Kelompok 4 - KJA Di Laut
Kelompok 4 - KJA Di Laut
Kelompok 4 - KJA Di Laut
LINGKUNGAN BUDIDAYA
Disusun oleh :
Kelas:
Perikanan B / Kelompok 4
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya serta kerja keras penyusun telah berhasil
menyusun tugas makalah pengelolaan lingkungan budidaya yang berjudul
budidaya keramba jaraing apung di laut.
Makalah ini diharapkan dapat membantu para mahasiswa untuk lebih
menguasai dan mengerti hal-hal yang di bahas dalam makalah dan dapat
bermanfaat sebagai pengetahuan mengenai budidaya keramba jaring apung di
laut.
Kami telah menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya, tetapi kami
sangat menerima kritik, usul, atau saran sebagai bahan pertimbangan untuk
penyempurnaan makalah di masa mendatang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB Halaman
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
2
1.3 Tujuan 2
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Keramba Jaring Apung (KJA) 3
2.2 Cara Pembuatan KJA.............................................................. 3
2.3 Faktor yang mempengaruhi kegiatan budidaya di KJA.......... 5
2.4 Penentuan Lokasi.................................................................... 11
2.5 Contoh Ikan yang biasa dibudidayakan.................................. 12
2.6 Permasalahan atau hambatan dalam budidaya di KJA........... 13
2.7 Keuntungan budidaya di KJA................................................. 14
2.8 Kegunaan KJA........................................................................ 15
2.9 Pengelolaan dan Perawatan keramba jaring apung (KJA)...... 25
III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan............................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang di bentuk segi empat atau silindris dan diapungkan dalam air permukaan
menggunakan
2
3
pelampung dan kerangka kayu, bambu, atau besi, serta sistem penjangkaran. Lokasi
yang dipilih bagi usaha pemeliharaan ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA)
relatif tenang, terhindar dari badai dan mudah dijangkau.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, diperoleh tujuan adanya makalah ini
antara lain:
1. Untuk menyebutkan faktor yang mempengaruhi kegiatan budidaya di KJA Laut
2. Untuk menyebutkan komoditas ikan yang dibudidayakan di KJA Laut
3. Untuk menjelaskan cara pembuatan KJA Laut
4. Untuk menjelaskan hambatan serta kelebihan budidaya di KJA Laut
BAB II
PEMBAHASAN
4
sudah tidak layak pakai dan harus direnofasi kembali. Jika akan memakai besi anti
karat sebagai kerangka
5
6
jaring pada umumnya usia ekonomis/ angka waktu pemakaiannya relatif lebih lama,
yaitu antara 4–5 tahun.
2) Pelampung keramba jaring apung
Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka/ jaring terapung. Bahan
yang digunakan sebagai pelampung berupa drum (besi atau plastik) yang berkapasitas
200 liter, busa plastik (stryrofoam) atau fiberglass. Jenis pelampung yang akan
digunakan biasanya dilihat berdasarkan lama pemakaian. Jika akan menggunakan
pelampung dari drum maka drum harus terlebih dahulu dicat dengan menggunakan
cat yang mengandung bahan anti karat. Jumlah pelampung yang akan digunakan
disesuaikan dengan besarnya kerangka jaring apung yang akan dibuat. Jaring
terapung berukuran 7 X 7 meter, dalam satu unit jaring terapung membutuhkan
pelampung antara 33 – 35 buah.
3) Pengikat keramba jaring apung
Tali pengikat sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, seperti tambang plastik,
kawat ukuran 5 mm, besi beton ukuran 8 mm atau 10 mm. Tali pengikat ini
digunakan untuk mengikat kerangka jaring terapung, pelampung atau jaring.
4) Jangkar keramba jaring apung
Jangkar berfungsi sebagai penahan jaring terapung agar rakit jaring terapung
tidak hanyut terbawa oleh arus air dan angin yang kencang. Jangkar terbuat dari
bahan batu, semen atau besi. Pemberat diberi tali pemberat/tali jangkar yang terbuat
dari tambang plastik yang berdiameter sekitar 10 mm – 15 mm. Jumlah pemberat
untuk satu unit jaring terapung empat petak/kantong adalah sebanyak 4 buah.
Pemberat diikatkan pada masing-masing sudut dari kerangka jaring terapung. Berat
jangkar berkisar antara 50 – 75 kg.
5) Jaring keramba jaring apung
Jaring yang digunakan untuk budidaya ikan di perairan umum, biasanya terbuat
dari bahan polyethylene atau disebut jaring trawl. Ukuran mata jaring yang digunakan
tergantung dari besarnya ikan yang akan dibudidayakan. Kantong jaring terapung ini
mempunyai ukuran bervariasi disesuaikan dengan jenis ikan yang dibudidayakan,
7
untuk ikan air laut ukuran kantong jaring yang biasa digunakan berukuran mulai 2 X
2 X 2 m sampai 5 X 5 x 5 m.
Sedangkan untuk jenis ikan air tawar berkisar antara 3 X 3 X 3 m sampai 7 X 7
X 2,5 m. Untuk mengurangi resiko kebocoran akibat gigitan binatang lain, biasanya
kantong jaring terapung dipasang rangkap (doubel) yaitu kantong jaring luar dan
kantong jaring dalam. Ukuran jaring bagian luar biasanya mempunyai mata jaring
(mesh size) yang lebih besar.
6) Pemberat keramba jaring apung
Pemberat yang digunakan biasanya terbuat dari batu atau timah yang masing-
masing beratnya antara 2–5 kg. Fungsi pemberat ini agar jaring tetap simetris dan
pemberat ini diletakkan pada setiap sudut kantong jaring terapung.
7) Tali / tambang keramba jaring apung
Tali / tambang yang digunakan biasanya disesuaikan dengan kondisi perairan
pada perairan tawar adalah tali plastik yang mempunyai diameter 5–10 mm,
sedangkan pada perairan laut tali / tambang yang digunakan terbuat dari nilon atau
tambang yang kuat terhadap salinitas.Tali/tambang ini dipergunakan sebagai penahan
jaring pada bagian atas dan bawah. Tali tambang ini mempunyai istilah lain yang
disebut dengan tali ris.
Panjang tali ris adalah sekeliling dari kantong jaring terapung. Misalnya,
kantong jaring terapung berukuran 7X7X2m maka tali risnya adalah 7m X 4 =28 m.
Dengan dikalikan empat karena kantong sisi jaring terapung adalah empat sisi.
Khusus untuk tali ris pada bagian atas sebaiknya dilebihkan 0,5 m untuk setiap sudut.
Jadi tali risnya mempunyai panjang 28 m +( 4 X 0,5 m) = 30m. Hal ini untuk
memudahkan dalam melakukan aktivitas kegiatan operasional pada saat melakukan
budidaya ikan.
Faktor teknis terdiri dari arus, kedalaman keramba jaring apung, faktor fisik air,
dan faktor kimia.
A. Arus
Menurut Rahardjo dkk (2004) arus laut disebabkan oleh perbedaan densitas
massa air laut, tiupan angin di atas permukaan laut dan pasang surut terutama di
daerah pantai. Romimohtarto (2003) menyatakan bahwa Pasang surut dapat
menggantikan air secara total dan terus menerus hingga arus berpengaruh positif dan
negatif bagi kehidupan biota perairan. Arus bermanfaat dalam menyuplai makanan,
kelarutan oksigen, penyebaran plankton, penghilangan karbondioksida dan sisa-sisa
produk biota laut. Selain itu arus juga sangat penting dalam sirkulasi air, pembawa
bahan terlarut dan padatan tersuspensi (Dahuri 2003). Kecepatan arus perairan untuk
budidaya keramba jaring apung di laut tidak boleh lebih dari 100 cm/ detik (Gufron
dan Kordi 2005) dan kecepatan arus bawah 25 cm/ detik.
B. Kedalaman Keramba Jaring Apung
Perairan yang dangkal memiliki kecepatan arus relatif yang cukup besar
dibandingkan pada daerah yang lebih dalam (Bambang 2011). Kedalaman perairan
berpengaruh terhadap jumlah dan jenis organisme yang mendiaminya, penetrasi
cahaya, dan penyebaran plankton. Dalam kegiatan budidaya kedalaman perairan
berperan dalam penentuan instalasi budidaya yang akan dikembangkan serta akibat
yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut.
C. Faktor Fisika Air
Adapun faktor fisika air yang mempengaruhi KJA terdiri dari suhu, salinitas,
intensitas cahaya dan kekeruhan.
- Suhu
Suhu merupakan suatu badan air yang dipengaruhi oleh musim, letak lintang,
sirkulasi udara, ketinggian dari permukaan laut, penutupan awan, serta aliran dd an
kedalaman dari badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia,
dan bilogi perairan. Suhu perairan laut cenderung konstan. Jika terjadi perubahan
suhu yang tinggi di suatu perairan laut, maka akan berpengaruh terhadap proses
9
metabolisme atau nafsu makan, aktivitas tubuh, dan syaraf (Effendie 2003). Secara
tidak langsung suhu dapat berpengaruh pada stratifikasi massa air. Suhu air untuk
budidaya ikan laut adalah 27-32°C (Sumaryanto et al. 2001).
- Salinitas
Salinitas adalah gambaran padatan total di air setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida diganti dengan klorida, serta
semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas merupakan konsentrasi ion yang
terdapat di perairan (Effendie 2003). Salinitas berperan penting bagi kelangsungan
hidup dan metabolisme ikan. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh pola sirkulasi
air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai (Asliyanti 2006).
Salinitas berpengaruh terhadap reproduksi, distribusi, lama hidup, dan orientasi
migrasi. Toleransi terhadap salinitas juga bergantung pada umur stadium ikan.
Variasi salinitas perairan yang jauh dari pantai relatif kecil, dibandingkan dengan
variasi salinitas di dekat pantai. Salinitas tidak berpengaruh langsung kepada perilaku
atau distribusi ikan, namun berpengaruh langsung pada perubahan sifat kimia air laut
(Sudrajat 2005).
- Intensitas Cahaya
Sebagai sumber energi utama bagi kehidupan jasad termasuk kehidupan di
perairan, cahaya matahari juga menentukan produktivitas perairan. Intensitas cahaya
matahari merupakan faktor abiotik utama yang menentukan laju produktivitas primer
di perairan sebagai sumber energi dalam fotosintesis (Evy 2002). Semakin ke dalam
perairan intensitas cahaya semakin berkurang dan merupakan faktor pembatas sampai
pada suatu kedalaman dimana fotosintesis sama dengan respirasi (Effendie 2003)
- Kekeruhan
Kekeruhan dapat membahayakan ikan dan menyebabkan air tidak produktif
karena menghalangi sinar matahari untuk masuk ke perairan. Kekeruhan dapat
disebabkan oleh banyaknya partikel tersuspensi sehingga perairan menjadi kotor dan
berwarna. Penyebabnya yaitu tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik, dan partikel-
partikel kecil tersuspensi lainnya. Semakin keruh suatu badan air, maka sinar
10
atau pengikisan batuan fosfor oleh aliran air dan dekomposisi organisme yang sudah
mati.
2. Faktor Non Teknis
Faktor non teknis terdiri dari faktor pencemaran, faktor keamanan, dasar
perairan, produktivitas perairan, dan penyakit.
A. Faktor Pencemaran
Pemilihan lokasi untuk budidaya KJA di laut perlu memperhatikan faktor
pencemaran dari kegiatan budidaya itu sendiri maupun kegiatan lain yang akan
menimbulkan pencemaran sehingga dapat mengganggu aktivitas budidaya di KJA.
Pencemaran perairan merupakan penambahan suatu bahan atau energi ke dalam
perairan yang menyebabkan perubahan kualitas air sehingga dapat merusak nilai guna
air dan sumber air perairan tersebut. Bahan pencemar terbagi menjadi dua yaitu bahan
pencemar yang sulit terurai (senyawa logam berat, sianida. DDT atau bahan organic
sintesis) dan bahan pencemar yang mudah terurai (limbah rumah tangga, bakteri,
limbah panas atau limbah organik) (Wibisono 2005).
B. Faktor Keamanan
Lokasi budidaya KJA di laut harus terhindar dari gangguan keamanan baik
pencurian maupun gangguan hama seperti hama competitor,predator, dan perusak
yang dapat mengganggu keamanan biota budidaya. Lokasi KJA harus aman dari
gelombang besar karena akan menimbulkan kerusakan pada KJA (Widodo 2001).
C. Dasar Perairan
Kondisi dasar perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air di atasnya. Jika
terjadi gerakan air oleh arus maupun gelombang pada dasar perairan yang mengalami
pelumpuran, maka partikel dasar akan terbawa ke permukaan dan menyebabkan
kekeruhan, sehingga penetrasi cahaya matahari berkurang dan partikel lumpur
berpotensi menutup insang ikan. Arus air yang tidak terlalu tinggi dapat membantu
membersihkan sisa-sisa metabolisme ikan dan membawa oksigen terlarut.
Substrat dasar berpengaruh terhadap jenis hewan dasar yang hidup pada daerah
tersebut. substratyang keras dihuni oleh hewan yang mampu melekat dan pada
12
substrat yang lunakdihuni oleh organisme yang mampu membuat lubang (Erlina,
2006). Menurut Dahuri (2003) mengatakan bahwa substrat juga berperan dalam
menjaga stabilitas sedimen yang mencakup perlindungan dari arus air, tempat
pengolahan serta pemasukan nutrient. Substrat dasar perairan yang baik untuk lokasi
budidaya adalah gugusan wilayah perairan yang sesuai habitat masing-masing
organisme. Misalnya substrat dasar untuk budidaya tiram adalah gugusan terumbu
karang atau karang berpasir, sedangkan untuk ikan kerapu dan rumput laut cocok
pada substrat berpasir dan pecahan karang (Radiarta et al, 2003).
D. Produktivitas Perairan
Produktivitas perairan merupakan tingkat kesuburan suatu perairan. Tingkat
kesuburan perairan terbagi menjadi tiga yaitu tingkat kesuburan rendah (oligotropik),
sedang (mesotropik), dan tinggi (eutropik). Jenis perairan yang sangat baik untuk
budidaya ikan di jarring terapung dengan sistem intensif adalah perairan dengan
tingkat kesuburan rendah hingga sedang. Perairan yang tingkat kesuburannya tinggi
dapat beresiko tinggi pula apabila digunakan untuk budidaya ikan di jaring apung,
karena perairan eutropik memiliki kandungan DO yang sangat rendah di malam hari
dan berpengaruh buruk pada ikan yang dipelihara dengan kepadatan yang tinggi
(Dahuri 2003).
E. Penyakit
Berbagai macam penyakit maupun parasit dapat menyerang ikan yang
dibudidayakan. Penyakit dapat ditimbulkan oleh satu atau berbagai macam sumber
penyakit. Contohnya penyakit disebabkan oleh salah satu faktor, tetapi kemudian
dibarengi oleh faktor yang lain. Bila terjadi semacam ini, penyakit kedua
memanfaatkan kondisi yang disebabkan oleh penyakit pertama di dalam tempat
pemeliharaan, seperti KJA sering menjadi sasaran berbagai parasit, bakteri, dan virus.
Parasit yang paling sering dijumpai adalahNeobenedenia yang hidup di kulit
maupun insang. Serangan parasit ini dapat di atasi dengan cara ikan direndam selama
beberapa menit di dalam air tawar. Sementara itu, jenis bakteri yang suka menyerang
sirip dan kulit kerapu adalahFlexibacter dan Vibrio. Penyakit bakteri tersebut dapat
13
diatasi dengan pemberian antibiotik, seperti oxytetracycline (50 mg) atau oxolinic
acid (10-30 mg), per kg bobot badan ikan secara oral. Penyakit lain disebabkan oleh
virus VNN dan iridovirus. Golongan penyakit ini sangat merugikan, oleh karena itu
pemilihan benih yang sehat sebelum ditebar kedalam karamba sangat penting untuk
dilakukan (Kordi, 2001).
g) Bandeng
h) Cobia
i) Kerapu sunu
j) Dan lain-lain
3.1 Kesimpulan
Budidaya laut adalah upaya manusia melalui masukan tenaga kerja dan energi,
untuk meningkatkan produksi organisme laut ekonomis penting dengan
memanipulasi laju pertumbuhan, mortalitas dan produksi. Keramba jaring apung
adalah salah satu wadah budidaya perairan yang cukup ideal, yang ditempatkan di
badan air dalam, seperti waduk, danau, dan laut. Keramba jaring apung merupakan
salah satu wadah untuk penerapan budidaya perairan sistem intensif. Prinsipnya
semua jenis ikan laut dan ikan air tawar dapat dipelihara pada keramba jaring apung.
Terdapat beberapa faktor teknis dan non teknis yang mempengaruhi kegiatan teknis
budidaya di KJA, yaitu terdiri dari arus, kedalaman keramba jaring apung, faktor fisik
air, dan faktor kimia. Faktor fisik air meliputi suhu, salinitas, intensitas cahaya,
kekeruhan. Factor kimia meliputi Oksigen terlarut, ph, fospat. Faktor non teknis yang
mempengaruhi kegianan teknis budidaya di KJA, yaitu faktor pencemaran, faktor
keamanan, dasar perairan, produktivitas perairan, dan penyakit.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T., Imanto, P.T., Muchari, Basyarie, A., Sunyoto, P., Slamet, B., Mayunar,
Purba, R., Diana, S., Redjeki, S., Pranowo, S.A., & Murtiningsih, S. (1991).
Operasional pembesaran ikan kerapu dalam keramba jaring apung.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Anggawati, 1991. Budidaya Laut dengan Keramba Jaring Apung Mini. Penas VII.
Pertasi Kencana 13-20 juli, Magelang
Asliyanti, 2006. Pemeliharaan Ikan Kerapu Bebek Dengan Padat Tebar Berbeda.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Departemen Pertanian Jakarta.
Bambang, 2011. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Kanisius, Yogyakarta.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Djokosetiyanto. 2005. Usaha Budidaya Ikan Kerapu. Pustaka Baru Press,
Yogyakarta.
Radiarta et al. 2003. Plankton dan Kesuburan Perairan di Wilayah Pesisir Kupang
dan Sekitarnya. Status Ekosistem Wilayah Pesisir Kupang dan Sekitarnya.
20
Sam Woutthuyzen(ed). Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi.
LIPI, Ambon.
Raharjo dkk. 2004. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang BiotaLaut. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI, Jakarta.
Rahayu. 2001. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Romimoharto. 2005. Kajian Kualitas Perairan di Pantai Kota Bandar Lampung
Berdasarkan Komunitas Hewan Makrobenthos. Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Sudrajat. 2005. Marinkultur Prinsip dan Praktik Budi Daya Laut. Lily Publisher,
Yogyakarta.
Sumaryanto, H dan Hartami, P. 2001. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya
Peraiaran. Rineka Cipta, Jakarta.
Sutarman, T dan Hanafi, A. 2008. Pembesaran Ikan Kerapu Bebek Dalam Keramba
Jaring Apung di Teluk Pegametan Gerokgak, Bali. BBRPBP Gondol : Bali
Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kalautan. Penerbit PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta.
21
22