Tugas Khusus Kel.2 Pkpa September Bagfarmapol Uhamka
Tugas Khusus Kel.2 Pkpa September Bagfarmapol Uhamka
Tugas Khusus Kel.2 Pkpa September Bagfarmapol Uhamka
Disusun oleh:
A. Landasan Teori
1. Tanaman
a. Herba Krokot (Portulaca olerace L.)
Kingdom : plantae
Divisi : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Sonchus L
Spesies : Sonchus arvensis L. (ITIS)
Daun tempuyung adalah daun tunggal yang berbentuk lonjong. Ujung daun
ini meruncing, tepi daun meruncing, tepi daun berombak dan bergigi tidak
beraturan, permukaan daun licin serta daun berwarna hijau keunguan. Daun
tempuyung memiliki panjang sekitar 6 sampai 48 cm dan lebar 3 sampai 12 cm.
helaian daunnya berbentuk lanset atau lonjong, bagian ujungnya meruncing,
bagian pangkal berbentuk seperti jantung serta tepi daun menyirip tak beraturan.
Daun tempuyung di bagian bawah terpusat membentuk roset sedangkan di
bagian atas berselang seling memeluk batang. Daun dibagian bawah inilah yang
berkhasiat bagi kesehatan.
e. Kandungan dan Khasiat Daun Tempuyung
Kandungan kimia yang terdapat di dalam daun tempuyung (Sonchus arvensis
L) adalah ion-ion mineral antara lain kalium, silica, magnesium, natrium dan
senyawa organic misalnya flavonoid (kaempferol, luteolin-7-O-glukosida dan
apigenin-7-O-glukosida), kumarin, taraksastrol, inositol, serta asam fenolat
(sinamat,kumarat, vanilat). Kandungan kalium dalam daun tempuyung 8,2%,
sedangkan natriumnya 0,227%. Kandungan flavonoid total di dalam daun
tempuyung 0,1044%, pada akar kira-kira 0,5% dan flavonoid yang terbesar adalah
apigenin-7-O-glukosida.
f. Khasiat Daun Tempuyung
Daun tempuyung (Sonchus arvensis Linn.) merupakan tanaman obat
potensial di indonesia yang secara empiris sering digunakan untuk mengobati
asam urat, kencing batu, obat bengkak, batuk, asma, demam, peradangan, dan
antibakteri.
g. Vitamin C dan Flavonoid
Sistem kekebalan memiliki peran utama dalam melawan berbagai jenis
infeksi tetapi untuk membuat kekebalan sel yang berfungsi dengan baik
diperlukan beberapa suplemen seperti salah duanya vitamin C dan metabolit
sekunder sekunder seperti flavanoid. Vitamin ini memiliki peran utama dalam
menjaga kekebalan fungsi sel, membuang radikal bebas kuat dalam plasma,
melindungi sel terhadap kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh ROS(reactive
oxygen species). Vitamin C bertindak sebagai antioksidan kuat dan membantu
mengais semua jenis sel yang rusak. vitamin C, mendukung fungsi penghalang
epitel terhadap patogen dan mempromosikan aktivitas pemulungan oksidan kulit,
sehingga berpotensi melindungi terhadap stres oksidatif lingkungan. Vitamin C
terakumulasi dalam sel fagosit, seperti neutrofil, dan dapat meningkatkan
kemotaksis, fagositosis, generasi spesies oksigen reaktif, dan akhirnya membunuh
mikroba.
Flavonoid adalah metabolit sekunder dari polifenol, ditemukan secara luas
pada tanaman serta makanan dan memiliki berbagai efek bioaktif termasuk anti
virus, anti-inflamasi (Qinghu Wang dkk, 2016), kardioprotektif, anti-diabetes, anti
kanker, (M.M. Marzouk, 2016) anti penuaan, antioksidan (Vanessa dkk, 2014)
dan lain-lain. Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15
atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, artinya kerangka
karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan
oleh rantai alifatik tiga karbon. (Tiang-Yang dkk, 2018).
Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan
pada setiap ekstrak tumbuhan. Flavonoid adalah kelas senyawa yang disajikan
secara luas di alam. Hingga saat ini, lebih dari 9000 flavonoid telah dilaporkan,
dan jumlah kebutuhan flavonoid bervariasi antara 20 mg dan 500 mg, terutama
terdapat dalam suplemen makanan termasuk teh, anggur merah, apel, bawang dan
tomat. Flavonoid ditemukan pada tanaman, yang berkontribusi memproduksi
pigmen berwarna kuning, merah, oranye, biru, dan warna ungu dari buah, bunga,
dan daun. Flavonoid termasuk dalam famili polifenol yang polar.
2. Metode Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. Adapun metode ekstraksi menurut (Depkes RI, 2000) dibagi menjadi 2
yaitu ekstraksi cara dingin dan ekstraksi cara panas. Pada penelitian ini
menggunakan maserasi sebagai metode ekstraksi yang termasuk ke dalam
ekstraksi cara dingin. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokkan atau pengadukkan pada
suhu ruangan (suhu kamar).
3. Sistem Imun
Sistem imun adalah sistem daya tahan tubuh terhadap serangan substansi
asing yang terpapar ke tubuh kita. Substansi asing tersebut bisa berasal dari luar
maupun dalam tubuh sendiri. Contoh subtansi asing yang berasal dari luar tubuh
(eksogen) misalnya bakteri, virus, parasit, jamur, debu, dan serbuk sari.
Sedangkan substansi asing dari dalam tubuh dapat berupa sel-sel mati atau sel-sel
yang berubah bentuk dan fungsinya. Substansi-substansi asing tersebut disebut
imunogen atau antigen. Apabila imunogen terpapar ke tubuh kita, maka tubuh kita
akan meresponnya dengan membentuk respon imun dari sistem imun.
Sistem imun secara harfiah merupakan sistem pertahanan diri yang
menguntungkan, tetapi dalam kondisi tertentu dapat menimbulkan keadaan yang
merugikan. Respon imun terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase respon imun alami
(innate imunity) dan fase respon imun adaptif (adaptive immunity) (Abbas et al
2015). Respon imun alami akan terjadi pada awal terpaparnya imunogen ke tubuh
kita. Apabila sistem imun alami ini bisa mempertahankan tubuh dari serangan
imunogen, maka kita tidak akan menderita sakit (fase pertama). Sebaliknya,
apabila sistem imun alami tidak bisa mempertahankan terhadap serangan
imunogen, maka kita akan sakit/terinfeksi (fase kedua) (Abbas et al 2015).
4. Granulasi Basah
Granulasi basah merupakan suatu proses perubahan dari bentuk serbuk halus
menjadi granul dengan bantuan larutan bahan pengikat yang sesuai. Pada metode
granulasi basah ini bahan pengikat yang ditambahkan harus mempunyai jumlah
yang relatif cukup, karena kekurangan atau kelebihan sedikit saja bahan pengikat
akan menyebabkan granul yang tidak sesuai dengan yang diinginkan dan akan
mempengaruhi hasil akhir tablet (Robert dkk 1990).
a. Keuntungan metode granulasi basah :
1) Memperoleh aliran granul yang lebih baik
2) Meningkatkan kompresibilitas
3) Memperoleh berat jenis yang sesuai
4) Mengotrol pelepasan
5) Mencegah pemisahan komponen selama proses
6) Meningkatkan distribusi keseragaman kandungan
b. Kelemahan granulasi basah
Kelemahan granulasi basah tidak memungkinkan untuk dikerjakan pada obat-
obat yang sensitif terhadap kelembaban dan panas serta disolusi obat lebih lambat.
Pada metode ini memerlukan peralatan dan penanganan khusus serta tenaga yang
cukup besar (Bandelin. 1989).
5. Evaluasi Granul
h
tan∝= ................................... (1)
r
Keterangan : ∝ = sudut diam
h = tinggi granul
r = jari-jari granul
Tabel 1. Sifat Aliran dan Keterkaitan dengan Sudut Diam (Agoes, 2012)
Sifat Aliran Sudut Diam (derajat)
Bagus Sekali 25 – 30
Bagus 31 – 35
Cukup 35 – 40
Agak Baik 41 – 45
Buruk 46 – 50
Sangat Buruk 51 – 65
Sangat sangat Buruk >65
d rataan =
∑ ( granultertinggal ) x (lubang ayakan) ......................(4)
∑ bobot granul tertinggal
1
diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 tebal tablet
3
(Depkes RI, 1979).
c. Uji Keseragaman Bobot
Pengujian dilakukan menggunakan alat timbangan neraca analitik.
Penggunaan neraca analitik dalam uji keseragaman bobot ini digunakan karena
merupakan alat yang kemungkinan kesalahanya sangat kecil dibandingkan dengan
timbangan manual. Disamping itu angka dari bobot tablet yang dihasilkan akan
muncul secara otomatis, dengan itu dapat meminimalisir kesalahan dalam melihat
angka.
Bobot tablet yang dibuat harus diukur dengan menggunakan timbangan
analitik untuk membantu memastikan bahwa setiap tablet mengandung bobot obat
yang tepat. Syarat penyimpangan bobot tablet yang telah diatur dalam Farmakope
Indonesia Edisi III sebagai berikut:
Tabel 3. Presentase Penyimpangan Bobot Rata-rata (Depkes RI, 1979)
Penyimpangan bobot rata-rata
Bobot rata – rata
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg – 150 mg 10% 20%
151 mg – 300 mg 7,5 % 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi Solid,
Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari Bulan April 2021 - November 2021.
B. Metodologi Penelitian
1. Alat-alat dan Bahan Uji
Alat yang digunakan dalam penelitan ini antara lain timbangan digital, gelas
ukur, beaker gelas, oven, jangka sorong, ayakan dengan ukuran 12, 18, 20, 30, 40
dan 45 mesh. Uuntuk pengujian granul digunakan alat sieving machine,
volumenometer, stopwatch, alat uji kekerasan (hardness tester digital otomatis
YD-2), alat uji kerapuhan (Dual friability tester CS-2) dan alat uji waktu hancur
(BJ-3 disintegrationtester), dan mesin pencetak tablet (Rotary punch). Beberapa
bahan utama dalam penelitian ini yaitu ekstrak daun tempuyung dan ekstrak herba
krokot yang didapatkan dari BALITRO, aerosil, PVP, amylum manihot, primogel,
talkum, magnesium stearat dan avicel pH 102.
C. Pola Penelitian
1. Rancangan Formula Tablet Ekstrak Daun Tempuyung
2. Pembuatan Granul
3. Evaluasi Granul
4. Pencetakan Tablet
5. Evaluasi Tablet
D. Prosedur Penelitian
1. Formula Tablet Ekstrak Daun Tempuyung
2. Pembuatan Granul
Timbang bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat granul (ekstrak
kental daun tempuyung, ektrak kental herba krokot, pvp k30, aerosil, avicel ph
102, talkum, amylym manihot, primogel dan magnesium stearat). Larutkan PVP
K30 menggukan etanol 70%, diaduk hingga larut. Setelah itu, Masukkan ekstrak
kental daun tempuyung dan ektrak kental herba krokot ke dalam wadah baru,
tambahkan aerosil, aduk hingga ektsrak menjadi kering dan homogen, tambahkan
amylum manihot, diaduk hingga homogen ke dalam wadah yang sama,
tambahkan avicel pH 102 aduk hingga homogen ke dalam wadah yang sama,
tambahkan sedikit demi sedikit PVP K30 yang sudah dilarutkan ke dalam wadah
yang sama, lalu tambahkan etanol 70 % sedikit demi sedikit hingga terbentuk
massa yang bisa dikepal (banana breaking). Ayak massa tersebut dengan ayakan
no 12, kemudian hasil pengayakan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu ± 50
°C selama ± 24 jam. Granul diayak dengan ayakan no 18. Kemudian ditambahkan
priomogel, magnesium stearate dan talkum lalu dievaluasi granul (Siregar, 2010).
3. Evaluasi Granul
a. Uji Sudut Diam
Uji sudut diam diuji menggunakan granul flow tester. Sebuah penutup
sederhana ditempatkan pada lubang keluar corong lalu diisi dengan granul
ditimbang terlebih dahulu sebanyak 100 gram. Ketika penutup dibuka, biarkan
granul mengalir. Granul ditampung dengan kertas milimeterblock, lalu ditandai
milimeterblock-nya sebagai diameter dan ukur tinggi granulnya (Siregar, 2010).
b. Uji Waktu Alir
Waktu alir granul diuji menggunakan granul flow tester. Sebuah penutup
sederhana ditempatkan pada lubang keluar corong lalu diisi dengan granul
ditimbang terlebih dahulu sebanyak 100 gram. Ketika penutup dibuka, waktu
yang dibutuhkan serbuk untuk keluar dicatat (Siregar, 2010).
c. Uji Kompresibilitas
Siapkan mesin pengentap dan gelas ukur 100 ml. Masukkan granul ke dalam
gelas ukur 100 ml dan catat volumenya. Lakukan pengentapan sebanyak 500 kali
ketukan sampai volume konstan, volume dicatat. Hitung kerapatan bulk (sebelum
dan sesudah pengentapan). Hitung % kompresibilitasnya (Siregar, 2010).
d. Distribusi Ukuran Granul Menggunakan Metode Pengayakan
Distribusi ukuran granul diuji dengan menggunakan nomor pengayak 18, 20,
30, 40 dan 45. Dimasukkan sebanyak 100 g granul ke dalam ayakan paling atas
pada ayakan bertingkat yang telah disusun (ayakan dengan no mesh paling kecil
terletak di atas). Mesin dinyalakan dengan frekuensi 30 Hz selama 25 menit.
Bobot granul yang terdapat pada masing-masing ayakan ditimbang. Hitung %
granul yang tertinggal dan buat grafik distribusinya (Lachman et al. 2007).
e. Uji Susut Pengeringan Granul
Dimasukkan kurang lebih 2 g granul dalam botol timbang bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit, didinginkan
dalam deksikator dan telah ditara. Kemudian masukkan ke dalam ruang
pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105 °C hingga bobot tetap. Hitung
persentase susut pengeringannya (Kemenkes RI, 2014).
4. Pembuatan Tablet
Dimasukkan granul yang sudah ditimbang ke dalam hopper. Mesin
dijalankan hingga diperoleh beberapa tablet. Kekerasan dan bobotnya diukur.
Punch atas diatur untuk mendapatkan kekerasan yang sesuai dan atur punch
bawah untuk mendapatkan bobot yang sesuai. Jika bobot dan kekerasan telah
sesuai, mesin dijalankan hingga semua granul habis dan telah dicetak menjadi
tablet. Evaluasi tablet.
5. Evaluasi Tablet
a. Uji Penampilan Umum
Uji penampilan tablet hisap ekstrak kental daun binahong dilakukan
menggunakan panca indra dengan mengamati bentuk, warna, rasa dan deteksi
adanya cacat fisik (Lachman et al., 2007).
b. Uji Keseragaman Ukuran
Sebanyak 20 tablet diambil sebagai sampel, diukur diameter dan ketebalan
tablet satu persatu dengan alat jangka jorong. Dicatat hasilnya. Analisa hasil
pengukuran dengan persyaratan FI III (Depkes RI, 1979).
c. Uji Keseragaman Bobot
Timbang sebanyak 20 tablet, dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Setelah itu,
tablet tersebut ditimbang satu persatu. Hitung penyimpangan masing-masing
bobot terhadap bobot rata-rata tablet (Depkes RI, 1979).
d. Uji Kekerasan
Siapkan 20 tablet. Diletakkan satu per satu tablet pada posisi tegak lurus pada
alat hardness tester. Selanjutnya tekan tombol start pada alat, biarkan alat
beroperasi sampai tablet pecah. Dibaca skala alat yang menunjukkan kekerasan
tablet. Dicatat skala pada alat sebagai hasil kekerasan tablet hisap (Ansel, 2008).
e. Uji Keregasan
Timbang 10 tablet lalu dimasukkan ke dalam alat penguji keregasan tablet.
Alat dijalankan sebanyak 100 putaran (4 menit) dengan kecepatan putaran 25 rpm.
Tablet kemudian dibersihkan kemudian ditimbang ulang. Hitung kehilangan
bobotnya (Agoes, 2012).
f. Uji Waktu Hancur
Pengujian waktu hancur dilakukan dengan memasukkan enam (6) tablet ke
dalam disintegration tester (tabung berbentuk keranjang). Kemudian menjalankan
alat dalam bejana yang telah diisi air sekitar 600 ml dengan suhu36o C –38o C.
Keranjang diturun naikkan secara teratur sebanyak 30 kali tiap menit. Tablet
dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali
fragmen yang berasal dari zat penyalut. Waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit dan catat waktu
hancurnya dengan stop watch (Kemenkes, 2014)
6. Analisa Data
Hasil evaluasi kekerasan dan keregasan tablet ekstrak kental daun tempuyung
dan ekstrak kental herba krokot dengan PVP K30 sebagai bahan pengikat
dianalisis dengan menggunakan ANOVA satu arah. Kemudian dilanjutkan dengan
uji Tukey HSD dengan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) untuk mengetahui
perbedaan bermakna antar formula.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes G. 2012. Sediaan Farmasi Padat. ITB. Bandung. Hlm. 69, 209, 281-282,
284, 323
Ansel HC. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV, Terjemahan:
Farida Ibrahim. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hlm. 255
Putra B, Azizah RN, Nopriyanti EM. 2020. Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol
Herba Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Jantan dengan Parameter Delayed Type Hypersensitivity
(DTH). Jurnal : Jurnal Farmasi Galenika. Universitas Muslim Indonesia,
Semarang. Hlm. 20-25
Block, K.I. dan Mead, M.N. 2003. Immune System Effects of Echinacea,Ginseng,
and Astragalus: A review Integrative CancerTherapies. 2: 247–267.
Lachman L, Lieberman HA, Kalnig JL. 2007. Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi 2 Vol 1 dan 2, Terjemahan: Siti Suyatmi. UI Press. Jakarta.
Hlm. 648, 654, 682-683
Suhirman, S.; Winarti, C..2013 Prospek dan Fungsi Tanaman Obat sebagai
Imunomodulator. Balai penelitian tanaman obat dan aromatik
Qinghu, W., Jinmei, J., Nayintai, D., Narenchaoketu, H., Jingjing, H.,
Baiyinmuqier, B. 2016. Anti-Inflammatory Effects, Nuclear Magnetic
Resonance Identification And High-Performance Liquid Chromatography
Isolation Of The Total flavonoids From Artemisia Frigida. Journal Of Food
And Drug Analysis. No 24. Hal 385-391
Vanessa, M. Munhoza, R. L., José R.P., João, A.C., Zequic, E., Leite, M., Gisely,
C., Lopesa, J.P., Melloa. 2014. Extraction Of Flavonoids From Tagetes
Patula: Process Optimization And Screening For Biological Activity. Rev
Bras Farmacogn. No 24. Hal 576-583
Yue, G.G.L., Chan, B.C.L., Hon, P.M.,Kennelly, E.J., Yeung, S.K.,Cassileth,
B.R., Fung, K.P., Leung,P.C. and Lau, C.B.S. 2010. Immunostimulatory
Activities of Polysaccharide ExtractIsolated from Curcuma longa.
InternationalJournal of Biological Macromolecules. No 47. Hal 342-347.
Lampiran 1. Perhitungan Dosis Ekstrak Kental Daun Tempuyung
Menurut Asep et al, (2014) Ekstrak Etanol Daun Tempuyung mempunyai
potensi sebagai imunomodulator pada tikus jantan putih galur Wistar dengan dosis
100 mg/Kg BB.
100 mg
Jadi, Dosis Tikus = x 200 g = 20 mg
1000 g