0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
122 tayangan7 halaman

Komunikasi Pada Lansia

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 7

KOMUNIKASI PADA LANSIA DAN KELUARGA

A. Prinsip Komunikasi Teraupetik Pada Lansia Dan Keluarga


Lanjut usia (lansia) adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh
semuaorang yang dikarunia usia panjang. Lanjut usia merupakan kelompok umur
padamanusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Masa tua adalah
suatu periode permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran,
kelemahan manusiawi dan sosial.
Permasalahan lansia terkait dengan komunikasi, pada umumnya terjadi akibat
kemunduran fisik, mental, sosial, kondisi penyakit, produktivitas kerja menurun, serta
hubungan dan komunikasi terbatas. Adanya keterbatasan komunikasi pada lansia yang
diakibatkan proses menua (aging process) mengharuskan perawat memahami kondisi
tersebut. Asuhan keperawatan yang diberikan perawat kepada klien lanjut usia diharapkan
mempertimbangkan karakteristik, faktor yang memengaruhi komunikasi, hambatan dalam
komunikasi yang harus sudah diantisipasi dengan pendekatan, dan teknik-teknik
komunikasi terapeutik tertentu.
Menurut WHO, klasifikasi lansia berdasarkan kronologis usia meliputi
1. young old: 60-75 tahun,
2. middle old: 75-84 tahun,
3. old-old: > 85 tahun.
Karakteristik lansia sering berhubungan dengan kemunduran fisik yang terjadi
dan penyakit akibat proses menua. Untuk mempermudah memahami bagaimana melakukan
pendekatan ataupun bagaimana strategi komunikasi pada lansia, perawat perlu tahu
masalah dan penyakit yang sering dihadapi oleh lansia sebagai berikut.
1) mudah jatuh
2) mudah lelah
3) nyeri dada
4) kekacauan mental
5) sesak napas pada waktu melakukan kerja fisik
6) berdebar-debar (palpitasi)
7) pembengkakan kaki bagian bawah
8) nyeri pinggang atau punggung
9) nyeri pada sendi pinggul
10) berat badan menurun
11) sukar menahan buang air kecil (sering ngompol)
12) sukar menahan buang air besar
13) gangguan sulit tidur
14) keluhan perasaan dingin
15) kesemutan pada anggota badan
16) mudah gatal-gatal
17) keluhan pusing-pusing
18) sakit kepala

Gangguan komunikasi pada lansia sering terjadi karena masalah-masalah fisik yang
dialami dan penurunan fungsi dari pancaindranya.

B. Perkembangan Komunikasi Pada Lansia


Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia,
perubahan-perubahan akibat usia tersebut telah dapat diidentifikasi. Perubahan pada aspek
fisik berupa perubahan neurologis dan sensorik, perubahan visual, dan pendengaran.
Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interpretasi
terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi. Di samping itu, hal yang menyebabkan kesulitan
komunikasi pada lansia adalah perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat
inteligensia, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering tampak berupa reaksi penolakan terhadap kondisi
lansia. Berikut ini gejala-gejala penolakan lansia yang menyebabkan gagalnya komunikasi
dengan lansia.
1. Tidak percaya terhadap diagnosis, gejala, perkembangan, serta keterangan yang
diberikan petugas kesehatan.
2. Mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa sehingga diterima keliru.
3. Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit.
4. Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya tindakan yang
langsung mengikutsertakan dirinya.
5. Menolak nasihat-nasihat, misalnya istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama jika
nasihat tersebut demi kenyamanan klien.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Pada Lansia


1. Faktor klien meliputi kecemasan dan penurunan sensori (penurunanpendengaran dan
penglihatan, kurang hati-hati, tema yang menetap, missal kepedulian terhadap
kebugaran tubuh, kehilangan reaksi, mengulangikehidupan, takut kehilangan kontrol,
dan kematian).
2. Faktor perawat meliputi perilaku perawat terhadap lansia danketidakpahaman perawat.
3. Faktor lingkungan: lingkungan yang bising dapat menstimulasi kebingunganlansia dan
terganggunya penerimaan pesan yang disampaikan.

Hambatan Komunikasi Pada Lansia Dan Cara Mengatasi


Hambatan komunikasi yang efektif pada lansia berhubungan dengan keterbatasan fisik
yang terjadi akibat dari proses menua (aging process), antara lain fungsi pendengaran yang
menurun, mata yang kabur, tidak adanya gigi, suara yang mulai melemah, dan sebagainya.
Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas berkomunikasi dengan lansia, diperlukan
penguasaan terhadap cara-cara mengatasi hambatan komunikasi.
Berikut ini adalah cara mengatasi hambatan berkomunikasi pada lansia.
1. Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
2. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
3. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik.
4. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5. Jangan berbicara dengan keras/berteriak, bicara langsung dengan telinga yang dapat
mendengar dengan lebih baik.
6. Berdiri di depan klien, jangan terlalu jauh dari lansia.
7. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
8. Beri kesempatan bagi klien untuk berpikir.
9. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial, seperti perkumpulan orang tua,
kegiatan rohani.
10.Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11.Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian.

C. Teknik Komunikasi Teraupetik Pada Klien Lansia Dan Keluarga


Pendekatan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
Komunikasi pada lansia merupakan permasalahan kompleks dan heterogen dibanding klien
yang lebih muda. Latar belakang budaya sering memengaruhi klien lansia untuk
memersepsikan penyakit serta kesediaan untuk mengikuti aturan rencana perawatan dan
pengobatan. Untuk mengurangi pengaruh negatif atau mengurangi hambatan-hambatan
yang terjadi, diperlukan komunikasi yang efektif antara perawat dan klien.
Secara spesifik, pendekatan komunikasi pada lansia dapat dilakukan berdasarkan empat
aspek, yaitu pendekatan aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Berikut uraian dari
keempat pendekatan komunikasi pada lansia :
1. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian yang dialami,
perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan,
serta penyakit yang dapat dicegah progresivitasnya. Pendekatan ini relatif lebih mudah
dilaksanakan dan dicarikan solusinya karena riil dan mudah diobservasi.
2. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, umumnya
membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat
berperan sebagai konselor, advokat, suporter, dan interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing atau sebagai penampung masalah-masalah rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat
yang akrab bagi klien.
3. Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan
lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesama lansia ataupun dengan petugas kesehatan.
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau
agama yang dianutnya, terutama ketika klien dalam keadaan sakit atau mendekati
kematian. Pendekatan spiritual ini cukup efektif, terutama bagi klien yang mempunyai
kesadaran tinggi dan latar belakang keagamaan yang baik.
Teknik Komunikasi Yang Bisa Dilakukan Sebagai Berikut.
1. Beri waktu ekstra, Biasanya lansia menginginkan menerima informasi lebih banyak dan
lebih rinci dibanding klien yang lebih muda. Waktu ekstra diberikan mengingat ada
beberapa lansia yang kemungkinan cara berkomunikasi kurang baik dan kurang fokus
sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Hindari ketidakpedulian, Klien lansia ingin merasakan bahwa perawat menyediakan
waktu yang berkualitas untuk klien. Enam puluh (60) detik pertama adalah waktu untuk
menciptakan kesan pertama dengan penuh perhatian.
3. Duduk berhadapan dengan klien., Klien yang mengalami gangguan pendengaran akan
membaca bibir untuk menerima informasi yang diberikan perawat.
4. Pertahankan kontak mata, Kontak mata adalah penting pada komunikasi nonverbal.
Sampaikan kepada klien bahwa perawat senang bertemu klien sehingga klien menaruh
kepercayaan kepada perawat. Memelihara kontak mata merupakan hal positif dan dapat
menciptakan suasana nyaman sehingga klien lebih terbuka menerima tambahan
informasi.
5. Mendengarkan, kurangi kegagalan komunikasi dengan mendengarkan cerita pasien
lansia.
6. Bicara pelan dengan jelas dan nyaring.
7. Gunakan kata-kata sederhana, pendek. dan singkat untuk memudahkan penerimaan
klien lansia.
8. Fokuskan pada satu pembicaraan karena klien lansia tidak mampu memfokuskan
pembicaraan pada banyak topik yang berbeda.
9. Beri catatan untuk instruksi yang rumit agar menghindari kebingungan klien.
10.Gunakan gambar atau tabel untuk mempermudah pemahaman.
11.Ringkas poin utama untuk memberikan penekanan pada topik utama
12.pembicaraan.
13.Beri kesempatan pada lansia untuk bertanya.
14.Cari tempat yang tenang untuk mencegah kebingungan dan menciptakan suasana
kondusif dalam komunikasi.
15.Gunakan sentuhan untuk memberikan kenyamanan pada lansia dan sebagai bentuk
perhatian perawat kepada lansia.

Mundakir (2006) mengidentifikasi beberapa teknik komunikasi yang dapat digunakan


perawat dalam berkomunikasi dengan lansia sebagai berikut.
1) Teknik asertif
Asertif adalah menyatakan dengan sesungguhnya, terima klien apa adanya. Perawat
bersikap menerima yang menunjukkan sikap peduli dan sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan klien serta berusaha untuk mengerti/memahami klien. Sikap ini membantu
perawat untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan
lansia.

2) Responsif
Reaksi spontan perawat terhadap perubahan yang terjadi pada klien dan segera melakukan
klarifikasi tentang perubahan tersebut. Teknik ini merupakan bentuk perhatian perawat
kepada klien yang dilakukan secara aktif untuk memberikan ketenangan klien. Berespons
berarti bersikap aktif atau tidak menunggu permintaan dari klien.
Contoh:
“Apa yang Ibu pikirkan saat ini? Apakah yang bisa saya bantu untuk ibu?”

3) Fokus
Dalam berkomunikasi, sering kita jumpai lansia berbicara panjang lebar dan
mengungkapkan pernyataan-pernyataan di luar materi dan tidak relevan dengan tujuan
terapi. Sehubungan dengan hal tersebut, perawat harus tetap fokus pada topik pembicaraan
dan mengarahkan kembali komunikasi lansia pada topik untuk mencapai tujuan terapi.
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang
diinginkan.

4) Suportif
Lansia sering menunjukkan sikap labil atau berubah-ubah. Perubahan ini perlu disikapi
dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia dengan cara memberikan dukungan
(suportif).
Contoh:
Tersenyum dan mengangguk ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap
hormat dan menghargai lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri
klien lansia sehingga lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya. Dengan
demikian, diharapkan klien termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya.
Selama memberi dukungan, jangan mempunyai kesan menggurui atau mengajari klien
karena ini dapat merendahkan kepercayaan klien kepada perawat.
Contoh ungkapan-ungkapan yang bisa memberi support/motivasi kepada lansia sebagai
berikut.
“Saya yakin Bapak dapat mampu melakukan tugas Bapak dengan baik”, “Jika
Bapak memerlukan saya siap membantu.”

5) Klarifikasi
Klarifikasi adalah teknik yang digunakan perawat untuk memperjelas informasi yang
disampaikan klien. Hal ini penting dilakukan perawat karena seringnya perubahan yang
terjadi pada lansia dapat mengakibatkan proses komunikasi lancar dan kurang bisa
dipahami. Klarifikasi dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan ulang atau meminta
klien memberi penjelasan ulang dengan tujuan menyamakan persepsi.
Contoh:
“Coba Ibu jelaskan kembali bagaimana perasaan ibu saat ini.”

6) Sabar dan ikhlas


Perubahan yang terjadi pada lansia terkadang merepotkan dan seperti kekanak-kanakan.
Perubahan ini harus disikapi dengan sabar dan ikhlas agar hubungan antara perawat dan
klien lansia dapat efektif. Sabar dan ikhlas dilakukan supaya tidak muncul kejengkelan
perawat yang dapat merusak komunikasi dan hubungan perawat dan klien.

Anda mungkin juga menyukai