PENDAHULUAN Laila New
PENDAHULUAN Laila New
PENDAHULUAN Laila New
Latar Belakang
Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat penting bagi
banyak manfaat yaitu dapat digunakan sebagai bumbu masak dan sebagai bahan
obat - obatan. Cabai juga memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi sehingga
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2018), tanaman cabai rawit (C.
frutescens L.) pada tahun 2017 luas panen cabai besar di Indonesia sebesar
167,600 Ha dan pada tahun 2018 sebesar 172,847 Ha. Produktivitas cabai rawit
pada tahun 2017 sebesar 6,88 Ton/Ha dan pada tahun 2018, produktivitas cabai
Cabai rawit (C. frutescens L.) pada tahun 2016 luas panen di Kalimantan
Selatan sebesar 1,310 Ha dengan produksi 7,323 Ton dan memperoleh rata - rata
sebesar 5,6 Ton/Ha. Pada tahun 2017 mengalami penurunan dengan luas panen
sebesar 2,456 Ha memproduksi 11,849 Ton dan memperoleh rata - rata produksi
Tanaman cabai tidak luput dari permasalahan dalam budidaya antara lain
keterbatasan lahan, cuaca yang tidak mendukung serta gangguan hama dan
penyakit. Hama dan penyakit pada cabai semakin berkembang akibat resistensi
terhadap pestisida oleh karena itu dapat menimbulkan hama dan penyakit baru
penyakit antraknosa atau yang biasa disebut para petani yaitu penyakit patek.
2
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp. yang dikarenakan
kondisi yang lembab dan suhu yang relatif tinggi (AVRDC, 1988).
pada tanaman cabai yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp.. Penykit
ini dapat menurunkan produksi dan kualitas cabai. Selain itu juga dapat merusak
nilai estetika buah cabai. Gejala yang ditemukan pada tanaman dewasa yaitu
menyebabkan mati pucuk (dieback) dan kemudian diikuti infeksi lanjut pada buah
pada akhir - akhir ini spesies C. acutatum merupakan spesies yang utama atau
Kerugian akibat penyakit antraknosa pada tanaman cabai ini sebesar 60%
atau lebih (Duriat et al., 1991; Hartman & Wang, 1992 dalam Setyowati et al.,
(Duriat et al., 2007). Hal ini yang mendorong petani untuk menggunakan pestisida
varietas yang cocok merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh petani.
Penanaman varietas tahan merupakan cara pengendalian yang paling efektif dan
tidak memiliki sifat ketahanan maka akan mengalami serangan berat oleh patogen
adalah ketahanan tanaman yang dikuasai oleh gen sehingga sifaf ketahanannya
diwariskan dari tanaman inang kepada tanaman baru (Rahim et al., 2012).
serangan patogen. Tanaman cabai termasuk tanaman yang sifat rentannya sangat
pengendalian penyakit tanaman yang murah, mudah dan efektif apabila varietas
tahan juga dapat menghindari dari kontaminasi lingkungan yang tercemar oleh
penyakit sangat dianjurkan karena dapat menekan biaya produksi dan mengurangi
menimbulkan dampak negatif akibat bahan kimia yang berlebihan (Tenaya et al.,
2003).
Hingga saat ini, varietas cabai komersial berdaya hasil tinggi dan tahan
terhadap penyakit antraknosa masih belum ada. Pada umumnya spesies cabai yang
memiliki ketahanan terhadap antraknosa berdaya hasil rendah dan bentuk buahnya
tidak disukai produsen maupun konsumen. Oleh karena itu, uji ketahanan
Rumusan Masalah
1. Berapa lama masa inkubasi jamur Colletotrichum sp. pada setiap varietas
Hipotesis
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketahanan lima varietas cabai rawit
Manfaat Penelitian
Famili ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2.000 spesies yang terdiri
dari tumbuhan herba, semak dan tumbuhan kerdil yang lain. Tanaman cabai
Tanaman cabai rawit berasal dari Meksiko, Peru dan Bolivia, tetapi sudah
(Capsicum frutescens L.) memiliki beberapa nama daerah antara lain di daerah
cempling. Dalam bahasa Sunda cabai rawit disebut cengek. Sementara orang-
orang di Nias dan Gayo menyebutnya dengan nama lada limi dan pentek. Secara
internasional, cabai rawit dikenal dengan nama thai pepper (Tjandra, 2011).
menyebar ke Amerika Latin. Bukti budidaya cabai pertama kali ditemukan dalam
tapak galian sejarah Peru dan sisa-sisa biji yang telah berumur lebih dari 5000
Beberapa jenis tanaman cabai yaitu cabai besar (Capsicum annuum), cabai
Capsicum baccatum. Namun, yang paling banyak dibudidayakan oleh para petani
adalah cabai besar (Capsicum annuum) dan cabai kecil (Capsicum frutescens)
(Setiadi, 1988).
6
Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Morfologi
7
akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Tanaman cabai rawit mempunyai akar
yang cukup rumit dan hanya terdiri dari akar serabut saja, biasanya diakar terdapat
tidak memiliki akar tunggang, namun ada beberapa akar tumbuh ke arah bawah
sebagai tempat keluarnya cabang, tunas, daun, bunga, dan buah. Kulit batangnya
tipis sampai agak tebal. Pada stadium tanaman muda kulit berwarna hijau,
(Rukmana, 2004).
Daun cabai rawit umumnya berwarna hijau muda sampai hijau gelap,
tergantung pada varietasnya. Daun cabai yang ditapong oleh tangkai daun
mempunyai tulang menyirip. Bentuk umumnya bulat telur, lonjong dan oval
dengan ujung meruncing, tergantung pada jenis dan varietasnya permukaan bawah
8
berbulu, lebar 0,5-5 cm, panjang 1-10 cm, panjang tangkai 0,5-3,5 cm (Wiryanta,
2005).
terdapat kelamin jantan dan kelamin betina. Bunga cabai tersusun atas tangkai
bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota, alat kelamin jantan dan kelamin
betina, letak bunga mengantung dan biasa tumbuh pada ketiak daun ada yang
tunggal atau bergerombol dalam tandan, biasanya dalam satu tandan terdapat 2 - 3
bunga, warna bunga cabai bermacam-macam ada yang putih, putih kehijauan, dan
panjang bunga 1-1,5 cm dan panjang tangkainya 1 - 2 cm. Mahkota bunga akan
gugur pada saat buah mulai terbentuk, kelopak bunga tertinggal dan melekat
Bentuk buah tanaman cabai rawit bervariasi mulai dari pendek dan bulat
sampai panjang dan langsing. Warna buah muda umumnya hijau sampai kekuning
keputih-putihan, tetapi setelah tua (matang) berubah menjadi merah tua atau
merah muda. Daging buah umumnya lunak dan rasanya sangat pedas. Buah
memiliki panjang 1 cm – 6 cm, dengan diameter 0,5 cm – 1,5 cm. Biji tanaman ini
Buah cabai rawit mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap, yakni
protein, lemak, karbohidrat, mineral (kalsium, fosfor dan besi), vitamin A, B1, B2
dan C (Rukmana, 2002). Cabai rawit mengandung zat oleoresin dan zat aktif
capsaicin yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit rematik, obat batuk
berdahak, sakit gigi, masuk angin, asma serta mencegah infeksisistem pencernaan
(Wijayakusuma, 1992).
9
seperti akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Tanaman cabai mempunyai akar
tunggang yang terdiri dari akar utama (primer) dan akar lateral (sekunder). Akar
sampai 45 cm. Rata-rata panjang akar primer antara 35 cm sampai 50 cm dan akar
dan pangkal berkayu dengan panjang 20 - 28 cm dengan diameter 1,5 - 2,5 cm.
bentuknya bulat. Tanaman cabai dapat tumbuh setinggi 50 - 150 cm, merupakan
tanaman perdu yang warna batangnya hijau dan beruas-ruas yang dibatasi dengan
10
buku-buku yang panjang tiap ruas 5 - 10 cm dengan diameter data 5 - 2 cm
(Tjahjadi, 1991).
daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun bagian
atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau
muda atau hijau terang. Panjang daun berkisar 9 - 15 cm dengan lebar 3,5 - 5 cm,
selain itu daun cabai merupakan daun tunggal, bertangkai (panjangnya 0,5 - 2,5
cm), letak tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur sampai elips, ujung
runcing, pangkal meruncing, tepi rata, petulangan menyirip, panjang 1,5 - 12 cm,
bunga keluarga Solanaceae lainnya. Bunga cabai merupakan bunga lengkap yang
terdiri dari kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari dan putik. bunga cabai
juga merupakan bunga berkelamin dua karena benang sari dan putik terdapat
dalam satu tangkai dan keluar dari ketiak daun (Wiryanta, 2002).
berbiji banyak. Buah yang telah tua (matang) umumnya berwarna kuning sampai
merah dengan aroma yang berbeda sesuai dengan varietasnya. Bijinya kecil, bulat
Syarat Tumbuh
sehingga dapat ditanam di lahan sawah, tegalan, dataran rendah, maupun dataran
dengan suhu berkisar 20 - 25°C. Pada dataran tinggi (di atas 1.300 mdpl), tanaman
11
cabai dapat tumbuh, tetapi pertumbuhanya lambat dan produktivitasnya rendah
(Amri, 2017).
perdu dengan tinggi tanaman mencapai 1,5 m. Tanaman dapat ditanam di lahan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi cabai rawit. Keadaan iklim dan
tanah merupakan dua hal pokok yang harus diperhatikan dalam menentukan
Tanaman cabai rawit memerlukan derajat keasaman (pH) tanah antara 6,0
– 7,0 (pH optimal 6,5) dan memerlukan sinar matahari penuh (tidak memerlukan
naungan). Dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, tanaman cabai rawit
memerlukan kondisi iklim dengan 0-4 bulan basah dan 4-6 bulan dalam satu tahun
dan curah hujan berkisar antara 600 mm - 1.250 mm pertahun. Kelembaban udara
yang cocok untuk tanaman cabai rawit adalah 60% - 80%. Agar dapat tumbuh
dengan baik dan berproduksi tinggi, tanaman cabai rawit memerlukan suhu udara
Derajat keasaman (pH) tanah yang ideal bagi pertumbuhan cabai berkisar
antara 5,5 - 6. Pertumbuhan cabai pada tanah yang memiliki pH kurang dari 5,5
menimbulkan keracunan unsur almunium, zat besi, dan mangan (Alviana &
Susila, 2009).
tumbuhnya penyakit jamur dan bakteri. Jika kekurangan air pertumbuhan tanaman
cabai akan kurus, kerdil, layu dan mati. Pengairan dapat menggunakan irigasi, air
12
tanah dan air hujan. (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2012). Cabai paling
ideal ditanam dengan intensitas cahaya matahari antara 60% sampai 70%. Lama
penyinaran yang paling ideal bagi pertumbuhan tanaman adalah 10-12 jam
a. Taruna
tergolong jenis C. frutescens yang bisa ditanam mulai dari dataran rendah sampai
dataran tinggi. Tipe percabangannya tinggi dan tegak. Buahnya berwarna putih
gading dan merah orange dengan ukuran 4 x 1 cm. Tingi tanamannya 100 cm dan
panen pertama pada 130 hari setelah tanam dengan produksi 0,5 kg/tanaman.
b. Hiyung
tergolong jenis C. frutescens bersari bebas. Cabai ini memiliki tinggi tanaman
67,65 - 75,50 cm. Berwarna hijau pada buah muda dan berwarna merah cerah
pada buah tua. Varietas ini dapat menghasilkan buah sebesar 6,158 - 7,804 ton/ha.
Mulai berbunga pada 45 - 55 hari setelah tanam dan panen pada 100 - 115 hari
setelah tanam. Varietas ini dapat tumbuh pada dataran rendah. Keunggulan
varietas ini antara lain memili tingkat kepedasan yang tinggi dengan kadar capsain
mencapai 94,500 ppm dan mempunyai daya simpan yang cukup lama (10 - 16
c. Stret
seleksi populasi. Tinggi tanaman varietas ini 112 - 120 cm. Warna buah muda
13
yaitu berwarna putih kekuningan dan buah tua berwarna merah. Varietas ini mulai
berbunga pada 22 - 27 hari setelah tanam dan panen pada 82 - 87 hari setelah
tanam. Varietas ini dapat menghasilkan buah sebesar 16 - 17 ton/ha dan dapat
beradaptasi dengan baik di dataran rendah pada altitude 100 - 350 m dpl.
d. Shypon
e. Belinda
f. Hot Beauty
Varietas hot beauty memiliki buah berbentuk bulat panjang (panjang 11,5 -
14,1 cm dan lebar 0,78 - 0,85 cm) dengan warna buah hijau tua saat muda dan
merah saat matang. Varietas ini memiliki tinggi tanaman 87 - 95 cm dengan tinggi
dikotomus ±24,5 cm. Mulai berbunga pada 44 - 50 hari setelah tanam dan dapat
dipanen setelah 87 - 90 hari setelah tanam. Varietas cabai ini memiliki bobot buah
cabai di Indonesia. Penyakit ini cepat meluas pada kondisi yang lembab dah suhu
yang relatif tinggi. Tanaman cabai akibat terserang oleh penyakit antraknosa ini
merupakan masalah utama pada buah masak dan berakibat yang sangat serius
diakibatkan oleh jamur C. capsici mencapai lebih dari 90% (Syukur, 2007).
umum menyebabkan penyakit antraknosa pada buah cabai terdiri atas empat
Menurut Kim et al. (1999) penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan
Sudiarta dan Sumiartha (2012) penyakit antraknosa pada tanaman cabai di Bali
Taksonomi
berikut :
Kingdom : Fungi
Phylum : Deuteromycota
Kelas : Deuteromycetes
Subkelas : Coelomycetidae
Ordo : Melanconiales
Famili : Melanconiaceae
Genus : Colletotrichum
Morfologi
15
Jamur Colletotrichum spp. merupakan jamur parasit fakultatif dari Ordo
aseksual pada jamur parasit, seperti pada gambar. Jamur dari Genus
anamorfik (bentuk aseksual), dan pada saat jamur tersebut dalam telemorfik
(bentuk seksual) masuk dalam Class Ascomycetes yang dikenal dengan jamur
dan lebarnya 5-7 µm. Massa dari konidia berwarna hitam dan hifanya berwarna
per hari. Jamur C. acutatum mempunyai bentuk spora silindris, ujung spora
meruncing, ukuran spora 16,1 x 5,3 m dengan kecepatan tumbuh 6,8 mm per
hari. Jamur C. coccodes mempunyai bentuk spora silindris, ujung spora runcing,
16
ukuran spora 14,9 x 4,2 m dengan kecepatan tumbuh 8,4 mm per hari.
Sedangkan jamur C. capsici mempunyai bentuk spora seperti bulan sabit, ujung
spora runcing, ukuran spora 24,3 x 4,4 m dengan kecepatan tumbuh 9,8 mm per
Daur Penyakit
disebarkan oleh angin dan percikan air hujan dan pada inang yang cocok akan
membentuk koloni miselium yang berwarna putih dengan miselium yang timbul
kutikula dan tumbuh dibawah dinding kutikula dan dinding periklinal dari sel
epidermis. Kemudian, hifa tumbuh dan menghancurkan dinding sel utama. Hal ini
terjadi karena matinya sel yang berdampingan secara meluas. Ketika jaringan
Gejala Penyakit
sejak dari pesemaian sampai berbuah. Perkembangan penyakit ini didukung oleh
18
kondisi lembap dan suhu relatif tinggi (Paramita dan Sumardiyono, 2014).
Kerusakan yang disebabkan oleh cendawan ini adalah pada bagian buah. Buah
yang terserang menjadi busuk,penyakit ini bisa menurunkan hasil panen 45-60%
cabai. Infeksi pada buah cabai terjadi biasanya pada buah menjelang tua dan
sesudah tua. Gejala diawali dengan adanya bintik-bintik kecil berwarna kehitam-
hitaman dan sedikit melekuk pada permukaan buah. Gejala lebih lanjut buah
Bercak berbentuk bundar atau cekung dan berkembang pada buah yang
belum dewasa atau matang dari berbagai ukuran. Biasanya bentuk bercak beragam
pada satu buah cabai dan ketika penyakit semakin parah, bercak akan bersatu.
Spora terbentuk dan memencar secara cepat pada buah cabai, sehingga
sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80% dengan
suhu 27°C - 30°C, buah yang muda cenderung lebih rentan daripada setengah
masak. Gejala awal penyakit antraknosa adalah bercak kecil seperti tersiram air
dengan warna bercak kehitaman pada permukaaan buah yang terinfeksi kemudian
dengan berwarna merah gelap. Serangan yang berat menyebabkan seluruh buah
keriput dan mengering. Gejala segera Nampak berupa titik gelap, sedikit cekung
dan bergaris tengah 4 mm. Bercak akan segera berkembang hingga mencapai
seluruh permukaan buah. Patogen dapat menginfeksi buah melalui luka maupun
secara langsung. Sedangkan keadaan yang basah dan adanya air hujan sangat
berperan dalam penyebaran spora dari satu tanaman ke tanaman lain (Zen, et.al.,
2002.)
Menurut Kim et al. (1984) gejala penyakit antraknosa pada buah cabai
dimulai dengan kulit buah akan tampak mengkilap, diikuti dengan pelunakan
kecoklatan, sehingga terlihat adanya seperti luka atau lebih dikenal dengan
sebutan lesio. Lesio muncul sedikit demi sedikit kemudian pada akhirnya dapat
menutupi sebagian besar permukaan buah. Permukaan buah cabai yang terserang
penyakit antraknosa akan berair dan aservulus jamur Colletotrichum spp. terlihat
seperti bercak kehitaman yang kemudian meluas dan membusuk. Pada buah cabai
20
dengan gejala penyakit antraknosa berat buah mengering dan keriput, sehingga
inokulasi jamur Colletotrichum spp. pada buah cabai, kemudian diikuti dengan
deposisi atau kontaknya inokulum (spora) pada permukaan jaringan inang. Proses
Kemudian setelah organisme patogen tersebut masuk ke dalam tubuh inang, maka
berikut : pada mulanya spora patogen membentuk tabung kecambah (germ tube).
Bagian spora yang memproduksi germ tube bertambah panjang dan menembus
dinding sel inang. Kemudian germ tube akan termodifikasi menjadi apresorium
yang berfungsi untuk melekat dengan kuat pada permukaan jaringan inang
(Yudiarti, 2007). Proses infeksi terjadi setelah proses penetrasi yaitu patogen
sudah berada pada jaringan inang dan memproleh makanan dari inangnya.
Proses kolonisasi tersebut akan merusak seluruh jaringan pada tubuh inang
dibutuhkan patogen sejak mulai inokulasi sampai timbul gejala penyakit. Bila
gejala penyakit telah timbul berarti patogen telah melakukan reproduksi inokulum
Terdapat tiga jalan atau cara yang digunakan oleh patogen dalam
melakukan penetrasi yaitu, luka, lubang alami, dan penetrasi langsung. Luka yang
ada pada tanaman dapat disebabkan oleh manusia, faktor fisik seperti angin, air
hujan, atau serangan dari hama. Lubang alami yang biasa digunakan oleh patogen
untuk masuk ke dalam tubuh tanaman inang antara lain, stomata, hidatoda dan
lenti sel. Sedangkan untuk cara penetrasi langsung, dibutuhkan usaha dari patogen
antara lain dengan memproduksi zat kimia berupa enzim atau toksin yang
membran sel tanaman. Keadaan cuaca yang lembab sangat cocok untuk
pembentukan spora dan terjadinya infeksi sehingga diameter lesio akan cepat
berifat laten dan sistemik, penyebaran inokulum dapat melalui benih, angin dan
dapat pada sisa – sisa tanaman sakit didalam tanah. Serangan antraknosa pada fase
pembungaan dapat menyebabkan infeksi pada benih yang tinggi walaupun benih
semakin penting karena dapat menginfeksi biji yang akan digunakan sebagai
benih. Melihat besarnya potensi kerugian yang ditimbulkan, maka segala usaha
22
diupayakan untuk mengendalikan Colletotrichum spp (Paramita dan Sumardiyono
2014).
dilakukan oleh petani adalah dengan menggunakan fungisida, karena sampai saat
ini belum ada tanaman cabai yang tahan terhadap penyakit antraknosa. Prinsip
kimia sintetik yang mampu memicu ketahanan tanaman (Suhendro et al., 2000).
yang sangat murah, mudah, aman dan sangat efektif apabila tersedia varietas
tahan. Selain itu tidak hanya mengurangi kerugian oleh penyakit tetapi dapat
penyakit dan menghindari pencemaran lingkungan akibat dari bahan kimia yang
Ketahanan Tanaman
Tanpa memiliki sifat ketahanan maka tanaman akan mengalami penularan berat
oleh patogen. Ketahanan yang dimaksud ialah ketahanan tanaman yang dikuasai
Perkembangan gen tahan pada tanaman merupakan hasil koevolusi antara inang
benih yang unggul dan bermutu tinggi. Varietas tanaman dapat dikatakan tahan
menghindar atau kembali pulih dari akibat serangan hama atau penyakit pada
keadaan yang mengakibatkan kerusakan pada varietas lainnya yang tidak tahan
atau terdapat sifat-sifat genetik yang dapat mengurangi tingkat kerusakan akibat
antara lain, (1) genik yaitu sifat tahan yang diatur oleh sifat genetik yang dapat
diwariskan, (2) morfologik yaitu sifat tahan karena sifat morfologi tanaman yang
tidak menguntungkan bagi hama atau patogen, (3) kimiawi yaitu sifat tahan
antara lain, (1) ketahanan struktural yang berperan menghalangi penetrasi patogen
Ketahanan struktural pada tanaman antara lain, (1) jumlah dan kualitas
lapisan lilin serta kutikula pada permukaan sel epidermis, (2) struktur dinding sel
epidermis, (3) ukuran, kerapatan dan bentuk stomata serta lentisel, (4) ketebalan
dinding sel dalam jaringan yang akan menghambat pertumbuhan patogen (Abadi,
24
2003). Sedangkan ketahanan biokimia yaitu dengan menghasilkan senyawa yang
bersifat toksik atau yang dapat menghambat pertumbuhan patogen (Sinaga, 2000).
kombinasi sifat pertahanan diri yang dimilikinya, yaitu (1) sifat-sifat struktural
yang berfungsi sebagai penghalang fisik dan menghambat patogen yang akan
terjadi di dalam sel dan jaringan tumbuhan yang menghasilkan zat beracun bagi
tumbuhan tersebut. Kombinasi antara sifat struktural dan reaksi biokimia yang
Setiap varietas tanaman memiliki daya tahan yang berbeda - beda terhadap
serangan patogen. hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan genetik dari tiap
varietas. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), setiap varietas memiliki sifat
genetik yang berbeda akan menimbulkan tingkat ketahanan yang berbeda pula
akan sama. Ketahanan terhadap penyakit dikendalikan oleh gen - gen ketahanan
pembentukan jaringan dengan sel - sel yang berdinding gabus setelah patogen
memasuki jaringan tanaman atau adanya produksi bahan - bahan toksik di dalam
jaringan yang cukup banyak sebelum atau sesudah patogen memasuki jaringan
yang menyebabkan penyakit. Salah satu penyebab gen ketahanan tidak muncul
25
dikarenakan oleh gen ketahanan tersebut dikendalikan oleh beberapa gen minor
dan bersifat kuantitatif yang dipengaruhi oleh lingkungan (Wiratama et al., 2013).
Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh patogen sejak patogen
setiap hari sejak inokulasi patogen sampai muncul gejala pertama sebagai data
ketahanan tanaman adalah jika masa inkubasi penyakit yang semakin panjang,
maka akan berhubungan dengan tingkat ketahanan tanaman yang semakin tinggi
(Semangun, 1996).
inang dan virulensi patogen. Adanya korelasi yang kuat antara masa inkubasi dan
erat dengan tingkat ketahanan. Apabila tingkat ketahanan semakin tinggi maka
semakin rendah maka masa inkubasi akan semakin pendek (Leiva-mora et al.,
2015).
atau tingkatan suatu penyakit yang menyerang tanaman. Adanya perbedaan suatu
Pada tanaman yang rentan, patogen yang sangat agresif dan cuaca yang sangat
membantu, maka penyakit akan berkembang dengan cepat dan dalam waktu
singkat menyebar pada areal yang luas. Sebaliknya pada varietas yang tahan,
patogen tidak agresif, cuaca kurang membantu, maka penyakit akan berkembang
yaitu ketahanan tanaman inang terhadap ras patogen yang menginfeksi, keganasan
ras patogen tersebut, dan kesesuaian kondisi lingkungan (Wahyu et al., 2012).
METODE PENELITIAN
Bahan
cabai (Hiyung, Stret, Taruna, Shypon, Hot Beauty dan Belinda), tanah dan pupuk
kandang steril, pupuk NPK, air steril, alkohol 70%, isolat cendawan
Colletotrichum sp., polybag kecil, polybag besar, cling wrap, alumunium foil, tisu
steril kapas, kertas koran, kertas saring, kertas label dan media PDA.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, botol C1000,
cangkul. panci, alat sterilisasi tanah, gembor, jarum ent, oven, neraca analitik,
mikroskop, pinset, slide glass, cover glass, gelas beaker, lampu bunsen, pipet
1 faktor, terdiri dari 6 perlakuan (5 perlakuan uji dan 1 perlakuan kontrol) dengan
4 kali ulangan dan setiap ulangan digunakan 10 tanaman yaitu sebagai berikut :
Persiapan Penelitian
Sterilisasi Alat
Alat - alat dicuci dengan sabun kemudian dibilas dengan air bersih lalu keringkan.
Setelah kering, alat yang berbahan kaca seperti cawan petri, tabung reaksi dan
botol C1000 dibungkus menggunakan kertas koran. Untuk botol C1000 dan
tabung reaksi mulut botol atau tabung terlebih dahulu ditutup menggunakan
gram, agar 20 gram, dextrose atau gula 20 gram dan air 1 liter. Bersihkan kentang
dan potong - potong kentang membentuk kubus. Kemudian rebus kentang sampai
kentang tersebut empuk. Air rebusan kentang tersebut kemudian disaring dan
apabila volume hasil saringan kurang dari 1 liter, maka tambahkan air secukupnya
hingga mencapai 1 liter. Kemudian masukkan dextrose atau gula dan agar lalu
aduk hingga merata dan biarkan sampai mendidih. Setelah mendidih, masukkan
media tersebut ke dalam botol kaca kemudian tutup dengan alumunium foil dan
pada tanaman cabai, dilakukan dengan mengambil bagian tanaman cabai yaitu
lakukan sampai air steril yang ketiga dan keringkan pada tisu steril. Setelah itu,
dalam cawan petri yang berisi media PDA lalu balut dengan cling wrap.
media PDA.
Identifikasi Cendawan
Media PDA dipotong membentuk persegi atau kubus menggunakan spatula dan
diletakkan diatas slide glass. Isolat murni cendawan yang akan diidentifikasi
diambil dengan menggunakan jarum ent dan letakkan diatas media PDA
kemudian tutup dengan cover glass. Setelah itu tisu yang berada didalam cawan
petri dibasahi dengan menggunakan pipet tetes kemudian dibalut dengan cling
cendawan diambil menggunakan jarum ent dan dimasukkan ke dalam media PDA
yang baru.
beberapa varietas yang ditentukan. Setelah itu, sterilkan tanah yang dimasukkan
ke dalam alat sterilisasi dengan cara dikukus dan diletakkan kentang pada bagian
tengah sebagai indikator untuk menentukan media tanam sudah matang atau
31
belum. Sterilisasi ini dilakukan selama ±3 - 4 jam dan dilakukan sebanyak 2 kali
kecil dengan ukuran 5 x 10 cm untuk persemaian cabai. Saat tanaman cabai sudah
(Ariny, 2009).
Pelaksanaan Penelitian
berumur ± 7 hari, media PDA disiram aquades dan konidia diambil dari cawan.
Pemeliharaan
gulma. Penyiraman dilakukan secara rutin sehari dua kali. Pemupukan dilakukan
gulma dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh disekitar pertanaman.
32
Pengamatan
penyakit antraknosa. Pada pengamatan masa inkubasi yaitu lama inkubasi yang
dihitung sampai timbul gejala awal yang terlihat. Pada pengamatan kejadian
mengamati buah cabai yang terserang di bagi dengan jumlah buah yang diamati
Rumus:
n
KP = x 100%
N
Keterangan :
KP = kejadian penyakit
kejadian penyakit :
Agrios, G.N. 1988. Plant Pathology. 3rd ed. Academic Press Inc. San Diego,
California.
Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Ed-3 Munzir Busnia, penerjemah.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Terjemahan dari : Plant
Pathology.
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology Fourth Edition. Academic Press. University
of Florida.
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. Elsevier Academic Press. USA.
Alviana, V.F., & A.D. Susila. 2009. Optimasi Dosis Pemupukan Pada Budidaya
Cabai (Capsicum annuum L.) Menggunakan Irigasi Tetes dan Mulsa
polyethylene. J Agron Indonesia. 37 (1) : 28-33.
Ariny, F. 2009. Efektivitas Seresah Daun Jati (Tectonia grandis L.) dan Inokulum
Mikoriza Vesicular Arbuskular (MVA) Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogea L. Merr) yang
Ditanam pada Tanah Berkapur. Skripsi. Universitas Negeri Surabaya.
Surabaya.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan
Semusim. BPS RI.
Booth S. 1985. The Genus Fusarium. England. The Lavenham Press Ltd.
Godinho, A., Ramesh. R., Bhosle, S. 2010. Studi Mengenai Bakteri Sand Dune
Sebagai Pemacu Pertumbuhan pada Tanaman Terong. JAS. 6 (5): 555-564.
Hikmah, F.N. 2018. Uji Potensi Antagonis Bakteri Endofit Bacillus cereus dan
Bacillus megaterium Terhadap Jamur Patogen Fusarium oxysporum
Penyebab Penyakit Layu Daun Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.).
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Huda, Miftahul. 2010. Pengendalian Layu Fusarium pada Tanaman Pisang (Musa
paradisiaca L.) Secara Kultur Teknis dan Hayati. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Leiva-mora, M, Capo Y.A, Suarez M.A, Martin M.C, Roque B, Mendez E.M.
2015. Components of Resistence to Assess Black Sigatoka Response in
Artificially Inoculated Musa genotypes. Revista de Protection Vegetal 30
(1): 60-69.
Lucas, G.B., C.L. Campbell, and L.T. Lucas, 1985. Introduction to Plant Disease:
Identification and Management. Avi Book. New York. 313 hlm.
Mehrotra, R.S. 1980. Plant Pathology. Tata McGraw Hill Publishing Co. Ltd.
New Delhi. 771 hlm.
Pratama, D., S. Swastika., T. Hidayat & K.B. Andri. 2017. Teknologi Budidaya
Cabai Merah. Badan Penerbit Universitas Riau UR Press. Riau.
Rahim, A., A.R. Khaeruni, dan M. Taufik. 2012. Reaksi Ketahanan Beberapa
Varietas Padi Komersial Terhadap Patotipe Xanthomonas oryzae pv.
oryzae Isolat Sulawesi Tenggara. Berkala Penelitian Agronomi 1(2): 132-
138.
Rebbeca, L., B. Larson, and B.J. Jacobsen. 2007. Biocontrol Elicited Systemic
Resistance in Sugarbeet is Salicylic Acid Independent and NPR1
Dependent. J. Sugarbeet Res. Vol. 44 Nos. 1&2.
Rukmana, R. 1996. Usaha Tani Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius.
Yogyakarta.
Seifert, K.A. dan Gams, W. 2001. The Taxonomy of Anamorphic Fungi. In the
Mycota VIIA : Systematics and Evolution. ed. D. J. McLaughlin, E. G.
McLaughlin & P. A. Lemke. Springe-Verlag, pp. Berlin. 307-347.
Soesanto, L. 2002. Penyakit Busuk Rimpang Jahe di Sentra Produksi Jahe Jawa
Tengah : 2. Intensitas dan Pola Sebaran Penyakit. Proyek Pembinaan
Kelembagaan Litbang Pertanian (ARMPII) Jawa Tengah.
Sujatmiko, B, Endang S & Rudi, H.M. 2012. Studi Ketahanan Melon (Cucumis
Melo L.) Terhadap Layu Fusarium Secara In Vitro dan Kaitannya dengan
Asam Salisilat. Ilmu Pertanian Vol. 15 No. 2 : 1-18.
Tindall, H.D. 1983. Vegetable in The Tropics. Mac Milan Press Ltd. London.
Warisno dan K. Dahana. 2010. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Winarsih, S. 2007. Pengaruh Bahan Organik pada Pertumbuhan Gliocladium
virens dan Daya Antagonisnya Terhadap Fusarium oxisporum secara In-
Vitro. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus (3) : 386-390.
I II III IV
A1 B1 D1 E4
A1
B2 C2 A2 A3
D2 E3 B3 C4
E1 A4 C1 D4
40 cm
C3 D3 E2 B4
40 cm
Keterangan : Ulangan :
A= 1 = Ulangan 1
B= 2 = Ulangan 2
41
C= 3 = Ulangan 3
D= 4 = Ulangan 4
E=