jawaban yang serupa, dikelompkkan dengan teliti dan teratur,

kemudian dihitung dan dijumlahkan, diwujudkan dalam bentuk tabel.

I. Analisa Data

1. Analisa DataUnivariat

Anlisis data univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada analisa data univariat ini

digunakan untuk menganalisis hubungan tingkat stres dengan kadar gula

pada pasien diabetes melitus di RSI Ibnu Sina Payakumbuh. Pada penelitian

ini meliputi data umum dan khusus yang termasuk data umum meliputi :usia

responden, jenis kelamin, riwayat pendidikan, pekerjaan dan lama menderita

penyakit diabetes melitus sedangkan data khusus meliputi tingkat stress dan

kadar gula darah random pada pasien diabetes melitus.

2. Analisis Data Bivariat

Dalam penelitian ini analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan

tingkat stress dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus di RSI

Ibnu Sina Payakumbuh . Data penelitian ini menggunakan skala ordinal dan

ordinal maka uji statistik yang digunakan adalah uji spearman rank. Uji

sparman rank adalah semua hipotesis untuk kategori yang berskala ordinal

dan ordinal tidak berpasangan menggunakan analisa data uji spearman rank

dengan taraf signifikan yaitu α 0,05 dengan ketentuan :

50
a. Apabila nilai p value > 0,05 yang artinya Ha ditolak

b. Apabila nilai p value ≤ 0,05 yang artinya Ha diterima

Bila p value ≤ α (0,05), maka ada hubungan antar variable independen dan

dependen. Menurut pedoman untuk memberikan interpresrasi koefisien

korelasi sebagai berikut :

Table 4.2 Daftar nilai keeratan hubungan antar variabel

Nilai Kategori
0,00-0,199 Sangat lemah
0,20-0,399 Lemah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,00 Sangat Kuat

51
BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini meneliti tentang hubungan tingkat stres dengan kadar glukosa

darah penderita diabetes melitus di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019.

Proses penelitian ini dilakukan pada 9 desember 2019-11 januari 2020 yang

menjadi responden adalah penderita diabetes melitus yang berobat Di Poliklinik

Penyakit Dalam RSI Ibnu Sina Payakumbuh. yang berjumlah sebanyak 97 orang

sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusinya. Data yang diperoleh yaitu data

karakteristik responden,tingkat stres dan kadar gula darah random. Cara

pengambilan data menggunakan kuisioner yang diberikan kepada responden.

Setelah seluruh data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data, untuk

mengetahui “Hubungan Tingkat Stres Dengan Kadar Glukosa Darah Penderita

Diabetes Melitus Di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun2019”.Analisa dilakukan

secara komputerisasi dengan perangkat menggunakan uji spearman rank.

B. Karakteristik Responden

1. Usia

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019

No Usia f %
1 26-35 2 2.1
2 36-45 6 6,2
3 46-55 24 24,7
4 56-65 39 40,2
5  65 26 26,8
jumlah 100

52
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 97 responden mayoritas

berusia 56 - 65 tahun sebanyak 39 orang (40,2%)

2. Jenis kelamin

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019

No Jenis Kelamin f %
1 Laki-laki 34 35,1
2 perempuan 63 64,9
jumlah 97 100

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.2 dapat diketahui bahwa lebih dari

sebagian responden berjenis kelamin perempuan yaitu : sebanyak 63 orang

(64.9%).

3. Pendidikan Terakhir

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019

No Pendidikan f %
1. SD 37 38.1
2. SMP 13 13.4
3. SMA 29 29.9
4. D3/SI 18 18.6
Jumlah 97 100

Pada tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki

jenjang pendidikan SD yaitu : sebanyak 37 orang (38,1%).

4. Pekerjaan

53
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019

No Pekerjaan f %
1 Bekerja 42 43.3
2 Tidak bekerja 55 56.7
Jumlah 97 100

Pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa lebih dari separoh responden tidak

bekerja yaitu sebanyak 55 orang (56.7%).

C. Analisa univariat

Analisa univariat adalah analisis yang dilakukan untuk masing - masing

variable dari penelitian, dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi untuk

melihat variabel independent tingkat stres serta variabel dependentnya kadar

glukosa darah di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019.

Hasil analisa univariat dari penelitian ini adalah :

1. Tingkat Stres

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat stres
di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019

Mean Standar
No Tingkat stres f %
deviasi
1. Normal 6 6.2
2. Ringan 27 27.8
3. Sedang 35 36.1 21.73 5.661
4. Berat 29 29.9
Jumlah 97 100 21.73 5.661

Pada tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 97 responden sebagian besar

54
responden mengalami tingkat stres sedang yaitu sebanyak 35 orang (36.1%). Dimana

nilai rata-rata tingkat stres yaitu sebanyak 21.73 dan standar deviasi 5.66.

2. Kadar glukosa darah random

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kadar gula darah random
di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019

Kadar gula Mean Standar


No f %
darah deviasi
1. Baik 6 6.2
2. Sedang 56 57.7
3. Buruk 35 36.1 188.70 85.258

Jumlah 97 100 188.70 85.258

Pada tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 97 responden lebih dari

sebagian responden mengalami kadar gula darah random sedang yaitu sebanyak 56

orang (57,7%). Dimana nilai rata-rata kadar gula darah random yaitu sebanyak

188.70 dan Standar deviasi 85.258.

D. Hasil Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel independent

dengan variabel dependent, yaitu Hubungan Tingkat Stres Dengan Kadar Glukosa

Darah Penderita Diabetes Melitus Di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019.

Pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan tentang apakah hipotesis yang

diajukan cukup meyakinkan untuk ditolak atau diterima dengan menggunakan

pengujian spearman rank. Hubungan variabel dependent dan variabel

independent dikatakan bermakna apabila nilai P_value yang diperoleh ≤ 0.05.

Hasil dari analisa bivariat pada penelitian ini adalah :

55
Tabel 5.7
Hubungan Tingkat Stres Dengan Kadar Glukosa Darah
Random di RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019
r p_value

Spearman rank Tingkat Stres

,537 ,000
Kadar gula darah

Pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa hasil dari uji spearman rank diatas,

diperoleh nilai p_value = 0,000 (Ha diterima), hal ini menunjukkan terdapat

hubungan antara tingkat stres dengan kadar glukosa darah karena p_value ≤ 0,05.

Pada penelitian ini nilai korelasi (r) adalah 0,537 yang artinya kekuatan korelasi

sedang dan positif.

BAB VI

56
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

1. Karakteristik responden berdasarkan usia

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada tabel 5.1 dapat

diketahui bahwa dari 97 responden yang berada di RSI Ibnu Sina

Payakumbuh Tahun 2019 didapatkan mayoritas responden berusia 56 - 65

tahun sebanyak 39 orang (40,2%). Jadi dapat disimpulkan bahwa responden

sebagaian besar berusia dari > 56 tahun keatas.

Salah satu faktor resiko diabetes melitus adalah dengan

bertambahnya usia. Jumlah sel beta yang produktif akan berkurang, serta sel

tubuh akan menjadi resisten terhadap insulin (Arisman, 2010). Di Indonesia

penderita diabetes melitus semakin meningkat seiring dengan bertambahnya

umur (Riskesdas, 2007).

Diabetes melitus mencapai puncaknya pada usia 40 – 70 tahun hal ini

disebabkan karena kelompok usia diatas 40 tahun mempunyai resiko lebih

tinggi terkena diabetes melitus akibat menurunnya toleransi glukosa yang

berhubungan dengan kurangnya sensitifitas sel perifer terhadap efek insulin.

Pada penderita diabetes melitus cenderung meningkat pada usia di atas 40

tahun. Hal ini disebabkan karena kurangnya sensitifitas jaringan-jaringan

tubuh terhadap insulin (Ghady, 2012).

Hasil penelitian diatas hampir sama dengan penelitian yang dilakukan

oleh Meivy,dkk (2017), tentang hubungan tingkat stres dengan kadar gula

darah penderita diabetes melitus tipe 2 menjelaskan bahwa sebagian besar

responden berusia ≥ 45 tahun (86,7%) dan sebagian kecil responden berusia ≤

57
45 tahun (13,3%).

Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Kekenusa, dkk (2012), tentang analisis hubungan antara umur

dan riwayat keluarga menderita diabetes melitus dengan kejadian penyakit

diabetes melitus tipe 2 pada pasien rawat jalan menjelaskan bahwa responden

yang memiliki umur ≥ 45 tahun merupakan responden dengan persentase

paling besar (56,2%) dan responden yang memiliki umur < 45 tahun

merupakan responden dengan presentase paling kecil (43,8%). Jadi usia juga

bisa mempengaruhi resiko diabetes mellitus.

Pada penelitian ini, peneliti berasumsi dari hasil kuesioner yang

diberikan kepada respoden, penyandang diabetes melitus pada penelitian ini

lebih banyak ditemukan pada usia 56 tahun keatas dengan presentase

(40,2%). karena pada usia tersebut produksi insulin tidak lagi maksimal

sehingga bisa menyebabkan kadar glukosa darah meningkat.

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada tabel 5.2 dapat

diketahui bahwa dari 97 responden yang berada di RSI Ibnu Sina

Payakumbuh Tahun 2019 didapatkan bahwa sebagian besar dari responden

berjenis kelamin perempuan yaitu : sebanyak 63 orang (64.9%).

Wanita akan mengalami menopause sehingga akan terjadi

penurunan kadar esterogen. Salah satu fungsi hormon estrogen adalah untuk

menjaga keseimbangan kadar gula darah (Isworo & Saryono, 2010).

Hormon estrogen dan progesteron mempengaruhi bagaimana sel- sel tubuh

merespons insulin. Setelah menopause, perubahan tingkat hormon tubuh dapat

58
memicu fluktuasi dalam kadar gula darah. Hal ini menyebabkan kadar gula

darah lebih sulit diprediksi dibandingkan pada masa sebelum menopause.

Namun, ketika estrogen rendah dan progesteron tinggi, tubuh bisa menjadi

resisten terhadap insuli n. Akibatnya tubuh membutuhkan lebih banyak

insulin untuk membant u sel-sel menyerap gula darah dari darah. Hal tersebut

menimbulkan risiko peningkatan kadar gula darah (Trisnawati, 2013).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Meivy,dkk (2017), tentang hubungan tingkat stres dengan kadar gula darah

penderita diabetes melitus tipe 2 menjelaskan bahwa sebagian besar responden

berjenis kelamin perempuan sebanyak 47 responden (62,7%), dan sebagian

kecil responden berjenis kelamin laki – laki sebanyak 28 responden (37,3%).

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hatri, (2014) yang

memaparkan bahwa sebagian besar pasien diabetes melitus adalah perempuan

dengan berjumlah 39 (63,9%) responden dari 61 responden dalam penelitian

yang dilakukan. Hal ini menunjukkan jenis kelamin perempuan lebih banyak

bila dibandingkan dengan laki - laki.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Andhika, (2018), tentang hubungan tingkat stres dengan kadar gula darah

pada penderita diabetes mellitus juga menjelaskan bahwa sebagaian besar

pasien diabetes melitus adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak

33(73,3%) responden dari 45 responden yang ada. Pada penelitian ini,

peneliti berasumsi dari hasil kuesioner yang diberikan kepada respoden,

penyandang diabetes melitus pada penelitian ini lebih banyak ditemukan pada

perempuan, karena perempuan akan mengalami masa monopuse yang

59
menyebabkan hormone estrogen dan progesteronnya tidak seimbang sehingga

kadar glukosa darah pada perempuan yang sudah mengalami monopuse tidak

seimbang dan bias mengalami peningkatan kadar glukosa darah.

3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada tabel 5.3 dapat

diketahui bahwa dari 97 responden yang berada di RSI Ibnu Sina

Payakumbuh Tahun 2019 didapatkan bahwa sebagian besar responden

memiliki jenjang pendidikan SD yaitu : sebanyak 37 orang (38,1%).

Tingkat pendidikan cukup mempengaruhi kemampuan dan

pengetahuan seseorang untuk menerapkan hidup sehat, termasuk untuk

mencegah diabetes melitus. Semakin tinggi tingkat pendidikan berarti ada

kemungkinan semakin baik pula pengetahuan seseorang dalam mencegah

terjadinya peyakit termasuk diabetes melitus begitupun sebaliknya(Mihardja

L, 2009).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Andhika,(2018), tentang hubungan tingkat stres dengan kadar gula darah pada

penderita diabetes mellitus menjelaskan bahwa sebagian besar responden

adalah lulusan Sekolah Dasar (71,1%) dan 6,7% merupakan lulusan

Perguruan Tinggi.

Hasil Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nining (2017) tentang Hubungan kepatuhan diet diabetes melitus dengan

tingkat gula darah di poliklinik peyakit dalam di RSUD dr sayidiman Magetan

dalam pengaturan pola makan juga menunjukkan hasil yang sama yaitu

persentase tingkat pendidikan terakhir responden yang paling besar adalah

60
lulusan SD yaitu 29 orang (51,1%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Zahtamal (2007) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

pengetahuan tentang diabetes melitus dengan kejadian diabetes mellitus.

Pada penelitian ini, peneliti berasumsi dari hasil kuesioner yang

diberikan kepada respoden, penyandang diabetes melitus pada penelitian ini

lebih banyak ditemukan dengan pendidikan sekolah dasar. Semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuan

seseorang tentang kesehatannya, dan sebaliknya semakin rendah tingkat

pendidikam seseorang maka semakin kurang pengetahuannya tentang

kesehatannya.

4. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada tabel 5.4 dapat

diketahui bahwa dari 97 responden yang berada di RSI Ibnu Sina

Payakumbuh Tahun 2019 bahwa sebagian besar mayoritas responden tidak

bekerja yaitu sebanyak 55 orang (56,7%).

Sugondo (2009) menjelaskan bahwa pekerjaan merupakan suatu

aktivitas yang dilakukan sehari hari. Pekerjaan dapat menggambarkan tingkat

kehidupan seseorang karena dapat mempengaruhi sebagian aspek

kehidupan seseorang termasuk pemeliharaan kesehatan dan jenis pekerjaan

dapat berperan dalam pengetahuan. Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi

tingkat aktivitas fisiknya (Trisnawati S et al, 2013). Aktivitas fisik dapat

menyebabkan tersedianya reseptor insulin yang lebih banyak dan lebih aktif,

sehingga kadar gula darah bisa terkontrol (Ilyas, 2013). Untuk menurunkan

kadar gula darah perlu dilakukan aktivitas fisik seperti berolahraga, sebab otot

61
menggunakan glukosa yang terdapat dalam darah sebagai energi (Adib,

2011).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Andhika (2018) tentang hubungan tingkat stres dengan kadar glukosa darah

penderita diabetes melitus menjelaskan bahwa sebagian besar responden

adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 18 orang dengan presesentase (40,0%).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hatri,(2014) tentang hubungan tingkat stres dengan kadar glukosa darah

penderita diabetes melitus tipe 2 menjelaskan bahwa sebagian besar respoden

tidak bekerja yaitu sebanyak 40 orang dengan presentase (65,6%).

Pada penelitian ini, peneliti berasumsi dari hasil kuesioner yang

diberikan kepada respoden, penyandang diabetes melitus pada penelitian ini

lebih banyak ditemukan responden yang tidak bekerja. Pekerjaan dapat

mempengaruhi sebagian aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan

jika seseorang tidak bekerja dapat memicu penurunan pemafaatan glukosa

dalam tubuh yang dapat meyebabkan hiperglikemi.

B.Analisa Univariat

1. Tingkat Stres pada pasien Diabetes Melitus Di RSI Ibnu Sina

Payakumbuh Tahun 2019

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada tabel 5.5 dapat

diketahui bahwa dari 97 responden yang berada di RSI Ibnu Sina

Payakumbuh Tahun 2019 dapat diketahui bahwa lebih dari sebagian

responden yang mengalami tingkat stres sedang yaitu sebanyak 35 orang

62
(36,1%). Dimana nilai rata-rata tingkat stres yaitu sebanyak 21,73 dan

standar deviasi 5.661.

Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap

kebutuhan yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam

kehidupan sehari- hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang

mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada individu yaitu

terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stress dapat

mengancam keseimbangan fisiologi (Nugroho dan Purwanti, 2010

Stres baru nyata dirasakan apabila keseimbangan diri terganggu.

Artinya kita baru bisa mengalami stres manakala kita mempersepsi

tekanan dari stresor melebihi daya tahan yang kita punya untuk

menghadapi tekanan tersebut. Jadi selama kita memandangkan diri kita

masih bisa menahankan tekanan tersebut (yang kita persepsi lebih ringan

dari kemampuan kita menahannya) maka cekaman stres belum nyata.

Akan tetapi apabila tekanan tersebut bertambah besar (baik dari stresor

yang sama atau dari stresor yang lain secara bersaman) maka cekaman

menjadi nyata, kita kewalahan dan merasakan stres (Musradinur,2016).

Hasil penelitian diatas sesuai dengan Penelitian yang telah dilakukan

oleh Andhika, (2018) tentang hubungan tingkat stres dengan kadar glukosa

darah pada pasien diabetes melitus tipe-2 di RSUD Kota Madiun, dimana

23(51,1%) responden didapatkan hasil bahwa pasien diabetes melitus

mengalami tingkat stres sedang.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh w.izzati dan Nirmala (2015) tentang hubungan tingkat stres dengan

63
peninkatan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus di wilayah kerja

puskesmas perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi, dimana dari 20 (62,5%)

responden didapatkan hasil bahwa 78,4% pasien diabetes melitus mengalami

tingkat stres sedang.

Menurut peneliti, stres yang terjadi pada pasien diabetes melitus di

RSI Ibnu Sina Payakumbuh Tahun 2019, dari kuesioner yang diberikan

didapatkan hasil bahwa pasien yang mengalami tingkat stres sedang dengan

presentase 36,1% dengan gejala yang menonjol yaitu gangguan pola tidur,

gangguan lambung dan usus,ketegangan otot,emosional dan koordidinasi

tubuh terganggu dan timbul ketakutan dan kecemasan. Sedangkan pasien

yang mengalami tingkat stres berat dengan presentase (29,9%) dengan gejala

yang menonjol yaitu ketakutan dan kecemasan semangkin meningkat, daya

ingat menurun, dan takut akan pikiran sendiri,bingung dan panik. Sedangkan

tingkat stres ringan dengan presentase (27,8%) dengan gejala yang menonjol

yaitu perasaan gugup yang berlebihan,mudah lelah,tidak rilek dan detakan

jantung lebih keras dan berdebar-debar.

2. Glukosa darah pada pasien diabetes melitus di RSI Ibnu Sina

Payakumbuh Tahun 2019

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada tabel 5.6 dapat

diketahui bahwa dari 97 responden yang berada di RSI Ibnu Sina

Payakumbuh Tahun 2019 lebih dari sebagian responden yang mengalami

kadar gula darah random sedang yaitu sebanyak 56 orang (57,7%). Dimana

nilai rata-rata kadar gula darah yaitu sebanyak 188.70 dan standar deviasi

64
85.258.

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari

karbohidrat, lemak, protein sebagai hasil dari ketidakfungsian insulin

(resistensi insulin), menurunnya fungsi pankreas maupun keduanya (WHO,

2011 dalam Quraini, 2017). Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan

terjadinya diabetes melitus ,yaitu faktor risiko yang dapat dirubah dan faktor

risiko yang tidak dapat dirubah oleh manusia. Faktor resiko yang dapat

dirubah oleh manusia yaitu pola makan, pola kebiasaan sehari- hari seperti

makan, pola istirahat, pola aktifitas dan pengelolaan stres. Sedangkan faktor

resiko yang tidak dapat dirubah yaitu usia, jenis kelamin dan faktor pasien

dengan latar belakang keluarga dengan penyakit diabetes melitus (Suiraoka,

2012 dalam Isnaini & Ratnasari, 2018). Selain sebagai faktor penyebab

terjadinya diabetes melitus, faktor-faktor diatas juga dapat mempengaruhi

kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus.

Kadar glukosa darah adalah kadar gula didalam darah, atau tingkat

glukosa serum, di atur dengan ketat didalam tubuh (Henrikson & Bech-

Nielsen, 2009). Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas

yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah

makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum

orang makan (Henriksen et al., 2009).

Kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus dapat meningkat

akibat gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, maupun keduanya

(American Diabetes Association (ADA, 2014). karna Akibat gangguan

tersebut mengakibatkan gula di dalam darah tidak dapat digunakan oleh sel

65
tubuh sebagai energi hingga akhirnya menyebabkan kadar gula dalam darah

cenderung lebih tinggi atau hiperglikemia (IDF, 2013 dalam Syari’ati, 2015).

Selain itu umur juga berhubungan dengan resiko peningkatan kadar glukosa

darah, dengan semakin bertambahnya umur kemampuan jaringan mengambil

glukosa darah juga akan semakin menurun (Suiraoka, 2011).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nining (2017) tentang Hubungan kepatuhan diet diabetes melitus dengan

tingkat gula darah di poliklinik peyakit dalam di RSUD dr sayidiman Magetan,

dimana hasil penelitian didapatkan mayoritas responden mempunyai kadar

gula darah kriteria sedang sebanyak 23 orang (41,1%).

Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Hatri (2014) tentang hubungan tingkat stres dengan kadar gula

darah penderita diabetes melitus tipe 2 dimana hasil penelitian didapatkan

lebih dari sebagian respoden mempunyai kadar gula darah kriteria buruk

sebanyak 41orang (67,2%).

Berdasarkan asumsi peneliti dari hasil kuisioner yang didapat dan

hasil wawancara yang dilakukan terhadap pasien diketahui bahwa responden

yang tidak mengalami peningkatan kadar gula darah,menjaga pola makan ,

sering konsultasi dengan dokter, melakukan aktifitas fisik seperti jalan-jalan

santai dipagi hari, mengurangi/ menghindari stres, serta minum obat diabetes

teratur dan adanya dorongan dari keluarga. Berdasarkan teori, kurangnya

aktivitas fisik menyebabkan kurangnya pembakaran energi oleh tubuh sehingga

kelebihan energi dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak dalam

tubuh (Suiraoka, 2012). Dan bagi responden yang mengalami peningkatan

66
kadar gula darah disebabkan kurangnya upaya untuk mencari informasi

tentang penyakit diabetes, sehingga tidak mengetahui cara mengendalikan

kadar gula darah, jarang memeriksa kadar gula darah, tidak membatasi

makanan, dan sering mengalami kecemasan, serta khususnya bagi wanita yang

sudah monopuse akan menagalami penurunan hormon estrogen sehingga kadar

gula darah menjadi tidak seimbang. Berdasarkan teori yang ditemukan,

pasien yang patuh memiliki kadar glukosa darah yang normal dan pasien yang

tidak patuh memiliki kadar glukosa darah yang tinggi (Nugroho, 2012).

C. Analisa bivariat

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada tabel 5.7 dapat

diketahui bahwa dari 97 responden yang berada di RSI Ibnu Sina

Payakumbuh Tahun 2019 dapat diketahui dari hasil uji spearman rank,

diperoleh nilai p = 0,000, hal ini menunjukan terdapat hubungan antara

tingkat stres dengan kadar glukosa darah karena p ≤ 0,05. Pada penelitian ini

nilai korelasi (r) adalah 0,537 yang artinya kekuatan korelasi sedang dan

positif.

Stres itu meningkatkan adrenalin, dan adrenalin akan

meningkatkan gula dalam tubuh dengan sangat cepat. Hanya dalam

hitungan menit. Kondisi stres yang dialami seseorang akan memicu tubuh

memproduksi hormon Epinephrine atau yang juga dikenal sebagai

adrenalin. Hormon epinephrine biasa dihasilkan tubuh sebagai respon

fisiologis ketika seseorang berada dalam kondisi tertekan, seperti saat akan

dalam bahaya, diserang, dan berusaha bertahan hidup. Kondisi ini disebut

fight-or-flight response. Kondisi stres yang terus berlangsung dalam

67
rentang waktu yang lama, membuat pankreas menjadi tidak dapat

mengendalikan produksi insulin sebagai hormon pengendali gula darah.

Kegagalan pankreas memproduksi insulin tepat pada waktunya ini yang

menyebabkan rangkaian penyakit metabolik seperti diabetes melitus. Bila

ditambah dengan gaya hidup yang buruk, kurang olahraga, serta memiliki

faktor risiko diabetes. Gula memang menjadi penyebab diabetes, tapi stres,

bisa jadi pemicu terjadinya diabetes lebih cepat. Jadi sebenarnya konsumsi

gula itu bukannya dihilangkan, tapi dikurangi. Sedangkan kalau bisa,

hindari hal yang dapat membuat stres akut (Endro, 2016).

Menurut Brunner & Suddarth (2002), diketahui bahwa ada hubungan

tingkat stres dengan kadar glukosa darah, karena responden yang mengalami

perubahan fisik dan pisikologi mengakibatkan stres, sehingga peningkatan

hormon ACTH akan mengakibatkan kadar gula darah meningkat, saat

terjadinya stres, pasien diabetes tidak menjaga kadar gula darah, tidak menjaga

diet diabetes serta tidak mematuhi therapi diabetes yang di anjurkan dokter,

keadaan ini turut menimbulkan peningkatan kadar gula darah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Andhika (2018) dengan judul hubungan tingkat stres dengan kadar glukosa

darah pada pasien diabetes melitus di RSUD Kota Madiun, dimana didapatkan

adanya hubungan antara tingkat tingkat stres dengan kadar glukosa darah

pada pasien diabetes melitus RSUD Kota Madiun dengan kekuatan korelasi

sedang.

Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Hatri (2014) dengan judul hubungan tingkat stres dengan

68
kadar glukosa darah penderita diabetes melitus tipe-2 di Puskesmas

Mergangsan Yogyakarta tahun 2014, dimana didapatkan kekuatan

korelasinya rendah dan positif. Nilai korelasi yang positif ini maksudnya bila

semakin tinggi tingkat stres maka semakin tinggi pula kadar gula darah

penderita diabetes melitus tipe 2.

Berdasarkan asumsi peneliti dari hasil kuisioner yang didapatkan dan

dari hasil wawancara yang dilakukan, ternyata di lapangan juga ditemukan

responden yang tingkat stres berat dan tidak mengalami peningkatan kadar

gula darah berarti. Hal ini terjadi karena mereka tetap mematuhi terapi

diabetes walaupun dalam keadaan stres. Dengan adanya motivasi ingin

sembuh/ menjaga kadar gula darah, maka responden tersebut tetap

menjalani diet diabetes. Sedangkan bagi responden yang tingkat stres sedang

dan mengalami peningkatan kadar gula darah, disebabkan mereka tidak

berupaya untuk melakukan pengendalian kadar gula darah seperti jarang

berkonsultasi dengan dokter (pemeriksaan kadar gula darah rutin), jarang

melakukan aktifitas fisik, dan sering lupa minum obat diabetes. Keadaan ini

tidak terlepas dari peran keluarga untuk selalu mengingatkan dan

mendorong responden agar mau menjaga kesehatannya dengan

berkonsultasi dan minum obat diabetes, baik obat dari dokter maupun

tradisional. Berdasarkan teori yang ditemukan pengetahuan yang baik akan

meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes melitus serta motivasi

untuk melakukan physical exercise (Colberg et al., 2010), menjaga pola

makan dan istirahat, serta mengatasi stressor dengan tepat (Madhu, 2005).

69
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian pada tanggal 9 desember 2019 – 11 januari

2020,untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan kadar glukosa darah

penderita diabetes melitus di RSI Ibnu Sina Payakumbuh tahun 2019 dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakteristik responden dalam penelitian ini sebagian besar responden

berusia berusia 56 - 65 tahun sebanyak 39 orang (40,2%). Menurut jenis

kelaminnya lebih banyak perempuan dibandingkan laki – laki yaitu sebanyak

63 orang (64,9%). Menurut jenis pekerjaan pada umumnya responden tidak

bekerja yaitu 55 orang dengan presentase (58,9%), dan menurut tingkatan

pendidikan yaitu lebih banyak tamatan SD yaitu 37 orang dengan presentase

(38,1%).

2. Hasil penelitian dari 97 responden yang diteliti rata – rata tingkat stres pada

pasien diabetes melitus adalah 21,73 dengan tingkat stres terendah yaitu 12

dan tingkat stres tertinggi yaitu 33.

3. Hasil penelitian dari 97 responden yang diteliti rata – rata kadar glukosa

darah pada pasien diabetes melitus adalah 188,70 dengan kadar glukosa

terendah yaitu 63gr/dl dan tertinggi 540 gr/dl.

4. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres dengan kadar glukosa

darah pada pasien diabetes melitus di RSI Ibnu Sina Payakumbuh tahun

2019, diperoleh hasil perhitungan bahwa p_value sebesar (0,000 ≤ 0,05),

dan didapatkan nilai korelasi r (0,537) dan dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa kekuatan korelasi pada penelitian ini adalah sedang

70
dan positif.

B. Saran

1. Bagi institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur bagi perpustakaan.

Menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang diabetes

melitus.

2. Bagi lahan penelitian

Sebagai bahan masukan bagi petugas Di RSI Ibnu Sina Payakumbuh dalam

memberikan pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga yang menderita

diabetes melitus ,dimana kita harus memperhatikan keadaan psikologi penderita,

karena tingkat stres sangat berpengaruh terhadap kadar gula darah penderita.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan agar peneliti selanjutnya dapat melanjutkan dan

mengembangkan penelitian ini sehingga penelitian ini menjadi lebih

sempurna.

71
42
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S (2008), Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Umum.

American Diabetes Association (ADA),( 2012), Standards of Medical Care In


Diabetes. Diabetes Care.

American Diabetes Association (ADA),( 2014), Diagnosis and Classification of


Diabetes Mellitus. Diabetes Care Vol.27. Supplement 1.

Arisman (2010). Diabetes Melitus type II dan Obesitas. Jakarta: EGC.

Arikunto ( 2015). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT


Bumi Aksara.

Atun, M. (2010) Diabetes Melitus Memahami, Mencegah, dan Merawat


Penderita Penyakit Gula. Yogyakarta:KreasiWacana.

Asnani, N., & Ratnasari, R. (2018). Faktor risiko mempengaruhi kejadian Diabetes
mellitus tipe dua. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan Aisyiyah, 14(1), 59–
68. https://doi.org/10.31101/jkk.55

Black, J. M dan Hawks, J. H.( 2014). Glukosa Darah DM Type II di RSUD


Tugurejo.

Brunner & Suddarth,( 2002). Keperawatan Medical Bedah. Vol.2. Jakarta: EGC.

Dalami dan Ermawati.( 2010). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.


Jakarta: Trans Info Media.
hatri. (2013). Stress dan Perilaku Pasien DM dalam Mengontrol Kadar Gula
Darah

International Diabetes Federation (IDF). (2013). Regional Overviews. IDF


Diabetes Atlas Sixth Edition. (diakses tanggal 5 oktober2019).

Isnaini, N., & Ratnasari, R. (2018). Faktor risiko mempengaruhi kejadian Diabetes
mellitus tipe dua. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan Aisyiyah, 14(1), 59–
68. https://doi.org/10.31101/jkk.550

Izzati, W. dan Nirmala. (2015). Hubungan Tingkat Stres Dengan Peningkatan


Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus.

IDF. (2017). IDF DIABETES ATLAS Eighth edition 2017 (eight edit).
https://doi.org/http://dx.doi. org/10.1016/S0140-6736(16)31679-8.

Kemenkes. (2014). Situasi Dan Analis Diabetes. Jakarta: Pusdatin Kemenkes.


Lestari.( 2015). Kumpulan Teori Untuk Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Maxine, Stephan J., dan Michael W. (2016). Current Medical Diagnosis &
Treatment.University of California, San Fransisco.

Meivy I.dk,5 1,(2017) Hubungan Tingkat Stres Dengan Kadar Gula Darah
Pada Pasien Diabetes MelitusTipe II
Nadeau, Kristen dan Dana Dabelea. (2008). Epidemiology of Type 2 Diabetes in
Children and Adolescents dalam Dana Dabelea & Georgeanna J.
Klingensmith (ed), Epidemiology of Pediatric and Adolescent Diabetes.
New York: Informa Healthcare.

Nainggolan, Olwin, A. Yudi Kristanto, dan Hendrik Edison.( 2013). Determinan


Diabetes Melitus (Analisa Baseline Data Studi Kohort Penyakit Tidak
Menular Bogor 2011). Dalam Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol.
16 No 3.

Nasir, Abdul dan Abdul Muhith. (2011). Dasar-dasarKeperawatan Jiwa


Pengantar Dan Teori. Jakarta: Salemba Med

Notoadmojo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Nursalam.( 2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan :Pendekatan
Praktis, Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. (2016). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba

Nugroho,A.S.dan Purwanti,S.O.(2010).Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan


Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah
KerjPuskesmas Sukoharjo I Kabupaten Sukoharjo.
Medika. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2013).
KonsensusPenglolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Perkeni,
FKUI.

Perkeni. (2015). Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe


2 Di Indonesia 2015. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PB PERKENI) .

Putri, Rima dan Novia. (2009). Hubungan Tingkat Stres Klien Dm Tipe 2
Dengan Kadar Glukosa Darah Di Poli Klinik Khusus Penyakit Dalam
RSUD Dr.
M. Djamil Padang.

Ranabir Salam dan K. Reetu.( 2011). Konsep Stres Dan Perubahan – Perubahan
Hormon Saat Stress. http://www. konsepstress. (diakses tanggal 5
oktober 2019).

Rekam Medis RSI ibnu Sina Payakumbuh (2019). Jumlah Penderita Diabetes

52
Mellitus.Tidak dipublikasikan.

Riskesdas. (2018). Kementrian kesehatan RI, 61. https://doi.org/1 Desember 2018

Surjaweni,V. Wiratna (2014). Statistik untuk Penelitian.Yogyakarta : Gava


Gramedia.

Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G.( 2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta:EGC.

Soegondo dan Sidartawan.( 2011). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu


Edisi Kedua. Jakarta: FKUI.

Suyono. (2011). Penatalaksanaan Diabaetes Melitus Terpadu Edisi Kedua.


Jakarta: FKUI.

Tandara, Hans. (2014). Strategi Mengalahkan Komplikasi Diabetes Dari Kepala


Sampai Kaki. Jakarta: PT Gramedia.

Waspadji, Sarwono. (2011). Diabetes Melitus: Penyulit Kronik dan


Pencegahannya dalam Sidartawan Soegondo, Pradana Soewondo, Imam
Subekti (editor), Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Edisi
kedua. Jakarta: FKUI.

World Health Organization (WHO). (2013). Global Prevalence of


Diabetes:Estimetes for the Year 2000 and Projections for 2030. Diabetes
Mellitus. Online.

WorldHealthOrganization(WHO).2014.DiabetesFact Sheet.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/ Oktober 2019.

Yuliasih dan Yekti Wirawanni.( 2009). Obesitas Abdominal sebagai Faktor


Risiko Peningkatan Kadar Glukosa Darah. Semarang: Univeritas
Diponegoro.

53

Anda mungkin juga menyukai