Makalah Bimbingan Konseling Agama Islam Buku 1.
Makalah Bimbingan Konseling Agama Islam Buku 1.
Makalah Bimbingan Konseling Agama Islam Buku 1.
BUKU 1
AGUNG FAINENDO
NIM: 211 040
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman, masalah-masalah yang dihadapi
manusia semakin kompleks dan menuntut adanya teknik-teknik penyelesaian masalah
yang lebih efektif. Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim
terbesar di dunia sebaiknya kita menjadikan konsep dasar syariat Islam sebagai
pedoman hidup, salah satunya bagaimana cara menyelesaikan masalah agar tidak
menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Teori-teori bimbingan dan konseling
yang selama ini dikembangkan dengan lebih mendasar pada pemikiran ahli atau
pendapat ahli dan sains, hasilnya banyak menunjukkan kecenderungan belum tentu
sementara waktu, dan masih bisa berubah. Maka wajar sekali jika konsep bimbingan
maupun konseling yang berlandaskan ajaran agama sebagai acuan.
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber acuan yang patut kita gunakan
dalam mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan. Bimbingan dan konseling
Agama dapat dirumuskan sebagai usaha memberikan bantuan kepada seseorang atau
sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir batin dalam menjalankan
tugas-tugas hidupnya dengan menggunakan pendekatan agama, yakni dengan
membangkitkan kekuatan getaran batin (iman) di dalam dirinya untuk mendorong
(klien) mengatasi masalah yang dihadapi. Bimbingan dan Konseling Agama
merupakan bantuan yang bersifat mental spiritual dimana diharapkan, dengan melalui
kekuatan iman dan taqwanya kepada Tuhan seseorang mampu mengatasi sendiri
problema yang sedang dihadapinya.
III. PENUTUP
a. Kesimpilan
Bimbingan adalah proses pemberian yang dilakukan oleh orang yang ahli
kepada seorang atau beberapa orang individu, baik dan anak-anak, remaja atau
dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada
dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sedangkan konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan dengan
wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang
sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi klien.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konseling islam
merupakan suatu hal dalam memberikan bantuan kepada seorang klien yang sedang
bermasalah dan mengembangkan potensi klien sehingga dapat mencapai kebahagiaan
di dunia dan akhirat sesuai dengan ajaran Islam.
b. Saran
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA
Amti Erman dan Prayitno. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka Cipta,
Jakarta: 1994.
Hallen. Bimbingan dan Konseling. Quantum Teaching. Jakarta: 2005.
Thoha Musnamar. Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam.
Yogyakarta: UII Press: 1992.
Yahya Jaya. Bimbingan dan Konseling Agama Islam. Padang, Angkasa Raya: 2004.
htlm://nenyyahya.3bk.blogspot.com/2010/03.
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP KONSELING ISLAM
I. PENDAHULUAN
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religious)
yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai
kebenaran yang bersumber dari agama serta dapat menjadikan kebenaran agama itu
sebagai rujukan atau referensi sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa
makhluk yang memiliki motif menganut suatu agama atau kepercayaan, rasa
keagamaan atau kesanggupan untuk memahami, mendalami serta mengamalkan nilai-
nilai agama atau kepercayaan tersebut. Sifat kefitrahan inilah yang membedakan
manusia dengan hewan atau binatang, dan juga dapat mengangkat harkat dan
martabatnya atau kemuliaannya disisi Allah. Bila dalam kehidupannya tidak pernah
mengamalkan ajaran agama, seperti shalat, puasa dan sebagainya. Bila terjadi gempa
atau bencana alam lainnya sebagai pembawa fitrah, ketika terjadi bencana alam
tersebut fitrahnya muncul yaitu minta tolong pada yang maha kuasa.
Maka sebagai fokus pelayanan dan konseling adalah manusia. Oleh sebab itu
melihat relevansi tujuan, fungsi bimbingan konseling dalam Islam juga harus melihat
bagaimana Islam memandang manusia, tujuan hidup bagi manusia sebagai ciptaan
Allah, tugas dan tanggung jawabnya serta penjelasan-penjelasan lain yang berkenaan
dengan syariat Islam. Sebab Islam adalah agama wahyu (agama samawi) yang
langsung dari dzat yang maha suci dan maha sempurna. Oleh sebab itu ajarannya
tidak akan mungkin bertentangan dengan fitrah (potensi) manusia. Ajaran islam justru
akan membimbing manusia kearah fitrahnya dalam jalan yang benar.
II. PEMBAHASAN
A. TUJUAN KONSELING ISLAM
Konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar
menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup
selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan
di dunia dan di akhirat. (Thohari Musnamar, 1992: 5)
Secara garis besar atau secara umum, tujuan bimbingan dan konseling Islami
itu dapat dirumuskan sebagai “membantu individu mewujudkan dirinya sebagai
manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Bimbingan dan konseling sifatnya hanya memberikan bantuan, hal ini sudah
diketahui dari pengertian atau definisi. Individu yang dimaksudkan disini adalah
orang yang dibimbing atau diberi konseling, baik orang perorangan maupun
kelompok. “mewujudkan diri sebagai manusia seutuhnya” berarti mewujudkan diri
sesuai dengan hakekatnya sebagai manusia untuk menjadi manusia yang selaras
perkembangan unsur dirinya dan pelaksanaan fungsi atau kedudukannya sebagai
makhluk Allah (makhluk religious), mahkluk individu, makhluk sosial dan sebagai
makhluk berbudaya. Bimbingan dan konseling Islam berusaha membantu individu
agar hidup bahagia, bukan saja di dunia melainkan juga di akhirat, karena itu tujuan
akhir bimbingan dan konseling Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia dan
di akhirat.
Dalam perjalanan hidupnya, karena berbagai faktor seperti telah disebutkan
pada uraian mengenai latar belakang perlunya bimbingan dan konseling Islam
manusia bisa tidak seperti yang dikehendaki, yakni menjadi manusia seutuhnya.
Dengan kata lain yang bersangkutan berhadapan dengan masalah (problem).
Bimbingan dan konseling Islami berusaha membantu mencegah jangan sampai
individu menghadapi atau menemui masalah. Dengan kata lain membantu individu
mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.
Dengan demikian secara singkat, tujuan bimbingan dan konseling Islam dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Dapat membantu individu mewujudkan diri menjadi manusia seutuhnya agar
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan khusus
a. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah.
b. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
c. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik atau telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih
baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan
orang lain. (Thohari Musnamar, 1992: 33 – 34)
Secara umum tujuan bimbingan dan konseling Islam pada intinya adalah agar
manusia mampu memahami fitrah insaniyahnya, dimensi-dimensi kemanusiaan,
termasuk memahami berbagai persoalan hidup dan mencari alternatif pemecahannya.
Penjelasan ini relevan dengan firman Allah surat Al-Ankabut: 45.
Selanjutnya apabila tujuan di atas tercapai maka akan terwujud manusia yang
bahagia (sehat jasmani dan rohani). Menurut Sury (1998: 43) disebut manusia atau
individu yang berkepribadian yang sehat, yaitu individu yang mampu menerima diri
sebagaimana adanya dan mampu mewujudkan hal-hal yang positif sehubungan
dengan penerimaan dirinya. (Hasymi Dt. R. Panjang, 2011: 88 – 89)
III. PENUTUP
Tujuan bimbingan dan konseling itu dapat dirumuskan sebagai “membantu
individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan
di dunia dan di akhirat”.
Ruang lingkup bidang pelayanan bimbingan dan konseling agama Islam
adalah:
a. Bimbingan aqidah
b. Bimbingan ibadah
c. Bimbingan akhlak
d. Bimbingan muamalah
Ruang lingkup bimbingan dan konseling Islam yaitu:
a. Pernikahan dan keluarga
b. Pendidikan
c. Sosial (kemasyarakatan)
d. Pekerjaan
DAFTAR PUSTAKA
Hasymi Dt. R. Panjang, Tafsir Ayat Bimbingan dan Konseling, IAIN Press, Padang:
2001.
Musnamar Thohari, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam, UII
Press, Yogyakarta: 1992.
Jaya Yahya, Bimbingan dan Konseling Agama Islam, Angkasa Raya: 2004.
LANDASAN KEILMUAN, URGENSI DAN PRAKTEK KONSELING
DALAM SEJARAH ISLAM
I. LANDASAN FILOSOFIS
Pelayanan bimbingan konseling yang meliputi serangkaian kegiatan yang
semuanya diharapkan menjadi tindakan yang bijak dan penuh hikmat. Untuk itu
diperlukan pemikiran yang filosofis tentang berbagai hal yang menyangkut dengan
ihwal pelayanan bimbingan dan konseling secara filsafat, seperti kajian tentang
konsep manusia, makna dan hakikat kehidupan manusia serta tugas dan tujuan
hidupnya.
Pemikiran dan pemahaman filosofis tentang manusia yang menjadi objek
utama pelayanan bimbingan dan konseling sangat perlu dan bermanfaat bagi
keberhasilan dan kesuksesan pelayanan bimbingan konseling pada umumnya, dan
bagi konselor pada khususnya karena memiliki wawasan yang mendalam tentang
masalah kemanusiaan.
A. HAKIKAT MANUSIA
Beberapa pendapat para ahli konseling tentang hakikat manusia yaitu:
a. Sigmund Freud
1. Manusia pada dasarnya bersifat pesimistik, deterministik, makanistik dan
reduksionistik.
2. Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irrasional, motivasi-motivasi
tak sadar, dorong-dorongan biologis, dan pengalaman masa kecil.
3. Dinamika kepribadian berlangsung melalui pembagian energi psikis kepada
Ide, ego dan super ego yang bersifat mendominasi.
4. Manusia memiliki naluri-naluri seksual (libido seksual) dan agresif, naluri
kehidupan (eros) dan kematian (tanatos).
5. Manusia bertingkah laku dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan
dan menghindari rasa sakit (pleasure principle).
c. Aliran Humanistik
Mereka memiliki keyakinan yaitu:
1. Manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengembangkan diri.
2. Manusia memiliki kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah
lakunya.
3. Manusia adalah makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh
ketidaksadaran, kebutuhan rasional, atau konflik.
2. Peranan Agama
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk
tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental
(rohani) yang sehat. Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam mencapai mentalnya
yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut:
a. Memelihara fitrah
b. Memelihara jiwa
c. Memelihara akal
d. Memelihara keturunan
3. Sikap Keberagamaan
Kehidupan beragama merupakan gejala yang universal. Pada bangsa-bangsa
kelompok manusia dari zaman ke zaman senantiasa dijumpai praktek kehidupan
keagamaan.
Di dunia barat, agama tidak dipilah dan dipisahkan secara tegas dari filsafat.
Padahal inti ajaran agama adalah firman-firman Tuhan filsafat adalah hasil pikiran
manusia. Lebih jauh, agama dan filsafat yang dapat membentuk sikap seseorang itu
dikontraskan dengan dorongan individu.
Sikap keberagamaan menjadi tumpuan bagi keseimbangan hidup dunia dan
akhirat. Dan ka’idah-ka’idahnya mampu diterapkan oleh manusia dengan ciri-ciri
keberadaannya itu, agama seperti itulah yang dikehendakinya menjadi isi dari sikap
keragamaan.
III. LANDASAN PSIKOLOGIS
Psikologis merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan
psikologis dalam bimbingan konseling berarti memberikan pemahaman tentang
tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien).
Ada beberapa bidang psikologi yang perlu dikuasai untuk keperluan
bimbingan dan konseling antara lain:
1. Motif dan motifasi
2. Pembawa dasar dan lingkungan
3. Perkembangan individu
4. Belajar, balikan dan penguatan.
5. Kepribadian.
V. LANDASAN TEKNOLOGI
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang
memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan
kegiatannya, maupun pengembangan-pengembangan pelayanan itu secara
berkelanjutan.
Adalah:
1. Keilmuan bimbingan dan konseling
Merupakan sejumlah pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematis.
Objek kajian bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang diberikan
kepada individu.
2. Peran ilmu lain dan teknologi dalam bidang dan konseling.
Merupakan ilmu yang bersifat multi referensi, artinya ilmu dengan rujukan
berbagai ilmu yang lain.
3. Pengembangan bimbingan dan konseling melalui penelitian
Merupakan bimbingan dan konseling, baik teori maupun praktek
pelayanannya bersifat dinamis dan berkembang, seiring dengan
berkembangnya ilmu-ilmu. Pengembangan praktek pelayanan bimbingan dan
konseling, tidak boleh, tidak harus melalui penelitian, bahkan kalau dapat
penelitian yang bersifat eksperimen.
PENUTUP
a. Kesimpulan
Pelayanan bimbingan konseling meliputi serangkaian kegiatan yang semuanya
diharapkan menjadi tindakan yang bijak dan penuh hikmat.
Landasan religius bimbingan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien
sebagai makhluk tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya
mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling.
Psikologi merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan
psikologis dalam bimbingan konseling berarti memberikan pemahaman tentang
tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien).
Landasan sosial budaya (sosiologis)
1. Individu sebagai produk lingkungan sosial budaya (sosiologis).
2. Bimbingan dan konseling antar budaya.
b. Saran
Dalam penyusunan makalah ini pemakalah mendapatkan banyak kesulitan.
Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca,
terutama dari dosen pembimbing untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta. 1999.
Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling. Budaya:
PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Httm//nennyyahya3bk.blohspot.com/2010/03
KONSEP MANUSIA DALAM KONSELING ISLAM
I. PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk yang unik, berbeda dengan makhluk Allah yang
lainnya, diciptakan Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya yang terdiri dari jasmani
dan rohani dan kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan untuk menjadi manusia yang
utuh.
Allah SWT dan Rasul-Nya telah membimbing, mengatur dan mengarahkan
melalui Al-Qur’an dan sunnah agar jasmani dan rohani manusia sehat. Jasmani
menjadi sehat dengan cara memakan makanan yang halal lagi baik sementara rohani
menjadi sehat dengan cara beribadah kepada Allah, sesuai dengan hakikat penciptaan
manusia itu sendiri.
II. PEMBAHASAN
A. PEMAKNAAN MANUSIA DALAM ISLAM
Secara etimologi istilah manusia di dalam Al-Qur’an ada empat kata yang
dipergunakan, yakni:
a. Ins, insan dan unas
Kata-kata insan diambil dari asal kata “Uns” yang mempunyai arti jinak, tidak
liar, senang hati, tampak/terlihat seperti yang terdapat dalam firman Allah SWT
dalam QS. At-Tin, 95:4.
Laqod kholaqnaa al;insaana lafiii ahsani taqwiimin.
Artinya: Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.
Kesempurnaan manusia itu dapat kita lihat pada asal kata “ins” berarti seorang
manusia, sedang “insani” berarti dua orang manusia. Dari kata “insan” itu tersirat
makna bahwa manusia mempunyai dua unsur kemanusiaannya, yaitu aspek lahiriyah
dan aspek bathiniyah, firman Allah SWT yang mengandung kata “ins” seperti yang
terdapat dalam QS Adz-Dzariyat, 51:56:
Wamaa kholaqtu aljinna wa al;insa illaa liya’buduuni.
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
mengabdi kepada-Ku.
Firman-Nya yang menunjukkan kata “Unas, yang terdapat dalam QS Al-A’raf,
7:82:
Innahum unaasun yatathohharuuna.
Artinya: Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan
diri.
Sedangkan kata-kata ins dan unas, hal itupun menunjukkan makna, bahwa
sifat dasar manusia adalah fitri yang terpancar dari alam rohaninya, yaitu gemar
bersahabat, ramah, lemah lembut, dan sopan santun serta taat kepada Allah Ta’ala,
sebagaimana firman Allah dalam QS Al-A’raf, 7: 172:
Wa idz akhodza robbuka min baniii aadama min zhuhuurihim zurriyyatahum wa
asyhadahum ‘alaaa anfusihim. Alastu birobbikum. Qooluu balaa syahidnaa. An
taquuluu yawma alqiyaamati innaa kunna ‘an haadzaa ghoofiliina.
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”.
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).
b. Basyar
Kata ini berasal dari kata kulit luar yang dapat dengan mata kasar, bersifat
indah dan cantik. Dan dapat menimbulkan rasa senang, bahagia dan gembira bagi
siapa saja yang melihatnya, sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 79:
Maa kaana libasyarin an yu;tiyahu allaahu alkitaaba wa alhukma wa annubuwwata
tsumma yaquula linnaasi kuunuu ‘ibaadan lii min duuni allaahi walaakin kuunuu
robbaaniyyiina bimaa kuntum tu’allimuuna alkitaaba wabimaa kuntum tadrusuuna.
Artinya: Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al
Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah
kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah”, akan
tetapi (Dia berkata); “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani (208).
Karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya.
c. Bani Adam
arti kata Bani Adam ialah anak Adam atau putra Nabi Adam, sebagaimana
firman Allah :
Artinya: Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari syurga.
d. Dzurriyat Adam
firman Allah dalam QS. Maryam, 19:58:
Ulaaa;ika alladziina an’ama allahu ‘alaihim mina annabiyyiina min dzurriyyati
aadama wamimmman hamalnaa ma’a nuuhin.
Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang Telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu
para nabi keturunan Adam, dan dari orang-orang yang kami angkat bersama
Nuh.
Para ahli kerohanian Islam atau lebih populer para ahli ilmu tasawuf,
memandang manusia bukan sekedar makhluk lahir yang berakal, akan tetapi manusia
mereupakan seorang hamba Allah Ta’ala yang mempunyai dua dimensi lahiriyah dan
bathiniyah. Esensi dasarnya adalah makhluk yang ta’at dan patuh pada Tuhannya,
bercahaya, cantik, bersih dan wangi. Akan tetapi kondisi esensi itu menjadi memudar
bahkan menghilang dari eksistensi kediriannya.
Oleh karena itu kaum sufi dan ahli kerohanian Islam melatih diri dengan keras
dan disiplin yang sangat tinggi dengan menjalankan keta’atan pada Allah dengan
tujuan mengembalikan defenisi manusia dalam makna yang lebih lengkap dan
sempurna dimata Tuhannya maupun makhluknya. (Hamdani Bakran Adz-Zaky, 2001:
h.13-17).
B. KARAKTERISTIK MANUSIA
Al-Qur’an banyak berbicara mengenai karakter suatu kaum. Al-Qur’an benar-
benar menelanjangi karakter orang munafik baik secara eksplesit maupun implisit
baik dalam banyak surat. Dalam awal-awal surat Al-Baqarah, Allah Subhanahu wa
Ta’ala mendeskripsikan tiga golongan manusia: muslim, kafir dan terpanjang
kemudian adalah golongan munafik. Dalam surat An-Nisa’: 142, karakter munafik
juga Allah sebutkan tanpa menyebutkan personnya.
Manusia sekalipun memiliki latar belakang peradaban yang berbeda. Makanan
dan asal negara yang berbeda pula, tetapi memiliki watak dasar yang sama. Sifat ini
akan kita temukan pada setiap individu manusia. Allah SWT berfirman dalam surat
Yunus: 12:
Wa idzaa massa al;insaana adhdhurru da’aanaa lijanbihiii aw qoo’idan aw qooo;iman.
Falammaa kasyafnaa ‘anhu dhurrohu marro ka an lam yad’unaaa ilaa dhurrin
massahu. Kadzaalika zuyyina lilmusrifiina maa kaanuu ya’maluuna.
Artinya: Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada kami dalam
keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan
bahaya itu dari padanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat),
seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada kami untuk (menghilangkan)
bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui
batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.
Pertama, kondisi dimana Allah selalu akan memberikan ujian atau musibah
kepada manusia dan itu merupakan satu keniscayaan. Dalam kondisi ini, manusia
akan ingat kepada allah SWT. Bahkan orang yang ingkar kepada Allah sekalipun, hati
nuraninya akan mengakui keberadaan dan kekuasaan Allah. Dalam hal ini, kita bisa
mengambil ibrah dari kisah Fir’aun di akhir hayatnya ketika ditenggelamkan di laut
merah.
C. DIMENSI KEMANUSIAAN
Asal manusia secara esensial berasal dari Allah Ta’ala, bersifat nur (cahaya),
ruh (hidup) dan gaib (tidak tampak oleh mata kasar). Ia tidak dapat didefinisikan oleh
kata-kata, huruf, bunyi, ataupun sesuatu, melainkan hanya Dialah yang mengetahui
dan memahaminya. Sedangkan usul dari manusia adalah berasal dari air dan tanah.
Atau dengan kata lain, jika seseorang ditinjau secara asalnya, maka ia bersifat
rohaniyah, sedangkan secara usulnya bersifat jasmaniyah. (Hamdani Bakran Adz-
Zaky, 2001: h.17)
Sebagai makhluk yang memiliki dua unsur yang utama, jasad dan roh,
menjadikan manusia dikenal dengan makhluk dua dimensi. Dimensi pertama,
jasmani/tubuh kasar, menjalani perubahan dan pertumbuhan secara biologis. Secara
normal pertumbuhan embrio manusia dimulai dari sel kelamin pria (spermatozoa) dan
sel kelamin wanita (ovum), menjadi segumpal darah, segumpal daging, tulang yang
dibungkus daging hingga sempurna bentuk, lahir, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan
wafat.
Jasad merupakan tubuh kasar manusia memiliki potensi berkembang sampai
batas tertentu, ia merupakan bagian penting dari manusia. Kesempurnaan jasad
manusia bukan menjadi indikasi kesempurnaan manusia, sehingga penilaian terhadap
jasad tidak sama. (Jemkhairil, 2010: h.95)
Perkembangan jasad manusia telah dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an
surat Al-Mukminun ayat 12 – 16:
Walaqod kholaqnaa al;insaana min sulaalatin min thiinin Tsumma ja’alnaahu
nuthfatan fii qoroorin makiinin, Tsumma kholaqnaa annuthfata ‘alaqotan fakholaqnaa
al’alaqota mudghotan fakholaqnaa almudghota ‘izhooman fakasawnaa al’izhooma
lahman tsumma ansya;naahu kholqon aakhor. Fatabaaroka allaahu ahsanu
alkhooliqiina. Tsumma innakum ba’da dzaalika lamayyituuna tsumma innakum
yawma alqiyaamati tub’atsuuna.
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang
paling baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-
benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan
dibangkitkan (dari kuburmu) dihari kiamat.
III. KESIMPULAN
Secara etimologi istilah manusia di dalam Al-Qur’an ada empat kata yang
dipergunakan yakni: ins, insan dan unas, basyar, Bani Adam, Dzurriyat Adam.
Karakteristik manusia pada umumnya adalah ketika dapat musibah akan ingat
pada Allah dan ketika dapat kesenangan kebanyakan manusia lupa pada Allah.
Dimensi manusia ada dua, yaitu dimensi jasmaniah dan dimensi rohaniah.
Dalam Islam penentuan struktur kepribadian tidak dapat terlepas dari pembahasan
substansi manusia, sebab dengan pembahasan substansi tersebut dapat diketahui
hakikat dan dinamika prosesnya (Iin Tri Rahayu, 2009: h.76). substansi manusia
terdiri dari aspek fisik yang disebut dengan struktur jismiyyah atau jasadiyyah; aspek
psikis yang disebut dengan struktur ruhaniyah; dan aspek psikofisik yang disebut
dengan struktur nafsaniyyah. Masing-masing aspek ini memmeiliki natur, potensi,
hukum, dan ciri-ciri tersendiri.
Perubahan dalam diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat dari
perubahan psikis, dan perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik. Perubahan
kualitatif sering disebut dengan “perkembangan”, seperti perubahan dari tidak
mengetahui menjadi mengetahui, dari kekanak-kanakan menjadi dewasa, dan
seterusnya, sedangkan perubahan kuantitatif sering disebut dengan “pertumbuhan”,
seperti perubahan tinggi, dan berat badan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Adz-Dzaki, Hamdani Bakran, Psikoterapi dan Konseling Islam Penerapan Metode
Sufistik, Banguntapan; 2001.
Jemkhairil, Psikoterapi Islam, Padang: Universitas Baiturrahmah, 2010.
Mujib, Abdul, Kepribadian dalam Konseling Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006.
Mujib, Abdul, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2001
Rahayu, Iin Tri, Psikoterapi Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer, Malang:
Anggota IKAPI, 2009.
KONSEP MASALAH DALAM KONSELING ISLAM
Psikopatologi atau sakit mental, adalah sakit yang tampak dalam bentuk
prilaku dan fungsi kejiwaan yang tidak stabil. Istilah psikopatologi ini mengacu pada
sebuah sindrom yang luas, yang meliputi ketidak normalan kondisi indera, kognisi,
dan emosi. Keabnormalan ini disebut juga dengan masalah, yaitu terjadinya persoalan
dalam jiwa seseorang.
Allah SWT juga menjadikan manusia bersifat keluh kesah, dan ketika
diberikan ujian ia berkeluh kesah sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-
Maarij ayat 19 – 23, yaitu:
Inna al;insaana khuliqo haluu’an idzaa massahu asysyarru jazuu’an wa idzaa massahu
alkhoiru manuu’an illaa almusholliina alladziina hum ‘alaa sholaatihim daaa;imuuna.
Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia
ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia
amat kikir, Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu
tetap mengerjakan shalatnya.
1. Neorosa
Neorosa (neorosis) dianggap sebagai suatu penyakit mental yang belum begitu
mengkawatirkan, karena ia baru masuk dalam kategori gangguan-gangguan, baik
diakibatkan oleh susunan syaraf maupun kelainan prilaku, sikap, dan aspek mental
lainnya.
Ciri-ciri utama penderita neorosis adalah:
a. Histeria
b. Konflik
c. Reaksi kecemasan
d. Kerusakan parsial atau sebagian dari kepribadiannya
e. Sering disertai fobia, gangguan pencernaan, dan tingkah laku obsesif-
kompulsif
2. Psikosa
Psikosa (psikosis) adalah suatu penyakit mental yang parah, dengan ciri khas
adanya disorganisasi proses pikiran, gangguan dalam emosi, ruang waktu.
Ciri-ciri utama penderita psikosis adalah:
a. Suka berhalusinasi, yaitu tangkapan atau persepsi yang keliru karena tanpa
disertai rangsangan. Misalnya, penderita mendengar suara sesuatu yang
sebenarnya tidak ada, sehingga penderita berbicara atau tertawa sendiri untuk
merespon suara tersebut.
b. Delusi, yaitu suatu perasaan kepercayaan dan keyakinan yang keliru, yang
tidak dapat diubah dengan penalaran dan dengan penyajian fakta. Misalnya,
penderita menganggap dirinya kaya dengan memakai perhiasan ditubuhnya,
tetapi sebenarnya ia miskin dan memakai perhiasan dari buah-buahan bukan
dari emas permata.
c. Ilusi, yaitu salah tafsiran dari tangkapan atau pengamatan panca indera yang
menyimpang. Misalnya, penderita melihat air dijalan raya padahal
sesungguhnya tidak ada, sehingga ia main-main air di jalan tersebeut.
Apabila seorang individu, akal, fikiran, qalbu, jiwa dan seluruh tubuhnya
kotor, dan penuh dengan karat-karat kedurhakaan dan dosa kepada Tuhannya, maka ia
akan mengalami kehancuran dalam kehidupannya. Apabila dalam suatu kelompok
kecil, seperti organisasi atau rumah tangga, didalamnya terdapat orang-orang yang
rusak mental atau jiwanya, maka goncanglah kelompok itu, dan apabila suatu bangsa,
negeri serta pemerintahan dikelola oleh orang-orang yang seperti demikian, maka
kehancuran akan muncul disana sini, akan terjadinya pembunuhan, perampokan, tipu
daya, dan tindakan-tindakan kriminal lainnya.
Rusak dan kotornya mental,spiritual suatu masyarakat akan membawa kepada
kehancuran yang lebih besar terhadap sistem kehidupan masyarakat itu sendiri, baik
dalam sebuah kelompok kecil maupun kelompok besar seperti dalam
sistemkelompok, manajemen kerja, maupun keluarga.
Imam Ghazali dalam bukunya, jalan orang bijak (2001) diantaranya akibat
penyakit rohani terdapat penderita penyakit yang lain.
Adalah:
a. Lemahnya semangat kerja seseorang yang sehat jiwanya memiliki kekuatan
dalam pekerjaannya termasuk mengerjakan kebaikan.
b. Tumpul fikirannya, orang yang sehat rohaninya muda menangkap kebenaran,
hatinya selalu memancarkan nur kebenaran.
c. Hilangnya kepekaan rasa, orang memiliki penyakit hati tidak memiliki
kepekaan rasa, sehat hati mereka sudah bebas terhadap nilai-nilai manusiawi
sosial dan sebagainya.
d. Merusak kejahatan rohaniah, ketidak siapan menerima kenyataan, keluh
kesah, berbohong, dan penyakit rohani lainnya memiliki pengaruh pada
tingkat keimanan seseorang.
e. Pengobatan penyakit rohaniah dalam tradisi keilmuan Islam melakukan
diagnosa terhadap goresan-goresan jiwa serta memberikan motivasi agar tidak
melakukan penyimpangan yang disebutkan al-Mu’qabah.
f. Menundukkan musuh yang paling berbahaya (nafsu) dan melakukan
pengobatan terhadap jiwa yang telah sakit.
g. Pengisian sifat terpuji, mengisi mengamankan sifat-sifat terpuji. Langka ini
dilakukan dengan upaya pengosongan terhadap sifat rendah.
h. Puasa, puasa memiliki pengaruhb yang sangat besar dalam menundukkan
sebagai penyakit yang dihadapi seseorang.
i. Bergaul dengan orang yang shaleh, hal ini penting untuk membantu dan
mengarahkan meluruskan pemahaman dan memberikan petunjuk agar
seseorang berusaha untuk membersihkan jiwanya selalu terjaga.
j. Zikir, secara sederhana menyebut atau mengingat nama Allah yang mulia
secara luas aktifitas manusia dalam mempelajari kebesaran.
FUNGSI DAN PRINSIP-PRINSIP KONSELING ISLAM
A. PENGERTIAN “FUNGSI”
Fungsi merupakan kelompok tugas atau kegiatan sejenis dari bimbingan dan
konseling Islam itu sendiri yang akan digunakan sebagai penunjang dalam tujuan
tertentu, begitu juga dalam ilmu konseling mempunyai fungsi dalam memaparkan,
menjelaskan, mengontrol, memprediksi, merawat, memperbaiki fungsi-fungsi
kejiwaan manusia. Konseling Islam dapat merangsang pertumbuhan kesadaran untuk
meningkatkan kualitas diri yang lebih sempurna baik secara materi maupun non
materi.
2. Fungsi Kuratif
Fungsi kuratif yaitu fungsi penyembuhan dan perawatan atau treatment (as-
syifa). Fungsi kuratif atau penyembuhan dan perawatan merupakan fungsi utama.
Dalam konseling dalam menjalani hidup manusia tidak selamanya harmonis baik
dengan diri maupun dengan lingkungan. Kondisi tersebut menggambarkan ketidak
sehatan mental seseorang, yakni mengalami penyakit rohani, dan membutuhkan terapi
dari orang lain. Dengan bantuan konseling individu mampu mengembalikan
kesadaran orang-orang yang keluar dari fitrahnya, dan juga menyembuhkan jiwa
seseorang dari segala macam bentuk gangguan psikis, spiritual, moral dan jasmani
disembuhkan dengan menggunakan pendekatan psikologi, begitu juga dengan
konseling dapat membersihkan dan menjernihkan jiwa dari berbagai bentuk penyakit
rohaniah, yakni mengosongkan dari segala sesuatu yang negatif dan mengisinya
dengan sesuatu yang positif sehingga menimbulkan ketenangan, harmonisasi
hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan lingkungan. Mensucikan jiwa merupakan
harus bagi setiap muslim, karena agama menyuruh manusia untuk mensucikan jiwa,
merawat dan memperbaiki jiwanya dalam menghadapi ujian, sebagaimana hadits
Rasulullah SAW mengatakan:
Artinya: Berobatlah kamu wahai manusia, karena sesungguhnya Allah tidak
menurunkan suatu penyakit menurunkan obatnya kecuali penyakit itu. (HR.
Ahmad)
C. PENGERTIAN “PRINSIP”
Prinsip yang berasal dari asal kata “PRINSIPRA” yang artinya permulaan
dengan satu cara tertentu melahirkan hal-hal lain, yang keberadaannya tergantung dari
pemula itu, prinsip ini merupakan hasil perpaduan antara kajian teoritik dan teori
lapangan yang terarah yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan yang
dimaksudkan. (Halaen, 2002: 63).
Prinsip bimbingan dan Konseling menguraikan tentang pokok-pokok dasar
pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus
diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling dan dapat
dijadikan sebagai seperangkat landasan praktis atau aturan main yang harus diikuti
dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling.
Sementara itu Prayitno mengatakan: “ Bahwa prinsip merupakan hasil kajian
teoritik dan tela’ah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu
yang dimaksud.
Menurut Jemkhairil dalam bukunya Psikoterapi Islam (2010, 66) prinsip
konseling Islam tidak jauh berbeda dengan prinsip psikoterapi Islam, yakni
merupakan seperangkat nilai atau kaidah etis dan estetis yang didasar pada sumber
ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan sunnah yang harus ada dalam semua unsur proses
kegiatan konseling Islam yang didasarkan pada nilai-nilai sakralitas Al-Qur’an dan
sunnah.
Jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip bimbingan
dan konseling merupakan pemanduan hasil-hasil teori dan praktek yang dirumuskan
dan dijadikan pedoman yang didasarkan Al-Qur’an dan sunnah sekaligus dasar bagi
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling.