Septya Florensa - Lp&Askep GGK Dirg - HD
Septya Florensa - Lp&Askep GGK Dirg - HD
Septya Florensa - Lp&Askep GGK Dirg - HD
Disusun oleh :
SEPTYA FLORENSA
( 2017.C.09a.0910)
Rimba Aprianti,S.Kep.,Ners.
LEMBAR PENGESAHAN
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................2
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................3
KATA PENGANTAR............................................................................................4
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................6
1.1 Latar Belakang..................................................................................................6
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................7
1.3 Tujuan ..............................................................................................................7
1.4 Manfaat..............................................................................................................7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................9
2.1 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronis....................................................................9
2.1.1 Defini..............................................................................................................9
2.1.2 Anatomi Fisiologi...........................................................................................9
2.1.3 Etiologi..........................................................................................................12
2.1.4 Klasifikasi.....................................................................................................12
2.1.5 Patofisiologi..................................................................................................13
2.1.6 Manisfestasi Klinis........................................................................................15
2.1.7 Komplikasi....................................................................................................15
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang................................................................................16
2.1.9 Penatalaksanaan Medis.................................................................................17
2.2 Hemodialisa....................................................................................................19
2.3 Manajemen Keperawatan................................................................................25
2.3.1 Pengkajian.....................................................................................................25
2.3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................27
2.3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................27
2.2.4 Implementasi Keperawatan...........................................................................31
2.2.5 Evaluasi Keperawatan...................................................................................31
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................32
3.1 Pengkajian keperawatan.......................................................................................
3.2 Diagnosa keperawatan.........................................................................................
3.3 Intervensi keperawatan.........................................................................................
3.4 Implementasi keperawatan...................................................................................
3.5 Evaluasi keperawatan..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
SAP............................................................................................................................
LEAFLET..................................................................................................................
JURNAL....................................................................................................................
LEMBAR KONSUL.................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata berbentuk mirip kacang,
sebagai bagian dari system urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran(terutama
urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin.
Progresivitas penurunan fungsi ginjal berbeda-beda, yaitu dapat berkembang cepat
atau lambat. Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
adanya kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan structural
atau fungsional dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dengan etiologi yang
bermacam-macam, disertai kelainan komposisi darah atau urin dan kelainan
dalam tes pencitraan. Secara laboratorik dinyatakan penyakit ginjal kronik apabila
hasil pemeriksaan klirens kreatinin <15 mg/dl. (Prima Astiawati, 2011).
Penderita acute kidney injury di Indonesia, menurut Suhardjono (2013),
jumlahnya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan masyarakat Amerika
Serikat, sekitar 1200 per 1 juta penduduk. Beberapa laporan dunia menunjukkan
insidens AKI yang bervariasi antara 0,5-0,9% pada komunitas, 0,718% pada
pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 20% pada pasien yang dirawat di unit
perawatan intensif (ICU), dengan angka kematian yang dilaporkan dari seluruh
dunia berkisar 25% hingga 80% (Robert Sinto, 2012).
Keadaan yang menimbulkan terjadinya kerusakan ginjal biasanya
menghasilkan gejala-gejala serius yang tidak berhubungan dengan ginjal. Sebagai
contoh, demam tinggi, syok, kegagalan jantung dan kegagalan hati, bisa terjadi
sebelum kegagalan ginjal dan bisa lebih serius dibandingkan gejala gagal ginjal.
Setelah penyebabnya ditemukan, tujuan pengobatan adalah untuk
mengembalikan fungsi ginjal biasanya. Masukan Jumlah cairan sangat dibatasi
tergantung dari seberapa banyak urine yang dapat dihasilkan oleh ginjal.Makanan
juga harus dipilih jangan sampai meracuni ginjal, protein harus dikurangi sampai
batas tertentu ,rendah garam dan potasium, untuk karbohidrat dapat lebih leluasa
diberikan. Dialisis mungkin diperlukan sebagai tatalaksana gagal ginjal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan masalah
“Bagaimana laporan pendahuluan dan penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Gagal ginjal kronik dan akut di ruang Hemodialisa?”.
1.3 Tujuan Umum
Tujuan umum penyusunan dan penulisan laporan studi kasus adalah untuk
menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan dengan diagnosa
medis Gagal ginjal kronik dan akut di ruang Hemodialisa.
1.3.1 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan diagnosa medis
Gagal ginjal kronik dan akut.
1.3.2.2 Menegakkan diagnosa keperawatan klien dengan diagnosa medis Gagal
ginjal kronik dan akut.
1.3.2.3 Membuat intervensi keperawatan pada klien dengan diagnosa medis
Gagal ginjal kronik dan akut dengan diagnosa keperawatan.
1.3.2.4 Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis
Gagal ginjal kronik dan akut.
1.3.2.5 Melakukan evaluasi pada klien dengan diagnosa medis Gagal ginjal
kronik dan akut.
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Secara teoritis, penulisan ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan
pemikiran mau pun sebagai rujukan referensi bagi para perawat dalam
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Gagal
ginjal kronik dan akut.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Profesi Keperawatan
Laporan ini dapat memberi tambahan informasi tentang asuhan
keperawatan dasar manusia pada klien dengan diagnosa medis Gagal
ginjal kronik dan akut. Dalam melakukan Asuhan Keperawatan yang
paling penting adalah membina hubungan saling percaya dengan klien.
1.4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan bacaan ilmiah, serta menjadi
bahan atau dasar bagi mereka yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
1.4.2.3 Bagi Puskesmas atau RS
Dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan yang ada di rumah
sakit untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya
pada klien dengan diagnosa medis Gagal ginjal kronik dan akut.
1.4.2.4 Mahasiswa
Hasil laporan asuhan keperawatan ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan serta untuk memperoleh pengalaman dalam penerapan
asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Gagal ginjal kronik dan akut.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronis
2.1.1 Defini
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Muttaqin, Arif, 2011).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Kumala Sari, 2011).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Adeera Levin, 2012).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah destruksi struktur ginjal yang
progresif dan terus menerus yang berakibat fatal dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
2.1.2.1 Anatomi
Manusia memiliki sepasang ginjal. Dua ginjal terletak pada dinding
posterior abdomen, diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan
daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan
limfatik, suplai saraf, dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke
kandung kemih, tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh
kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh.Posisi
ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri karena ginjal kanan
tertekan oleh organ hati.Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3,
sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan dua belas.
Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang
polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk
urine.Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma
ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap.
Dibawah ini terdapat gambar tentang anatomi fisiologi ginjal
Anatomi Ginjal
(Sumber: Smeltzer, 2012:1365)
Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang
polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk
urine.Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma
ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.
2.1.2.2 Fisiologi
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi
vital yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal
melakukan fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan
memisahkan zat filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada
kebutuhan tubuh. Kemudian zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan
dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh akan
dikeluarka melalui urine.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan
bagian dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu
filtrasi di glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus.
Dibawah ini adalah gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur
glomerulus dan tubulus serta perannya dalam pembentukan urine.
Hipertrofi Nefron
GFR <10%
Beberapa pasien berfikir, jarum adalah bagian paling menakutkan dari cuci
darah. Kebanyakan pasien baru akan terbiasa dengannya setelah beberapa kali
menjalani cuci darah. Bila pasien merasa acara penusukan terasa sangat
menyakitkan, krim anestesi ataupun spray bisa digunakan untuk mengurangi rasa
sakit tersebut. Kebanyakan unit renal menggunakan dua jarum untuk memasukkan
dan mengeluarakan darah. Memang ada juga jarum khusus yang bisa digunakan
dengan dua bukaan, tapi jarum ini dianggap kurang efisien dan memerlukan
waktu yang lebih lama.
2.2.3 Proses Hemodialisa
Hemodialisa dilakukan dengan alat yang disebut dialyzer. Mesin akan
memompa darah kita keluar dari tubuh secara sedikit demi sedikit untuk
kemudian dicuci dalam dialyzer ini. Dialyzer merupakan alat seperti filter dengan
ribuan serat halus yang akan menyaring semua zat berbahaya, cairan dan elektrolit
berlebih. Di dalam dialyzer terdapat cairan khusus yang disebut dialysate yang
mengandung cairan dan formula khusus yang berfungsi menyerap zat yang tidak
perlu dan menambahkan zat atau mineral atau elektrolit yang kurang. Komposisi
dialysate dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan cairan dan darah anda saat
melakukan hemodialisa. Karena itulah setiap kali akan melakukan hemodialisa
anda akan melalui pemeriksaan darah terlebih dahulu dulu untuk melihat
komposisi elektrolit dan berbagai komponen kimia darah dalam tubuh saat itu.
Setelah selesai disaring, maka darah yang sudah bersih akan dipompa kembali ke
dalam tubuh. Proses ini akan diulang berkali-kali hingga seluruh darah berhasil
disaring.
2.2.4 Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
1) Perawatan sebelum hemodialisa
1. Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
2. Kran air dibuka
3. Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk
kelubang atau saluran pembuangan
4. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
5. Hidupkan mesin
6. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
7. Matikan mesin hemodialisis
8. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
9. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis
10. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
2) Menyiapkan sirkulasi darah
1. Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
2. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah)
diatas dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
3. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
4. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer
dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
5. Set infus ke botol NaCl 0,9% – 500 cc
6. Hubungkan set infus ke slang arteri
7. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu
diklem.
8. Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set”
di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
9. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
10. Buka klem dari infus set ABL, VBL
11. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit,
kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
12. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
13. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara
dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara
(tekanan lebih dari 200 mmHg).
14. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500
cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
15. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
16. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
17. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20
menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
18. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan
“outlet” di bawah.
19. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit,
siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
3) Persiapan pasien
1. Menimbang berat badan
2. Mengatur posisi pasien
3. Observasi keadaan umum
4. Observasi tanda-tanda vital
5. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
1) Dengan interval A-V shunt / fistula simino
2) Dengan external A-V shunt / schungula
3) Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
2.2.5 Komplikasi
1) Ketidakseimbangan cairan
1. Hipervolemia
2. Ultrafiltrasi
3. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
4. Hipovolemia
5. Hipotensi
6. Hipertensi
7. Sindrom disequilibrium dialysis
2) Ketidakseimbangan Elektrolit
1. Natrium serum
2. bKalium
3. Bikarbonat
4. Kalsium
5. Fosfor
a. Magnesium
3) Infeksi
4) Perdarahan dan Heparinisasi
5) Troubleshooting
1. Masalah-masalah peralatan
2. Aliran dialisat
3. Konsentrat Dialisat
4. Suhu
5. Aliran Darah
6. Kebocoran Darah
7. Emboli Udara
6) Akses ke sirkulasi
1. Fistula Arteriovenosa
2. Ototandur
3. Tandur Sintetik
4. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
2.3 Manajemen Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan
identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis
kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Kronik dapat
menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun, khususnya bagi orang
yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan pada
umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang
didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-sedikit.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama
pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama
keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine
output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti
pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas,
cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya
riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat
pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada
ginjal.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan
yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk
dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan
jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom
akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering
didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan
menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan
kussmaul.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi
sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal
akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan
usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1.
3) B3 (Brain)
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko
kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala,
penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama
pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
4) B4 (Bladder)
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan
frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada
periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan
jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi
glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine
menjadi lebih pekat/gelap.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik,
yaitu:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder
terhadap gagal ginjal.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan
diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
2.3.3 Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan, berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Pengeluaran urine normal
b. tidak ada edema
c. TTV dalam rentang normal
d. Natrium serum dalam rentang normal
Intervensi Rasional
a. Kaji status cairan : a. Pengkajian merupakan dasar
1) Timbang berat badan harian dan data dasar berkelanjutan
2) Keseimbangan masukan dan untuk memantau perubahan
haluaran dan mengevaluasi intervensi
3) Turgor kulit dan adanya b. Perubahan ini menunjukkan
oedema kebutuhan dialisa segera.
4) Distensi vena leher c. Pembatasan cairan akan
5) Tekanan darah, denyut dan menentukan berat badan ideal,
irama nadi haluaran urine dan respons
b. Pantau kreatinin dan BUN serum terhadap terapi.
c. Batasi masukan cairan d. Pemahaman meningkatkan
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga kerjasama pasien dan keluarga
rasional pembatasan dalam pembatasan cairan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Berdasarkan tanggal praktek 12 November 2020 pengkajian yang dilakukan
pada tanggal, 12 November 2020 pukul 10.00 WIB bertempat di ruang
Hemodialisa.
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl.Bukit indah, Palangka Raya
Tgl MRS :10 November 2020
Diagnosa Medis :CKD ON HD
B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN PRE HD
1. Keluhan Utama /Alasan HD :
Pasien mengatakan sesak nafas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 10 November 2020 klien mengeluh sesak nafas dan
bengkak dikedua kakinya. Ny. S juga mengatakan bahwa sudah
menjalani terapi hemodialisa dari bulan Oktober lalu dan
mendapatkan jadwal terapi 2 kali seminggu yaitu Selasa dan Jumat
sore. Saat pengkajian diruang HD pasien masih mengeluh sesak nafas
dan masih bengkak pada kedua kakinya. Pada hasil Lab : Ureum: 170
mg/dl, Creatinin: 7,65 mg/dl. Hasil TTV didapatkan TD: 140/80
mmHg, N: 90x/menit, S: 36,5˚C, RR: 29x/menit.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Ny. S mengatakan bahwa ia mempunyai riwayat penyakit hipertensi
sejak lama dan gagal ginjal kronik sejak bulan Oktober lalu.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Didalam keluarga ada ibu yang juga seorang penderita DM
GENOGRAM KELUARGA : Ket.
= laki-laki
= perempuan
= pasien
------ = tinggal serumah
= hubungan keluarga
C. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaaan pasien tampak sakit sedang, pasien tampak lemas, klien
tampak sesak 29x/menit terpasang O2 nasal kanul 4 lpm, terpasang
stopper, kesadaran pasien composmenthis GCS: 15, posisi pasien semi
fowler, dan terpasang selang dialiser.
Tanda-tanda Vital :
Didapatkan hasil pemeriksaan sebagai berikut: Suhu/T:36,50C
Axilla, Nadi/HR :90x/mt, Pernapasan/RR: 29x/tm, Tekanan
Darah/BP: 140/80mm Hg, BB Pre HD: 60 kg
Masalah Keperawatan : Pola Nafas Tidak Efektif
Hipervolemia
D. INTRA HD
Suhu/ T:36,50C Axilla, Nadi/HR:90x/menit, Pernapasan/RR: 29x/menit,
Tekanan Darah/BP: 150/70mm Hg, Keluhan selama HD: Pasien mengeluh
sesak nafas dan bengkak dikedua kaki, Nutrisi: Baik, Jenis Makanan
:Bubur, Jumlah: 1 porsi, Jenis Minuman: Air mineral, Jumlah:± 300 cc
Catatan Lain :
Terdapat edema pada kedua esktermitas bawah.
Masalah Keperawatan: Hipervolemia
Pola napas tidak efektif
Jam UF Removed QB Vital Sign Setting Mesin
08.50 0,77 250 140/80mmHg Time: 4 Jam
90x/menit
09.00 0,81 250 150/80mmHg UF Goal: 3000 L
91x/menit
12.00 0,85 200 150/80mmHg UF Rate: 0,85 L
90x/menit
Heparin: 5000 .iu
E. Post HD
1. Keadaan Umum :
Kesadaran pasien composmenthis, tampak sedikit sesak pada pasien,
pasien tampak lemas saat ingin berjalan dan pasien dibantu keluarga,
tampak berkuran edema pada kedua ekstermitas bawah, konjugtiva
anemis, terpasang stopper dan terpasang nasal kanul 4 lpm.
Masalah Keperawatan : Intoleransi aktivitas
Hipervolemia
2. Tanda-tanda Vital :
Suhu/T: 36,50C Axilla, Nadi/HR: 90x/mt, Pernapasan/RR :
29x/tm, Tekanan Darah/BP: 150/80mm Hg, BB Post HD: 57 kg,
Jumlah cairan yang dikeluarkan : 500 ml
D. Perencanaan Pulang (Discharge Planning) :
1. Obat-obatan yang disarankan/ dibawa pulang:
Tidak ada obat-obatan yang dibawa pulang (pasien merupakan pasien
rawat inap dan dirawat di ruang B).
2. Makanan/ Minuman yang dianjurkan (jumlah):
Pasien disarankan untuk mengurangi mengkonsumsi cairannya sesuai
dengan banyaknya produksi urin saja.
3. Rencana HD/ Kontrol selanjutnya:
Pasien menjalani hemodialisa satu kali dalam seminggu dan terjadwal
setiap hari Rabu, jadi pasien akan datang kembali pada hari rabu.
4. Catatan lain:
Tidak ada catatan lain
5. Data Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 12 November 2020
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
Glukosa sewaktu 166 mg/dl <200
Ureum 170 mg/dl 21-53
Creatinin 7,65 mg/dl 0,7-1,5
WBC 10 10^3/ul 4.50-11.00
HGB 11,5 g/dL 10.5-18.0
PLT 247 10^3/ul 150-400
Terapi obat pada tanggal 12 November 2020
Nama Obat Dosis Rute Indikasi
Inj. Furosemide 3 x 20 IV Adalah obat golongan diuretik
mg yang bermanfaat untuk
mengeluarkan kelebihan cairan
dari dalam tubuh melalui urine
Amlodipine 1 x 10 Adalah obat yang digunakan
mg untuk penurunan tekanan darah
Asam Folat 3 x 1 mg Po Adalah bentuk vitamin B
kompleks yang larut dalam air.
Zat ini diperlukan dalam
pembangunan tubuh karena
bersifat multi fungsi, mulai
dari membantu proses produksi
DNA hingga pembentukan sel
darah merah.
Candesartan 1 x 8 mg Adalah obat penghambat
resptor angiontenin II (ARB)
yang bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah.
Septya Florensa
ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
PRE HD Retensi Na Pola napas tidak
DS : Klien mengatakan efektif
sesak nafas
DO : Tekanan kapiler naik
1. Klien tampak sesak
2. Nafas klien tampak tidak
teratur Beban jantung naik
3. Klien berbaring dengan
posisi semi fowler
4. Tidak terdengar suara Tekanan vena pulmonalis
nafas tambahan
5. Tipe pernafasan dada dan
perut Kapiler paru naik
6. Suara nafas vesikuler
7. Terpasang O2 nasal kanul
4 lpm Edema
8. Konjungtiva tampak
anemis
9. Hasil pemeriksaan 12 Pola nafas tidak efektif
November 2020 Ureum :
170 mg/dL
10.TTV
- Pre HD
TD : 140/80 mmHg
N : 90 x/menit
R : 29 x/menit
S : 36,5oC
INTRA HD
DS : Klien mengatakan
sesak nafas mulai berkurang
DO :
1. Tampak sesak klien
berkurang
2. Klien berbaring dengan
posisi semi fowler
3. Tipe pernafasan dada dan
perut
4. Suara nafas vesikuler
5. Terpasang O2 nasal kanul
4 lpm
6. TTV
- Pre HD
TD : 150/70 mmHg
N : 90 x/menit
R : 29 x/menit
S : 36,5oC
PRIORITAS MASALAH
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas,
dibuktikan dengan klien tampak sesak, nafas klien tampak tidak teratur,
berbaring dengan posisi semi fowler, tidak terdengar suara nafas tambahan,
tipe pernafasan dada dan perut, suara nafas vesikuler, konjungtiva tampak
anemis, hasil pemeriksaan lab 12 November 2020 Ureum: 170 mg/dL,
terpasang O2 nasal kanul 4 lpm, dan TTV Pre HD: TD : 140/80 mmHg; N : 90
x/menit; R : 29 x/menit; S : 36,5oC.
2. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi dibuktikan
dengan klien mengatakan bengkak pada kedua kaki, edema pada kedua
esktermitas bawah, BB sebelum HD 60 kg, terpasang stopper, klien terbaring
posisi semi fowler, hasil pemeriksaan lab 12 November 2020 Ureum: 170
mg/dL, terpasang O2 nasal kanul 4 lpm, dan TTV Pre HD: TD : 140/80
mmHg; N : 90 x/menit; R : 29 x/menit; S : 36,5oC.
3. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan
Pasien mengatakan merasa lemah saat ingin berjalan, Kesadaran
Composmenthis total GCS 15, Pasien tampak lemas, Edema pada kedua
esktermitas bawah, aktivitas masih dibantu keluarga, Post HD: TD : 150/80
mmHg; N : 90 x/menit; R : 29 x/menit; S : 36,5oC.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake dan output 1. Mengetahui seberapa besar
dengan gangguan mekanisme keperawatan selama 1x7 jam, keseimbangan intake dan
regulasi diharapkan kelebihan volume output klien. Kelebihan
cairan dapat teratasi dengan
volume cairan salah satu
kriteria hasil :
1. Edema berkurang (derajat I penyebab karena
dengan kedalaman 1 – 3 mm) ketidakseimbangan intake
2. Tidak adanya pitting edema dan output.
berkurang 2. Monitor berat badan 2. Untuk mengumpulkan dan
3. Balance cairan seimbang sebelum dan sesudah menganalisis data pasien
dianalisis. untuk mengatur
keseimbangan cairan.
3. Batasi asupan cairan dan 3. Untuk mengurangi terjadinya
garam penumpukan cairan .
4. Ajarkan cara membatasi 4. Agar mengetahui cara
cairan membatasi cairan
5. Kolaborasi pemberian 5. Diuretik berfungsi untuk
diuretik. mengurangi kelebihan
volume cairan di dalam
tubuh.
Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi gangguan 1. Untuk membantu fungsi tubuh
dengan kelemahan keperawatan selama 3x7 jam, fungsi tubuh yang yang mengalami kelelahan
diharapkan kelemahan klien mengakibatkan kelelahan
teratasi dengan kriteria hasil :
2. Monitor pola jam tidur 2. untuk mengetahui dan
1. Kemudahan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari mengumpul data pasien untuk
2. Lelah berkurang dianalisis.
3. Dispnea setelah aktivitas 3. Sediakan lingkungan 3. Agar meningkatkan kenyaman
berkurang nyaman dan rendah klien
stimulus
4. Anjurkan melalukan 4. Untuk mencegah terjadinya
aktivitas secara bertahap kontrafraktur saat melakukan
aktivitas
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
DISUSUN OLEH:
SEPTYA FLORENSA
(2017.C.09a.0910)
Keterangan:
:Peserta
:Fasilitator
ABSTRAK
Gagal ginjal kronik merupakan masalah kesehatan dunia dengan peningkatan insidensi, prevalensi
serta tingkat morbiditas. Faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, merokok, penggunaan obat
analgetik, NSAID, dan penggunaan minuman berenergi berpengaruh terhadap terjadinya gagal
ginjal kronik (GGK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko
dengan kejadian gagal ginjal kronik di RSUD Wates Kulon Progo. Jenis penelitian ini merupakan
penelitian observasional analitik case control. Kelompok kasus adalah pasien gagal ginjal kronik
yang melakukan hemodialisis. Kelompok kontrol adalah pasien yang melakukan rawat inap tidak
terdiagnosis gagal ginjal kronik. Data diperoleh melalui wawancara dan rekam medik. Data primer
diperoleh melalui wawancara meliputi riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit keluarga,
kebiasaan merokok, konsumsi minuman suplemen energi serta penggunaan obat analgetika dan
OAINS. Data sekunder diperoleh dari bagian rekam medik RSUD Wates Kulon Progo meliputi data
usia dan jenis kelamin. Data dianalisis dengan tabel 2 x 2 chi-square. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan kejadian GGK (OR=2,033, p<0,05,
Cl=1,028-4,023). Usia berhubungan dengan kejadian GGK (OR=2,235, P<0,05, Cl=1,139-4,385).
Riwayat penyakit faktor risiko gagal ginjal kronik berhubungan dengan kejadian GGK (OR=2,667,
p<0,05, Cl=1,075-6,613). Riwayat penyakit faktor risiko diabetes melitus berhubungan dengan
kejadian GGK (OR=5,395, p<0,05, Cl=2,254-12,916). Riwayat penyakit faktor risiko hipertensi
berhubungan dengan kejadian GGK (OR=4,044, p<0,05, Cl=1,977-8,271). Riwayat penggunaan
obat analgetika, NSAID berhubungan dengan kejadian GGK (OR=0,160, p<0,05., Cl=0,074-
0,347). Riwayat merokok berhubungan dengan kejadian GGK (OR=1,987, p<0,05, Cl=1,017-
3,884). Riwayat penggunaan minuman suplemen energi berhubungan dengan kejadian GGK
(OR=0,450, p<0,05, Cl=0,230-0,880).
ABSTRACT
Chronic renal failure was a global health problem with the increasing incidence, prevalence and
morbidity. Risk factors such as hypertension, diabetes, smoking, used of analgetic drug, NSAIDs
and the consumption of energi drinks affect the occurrence of chronic renal failure (CRF). This
study was aimed to know the relationship between the risk factors with the incidence of chronic
renal failure at RSUD Wates Kulon Progo. This study used observational analytic case-control
study. Group of case cosisted ofchronic renal failure patients who had hemodialysis. The control
group consisted of patients diagnosed with chronic renal failure. Data was collected from the
interviews and medical record. The primary data were obtained through indepth interview include
past history, family history, smoking habits, consumption of energi supplements drink and used
analgesic drugs and NSAIDs.Secondary data were obtained from patients medical record includes
data on age and gender. Data analysis was using the 2 x 2 table and analyzed with chi square.
Based on the research results show that gender was associated with incidenceof CRF (OR=2,033,
p<0,05, Cl=1,028-4,023). Age wasassociated with incidenceof CRF (OR=2,235, P<0,05,
Cl=1,139-4,385). History of risk factor disease for chronic renal failure was associated with
incidence of CRF (OR=2,667, p>0,05, Cl = 1,075-6,613). History of risk factor diabetes mellitus
disease for chronic renal failure was associated with incidence of CRF (OR=4,148, p<0,05,
Cl=1,105-5,561). History of risk factor hypertension disease for chronic renal failure was
associated with incidence of CRF (OR=3,250, p<0,05, Cl=1,623-6,507). History used of analgetic
drug, NSAIDswas associated with incidence of CRF (OR=0,160, p<0,05, Cl=0,074-0,347). The
smoking history was associated with incidenceof CRF (OR=1,987, p<0,05, Cl=1,017-3,884). The
history of used energi supplement drink was associated with incidenceof CRF (OR= 0,450, p<0,05,
Cl=0,230-0,880.
Keywords: Risk Factors, Chronic Renal Failure (CRF)
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal METODE PENELITIAN
ginjal yang bersifat progresif dan lambat, dan Desain penelitian ini adalah penelitian observasi
biasanya berlangsung selama satu tahun. Ginjal analitik dengan pendekatan case control dengan
kehilangan kemampuan untuk mempertahankan penelusuran riwayat pasien apakah ada hubungan
volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan antara faktor risiko gagal ginjal kronik dengan
asupan makanan normal (Price and Wilson, 2006). kejadian gagal ginjal kronik pada pasien penderita
Angka kejadian penderita gagal ginjal kronik di gagal ginjal kronik di unit hemodialisis RSUD
Indonesia sampai sekarang belum ada data yang Wates, Kulon Progo. Sampel kasus dalam penelitian
akurat dan lengkap, namun diperkirakan penderita adalah pasien yang terdiagnosis mengalami gagal
gagal ginjal kronik kurang lebih 50 orang per satu ginjal kronik yang diketahui melalui rekam medik
juta penduduk (Suhardjono et al, 2001). Umumnya dan wawancara serta pasien tersebut rutin melakukan
GGK disebabkan oleh penyakit ginjal intrinsik difus hemodialisis di RSUD Wates Kulon Progo pada
dan menahun. Glomerulonefritis, hipertensi esensial, periode bulan Juni 2014. Sampel kontrol adalah
dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering pasien rawat inap di RSUD Wates, Kulon Progo pada
dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60% (Sukandar, bulan Juni 2014 yang tidak terdiagnosis gagal ginjal
2006). Selain itu juga faktor-faktor yang diduga kronik yang diketahui melalui rekam medik dan
berhubungan dengan meningkatnya kejadian gagal wawancara.
ginjal kronik antara lain merokok (Ejerbald et al,
2004), penggunaan obat analgetik dan OAINS (Fored Kriteria inklusi subyek pada penelitian adalah a)
et al, 2003 ; Levey et al, 2003), hipertensi (Price & orang Indonesia, b) usia 15–75 tahun, c) bersedia
Wilson, 2006), dan minuman suplemen berenergi menjadi responden dan kooperatif, d) pasien rawat
(Hidayati, 2008). jalan di poliklinik RSUD Wates, Kulon Progo pada
Gagal ginjal dapat disebabkan karena usia, jenis periode penelitian, dan e) pasien gagal ginjal kronik
kelamin, dan riwayat penyakit seperti diabetes, di unit hemodialisis RSUD Wates, Kulon Progo
hipertensi maupun penyakit gangguan metabolik lain selama menjalani hemodialisis pada periode
yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. penelitian. Kriteria eksklusi adalah a) riwayat
Selain itu, penyalahgunaan penggunaan obat-obat transplantasi ginjal, b) tidak bersedia menjadi
analgetik dan OAINS baik secara bebas maupun yang responden, dan c) pasien dengan data rekam medik
diresepkan dokter selama bertahun-tahun dapat tidak lengkap.
memicu risiko nekrosis papiler dan gagal ginjal
kronik. Kebiasaan merokok dan penggunaan Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus
minuman suplemen energi juga dapat menjadi penentuan besar sampel untuk pengujian hipotesis
penyebab terjadinya gagal ginjal. Oleh karena itu terhadap odds ratio. Total jumlah pengambilan data
perlu dilakukan penelitian tentang Faktor Risiko sebanyak 144 sampel. Analisis data menggunakan
Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisis RSUD program SPSS (Statistical Product and Service
Wates, Kulon Progo. Tujuan penelitian ini untuk Solution) dengan tabel 2 x 2 dan dianalisis dengan
mengetahui apakah hubungan dan besar odds ratio chi-square untuk mengetahui hubungan dan odds
antara riwayat penyakit faktor risiko hipertensi, DM, ratio yang menilai hubungan antara faktor risiko
riwayat penggunaan analgetik dan OAINS, riwayat usia, jenis kelamin, riwayat penyakit hipertensi,
merokok dan riwayat penggunaan minuman riwayat penyakit DM, riwayat penggunaan obat
suplemen energi dengan kejadian GGK di RSUD analgetika, OAINS, riwayat merokok, dan riwayat
Wates, Kulon Progo. penggunaan minuman suplemen energi dengan
kejadian gagal ginjal kronik pada pasien di unit
Hemodialisis RSUD Wates, Kulon Progo.
HASIL DAN PEMBAHASAN bermakna antara jenis kelamin laki-laki dan jenis
Berdasarakan hasil penelitian diperoleh data riwayat kelamin perempuan dengan kejadian gagal ginjal
penyakit, riwayat penggunaan analgetik dan NSAID, kronik pada pasien hemodialisis. Secara klinik laki-
kebiasaan merokok, dan konsumsi minuman laki mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronik
suplemen energi seperti pada tabel I. 2 kali lebih besar daripada perempuan. Hal ini
Tabel I. Hubungan Antara Beberapa Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisis
RSUD Wates, Kulon Progo
OR
Faktor Risiko GGK Non GGK p Value
95% CI
<60 tahun 38 24 0,018 2,235
Usia
>60 tahun 34 48 1,139-4,385
- Laki-laki 50 38 0,040 2,033
Jenis Kelamin
- Perempuan 22 34 1,208-4,023
- Ya 40 17 0,000 4,044
Hipertensi
- Tidak 32 55 1,977-8,271
- Ya 29 8 0,000 5,395
DM
- Tidak 43 64 2,254-2,916
- Ya 12 40 0,000 0,160
Analgetika, OAINS
- Tidak 60 32 0,074-0,347
- Ya 47 35 0,043 1,987
Merokok
- Tidak 25 37 1,017-3,884
Minuman
Suplemen - Ya 25 39 0,019 0,450
Energi - Tidak 47 33 0,230-0,880
Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 2 Tahun 2015 318
Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik … menimbulkan iskemia glomerular. Obat analgetik dan
OAINS juga menginduksi kejadian nefritis
4. Riwayat Penyakit Diabetes Melitus interstisial yang selalu diikuti dengan
DAFTAR PUSTAKA
Ejerbald, E., Fored, C. M., Lindblad, P., Fryzek, J.,
Dickman, P. W., 2004. Association between smoking
and cronic renal failure in a nationwide population
based case control study ; J Am Soc Nephrol; 15 :
2178-85
Restu Pranandari, Woro Supadmi
Septya
Florensa