Review Jurnal
Review Jurnal
Review Jurnal
NIM : 1813015023
Kelas : C 2018
Mata Kuliah : Kapita Selekta
1. Farmakognosi
Farmakognosi berasal dari kata Yunani Pharmakon (obat) dan gnosis (pengetahuan),
yakni pengetahuan tentang bahan obat. Secara khusus farmakognosi adalah salah satu
rumpun ilmu farmasi yang mempelajari sumber bahan obat yang berasal dari bahan
alami (tumbuhan, mikroba, sarang, mineral dan hewan).
Judul Parameter Farmakognosi dan Uji Aktivitas Antibakteri
dari Ekstrak Buah Kapulaga (Amomum cardamomum
Willd.) terhadap Bakteri Streptococcus mutans
Penulis Riska Budiarti, Ratna Djamil & Shirly Kumala
Tahun 2013
Tujuan Penelitian Penelitian terhadap Amomum cardamomum Willd.
bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri yang
terdapat didalam tanaman tersebut.
Latar Belakang Kapulaga sebagai rempah-rempah yang sering ditemukan
dalam masakan India, diketahui mengandung bahan
antibakteri. Kapulaga telah lama dipercaya sebagai
penyegar napas alami. Kandungan tertinggi yang
ditemukan pada kapulaga seperti cineole, diduga
merupakan antiseptik yang kuat untuk membunuh bakteri
dan mengurangi bau mulut. Selain mengandung senyawa
antiseptik yang dapat membunuh bakteri. Berdasarkan hal
tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui
adanya aktivitas antibakteri dari buah kapulaga (Amomum
cardamomum Willd.). Penelitian ini meliputi penetapan
parameter farmakognosi, penapisan fitokimia, pembuatan
ekstrak, partisi ekstrak, dan pengujian aktivitas
antimikroba.
Metode Parameter farmakognosi dilakukan terhadap serbuk
simplisia yang meliputi pemeriksaan kadar abu total, kadar
abu larut dalam asam, kadar sari larut dalam air, kadar sari
larut dalam etanol, kadar air, dan susut pengeringan.
Penapisan fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia
dan ekstrak, yang meliputi pemeriksaan alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, kuinon, steroid/triterpenoid,
kumarin, dan minyak atsiri. Selanjutnya dilakukan uji
aktivitas antimikroba terhadap ekstrak metanol, n-heksana,
etil asetat, dan n-butanol. Pengujian aktivitas antimikroba
dilakukan pada cawan Petri yang sudah dituangkan media
dasar Muller Hinton Agar darah ditunggu sampai memadat.
Kemudian pembuatan lapisan perbenihan digunakan
metode swap yaitu dengan menggoreskan media dasar
dengan suspensi bakteri yang telah disetarakan
kekeruhannya dengan larutan 0,5 Mc. Farland. Suspensi
BHIBStreptococcus mutans digoreskan kedalam media
perbenihan. Kertas cakram steril dicelupkan kedalam
masing-masing ekstrak kental buah kapulaga. Konsentrasi
ekstrak buah kapulaga yang digunakan adalah 0,25%;
0,5%; 1,0%. Dan sebagai kontrol positif digunakan
antibiotik amoxycilin untuk antibiotik pembanding
Streptococcus mutans. Lalu kertas cakram tersebut
diletakkan dipermukaan agar yang telah di-swap bakteri
menggunakan pinset. Inkubasi selama 370C selama 24-48
jam untuk Sreptococcus mutans. Setelah diinkubasi,
diameter daerah hambat (DDH) yang terbentuk diukur
dalam satuan milimeter (mm) dengan menggunakan jangka
sorong. Daerah bening disekeliling cakram menunjukkan
adanya daerah hambatan bakteri.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan parameter farmakognosi terhadap buah
kapulaga diperoleh kadar abu total 7,3726%; kadar abu
tidak larut asam 0,9424%; kadar sari larut air
17,3784%; kadar sari larut etanol 6,0756%; kadar air
4,40%; dan susut pengeringan 13,9896%.
2. Penapisan fitokimia terhadap serbuk dan ekstrak buah
kapulaga menunjukkan adanya golongan senyawa
flavonoid, saponin, steroid/triterpenoid, dan minyak
atsiri.
3. Berdasarkan hasil uji antimikroba, ekstrak metanol
mempunyai aktivitas antimikroba yang lebih baik
dibanding ekstrak n-heksana, etil asetat, dan n-butanol
dengan konsentrasi 0,25%; 0,5%; dan 1,0% terhadap
bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans,
dan Escherichia coli.
2. Farmako-Botani
Farmakobotani adalah ilmu yang membahas tentang tumbuhan serta peran tumbuhan
dalam kehidupan.
Judul Botani, Manfaat, dan Bioaktivitas Nilam Pogostemon
cablin
Penulis Marina Silalahi
Nama Jurnal Jurnal EduMatSains
Volume & Halaman Vol. 4, No. 1, Hal: 29-40
Tahun 2019
Tujuan Penelitian Memperoleh informasi yang konfrehensif mengenai botani
dan pemanfaatan Pogostemon cablin
Latar Belakang Pemanfaaan tumbuhan sebagai obat maupun untuk tujuan
lainnya berhubungan dengan kandungan metabolit
sekundernya. Lebih dari 140 senyawa, termasuk terpenoid,
pitosterol, flavonoid, asam organik, lignin, alkaloid,
glikosida, alkohol, aldehida telah diisolasi dan
diidentifikasi dari PC. Walaupun telah banyak kajian
tentang PC, namum kajian tentang hubungan essensial oil
dan bioaktivitasnya masih sangat terbatas. Artikel ini akan
memberikan informasi yang konfrehensif mengenai botani,
bioaktivitas dan esesnsial oil pada PC, sehingga
pemanfaatan dapat ditingkatkan.
Metode Penulisan artikel ini didasarkan atas kajian literture
terhadap buku, jurnal, maupun hasil penelitan lainnya.
Literature yang diperoleh disintesakan sehingga diperoleh
informasi yang konfrehensif mengenai botani, bioaktivitas
dan essensial oil pada PC sesuai dengan tujuan penulisan
artikel ini.
Hasil Penelitian Di Indonesia, ada tiga jenis Pogostemon yaitu P. cablin
(nilam Aceh), P. heyneatus (nilam Jawa) dan P. hortensis
(nilam sabun), namun yang lebih banyak menghasilkan
minyak nilam adalah P. cablin. 2. Bioaktivitas P. cablin
sebagai anti stress, anti influensa, aroma terapi, antioksidan
dan anti mikroba. Patcholi alkohol, α-patchoulene,
βpatchoulene, α-bulnesene, seychellene, norpatchoulenol,
pogostone, eugenol dan pogostol adalah essensial oil utama
P. cablin.
3. Farmakografi
Farmakografi adalah ilmu yang mempelajari cara-cara pemeriksaan simplisia secara
mikroskopik terutama digunakan untuk mengetahui adanya pemalsuan.
Judul Kajian Farmakognostik Tumbuhan Sugi-Sugi (Breynia
cernua Muel. Arg.) Asal Amuntai Kalimantan Selatan
Penulis Fitriyanti, Nashrul Wathan dan Gunawan
Nama Jurnal Jurnal Pharmascience
Volume & Halaman Vol .03, No.02, Hal: 43 - 48
Tahun 2016
Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah memperoleh data parameter
kualitatif meliputi hasil dari pemeriksaan makroskopik,
mikroskopik, dan organoleptik melakukan uji pendahuluan
senyawa kimia terhadap serbuk daun sugi-sugi.
Latar Belakang Salah satu tumbuhan berkhasiat sebagai obat yang banyak
tumbuh di daerah Amuntai, Hulu Sungai Utara,
Kalimantan Selatan adalah sugi-sugi (Breynia cernua
Muel. Arg). Penggunaan secara empiris oleh masyarakat
dengan cara menumbuk daun sugi-sugi, selanjutnya
ditambah sedikit air dan menempelkannya pada kulit yang
terkena cacar atau luka. Berdasarkan uraian tersebut di
atas, perlu dilakukan identifikasi tumbuhan sugi-sugi untuk
memberikan informasi pada pemanfaataannya. Identifikasi
dan jaminan kualitas dari suatu tumbuhan merupakan
prasyarat penting untuk memastikan kemurnian dari suatu
obat herbal.
Metode Tumbuhan sugi-sugi diambil di Kecamatan Amuntai, Hulu
Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Sampel dicuci dengan
air mengalir dan dipotong kecil-kecil dan setelah kering
daun di blender hingga menjadi serbuk. Kemudian
dilakukan pemeriksaan makroskopik semua bagian
tumbuhan dengan mengamati bagian-bagian luar tumbuhan
serta pemeriksaan mikroskopik semua bagian tumbuhan
dengan mengamati anatomi tumbuhan.
Hasil Penelitian Pemeriksaan anatomi tumbuhan sugi-sugi dengan
mikroskop ditujukan untuk melihat organ tumbuhan untuk
melihat kebenaran suatu sampel, didasarkan pada bentuk
spesifinya. Pengamatan ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai identitas atau pengenal simplisia yang
bersangkutan. Uji organoleptik menunjukkan daun dengan
rasa pahit menusuk dan aroma yang khas, buah tidak
berbau dan berasa kelat, akar tidak berbau dan tidak berasa,
batang tidak berbau dan berasa pahit. Sedangkan hasil
pengamatan mikroskopik ditemukan bentuk sel epidermis,
berkas pembuluh, tipe stomata anisositik dan sel penanda
berupa kalsium oksalat yang dapat dijadikan sebagai
identitas atau pengenal simplisia yang bersangkutan.
4. Farmakogalenika
Farmakogalenika adalah ilmu yang mempelajari masalah yang ditimbulkan akibat
penggunaan tanaman, hewan, atau mineral sebagai obat seperti cara pembuatan
sediaan galenik (infusa, tuntura, atau ekstrak).
Judul Formulasi Sirup Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia L.)
Penulis Lalita Lisprayatna, Yosi Bayu Murti dan T.N. Saifullah
Sulaiman
Nama Jurnal Majalah Obat Tradisional
Volume & Halaman Vol. 17, No. 2, Hal: 34-38
Tahun 2012
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sirup ekstrak
daun legundi dengan kualitas baik dan mengetahui
perubahan kadar relatif viteksikarpin dalam sirup setelah
formulasi.
Latar Belakang Salah satu bahan alam yang telah digunakan masyarakat
Indonesia untuk mengobati asma ialah legundi (Vitex
trifolia L). Bagian daun dari tanaman itu digunakan oleh
beberapa suku di Indonesia sebagai jamu anti asma. Daun
legundi mengandung senyawa ester, alkaloid (vitrisin),
glikosida flavon (artemetin dan 7 desmetil artemetin), dan
komponen non flavonoid friedelin sitosterol, glukosida,
serta senyawa hidrokarbon. Viteksikarpin merupakan
senyawa golongan flavonoid yang terkandung di dalam
daun legundi dan berkhasiat sebagai antiasma. Masyarakat
pada umumnya mengkonsumsi daun legundi dengan cara
direbus kemudian diminum. Hal ini dirasa kurang praktis
dan cukup merepotkan. Oleh karena itu, perlu upaya
inovasi sediaan menjadi bentuk sediaan cair yaitu sirup
sehingga mempermudah penggunaan.
Metode Pembuatan ekstrak kental daun legundi
Ekstrak kental daun legundi dibuat dengan metode
maserasi. Satu kg serbuk kering daun legundi dimaserasi
dengan 7,5 L etanol 70%. Maserasi pertama 1 kg serbuk
kering direndam 3,75 L etanol 70% selama 1 minggu
dengan disertai pengadukan setiap hari. Setelah 1 minggu,
maserat disaring menggunakan kain saring. Maserasi kedua
1 kg serbuk dari maserasi awal direndam 3,75 L etanol
70% selama 1 minggu sambil diaduk setiap hari, baru
kemudian dilakukan penyaringan menggunakan corong
buchner. Total maserat yang diperoleh diuapkan
menggunakan penangas air dan kipas angin hingga
diperoleh ekstrak kental.
Pembuatan sirup
Pada pembuatan sirup ekstrak daun legundi, sebanyak 1,50
g ekstrak kental dimasukkan ke dalam gelas beker.
Propilen glikol yang telah ditimbang dimasukkan bersama
dengan asam sitrat dalam wadah yang sama, dilakukan
pengadukan disertai pemanasan hingga terbentuk larutan
homogen. Propilen glikol merupakan bahan yang
membantu meningkatkan kelarutan senyawa dalam ekstrak
tumbuhan obat dan berfungsi sebagai antiseptik serta
mampu melawan jamur (Owen dan Weller, 2006). Bahan
ini terbukti mampu meningkatkan kelarutan air dan minyak
permen serta air dan benzil benzoat (Martin dkk., 1990).
Penggunaan propilen glikol dalam bidang farmasetika ialah
berdasarkan atas aktivitas ikatan jembatan hidrogen,
pembentukan kompleks, dan penurunan tegangan
permukaan
Hasil Penelitian Sirup formula I (propilen glikol 11 %) merupakan formula
terpilih, karena memiliki rasa dan penampilan menarik,
tingkat kekentalan yang rendah, endapan paling sedikit,
kadar relatif viteksikarpin paling tinggi, dan lebih layak
diterima pasar dibandingkan formula II, III, dan kontrol.
Semakin tinggi kadar propilen glikol, semakin rendah
kadar relatif viteksikarpin dalam sirup dibandingkan
terhadap kadar relatif viteksikarpin dalam ekstrak.
5. Farmakokimia/Fitokimia
Farmakokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang kandungan dan kualitas
senyawa yang dikandung oleh tanaman obat, mengisolasi senyawa yang terkandung
di dalamnya.
Judul Skriing Fitokimia dari Senyawa Metabolit Sekunder Buah
Jambu Bji Merah (Psidium guajava L.)
Penulis Siti Nurlani Harahap dan Nurbaity Situmorang
Nama Jurnal Jurnal Pendidikan, Matematika dan Sains
Volume & Halaman Vol. 5, No. 3, Hal: 153-164
Tahun 2021
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam
buah jambu biji merah dengan metode skrining
fitokimia.
Latar Belakang Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam
suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang
terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode
skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi
pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi
warna. Hal penting yang berperan penting dalam
skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode
ekstraksi. Skrining fitokimia serbuk simplisia dan
sampel dalam bentuk basah meliputi pemeriksaan
kandungan senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoida/
steroida, tanin dan saponin menurut prosedur yang telah
dilakukan. Oleh karena itu, pada penelitian ini
dilakukan uji skrining fitokimia terhadap buah jambu
biji merah sebagai langkah awal untuk mengetahui
kandungan senyawa metabolit sekunder yang
terkandung di dalam buah jambu biji merah.
Metode Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif kualitatif untuk mengetahui
hasil skrining fitokimia yang dikandung pada buah
jambu biji merah (Psidium guajava L.). Skrining
fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, uji
flavonoid, uji fenolik/tanin, uji saponin dan uji
terpenoid/steroid.
Identifikasi Alkaloid
0,5 gram ekstrak pekat sampel ditambah dengan 1 mL
HCl 2M dan 9 mL akuades dipanaskan selama 2 menit,
didinginkan dan kemudian disaring. Filtrat dibagi
menjadi 3 bagian, masing –masing ditambah dengan
pereaksi Mayer, Bouchardat dan Dragendorff. Hasil
positif mengandung senyawa alkaloid jika ekstrak
direaksikan dengan pereaksi Mayer akan terbentuk
endapan putih, terbentuk endapan coklat kehitaman jika
ekstrak ditambahkan pereaksi Bouchardat dan terbentuk
endapan kuning jingga jika ekstrak direaksikan
dengan pereaksi Dragendorf .
Identifikasi Flavonoid
0,1 g ekstrak pekat sampel dilarutkan dalam 10 mL
metanol kemudian dibagi ke dalam empat tabung reaksi.
Tabung pertama digunakan sebagai tabung kontrol,
kemudian tabung kedua ditambahkan serbuk Mg dan
tabung ketiga ditambahkan HCl pekat, kemudian
dipanaskan dalam penangas air selama 15 menit dan
dibandingkan warna masing –masing tabung dengan
tabung kontrol. Jika terjadi perubahan warna endapan
menjadi coklat jika ditambahkan dengan serbuk Mg
dan amil alkohol (C5H11OH) serta perubahan warna
endapan menjadi merah tua jika itambahkan dengan
HCl, maka positif mengandungflavonoid.
Identifikasi Fenolik/Tanin
Sebanyak 3 mL ekstrak ditambah akuades panas
kemudian dididihkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes
NaCl 10% dan disaring. Filtrat dibagi menjadi 2 bagian
A dan B. Bagian A digunakan sebagai blanko, ke dalam
filtrat B ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3. Hasil
positif mengandung senyawa fenol jika terbentuk warna
hijau kehitaman.
Identifikasi Saponin
10 mL ekstrak kental dikocok vertikal di dalam tabung
reaksi selama 10 detik. Kemudian dibiarkan selama 10
detik. Hasil positif mengandung senyawa saponin
ditunjukkan dengan terbentuknya busa setinggi 1-10
cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit.
Identifikasi Triterpenoid/Steroid
2 mL ekstrak kental dilarutkan dengan 0,5 mL CH3Cl,
kemudian ditambahkan 0,5 mL CH3COOH anhidrat.
Lalu ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat melalui dinding
tabung. Diamati perubahan yang terjadi (triterpenoid
ditunjukkan dengan terbentuknya cincin kecoklatan atau
violet pada batas larutan,adanya steroid dengan
terbentuknya cincin biru kehijauan).
Hasil Penelitian Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahhui
bahwa sampel buah jambu biji merah mengandung
senyawa metabolit sekunder alkaloid, flavonoid,
tanin/fenolik dan terpenoid/steroid dan tidak mengandung
senyawa metabolit sekunder saponin.
6. Farmakoagronomi
Farmakoagronomi adalah ilmu yang mempelajari dan menyelidiki secara fisiologis
mengenai penamaan, cara-cara pemanenan dan pengeringan tanaman obat.
Judul Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Kualitas
Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum L.)
Penulis Winangsih, Erma Prihastanti dan Sarjana Parman
Nama Jurnal Buletin Anatomi dan Fisiologi
Volume & Halaman Vol. 21, No. 1
Tahun 2013
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
metode pengeringan terhadap biomasa, kadar air, rendemen
minyak atsiri dan nilai kesukaan terhadap simplisia
tanaman lempuyang wangi.
Latar Belakang Simplisia tanaman lempuyang wangi sejak lama dikenal
sebagai bahan ramuan obat. Simplisai tanaman lempuyang
wangi mempunyai aroma yang khas dan warna coklat tua.
Standar simplisia lempuyang wangi yaitu dagingnya dipijit
cukup keras berwarna coklat tua, baunya tajam, dan kadar
air di dalamnya tidak lebih dari 10% hal tersebut bertujuan
untuk mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur pada tahap
penyimpanan. engeringan merupakan kegiatan yang paling
penting dalam pengolahan tanaman obat, kualitas produk
yang digunakan sangat dipengaruhi oleh proses
pengeringan yang dilakukan. Pengeringan dengan matahari
langsung merupakan proses pengeringan yang paling
ekonomis dan paling mudah dilakukan, akan tetapi dari
segi kualitas alat pengering buatan (oven) akan
memberikan produk yang lebih baik. Sinar ultra violet dari
matahari juga menimbulkan kerusakan pada kandungan
kimia bahan yang dikeringkan. Pengeringan dengan oven
dianggap lebih menguntungkan karena akan terjadi
pengurangan kadar air dalam jumlah besar dalam waktu
yang singkat, akan tetapi penggunaan suhu yang terlampau
tinggi dapat meningkatkan biaya produksi selain itu terjadi
perubahan biokimia sehingga mengurangi kualitas produk
yang dihasilkan sedang metode kering angin dianggap
murah akan tetapi kurang efisien waktu dalam pengeringan
simplisia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah metode pengeringan yang berbeda dapat
mempengaruhi kualitas simplisia tanaman lempuyang
wangi (Zingiber aromaticum L.) serta mengetahui metode
paling tepat yang dapat digunakan untuk pengeringan
simplisia tanaman Lempuyang wangi, sehingga diperoleh
simplisia yang memenuhi standar.
Metode Cara kerja penelitian ini meliputi pengeringan simplisia
tanaman lempuyang wangi, pengukuran kadar air,
pengukuran berat kering, destilasi minyak atsiri, dan
dilakukan uji organoleptik terhadap simplisia tanaman
lempuyang wangi. Metode pengeringan yang dipakai
adalah pengeringan menggunakan suhu 50 oC (P1),
menggunakan sinar matahari langsung (P2) dan
pengeringan menggunakan kering angin (P3). Berat kering
simplisia diperoleh setelah simplisia tanaman lempuyang
wangi sudah kering getas dan kadar airnya dibawah 10 %.
Simplisia yang dikeringkan dilakukan penimbangan dan
pengukuran kadar air secara berkala sampai beratnya
konstan dan kadar air dibawah 10%. Pengukuran kadar air
simplisia menggunakan alat Moisturebalance apabila kadar
airnya sudah dibawah 10% maka pengeringan dihentikan.
Minyak atsiri diperoleh menggunakan metode destilasi air,
simplisia dari masing-masing metode pengeringan di
destilasi dengan ditambahkan air dengan perbandingan
1:100. Minyak atsiri yang sudah diperoleh dihitung
rendemennya. Uji organoleptik/ uji kesukaaan terhadap
aroma, warna dan kualitas simplisia tanaman lempuyang
wangi dengan cara membagikan kuisioner terhadap 30
mahasiswa Biologi UNDIP. Percobaan disusun dalam
Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan tiga perlakuan
pengeringan yakni pengeringan menggunakan suhu 50 oC
(P1), menggunakan sinar matahari langsung (P2) dan
pengeringan menggunakan kering angin (P3). Masing-
masing perlakuan dengan 3 ulangan. Parameter yang
diamati adalah berat kering, kadar air simplisia, dan
rendemen minyak atsiri minyak atsiri serta nilai kesukaan
terhadap simplisia tanaman lempuyang wangi.
Hasil Penelitian Metode pengeringan berpengaruh secara signifikan
terhadap berat kering simplisia, kadar air dan rendemen
minyak atsiri tanaman lempuyang wangi. Pengeringan
menggunakan oven merupakan pengeringan yang baik
untuk simplisia lempuyang wangi dengan kadar air paling
rendah diantara dua pengeringan yang lainnya yakni 8,37%
dan rendemen minyak atsiri paling banyak 0,87%
meskipun dari biomasa simplisianya paling sedikit yakni
239,36g.
7. Etnobotani
Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan langsung manusia dengan
tumbuhan dalam kegiatan dan pemanfaatannya secara tradisional.
Judul Studi Etnobotani Tumbuhan Obat Oleh Etnis Suku Dayak
di Desa Kayu Taman Kecamatan Mandor Kabupaten
Landak
Penulis Efremila, Evy Wardenaar dan Lolyta Sisillia
Nama Jurnal Jurnal Hutan Lestari
Volume & Halaman Vol. 3, No. 2, Hal: 234-246
Tahun 2015
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui jenis-jenis
tanaman obat dan pemanfaatannya oleh masyarakat desa
dari tanaman kayu, mengetahui manfaat dari tumbuhan
obat dan bagian yang digunakan serta cara membuatnya.
Latar Belakang Salah satu masyarakat yang masih mempertahankan adat
dan tradisi dalam penggunaan sumber daya alam
khususnya tumbuhan sebagai obat adalah penduduk Desa
Kayu Tanam Kecamatan Mandor Kabupaten Landak.
Namun pemanfaatan tumbuhan obat tersebut dilakukan
hanya terbatas penyampaian dari orang tua kepada anak
dan atau cucu secara turun temurun dalam keluarga,
sehingga dikhawatirkan di tengah perkembangan arus
modernisasi budaya saat ini, kearifan lokal tersebut dapat
secara perlahan tergerus oleh kebiasaan yang dapat
menyebabkan punahnya pengetahuan tradisional yang
dimiliki masyarakat. Pengetahuan yang diwariskan secara
turun-temurun juga menyebabkan ada sebagian tumbuhan
obat yang hanya diketahui dan dimanfaatkan oleh
sebahagian penduduk saja. Untuk itu, perlu dilakukan
kajian etnobotani tumbuhan obat sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan lebih lanjut.
Metode Penelitian dilaksanakan di Desa Kayu Tanam, Kecamatan
Mandor, Kabupaten Landak dengan waktu penelitian
kurang lebih 4 minggu. Alat dan bahan yang digunakan :
daftar pertanyaan atau kuisioner untuk responden terpilih,
buku daftar tumbuhan obat Indonesia untuk identifikasi
jenis tumbuhan obat, alat tulis untuk mencatat data yang
diperoleh di lapangan, kamera untuk dokumentasi, dan
GPS (Global Positioning System) untuk merekam posisi
titik tumbuhan obat yang di ambil/di identifikasi. Adapun
objek dalam penelitian ini yaitu Masyarakat Dayak Desa
Kayu Tanam Kecamatan Mandor Kabupaten Landak.
Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan
wawancara dan identifikasi di lapangan. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik komunikasi langsung dengan
responden terpilih.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan,
tumbuhan obat yang ditemukan atau dimanfaatkan oleh
masyarakat desa Kayu Tanam sebanyak 50 spesies dari 32
famili. Tumbuhan obat yang paling banyak digunakan oleh
masyarakat di Desa Kayu Tanam tersebut diantaranya
Untuk mengobati penyakit dalam seperti tanaman mahkota
dewa (Phalaria macrocarpada) digunakan untuk
mengobati hipertensi, pinang (Areca cathecu L) untuk
mengobati sakit maag, sangki kambing (Paraxelis
clematidea) untuk mengobati sakit perut. Sedangkan pada
pengobatan penyakit luar seperti mengobati luka dan patah
tulang yaitu terdapat pada tanaman lidah buaya (Aloe sp)
dan lidah mertua (Sanseviera trifasciata prai). Sedangkan
cara pengobatan untuk penyakit dalam umumnya bagian
dari tumbuhan tersebut direbus, sedangkan pada penyakit
luar bagian tumbuhan tersebut di tempel, digosok. Ternyata
kegunaan untuk mengobati penyakit dalam lebih banyak.
Berdasarkan cara penggunaanya, masyarakat lebih banyak
menggunakan obat dengan cara diminum, karena sebagian
besar jenis tumbuhan yang ditemukan dan dimanfaatkan
untuk mengobati penyakit dalam adalah dengan cara
diminum, masyarakat setempat meyakini bahwa dengan
cara diminum penyakit yang mereka rasakan akan sembuh
dan mempunyai reaksi yang begitu cepat dibandingkan
dengan cara dioles, ditempel maupun yang lainya. bagian
besar masih menggunakan cara tradisional seperti dibakar,
dimasak, diparut, ditumbuk, diremas dan diseduh.
8. Etnofarmakologi
Etnofarmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kegunaan tanaman yang
memiliki efek farmakologi yang memiliki hubungan dengan pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan oleh masyarakat sekitar (suku).
Judul Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Obat di Desa Batu
Hamparan Kabupaten Aceh Tenggara
Penulis Muhammad Yassir dan Asnah
Nama Jurnal Jurnal Biotik
Volume & Halaman Vol. 6, No. 1, Hal: 17-34
Tahun 2018
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat
jenis tumbuhan obat yang ada di Desa Batu Hamparan
Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara
Latar Belakang Aceh Tenggara merupakan daerah tropis dikarenakan dari
aspek geografis kawasan Aceh Tenggara di kelilingi
Taman Nasional Gunung Leuser dan terkenal kaya akan
sumber daya hayati berupa jenis tumbuh-tumbuhan
beranekaragam, salah satunya adalah jenis tanaman obat.
Penelitian mengenai pemanfaatan tanaman obat di desa
batu hamparan Kecamatan Lawe Alas belum pernah
dilakukan, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang
pemanfaatan tanaman obat sebagai data awal di desa batu
hamparan kecamatan Lawe Alas. Hasil penelitian ini
nantinya diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
pengolahan tanaman obat, manfaat tanaman obat dalam
kehidupan masyarakat di Kecamatan Lawe Alas Kabupaten
Aceh Tenggara.
Metode Penelitian dilaksanakan di Desa Batu Hamparan
Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara, waktu
dalam melakukan kegiatan penelitian di jadwalkan pada
bulan April 2016. Subjek dan Objek Penelitian Subjek
dalam penelitian ini adalah semua jenis tumbuhan obat
yang ada di Desa Batu Hamparan Kecamatan Lawe Alas
Kabupaten Aceh Tenggara sedangkan objek adalah
tumbuhan obat yang ditemukan pada saat melakukan
penelitian di desa Desa Batu Hamparan Kecamatan Lawe
Alas Kabupaten Aceh Tenggara. Metode survey yang
dilakukan di dalam penelitian ini. Metode survey
digunakan untuk menentukan lokasi penelitian jenis
tumbuhan obat di Desa Batu Hamparan Kabupaten Aceh
Tenggara. Teknik Pengumpulan Data Observasi dilakukan
di Desa Batu Hamparan dengan mengamati perkarangan
rumah masyarakat, baik di perkarangan dan kebun yang
dimiliki warga masyarakat Desa Batu Hamparan
Kabupaten Aceh Tenggara. Selain itu dilakukan
wawancara, pedoman wawancara yang digunakan hanya
berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara
yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Sistem dokumentasi
dalam wawancara menggunakan perekam suara (audio)
Sedangkan saat informan menyampaian informasi yang
berkaitan dengan tumbuhan obat tradisional dokumentasi
menggunakan foto digital/hp. Dokumentasi penelitian ini
merupakan pengambilan gambar oleh peneliti untuk
memperkuat hasil penelitian.
Hasil Penelitian Hasil penelitian ditemukan 46 spesies dari 30 famili Jenis
Tumbuhan Obat Tradisional yang dapat dimanfaatkan di
Desa Batu Hamparan Kabupaten Aceh Tenggara. Beberapa
contoh tanaman yang digunakan oleh masyrakat yaitu
murbei. Murbei adalah tanaman yang mempunyai batang
yang kecil dengan ketinggian mencapai 2 m. Kulit batang
murbei berkhasiat untuk mengobati sakit pinggang pada
anak balita atau bayi. Cara pemanfaatan kulit batang
murbei yaitu dengan memotong batang murbei dan
mengelupaskan kulit batang dari kayunya. Kemudian kulit
batang tersebut bisa ditempelkan pada pinggang anak yang
mengami sakit pada bagian pinggang. Kemudian tanaman
keladi (talas) dengan nama lokal yaitu lumu adalah famili
aracea. Daun keladi berguna sebagai bahan pengobatan
asam lambung. Cara pengolahan daun keladi yaitu dengan
cara mengambil 1 helai daun yang sedang atau tidak terlalu
lebar. Daun yang sudah diambil dioleskan sedikit minyak
goreng sampai permukaan bawah daun merata. Kemudian
ditempelkan pada perut yang mengalami sakit. Selain itu,
buah sawo yang masih kecil atau mutik dimanfaatkan
untuk bahan mengobati maag. Buah sawo dapat diracik
dengan cara mengambil beberapa buah yang masih kecil
dan mencuci dengan bersih. Kemudian buah tersebut
dihaluskan dengan memberi sedikit air. Selanjutnya
disaring untuk memisahkan ampas buah sawo dengan air.
Air yang sudah disaring bisa langsung diminum.
9. Etnomedisin
Etnomedisin adalah cabang antropologi medis yang membahas tentang asal mula
penyakit, sebab-sebab, dan cara pengobatan menurut kelompok masyarakat tertentu.
Judul Etnomedisin Tetumbuhan Obat Tradisional Suku Serawai
di Seluma, Bengkulu
Penulis Muhammad Adeng Fadila, Nunik Sri Ariyanti dan Eko
Baroto Walujo
Nama Jurnal Journal of Science Education
Volume & Halaman Vol. 4, No. 2, Hal: 79-84
Tahun 2020
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi
keanekaragaman tanaman yang dikenali dan dimanfaatkan
sebagai obat tradisional oleh Suku Serawai, dan untuk
menganalisis indeks nilai pengguna lokal (LUVI) dari
tanaman obat tersebut.
Latar Belakang Banyaknya suku-suku di Indonesia dengan pengetahuan
dan kearifan lokal memberi peluang dilakukan penelitian
untuk mendokumentasikannya, termasuk di dalamnya
adalah penelitian etnomedisin. Penelitian etnomedisin
pernah dilakukan terhadap suku Serawai di Dusun Suka
Bandung dan diperoleh sedikitnya 41 jenis tumbuhan obat.
Penelitian tersebut hanya dilakukan di satu desa dan
menitikberatkan kepada aspek kandungan dan efek
toksisitas bahan kimia dari tetumbuhan obat yang diteliti.
Penelitian etnomedisin untuk menjelaskan aspek botani dan
nilai kepentingan masing-masing jenis tumbuhan obat
dalam Suku Serawai perlu dilakukan. Penelitian
etnomedisin ini bertujuan menginventarisasi jenis
tetumbuhan obat dan pemanfaatannya berdasarkan
pengetahuan tradisional masyarakat suku Serawai, serta
menganalisis nilai kepentingan jenis-jenis tumbuhan dalam
pengobatan tradisional Suku Serawai.
Metode Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Agustus 2015
hingga Februari 2018 di Kabupaten Seluma, Provinsi
Bengkulu pada empat Desa, yaitu Desa Air Teras
Kecamatan Talo, Desa Bakal Dalam Kecamatan Talo
Kecil, Desa Dusun Baru Kecamatan Seluma dan Desa
Jenggalu Kecamatan Sukaraja Data jenis tetumbuhan obat
dan pemanfaatannya dikumpulkan melalui wawancara
terstruktur dan wawancara bebas (open-ended interview)
dengan melibatkan tujuh informan kunci dan 232
responden. Informan kunci dipilih berdasarkan keahlian
dan luasnya pengetahuan mengenai tetumbuhan obat,
misalnya penyehat tradisional (hattra) dan tetua adat.
Jumlah responden ditentukan berdasarkan 30% dari jumlah
kepala keluarga yang terdiri atas lakilaki dan perempuan
berusia 15 – 45 tahun
Hasil Penelitian Masyarakat Suku Serawai di Seluma mengenal 67 jenis
tetumbuhan yang dimanfaatkan dalam pengobatan
tradisional, yang terdiri atas 62 marga dan 32 suku. Jenis-
jenis tumbuhan tersebut paling banyak dimanfaatkan
bagian daunnya (39 jenis), kemudian berturut-turut jenis-
jenis yang dimanfaatkan buah, akar, kulit batang, dan
bijinya. Sebagian besar jenis-jenis tumbuhan obat (90%)
yang dikenali oleh masyarakat digunakan untuk
penyembuhan penyakit (kuratif). Penggunaan bahan obat
dari jenis-jenis tumbuhan obat lainnya (masing-masing
sebesar 5%) bersifat aditif dan preventif. Cara pemanfaatan
obat tradisional yang paling lazim ialah dioleskan (48%),
berikutnya berturut-turut pemanfaatan oral (38%),
diteteskan (12%), dan supossitoria (2%). Berdasarkan
status konservasi tetumbuhan obat tradisional etnis Serawai
terdapat tiga jenis tetumbuhan dalam status risiko rendah
(least concern), yaitu jeringau (Acorus calamus), talas
(Colocasia esculenta), dan tapak liman (Elephantopus
scaber). Nilai LUVI tetumbuhan obat tradisional Suku
Serawai berkisar 0.01%- 0.32%, dengan nilai LUVI
tertinggi ialah padi.