Tugas Kelompok Manajemen Bencana
Tugas Kelompok Manajemen Bencana
Tugas Kelompok Manajemen Bencana
Pendahuluan
1. Kebijakan Pemerintah Dalam penanganan resiko bencana
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA
Menimbang : a. bahwa wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kondisi geologis, geografis,
hidrologis, demografis, sosiografis yang menjadikannya berpotensi, rawan
bencana, baik bencana alam, bencana non-alam, maupun bencana sosial yang
berpotensi menimbulkan korban jiwa, kerugian harta benda, dan kerugian dalam
bentuk lain yang tidak ternilai;
13. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
14. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3866);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan
Bantuan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga
Internasional dan Lembaga Asing Non-Pemerintah Dalam Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 44, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4830);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);
25. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana;
26. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131 Tahun 2003 tentang
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi di Daerah;
27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengeloaan Pengelolaan Keuangan Daerah;
28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum
Mitigasi Bencana;
29. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pedoman
Penyiapan Sarana dan Prasarana Dalam Penanggulangan Bencana;
30. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2007
tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2007 Nomor 7);
31. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2009
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025
(Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 Nomor 2);
32. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
Nomor 2).
dan
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD, adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
8. Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disebut BPBD adalah BPBD Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
9. Forum untuk pengurangan resiko bencana, adalah suatu forum untuk mengakomodasi inisiatif-
inisiatif pengurangan resiko bencana di daerah.
10. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
11. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
12. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non
alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
13. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi antara lain konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.
14. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi.
15. Pengurangan resiko bencana adalah kegiatan untuk mengurangi ancaman dan kerentanan serta
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana.
17. Rencana penanggulangan bencana adalah dokumen perencanaan yang berisi kebijakan strategi,
program dan pilihan tindakan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dari tahap pra,
tanggap darurat dan pasca bencana.
18. Rencana aksi daerah pengurangan resiko bencana adalah dokumen perencanaan pengurangan
resiko bencana yang berisi landasan prioritas, strategi yang disusun oleh seluruh pemangku
kepentingan yang disusun secara partisipatif komprehensif dan sinergis oleh seluruh pemangku
kepentingan yang disusun secara partisipatif komprehensif dan sinergis oleh seluruh pemangku
kepentingan untuk mengurangi resiko bencana dalam rangka membangun kesiapsiagaan dan
ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana.
19. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk
menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
20. Status potensi bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menilai
potensi bencana yang akan terjadi pada jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi badan
yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana.
21. Daerah rawan bencana adalah daerah yang memiliki kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam,
mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya
tertentu.
22. Resiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah
dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya
rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
23. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
24. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana.
25. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat
kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
26. Wilayah bencana adalah wilayah tertentu yang terkena dampak bencana.
28. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.
29. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua sarana dan prasarana, kelembagaan pada
wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran
utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
30. Korban bencana yang selanjutnya disebut Korban adalah orang atau sekelompok orang yang
menderita atau meninggal dunia akibat bencana.
31. Korban tidak langsung adalah orang yang tidak terkena bencana secara langsung orang yaitu
mereka yang bertalian darah dengan derajat satu atau yang bergantung hidup dari korban
bencana
32. Pengungsi adalah orang atau sekelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat
tinggalnya sebagai akibat buruk bencana.
33. Penyintas adalah korban yang selamat dan mampu bangkit kembali
34. Kerugian adalah berkurang atau hilangnya manfaat dari suatu kepemilikan korban bencana.
35. Sarana dan Prasarana penanggulangan bencana adalah alat yang dipakai untuk mempermudah
pekerjaan, pencapaian maksud dan tujuan, serta upaya yang digunakan untuk mencegah, mengatasi,
dan menanggulangi bencana.
36. Kemudahan akses adalah penyederhanaan proses atas upaya penyelenggaraan penanggulangan
bencana pada saat tanggap darurat yang meliputi pengkajian secara cepat terhadap lokasi bencana
(need assessment), kerusakan (damage assessment), dan penyediaan sumber daya, penyelamatan
dan evakuasi masyarakat terkena bencana, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan terhadap
kelompok rentan, dan pemulihan dengan segera sarana dan prasarana fasilitas umum.
37. Lembaga Usaha adalah setiap badan hukum yang dapat berbentuk badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, koperasi, atau swasta yang didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang menjalankan jenis usaha tetap dan terus menerus yang bekerja dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
38. Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara
Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam
rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila.
39. Lembaga Internasional adalah organisasi yang berada dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa atau yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan Bangsa-Bangsa atau organisasi
internasional lainnya dan lembaga asing non pemerintah dari negara lain di luar Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
b. Tipe layanan
RSU Queen Latifa yang merupakan rumah sakit swasta tipe C, dalam memberikan
pelayanan terbaik untuk pasien selain memberikan pelayanan rawat jalan, RSU Queen
Latifa juga memfasilitasi ruang rawat inap siaga 24 jam yang nyaman bagi pasien opname.
Jumlah tempat tidur yang dimiliki RSU Queen Latifa sebanyak 50 buah dengan
pembagian kelas yaitu : High Care Unit (HCU) : 2 tempat tidur, VIP (Wijaya Kusuma) : 5
tempat tidur, Kelas I (Anggrek) : 3 tempat tidur, Kelas II (Anggrek) : 4 tempat tidur, Kelas
III (Dahlia, Mawar, Melati) : 26 tempat tidur, VK : 3 tempat tidur, Kamar bayi : 7
tempat tidur (Buku Profil RSU Queen Latifa,2016).
Fasilitas pelayanan medis yang terdapat pada RSU Queen Latifa antara lain : Instalasi
Gawat Darurat (IGD) siaga 24 jam, Klinik Dokter Umum siap 24 jam, Klinik Bidan siaga
24 jam, Pelayanan Persalinan 24 jam, Klinik Gigi, Instalasi Rawat Inap Siaga 24 jam,
Pelayanan Medical Check Up (MCU), Klinik Fisioterapi, Imunisasi, Khitan Centre, Home
Care (perawatan di rumah, kantor dan hotel), Intalasi Bedah Sentral (IBS) siaga 24 jam,
Hich Care Unit (HCU), Klinik Spesialis : Spesialis Obsgyn, Spesialis Anak, Spesialis
Penyakit Dalam, Spesialis Saraf, Spesialis Bedah, Spesialis Radiologi, Spesialis THT,
Spesialis Mata, dan Spesialis Estetika (Buku Profil RSU Queen Latifa,2016).
Selain itu, fasilitas penunjang medis yang terdapat pada RSU Queen Latifa antara lain :
Unit Laboratorium Klinik 24 jam, Unit Pelayanan Obat/ Farmasi 24 jam, Unit Pelayanan
Radiologi 24 jam, Pelayanan Elektro Medik (USG dan EKG/ Rekam Jantung), Konsultasi
obat oleh Apoteker, Konsultasi gizi oleh Ahli Gizi, dan Intalasi Laundry (binatu). Serta
terdapat instalasi nonmedis dan fasilitas pendukung seperti : Bagian Operasional rumah
sakit, Bagian Administrasi dan SDM, Bagian Keuangan dan Akutansi, Kerohanian Islam,
Ambulans 24 jam, Tempat parkir yang aman, nyaman dan luas, Mushola yang representatif,
dan Gazebo untuk ruang pertemuan (Buku Profil RSU Queen Latifa,2016).
RSU Queen Latifa juga memberikan fasilitas kepada pasien untuk memudahkan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang bekerjasama dengan beberapa perusahaan dan instansi
Asuransi/ Jaminan Sosial, antara lain seperti: BPJS, JAMKESOS, JAMKESTA, PT.
Asuransi Sinar Mas, Manulife, Car, AdiraDinamika, Admedika, PT. Tirta Investama, Axa,
Cigna, Mandiri in Health, Siloom Care, Sompo, dan BNI LIFE (Buku Profil RSU Queen
Latifa,2016).
d. Kepegawaian
Secara umum RSU Queen Latifaa memiliki empat divisi utama untuk menjalankan
sistem operasionalnya sehari- hari yaitu Direktur I (Medis dan Keperawatan), Direktur II
(Operasional, SDM dan Keuangan), Satuan Pemeriksaan Internal (SPI), dan Komite Medik.
Divisi yang menjalankan strategi komunikasi pemasaran yaitu Humas dan
Marketing.
Keberadaan Divisi Humas dan Marketing di Rumah Sakit Umum Queen Latifa
Yogyakarta mulai berfungsi secara efektif pada tahun 2012. Pada beberapa awal tahun
perubahan status BPRB Queen Latifa menjadi RSU Queen Latifa sempat terjadi beberapa
kali pergantian karyawan di Unit Humas. Unit yang berada di bawah naungan Direktur II
tersebut sebelumnya beranggotakan 3 (tiga) orang dengan jobdesk yaitu Koordinator Humas
(Pelaksana Program Khusus), Koordinator Homecare (Marketing Internal), dan Koordinator
Pelaksana Program Reguler (Marketing Eksternal). Pada awal tahun 2016 berdasarkan
kebijakan RSU Queen Latifa, setelah terjadi pergantian dan penambahan karyawan, semakin
terorganisir dengan menjadi Unit Humas & Marketing yang beranggotakan lima orang
dengan jabatan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
BENCANA INTERNAL
Bencana internal adalah bencana yang terjadi di dalam Rumah Sakit dan bencana
eksternal yang berdampak di dalam rumah sakit. Potensi jenis bencana ( Hazard )
yang mungkin terjadi di Rumah Sakit Queen Latifa adalah sebagai berikut :
1. Kebakaran
Sumber kebakaran bisa berasal dari dalam gedung bisa juga terjadi di luar
gedung.
2. Kebocoran Gas
Kebocoran gas dapat terjadi pada tabung – tabung besar gas maupun
cebtral gas Rumah Sakit yang dapat disebabkan karena adanya kecelakaan
maupun kerusakan dan dabotase. Dan tabung – tabung gas maupun
salurannya itu sendiri merupakan sumber dari kebocoran.
3. Ledakan
Ledakan dapat dihasilkan dari kebocoran gas maupun karena ledakan
bahan berbahaya yang ada di Rumah Sakit.
4. Penyakit Menular
Penyakit menular yang potensial terjadi adalah diare, demam berdarah.
BENCANA EKSTERNAL
Rumah Sakit Queen Latifa sangat memungkinkan untuk menerima korban bencana
eksternal,maupun memberikan bantuan terhadap korban bencana keluar Rumah Sakit.
Potensi bencana eksternal yang berdampak kepada Rumah Sakit adalah : kecelakaan
transportasi, Gempa bumi dan kebakaran.