Mas Pras
Mas Pras
Mas Pras
Disusun oleh :
Segala puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dengan baik dan tepat waktu.
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Yusuf
Muhajir Ilallah M. Pd selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah
banyak memberi bimbingan dan masukan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman – teman kami yang sudah membantu
dalam proses penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, semua itu
karena keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan
saran serta kritik yang membangun dari berbagi pihak. Kami berharap semoga sedikit
ilmu yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi orang yang menbacanya pada umumnya
dan untuk kami sendiri pada khususnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………II
DAFTAR ISI………………………………………………………………..III
BAB I :PEMBAHASAN…………………………………………………….1
Latar Belakang………………………………………………………...1
Rumusan Masalah……………………………………………………..1
Tujuan…………………………………………………………………1
BAB II : PEMBAHASAN………………………………………………..…...3
A. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan…………………….…....3
B. Sejarah Ilmu Pengetahuan…………….…………………………..5
C. Pertentangan Ilmu Pengetahuan.………………………………….6
D. Pokok Pemikiran Netralitas Ilmu…………………………………9
E. Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan……………..……………....10
A. Kesimpulan……………………………………………………………13
B. Saran………………………………………………………………......13
iii
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….14BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradaban Islam yang berjaya pada 650-1000M, mampu membangun peradaban Islam
yang berpengaruh besar terhadap peradaban modern Barat saat ini. Perkembangan terjadi
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, baik bidang agama maupun nonagama. Pada masa
ini lahirlah para ilmuwan seperti: Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam al-Asy’ari, al-Kindi, al-
Farabi. Dan beberapa ilmuwan lain seperti Ibnu al-Haysam, al-Khawarizmi, al-Razi dan
ulama-ulama besar lain. Namun, pada 1250-1800 M umat Islam mulai mengalami
kemunduran diberbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan
kebudayaan yang diikuti kekalahan dalam kehidupan intelektual, moral, kultural, budaya
dan ideologi.
Pada sisi lain muncul kesadaran di kalangan umat Islam maupun umat manusia pada
umumnya, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini membawa implikasi negatif,
munculnya krisis yang sifatnya global. Ilmu pengetahuan dan teknologi pada satu sisi hanya
memberi kebahagian semu, dan pada sisi lain memberi kontribusi bagi munculnya krisis
ekologi, krisis kemanusiaan dan kondisi dunia yang tidak nyaman. Untuk itu muncul
kesadaran untuk melakukan rekonstruksi ilmu pengetahauan melalui proyek besar Islamisasi
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang di pandang memiliki perspektif al-Qur’an
sehingga memungkinkan terjadinya proses Islamisasi ilmu pengetahuan yang Qur’ani
dengan menjelaskan prosesi-prosesinya disertai dengan ayat-ayat yang berkenaan dengannya
Hubungan antara ilmu pengetahuan dan islamisasi ilmu pengetahuan, ada baiknya terlebih
dahulu mengetahui apa itu ilmu pengetahuan dan Islamisasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat dibuat
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan
2. Sejarah Ilmu Pengetahuan
3. Pertentangan Ilmu Pengetahuan
4. Pokok Pemikiran Netralitas Ilmu
5. Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan
1
C. Tujuan Masalah
Adapun beberapa tujuan berdasarkan rumusan masalah di atas yang hendak dicapai
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan
2. Untuk mengetaui Sejarah Ilmu Pengetahuan
3. Untuk mengetahui Pertentangan Ilmu Pengetahuan
4. Untuk mengetahui Pokok Pemikiran Netralitas Ilmu
5. Untuk mengetahui Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dengan nilai atau konsep apapun yang dihasilkan manusia tanpa melihat ideologinya.
Belum adanya teori islamisasi pengetahuan ini menyebabkan ilmuan Muslim mengalami
pembusukan pemikiran (al-tafakkuk al-fikri), fanatisme mazhab, terjebak pada pemikiran
statis, dan mewarisi kekacauan politik yang berlangsung selama ratusan tahun.
Keterpurukan ini menyebabkan mereka terpecah-pecah dan sering dituduh secara ekstrim
dengan label kafir, murtad, zindik, klenik, mu’tazilah, jabariyah, atau qadariyah. Ilmuan
Muslim membangun antropologi Islam bertujuan untuk mengelaborasi warisan
antropologis yang telah ditinggalkan oleh ilmuan muslim terdahulu, kemudian
merekonstruksi warisan keilmuan itu dalam format keilmuan modern.
Dengan tujuan seperti berikut :
1. Penguasaan disiplin ilmu modern,
2. Penguasaan warisan Islam,
3. Penentuan relevansi khusus Islam bagi setiap bidang pengetahuan modern
4. Pencarian cara-cara untuk menciptakan perpaduan kreatif antara warisan dan
pengetahuan modern,
5. Pengarahan pemikiran Islam ke jalan yang menuntunnya menuju pemenuhan pola
Ilahiah dari Allah.
Sedangkan Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang obyek tertentu yang
bertujuan mencapai kebenaran ilmiah, yang diperoleh melalui pendekatan atau cara
pandang (approach), metode (method), dan sistem tertentu lainnya. Dalam Ensiklopedia
Indonesia, ilmu pengetahuan yaitu suatu sistem dari berbagai pengetahuan mengenai
suatu lapangan tertentu, yang disusun menurut tujuan tertentu yang didapatkan dari hasil
pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti menggunakan metode tertentu sehingga
menjadi suatu kesatuan. Secara epistemologi, setiap pengetahuan adalah hasil dari
berkontaknya dua hal yaitu, benda (obyek penelitian) dan manusia (subyek peneliti).
Dalam Al-Qur’an terdapat pokok dasar ilmu pengetahuan yang melingkupi
segenap bidang. Pokok dasar ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an itu memerlukan
pengembangan melalui nalar manusia sehingga menjadi ilmu yang sistematis. Penjelasan
al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan ada yang berbentuk keterangan hakikat kejadian
alam dan sekitarnya, sebagaimana dalam firman-Nya yang berbunyi:
4
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”
Dari contoh-contoh yang telah disebutkan, kiranya cukup jelas bahwa fenomena-
fenomena alam yang terjadi di dunia ini sebenarnya juga disebutkan dengan jelas dalam
al-Qur’an sebagai sebuah proses menuju islamisasi ilmu pengetahuan.
5
adanya bahaya sekularisme dan modernisme yang mengancam dunia Islam, karena itulah
dia meletakkan asas untuk konsep sains Islam.
Berawal dari beberapa ide tersebut, Syed M. Naquib al-Attas mengembangkan
ide itu menjadi proyek "Islamisasi" yang diperkenalkannya pada Konferensi dunia
mengenai Pendidikan Islam yang Pertama di Makkah pada tahun 1977. Al-Attas
dianggap sebagai orang pertama yang menggagas perlunya Islamisasi pendidikan,
Islamisasi sains, dan Islamisasi ilmu. Oleh karena itulah, sebagai bentuk keprihatinannya
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan ia mengajukan gagasan tentang “Islamisasi
Ilmu Pengetahuan Masa Kini” serta memberikan formulasi awal dalam pemikiran Islam
modern.
Ismail Raji al-Faruqi juga melakukan hal yang sama yaitu agenda Islamisasi Ilmu
Pengetahuan dengan latarbelakang bahwa umat Islam saat ini berada pada keadaan yang
lemah. Kemerosotan umat islam masa kini telah menjadikan Islam berada pada zaman
kemunduran. Kondisi ini menyebabkan meluasnya kebodohan. Akibatnya, umat Islam
lari kepada keyakinan buta, bersandar pada literalisme dan legalisme (menyerahkan diri
kepada pemimpin-pemimpin atau tokoh-tokoh mereka). Dan meninggalkan dinamika
ijtihad sebagai sumber kreatifitas yang seharusnya dipertahankan. Dalam kondisi seperti
ini umat muslim melihat kemajuan Barat sebagai sesuatu yang mengagumkan dan
menyebabkan sebagian umat muslim tergoda oleh kemajuan Barat sehingga berupaya
melakukan reformasi dengan jalan westernisasi. Namun, westernisasi telah
menghancurkan umat Islam dari ajaran al-Qur’an dan hadis. Sebab berbagai pandangan
dari Barat, diterima umat Islam tanpa adanya filterisasi. Maka pengetahuan harus
diislamisasikan atau diadakan asimilasi pengetahuan agar sesuai dengan ajaran tauhid dan
ajaran Islam.
Tujan dari Islamisasi ilmu sendiri adalah untuk melindungi umat Islam dari ilmu
yang sudah tercemar dan menyesatkan sehingga menimbulkan kekeliruan. Islamisasi
ilmu bertujuan untuk mengembangkan ilmu yang hakiki yang membangunkan pemikiran
dan pribadi muslim sehingga akan menambahkan keimanan kepada Allah. Islamisasi ilmu
akan melahirkan keamanan, kebaikan, keadilan, dan kekuatan iman.
6
Islamisasi ilmu ini menjadi perdebatan utama di kalangan para intelektual Islam
sejak tahun 1970 an. Walaupun ada sarjana muslim membicarakannya tetapi tidak secara
teperinci dan mendalam mengenai konsep dan kerangka pengislaman ilmu. Maka dapat
dikatakan bahwa gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan sebagai fenomena modernitas,
menarik untuk dicermati. Pada era dimana peradaban modern sekuler mencengkeram
Muslim dengan kukuhnya, pemunculan wacana Islamisasi ilmu pengetahuan dapat dibaca
sebagai sebuah “kontra-hegemoni” ataupun “diskursus perlawanan”. Dia hadir untuk
menunjukkan identitas sebuah peradaban yang sekian lama diabaikan. Tapi, sebuah
“kontra-hegemoni” ataupun “diskursus perlawanan”, adakalanya memunculkan problema
dan kontradiksinya sendiri.
Ada beberapa Pertentangan dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan:
a. Aktivitas golongan pertama mempunyai peranan yang sangat penting
dalam rangka mengokohkan dan memurnikan kembali konsep Islamisasi ilmu ini
walaupun mereka saling mengkritik ide satu sama lain, tetapi itu dimaksudkan untuk
merekons- truksinya bukan mendekontruksi. Diantaranya adalah S.A. Ashraf yang
melakukan kritik terhadap al-Faruqi yang “ingin penyelidikan dilakukan terhadap konsep
Barat dan Timur, membandingkannya melalui subjek yang terlibat dan tiba kepada satu
kompromi kalau memungkinkan.” Pada fikirannya, kompromi merupakan sesuatu yang
mustahil terhadap dua pandangan yang sama sekali berbeda. Tidak seharusnya bagi
sarjana muslim me- mulai dengan konsep Barat tetapi dengan konsep Islam yang
dirumuskan berdasar- kan prinsip yang dinukil dari al-Quran dan al-Sunnah. Dalam
pandangan Syed Hossein Nasr, integrasi yang diinginkan al-Faruqi bukan saja sesuatu
yang mungkin tetapi juga perlu untuk dilakukan. Menurutnya, para pemikir muslim
seharusnya memadukan berbagai bentuk ilmu dalam kerangka pemikiran mereka. Bukan
hanya menerima, tetapi juga melakukan kritik dan menolak struktur dan premis ilmu
sains yang tidak sesuai dengan pandangan Islam dan kemudian menuliskannya kedalam
sebuah buku sebagaimana yang pernah dilakukan Ibnu Sina atau Ibn Khaldun di masa
lalu. Kemudian Ziauddin Sardar, pemikir muslim dari Inggris, ia berpendapat bahwa
Islamisasi ilmu akan menjadi issue populer dan berkembang di masa depan. Namun
Sardar dalam hal ini memiliki paradigma yang berbeda. Bahwasanya bukan Islam yang
perlu direlevankan dengan ilmu pengetahuan modern. Justru sebaliknya, islamlah yang
7
harus dikedepankan, dalam arti, ilmu pengetahuan modern yang harus dibuat relevan
dengan Islam.
b. Beberapa kalangan percaya bahwa semua ilmu itu sudah Islami, sebab
yang menjadi sumber utamanya adalah Allah SWT sendiri. Sehingga mereka sangsi
dengan pelabelan Islam atau bukan Islam pada segala ilmu. Sebut saja dalam hal ini
Fazlur Rahman, Muhsin Mahdi, Abdul Karim Soroush, Bassan Tibi, Hoodbhoy dan
Abdul Salam. Menurut Fazlur Rahman, ilmu pengetahuan tidak bisa diislamkan karena
tidak ada yang salah di dalam ilmu pengetahuan. Masalahnya hanya dalam
menyalahgunakanya. Dan bahkan ia berkesimpulan bahwa "kita tidak perlu bersusah
payah membuat rencana dan bagan bagaimana menciptakan ilmu pengetahuan Islami.
Lebih baik kita manfaatkan waktu, energi dan uang untuk berkreasi”. Bagi Fazlur
Rahman, ilmu pengetahuan itu memiliki dua kualitas, “seperti senjata dua sisi yang harus
dipegang dengan hati-hati dan penuh tanggung jawab, dia sangat penting digunakan dan
didapatkan secara benar.” Baik dan buruknya ilmu pengetahuan bergantung pada kualitas
moral pemakainya. Abdul Salam, pemenang anugerah Nobel fisika berpandangan bahwa
“hanya ada satu ilmu universal yang problem-problem dan modalitasnya adalah
internasional dan tidak ada sesuatu yang dinamakan ilmu Islam, seperti juga tidak ada
ilmu Hindu, ilmu Yahudi, atau ilmu Kristen. Abdul Salam menceraikan pandangan hidup
Islam menjadi dasar metafisis kepada sains.
Pervez Hoodbhoy seorang ahli fisika nuklir asal Pakistan, menyangsikan
keberadaan sains Barat, sains Islam, sains Yunani atau peradaban lain dan berpandangan
bahwa sains itu bersifat universal dan lintas bangsa, agama atau peradaban. Dia
menentang konsep sains Islam yang telah dimunculkan oleh para pendahulunya.
Alasannya, karena Menurutnya sains Islam itu tidak ada bahkan tidak perlu sains Islam
dan usaha untuk menciptakan sains Islam (Islamisasi ilmu) merupakan pekerjaan sia-sia.
Selain itu Pervez juga berpendapat bahwa program Islamisasi sains selama ini tidak
mengarah pada pembuatan mesin atau instrumen sains, sintesis senyawa kimia atau obat-
obatan yang baru, rencana percobaan baru, atau penemuan hal-hal baru yang belum dapat
diuji. Malah sebaliknya para pelaku dan pembela sains Islam telah mengarahkan
penelitian pada masalah yang terletak di luar wilayah sains yang umum. Misalnya
masalah yang tidak dapat dibuktikan seperti “kecepatan surga”, “temperatur neraka“,
8
“komposisi kimia jin” dan contoh yang lain. Pada umumnya, para pengkritik islamisasi
ilmu bependapat sains adalah mengkaji fakta-fakta, objektif dan independent dari
manusia, budaya atau agama, dan harus dipisahkan dari nilai-nilai.Rosnani hasyim
membagi pihak yang berseteru ini kedalam empat golongan, yaitu:
1. Golongan yang menerima program islamisasi ilmu pegetahuan secara teoridan
konsep serta berusaha untuk merealisasikannya dalam bentuk sebuah karya
yang sejalan dengan program.
2. Golongan kedua sepakat pada tatanan teoridan konsep tetapi tidak dilakukan
secara praktis.
3. Golongan ketiga adalah yang tidak sepakat bahkan mencemooh gagasan
islamisasi ilmu pengetahuan.
4. Golongan keempat yang tidak memiliki pendirian terhadap gagasan islamisasi
ilmu pengetahuan
D. Pokok Pemikiran Netralitas Ilmu
Melihat perbedaan pendapat antar ilmuwan muslim tentang realisasi
islamisasi ilmu pengetahuan, mungkin membuat kita bingung, mengapa di antara
mereka ada yang yang setuju dan ada yang tidak? Kepada siapa kita harus
berpihak? Pihak yang mendukung islamisasi memiliki semangat dan harapan besar
terhadap kembalinya hegemoni ilmu pengetahuan Islam. Bahkan sebagian dari mereka
telah menawarkan konsep epistemologis berupa langkah-langkah yang harus ditempuh
untuk mencapai islamisasi ilmu pengetahuan. Di lain sisi, pihak yang menolak
menilai bahwa islamisasi merupakan hal yang sulit bahkan mustahil direalisasikan,
karena “lawan” yang dihadapi terlalu besar dan sulit ditaklukkan, dan menilai
bahwa ilmu pengeta-huan adalah universal (tidak ada kaitannya dengan Islam),
sehingga usaha untuk mewujudkannya adalah hal yang sia-sia.
Setiap ilmuwan berhak melahirkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
dan memang ini yang harus dilakukan untuk kelangsungan hidup umat manusia.
Namun, melihat kultur dan profil dari bangsa barat dan Islam, apakah sama cara
keduanya dalam memperoleh ilmu pengetahuan? Islamisasi ilmu baru mungkin dan
bermakna jika kita dapat menunjukkan teoritis yang fundamental antara teori ilmu
(epistemologi) modern dan Islam.
9
Di samping itu, landasan epistemologi juga memiliki arti yang sangat penting bagi
bangunan ilmu pengetahuan. Sedangkan landasan epistemologi ilmu disebut metode
ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar.
Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode
ilmiah. Metodologi atau cara memperoleh ilmu pengetahuan merupakan ranah epis-
temologi sebagai salah satu cabang dari filsafat ilmu. Dalam kaitan ini, perlu
diketahui bahwa epistemologi barat dan epistemologi Islam berbeda. Para pemikir
muslim memformulasi bangunan epistemologi Islam berdasarkan Alqur’an dan As-
Sunnah. Gagasan epistemologi Islam ini bertujuan untuk memberikan ruang gerak
bagi umat Islam khususnya, agar bisa keluar dari belenggu pemahaman dan pengem-
bangan ilmu pengetahuan.
10
2. Memasukkan elemen-elemen Islam dan konsep-konsep kunci ke dalam setiap cabang
ilmu pengetahuan masa kini yang relevan.
Al-Attas menolak pendapat yang menyatakan Islamisasi ilmu pengetahuan dapat
tercapai dengan melabelisasi sains dan prinsip Islam atas ilmu sekuler. Usaha ini hanya
akan memperburuk keadaan dan tidak ada manfaatnya.
Menurut al-Faruqi, islamisasi ilmu pengetahuan yaitu usaha mendefinisikan
kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen dan rasionalisasi yang
berkaitan dengan data, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran, serta memproyeksi
ulang tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin
ini memperkaya wawasan Islam. Untuk menuangkan kembali keseluruhan khazanah ilmu
pengetahuan menurut wawasan Islam dan untuk melandingkan gagasannya tentang
Islamisasi ilmu, al-Faruqi meletakan "prinsip tauhid" sebagai kerangka pemikiran,
metodologi dan cara hidup Islam.
Untuk merealisasikannya al-Faruqi menyusun 12 langkah yang harus ditempuh,
yaitu:
a) Penguasaan ilmu modern: prinsip, metodologi, masalah, tema dan
perkembangannya
b) Survei disiplin ilmu
c) Penguasaan khazanah Islam: ontology
d) Penguasaan khazanah ilmiah Islam: analisis
e) Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu
f) Penilaian secara kritis terhadap disiplin keilmuan modern dan
perkembangannya
g) Penilaian secara kritis terhadap khazanah Islam dan perkembangannya
h) Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam
i) Survei permasalahan yang dihadapi manusia
j) Analisis dan sintesis kreatif
k) Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam
l) Penyebarluasan ilmu yang sudah diislamkan
11
Menurut Kuntowijoyo dalam "Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi,
dan Etika", terdapat dua metodologi yang dipakai dalam proses islamisasi ilmu
pengetahuan, metodologi tersebut adalah :
Dalam rangka islamisasi ilmu pengetahuan, maka para cendekiawan muslim harus
menguasai dan memahami seluruh disiplin ilmu pengetahuan dan kemudian
mengintegrasikan ilmu pengetahuan ke dalam korpus warisan Islam dengan
menghilangkan, mengubah, menginterpretasi ulang, dan menyesuaikan komponen-
komponennya sesuai ilmu pengetahuan islam dengan nilai-nilai ketauhidan.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur semua bidang kehidupan (QS Al-
Maidah: 3). Islam adalah “din” berarti ikatan yang dipegang dan dipatuhi yang
berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sehingga berpengaruh terhadap
kehidupan sehari-hari. Sedangkan Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang
obyek tertentu yang bertujuan mencapai kebenaran ilmiah, yang diperoleh melalui
pendekatan atau cara pandang (approach), metode (method), dan sistem tertentu
lainnya.
2. proses Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya telah berlangsung sejak permulaan
Islam. Sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Alaq ayat 1-5, yang dengan jelas
menegaskan semangat islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu ketika Allah menekankan
bahwa sumber dan asal ilmu manusia adalah Allah.
3. Ada beberapa Pertentangan dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan:
a. Aktivitas golongan pertama mempunyai peranan yang sangat penting dalam
rangka mengokohkan dan memurnikan kembali konsep Islamisasi ilmu ini
walaupun mereka saling mengkritik ide satu sama lain, tetapi itu dimaksudkan
untuk merekons- truksinya bukan mendekontruksi.
b. Beberapa kalangan percaya bahwa semua ilmu itu sudah Islami, sebab yang
menjadi sumber utamanya adalah Allah SWT sendiri. Sehingga mereka sangsi
dengan pelabelan Islam atau bukan Islam pada segala ilmu.
4. Setiap ilmuwan berhak melahirkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan
memang ini yang harus dilakukan untuk kelangsungan hidup umat manusia.
5. Dalam Islamisasi ilmu pengetahuan perlu melibatkan dua proses yang saling
berhubungan, yaitu :
a. Proses pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang membentuk
kebudayaan dan peradaban Barat.
b. Memasukkan elemen-elemen Islam dan konsep-konsep kunci ke dalam setiap
cabang ilmu pengetahuan masa kini yang relevan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Attas (al) Syed Muhammad Naquib, Islam dan Sekularisme, Terj. Karsidjo Djojosuwarno
Bandung: Pustaka, 1981
https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=proses+Islamisasi+ilmu+pengetahuan&btnG=#d=gs_qabs&t=16
55979624722&u=%23p%3DR-C6W5rqvZkJ
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/kalimah/article/download/4872/8711
http://jiip.stkipyapisdompu.ac.id/jiip/index.php/JIIP/article/download/395/312
https://id.scribd.com/document/403156873/PANDUWINATA-NETRALITAS-
ILMU-docx
14