Makalah SPI
Makalah SPI
Makalah SPI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam sebagai ajaran menjadi sebuah topik yang menarik untuk dikaji, baik
oleh kalangan intelektual muslim sendiri maupun para orientalis atau sarjana-
sarjana barat. Diantaranya, munculnya gagasan sekularisme yang dikembangkan
oleh peradaban barat membawa dampak yang tidak baik terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan bagi umat islam. Sekularisasi yang memisahkan nilai- nilai
agama dari kehidupan manusia, tidak hanya bertentangan dengan fitrah manusia.
Karena itu, dari kalangan intelektual muslim khawatir terjadinya pengaruh
yang tidak baik dari para orientalis itu terlalu jauh bagi umat islam. Sehingga
muncullah adanya konsep atau gagasan islamisasi ilmu pengetahuan yang
merupakan konsep yang di dalamnya terdapat pandangan integral terhadap konsep
ilmu (epistemologi) dan konsep Tuhan (theology), Islam adalah agama yang
memiliki pandangan yang fundamental tentang Tuhan, kehidupan, manusia, alam
semesta, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, Islam adalah agama sekaligus
peradaban.
Dalam umat islam timbul 3 sikap dalam menghadapi ketertinggalan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu; (1) sikap yang dirasakan bahwa
ilmu pengetahuan yang berasal dari barat sebagai ilmu pengetahuan sekular.
Dalam membawa kemajuan islam maka ilmu itu harus berdasarkan Alquran dan
Al-sunnah. (2) ilmu pengetahuan dari barat diterima sebagai ilmu pengetahuan
yang netral. (3) sikap yang didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan barat
itu sekular dan materialisme. Keadaan ini menimbulkan kegelisahan beberapa
pakar ilmuan islam, sehingga muncullah ide untuk melakukan islamisasi ilmu
pengetahuan pada abad 20M, Islamisasi merupakan sebuah karakter dan identitas
Islam sebagai pandangan hidup yang di dalamnya terdapat pandangan integral
terhadap konsep ilmu dan konsep Tuhan. Karena itu, pemakalah akan membahas
makalah dengan judul islamisasi ilmu pengetahuan dengan rumusan masalah
sebagai berikut :
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Telaah Ontologis
3
2. Telaah epistomologi
Epistomologi adalah ilmu yang membahas apa pengetahuan itu dan
bagaimana cara memperolehnya.Sehingga dapat dipahami bahwa epistemology
mempersoalkan metodologi penerapan ilmu pengetahuan, dalam hal ini proses
Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Al-Qur’an merupakan kitab yang sangat sempurna
dalam menjelaskan metode pengembangan ilmu. 3
3 Ibid 234
4 Ibid 234
4
mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan
mengalami proses yang panjang tentang transformasi ilmu pengetahuan dari dunia
Islam ke dunia Barat dalam hubungan timbal balik, baik itu dalam bentuk kajian,
penafsiran maupun dalam bentuk penerjemahan. Kondisi tersebut di atas dapat
memungkinkan terjadi karena di dalam al-qur’an sendiri terdapat banyak ayat
yang menjelaskan tentang berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya:
a. Yang berhubungan dengan pengetahuan alam terdapat dalam QS
Saba’(34) : 10 dan QS al-Hadid (57) : 25.
b. Yang berhubungan dengan geografi terdapat dalam QS al-Baqarah (2) : 22
dan QS ar-Rad (13) :3’.
c. Yang berhubungan dengan kesehatan terdapat dalam QS al-
Baqarah (2) :184 dan 222, al Mudatsir (74) : 74, al-Maidah (5) : 6, an-Nisa
(4) : 43 dan al-A’raf (7) : 31.
d. Yang berhubungan dengan sejarah terdapat dalam QS Yusuf (12) :
109, al-Ashr (103) : 2, Maryam (19) : 2-15, al-Maidah (5) : 110-120 dan
al-Baqarah (2) : 30-39.
e. Yang berhubungan dengan matematika terdapat dalam QS al-Isra’
(17) : 12 dan 14 serta al-Muzammil (73) : 20
f. Yang berhubungan dengan ekonomi terdapat dalam QS al-Baqarah (2) :
29, al-Mulk (67) : 15, an-Naba’ (78) : 9-11 dan ad-Dhuha (93) : 6-8.
Dari keanekaragaman disiplin ilmu di masing-masing bidang dapat
diperlihatkan di dunia Barat, maka dalam hal ini Juhaya S Praja mengemukakan
pendapatnya bahwa upaya Islammisasi telah menunjukkan hasilnya di Barat.
Menurutnya ini adalah gejala aneh, mengapa tidak lahir di dunia Islam?.
Alasannya mungkin karena sarjana Muslim yang hidup di dunia Barat
menghadapi langsung tantangan dunia nyata terhadap Islam dan ummatnya. 5
5
demonstrative, metode intuitif, mengkaji, imajinasi, analisa dan sintesa serta
adanya ilham.
3. Telaah Aksiologis
Istilah Islamisasi Ilmu Pengetahuan sering dipandang sekelompok pemikir
hanya sebagai proses penerapan etika Islam dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan
dan kriteria suatu jenis ilmu pengetahuan yang akan dikembangkan. Konsekuensi
dari epistemology Islamisasi Ilmu Pengetahuan, maka aksiologinya yaitu
mengandung nilai rohaniah atau moral yang bersumber dari agama (Islam)
sifatnya adalah absolute dan kebenarannya bersifat permanen. Hal ini karena
bersumber dari Dzat yang absolute (mutlak) yaitu Allah Swt. Telaah aksiologi
sasarannya adalah manfaat dari hasil kajian yang dijadikan bahasan materi,
dengan artian bahwa aksiologidiartikan nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Dalam hubungannya dengan Islamisasi Ilmu
Pengetahuan, dapat dikatakan bahwa dengan Islamisasi dapat diketahui dengan
jelas kalau Islam bukan hanya mengatur segi-segi ritualitas dalam arti shalat,
puasa, zakat dan haji saja, melainkan sebuah ajaran yang mengintegrasikan segi-
segi kehidupan duniawi termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. 6
Selain beberapa hal di atas, juga muncul para filosof dan cendikiawan
muslim tidak lain oleh karena mereka bukan hanya menguasai ilmu-ilmu Islam
saja tetapi juga menguasai ilmu-ilmu yang datang dari Barat. Dengan ilmu,
mereka dapat mempelajari gejala alam dan menciptakan peralatan untuk
mengontrol gejala-gejala alam sesuai dengan hukumnya.
6
besar terhadap ilmu dan menawarkan cahaya untuk mengubah jahiliyah menuju
masyarakat yang berilmu dan beradab. Proses Islamisasi ilmu pengetahuan pada
dasarnya telah berlangsung sejak permulaan Islam hingga zaman kita sekarang ini.
Ayat-ayat yang diwahyukan kepada Nabi saw secara jelas menegaskan semangat
Islamisasi Ilmu Pengetahuan, yaitu ketika Allah menekankan bahwa Dia adalah
sumber dan asal ilmu manusia. 7
Secara historis, ide atau gagasan islamisasi ilmu pengetahuan muncul pada
saat diselenggarakan konferensi dunia yang pertama tentang pendidikan Islam di
Makkah pada tahun 1977. Konferensi yang diprakarsai oleh King Abdul Aziz
University ini berhasil membahas 150 makalah yang ditulis oleh sarjana-sarjana
dari 40 negara, dan merumuskan rekomendasi untuk pembenahan serta
penyempurnaan sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh umat Islam
seluruh dunia. Salah satu gagasan yang direkomendasikan adalah menyangkut
islamisasi ilmu pengetahuan. 9
Gagasan ini antara lain dilontarkan oleh Syed Muhammad Naquib al-
Attas dalam makal ahnya yang berjudul “ Preliminary Thoughts on the Nature of
Knowledge and the Definition and the Aims of Education, dan Ismail Raji al-
Faruqi dalam makalahnya “Islamicizing social science.
Dari kedua makalah ini kemudian gagasan tentang islamisasi ilmu
pengetahuan menjadi tersebar luas ke masyarakat muslim dunia. Pihak pro
maupun kontra-pun bermunculan. Diantara tokoh yang mendukung “pro”
terhadap proyek islamisasi tersebut antara lain adalah Seyyed Hossein Nasr
(1933), Ziauddin Sardar (1951) dan beberapa tokoh lain yang menolak adanya
7
westernisasi ilmu. Sedangkan pihak yang menentang “kontra” terhadap gagasan
islamisasi ini yaitu beberapa pemikir muslim kontemporer seperti Fazlur Rahman,
Muhsin Mahdi, Abdus Salam, Abdul Karim Soroush dan Bassam Tibi. Mereka
bukan hanya menolak akan tetapi juga mengkritik gagasan islamisasi ilmu
pengetahuan. Sebagaimana Fazlur Rahman, misalnya, dia berpendapat bahwa
ilmu pengetahuan tidak bisa diislamkan karena tidak ada yang salah di dalam ilmu
pengetahuan. Masalahnya hanya dalam penggunaannya. Menurut Fazlur Rahman,
ilmu pengetahuan memiliki dua kualitas. Dia kemudian mencontohkan seperti
halnya “senjata bermata dua” yang harus digunakan dengan hati-hati dan
bertanggung-jawab sekaligus sangat penting menggunakannya secara benar ketika
memperolehnya. 10
Ismail Raji al-Faruqi lahir di Jaffa, sebuah daerah di Palestina pada tanggal
1 januari 1921. Ia mengajar di School of Divinity dan juga seorang guru besar
tamu Sejarah Agama-Agama di Chicago University sambil melakukan kajian
keislaman di Syracus University, Amerika. Ia terkenal sebagai perancang utama
kurikulum American Islamic College Chicago. Beliau juga mendirikan
Departement Islamic Studies. Kecemerlangan karir yang ditekuninya tidak
terlepas dari istrinya Lois Lamya al-Faruqi. Bersama-sama mereka membentuk
kelompok kajian keislaman seperti Moeslem Student Association (MSA).
Kemudian American Academy of Religion (AAR), The Association of Muslem
Society of North Ameican (ISNA), kemudian menerbitkan jurnal American
Journal of Islamic Social Science (AJISS). Dilembaga inilah al-Faruqi
mengembangkan gagasannya terutama terkait dengan islamisasi ilmu
pengetahuan. 11
a. Latar Belakang dan Urgensi Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan bagi al-Faruqi dimaknai sebagai upaya
pengintregasian disiplin ilmu modern dengan khazanah warisan Islam. Dengan
demikian, umat Islam harus membagi, kemudian mengklasifikasikan disiplin
8
ilmu-ilmu modern yang sesuai dengan pandangan dunia dan nilai-nilai islam atau
dengan versi lain islamisasi ilmu pengetahuan, adalah suatu upaya untuk
menyusun dan membangun hubungan disiplin itu dengan memberinya dasar baru
yang konsisten dengan islam.
Pengusungan gagasan ini merupakan kebutuhan dan penting dilakukan.
Pentingnya gagasan ini untuk menangkis serta mengimbangi perkembangan
keilmuwan pada waktu itu. Kemudian, adanya perubahan paradigma berpikir
ilmuwan muslim produk barat serta adanya dualisme pendidikan. Namun
demikian sejauh mana tingkat pendidikan tersebut?
Secara luas berdasarkan analisis realitas menunjukan bahwa umat islam
paling tidak mayoritas kalau tidak ingin mengatakan seluruhnya hari ini hanya
sebagai penikmat sains yang telah ada. Yakni sains yang bersumber dari Barat
yang sekuler dengan label modern. Kalaupun ada kelompok yang intens
mendalami ilmu yang berkembang secara umum tetap berada dibawah kendali
pencetus sains tersebut.
Dimaklumi bahwa ilmu yang berkembang di Barat adalah ilmu sekuler,
dan inilah yang menjalar ditengah-tengah ilmuwan muslim. Menjalarnya ilmu ke
Barat ke tengah-tengah ilmuwan muslim ini mengarah pada sekularisasi.
Sekularisasi ini menyebabkan berpisahnya ilmu pengetahuan modern dari nilai-
nilai spiritual, akhirnya dalam pandangan modern sains hanyalah sains. Sebagai
material dan insidental yang dapat dieksploitasi tanpa adanya intervensi Tuhan.
Persoalan lainnya dalam islam ilmu dianggap bersentuhan dengan nlai-nilai
Ilahiah dan Tuhan sendiri sebagai sumber ilmu, al-Qur’an telah memuat segala-
galanya. Sehingga pengembangan dan penelitian yang terkait dengan ilmu terlalu
bertoleransi pada nilai-nilai religiositas tanpa memandang pentingnya ilmu
modern (umum).12
Kondisi yang menganggap Al-Qur’an sebagai kitab yang sudah sempurna
dan memuat semua persoalan yang ada tersebut, diperparah oleh suatu kondisi
yang berupaya untuk mempertahankan identitas persaingan global. Sehingga
ilmuwan muslim cenderung bersikap defensif (bertahan) dengan mengambil
posisi konservatif-statis (tertutup dan diam), melarang segala bentuk inovasi yang
9
ada serta mengedepankan ketaatan fanatis terhadap syariah yang dipandang
sebagai suatu yang telah final, dan mengenyampingkan ijtihad. Sikap konservatif-
statis ini membawa pada perceraian antara akal dan wahyu, sehingga dapat
dikatakan kalaupun tidak secara keseluruhan bahwa dampak dari model pemikiran
dan keilmuwan islam sendiri tidak kalah membahayakan dibanding pertumbuhan
dan perkembangan keilmuwan atau sains Barat.
Secara lebih tegas dapat dikatakan bahwa sikap konservatif tersebut gagal
karena dikalangan ilmuwan muslim sangat miskin ijtihad, ijtihad miskin karena
terbatasnya sumber daya manusia serta tingginya tingkat “kebodohan” ilmuwan
kontemporer. Kenapa mereka bodoh, karena tertanam kepuasan terhadap
kerangka kerja hukum dan menganggap tidak perlu reformasi-bahkan kebanyakan
yang antireformasi. Disamping itu sarjana-sarjana tradisional tidak diberikan
bekal sains modern, sehingga mereka tidak mampu memandang persoalan secara
komprehensif dan holistis melainkan dipagari oleh ruang yang terbatas pada fatwa
dan mazhab mereka sendiri.
Menurut al-Faruqi secara bersamaan pula,sistem pendidikan Islam
cenderung mempertahankan tradisi keilmuwan yang stagnan. Dalam
pandangannya pendidikan Islam dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk,
pertama sistem pendidikan tradisional yang senantiasa mempertahankan untuk
mempelajari ilmu-ilmu keisalaman secara sempit. Kedua sistem pendidikan yang
mempertahankan keilmuwan modern dan mengadopsi Barat secara mentah-
mentah. Ketiga sistem pendidikan konvergensif yang memadukan kedua sistem
yang dimuka, selain memberikan pembelajaran agama juga memberikan disiplin
ilmu modern. Tampaknya wujud dari sistem yang disebut pertama dapat dilihat
pada lembaga pendidikan berupa pesantren. Kemudian bentuk dari sistem yang
kedua ini adalah sekolah umum, sedangkan bagian ketiga seperti pesantren
modern atau sekolah Islam terpadu.13
Dalam penilaian al-Faruqi umat islam tidak dapat diharapkan untuk
bangkit kembali jika sistem pendidikannya tidak diubah dan kesalahannya tidak
dikoreksi. Sesungguhnya apa yang diperlukan adalah pembaruan sama sekali
terhadap sistem pendidikan. Dualisme pendidikan Islam yang sekarang, berupa
10
pendidikan Islam dan pendidikan sekuler harus dihilangkan dan dihapuskan,
kedua sistem pendidikan tersebut harus diintegrasikan dan sistem yang akan lahir
harus diinfus dengan spirit Islam yang sekaligus berfungsi sebagai bagian integral
dari program ideologinya.
Secara umum, adalah fakta jika apa yang diperlukan Barat (sains modern)
menjadi sesuatu yang amat sangat menakjubkan, dan suatu kewajaran jika Barat
masih menjadi sumber inspirasi bagi dunia hari ini. Namun demikian, kemajuan
tersebut justru memberikan pengaruh yang tidak kalah mengerikan. Pengaruh ini
tidak hanya pada lini kehidupan ekonomi dan gaya hidupl melainkan pada semua
lini termasuk pendidikan. Pada lini pendidikan al-Faruqi menilai bahwa
universitas Islam di dunia mengalami kekurangan tenaga dan staf kemudian
ditinjau dari kurikulum pendidikan tidak satu pun universitas Islam yang layak
menyandang predikat sebagai perguruan tinggi Islam ataupun mengklaim bahwa
kurikulum ilmu sosialnya sudah Islami. Kondisi lain dari pengaruh sekularisasi
adalah menjadikan ilmuwan-ilmuwan muslim kurang memerhatikan nilai-nilai
Islam,bahkan kehilangan visi Islam itu sendiri. Puncak dari hal ini adalah
terjadinya pereraian antara sains modern dengan nilai-nilai teologis.
Perlahan-lahan ilmu semakin jauh dari agama dan akalpun tidak dikontrol
oleh wahyu sehingga ide dan aksi pun menjadi terpecah belah menjadi dua jalan
yang bersebrangan, jalan rohaniah dan jalan dunia. Jalan inti tidak lagi seperti kiri
dan kanan yang selalu beriringan namun menjadi bertentangan satu sama lainnya.
Sehingga, spiritual menjadi hampa dan dunia mengabaikan moral. Puncaknya
melahirkan ilmu-ilmu yang bebas nilai dan agamapun tidak mampu
meminimalisir kondisi tersebut.
Polemik-polemik inilah tampaknya yang mengilhami al-Faruqi menggulir
kan gagasan islamisasi ilmu pengetahuan ke tengah-tengah pemikir islam. Dengan
demikian cukup beralasan al-Faruqi mengusung gagasan ini guna membangkitkan
ilsam dari keterpurukan, merujukkan kembali ilmu dan agama, menyerasikan
kembali akal dan wahyu. Menyembuhkan dari penyakit, kemudian diarahkan pada
pembenahan metode berpikir umat Islam dari racun-racun westernisasi,
modernisme, dan sekularisme yang disebarkan melalui lembaga-lembaga
pendidikan ala Barat. Mengkaji kembali kultur keislaman masa lalu dan kini serta
11
keilmuwan modern, untuk diformulasikan menjadi ilmu yang rahmatan lil’alamin
secara utuh diimplementasikan melalui sebuah sistem yakni lembaga pendidikan
Islam dalam hal ini perguruan tinggi Islam.
Dengan demikian, proses Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan
kegiatan yang diawali dengan suatu pemikiran filosofis. Landasan filosofis yang
dijadikan dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Pengintegrasian ilmu
pengetahuan modern dengan nilai-nilai ilahiah. Berdasarkan pada sumber ajaran
Islam yakni Al-Qur’an dan sunnah, sehingga lahir ilmu modern yang islami.
12
b) Strategi Operasional Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Guna me-landing-kan proyek islamisasi ilmu pengetahuan tersebut al-
Faruqi menyusun 12 langkah strategis yang secara kronologis harus ditempuh :
1. Penguasaan disiplin ilmu modern: penguasaan kategoris
2. Survei disiplin ilmu
3. Penguasaan khazanah islam
4. Penguasaan khazanah ilmiah islam, tahap analisis
5. Penentuan relevansi islam yang khas terhadap disiplin disiplin ilmu
6. Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern : tingkat perkembangan
masa kini
7. Penilaian kritis terhadap khazanah islam
8. Survei permasalahan yang dihadapi umat islam
9. Survei persoalan yang dihadapi umat manusia
10. Analisis kreatif dan sintesis
11. Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka islam
12. Penyebaran ilmu-ilmu yang telah diislamisasikan
1. Aspek Kelembagaan
Dalam deskripsi yang lebih tegas islamisasi dalam aspek kelembagaan
dimaksud adalah penyatuan dua sistem pendidikan, yakni pendidikan islam
(agama) dan sekuler (umum). Artinya melakukan moderenisasi bagi lembaga
pendidikan agama dan islamisasi pendidikan sekuler. Adanya lembaga pendidikan
modern (barat sekuler), dipandang sebagai kamuflase yang mengatasnamakan
islam, dan menjadikan islam sebagai symbol. Mengantisipasi keadaan ini perlu
didirikannya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang baru sebagai tandingan.
Sepertinya implikasi dari islamisasi ilmu pengetahuan pada aspek kelembagaan
adalah terbentuknya lembaga independen yang mengintegrasikan pengembangan
keilmuan agama dan umum, artinya apapun nama lembaga tersebut yang
terpenting adalah terintegrasinya secara komprehensif antara sistem umum dan
agama. Pengintegrasian lembaga tidak hanya terkait dengan masalah keilmuan,
13
namun secara administrative pengelolaan lembaga pendidikan tersebut mengacu
pada sistem manajemen pendidikan islam. suatu bentuk manajemen yang
bermoral sesuai dan sejalan dengan visi keislaman itu sendiri.14
2. Aspek Kurikulum
Pengembangan kurikulum dalam islam dilihat dari kebenaran fundamental
dan yang tidak dapat diubah dari prinsip tauhid (Al-Qur’an dan sunnah).
Meskipun dalam prosesnya kurikulum membolehkan adanya pengadopsian dari
buku-buku Barat, namun juga memberikan prioritas utama sebagai sumber yakni
Al-Qur’an dan sunnah. Rumusan kurikulum dalam islamisasi ilmu pengetahuan
dengan memasukkan segala keilmuwan dalam kurikulum. Dengan demikian,
lembaga pendidikan memiliki kurikulum yang aktual, responsive terhadap
tuntutan permasalahan kontemporer. Artinya lembaga akan melahirkan lulusan
yang visioner, berpandangan integratif, proaktif dan tanggap terhadap masa depan
serta tidak dikotomistik dalam keilmuan.
3. Aspek Pendidik
Terkait dengan pengajar yang memberikan pengajaran pada tingkat dasar
dan lanjutan tidak dibenarkan islamologi atau misionaris. Artinya harus pendidik
yang benar benar islam dan memilki basic keislaman yang mantap. Di samping
itu, staf-staf pengajar yang diinginkan dalam universitas islam adalah staf
pengajar yang shaleh serta memiliki visi keislaman.memiliki kemampuan dalam
menafsirkan berbagai teori berdasarkan pendekatan islam. seorang pendidik
dituntut memiliki kemampuan substantif, yakni berupa penguasaan dua segi
keilmuan, yakni ilmu agama dan ilmu modern sekaligus. Selain kemampuan
substantif pendidik juga dituntut memiliki kemampuan nonsubstantif, yakni
berupa multiskill didaktis. Kemampuan ini mencakup keterampilan dalam
menggunakan metode dan strategi pembelajaran, pengelolaan atau manajemen
pendidikan, pengevaluasian, dan lain sebagainya. Yang secara keseluruhan
bertumpu pada unsure tauhid.15
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
15
dengan konsep, prinsip metodologi yang jelas yaitu berlandaskan ketahuidan dan
keimanan serta memiliki rencana kerja mengingat keterpurukan dunia islam saat
ini ditingkat yang paling parah. Sehingga perlu adanya pembaharuan salah
satunya adalah dibidang pendidikan. Yang kemudian diaplikasikan dengan
berbagai langkah-langkah secara global salah satunya adalah menguasai ilmu-
ilmu pengetahuan modern dan menguasi kembali warisan islam yang selanjutnya
harus di kaji diteliti dan dikritisi agar terpisah ilmu-ilmu pengetahuan yang
bersifat sekuler dan atheis sehingga akan telihat jelas bahwa ilmu yang dihasilkan
bersumber dari islam. selanjutnya diharapkan muncul ilmu-ilmu pengetahuan baru
yang berparagidma islam.
Dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan mengalami proses yang panjang
tentang transformasi ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke dunia Barat dalam
hubungan timbal balik, baik itu dalam bentuk kajian, penafsiran maupun dalam
bentuk penerjemahan.
Namun masih terkendala dengan konsep kesatuan manusia dimana
Penggagasnya menyarankan umat islam bersatu di bawah kepemimpinan yang
satu. Hal ini masih banyak ditentang terutama oleh kelompok demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://isminovarina.blogspot.com/2014/10/islamisasi-ilmu-pengetahuan.html?m=1
16
17