Klasifikasi Cabai
Klasifikasi Cabai
Klasifikasi Cabai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Capsicum
berbentuk perdu, dan tergolong tanaman semusim. Tanaman cabai berasal dari
Amerika Selatan, dan telah lama dibudidayakan untuk keperluan bumbu masak
Tanaman ini mempunyai banyak cabang, dan dari setiap cabang akan
tumbuh bunga dan buah. Tanaman cabai dapat beradaptasi dengan baik pada
tanah berpasir, tanah liat, atau tanah liat berpasir. Tanaman ini dapat bertoleransi
pada tanah asam maupun basa pada rentang pH 4-8 (Tjahjadi, 1991).
8
Skripsi Kultur Antera Cabai Rawit (Capsicum frutescens Tining Sulistyowati
L.) dengan Perlakuan Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan BA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
9
Akar tanaman cabai rawit merupakan akar tunggang. Ujung akar tanaman
cabai dapat menembus tanah sedalam 30-40 cm. Batangnya tegak, tingginya 50-
90 cm, dan berkayu. Daunnya berbentuk bulat telur sampai lonjong dengan ujung
meruncing, pertulangan daun menyirip, dan berwarna hijau (Gambar 2.1). Panjang
Bunga pada tanaman cabai rawit merupakan bunga tunggal, keluar dari
ketiak daun. Panjang bunga 1-1,5 cm, lebarnya sekitar 0,5 cm. Mahkota bunga
berwarna putih atau putih kehijauan (Gambar 2.2). Buah cabai rawit merupakan
buah buni (semua bagian buah dapat dimakan), tegak, kadang merunduk,
berbentuk bulat telur memanjang, lurus atau bengkok, ujung meruncing, panjang
1-3 cm dan lebar 2,5-12 mm, bertangkai panjang, dan rasanya pedas. Buah muda
berwarna hijau, putih, atau putih kehijauan dan jika sudah masak akan berwarna
merah terang (Gambar 2.3). Bijinya banyak, berbentuk bulat pipih dengan ukuran
Gambar 2.1 Habitus tanaman cabai rawit,a: buah, b: daun, c: batang, bar: 5 cm.
Gambar 2.2 Bunga cabai rawit,a: Gambar 2.3 Buah cabai rawit,a:
mahkota bunga; b:antera; c: tangkai buah muda; b: buah yang sudah tua,
bunga, bar:1 cm bar:1cm
mengandung zat capsicin, minyak atsiri capsitol, dan bioflavonoid serta nutrisi
(gizi) yang cukup tinggi. Kandungan gizi cabai rawit disajikan dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kandungan zat gizi tiap 100 gram buah cabai rawit segar dan kering
Kandungan Gizi
No. Komposisi Zat Gizi
Segar Kering
1 Kalori (kal) 103.00 -
2 Protein (g) 4.70 15.00
3 Lemak (g) 2.40 11.00
4 Karbohidrat (g) 19.90 33.00
5 Kalsium (g) 45.00 150.00
6 Fosfor (mg) 85.00 -
7 Vitamin A (SI) 11,050.00 1,000.00
8 Zat besi (mg) 2.50 9.00
9 Vitamin B1 (mg) 0.08 0.50
10 Vitamin C (mg) 70.00 10.00
11 Air (g) 71.20 8.00
12 Bagian yang dapat dimakan (Bdd, %) 90.00 -
Sumber: Anonim & Setiadi dalam Rukmana (2006).
Kandungan zat capsicin menyebabkan rasa pedas pada makanan. Zat ini
juga berguna untuk mempertajam lidah burung ocehan dan tampilan burung hias
serta memacu ayam bertelur. Minyak atsiri capsitol dapat dimanfaatkan sebagai
pengganti minyak kayu putih untuk mengurangi pegal, sesak napas, gatal, dan
Cabai rawit kaya akan vitamin A dan mineral yang sangat berguna bagi
kesehatan tubuh. Cabai rawit juga mulai dibutuhkan dalam berbagai industri,
misalnya industri obat, kosmetik, zat warna, pencampur minuman, oleoresin, dan
pengendalian hama dan penyakit, panen dan penanganan pascapanen, serta cara
lain yang khas, seperti pemasangan turus dan perempelan tunas air (Harpenas &
Dermawan, 2011).
F1, Taruna, Dewata F1, dan Juwita F1. Varietas Bara dapat ditanam di dataran
tahan layu bakteri. Varietas Pelita F1 memiliki produktivitas yang tinggi (1,5 kali
produksi Bara), umur produksinya panjang, dan tahan layu bakteri. Varietas
Taruna memiliki produktivitas tinggi dan umur produksi yang panjang. Varietas
Dewata F1 memiliki produktivitas yang tinggi, tahan layu bakteri, dan dapat
tinggi, tahan layu bakteri, dan dapat digunakan sebagai tanaman hias (Harpenas &
Dermawan, 2011).
agribisnis cabai. Cabai dapat ditanam pada dataran rendah hingga daerah
ketinggian 1.300 meter diatas permukaan air laut. Cabai membutuhkan iklim yang
tidak terlalu dingin dan tidak pula terlalu lembab. Cabai dapat beradatasi dengan
baik pada temperatur 25-30oC dan untuk pembentukan buah pada kisaran 16-
23oC. Tanaman cabai dapat ditanam pada tanah sawah maupun tegalan. Untuk
mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil yang tinggi, cabai menghendaki tanah
yang subur, gembur, kaya bahan organik, dan tidak mudah becek (menggenang).
Kisaran pH tanah yang ideal untuk budi daya cabai adalah 6,5-6,8 (Harpenas &
Dermawan, 2011).
pembibitan agar tanah benar-benar matang dan siap ditanami. Jika pembibitan
benar. Akibatnya adalah bibit terlanjur tua karena terlambat ditanam di lahan. Hal
ini menyebabkan pertumbuhan kurang optimal dan hasil produksi menjadi rendah.
(Soekanda, 2011).
sistem Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP). Dengan sistem MPHP, biaya untuk
pemeliharaan gulma menjadi sangat rendah. Hal ini disebabkan MPHP mampu
sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari. Penyiraman berlebihan pada musim
hujan dapat menyebabkan busuk pada akar tanaman dan memancing serangan
cendawan akibat kelembaban yang terlalu tinggi (Harpenas & Dermawan, 2011).
tanaman sudah cukup besar dan tidak mampu menopang tubuh dan buahnya yang
banyak. Ajir dapat berupa tali yang cukup kuat atau bilah bambu. Umumnya
tunasnya terlalu banyak. Tunas tersebut biasanya muncul di ketiak daun atau di
serangan hama dan penyakit yang fatal. Kehilangan hasil produksi cabai karena
serangan penyakit busuk buah, bercak daun, dan cendawan tepung berkisar 5-
30%. Strategi pengendalian hama dan penyakit pada tanaman cabai dianjurkan
Penyakit secara Terpadu (PHPT) ini mencakup pengendalian kultur teknik, hayati
(biologi), varietas yang tahan (resisten), fisik dan mekanik, dan cara kimiawi
2.2 Antera
Pada perkembangan selanjutnya antera berwarna ungu dimulai dari ujung atas
a d
Gambar 2.4 Morfologi antera cabai rawit pada berbagai tahap perkembangan,a:
antera; b: dasar bunga; c: tangkai bunga; d: putik, bar: 5 mm (Bashaar, 2008).
yang paling responsif pada kultur antera (Sibi et al., 1979). Namun, hubungan ini
mungkin tidak sama untuk semua genotip atau untuk genotip yang sama pada
yang layak yang mengandung lebih dari 60% tahap uninukleat akhir (Supena,
2004). Pada Capsicum, ketika petal sedikit lebih panjang daripada sepal (Gambar
2.5) merupakan indikasi munculnya warna ungu pada ujung antera. Pada saat itu
proporsi tahap uninukleat akhir cukup tinggi. Warna ungu pada antera (5-25%
dari panjang antera; Gambar 2.6) merupakan indikator yang paling efektif untuk
perubahan yang terjadi pada antera. Antera mempunyai bentuk sel-sel yang
hampir sama pada waktu masih muda, kecuali sel-sel epidermis. Pada keempat
mempunyai banyak sekali sel yang disebut dengan mikrospora atau pollen (Raven
et al., 1992).
Pada awalnya, antera terdiri atas massa sel meristematik yang belum
antera menjadi terdiri atas empat lobus. Pada lobus bagian hipodermal terdapat sel
arkesporium yaitu sel yang ukurannya besar, sitoplasma pekat, dan inti yang jelas.
(bagian dalam) dan sel parietal primer (bagian luar). Sel parietal primer membelah
periklinal dan antiklinal membentuk 2-5 lapis dinding yang konsentris yang
merupakan dinding antera dan tapetum. Sel sporogen primer dapat berfungsi
menghasilkan sel sporogen sekunder yang berfungsi sebagai sel induk mikrospora
vegetatif dan inti generatif, sel vegetatif lebih besar daripada sel generatif. Inti sel
generatif membelah secara mitosis menghasilkan dua sel sperma. Sel generatif
tabung pollen. Pada beberapa tanaman, sel generatif membelah menjadi dua sel
sperma, tetapi pada sebagian besar Angiospermae, pembelahan ini ditunda sampai
Pollen yang masih muda atau mikrospora yang terkandung dalam antera
pengaruh zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam media tanam (Bhojwani
&Razdan, 1996).
penelitian Lengel (1960) secara lengkap dapat dilihat pada gambar 2.9.
tahun untuk merakit suatu varietas baru. Prosesnya dimulai dengan penyerbukan
reproduksi F1. Segregasi adalah pemisahan kromosom dan gen-gen yang homolog
dari tetua yang berbeda pada saat proses meiosis, dan menghasilkan populasi F2
yang secara genetis bervariasi. Pada tanaman yang menyerbuk sendiri (self-
dikeluarkan dari dinding sel pollen (exine). Kemudian embrio terus berkembang,
dan setelah 4 sampai 8 minggu, kotiledon membuka dan planlet muncul dari
globular, terjadi pembelahan tidak teratur dan asimetris dan kemudian terbentuk
tanaman haploid dan haploid ganda dapat diproduksi dengan metode lain selain
dengan kultur antera. Misalnya, androgenesis dapat juga diinduksi melalui kultur
langsung dari mikrospora yang diisolasi (Reinert et al., 1975) atau secara pasif
dengan mikrospora sebar dari kultur antera pada media liquid (Ziauddin et al.,
1990).
penting dalam pemuliaan tanaman riset pokok pada tanaman pangan (Ferrie et al.,
1994; Palmer & Keller, 1999). Tanaman haploid ganda umumnya digunakan
sebagai parental pada program pemuliaan varietas hibrida F1. Haploid ganda juga
rasio genetik menjadi lebih sederhana dan beberapa tanaman dapat diperiksa
untuk menemukan genotip khusus. Lebih lanjut lagi, tanaman haploid ganda
berguna dalam studi yang berkaitan dengan sifat resesif, karena efek dominan
yang penting untuk mempelajari mutasi dan seleksi (Reinert et al., 1975; Bajaj,
Kultur antera adalah kultur aseptik antera untuk memproduksi kalus atau
tanaman haploid dari mikrospora. Kultur antera merupakan suatu metode untuk
memproduksi galur-galur yang homozigot dengan waktu yang relatif lebih cepat
Tanaman haploid ganda (double haploid atau dihaploid) yang dihasilkan melalui
kultur antera bersifat homozigot dan murni. Penggunaan tanaman haploid ganda
(Tamiang, 2010).
kultur antera yang melalui tahap kalus sehingga menghasilkan tanaman haploid
ganda yang bersifat fertil. Dari pengalaman, tanaman haploid dapat dikenali
perbedaannya dari tanaman diploid terutama pada saat tanaman tersebut sudah
dipelihara dalam rumah kaca. Perbedaannya antara lain pada tinggi tanaman,
yang dapat mempengaruhi keberhasilan kultur antera adalah (A) genotip tanaman
dimana antera berasal; (B) komposisi media kultur; (C) kondisi tanaman donor;
(D) tahap perkembangan dari pollen; (E) pra perlakuan suhu (shock thermal) dari
Menurut Datta (2005), Reed (2005), dan Tamiang (2010) ada beberapa
Pemilihan bahan awal atau sumber eksplan untuk kultur antera merupakan
bagian yang sangat penting. Genotip dari sumber bahan antera memegang peranan
penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya kultur antera. Tidak terlalu
haploid melalui kultur antera, bahkan di dalam spesies yang sama pun
(Zea mays L.) sama sekali tidak responsif dalam kultur antera, sementara pada
beberapa kultivar lain dapat dihasilkan. Bahkan untuk spesies tanaman model,
lain. Karena pengaruh genotip tersebut maka penting untuk diperhatikan diversitas
dikembangkan oleh Nitsch & Nitsch (1969) untuk pollen tanaman tembakau dan
beberapa spesies lainnya. Akan tetapi untuk sebagian besar spesies, media yang
umum digunakan adalah MS (Murashige & Skoog, 1962) dan N6 (Chu, 1978)
atau variasi kedua media tersebut. Dalam beberapa hal media perlu diperkaya
dengan senyawa organik komplek seperti ekstrak kentang, air kelapa dan casein
digunakan dalam media antara 2-3% sementara untuk beberapa spesies lain
lebih tinggi (hingga 15%). Pada beberapa spesies lain, penggunaan sumber
karbohidrat seperti ribosa, maltosa dan glukosa mempunyai pengaruh yang lebih
oleh Morrison et al. (1986) merupakan alternatif yang baik untuk regenerasi
tanaman haploid. Pada media dua lapis ini bagian bawah merupakan media padat
Salah satu komponen penyusun media adalah zat pengatur tumbuh. Supena
selama periode yang tepat dapat meningkatkan embriogenesis awal dan kualitas
embrio.
tumbuh pada media kultur antera tidak diperlukan. Akan tetapi untuk sebagian
besar spesies diperlukan auksin dalam media dengan konsentrasi rendah. Sitokinin
keberhasilan kultur antera. Pada sebagian besar spesies, respon yang paling baik
berasal dari bunga (atau kelompok bunga) pertama yang dihasilkan oleh tanaman.
Sebagaimana umumnya antera yang dikulturkan harus berasal dari bunga yang
spesifik berbeda antara tanaman yang satu dengan yang lainnya. Secara umum
hasil terbaik akan diperoleh dari tanaman yang pertumbuhannya sehat dan vigor
(Tamiang, 2010).
dari kultur antera adalah tahap perkembangan mikrospora. Pada sebagian besar
jenis tanaman, antera hanya responsif selama fase uninukleat dari perkembangan
beberapa saat sebelum, selama dan sesudah fase mitosis pertama dari pollen (akhir
E. Pra perlakuan
oleh perlakuan pemberian suhu pada kuncup bunga sebelum proses sterilisasi dan
meningkat dengan perlakuan penyimpanan kuncup bunga pada suhu 7-8oC selama
12 hari (Sunderland and Robert, 1979). Untuk jenis tanaman lain, penyimpanan
dapat dilakukan pada suhu antara 4-10oC selama 3 hari sampai dengan 3 minggu.
Umumnya penyimpanan pada suhu yang lebih rendah memerlukan waktu yang
lebih pendek dan sebaliknya. Perlakuan suhu pra inkubasi pada tanaman tertentu,
seperti Brassica campestris L., dengan cara menyimpan biakan pada suhu 35oC
selama 1-3 hari sebelum diinkubasi pada suhu 25oC, diketahui dapat
meningkatkan keberhasilan kultur antera (Keller & Amstrong, 1979). Pada kultur
stadia perkembangan mikrospora yang tepat. Untuk cabai, stadia kuncup bunga
atau antera yang tepat adalah yang mengandung lebih dari 50 % mikrosporanya
uninukleat akhir lebih dari 50 % pada beberapa genotip cabai (Capsicum spp.)
adalah ketika antera berwarna hijau kekuningan dengan warna ungu pada bagian
ujungnya yang terdapat pada kuncup bunga saat daun mahkotanya sedikit lebih
pesan antar sel yang dibutuhkan untuk mengontrol seluruh daur hidup tumbuhan,
cahaya, suhu dan stress baik secara kimia maupun fisik. Oleh karena itu
terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu peningkatan hasil pertanian
dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis yang memiliki pengaruh yang
Ada lima kelompok hormon tumbuhan yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam
absisat, etilen.
1. Auksin
Auksin sebagai salah satu hormon tumbuh bagi tanaman mempunyai peranan
a. Pengembangan sel
2002).
b. Fototropisme
penyebaran auksin di bagian tanaman yang tidak tersinari dengan bagian tanaman
yang tersinari. Pada bagian tanaman yang tidak tersinari konsentrasi auksinnya
lebih tinggi dibanding dengan bagian tanaman yang tersinari (Santoso, 2004).
c. Geotropisme
tanaman. Keadaan auksin dalam proses geotropisme ini, apabila suatu tanaman
diletakan secara horizontal, maka akumulasi auksin akan berada di bagian bawah.
Hal ini menunjukan adanya transportasi auksin ke arah bawah sebagai akibat dari
d. Dominasi apikal
tunas akan tumbuh ke arah samping yang dikenal dengan "tunas lateral" misalnya
saja terjadi pemotongan pada ujung batang (pucuk), maka akan tumbuh tunas
telah dibuktikan oleh Thimann dan Skoog (1934). Dalam eksperimennya, pucuk
acetic acid), IAA (Indole acetid acid) dan IAN (Indole-3-acetonitrile) yang diberi
bahwa ketiga jenis auksin ini mendorong pertumbuhan primordia akar (Setiawan,
2002).
f. Absisi
tanaman dari tanaman, seperti daun, bunga, buah atau batang. Pengaruh auksin
terhadap absisi ditentukan oleh konsentrasi auksin itu sendiri. Konsentrasi auksin
g. Senescence (penuaan)
Namun, IAA sampai sejauh ini paling banyak ditemukan dan relevan secara
(Taiz & Zeiger, 2006). Kebanyakan auksin alami memiliki gugus indol. Auksin
(d)
Gambar 2.10 Struktur kimia auksin: (a) Indolebutyric acid (IBA) (b) Indoleacetic
acid (IAA) (c) 1-napthaleneacetic acid (NAA) (d) Dichlorophenoxyacetic acid
(2,4-D). Lingkaran merah merupakan gugus indol (Taiz & Zeiger, 2006).
2. Sitokinin
merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar
tumbuhnya tunas pada kultur jaringan atau pada tanaman induk, namun sering
merangsang pembelahan sel dan memiliki fungsi yang mirip dengan kinetin
(KIN). Kinetin merupakan sitokinin pertama yang diisolasi dari sperma ikan
haring pada tahun 1955 oleh Miller. Sitokinin umumnya digunakan dalam kultur
sel tanaman pada rentang konsentrasi 0,1-10,0 mg/L. Ketika sitokinin diberikan
aktivitas protein dan enzim. Kinetin yang paling sering digunakan adalah kinetin
(KIN) dan Benzyladenine (BA). Selain itu, beberapa kinetin dikenal sebagai
thidiazuran (TDZ) atau urea (Mohamed, 2007). Bentuk dasar dari sitokinin adalah
Gambar 2.11 Struktur kimia sitokinin (a) Benzyladenine (BA) dan (b) kinetin.
Panah merah merupakan ikatan rangkap (Taiz & Zeiger, 2006).
3. Interaksi auksin-sitokinin
diinduksi dari kalus tembakau menggunakan kadar auksin rendah dan sitokinin
tinggi dalam media pertumbuhan. Sejak penemuan ini, juga ada penemuan bahwa
banyak aspek diferensiasi dan organogenesis selular dalam kultur jaringan dan
Gambar 2.12 Pengaruh interaksi konsentrasi auksin dan sitokinin (George et al.,
2008).