Pengertian Agroforestri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

Pengertian Agroforestry

Agroforestry merupakan suatu sistem pengelolaan lahan secara optimal


dengan tanaman kayu (kehutanan) yang dikombinasikan dengan tanaman
pertanian (tahunan atau semusim) dengan atau tanpa ternak, yang ditanam secara
bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama, dan yang memberikan
keuntungan lebih besar daripada jika hanya tanaman pertanian atau kehutanan
saja. Menurut Pradnya et al. (2016) agroforestry merupakan sistem penggunaann
lahan yang dilakukan dengan berbagai teknologi melalui pemanfaatan tanaman
semusim, tanaman tahunan, dan/atau ternak dalam waktu bersamaan atau
bergiliran pada periode tertentu sehingga terbentuk interaksi ekologi, sosial, dan
ekonomi. Sistem agroforestri dinilai memiliki lebih banyak keunggulan daaripada
sistem penggunaan lahan lain. Salah satu keunggulan sistem ini adalah dapat
digunakan pada lahan berlereng curam. Sistem agroforestri multistrata dapat
mencegah tanah longsor dengan membentuk bahan organik tanah, memperbaiki
struktur tanah, dan membuat tanah menjadi lebih stabil.

Contoh Penerapan Sistem Agroforestri

Integrasi tanaman pangan dengan tanaman kehutanan secara terus menerus


pada areal lahan yang sama berdampak terhadap peningkatan secara ekonomi,
linkangan, ekologi, dan budaya. Sistem yang biasa disebut dengan agroforestry
tersebut merupakan sistem pengolaahan lahan secara berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan hasil lahan sekaligus sebagai diversifikasi sitem produksi serta
meningkatkan keberlanjutan sistm usaha pertanian kecil. Salah satu contoh
penerapan sistem agroforestry adalah introduksi berbagai bahan tanam karet dan
ditumpangsari dengan tanaman setahun (padi gogo, jagung, nanas, pisang) serta
tanaman tahunan (kayu, buah-buahan, pohon penghasil pulp,tanaman obat, dan
rotan).

Menurut World Agroforestry Center (2007) berbagai sistem agroforestry


berbasis karet merupakan alternatif bagi sistem karet monokultur dan sistem
tradisional ‘hutan karet’ telah dieksplorasi melalui penelitian dan pengembangan
agroforestry berbasis karet. Pada tahun pertama, padi gogo ditanam secara
tumpangsari dengan karet. Penanaman padi gogo dilakukan di gawangan karet.
Gawangan merupakan tempat atau bagian di antara titik tanam, gawangan
digunakan sebagai jalan akses untuk pengangkutan buah dan juga perawatan
tanaman. Penyiangan dilakukan 3-4 kali per tahun dengan barisan tanaman karet
selebar 2 m, sedangkan vegetasi di antara barisan karet dibiarkan tumbuh untuk
mempertahankan keragaman hayati.

Penyiangan vegetasi dilakukan antara barisan karet dilakukan secara selektif


untuk menjaga agar ketinggian vegetasi tersebut tidak melebihi tanaman karet,
Kemudian dilakukan pemupukan secara periodik. Dengan penerapan sistem
agroforestry diharapkan keragaman hayati mampu meningkat. Hasil penelitian
Sahuri (2019) menunjukkan bahwa penerapan sistem agroforestry dimana padi
gogo ditumpangsarikan dengan karet berpengaruh terhadap produktivitas lahan,
pertumbuhan tanaman karet, dan keseimbangan ekologi.

Pertumbuhan tanaman karet dipengaruhi oleh sistem pengolahan tanah padi


gogo seperti pencangkulan, penggaruan, dan pembumbuan. Hal ini menyebabkan
tanah gembur sehingga pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman karet lebih
baik. Hal ini sesuai dengan pendapat [ CITATION Sah19 \l 1033 ] bahwa perbaikan
struktur tanah melalui pengolahan tanah untuk tanaman sela padi gogo dapat
meningkatkan serapan unsur hara N, P, dan K sehingga sistem perakaran menjadi
lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Center, W. A. 2007. Meningkatkan Produktivitas Karert Rakyat Melalui Sistem


Wanatani Berbasis Karet Unggul. Bogor, Jawa Barat: Icraf South East
Asia Regional Office.
Pradnya, Rendra, R., Sulaksana, N., dan Alam, B. Y. 2016. Optimalisasi
Pemanfaatan Sistem Agroforestri Sebagai Bentuk Adaptasi Dan Mitigasi
Tanah Longsor. Bulletin Of Scientific Contribution, Volume 14, No.2,
Agustus 2016 : 117 – 126 .
Sahuri. 2019. Teknologi Tumpangsari Karet - Tanaman Pangan: Kendala Dan
Peluang Pengembangan Berkelanjutan. Jurnal Litbang Pertanian, 38 (1) :
23-34 .

Anda mungkin juga menyukai