BTLS
BTLS
BTLS
PENDAHULUAN
BTLS didirikan dengan latar belakang masih tingginya tingkat kematian dan kecacatan
akibat kegawatdaruratan (Emergency Case) pada kejadian kecelakaan transportasi, industri,
rumah tangga, gejolak sosial (terorisme, konflik masyarakat, kejahatan dan kekerasan) dan
bencana yang tidak henti-hentinya melanda negeri ini. Selain itu kegawatdaruratan medis
seperti penyakit kardiovaskular, jantung, hipertensi dan stroke masih menduduki peringkat
lima besar penyebab kematian di Indonesia.
Penyebab tingginya angka kematian dan kecacatan akibat kegawatdaruratan medis tersebut
adalah tingkat keparahan, kurang memadainya peralatan, sistem yang belum memadai dan
pengetahuan penanganan penderita gawat darurat yang kurang mumpuni. Pengetahuan
penanggulangan penderita gawat darurat memegang porsi besar dalam menentukan
keberhasilan pertolongan. Pada banyak kejadian banyak penderita gawat darurat yang
justeru meninggal dunia atau mengalami kecacatan yang diakibatkan oleh kesalahan dalam
melakukan pertolongan.
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Diharapkan mahasiswa mampu melakukan pengakajian pada Basic Trauma Life
Support (BTLS)
b. Diharapkan mahsiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Basic
Trauma Life Support (BTLS)
c. Diharapkan mahasiswa mampu menyusun rencana tindakan Basic Trauma Life
Support (BTLS)
1
d. Diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan rencana tindakan Basic Trauma
Life Support (BTLS)
e. Diharapkan mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Basic Trauma Life
Support (BTLS)
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur
yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.
2
BAB II
KONSEP DASAR
BTLS (Basic Trauma Life Suport) adalah bagian awal dari ATLS (Advanced Trauma
Life Suport. Pada BTLS, dokter atau tenaga kesehatan lainnya tidak diminta untuk
memberikan tatalaksana sesuai diagnosis definitifnya tapi hanya memberikan kesempatan
bagi pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan nantinya. Intinya pada tahap ini,
dokter atau pelayan kesehatan lainnya hanya diminta membantu pasien untuk tetap hidup
atau membuat reaksi kimia C6H12O6 + 6O2 ---> 6CO2 + 6H2O tetap berlangsung.
Hal dilakukan adalah Primary Survey. Di sini dokter diminta menilai secermat mungkin
hal apa yang mengancam nyawa pasien. Beberapa nemonic yang sering membantu antara
lain:
Hal pertama yang harus diperiksa dalam penyelamatan seorang pasien. Pelayan
kesehatan diharapkan bisa memberikan distribusi oksigen dalam kurang waktu 8-
10 menit.
Assessmentnya :
Kalau pasien sadar, dia mampu berbicara dengan jelas tanpa suara tambahan. Ini
berarti laringnya mampu dilewati udara yang artinya airway is clear.
Terdapat pengecualian untuk pasien luka bakar. Kalau kita temukan jejas
3
kehitaman pada lubang hidung pasien atau lendir kehitaman yang keluar dari
hidung pasien itu mungkin disebabkan sudah terjadinya inflamasi pada saluran
pernapasan akibat inhalasi udara bersuhu tinggi. Pasien tidak langsung
menunjukan gejala obstruksi saluran nafas segera.
Kalau pasien tidak sadar maka segera lakukan penilaian Look - Listen - Feel.
Lihat gelisah atau tidak, gerakan dinding dada, dengarkan ada atau tidak suara
nafas, rasakan hembusan nafas pasien dari pipi dalam satu waktu.
Kalau terjadi obstruksi total maka akan timbul apnea biasanya disebabkan
obstruksi akibat benda asing. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain
memberikan penekanan pada dinding abdomen melalui manuver Heilmicth atau
Manuver Abdominal Trust. Kalau untuk anak kecil bisa dibantu dengan membalik
posisi anak secara vertikal agar mempermudah keluarnya benda asing. Tindakan
yang disebutkan diatas dilakukan pada pasien sadar. Sementara pada pasien tidak
sadar yang bisa dilakukan antara lain : finger sweep, abdominal trust, dan
instrumental.
Kalau terjadi obstruksi parsial maka pasien akan menunjukan tanda bunyi nafas
tambahan. Beberapa bunyi nafas itu antara lain:
4
1. Gurgling (kumur-kumur) = obstruksi akibat adanya air dalam saluran nafas.
Penanganannya melalui suction. Terdapat dua jenis suction yakni, yang elastic
dan yang rigid. Pilih saction yang rigid karena lebih mudah diarahkan. Jangan
melakukan tindakan yang berlebihan di daerah laring sehingga tidak timbul vagal
refleks.
2. Stridor (crowing) = obstruksi karena benda padat dan terjadi pada URT.
Penanganan pertama nya dengan penggunaan endotracheal tube (ETT)
5
3. Snorg (mengorok) = biasa nya obstruksi karenan lidah terlipat dan pasien dalam
keadaan tidak sadar. Penangannya yang pertama dengan membuka mulut pasien
dengan jalan; chin lift atau jaw trust. Kemudian diikuti dengan membersihkan
jalan nafas melalui finger sweep (cara ini tidak amam karena memungkinkan
trauma mekanik pada jari dokter) atau melalui bantuan instrumen.
C-spine kontrol mutlak harus dilakukan terutama pada pasien yang mengalami trauma
basis crania (Suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang tengkorak yang tebal.
Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada Duramater). Cirinya adalah keluar
darah atau cairan bercampur darah dari hidung atau telinga. C-spine kontrol dilakukan
dengan indikasi:
a. Multiple trauma
b. Terdapat jejas di daerah serviks ke atas
6
c. Penurunan kesadaran.
d. Jika semuanya gagal, maka terapi bedah menjadi pilihan terakhir.
Lihat keadaan torak pasien, ada atau tidak cyanosis, dan kalau pasien sadar maka
pasien mampu berbicara dalam satu kalimat panjang. Keadaan dada pasien yang
mengembung apalagi tidak simetris mungkin disebabkan pneuomotorak atau
pleurahemorage. Untuk membedakannya dilakukan perkusi di daerah paru. Suara
paru yang hipersonor disebabkan oleh pneumotorak sementara pada
pleurahemorage suara paru menjadi redup. Penanganan pneumotorak ini antara
lain dengan menusukan needle 14 G di daerah yang hipersonor atau pengguanan
chest tube.
7
Hal yang dapat dilakukan antara lain Resusitasi Paru, bisa dilakukan melalui :
a. Mouth to mouth
b. Mouth to mask
c. Bag to mask (Ambu bag).
b. Face mask/ rebreathing mask. Saturasi oksigen melalui face mask hanya
sebesar 35-60%.
Assessment :
8
(pemasukan cairan yang memiliki suhu lebih rendah daripada suhu tubuh
menyebabkan vasokontriksi sehingga nantinya menurunkan perfusi). Status
hidrasi pasien juga harus diukur melalui output cairannnya sehingga sering diikuti
dengan pemasangan kateter. Namun pemasangan kateter dikontraindikasikan pada
pasien yang mengalami ruptur uteri. Cirinya terdapat lebam pada perineal atau
skrotum.
Luka pasien trauma yang sering menimbulkan keadaan shock antara lain luka
pada abdomen, pelvis, tulang panjang, serta perdarahan torak yang massive.
2.1.4 Disability
Pada tahap ini dokter diharapkan menilai keadaan neurologic pasien. Status
neurologic yang dinilai melalui GCS (Glasgow Coma Scale) dan keadaan pupil
serta kecepatannya.
9
Hal yang dinilai dari GCS antara lain (E-V-M)
Eye
4. Membuka spontan
Verbal
5. Berorientasi baik
Motorik
6. Mengikuti perintah
5. Melokalisir nyeri
10
Respon pupil dinilai pada kedua mata. Jika terdapat lateralisasi maka
kemungkinan terdapat cedera kepala yang ipsilateral. Jika respon pupil lambat
maka kemungkinan terdapat cedera kepala.
Setelah semua dilakukan dan keadaan pasien menjadi stabil lakukan kembali
Secondary Survey Pelayan Kesehatan diharapkan memeriksan kembali dari
awal, anamnesis riwayat pasien, lakukan pemeriksaan neurologi yang komplit (tes
refleks, CT-scan, MRI), dan membuat diagnosis spesifik, dan lainnya.
2.2 Deskripsi
Trauma adalah penyebab kematian utama pada manusia antara usia 1 dan 44 tahun.pada
kelompok usia yang lebih tua, penyebab kematian ini hanya di lampaui oleh kanker dan
kardiovaskular. Bagaimana pun kerugian akibat trauma dalam hal kehilangan kesempatan
hidup produktif, melebihi kerugian yang ditimbulkan oleh kanker dan penyakit
kardiovaskular. Sebagai penyebab utama kematian dan kecacatan, trauma telah menjadi
masalah kesehatan dan social yang signifikan.
Kemajuan dalam bidang perawatan pasien trauma telah dicapai dalam beberapa dekade
terakhir. Pengembangan pusat-pusat pelayanan trauma telah menurunkan mortalitas dan
morbiditas diantara korban kecelakaan. Perawatan dan sarana angkutan prarumah sakit
yang semakin baik telah menyebabkan kenaikan jumlah korban kecelakaan dengan
keadaan kritis sampai ke rumah sakit dalam keadaan hidup. Akibatnya, pasien yang tiba
di unit perawatan kritis cenderung mengalami cedera serius yang menlibatkan banyak
11
organ, dan mereka sering kali membutuhkan asuhan keperawatan yang ekstensif dan
kompleks.
Orang yang mengalami cedera barat harus dikaji dengan cepat dan efisien. Kriteria dan
protokol untuk memudahkan pengkajian awal, intervensi, dan triage untuk korban
trauma telah dikembangkan oleh “American college of surgeons, committee on trauma”.
Penatalaksanaan awal sering kali menentukan hasil akhir. Fase ini dimulai pada
tempat kecelakaan dengan pengkajian cepat terhadap cedera-cedera yang
mengancam keselamatan jiwa. Setelah jalan nafas dipastikan, kemudian
pernafasan dan sirkulasi dievaluasi dan didukung. Resusitasi sirkulasi awal
termasuk kontrol terhadap hemoragi eksternal, melakukan terapi cairan intravena,
dan adakalanya pemasangan pneumatic antishock garment (PASG). Potensi
terhadap fraktur juga harus diimobilisasi sebelum dipindahkan.
12
2.3.2.2 Resusitasi
Informasi tentang pola atau mekanisme terjadinya cedera sering kali akan sangat
membantu dalam mendiagnosa kemungkinan gangguan yang diakibatkan. Trauma
tumpul terjadi pada kecelakaan kenderaan bermotor (KKB) dan jatuh, sedangkan
trauma tusuk (penetrasi) seringkali di akibatkan oleh luka tembak, atau luka
tikam. Umumnya, makin besar kecepatan yang tetrlibat di dalam suatu
kecelakaan, akan makin besar cedera yang terjadi (mis,KKB kecepatan tinggi,
peluru dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat yang sangat tinggi).
13
tabrakan. Pengendara atau penumpang yang tidak menggunakan sabuk pengaman.
Bagaimanapun akan terlempar dari mobil dan dampaknya mendapatkan cedera
tambahan. Pengendara sepeda motor mempunyai perlindungan yang minimal dan
seringkali akan menderita cedera yang parah apabila terlempar dari motor.
Perlambatan yang cepat selama KKB atau jatuh dapat menyebabkan kekuatan
yang terputus yang dapat merobek struktur tertentu. Organ-organ yang berdenyut
seperti jantung dapat terlepas dari pembuluh besar yang menahannya. Demikian
juga, organ-organ abdomen (limpa, ginjal, usus) akan terlepas dari mensenteri.
Tabel 2.1
14
Fraktur pelvic
Serangkaian gastrografin Hematoma atau laserasi
GI bagian atas Duodenal
Skan hepar/limpa radio- Cedera seplenik
Nuklida Cedera Hepatik
Pielogram intravena Cedera ginjal
Uretrogram Retrograd Cedera uretra
Sistogram retrograde Cedera kandung kemih
Tipe kedua trauma tumpul termasuk kompresi yang disebabkan oleh kekuatan
tabrakan berat. Pada kasus demikian, jantung dapat tetrhimpit diantara sternum
dan tulang belakang. Hepar, limpa, dan pancreas juga sering tertekan terhadap
tulang belakang. Cedera karena benturan seringkali menyebabkan kerusakan
internal dengan sedikit tanda-tanda trauma eksternal.
Indikasi-indikasi :
15
Penurunan : cedera kepala atau medula spinalis ; adanya alcohol dan obat-obatan.
Peningkatan : fraktur pelvik, tulang belakang lumbar atau iga bawah.
c. Hipovolemia yang tidak dapat dijelaskan pada korban trauma multiple
d. Trauma abdomen penetrasi (jika eksplorasi tidak dikasikan)
Kontraindikasi :
Prosedur :
a. Pasang kateter lavege kedalam rongga peritoneal melalui insisi 1-2 cm.
b. Coba mengespirasi cairan peritoneal.
c. Infus normal salin atau Ringer laktat dengan bantuan gaya gravitasi.
d. Ubah posisi pasien dari satu sisi kesisi yang (kecuali jika ada kontraindikasi)
e. Beriakan cairan mengalir kembali kekantung dengan bantuan gaya gravitasi.
f. Kirim spesimen ke laboratorium.
Hasil-hasil positif :
Trauma penetrasi, Luka tembak berkaitan dengan derajat kerusakan yang lebih
tinggi dari luka-luka tikaman. Peluru dapat menyebabkan luka di sekitar jaringan
dan dapat terpecah atau merubah arah di dalam tubuh, mengakibatkan
peningkatan cedera. Perdarahan internal, perforasi organ, dan fraktur kesemuanya
dapat disebabkan oleh cedera penetrasi.
16
Dengan menggunakan keterampilan pengkajian yang baik dan kewaspadaan pada
mekanisme terjadinya cedera, perawat unit keperawatan kritis dapat membantu
dalam mengidentifikasi cedera yang tidak didiagnosa di unit kegawatdaruratan.
Meskipun perawatan definitif dapat dimulai pada unit gawat darurat atau ruang
operasi. Perawatan ini sebagian besar terdiri atas perawatan yang diberiakan pada
unit rawat itensif, dan yang konstan adalah penting dalam memudahkan
penatalaksanaan masalh-masalah yang ada. Elemen penting lainnya dari
perawatan definitif termasuk evaluasi tanda-tanda serta gejala-gejala baru,
penatalaksaan terhadap kondisi-kondisi medis yang sudah ada terlebih dahulu,
identifikasi cedera yang terlewatkan selama tindakan terhadap masalah-masalah
yang mengancam jiwa.
Kurang lebih 25% dari kematian karena trauma adalah karena cedera torakik.
Banyak cedera torakik yang secara potensial mengancam jiwa, misalnya tension
atau pneumotoraks terbuka, hemotoraks massif, iga melayang (flail chest), dan
mudah, seringkali tanpa operasi besar. Jika tidak ditangani, maka akan
mengancam jiwa.
17
memadai tamponade dengan sumber pendarahan yang lebih kecil.
Intervensi pembedahan juga mungkin diperlukan dalam kasus
pneumotoraks terbuka (luka menyedot dada) atau kebocoran udara yang
tidak terkontrol.
Fraktur iga sering berkaitan dengan nyeri yang hebat. Control nyeri yang
ade kuat dapat meningkatkan ekspansi paru tanpa memerlukan ventilasi
mekanis jangka panjang. Sering diberikan analgesi parenteral,
intramuscular, atau analgesia yang dikontrol pasien. Analgetik sistemik,
bagaimanapun tidak cukup kuat untuk menghilangkan nyeri iga melayang,
18
sehingga membutuhkan metode lain untuk menghilangkan nyeri seperti
blok interkosta atau analgesia epidural.
Tabel 2.2
19
Kontusio Pulmonal adalah memar pada parenkim paru, seringkali akibat
trauma tumpul. Gangguan ini dapat tidak terdiagnosa pada foto dada awal:
bagaimanapun adanya fraktur iga atau iga melayang harus mengarah pada
dugaan kemungkinanadanya kontusio pulmonal.
Cedera pada trakea atau bronki dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau
penetrasi dan seringkali disertai dengan kerusakan pada esophagus dan
vascular. Cedera trakeobronkial yang parah mempunyai angka kematian
yang tinggi, bagaimanapun dengan bertambah baiknya perawatan dan
transportasi prarumah sakit akhir-akhir ini, maka makin banyak pasien ini
yang bertahan hidup.
20
2.4.3 Cedera Pada Jantung
21
Tabel 2.4
2.4.3.3 Tamponade
22
selalu ada, termasuk hipertensif ekstremitas atas dengan penurunan nadi
ekstremitas bawah. Cedera pada subklavia atau arteri innominata dapat
menyebabkan penurunan nadi pada ekstremitas atas.
23
2.4.3.5 Cedera pada Lambung dan Usus Halus
Cedera lambung yang signifikan jarang ditemui, namun usus halus lebih
umum mengalami cedera. Meskipun sering mengalami kerusakan oleh
trauma penetrasi. Mobilitas usus di sekitar titik tetap (seperti ligamentum
Treitz) mencetuskan terjadinya cedera dengan adanya perlambatan.
Cedera tumpul usus halus atau lambung dapat terlihat dengan adanya
darah pada aspirasi nasogastrik atau hematemesis. Cedera penetrasi
biasanya menyebabkan LPD positif. Meskipun kontusio usus ringan dapat
diatasi secara konservatif (dekompresi lambung dan menunda masukan
per oral), pembedahan biasanya diperlukan untuk memperbaiki luka-luka
penetrasi.
Pada sisi lain, getah asam lambung mengiritasi peritoneum dan dapat
menyebabkan peritonitis. Potensial komplikasi lainnya termasuk
perdarahan pascaoperasi. Hipovolemia karena “spasium ketiga” serta
timbulnya fistula atau obstruksi. Beberapa dari keadaan ini mengharuskan
adanya tindakan pembedahan tambahan. Sindrom malabsorpsi jarang
terjadi kecuali jika lebih dari 200 cm usus telah diangkat.
24
mencakup abdomen akut, peningkatan kadar amylase serum, nyeri
epigastrik yang menjalar ke punggung, mual, dan muntah-muntah.
Cedera pada kolon biasanya berkaitan dengan trauma penetrasi. Sifat dari
cedera paling sering menuntut segera dilakukannya operasi eksplorasi.
Perbaikan primer adalah tindakan pilihan untuk laserasi kolon. Kolon
mempunyai jumlah bakteri yang tinggi, tumpahnya isi kolon dapat
mencetuskan terjadinya sepsis intra-abdominal, dan pembentukan abses.
25
mungkin diperlukan serangkaian prosedur radiografi dan pembedahan
untuk menemukan dan mengalirkan abses.
Setelah limpa, hepar adalah organ abdomen yang paling umum mengalami
cedera. Baik trauma tumpul maupun trauma penetrasi dapat menyebabkan
cedera. Pada banyak kasus, baik sifat dari cedera atau LPD positif atau
skan CT digabung dengan kondisi klinis pasien akan menuntut
dilakukannya pembedahan. Cedera pada hepar juga memrlukan drainase
empedu dan darah pascaoperasi melalui drain.
26
terdiri atas splenorafi atau splenektomi. Ototransplantasi splenik, suatu
prosedur yang masih sangat baru dan controversial, terdiri atas implantasi
fragment-fragment splenik ke dalam kantung omentum.
27
lebih besar. Komplikasi lainnya termasuk perdarahan, sepsis (terutama
dengan ekstravasasi dari urine yang terinfeksi), berkembangnya fistula
uriner, dan awitan lambat hipertensi.
Perhatian utama dari perawat unit perawatan kritis adalah untuk mencegah
syok hemoragi. Transfusi multipel dan pemantauan hemodinamik
diperlukan dalam kasus hemoragi yang signifikan. Komplikasi utama lain
28
dari fraktur pelvik termasuk keterlibatan saraf pelvik dan emboli
pulmonal. Penting untuk dilakukan terapi fisik yang berkepanjangan dan
rehabilitsi yang sering.
2.4.6.1 Fraktur
Fraktur sering terjadi pada trauma tumpul, kurang jarang pada trauma
penetrasi. Manakala radiografi sudah memastikan adanya fraktur, maka
harus dilakukan stabilitasi atau perbaikan fraktur. Fiksasi internal fraktur
sering memungkinkan ambulasi dini pada pasien dengan cedera multipel
yang mungkin akan mengalami komplikasi akibat tirah baring
berkepanjangan (ulkus dekubitus, emboli pulmonal, penyusutan otot).
29
ankle-brakial (ABI) seringkali berguna dalam mendeteksi perkembangan
oklusi setelah trauma ekstremitas bawah. Penurunan ABI menunjukan
peningkatan gradient tekanan yang menembus pembuluh. Metode ini
memberikan data yang lebih objektif ketimbang hanya meraba nadi.
Perawat juga harus memperhatikan perkembangan sindrom kompartemen.
Trauma torak sering ditemukan, sekitar 25% dan penderita multi-trauma ada
komponen trauma toraks. 90% pada penderita dengan trauma toraks ini dapat
diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter rumah sakit (atau paramedic
dilapangan), sehingga hanya 10% yang memerlukan operasi.
a. Inspeksi
Pemeriksaan paru dilakukan dengan melihat adanya jejas pada kedua sisi
dada,serta ekspansi kedua paru simektris atau tidak
b. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan kedua tangan memegang kedua sisi dada.Nilai
peranjakan kedua sisi dada penderita apakah teraba simektris atau tidak oleh
kedua tangan pemeriksa.
c. Perkusi
Dengan mengetukan jari tengah terhadap jari tengah yang lain yang diletakan
mendatar di atas dada.Pada daerah paru berbunyi sonor,pada daerah jantung
berbunyi redup (dull),sedangkan diatas lambung (dan usus) berbunyi
timpani.Pada keadaan pnuemothorax akan berbunyi hipersonor,berbeda
dengan bagian paru yang lain.Pada keadaan hemotorak akan berbunyi redup
(dull)
d. Auskultasi
30
Auskultasi dilakukan pada 4 tempat yakni dibawah kedua klavikula,(pada
garis mid-klavikularis) ,dan pada kedua mid-aksila (kosta 4-5) bunyi nafas
harus sama kiri sama dengan kanan.
31
Terjadinya flail chest dikarnakan fraktur iga multiple pada dua atau lebih
tulang dengan dua atau lebih garis fraktur.Adanya sigmen flail chest
(segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding
dada.Pada ekspirasi segman akan menonjol keluar,pada inspirasi justru
akan masuk kedalam ini dikenal sebagai pernafasan paradogsal. Flail chest
mungkin tidak terlihat pada awalnya, karna spilnthing pada awalnya
(terbelat) dengan dinding dada.Gerkan pernafasan menjadi buruk dan torak
bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi.Palpasi gerakan
pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan
membentuk diagnosis.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25% penderita multi-trauma. Sering kali terjadi
bahwa diagnostic akan adanya cedera intra-abdomen terlambat karna:
32
2.5.4.1 Insiden
Trauma abdomen bisa disebabkan karna trauma tajam dan trauma tumpul.
Trauma tajam di Indonesia cukup sering terjadi umumnya disebabkan oleh luka
tikam, luka bacok atau luka tembak. Penderita umumnya pria dari kelompok
usia produktif. Pada luka bacok biasanya penderitanya mengalami luka-luka
ditempat lain, misalnya dikepala, dileher, dada, extremitas dan kadang-kadang
menimbulkan syok hypovolemik.
Luka tikam bisa dibedakan oleh pisau, golok, obeng, pisau lipat, kaca atau
benda-benda yang menancap.
Pada trauma tajam abdomen seharusnya kita mampu mendeteksi cedera yang
potensial pada organ-organ intra abdomen. Pemeriksaan color dubur sangat
penting pada trauma tajam abdomen dan bila ditemukan adanya darah pada
sarung tangan berarti ada cedera pada usus. Bila pada pemeriksaan tidak
ditemukan tanda dan gejala klinis yang positif kita harus hati-hati dan tetap
waspada.atau team harus melakukan resusitasi dan stabilisasi secepat mungkin.
Ada beberapa indikasi untuk melakukan pemeriksaan secara teliti pada kasus
yang kita curigai adanya trauma tumpul abdomen antara lain:
a. Perdarahan yang tidak diketahui
b. Riwayat syok
c. Adanya trauma dada mayor
d. Adanya trauma pelvis
33
e. Penderita dengan penurunan kesadaran
f. Adanya hematuri
g. Pada pemeriksaan fisik ditemukan jejas diabdomen (luka lecet, kontusio,
dan perut distensi)
h. Mekanisme trauma yang besar
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Dengan perkusi bisa kita ketahui adanya nada tympani karna dilatasi lambung
akut dikwadran kiri atas ataupun adanya perkursi redup bila ada
hemoperitoneum. Perkusi mengakibatkan pergerakan peritoneum dan
mencetuskan tanda peritonitis. Shifting dullness (adanya darah dalam
abdomen) terjadi kalau pasien dimiringkan.
Palpasi
Tujuan palpasi adalah untuk mendapatkan adanya nyeri lepas yang kadang-
kadang dalam. Dengan palpasi juga kita dapat menentukan besarnya uterus dan
usia kehamilan.
Pada dasarnya semua trauma abdomen tumpul dan dan tajam, penanganan awal
tindakan penyelamatan selalu didahulukan dan mengacu prosedur ABCDE.
Disini penolong atau tim harus melakukan resusitasi dan stabilisasi secepat
mungkin.
34
a. Airway dan breathing
Ini diatasi terlebih dahulu. Selalu ingat bahwa cedera bisa lebih dari satu
area tubuh, dan apapun yang ditemukan, ingat untuk memprioritaskan
airway dan breathing terlebih dahulu.
b. Circulation
Kebanyakan trauma abdomen tidak dapat dilakukan tindakan apa-apa pada
fase pra-RS namun terhadap syok yang menyertainya perlu penanganan
yang agresif
c. Disability
Tidak jarang trauma abdomen disertai dengan trauma kapitis. Selal periksa
tingkat kesadaran (dengan GCS) dan adanya lateralisasi (pupil anisokor
dan motorik yang lebih lemah satu sisi).
d. Apabila ditemukan usus yang menonjol keluar (eviserasi) cukup denga
menutupnya dengan kasa steril yang lembab supaya usus tidak kering.
Apabila ada benda menancap, jangan dicabut tetapi dilakukan fikasi benda
tersebut terhadap dinding perut.
Kulit manusia banyak fungsinya, antara lain menghindari terjadinya kehilangan cairan.
Apabila terjadi lka ternal maka kulit akan mengalami denaturasi protein yang ada dalam
sel, sehingga kehilangan fungsinya,kematian sel di dalam jaringan, dan kemudian terjadi
luka. Semakin banyak kulit yang hilang maka semakin berat kehilangan cairan. Saat ini
luka ternal (luka bakar) masih merupakan masalah yang cukup besar, dan pertolongan
pertama yang baik akan sangat membantu prognosis penderita.
Pada saat penderita ditemukan, biasanya api sudah mati, apabila penderita masih
dalam keadaan terbakar,maka dapat ditempuh dengan cara :
35
a. Menyiram air dengan jumlah yang banyak apabila api disebabkan karena
bensin atau minyak, kerana apabila dalam jumlah sedikit hanya akan
memperbesar api.
b. Menggulingkan penderita pada tanah yang datar, kalau bisa dalam selimut
basah (penolong jangan sampai turut terbakar).
Survei primer
Airway
Pada permulaan airway biasa tidak terganggu. Dalam keadaan ekstrim bisa
saja airway terganggu, misalnya karena lama berda dalam ruangan tertutup
yang terbakar sehingga terjadi pengaruh panas yang lama terhadap jalan nafas.
Menghisap gas atau pertikel korban yang terbakar dalam jumlah juga dapat
mengganggu airway. Apabila obsruksi parsial dibiarkan, maka akan menjadi
total dengan akibat kematian penderita indikasi klinis adanya trauma inhalasi
anatara lain:
a. Luka bakar yang mengenai wajah dan leher
b. Alis mata dan bulu hidung hangus
c. Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring
d. Sputum yang mengandung karbon atau arang
e. Suara serak
f. Riwayat gangguan mengunyah dan terkurung dalam api
g. Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan
Breathing
Gangguan breating yang timbul cepat, dapat disebabkan karena:
a. Inhalasi partikel panas yang menyebabkan proses peradangan dan
edema pada saluran jalan nafas yang paling kecil. Mangatasi sesak yang
terjadi adalah dengan penangan yang agresif, lakukan airway definitive
untuk menjaga jalan nafas.
36
b. Keracuanan Co (karbondioksida). Asap dan api mengandung Co.
apabila penderita berada dalam ruangan tertutup yang terbakar maka
kemungkinan keracunan Co cukup besar.
Circulation
Kulit yang terbuka akan menyebabkan penguapan air yang berlebih dari
tubuh, dengan akibat terjadi dehidrasi.
Disability
Jangan lupa memeriksa skor GCS dan tanda lateralisasi (pupil dan motorik).
Kepanikan mungkin menimbulkan benturan sehingga perdarahan
intracranial dapat saja terjadi.
Eksposure
Pada eksposure selaluperhatikan penderita jangan sampai hipotermi
Survey Sekunder
Anamnesis
Penting untuk menanyakan dengan teliti hal sekitar kejadian.Tidak jarang
terjadi bahwa disamping luka bakar akan ditemukan pula perlukaan lain
yang disebabkan usaha melarikan diri dari dari api dalam keadaan panic
tersebut.
37
2.5.5.2 Penatalaksanaan Luka
Perawatan luka dilakukan segera setelah tindakan resusitansi jalan nafas dan
mekanisme bernafas serta resusitasi cairan dilakukan:melakukan tindakan
debridement,nekrotomi,dan pencucian luka.Tentunya tindakan ini di lakukan di
Ruang Operasi Luka Bakar
a. Zat yang bersifat basa kuat lebih berbahaya di bandingkan zat bersifat asam
kuat. Semakin asam atau basa, semakin berbahaya pula.
b. Apabila menemukan penderita masih dalam keadaan terkena zat kimia:
Selalu proteksi diri
38
Apabila zak kimia bersifat cair, langsung semprot dengan air mengalir.
Apabila sifat kimia bersifat bubuk safu dulu sampai zat kimia tipis baru
siram.
c. Luka karna zat kimia diperlakukan sebagai luka bakar.
Pada beberapa kasus luka bakar yang perlu dirujuk kepusat luka bakar sebagai
berikut :
Kasus LB derajat II > l5% persen pada dewasa dan >10% pada anak-anak.
Kasus LB derajat II pada muka, tangan dan kaki. Perinium, sendi.
Kasus LB derajat III >2% pada dewasa, setiap derajat III pada anak-anak.
Kasusu LB disebabkan oleh listrik disertai cedera, jalan nafan atau
komplikasi lain.
2.5.5.8 Penanganan
39
Proteksi diri dan lingkungan
Selalu mendahulukan hal yang mengancam ABC terlebih dahulu.
Penangan harus segara dilakukan untuk memperpendek berlangsunya pembekuan
jaringan.
Re-warming
Jangan lakukan pada frost bite dalam/lanjut
Selalu memakapenhangatan lembab jangan kering misalnya mamakai hair drayer
Jika terdapat luka lakukan seperti penangan luka bakar
Hipotermi adalah keadaan dimana suhu tubuh inti (core body temperature)
dibawah 35 C tanpa adanya trauma lain, hipotermi dibagi menjadi ringan sampai
berat .Manula lebih rentan terhadap trauma hipertermi ini di sebabkan terbtasnya
kemampuan menghasilkan panas dan mengurangi kehilangan panas dan
mengurangi kehilangan panas melalui vasokonstriksi.
2.5.5.10 Penanganan
Trauma kapitis merupakan kejadian yang sangat sering dijumpai. Lebih dari 50%
penderita trauma kapitis, bila multi-trauma (cedera lebih dari satu bagian tubuh), maka
50% penderita ada masalah trauma kapitis.
1. Fraktur
40
Fraktur kalvaria (atap tengkorak) apabila tidak terbuka (tidak ada hubungan
otak dengan dunia luar) tidak memerlukan perhatian segera. Yang lebih
penting adalah keadaan intra-kranialnya. Fraktur basis cranium dapat
berbahaya terutama karena perdarahan yang ditimbulkan sehingga
menimbulkan ancaman terhadap jalan nafas.
2. Cedera Otak
Cedera otak dapat berupa Cedera Difus dan Cedera Fokal
Cedera Difus dapat kehilangan kesadaran yang sebentar (komosio serebri)
atau lebih lama (difuse axonal injury). Cedera otak difus yang berat biasanya
diakibatkan hipoksia,iskemik dari otak karena syok yang berkepanjangan atau
priode apnu yang terjadi segera setelah trauma.
Cedera Fokal dapat berupa kontusio atau perdarahan intra-kranial. Perdarahan
intra-kranial dapat berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural atau
perdarahan intracranial. Paling sering ditemukan adalah perdarahan
perdarahan sub-dural, perdarahan epidural lebih jarang. Perdarahan subdural
mempunyai prognosis lebih buruk karena kerusakan otak dibawahnya.
1. Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran merupakan tanda utama trauma kapitis. Saat ini penurunan
kesadaran dinilai memakai Glosgow Coma Scale (GCS), dan merupakan
keharusan untuk dikuasai oleh setiap para medic. GCS memakai 3 komponen,
yakni Eye (mata), Verbal (kemampuan berbicara), dan Motorik (gerakan).
Eye
4. Membuka spontan
41
1. Tidak ada respon
Verbal
5. Berorientasi baik
Motorik
6. Mengikuti perintah
5. Melokalisir nyeri
42
Tingkatan GCS
Penderita dengan cedera kepala berat tidak mampu melakukan perintah sederhana
walaupun status kardiopulmonalnya telah stabil.
Tanda lateralisasi disebabkan karena adanya suatu proses pada satu sisi otak,
seperti misalnya perdarahan intra-kranial.
Pupil
Kedua pupil mata harus diperiksa. Biasanya sama lebar (3mm) dan reaksi sama
cepat apabila salah satu lebih lebar (lebih dan 1mm), maka keadaan ini disebut
sebagai anisokoria.
Motorik
43
Dilakukan perangsangan pada kedua lengan dan tungkai, apabila salah satu lengan
atau dan tungkai kurang atau sama sekali tidak bereaksi maka disebut sebagai
adanya tanda lateralisasi
Gangguan airway dan breathing sangat berbahaya pada trauma kapitis karena
akan dapat menimbulkan hipoksia atau hiperkarbia yang kemudian akan
menyebabkan kerusakan otak skunder. Bila koma harus dipasang jalan nafas
definitive, karena reflex menelan dan reflex batuk kemungkinan sudah tidak ada
sehingga ada bahaya obstruksi jalan nafas. Oksigen selalu diberikan dan bila
pernafasan meragukan lebih baik memulai ventilasi tambahan.
Circulation
Disability
Selalu dilakukan penilaian GCS, pupil dan tanda lateralisasi yang lain. Penurunan
kesadaran dalam bentuk penurunan GCS lebih dan 1 (2 atau lebih) menandakan
44
perlunya konsultasi bedah syaraf dengan cepat. Selalu ingat upayakan mencegah
kerusakan otak sekunder.
Hemoragi dan cedera kepala adalah penyebab kematian dini setelah trauma multipel.
Untuk mencegah kehabisan darah, maka perdarahan harus dikendalikan. Ini dapat
diselesaikan dengan operasi ligasi (pengikatan) dan pembungkusan, dan embolisasi
dengan angiografi. Hemoragi berkelanjutan memerlukan Transfusi multiple, sehingga
meningkatkan kecenderungan terjadinya ARDS dan DIC. Hemoragi berkepanjangan
mengarah pada syok hipovolemik dan akhirnya terjadi penurunan perfusiorgan (Tabel 44-
45
5). Berbagai organ memberikan respons yang berbeda terhadap penurunan perfusi yang
disebabkan oleh syok hipovolemik.
(Setelah 3 Hari)
Sepsis
Sepsis adalah komplikasi yang sering terjadi pada trauma multipel. Pelepasan
toksin menyebabkan dilatasi pembuluh, yang mengarah pada pengumpulan
venosa yang mengakibatkan penurunan arus balik vena. Pada mulanya, curah
jantung meningkat untuk mengimbangi penurunan tahanan vaskular sistemik.
Akhirnya, mekanisme kompensasi terlampaui dan curah jantung menurun sejalan
dengan tekanan darah dan perfusi (y.i. syok septik).
Awitan sepsis sering bertepatan dengan awitan gagal organ multipel (GOM) yang
terjadi pada 7% sampai 12% dari Pasien-pasien cedera kritis. Infeksi dan riwayat
Syok hipovolemik diduga dapat meningkatkan potensi perkembangan GOM.
46
Ditandai dengan kegagalan dua organ atau lebih, GOM ditandai dengan tingkat
mortalitas 25% samapai 95%. Paru-paru dan Hepar Cenderung untuk gagal
pertama kali, diikuti oleh ginjal, sistem pencernaan,dan jantung.
Gagal pulmonal dalam bentuk ARDS biasanya timbul 5 smpai 7 hari setelah
cedera. Gagal Pulmonal ditandai dengan hipoksemia dengan pemirauan,
penurunan komplians paru, takipnea, dispnea, dan timbulnya infiltrat pulmonal
bilateral difus. Sindrom memerlukan bantuan ventilator intensif. Faktor-faktor
penyebab termasuk trauma pulmonal mayor, tranfusi darah multipel, sepsis dan
syok.
Gagal hepar dapat diakibatkan oleh kerusakan awal. Melemahnya vaskular, syok,
dan sepsis. Ikterik adalah indikator umum dari penyimpangan fungsi hepar,
meskipun penyebab lain seperti obstrusi saluran empedu pasca traumatik harus
disingkirkan. Uji Fungsi hepar merupakan Diagnostik. Gagal hepar dapat
mengarah pada penururnn tingkat kesadaran, pemeriksaan pembekuan abnormali,
dan hipoglikemia.
Gagal ginjal dapat dicetuskan oleh cedera ginjal, iskemia, bahan kontras
radiografi, hipovolemia (karena hemoragi, spasium ketiga) atau sepsis. Tanda-
tanda awal termasuk peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin serum. Gagal
ginjal dapat poliurik, oligurik. Dialisis seringkali diperlukan.
47
Koagulasi intravaskular diseminata dan perubahan-perubahan sistem syaraf pusat,
berkisar dari kekacauan mental sampai obtundasio, dapat juga merupakan tanda
GOM.
Sifat tak teduga dari trauma cenderung memperkuat rasa takut dan ansietas. Oleh
karena itu, asuhan keperawatan juga harus memeberika dukungan psikososial
terhadap pasien cedera berat dan keluarga mereka melalui pendekatan
multidisiplin yang mengetahui permasalahan dan sering memberikan penjelasan-
penjelasan.
48
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
BTLS (Basic Trauma Life Suport) adalah bagian awal dari ATLS (Advanced Trauma Life
Suport. Pada BTLS, dokter atau tenaga kesehatan lainnya tidak diminta untuk memberikan
tatalaksana sesuai diagnosis definitifnya tapi hanya memberikan kesempatan bagi pasien untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan nantinya. Intinya pada tahap ini, dokter atau pelayan
kesehatan lainnya hanya diminta membantu pasien untuk tetap hidup atau membuat reaksi
kimia C6H12O6 + 6O2 ---> 6CO2 + 6H2O tetap berlangsung.
Hal dilakukan adalah Primary Survey. Di sini dokter diminta menilai secermat mungkin hal apa
yang mengancam nyawa pasien. Beberapa nemonic yang sering membantu antara lain:
49
DAFTAR PUSTAKA
Hudack & Galo (1996), Perawatan Kritis; Pendekatan Holistik, EGC , Jakarta
Emanuelsen, K.L. & Rosenlicht, J.McQ. (1986). Handbook of critical care nursing. New York:
A Wiley
Medical Publication.http://askep-askeb.cz.cc/
http://emedicine.medscape.com/article/822099-overview
50