Kelompok 4 - KJA Di Laut

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENGELOLAAN

LINGKUNGAN BUDIDAYA

Budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) di Laut

Disusun oleh :

Annisa Nursyahbani 230110160080


Mikha Vellomena 230110160085
Meissya Adila Luthfia 230110160087
Diana Safitri 230110160101
Suci Utami Nur Azizah 230110160115
Muhammad Rezal Tanjung 230110160121
Cecep Muhammad Yusup 230110160136
Delima Mentari Amara 230110160146

Kelas:
Perikanan B / Kelompok 4

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya serta kerja keras penyusun telah berhasil
menyusun tugas makalah pengelolaan lingkungan budidaya yang berjudul
budidaya keramba jaraing apung di laut.
Makalah ini diharapkan dapat membantu para mahasiswa untuk lebih
menguasai dan mengerti hal-hal yang di bahas dalam makalah dan dapat
bermanfaat sebagai pengetahuan mengenai budidaya keramba jaring apung di
laut.
Kami telah menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya, tetapi kami
sangat menerima kritik, usul, atau saran sebagai bahan pertimbangan untuk
penyempurnaan makalah di masa mendatang.

Jatinangor, Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB Halaman
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
2
1.3 Tujuan 2
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Keramba Jaring Apung (KJA) 3
2.2 Cara Pembuatan KJA.............................................................. 3
2.3 Faktor yang mempengaruhi kegiatan budidaya di KJA.......... 5
2.4 Penentuan Lokasi.................................................................... 11
2.5 Contoh Ikan yang biasa dibudidayakan.................................. 12
2.6 Permasalahan atau hambatan dalam budidaya di KJA........... 13
2.7 Keuntungan budidaya di KJA................................................. 14
2.8 Kegunaan KJA........................................................................ 15
2.9 Pengelolaan dan Perawatan keramba jaring apung (KJA)...... 25
III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan............................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budidaya laut adalah upaya manusia melalui masukan tenaga kerja dan
energi, untuk meningkatkan produksi organisme laut ekonomis penting dengan
memanipulasi laju pertumbuhan, mortalitas dan produksi. Kegiatan budidaya telah
dilakukan oleh manusia sejak dulu yaitu pemeliharaan dalam media air dengan
pemberian makanan untuk organisme air yang dipelihara.
Keberhasilan perikanan budidaya sangat tergantung pada kondisi kualitas air,
sedangkan air merupakan media yang sangat dinamis dan mudah terpengaruh dampak
pencemaran dari lingkungan di sekitarnya, baik eksternal maupun internal
(Effendi,2004). Budidaya laut diusahakan untuk mencegah ketidakseimbangan
ekosistem dengan mempelajari car-cara dan sifat hidup pada habitat asli masing-
masing organisme laut, agar teknik pemeliharaan atau pembesaran organisme yang
dipelihara dapat dimanipulasi pada lingkungan budidaya yaitu menyesuaikan sifat
dan cara hidupnya.
Budidaya laut merupakan suatu pemanfaatan sumberdaya di kawasan pesisir
dalam hal memelihara berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi.
Adapun pengertian lain mengenai budidaya laut yaitu suatu kegiatan pada area
tertentu di perairan pantai yang dicirikan dengan banyaknya terdapat kumpulan
Keramba Jaring Apung (KJA), rakit-rakit kerang-kerangan atau rumput laut atau
membudidayakan organisme laut dalam wadah atau area terbatas dan terkurung
(Ismail et al., 2001). Pengembangan budidaya laut sangat penting karena merupakan
usaha untuk meningkatkan produksi perikanan laut.
Salah satu kegiatan budidaya perikanan laut yang menguntungkan yaitu
dengan menggunakan sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Keramba Jaring Apung
(KJA) bisa digunakan untuk menamai wadah pemeliharaan ikan terbuat dari jaring

1
yang di bentuk segi empat atau silindris dan diapungkan dalam air permukaan
menggunakan

2
3

pelampung dan kerangka kayu, bambu, atau besi, serta sistem penjangkaran. Lokasi
yang dipilih bagi usaha pemeliharaan ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA)
relatif tenang, terhindar dari badai dan mudah dijangkau.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Apa faktor yang mempengaruhi kegiatan budidaya di KJA Laut?
2. Apa saja komoditas ikan yang dibudidayakan di KJA Laut?
3. Bagaimana cara pembuatan KJA Laut ?
4. Bagaimana hambatan serta kelebihan KJA Laut?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, diperoleh tujuan adanya makalah ini
antara lain:
1. Untuk menyebutkan faktor yang mempengaruhi kegiatan budidaya di KJA Laut
2. Untuk menyebutkan komoditas ikan yang dibudidayakan di KJA Laut
3. Untuk menjelaskan cara pembuatan KJA Laut
4. Untuk menjelaskan hambatan serta kelebihan budidaya di KJA Laut
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Karamba Jaring Apung (KJA)


Keramba jaring apung adalah salah satu wadah budidaya perairan yang cukup
ideal, yang ditempatkan di badan air dalam, seperti waduk, danau, dan laut. Keramba
jaring apung merupakan salah satu wadah untuk penerapan budidaya perairan sistem
intensif. Prinsipnya semua jenis ikan laut dan ikan air tawar dapat dipelihara pada
keramba jaring apung (Abdul kadir, 2010). Lokasi yang dipilih bagi usaha
pemeliharaan ikan dalam KJA relatif tenang, terhindar dari badai dan mudah
dijangkau. KJA juga merupakan proses yang luwes untuk mengubah nelayan kecil
tradisional menjadi pengusaha agribisnis perikanan (Abdulkadir, 2010). Keramba
Jaring Apung ( KJA ) dapat dibuat dalam berbagai ukuran. Desain dan bahan
tergantung pada kemudahan penanganan, daya tahan bahan baku,harga, dan faktor
lainnya. Jaring atau wadah untuk pemeliharaan ikan tawar dibuat dari bahan
polietilen. Bentuk dan ukuran bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh jenis ikan yang
dibudidayakan, ukuran ikan, kedalaman perairan, serta faktor kemudahan dalam
pengelolaan.

2.2 Cara Pembuatan KJA


1) Kerangka keramba jaring apung
Kerangka (bingkai) jaring terapung dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau
besi yang dilapisi bahan anti karat (cat besi). Memilih bahan untuk kerangka,
sebaiknya disesuai-kan dengan ketersediaan bahan di lokasi budidaya dan nilai
ekonomis dari bahan tersebut. Kayu atau bambu secara ekonomis memang lebih
murah dibandingkan dengan besi anti karat, tetapi jika dilihat dari masa pakai dengan
menggunakan kayu atau bambu jangka waktu (usia teknisnya) hanya 1,5–2 tahun.
Sesudah 1,5–2 tahun masa pakai, kerangka yang terbuat dari kayu atau bambu ini

4
sudah tidak layak pakai dan harus direnofasi kembali.  Jika akan memakai besi anti
karat sebagai kerangka

5
6

jaring pada umumnya usia ekonomis/ angka waktu pemakaiannya relatif lebih lama,
yaitu antara 4–5 tahun.
2) Pelampung keramba jaring apung
Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka/ jaring terapung. Bahan
yang digunakan sebagai pelampung berupa drum (besi atau plastik) yang berkapasitas
200 liter, busa plastik (stryrofoam) atau fiberglass. Jenis pelampung yang akan
digunakan biasanya dilihat berdasarkan lama pemakaian. Jika akan menggunakan
pelampung dari drum maka drum harus terlebih dahulu dicat dengan menggunakan
cat yang mengandung bahan anti karat. Jumlah pelampung yang akan digunakan
disesuaikan dengan besarnya kerangka jaring apung yang akan dibuat. Jaring
terapung berukuran 7 X 7 meter, dalam satu unit jaring terapung membutuhkan
pelampung antara 33 – 35 buah.
3) Pengikat keramba jaring apung
Tali pengikat sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, seperti tambang plastik,
kawat ukuran 5 mm, besi beton ukuran 8 mm atau 10 mm. Tali pengikat ini
digunakan untuk mengikat kerangka jaring terapung, pelampung atau jaring.
4) Jangkar keramba jaring apung
Jangkar berfungsi sebagai penahan jaring terapung agar rakit jaring terapung
tidak hanyut terbawa oleh arus air dan angin yang kencang. Jangkar terbuat dari
bahan batu, semen atau besi. Pemberat diberi tali pemberat/tali jangkar yang terbuat
dari tambang plastik yang berdiameter sekitar 10 mm – 15 mm. Jumlah pemberat
untuk satu unit jaring terapung empat petak/kantong adalah sebanyak 4 buah.
Pemberat diikatkan pada masing-masing sudut dari kerangka jaring terapung. Berat
jangkar berkisar antara 50 – 75 kg.
5) Jaring keramba jaring apung
Jaring yang digunakan untuk budidaya ikan di perairan umum, biasanya terbuat
dari bahan polyethylene atau disebut jaring trawl. Ukuran mata jaring yang digunakan
tergantung dari besarnya ikan yang akan dibudidayakan. Kantong jaring terapung ini
mempunyai ukuran bervariasi disesuaikan dengan jenis ikan yang dibudidayakan,
7

untuk ikan air laut ukuran kantong jaring yang biasa digunakan berukuran mulai 2 X
2 X 2 m sampai 5 X 5 x 5 m.
Sedangkan untuk jenis ikan air tawar berkisar antara 3 X 3 X 3 m sampai 7 X 7
X 2,5 m. Untuk mengurangi resiko kebocoran akibat gigitan binatang lain, biasanya
kantong jaring terapung dipasang rangkap (doubel) yaitu kantong jaring luar dan
kantong jaring dalam. Ukuran jaring bagian luar biasanya mempunyai mata jaring
(mesh size) yang lebih besar.
6) Pemberat keramba jaring apung
Pemberat yang digunakan biasanya terbuat dari batu atau timah yang masing-
masing beratnya antara 2–5 kg. Fungsi pemberat ini agar jaring tetap simetris dan
pemberat ini diletakkan pada setiap sudut kantong jaring terapung.
7) Tali / tambang keramba jaring apung
Tali / tambang yang digunakan biasanya disesuaikan dengan kondisi perairan
pada perairan tawar adalah tali plastik yang mempunyai diameter 5–10 mm,
sedangkan pada perairan laut tali / tambang yang digunakan terbuat dari nilon atau
tambang yang kuat terhadap salinitas.Tali/tambang ini dipergunakan sebagai penahan
jaring pada bagian atas dan bawah. Tali tambang ini mempunyai istilah lain yang
disebut dengan tali ris.
Panjang tali ris adalah sekeliling dari kantong jaring terapung. Misalnya,
kantong jaring terapung berukuran 7X7X2m maka tali risnya adalah 7m X 4 =28 m.
Dengan dikalikan empat karena kantong sisi jaring terapung adalah empat sisi.
Khusus untuk tali ris pada bagian atas sebaiknya dilebihkan 0,5 m untuk setiap sudut.
Jadi tali risnya mempunyai panjang 28 m +( 4 X 0,5 m) = 30m. Hal ini untuk
memudahkan dalam melakukan aktivitas kegiatan operasional pada saat melakukan
budidaya ikan.

2.3 Faktor yang mempengaruhi kegiatan budidaya di KJA


1. Faktor Teknis
8

Faktor teknis terdiri dari arus, kedalaman keramba jaring apung, faktor fisik air,
dan faktor kimia.
A. Arus
Menurut Rahardjo dkk (2004) arus laut disebabkan oleh perbedaan densitas
massa air laut, tiupan angin di atas permukaan laut dan pasang surut terutama di
daerah pantai. Romimohtarto (2003) menyatakan bahwa Pasang surut dapat
menggantikan air secara total dan terus menerus hingga arus berpengaruh positif dan
negatif bagi kehidupan biota perairan. Arus bermanfaat dalam menyuplai makanan,
kelarutan oksigen, penyebaran plankton, penghilangan karbondioksida dan sisa-sisa
produk biota laut. Selain itu arus juga sangat penting dalam sirkulasi air, pembawa
bahan terlarut dan padatan tersuspensi (Dahuri 2003). Kecepatan arus perairan untuk
budidaya keramba jaring apung di laut tidak boleh lebih dari 100 cm/ detik (Gufron
dan Kordi 2005) dan kecepatan arus bawah 25 cm/ detik.
B. Kedalaman Keramba Jaring Apung
Perairan yang dangkal memiliki kecepatan arus relatif yang cukup besar
dibandingkan pada daerah yang lebih dalam (Bambang 2011). Kedalaman perairan
berpengaruh terhadap jumlah dan jenis organisme yang mendiaminya, penetrasi
cahaya, dan penyebaran plankton. Dalam kegiatan budidaya kedalaman perairan
berperan dalam penentuan instalasi budidaya yang akan dikembangkan serta akibat
yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut.
C. Faktor Fisika Air
Adapun faktor fisika air yang mempengaruhi KJA terdiri dari suhu, salinitas,
intensitas cahaya dan kekeruhan.
- Suhu
Suhu merupakan suatu badan air yang dipengaruhi oleh musim, letak lintang,
sirkulasi udara, ketinggian dari permukaan laut, penutupan awan, serta aliran dd an
kedalaman dari badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia,
dan bilogi perairan. Suhu perairan laut cenderung konstan. Jika terjadi perubahan
suhu yang tinggi di suatu perairan laut, maka akan berpengaruh terhadap proses
9

metabolisme atau nafsu makan, aktivitas tubuh, dan syaraf (Effendie 2003). Secara
tidak langsung suhu dapat berpengaruh pada stratifikasi massa air. Suhu air untuk
budidaya ikan laut adalah 27-32°C (Sumaryanto et al. 2001).
- Salinitas
Salinitas adalah gambaran padatan total di air setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida diganti dengan klorida, serta
semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas merupakan konsentrasi ion yang
terdapat di perairan (Effendie 2003). Salinitas berperan penting bagi kelangsungan
hidup dan metabolisme ikan. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh pola sirkulasi
air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai (Asliyanti 2006).
Salinitas berpengaruh terhadap reproduksi, distribusi, lama hidup, dan orientasi
migrasi. Toleransi terhadap salinitas juga bergantung pada umur stadium ikan.
Variasi salinitas perairan yang jauh dari pantai relatif kecil, dibandingkan dengan
variasi salinitas di dekat pantai. Salinitas tidak berpengaruh langsung kepada perilaku
atau distribusi ikan, namun berpengaruh langsung pada perubahan sifat kimia air laut
(Sudrajat 2005).
- Intensitas Cahaya
Sebagai sumber energi utama bagi kehidupan jasad termasuk kehidupan di
perairan, cahaya matahari juga menentukan produktivitas perairan. Intensitas cahaya
matahari merupakan faktor abiotik utama yang menentukan laju produktivitas primer
di perairan sebagai sumber energi dalam fotosintesis (Evy 2002). Semakin ke dalam
perairan intensitas cahaya semakin berkurang dan merupakan faktor pembatas sampai
pada suatu kedalaman dimana fotosintesis sama dengan respirasi (Effendie 2003)
- Kekeruhan
Kekeruhan dapat membahayakan ikan dan menyebabkan air tidak produktif
karena menghalangi sinar matahari untuk masuk ke perairan. Kekeruhan dapat
disebabkan oleh banyaknya partikel tersuspensi sehingga perairan menjadi kotor dan
berwarna. Penyebabnya yaitu tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik, dan partikel-
partikel kecil tersuspensi lainnya. Semakin keruh suatu badan air, maka sinar
10

matahari semakin terhambat untuk masuk ke perairan. Tingkat pencahayaan matahari


berpengaruh sangat besar pada metabolisme makhluk hidup dalam air. Jika cahaya
matahari yang masuk ke perairan berkurang, maka makhluk hidup di dalamnya akan
terganggu (Djokosetiyanto 2005).

D. Faktor Kimia Air


Faktor kimia air terdiri dari oksigen terlarut, ph, dan fosfat.
- Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut atau DO (Dissolves Oxygen) adalah faktor pembatas bagi
kehidupan organisme. Perubahan konsentrasi DO dapat berpengaruh langsung pada
organisme perairan yang berakibat pada organisme tersebut. Pengaruh tidak
langsungnya adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang akhirnya dapat
membahayakan organisme tersebut (Rahayu 2001). Konsentrasi oksigen terlarut
minimal 2 mg/L cukup untuk menunjang komunitas akuatik di perairan, sedangkan
untuk usaha budidaya adalah 5-8 mg/L (Akbar 2001).
- pH
Perairan dengan pH < 4merupakan perairan yang sangat asam dan dapat
menyebabkan kematian makhlukhidup, sedangkan pH > 9,5 merupakan perairan yang
sangat basa yang dapatmenyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas
perairan.Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif lebih stabil dan berada
dalamkisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7 –8,4 (Effendie 2003).
- Fosfat
Tumbuhan air laut membutuhkan unsur hara makro N dan P sebagai ion PO4-
untuk pertumbuhan. Kandungan fosfat 0,1011 μg/L - 0,1615 μg/L merupakan batas
yang layak untuk normalitas kehidupan organisme budidaya (Winanto, 2000). Bentuk
fosfat di perairan yaitu ada orthofosfat, organofosfat (senyawa organik dalam bentuk
protoplasma) dan polifosfat (senyawa organik terlarut) (Sastrawijaya 2000).
Orthofosfat adalah fosfat berbentuk larutan yang digunakan oleh tumbuhan dan
fitoplankton. Fosfat terlarut dihasilkan oleh masukan bahan organik melalui dataran
11

atau pengikisan batuan fosfor oleh aliran air dan dekomposisi organisme yang sudah
mati.
2. Faktor Non Teknis
Faktor non teknis terdiri dari faktor pencemaran, faktor keamanan, dasar
perairan, produktivitas perairan, dan penyakit.
A. Faktor Pencemaran
Pemilihan lokasi untuk budidaya KJA di laut perlu memperhatikan faktor
pencemaran dari kegiatan budidaya itu sendiri maupun kegiatan lain yang akan
menimbulkan pencemaran sehingga dapat mengganggu aktivitas budidaya di KJA.
Pencemaran perairan merupakan penambahan suatu bahan atau energi ke dalam
perairan yang menyebabkan perubahan kualitas air sehingga dapat merusak nilai guna
air dan sumber air perairan tersebut. Bahan pencemar terbagi menjadi dua yaitu bahan
pencemar yang sulit terurai (senyawa logam berat, sianida. DDT atau bahan organic
sintesis) dan bahan pencemar yang mudah terurai (limbah rumah tangga, bakteri,
limbah panas atau limbah organik) (Wibisono 2005).
B. Faktor Keamanan
Lokasi budidaya KJA di laut harus terhindar dari gangguan keamanan baik
pencurian maupun gangguan hama seperti hama competitor,predator, dan perusak
yang dapat mengganggu keamanan biota budidaya. Lokasi KJA harus aman dari
gelombang besar karena akan menimbulkan kerusakan pada KJA (Widodo 2001).
C. Dasar Perairan
Kondisi dasar perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air di atasnya. Jika
terjadi gerakan air oleh arus maupun gelombang pada dasar perairan yang mengalami
pelumpuran, maka partikel dasar akan terbawa ke permukaan dan menyebabkan
kekeruhan, sehingga penetrasi cahaya matahari berkurang dan partikel lumpur
berpotensi menutup insang ikan. Arus air yang tidak terlalu tinggi dapat membantu
membersihkan sisa-sisa metabolisme ikan dan membawa oksigen terlarut.
Substrat dasar berpengaruh terhadap jenis hewan dasar yang hidup pada daerah
tersebut. substratyang keras dihuni oleh hewan yang mampu melekat dan pada
12

substrat yang lunakdihuni oleh organisme yang mampu membuat lubang (Erlina,
2006). Menurut Dahuri (2003) mengatakan bahwa substrat juga berperan dalam
menjaga stabilitas sedimen yang mencakup perlindungan dari arus air, tempat
pengolahan serta pemasukan nutrient. Substrat dasar perairan yang baik untuk lokasi
budidaya adalah gugusan wilayah perairan yang sesuai habitat masing-masing
organisme. Misalnya substrat dasar untuk budidaya tiram adalah gugusan terumbu
karang atau karang berpasir, sedangkan untuk ikan kerapu dan rumput laut cocok
pada substrat berpasir dan pecahan karang (Radiarta et al, 2003).
D. Produktivitas Perairan
Produktivitas perairan merupakan tingkat kesuburan suatu perairan. Tingkat
kesuburan perairan terbagi menjadi tiga yaitu tingkat kesuburan rendah (oligotropik),
sedang (mesotropik), dan tinggi (eutropik). Jenis perairan yang sangat baik untuk
budidaya ikan di jarring terapung dengan sistem intensif adalah perairan dengan
tingkat kesuburan rendah hingga sedang. Perairan yang tingkat kesuburannya tinggi
dapat beresiko tinggi pula apabila digunakan untuk budidaya ikan di jaring apung,
karena perairan eutropik memiliki kandungan DO yang sangat rendah di malam hari
dan berpengaruh buruk pada ikan yang dipelihara dengan kepadatan yang tinggi
(Dahuri 2003).
E. Penyakit
Berbagai macam penyakit maupun parasit dapat menyerang ikan yang
dibudidayakan. Penyakit dapat ditimbulkan oleh satu atau berbagai macam sumber
penyakit. Contohnya penyakit disebabkan oleh salah satu faktor, tetapi kemudian
dibarengi oleh faktor yang lain. Bila terjadi semacam ini, penyakit kedua
memanfaatkan kondisi yang disebabkan oleh penyakit pertama di dalam tempat
pemeliharaan, seperti KJA sering menjadi sasaran berbagai parasit, bakteri, dan virus.
Parasit yang paling sering dijumpai adalahNeobenedenia yang hidup di kulit
maupun insang. Serangan parasit ini dapat di atasi dengan cara ikan direndam selama
beberapa menit di dalam air tawar. Sementara itu, jenis bakteri yang suka menyerang
sirip dan kulit kerapu adalahFlexibacter dan Vibrio. Penyakit bakteri tersebut dapat
13

diatasi dengan pemberian antibiotik, seperti oxytetracycline (50 mg) atau oxolinic
acid (10-30 mg), per kg bobot badan ikan secara oral. Penyakit lain disebabkan oleh
virus VNN dan iridovirus. Golongan penyakit ini sangat merugikan, oleh karena itu
pemilihan benih yang sehat sebelum ditebar kedalam karamba sangat penting untuk
dilakukan (Kordi, 2001).

2.4 Penentuan Lokasi


Lokasi yang dapat digunakan/dipilih sebagai lokasi budidaya laut harus
memenuhi beberapa persyaratan berikut (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003):
1. Perairan tenang terlindung dari arus dan gelombang yang cukup kuat, karena
dapat merusak konstruksi jaring apung.
2. Kedalaman perairan 5-15 meter. Kedalaman perairan, 5 meter akan
menimbulkan masalah lingkungan (kualitas air dari sisa pakan dan kotoran
ikan). Kedalaman perairan > 15 meter akan membutuhkan tali jangkar yang
panjang.
3. Dasar perairan sebaiknya sesuai dengan habitat asal ikan yang akan
dibudidayakan. Ikan kerapu menyukai dasar perairan berpasir.
4. Bebas dari bahan cemaran, sehingga lokasi budidaya harus jauh dari kawasan
industri maupun pemukiman yang padat.
5. Tidak menimbulkan gangguan terhadap alur pelayaran.
6. Mudah dicapai dari darat dan tempat pemasok sarana produksi budidaya.
7. Lokasi budidaya aman dari tindak pencurian dan penjarahan.
8. Memenuhi syarat dari segi fisik-kimia kualitas air yaitu:
a) Kecepatan arus 15 – 20 cm/detik.
b) Kecerahan > 1 meter dan untuk kerapu > 2 meter.
c) Salinitas 30 – 33 ppt.
d) Suhu 27 – 29oC.
e) Keasaman air > 7 (basa).
f) Oksigen terlarut > 5 ppm.
14

2.5 Contoh Ikan yang biasa dibudidayakan


Ikan yang biasa dibudidayakan dengan menggunakan sistem ini adalah ikan
kerapu tikus/kerapu bebek (Chromileptes altivelis), kakap merah (Lutjanus
sanguineus), kakap putih (Lates calcarifer) dan beronang (Siganus spp.). Contoh
budidaya dengan sistem KJA dapat dilihat di daerah sekitar perairan kepulauan
Seribu (P. Kelapa) yang membudidayakan kerapu tikus dan juga di wilayah sekitar
Teluk Banten.

Ikan Baronang Ikan Kakap Putih

Ikan Kakap Merah Ikan Kerapu Tikus

1. Ikan yang sudah biasa dibudidayakan


a) Kerapu bebek
b) Kerapu macan
c) Kerapu lumpur
d) Kakap merah
e) Baronang
f) Nila merah
15

g) Bandeng
h) Cobia
i) Kerapu sunu
j) Dan lain-lain

2. Jenis udang yang biasa dibudidayakan


a) Udang windu
b) Udang barong

3. Sedangkan jenis-jenis moluska yang senantiasa dibudidayakan


a) Tiram daging
b) Tiram mutiara
c) Kerang hijau
d) Kerang darah
e) Kerang abalone
f) Tiram mabe
g) Dan lain-lain

2.6 Permasalahan atau Hambatan dalam budidaya di KJA


Menurut beberapa peneliti, perhitungan ekonomi KJA adalah usaha agribisnis
yang menguntungkan. Penerapan keramba jaring apung mini investasinya tidak
terlalu besar sehingga diharapkan mampu dipraktekkan oleh petani dan pengusaha
kecil. (Anggawati, 1991, Krismono, 1991 dan Nikijuluw et al, 1991 ) 
Meskipun demikian pengembangan KJA masih menghadapi masalah /
hambatan antara lain :
1. Pemilihan lokasi budidaya yang setidaknya dapat berjalan sepenjang tahun,
bebas dari pengaruh gelombang besar, sehingga menjamin penggunan keramba
jaring apung secara optimal.
2. Ketersediaan benih sampai saat ini masih mengandalkan dari alam dan sedikit
jumlahnya karena sangat dipengaruhi oleh musim. Penyediaan pakan berupa
16

ikan rucah masih terbatas dan penyediaannya bersaing dengan kebutuhan


konsumsi manusia.
3. Pengenalan kepada petani ikan dan nelayan yang mungkin saja masih
dihadapkan pada kendala-kendala social budidaya karena sudah terpaku
anggapan bahwa laut adalah tangkap menangkap bukan tempat budidaya.
Selain itu, yang menjadi permasalahan pada budidaya ikan di keramba jaring
apung adalah sisa pakan. Sisa pakan yang tidak terkonsumsi dan metabolik berupa
senyawa nitrogen dan fosfor, apabila terbuang di kolom air dan tidak dimanfaatkan
oleh organisme disekitar danau (ikan, organisme bentik) maka akan menjadi partikel
tersuspensi dalam bentuk partikel koloid di dasar perairan. Partikel tersebut akan
dimanfaatkan oleh mikroorganisme khususnya bakteri untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakannya. Selain pencemaran akibar nitrogen dan fosfor, sisa pakan juga
dapat menyebabkan tingginya kekeruhan. Akibatnya, cahaya matahari akan susah
menembus kolom air.
2.7 Keuntungan budidaya di KJA
Budidaya Ikan di Karamba Jaring Apung (KJA) Teknik budidaya ikan di
karamba jaring apung (KJA) sudah dimulai sejak tahun 1954 di Jepang, yaitu untuk
memelihara ikan "Yellowtail" (Seriola quinqeuradiata). Metode ini relatif sederhana,
sehingga pada akhir-akhir ini banyak negara yang mengikuti penggunaan teknik ini.
Keuntungan budidaya ikan dengan metode ini terutama adalah :
1. Memanfaatkan perairan umum, sungai, waduk dan danau untuk produksi ikan
tanpa adanya pengaturan air, suhu, dan saluran perairan.
2. Memungkinkan penggunaan perairan secara maksimum dan ekonomis.
3. Mengurangi penggunaan tanah untuk produksi ikan seperti kolam, tambak, dan
sebagainya,
4. Reproduksi predator dan populasi ikan mudah dikontrol, mudah dipindahkan
bila terjadi hal yang membahayakan, mudah dipanen, transportasi ikan hidup,
dan modal awal relatif lebih kecil.
17

5. Pembudidayaan ikan dengan sistem karamba ini memberikan fungsi tambahan


karena dengan adanya kurungan maka organisme yang dibudidayakan akan
terhindar dari gangguan hama dan gangguan lain yang sering menimbulkan
kerugian.
6. pengawasan terhadap pertumbuhan dan kesehatan organisme yang
dibudidayakan lebih mudah karena pemeliharaan dilakukan dalam lingkungan
yang terbatas.
7. Produktivitas perairan dapat ditingkatkan karena proses pengontrolan dapat
dilakukan dengan lebih teliti.
8. Pendapatan petani akan meningkat, karena biaya operasi yang relatif murah
sedangkan kepadatan ikan yang dipelihara relatif tinggi, sehingga dapat
meningkatkan gizi keluarga petani.
9. Adanya usaha pembudidayaan dengan sistem karamba dapat membuka lahan
kerja baru terutama bagi masyarakat yang tanahnya terpaksa digunakan untuk
pembangunan waduk/bendungan.
10. Sistem budidaya dengan karamba, dapat dimodifikasi dengan sistem polikultur
sehingga produksi ikan yang diperoleh makin tinggi.

2.8 Kegunaan KJA


Keramba jaring apung merupakan bentuk /sistem kurungan yang banyak sekali
di pakai dan bentuk serta ukurannya bervariasi sesuai dengan tujuan penggunaannya,
(Beveridge 1987, Christensen, 1989) dikarenakan sistem keramba ini memiliki nilai
yang ekonomis (murah) dan merupakan cara yang sangat baik untuk menyimpan
berbagai organisme air, maka banyak sekali kegunaannya yaitu :
a. Sebagai sarana penyimpanan sementara.

b. Sebagai tempat pemeliharaan pembesaran ikan - ikan konsumsi.

c. Tempat penyimpanan dan transportasi ikan umpan.

d. Wadah organisme air untuk memonitor kualitas lingkungan.


18

e. Sarana pemeliharaan untuk tujuan “ Re – Stocking “

2.9 Pengelolaan dan Perawatan Keramba Jaring Apung (KJA)


Pengawasan dan perawatan rutin setiap hari merupakan faktor keberhasilan dari
upaya pembesaran ikan dengan KJA. Pengotoran jaring (kurungan) baik yang
disebabkan oleh sampah, pelumpuran maupun jasad pengganggu yang menempel
pada jaring akan menjadi penyebab turunnya derajat pergantian air dalam kurungan.
Terhambatnya pertukaran massa air didalam kurungan akan membawa akibat
menurunnya mutu air (low oxygen) yang dapat menyebabkan timbulnya stress pada
ikan peliharaan yang pada gilirannya akan mudah terserang penyakit.
Pergantian kerusakan jaring juga dapat diakibatkan organisme pengganggu
(teritip) mallpun biota laut seperti kepiting, ikan buntal hingga hewan air yang ingin
memangsa ikan didalam kurungan. 
Pergantian dan pembersihan secara berkala akan menjamin keamanan ikan
peliharaan, karena kualitas air yang selalu optimal dan kondisi jaring yang kuat
terpelihara. Pergantian sebaiknya setiap 1-2 bulan dan kemudian dibersihkan dengan
semprotan air dengan tekanan tinggi.
Faktor keamanan unit KJA beserta ikannya merupakan hal yang perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan sejak awal usaha, dan setiap kegiatan perlu dicatat.
Catatan yang lengkap dan baik akan merupakan dokumen berharga untuk
mengevaluasi dan melacak suatu kegagalan.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Budidaya laut adalah upaya manusia melalui masukan tenaga kerja dan energi,
untuk meningkatkan produksi organisme laut ekonomis penting dengan
memanipulasi laju pertumbuhan, mortalitas dan produksi. Keramba jaring apung
adalah salah satu wadah budidaya perairan yang cukup ideal, yang ditempatkan di
badan air dalam, seperti waduk, danau, dan laut. Keramba jaring apung merupakan
salah satu wadah untuk penerapan budidaya perairan sistem intensif. Prinsipnya
semua jenis ikan laut dan ikan air tawar dapat dipelihara pada keramba jaring apung.
Terdapat beberapa faktor teknis dan non teknis yang mempengaruhi kegiatan teknis
budidaya di KJA, yaitu terdiri dari arus, kedalaman keramba jaring apung, faktor fisik
air, dan faktor kimia. Faktor fisik air meliputi suhu, salinitas, intensitas cahaya,
kekeruhan. Factor kimia meliputi Oksigen terlarut, ph, fospat. Faktor non teknis yang
mempengaruhi kegianan teknis budidaya di KJA, yaitu faktor pencemaran, faktor
keamanan, dasar perairan, produktivitas perairan, dan penyakit.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T., Imanto, P.T., Muchari, Basyarie, A., Sunyoto, P., Slamet, B., Mayunar,
Purba, R., Diana, S., Redjeki, S., Pranowo, S.A., & Murtiningsih, S. (1991).
Operasional pembesaran ikan kerapu dalam keramba jaring apung.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Anggawati, 1991. Budidaya Laut dengan Keramba Jaring Apung Mini. Penas VII.
Pertasi Kencana 13-20 juli, Magelang

Asliyanti, 2006. Pemeliharaan Ikan Kerapu Bebek Dengan Padat Tebar Berbeda.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Departemen Pertanian Jakarta.
Bambang, 2011. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Kanisius, Yogyakarta.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Djokosetiyanto. 2005. Usaha Budidaya Ikan Kerapu. Pustaka Baru Press,
Yogyakarta.

Effendi, I. 2002. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya : Jakarta.


Evy. 2002. Usaha Perikanan di Indonesia. PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Ghufron, M dan H, Kordi. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung.
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Hanafi A. et al. 1990.  Potensi Sumberdaya Perikanan dan Prospek Pengembangan.


Laporan Akhir. Balitkandita Macros
Ismael W, Bambang Priono Mubarak. 1994. Penelitian Factor-faktor Yang
Berpengaruh Terhdap Tingkat Adopsi Teknologi KJA Mini.
Nikijuluw V.P.H, 1992. Tinjauan Ekonomi Budidaya Ikan di Keramba Jaring Apung

Radiarta et al. 2003. Plankton dan Kesuburan Perairan di Wilayah Pesisir Kupang
dan Sekitarnya. Status Ekosistem Wilayah Pesisir Kupang dan Sekitarnya.

20
Sam Woutthuyzen(ed). Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi.
LIPI, Ambon.
Raharjo dkk. 2004. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang BiotaLaut. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI, Jakarta.
Rahayu. 2001. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Romimoharto. 2005. Kajian Kualitas Perairan di Pantai Kota Bandar Lampung
Berdasarkan Komunitas Hewan Makrobenthos. Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Sudrajat. 2005. Marinkultur Prinsip dan Praktik Budi Daya Laut. Lily Publisher,
Yogyakarta.
Sumaryanto, H dan Hartami, P. 2001. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya
Peraiaran. Rineka Cipta, Jakarta.

Sutarman, T dan Hanafi, A. 2008. Pembesaran Ikan Kerapu Bebek Dalam Keramba
Jaring Apung di Teluk Pegametan Gerokgak, Bali. BBRPBP Gondol : Bali
Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kalautan. Penerbit PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Widodo,J. 2001. Prinsip Dasar Pengembangan Akuakultur dengan Contoh Budidaya


Kerapu dan Bandeng di Indonesia. Teknologi Budidaya Laut dan
Pengembangan Sea Farming Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan
dan JICA. Jakarta hal 17 - 26.
Winanto, Tj. 2000. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. Penebar Swadaya, Jakarta.

21
22

Anda mungkin juga menyukai