Laporan Resmi Modul 2 Kel.2 (B)
Laporan Resmi Modul 2 Kel.2 (B)
Laporan Resmi Modul 2 Kel.2 (B)
PRAKTIKUM FITOKIMIA
PENYIAPAN DAN STANDARISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK
TANAMAN SUKUN (Artocarpus altilis)
Dosen Pengampu :
LABORATORIUM
Welin Devsi Apriani FITOKIMIA
(1811102415145)
A. Judul
Penyiapan dan standarisasi simplisia dan ekstrak tanaman sukun
(Artocarpus altilis)
B. Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan pembuatan simplisia yang baik
dan dapat menjaga stabilitas, keamanan dan mempertahankan
konsistensi kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam
simplisia maupun ektrak.
C. Latar Belakang
Obat yang berasal dari bahan alam memiliki efek samping yang
lebih sedikit dibandingkan obat-obatan kimia, karena obat herbal
bersifat alamiah. Hal ini mendorong pemanfaatan tumbuhan obat
sebagai bahan baku obat. Tumbuhan obat dapat diformulasikan
menjadi suatu sediaan farmasi untuk mempermudah penggunaannya
dalam pengobatan (Yuri Pratiwi, dkk. 2017).
DASAR TEORI
a. Sortasi basah.
Tahap ini perlu dilakukan karena bahan baku simplisia harus
benar dan murni, artinya berasal dari tanaman yang merupakan bahan
baku simplisia yang dimaksud, bukan dari tanaman lain. Dalam
kaitannya dengan ini, perlu dilakukan pemisahan dan pembuangan
bahan organik asing atau tumbuhan atau bagian tumbuhan lain yang
terikut. Bahan baku simplisia juga harus bersih, artinya tidak boleh
tercampur dengan tanah, kerikil, atau pengotor lainnya (misalnya
serangga atau bagiannya).
b. Pencucian.
Pencucian sebaiknya jangan menggunakan air sungai, karena
cemarannya berat. Sebaiknya digunakan air dari mata air, sumur, atau
air ledeng (PAM). Setelah dicuci ditiriskan agar kelebihan air cucian
mengalir. Ke dalam air untuk mencuci dapat dilarutkan kalium
permanganat seperdelapan ribu, hal ini dilakukan untuk menekan
angka kuman dan dilakukan untuk pencucian rimpang
c. Perajangan.
Banyak simplisia yang memerlukan perajangan agar proses
pengeringan berlangsung lebih cepat. Perajangan dapat dilakukan
“manual” atau dengan mesin perajang singkong dengan ketebalan
yang sesuai. Apabila terlalu tebal maka proses pengeringan akan
terlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur.
Perajangan yang terlalu tipis akan berakibat rusaknya kandungan
kimia karena oksidasi atau reduksi.
d. Pengeringan.
Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia sehingga
simplisia tahan lama dalam penyimpanan. Selain itu pengeringan akan
menghindari terurainya kandungan kimia karena pengaruh enzim.
Pengeringan yang cukup akan mencegah pertumbuhan
mikroorganisme dan kapang (jamur). Simplisia sudah kering adalah
mudah meremah bila diremas atau mudah patah. Menurut
persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan sampai kadar air
tidak lebih dari 10%. Cara penetapan kadar air dilakukan menurut
yang tertera dalam Materia Medika Indonesia atau Farmakope
Indonesia. Pengeringan sebaiknya jangan di bawah sinar matahari
langsung, melainkan dengan almari pengering yang dilengkapi
dengan kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang baik. Bila
terpaksa dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari maka perlu
ditutup dengan kain hitam untuk menghindari terurainya kandungan
kimia dan debu. Agar proses pengeringan berlangsung lebih singkat
bahan harus dibuat rata dan tidak bertumpuk.
e. Sortasi kering.
Simplisia yang telah kering tersebut masih sekali lagi dilakukan
sortasi untuk memisahkan kotoran, bahan organik asing, dan simplisia
yang rusak karena sebagai akibat proses sebelumnya.
1. Alat
Bejana maserasi
Rotary Erlenmeyer
evaporator Oven
Tanur
Waterbath
Mikroskop
Timbangan
Kertas saring
analitik
Desikator
Cawan porselin Kaca obyek
Labu ukur Cawan krus
Stirer
mikropipet
2. Bahan
a) Sukun
b) Asam klorida
c) Etanol
d) Metanol
e) Aquadest
f) Kloroform
B. PROSEDUR KERJA
b) Sortasi basah
3. Pengujian organoleptik
4. Pengujian mikroskopik
a) Pada kromatogram
A. HASIL
1. Pengumpulan Sampel
Tabel 4 Kadar Abu Total dan Abu Tidak Larut Asam Simplisia dan Ekstrak
Daun Sukun
Parameter abu Kadar abu (%)
Simplisia Ekstrak
Abu Total 10,3 3,3
Abu Larut asam 9,1 0,7
BAB V
PEMBAHASAN
KESIMPULAN