0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
132 tayangan97 halaman

KTI F23.2 LENGKAP BG Suharis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 97

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH UTAMA


IS0LASI SOSIAL: MENARIK DIRI PADA An. H DENGAN DIAGNOSA
MEDIS F23.2: GANGGUAN PSIKOTIK LIR-SKIZOFRENIA
(schizophrenia-like) AKUT DI RUANG PURI ANGGREK
RUMAH SAKIT JIWA MENUR
SURABAYA

Oleh:
SUHARIS
NIM. 162.0027B

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2019

i
KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH UTAMA


IS0LASI SOSIAL: MENARIK DIRI PADA An. H DENGAN DIAGNOSA
MEDIS F23.2: GANGGUAN PSIKOTIK LIR-SKIZOFRENIA
(schizophrenia-like) AKUT DI RUANG PURI ANGGREK
RUMAH SAKIT JIWA MENUR
SURABAYA

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan

Oleh:
SUHARIS
NIM. 162.0027B

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2019

i
SURAT PERNYATAAN

Saya bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

karya tulis ini saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai dengan peraturan yang

berlaku di Stikes Hang Tuah Surabaya

Jika kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiat saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Stikes

Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 10 Juli 2019

Suharis

NIM 1620027B

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Setelah kami periksa dan amati, selaku pembimbing mahasiswa :

Nama : SUHARIS

NIM : 1620027B

Program Studi : D-III KEPERAWATAN.

Judul : Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Utama

Isolasi Sosial: Menarik Diri pada An. H dengan

Diagnosa Medis F23.2: Gangguan Psikotik Lir-

Skizofrenia (schizophrenia-like) Akut di Ruang Puri

Anggrek Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

Serta perbaikan - perbaikan sepenuhnya, maka kami menganggap dan dapat

menyetujui bahwa karya tulis ini diajukan dalam sidang guna memenuhi sebagian

persyaratan untuk memperoleh gelar :

AHLI MADYA KEPERAWATAN (AMd.Kep)

Surabaya, 10 Juli 2019

Pembimbing

Hidayatus Sya’diyah, S.Kep., Ns., M.Kep


NIP. 03.009

Ditetapkan di : Stikes Hang Tuah Surabaya

Tanggal : 10 Juli 2019

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah dari :


Nama : SUHARIS
NIM : 1620027B
Program Studi : D-III KEPERAWATAN.
Judul : Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Utama
Isolasi Sosial: Menarik Diri pada An. H dengan
Diagnosa Medis F23.2: Gangguan Psikotik Lir-
Skizofrenia (schizophrenia-like) Akut di Ruang Puri
Anggrek Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

Telah dipertahankan dihadapan dewan Sidang Karya Tulis Ilmiah di Sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya, pada :
Hari, tanggal : 10 Juli 2019
Bertempat di : STIKES Hang Tuah Surabaya

Dan dinyatakan Lulus dan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar AHLI MADYA KEPERAWATAN pada prodi D-III
Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya.

Penguji I : Hidayatus Sya’diyah, S.Kep., Ns., M.Kep …....................


NIP : 03.009
Penguji II : Tri Darmi H, S.Kep., Ns., M.Kep ..………….......
NIP : 197008092008011012

Mengetahui,
STIKES Hang Tuah Surabaya
Ka Prodi D-III Keperawatan

Dya Sustrami, S.Kep., Ns., M.Kes


Nip. 03.007

Diterapkan di : Stikes Hang Tuah Surabaya.


Tanggal : 10 Juli 2019

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmad dan hidayah-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

karya tulis ilmiah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan

program pendidikan Ahli Madya Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Hang Tuah Surabaya Tahun Akademik 2018 / 2019

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kelancaran karya tulis ini

bukan hanya karena kemampuan penulis tetapi banyak ditentukan oleh bantuan

dari berbagai pihak, yang telah dengan ikhlas membantu penulis demi

terselesainya penulisan ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu dr. Herlin Firliana, M.Kes selaku kepala Rumah Sakit Jiwa Menur

Surabaya yang telah memberikan ijin dan lahan praktik untuk penyusunan

karya tulis dan selama kami berada di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

2. Ibu Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp., M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Hang Tuah Surabaya yang telah memberikan kesempatan pada

kami untuk praktik di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya dan menyelesaikan

pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya.

3. Ibu Dya Sustrami, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Kepala program studi D-III

Keperawatan yang selalu memberikan dorongan penuh dengan wawasan

dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia.

v
4. Ibu Hidayatus Sya’diyah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing I, yang

dengan tulus ikhlas bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta

perhatian dalam memberikan dorongan, bimbingan dan arahan dalam

penyusunan karya tulis ilmiah ini.

5. Ibu Tri Darmi Herawati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing II, yang

dengan tulus ikhlas bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta

perhatian dalam memberikan dorongan, bimbingan dan arahan dalam

penyusunan karya tulis ilmiah ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya,

yang telah memberikan bekal bagi penulis melalui materi-materi kuliah yang

penuh nilai dan makna dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini,

juga kepada seluruh tenaga administrasi yang tulus ikhlas melayani keperluan

penulis selama menjalani studi dan penulisannya.

7. Kedua Orang Tua tercinta dan saudara-saudaraku yang tak henti-hentinya

memberikan bantuan baik materi dan moril, motivasi serta do’a restu kepada

penulis.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan tersayang dalam naungan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Hang Tuah Surabaya yang telah memberikan dorongan semanga

tsehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan, saya hanya dapat

mengucapkan semoga hubungan persahabatan tetap terjalin.

9. Pasien dan keluarga pasien yang telah bersedia meluangkan waktu dengan

ikhlas untuk memberikan informasi terkait data yang kami perlukan dalam

proses pembuatan karya ilmiah ini.

vi
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis hanya

bisa berdo’a semoga Allah SWT membalas amal baik semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saran dan kritik

yang kontruksif senantiasa penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap, semoga

karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca

terutama bagi Civitas Stikes Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 10 Juli 2019

Penulis.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iv
KATA PENGANTAR........................................................................................ v
DAFTAR ISI....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN.................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan....................................................................................6
1.5 Metode Penulisan.....................................................................................7
1.6 Sistematika Penulisan..............................................................................8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Isolasi Sosial............................................................................... 10
2.1.1 Definisi Isolasi Sosial.............................................................................. 10
2.1.2 Etiologi Isolasi Sosial.............................................................................. 11
2.1.3 Proses Terjadinya Isolasi Sosial...............................................................13
2.1.4 Rentang Respon Isolasi Sosial................................................................. 13
2.1.5 Tanda dan Gejala..................................................................................... 15
2.1.6 Komplikasi Isolasi Sosial.........................................................................16
2.1.7 Penatalaksanaan....................................................................................... 17
2.2 Konsep Tumbuh Kembang Anak............................................................ 17
2.2.1 Pengertian................................................................................................ 17
2.2.2 Tahap Tumbuh Kembang Anak...............................................................18
2.2.3 Fase Remaja Awal................................................................................... 18
2.3 Gangguan Psikotik Akut......................................................................... 21
2.3.1 Epidemilogi..............................................................................................22
2.3.2 Etiologi.................................................................................................... 22
2.3.3 Gambaran Klinis...................................................................................... 23
2.3.4 Perjalanan dan Prognosis........................................................................ 23
2.3.5 Pengobatan.............................................................................................. 24
2.4 Diagnosa Medis....................................................................................... 25
2.4.1 F23: Gangguan Psikotik Akut dan Sementara........................................ 25
2.4.2 F23.0: Gangguan Psikotik Poliformik Akut yang Nyata tanpa
Gejala Skizofrenia................................................................................... 26
2.4.3 F23.1: Gangguan Psikotik Poliformik Akut yang Nyata dengan
Gejala Skizofrenia................................................................................... 26

viii
2.4.4 F23.2: Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia (schizoprenia-like) akut...... 27

2.4.5 F23.3: Gangguan Psikotik Akut Lainnya dengan Predominan


Waham..................................................................................................... 27
2.4.6 F23.8: Gangguan Psikotik Akut dan Sementara Lainnya....................... 28
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Isolasi Soaial........................................... 28
2.5.1 Pengkajian............................................................................................... 28
2.5.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................... 30
2.5.3 Pohon Masalah ....................................................................................... 30
2.5.4 Intervensi Keperawatan .......................................................................... 31
2.5.5 Evaluasi .................................................................................................. 38

BAB 3 TINJAUAN KASUS


3.1 Pengkajian .............................................................................................. 39
3.1.1 Identitas................................................................................................... 39
3.1.2 Alalasan Masuk....................................................................................... 40
3.1.3 Faktor Predisposiasi................................................................................. 40
3.1.4 Pemeriksaan Fisik.................................................................................... 40
3.1.5 Psikososial............................................................................................... 41
3.1.6 Status Mental.......................................................................................... 43
3.1.7 Kebutuhan Prencanaan Pulang................................................................ 46
3.1.8 Mekanisme Koping................................................................................. 49
3.1.9 Masalah Psikososial dan Lingkungan..................................................... 49
3.1.10 Pengetahuan Kurang Tentang.................................................................. 50
3.1.11 Data Lain – lain........................................................................................51
3.1.12 Aspek Medik............................................................................................51
3.1.13 Daftar Masalah Keperawatan...................................................................51
3.1.14 Daftar Diagnosa Keperawatan................................................................ 52
3.2 Pohon Masalah.........................................................................................52
3.3 Analisa Data............................................................................................ 53
3.4 Rencana Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial....................................... 58
3.5 Pelaksanaan dan Catatan Perkembangan................................................ 61

BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian................................................................................................62
4.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................ 63
4.3 Perencanaan............................................................................................. 63
4.4 Pelaksanaan..............................................................................................64
4.5 Evaluasi....................................................................................................66

BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan.................................................................................................. 67
5.2 Saran ....................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 71

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rencana tindakan keperawatan...........................................................41


Tabel 3.1 Kemampuan memenuhi kebutuhan.....................................................46
Tabel 3.2 Aktivitas daily living...........................................................................47
Tabel 3.3 Pemeriksaan laborat........................................................................... .51
Tabel 3.4 Analisa data pada klien harga diri rendah...........................................53
Tabel 3.5 Rencana tindakan keperawata.............................................................58
Tabel 3.6 Implementasi.......................................................................................61

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses terjadinya isosolasi sosial......................................................13


Gambar 2.2 Rentang respom sosial......................................................................13
Gambar 2.2 Pohon masalah bab 2..................................................................... 30
Gambar 3.1 Genogram......................................................................................... 41
Gambar 3.2 Pohon masalah..................................................................................52

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan hari ke – 1 ................72


Lampiran 2 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan hari ke – 2 ................76
Lampiran 3 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan hari ke – 3 ................79

xii
DAFTAR SINGKATAN

BAB : Buang air besar


BAK : Buang air kecil
BB : Berat badan
TB : Tinggi badan
CM : Centi meter
KG : Kilo gram
MG : Mili gram
LED : Laju endap darah
SGOT : serum glutamic oxaloacetic transanamine
SGPT : serum glutamic pyvuric transanamine
BUN : blood urea nitrogen
DO : Data obyektif
DS : Data subyektif
N : Nadi
R : Pernafasan
S : Suhu
SP : Strategi pelaksanaan
TAK : Terapi aktivitas kelompok
TUK : Tujuan khusus
TUM : Tujuan umum
RSJ : Rmuah Sakit Jiwa
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan
SOAP : Subjektif Objektif Assesment Plan

xiii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana seseorang yang terus tumbuh

dan berkembang dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri, serta

terbebas dari stress yang serius (Direja, 2011). Kesehatan jiwa tidak luput dari

beberapa gangguan jiwa yang merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan

perilaku akibat adanya distorsi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam

bertingkah laku (Nasir, 2011). Gangguan psikotik hampir sama dengan

skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan

utama pada proses pikir serta disharmoni antara proses pikir, emosi dan kemauan,

salah satunya pada kasus jiwa dengan isolasi sosial. Isolasi sosial adalah keadaan

dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu

berinteraksi dengan orang lain disekitarnya (Dermawan dan Rusdi, 2013).

Fenomena lapangan yang muncul dan dapat dilihat dengan nyata pada penderita

isolasi sosial dan menarik diri adalah kurangnya hubungan sosial dengan orang

lain, merasa harga diri rendah, ketidaksesuaian sosial, tidak tertarik dengan

aktivitas rekreasi, kerancuan identitas gender, menarik diri dari orang lain yang

berhubungan dengan stigma, dan mengalami penurunan kualitas hidup yang dapat

mengarah ke defisit perawatan diri (Stuart 2013).

Menurut data WHO (World Health Organization) pada tahun 2016 sekitar

35 juta orang mengalami stres, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang

terkena skizofrenia, serta 47,5 juta orang terkena dimensia. Data Riskesdas (2018)

1
2

menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan

gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar

18,55 juta orang atau 7% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 265

juta jiwa. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai

1,7% per 1.000 penduduk. Sedangkan dijawa timur didapatkan data angka

gangguan jiwa 6% dari jumlah nasional atau sebesar 1.113.000 jiwa, di Surabaya

sebesar 5% dari jumlah di Jawa timur atau sebesar 55.650 jiwa. Berdasarkan data

keperawatan di ruang Puri Anggrek dalam 3 bulan terakhir terdapat 219 pasien

jiwa. Dari jumlah tersebut 209 di diagnosa F20: Skizofrenia dan 10 lainnya

dengan diagnosa kejiwaan lainnya. Dari 209 pasien dengan diagnosa F20 :

Skizofrenia didapatkan data dengan masalah utama Halusinasi sebanyak 40 %,

Isolasi Sosial 20 %, Harga Diri Rendah 10 %, Perilaku Kekerasan 15 %, Waham

5 %, dan lain lain 10 %.

Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan seseorang mengalami isolasi

sosial: menarik diri antara lain adanya tahap pertumbuhan dan perkembangan

yang belum dapat dilalui dengan baik, adanya gangguan komunikasi di dalam

keluarga, selain itu juga adanya norma-norma yang salah yang dianut dalam

keluarga serta faktor biologis berupa gen yang diturunkan dari keluarga yang

menyebabkan klien menderita gangguan jiwa. Yang kedua adalah faktor

presipitasi yaitu adanya stressor sosial budaya serta stressor psikologis yang dapat

menyebabkan klien mengalami kecemasan (Muhith, 2015). Proses terjadinya

Isolasi sosial pada seseorang dapat terjadi karena adanya pola asuh keluarga tidak

efektif, ketidakefektifan koping individual, gangguan tugas perkembangan, dan

pengaruh stress internal dan eksternal. Dampak yang akan muncul dari akibat
3

isolasi sosial yang pertama adalah kebutuhan fisiologis, pasien dengan interaksi

sosial menarik diri kurang memperhatikan diri dan lingkungannya sehingga

motivasi untuk makan sendiri tidak ada. Yang kedua adalah kebutuhan rasa aman,

pasien dengan gangguan interaksi menarik diri cenderung merasa cemas, gelisah,

takut dan bingung sehingga akan menimbulkan rasa tidak aman bagi pasien. Yang

ketiga kebutuhan mencintai dan dicintai, pasien dengan gangguan interaksi sosial

menarik diri cenderung memisahkan diri dari orang lain. Yang ke empat

kebutuhan harga diri pasien dengan gangguan interaksi sosial menarik diri akan

mengalami perasaan yang tidak berarti dan tidak berguna. Yang kelima kebutuhan

aktualisasi diri, pasien dengan gangguan interaksi sosial menarik diri akan merasa

tidak percaya diri, merasa dirinya tidak pantas menerima pengakuan dan

penghargaan dari orang lain dan pasien akan merasa rendah diri untuk meminta

pengakuan dari orang lain (Rusdi dan Dermawan, 2014). Namun apabila isolasi

sosial tidak ditangani, maka akibat yang ditimbulkan dapat berupa risiko

perubahan sensori persepsi: halusinasi, resiko mencederai diri dan orang lain, dan

defisit perawatan diri sebagai bentuk gejala negatif yang tidak tertangani dan

dapat memicu terjadinya gejala positif (Stuart, 2013).

Dalam mengatasi risiko tersebut, diperlukan asuhan keperawatan yang

bermutu berdasarkan hasil kajian ilmiah dengan menggunakan metode

komunikasi terapeutik. Adapun yang harus dilakukan perawat jiwa untuk

meminimalisi isolasi sosial pada penderita skizofrenia dengan cara memberikan

pasien gangguan jiwa mengeluarkan isi hati, sehingga pasien merasa lega,

memberikan saran yang masuk akal tentang timbulnya gejala-gejala serta baik

buruknya atau memberikan pengobatan yang mendorong pasien melakukan


4

kegiatan yang lebih bermanfaat lagi, mengajak pasien untuk komunikasi dua arah

dengan cara mengenal diri pasien lebih baik agar pasien mampu mengatasi

masalahnya. Perawat juga memberikan pengertian kepada masyarakat sekitar

rumah pasien agar menerima kondisi pasien dan mampu membantu proses

penyembuhan pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut “Bagaimana asuhan keperawatan jiwa masalah

utama isolasi sosial: menarik diri pada An. H dengan diagnosa medis F23.2:

Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia (schizophrenia-like) Akut di Ruang Puri

Anggrek Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya?”.

1.3 Tujuan Penulisan

.3.1 Tujuan Umum

Penulis dapat melaporkan asuhan keperawatan jiwa masalah utama isolasi

sosial: menarik diri pada An. H dengan diagnosa medis F23.2: Gangguan Psikotik

Lir-Skizofrenia (schizophrenia-like) Akut di Ruang Puri Anggrek Rumah Sakit

Jiwa Menur Surabaya.

.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah akhir ini adalah sebagai

berikut:

1. Penulis mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan jiwa masalah

utama isolasi sosial: menarik diri pada An. H dengan diagnosa medis

F23.2: Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia (schizophrenia-like) Akut di

Ruang Anggrek Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.


5

2. Penulis mampu merumuskan diagnosa asuhan keperawatan jiwa masalah

utama isolasi sosial: menarik diri pada An. H dengan diagnosa medis

F23.2: Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia (schizophrenia-like)di Ruang

Puri Anggrek Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

3. Penulis mampu menyusun perencanaan keperawatan pada asuhan

keperawatan jiwa masalah utama isolasi sosial: menarik diri pada An. H

dengan diagnosa medis F23.2: Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia

(schizophrenia-like)di Ruang Puri Anggrek Rumah Sakit Jiwa Menur

Surabaya.

4. Penulis mampu melakukan tindakan keperawatan asuhan keperawatan

jiwa masalah utama isolasi social: menarik diri pada An. H dengan

diagnosa medis F23.2: Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia (schizophrenia-

like)di Ruang Puri Anggrek Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

5. Penulis mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan jiwa masalah

utama isolasi sosial: menarik diri pada An. H dengan diagnosa medis

F23.2: Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia (schizophrenia-like)di Ruang

Puri Anggrek Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.

6. Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan jiwa masalah

utama isolasi sosial: menarik diri pada An. H dengan diagnosa medis

F23.2: Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia (schizophrenia-like)di Ruang

Puri Anggrek Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.


6

1.4 Manfaat

Berdasarkan tujuan umum maupun tujuan khusus maka kaya tulis ilmiah

ini diharapkan bisa memberikan manfaat bak bagi kepentingan pengembangan

program maupun bagi kepentingan ilmu pengetahuan, adapun manfaat-manfaat

dari karya tulis ilmiah secara teoritis maupun praktis seperti dibawah ini:

1. Secara teoritis.

Dengan pemberian asuhan keperawatan secara cepat, tepat dan efisien

akan menghasilkan keluaran klinis yang baik, menurunkan angka kejadian

gangguan isolasi sosial.

2. Secara Praktis

a. Bagi Institusi Rumah Sakit :

Dapat sebagai masukan untuk menyusun kebijakan atau pedoman

pelaksanaan pasien dengan gangguan isolasi sosial sehingga

penatalaksanaan dini bisa dilakukan dan dapat menghasilkan keluaran

klinis yang baik bagi pasien yang mendapatkan asuhan keperawatan di

institusi rumah sakit yang bersangkutan.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

serta meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien dengan

gangguan isolasi sosial serta meningkatkan pengembangan profesi

keperawatan.

3. Bagi Keluarga dan Pasien

Sebagai bahan penyuluhan kepada keluarga tentang deteksi dini penyakit

gangguan isolasi sosial sehingga keluarga mampu menggunakan


7

pelayanan kesehatan jiwa setempat. Selain itu agar keluarga mampu

melakukan perawatan pasien dengan gangguan isolasi sosial di rumah.

4. Bagi Penulis Selanjutnya

Bahan penulisan ini bisa dipergunakan sebagai perbandingan atau

gambaran tentang asuhan keperawatan pasien dengan gangguan isolasi

sosial sehingga penulis selanjutnya mampu mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang terbaru.

1.5 Metode Penulisan

1. Metode

Studi kasus yaitu metode yang memusatkan perhatian pada satu obyek

tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasusu untuk dikaji secara

mendalam sehingga mampu membongkar relitas dibalik fenomena.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Data diambil atau diperoleh melalui percakapan baik dengan pasien,

maupun tim kesehatan lain.

b. Observasi

Data yang diambil melalui pengamatan secara langsung terhadap keadaan,

reaksi, sikap, dan perilaku pasien yang dapat diamati.

c. Pemeriksaan

Meliputi pemeriksaan fisik yang dapat menunjang menegakkan diagnosa

dan penanganan selanjutnya.


8

3. Sumber Data

a. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh dari pasien.

b. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh catatan medis perawat, hasil – hasil

pemeriksaan dan tim kesehatan yang lain.

c. kepustakaan

Yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan judul karya

tulis dan masalah yang dibahas.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam studi kausu secara keseluruhan dibagi dalam 3 bagian, yaitu:

1. Bagian awal, membuat halaman judul, abstrak penulisan, persetujuan

pembimbing, pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar

isi, daftar tabel, daftar lampiran dan abstraksi.

2. Bagian ini terdiri dari lima bab, yang masing – masing bab terdiri sub bab

berikut ini :

Bab 1: Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan manfaat penulisan, dan sistematika penulisan studi

kasus.

Bab 2: Landasan teori, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis

dan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa isolasi sosial.

Bab 3: Hasil berisi tentang data hasil pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi

dari pelaksanaan.
9

Bab 4: Pembahasan kasus yang ditemukan yang berisi data, teori, dan

opini serta analisis.

Bab 5: Simpulan dan saran.

3. Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.


10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit,

konsep tumbuh kembang anak, konsep diagnosa medis, diagnosa medis yang

terkait dengan gangguan psikotik, dan asuhan keperawatan jiwa dengan masalah

utama isolasi sosial : menarik diri pada An. H dengan diagnosa medis F23.2:

Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia (schizophrenia-like) Akut di Ruang Puri

Anggrek Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Asuhan keperawatan akan

menguraikan masalah-masalah yang muncul dengan melakukan asuhan

keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan dan evaluasi.

2.1 Konsep Isolasi Sosial

2.1.1 Definisi Isolasi Sosial

Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi

akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku

maladaptif dan menggangu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes,

2000 dalam Dermawan dan Rusdi, 2014).

Isolasi sosial adalah kesendirian yang dialami oleh individu dan dianggap

timbul karena orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif atau mengancan

(NANDA, 2018).

Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan

kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Penarikan

diri atau withdrawl merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian

10
11

maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat

sementara atau menetap (muhith, 2015).

2.1.2 Etiologi Isolasi Sosial

Menurut Dermawan dan Rusdi (2014) factor-faktor pasien dengan

gangguan isolasi sosial sebagai berikut:

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi

sosial:

a. Faktor perkembangan

Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi

sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga mempunyai

masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga

dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga

bekerja sama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran

yang lebih tepat tentang hungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga,

pendekatan kolaboratif dapat mengurangi masalah respon sosial menarik

diri.

b. Faktor biologic

Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaprif.

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan

struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan

volume otak serta perubahan limbic diduga dapat menyebabkan

skizofrenia.
12

c. Faktor sosiokultural

Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini

merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap

orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak

produktif, seperti lansia, orang cacat dan penyakit kronik. Isolasi dapat

terjadi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang berbeda

dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap

hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.

2. Faktor Presipitasi

Faktor pencetus terdiri dari 4 sumber utama yang dapat menentukan alasan

perasaan adalah:

a. Kehilangan ketertarikan yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk

kehilangan cinta seseorang. Fungsi fisik kedudukan atau harga diri, karena

elemen actual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka konsep

persepsi lain merupakan hal yang sangat penting.

b. Peristiwa besar dalam kehidupan, sering dilaporkan sebagai pendahulu

episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah – msalah yang

dihadapi sekarang dan kemapuan menyelesaikan masalah,

c. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi depresi

terutama pada wanita.

d. Perubahan fisiologis di akibatkan oleh obat – obatan berbagai penyakit

fisik seperti infeksi, meoplasma dan gangguan keseimbangan metabolic

dapat mencetus gangguan alam perasaan.


13

2.1.3 Proses Terjadinya Isolasi Sosial

Pattern of Parenting Ineffective Coping Lack of Development Stressor Internal


(Pola Asuh (Koping Individu Task (Gangguan and External
Keluarga) Tidak Efektif) Tugas (Stress Internal
Perkembangan) dan Eksternal)
Misal: pada anak yang Misal: saat individu Misal: kegagalan Misal: stress terjadi
kelahirannya tidak menghadapi kegagalan menjalin hubungan akibat ansietas yang
dikehendaki menyalahkan orang lain, intim dengan sesame berkepanjangan dan
(unwanted child) ketidakberdayaan, jenis atau lawan jenis, terjadi bersamaan
akibat kegagalan KB, menyangkal tidak tidak mampu mandiri dengan keterbatasan
hamil di luar nikah, mampu menghadapi dan menyelesaikan kemampuan
jenis kelamin yang kenyataan dan menarik tugas, bekerja, bergaul, individu untuk
tidak diinginkan, diri dari lingkungan, sekolah menyebabkan mengatasinya.
bentuk fisik kurang terlalu tingginya self ketergantungan pada Ansietas terjadi
menawan ideal dan tidak mampu orang tua, rendahnya akibat berpisah
menyebabkan keluarga menerima realitas ketahanan terhadap dengan orang
mengeluarkan dengan rasa syukur. berbagai kegagalan. terdekat, hilangnya
komentar-komentar pekerjaan atau orang
negative, yang dicintai.
merendahkan,
menyalahkan anak

Harga Diri Rendah Kronis

Isolasi Sosial

Gambar 2.1. Proses Terjadinya Masalah Isolasi Sosial


Sumber : Rusdi & Dermawan 2014

2.1.4 Rentang Respon Sosial

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri / solitude Merasa sendiri Manipulative


Otonomi Menarik diri Impulsive
Bekerjasama Tergantung Narcissism
Saling tergantung

Gambar 2.2 Rentang Respon Sosial (Dermawan dan Rusdi, 2014)


14

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan maslah yang

masih dapat diterima oleh norma sosial dan budaya yang umum berlaku. Respon

ini meliputi:

1. Menyendiri/solitude: respon seseorang untuk mernungkan apa yang telah

dilakukan di lingkungan sosialnya dan cara mengevaluasi diri untuk

menentukan langkah – langkah selanjutnya.

2. Otonomi: kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan

ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.

3. Kebersamaan: kondisu hubungan interpersonal dimana individu mampu

untuk saling memberi dan menerima.

4. Saling tergantung (interdependen): suatu hubungan saling tergantun antar

individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah

yang menyimpang dari norma sosial dan budaya lingkungannya, respon yang

sering ditemukan :

1. Manipulasi: orang lain diberlakukan sebagai obyek, hubungan terpusat

pada masalah pengendalian orang lain, orientasi diri sendiri atau tujuan

bukan pada orang lain.

2. Impulsive: tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari

pengalaman, tidak dapat diandalkan.

3. Narkisme: harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan dan

pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah bila orang lain tidak

mendukung.
15

2.1.5 Tanda dan Gejala

Menurut Dermawan dan Rusdi (2014) tanda gejala isolasi sosial dibagi

menjadi 2 Subjektif dan Objektif:

Tanda dan gejala Subjektif :

1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang lain

2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3. Respon verbal kurang dan sangat singkat

4. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain

5. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

6. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

7. Pasien merasa tidak berguna

8. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

9. Pasien merasa ditolak.

Tanda dan gejala Objektif :

1. Pasien banyak diam dan tidak mau bicara

2. Tidak mengikuti kegiatan

3. Banyak diam diri dikamar

4. Pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat

5. Pasien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal

6. Kontak mata kurang

7. Kurang spontan

8. Apatis (acuh terhadap lingkungan)

9. Ekspresi wajah kurang berseri

10. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri


16

11. Mengisolasi diri

12. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar

13. Masukan makanan dan minuman terganggu

14. Retensi urin dan feses

15. Aktivitas menurun

16. Kurang energy

17. Rendah diri

18. Postur tubuh brubah

2.1.6 Komplikasi Isolasi Sosial

Pasien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan

tingkah laku masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah

laku yan tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko

gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta

lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan deficit

perawatan diri (Dalami, 2009 dalam Dermawan dan Rusdi, 2014).

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan isolasi sosial menurut Dermawan dan

Rusdi (2013) adalah:

1. Terapi farmakologi

2. Electri Convulsive Therapi

Electri Convulsive Therapi (ECT) atau yang dikenal dengan electroshock

adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik dalam usaha

pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang

tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya.


17

3. Terapi Kelompok

Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan

sekelompok pasien bersama – sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang

dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa. Terapi

ini bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan gangguan interpersonal.

4. Terapi lingkungan

Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek

lingkungan harus mendapatkan perhatian khusus dalam kaitanya untuk menjaga

dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus

psikologi seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan

tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun kondisi

psikologi seseorang.

2.2 Konsep Tumbuh Kembang Anak

2.2.1 Pegertian

Pertumbuhan (Growth) dan perkembangan (Development) memiliki

definisi yang sama yaitu sama-sama mengalami perubahan, namun secara khusus

keduanya berbeda. Pertumbuhan menunjukan perubahan yang bersifat kuantitas

sebagai akibat pematangan fisik yan ditandai dengan semakin kompleknya sistem

jaringan otot, sistem syaraf serta fungsi sistem organ tubuh lainnya dan dapat

diukur. Perkembangan berarti perubahan secara kualitatif. Perkembangan adalah

bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam kemampuan

gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian

(Wahab, Amik, Ilmu Kesehatan Anak, 2012).

2.2.2 Tahap Tumbuh Kembang


18

Tahapan tumbuh kembang secara garis besar menurut Wahab, Amik,

dalam Ilmu Kesehatan Anak, (2012) dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terdiri atas masa pranatal mulai

embrio (mulai konsepsi -8 minggu) dan masa fetus (9 minggu sampai

lahir), serta masa pascanatal mulai dari masa neonatus (0-28 hari), masa

bayi (29 hari-1 tahun), masa anak (1-2 tahun), dan masa prasekolah (3-6

tahun).

2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun ke atas, terdiri atas masa sekolah (6-

12 tahun) dan masa remaja, remaja awal (10-13 tahun), remaja tengah (14-

16 tahun), remaja akhir (17-20 tahun).

2.2.3 Fase Remaja Awal (usia 10-13 tahun)

Fase remaja awal merupakan fase yang lanjutan dari masa sekolah pada

usia 10-13 tahun. Pada fase ini ketertarikan pada lawan jenis mulai nampak.

Sehingga remaja mencari suatu pola untuk mrmuaskan dorongan genitalnya. Masa

remaja awal merupakan suatu periode ketika konflik dengan orang tua

meingkatkan melampaui tingkat masa anak-anak. Dalam fase ini menrut Wahab,

Amik, dalam Ilmu Kesehatan Anak, (2012) remaja akan mengalami bebrapa

perubahan pada faktor :

1. Perkembangan Biologis

Pada keadaan prapubertas kadar steroid seks dalam sirkulasi tertekan oleh

Umpan balik negatif dari hipotalamus. Pubertas mulai dengan pengurangan

hambatan hipotalamus dalam responnya terhadap faktor- faktor yang belum

sepenuhnya dapat dimengerti. Hipotalamus merangsang pelepasannya selama

tidak bekerjannya pulsa gonodotropin dan hormon pertumbuhan dari pituatria


19

anterior. Rangkaian akibat perubahan tersebut mengakibatkan perubahan somatik

dan fisiologis meningkatkan kecepatan maturitas seksual (sexual maturity rating

(SMR)) atau stadium tanner.

2. Seksualitas

Seksualitas tidak hanya meliputi perilaku seksual, tetapi juga keinginan

dan fantasi, orientasi seksual, sikap terhadap seks dan hubungan dengan emosi,

dan kesadaran terhadap aturan dan adat istiadat yang ditentukan dalam kehidupan

sosial.

Ketertarikan pada seks meningkat pada masa pubertas awal. Hubungan

antara perubahan hormonal dan ketertarikan serta aktivitas seksual adalah

kontraversial; tidak ada kaitan yang konsisten antara hormon dan kebangkitan

seksual, usia hubungan seks pertama, atau frekuensi hubungan seks yang telah

dtemukan.

3. Perkembangan Kognitif dan Moral

Dalam teori piaget, remaja menandai peralihan dari karakteristik

pemikiran operasional anak usia-sekolah yang nyata ke perubahan logis dan

formal. Perbuatan formal meliputi kemempuan memanpulasi gagasan seperti

tanda-tanda aljabar, memberi alasan dari prinsip-prinsip yang diketahui,

mempertimbangkan berbagai sudut pandang sesuai dengan kriteria, dan

memikirkan mengenai proses pemikirannya itu sendiri. Pemikiran operasional

formal, yang menyatakan kemampuan menangani kemampuan-kemampuan

sebagai sustu kesatuan yang nyata, bisa dihubungkan dengan keputusan mendesak

seperti apakah melakukan atau tidak hubungan kelamin tidak terproteksi atau

terjerumus kedalam perilaku beresiko yang lain.


20

Beberapa remaja muda memperagakkan pemikiran formal, yang lain

memperoleh kecakapan setelahnya, dan yang lain lagi sama sekali tidak

memilikinya. Para remaja muda mungkin mampu untuk mengaplikasikan

pelaksanaan formal tugas sekolah tetapi tidak mampu untuk dilema-dilema

pribadi. Bila tiang emosionslnya tinggi, pemikiran magis, seperti pembuktian

kekebalan, bisa mengganggu urutan kognisi yang lebih tinggi.

4. Konsep Diri

Kesadaran diri meningkat secara eksponen dalam tanggapannya terhadap

transformasi somatis pubertas. Kesadaran diri pada usia ini cenderung untuk

memusatkan pada karakteristik luar yang berbeda dengan instropeksi pada remaja

akhir. Adalah normal pada masa remaja awal, memperhatikan dengan teliti

penampilanya dan merasakan bahwa orang lain sedang memandangi mereka.

Gangguan citra tubuh yang serius, seperti aneroksia nervosa, juga cenderung

muncul, pad usia ini. Masa pubertas dapat meningkatkan harga diri pada anak

laki-laki, tetapi memperlemahnya pada anak perempuan karena kedua jenis

kelamin tersebut menerima aturan-aturan gender yang menggabungkan

ketidaksejajaran yang kasar dalam kekuasaan dan kehormatan.

5. Hubungan dengan Teman Keluarga, Teman Sebaya dan Masyarakat

Pada awal remaja, kecenderungan kearah pemisahan dari keluarga dan

peningkatan keterlibatan kedalam percepatan aktivitas kelompok sebaya.

Ungkapan simbolis dari pergeseran ini adalah penyangkalan kode berpakaian dan

perawatan keluarga dengan mendukung “seragam” kelompok sebayanya.

Perubahan gaya demikian sering mencetuskan konflik yang sebenarnya mengenai

kekuatan atau kesulitan menerima perpisahan. Tidak semua remaja memberontak


21

dan tidak semua orang tua menolak pernyataan tentang perpisahan demikian

sebagai tanda-tanda pemberontakan. Kebanyakan remaja melanjutkan usahanya

untuk membahagiakan orang tuanya meskipun mereka tidak setuju pada hal

tersebut.

Remaja muda sering bersosialisasi dengan kelompok jenis kelamin yang

sebaya. Dalam persahabatan satu lawan satu, anak laki-laki dan anak perempuan

dapat berbeda dalam beberapa cara yang penting. Persahabatan anatara wanita

dapat berpusat pada saling mempercayai, di lain pihak hubungan antara laki-laki

dapat lebih beepusat pada kegiatan-kegiatan dan kompetisi bersama.

Hubungan remaja muda terhadap masyarakat berpusat pada sekolah.

Pergeseran dari sekolah dasar ke sekolah menengah memerlukan perhatian

perlindungan dirumah yang bertukar dengan rangsangan tambahan dan dilibatkan

dalam tanggung jawab kesinukan kelas. Perubahan dalam struktur sekolah ini

merefleksikan dan memperkuat perubahan- perubahan yang terkandung dalam

perpisahan dengan keluarga.

2.3 Gangguan Psikotik Akut

Gangguan psikotik akut (brief psychotic disorder) merupakan suatu

sindrom psikotikakut dan transien. Berdasarkan revisi teks edisi keempat

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR), gangguan

berlangsung dari satu hari sampai dengan satu bulan dan gejala dapat menyerupai

skizofrenia. Selain itu gangguan dapat berkembang sebagai respons terhadap

stresor psikososial berat atau sekelompok stresor. Karena sifat gangguan yang

berbeda-beda dan tidak stabil, kadang-kadang sulit menegakkan diagnosis dalam

praktik klinis (Sadock & Benjamin, Buku Ajar Psikiatri Klinis, 2012).
22

2.3.1 Epidemiologi

Gangguan ini lebih sering terjadi pada usia muda ( kurang dari 30 tahun)

dari pada pasien tua. Data yang dapat diandalkan berdasarkan determinan jenis

kelamin dan sosiokulturalterbatas, meskipun beberapa gejala menunjukkan bahwa

insiden lebih tinggi pada perempuan dan negara berkembang. Pada epidemiologi

tersebut sangat berbeda pola pada skizofrenia (Sadock & Benjamin, Buku Ajar

Psikiatri Klinis, 2012).

2.3.2 Etiologi

Penyebab gangguan psikotik akut belum diketahui secara pasti. Pasien

yang menderita gangguan kepribadian mungkin mempunyai kerentanan biologis

atau psikologis mengalami gejala psikotik, terutama mereka dengan kualitas

borderline, skizod, skizotipal, atau paranoid. Beberapa pasien gangguan psikotik

akut mempunyai riwayat keluarga skizofrenia atau gangguan mood tetapi tidak

bersifat konklusif. Formulasi psikodinamik menekankan adanya mekanisme

koping yang tidak adekuat dan mungkin adanya tujuan skunder pada pasien

dengan gejala psikotik. Teori psikodinamik tambahan menunjukan bahwa gejala

psikotik merupakan suatu pertahanan melawan fantasi yang dilarang, pemenuhan

harapan yang tidak diperoleh, atau pelarian dari situasi psikososial yang menekan

(Sadock & Benjamin, Buku Ajar Psikiatri Klinis, 2012).

2.3.3 Gambaran Klinis

Gejala gangguan psikotik akut selelu mencakup sekurang-kurangnya satu

gejala psikosis, biasanya dengan awitan mendadak, tetapi tidak terlalu mencakup
23

seluruh pola gejala yang terjadi pada skizofrenia. Beberapa gejala psikotik akut

(Sadock & Benjamin, Buku Ajar Psikiatri Klinis, 2012) anatar lain:

1. Adanya satu atau lebih gejala berikut:

a. Waham

b. Halusinasi

c. Bicara kacau

d. Perilaku katatonik atau kacau keseluruhan

2. Durasi episode gangguan sekurang-sekurangnya satu hari dan tidak lebih

dari satu bulan, dan akhirnya kembali ketingkat fungsi sebelum sakit.

3. Gangguan tidak disebebkan oleh mood dengan gambaran psikotik,

gangguan skizoafektif, atau skizofrenia dan tidak disebabkan efek

fisiologis langsung suatu zat atau kondisi medis umum.

2.3.4 Perjalanan dan Prognosis

Berdasarkan definisi, gangguan psikotik akut berlangsung kurang dari satu

bulan, meskipun demikian, perkembangan gangguan psikiatri yang signifikan

tersebut dapat menandakan kerentanan mental pasien. Sekitar separuh pasien yang

pertama kali digolongkan sebagai penderita gangguan psikotik akut kemudian

menunjukan sindrom psikiatri kronik seperti skizofrenia dan gangguan mood.

Lamanya gejala akut dan residual sering hanya beberapa hari. Kadang-kadang,

gejala depresif terjadi setelah resolusi gejala psikoti. dan bunuh diri menjadi

masalah yang harus diperhatikan selama fase psikotik dan fase depresif

pascapsikotik.

2.3.5 Pengobatan
24

Pengobatan gangguan psikotik akut menurut (Sadock & Benjamin, Buku

Ajar Psikiatri Klinis, 2012) adalah:

1. Rawat Inap

Seorang pasien psikotik akut mungkin memerlukan rawat inap yang

singkat baik untuk evaluasi maupun proteksi. Evaluasi memerlukan pemantauan

gejala yang ketat dan penilaian tingkat bahaya pasie terhadap diri sendiri dan

orang lain. Selain itu, rawat inap yang tenang dan terstruktur dapat membantu

pasien mendapatkan kembali kesadarannya terhadap realita. Sementara klinising

menunggu efek perawatan atau obata- obatan, mungkin diperlukan pengasingan,

pengendalian fisik atau pemantauan satu pasien oleh satu pemeriksa.

2. Farmakoterapi

Dua golongan utama obat yang dipertimbangkan diberikan dalam

pengobatan gangguan psikotik akut adalah obat-obat anti psikotik dan ansiolitik.

Bila obat antipsikotik yang dipilih, obat antipsikotik potensi tinggi atau atipikal

seperti haloperidol (haldol) atau risperidon (risperdal) dapat digunakan. Sebagai

alternatif, ansiolitik seperti benzodiazepin dapat digunakan pada pengobatan

psikosis jangka pendek. Obat-obat tersebut dapat efektif untuk waktu singkat dan

disertai efek simpang yang lebih sedikit daripada obat antipsikotik. Pada kasus

jarang, benzodiazepin menyebabkan peningkatan agitasi dan, yang lebih jarang,

bangkitan kejang akibat keadaan putus zat. Klinisi harus menghindari penggunaan

jangka panjang setiap obat pada pengobatan ganggaun tersebut. Jika diperlukan

obat rumatan, seorang klinisi dapat memikirkan ulang diagnosis.

3. Psikoterapi
25

Psikoterapi digunakan untuk memberikan kesempatan membahas stresor

dan episode psikotik. Meskipun rawat inap dan farmakoterapi cenderung

mengendalikan situasi jangka pendek, bagian pengobatan yang sulit adalah

integrasi psikologis pengalaman (dan kemungkinan trauma pemicu, jika ada)

kedalam kehidupan pasien dan keluarganya. Eksplorasi dan perkembangan

strategi koping adalah topik utama psiko terapi. Masalah terkait meliputi membatu

pasien menangani rasa harga dirinya yang hilang dan mendapatkan kembali rasa

percaya diri. Setiap strategi pengobatan didasarkan pada peningkatan

keterampilan menyelesaikan masalah, sementara memperkuat struktur ego melalu

psiko terapi tampaknya merupakan cara yang paling efektif. Keterlibatan

kelauarga dalam proses pengobatan diperlukan untuk mendapatkan keberhasilan.

2.4 Diagnosa Medis

Ada enam diagnosis medis yang muncul menurut Maslim, Rusdi, 2013

dalam Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan singkat dari PPDGJ-II DSM-5.

2.4.1 F23: Gangguan Psikotik Akut dan Sementara

1. Menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan prioritas yang

diberikan untuk ciri-ciri utama tepilihdari gangguan ini. Urutan prioritas

yang dipakai adalah:

a. Onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang yang menujukan

gejala psikotik yang nyata yang mengganggu proses kehidupan)

b. Adanya sindrom yang khas (berupa “polimorfik” = beranekaragam dan

berubah cepat, atau scizoprenia-like = gejala skizofrenik yang khas)

c. Adanya stress akut yang berkaitan

d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan ini akan berlangsung


26

2. Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang menemui kriteria episode

manik (F30) atau episode depresif (F32) walaupun perubahan emosional

dan gejala afektif individual dapat menonjol dari waktu ke waktu.

3. Tidak ada penyebab organik, seperti trauma kapitis, derilium, atau

demensia.

2.4.2 F23.0: Gangguan Psikotik Polimorfik Akut tanpa Gejala Skizofrenia

Untuk diagnosis pasti harus memenuhi:

a. Onset harus akut (dari suatu kedaan nonpsikotik sampai keadaan psikotik

yang jelas dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu)

b. Harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham, yang berubah dalam jenis

dan intensitasnya dari hari ke hari

c. Harus ada keadaan emosionalyang sama beraneka ragamnya

d. Walaupun gejala-gejalanya beraneka ragam tidak satupun dari itu ada

secara cukup konsisten untuk dapat memenuhi skizofrenia (F20).

2.4.3 F23.1: Gangguan Psikotik Polimorfik Akut dengan Gejala Skizofrenia

1. Menmenuhi kriteria a, b, dan c diatas yang khas untuk gangguan psikotik

polimorfik akut (F23)

2. Disertai dengan gejala yang memenuhi kriteria untuk skizofrenia (F20)

yang harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya

gambaran klinis psikotik itu secara jelas

2.4.4 F23.2: Gangguan Psikotik Lir-skizofrenia (schizoprenia-like) Akut

1. Untuk diagnosis pasti harus memenuhi:

a. Onset dari gejala psikotik harus akut (kurang dari 2 minggu)


27

b. Gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk skizofrenia (F20) harus sudah

ada untuk sebagian besar waktu semenjak berkembangnya gambaran klinis

yang jelas psikotik

c. Kriteria untuk psikotik polimorfik tidak terpenuhi

2. Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk kurun waktu lebih dari 1

bulan, maka diagnosis harus dirubah menjadi skizofrenia (F20)

2.4.5 F23.3: Gangguan Psikotik Akut Lainnya dengan Predominan Waham

1. Untuk diagnosis pasti harus memenuhi:

a.. Onset dari gejala psikotik harus akut (kurang dari 2 minggu)

b. Waham dan halusinasi harus sudah ada dalam sebagian besar waktu sejak

berkembangnya keadaan psikotik yang jelas

c. Baik kriteria skizofrenia (F20) maupun gangguan psikotik polimorfik akut

(F23)tidak terpenuhi

2. Kalau waham menetap lebih dari 3 bulan lamanya maka diagnosis harus

dirubah menjadi gangguan waham menetap (F22). Apabila halusinasi yang

menetap lebih dari 3 bulan lamanya maka diagnosa harus dirubah menjadi

gangguan psikotik nonorganik lainnya (F28).

2.4.6 F23.8: Gangguan Psikotik Akut dan Sementara Lainnya

Gangguan psikotik akut lain yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam

kategori manapun F23.

2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Isolasi Sosial

Standar asuhan keperawatan atau standar praktik keperawatan mengacu

pada standar praktik profesional dan standar kinerja profesional. Standar praktik
28

profesional di Indonesia telah dijabarkan oleh PPNI (2009). Standar praktik

profesional tersebut juga mengacu pada proses keperawatan jiwa yang terdiri dari

lima tahap standar yaitu: 1) pengkajian, 2) diagnosis, 3) perencanaan, 4)

pelaksanaan (implementasi), dan 5) evaluasi (PPNI, 2009, dalam Muhith, 2015).

2.5.1 Pengkajian

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami

penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di

sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak

mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Untuk mengkaji

pasien isolasi sosial, dapat menggunakan wawancara dan observasi kepada pasien

dan keluarga. Menurut Dermawan dan Rusdi (2014) untuk dapat mengkaji pasien

dengan isolasi sosial, perawat dapat menggunakan teknik wawancara dan

observasi kepada pasien dan keluarga. Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat

ditemukan dengan wawancara adalah:

1. Pasien menceritakan perasaan tentang kesepian atau ditolak oleh orang

lain

2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3. Pasien merasakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain

4. Pasien merasa bosan dan lambat mengahbiskan waktu

5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

6. Pasien merasa tidak berguna

7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat ditanyakan pada waktu

wawancara untuk mendapatkan data subjektif :


29

1. Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang di sekitarnya (keluarga

atau tetangga)?

2. Apakah pasien mempunyai teman dekat? Bila punya siapa teman dekat

itu?

3. Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?

4. Apa yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya?

5. Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?

6. Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dengan

orang sekitarnya?

7. Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu?

8. Apakah pernah ada perasaan ragu untuk bisa melanjutkan kehidupan?

Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi:

1. Tidak memiliki teman dekat

2. Mengisolasi diri dari pergaulan

3. Tidak komunikatif

4. Tindakan berulang yang tidak bermakna

5. Asyik dengan pikirannya sendiri

6. Tidak ada kontak mata

7. Tampak sedih, afek tumpul

8. Posisi tidur seperti hanin (menekur)

2.5.2 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data di atas dapat ditegakkan diagnosis keperawatan dengan

rumusan diagnosis tunggal, yaitu:


30

1. Risiko gangguan pesepsi sensori : Halusinasi

2. Isolasi sosial

3. Harga diri rendah kronik (Damaiyanti, 2014)

2.5.3 Pohon Masalah

Risiko Gangguan Persepsi


Sensori : Halusinasi
(Effect)

Isolasi Sosial : Menarik


Diri
(Core Problem)

Harga Diri Rendah Kronik


(Causa)

Gambar 2.3. Pohon Masalah Isolasi Sosial


Sumber: Damaiyanti, Mukhripah. Asuhan Keperawatan Jiwa. (2014)
30

2.5.4 Rencana Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1 Rencana tindakan keperawatan pasien isolasi sosial ( Damaiyati, Makhripah, 2014 ).

Tanggal Diagnose Perencanaan


Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan Rasional
Gangguan SP 1 Pasien Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling Salam merupakan
isolasi sosial: 1) Membina tindakan keperawatan percaya dengan penghargaan bagi seseorang
menarik diri hubungan diharapkan: menggunakan prinsip dan perhatian untuk
saling percaya 1) Ekspresi wajah komunikasi terapeutik seseorang
bersahabat a. Sapa Pasien dengan
2) Menunjukan rasa nama baik verbal
senang maupun non verbal
3) Adanya kontak mata b. Perkenalkan diri
4) Mau berjabat tangan dengan sopan
5) Mau menyebutkan c. Tanyakan nama
nama lengkap dan nama
6) Mau menjawab salam panggilan yang
7) Mau duduk disukai Pasien
berdampingan dengan d. Jelaskan tujuan
perawat pertemuan
8) Mau mengutarakan e. Jujur dan menepati
masalah yang dihadapi janji
f. Tunjukan sikap
empati dan
menerima pasien
apa adanya
g. Berikan perhatian
31

30
31

kepada pasien dan


perhatikan
kebutuhan dasar
pasien
2) Membantu Pasien dapat 1. kaji pengetahuan klien Menggali pengetahuan
pasien menyebutkan penyebab tentang perilaku menarik diri pada klien
mengenal menarik diri yang berasal menarik diri dan
penyebab dari: tandanya
menarik diri 1) Diri sendiri a. “dirumah ibu, bapak
2) Orang lain tinggal dengan
3) lingkungan siapa”
b. “siapa yang paling
dekat dengan bapak”
c. Apa yang membuat
bapak dekat
denganya”
d. Dengan siapa bapak
tidak dekat”
e. Apa yang membuat
ibu tidak dekat”
2. Berikan kesempatan Memberikan kesempatan
kepada pasien untuk untuk mengungkapkan
mengungkapkan perasaannya dapat membatu
perasaan yang mengurangi stress
menyebabkan pasien
tidak mau bergaul

3. Berikan pujian terhadap Meningkatkan rasa percaya


32
32

klien mengungkapkan diri pasien dengan cara


perasaannta memberikan pujian

3) Membatu Pasien dapat 1. Kaji pengetahuan pasien Mengetahui manfaat


pasien menyebutkan keuntungan tentang keuntungan berhubungan sosial dan
mengenal berinteraksi dengan orang memiliki teman kerugian menarik diri maka
manfaat lain: 2. Beri kesempatan kepada pasien akan termotivasi
berhubungan 1) Banyak teman klien untuk berinteraksi dengan orang lain
dan kerugian 2) Tidak sendiri dengan orang lain
ridak 3) Bisa diskusi, dll 3. Diskusikan bersama
berhubungan klien tentang
dengan orang keuntungan berinteraksi
lain dengan orang lain
4. Beri pengutan positif
terhadap kemampuan
mengungkapkan
perasaan tentang
keuntungan berinteraksi
dengan orang lain

Pasien dapat 1. Kaji pengetahuan pasien Mengetahui kerugian jika


menyebutkan kerugian tentang kerugian bila tidak mau berinteraksi
bila tidak berinteraksi tidak berinteraksi dengan orang lain maka
dengan orang lain: dengan orang lain pasien akan sediri, tidak ada
1) Sendiri 2. Berikan kesempatan teman dan sepi
2) Tidak memiliki teman kepada pasien untuk
3) Sepi, dll mengungkapkan
perasaan tentang

33
33

kerugian bila tidak


berinteraksi dengan
orang lain
3. Diskusikan bersama
pasien tentang kerugian
idak berinteraksi dengan
orang lain
4. Beri penguatan posiif
terhadap kemampuan
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian tidak
berintraksi dengan
orang lain
SP 2 dan 3 pasien Pasien dapat 1. Kaji kemampuan pasien Pasien dapat melaksanakan
1) Klien dapat mendemonstrasikan membina hubungan hubungan sosial hubungan
melaksanaka interaksi sosial secara dengan orang lain sosial secara bertahap
n interaksi bertahap antara: 2. Bermain peran tentang
sosial secara 1) Pasien – perawat cara berhubungan/
bertahap 2) Klien – perawat – berinteraksi dengan
perawat lain orang lain
3) Pasien – perawat – 3. Dorong dan bantu
perawat lain – klien pasien untuk
lain berinteraksi dengan
4) Pasien – keluarga/ orang lain melaui tahap:
kelompok/ masyarakat a. Pasien – perawat
b. Pasien – perawat –
perawat lain
34
34

c. Pasien – perawat –
perawat lain –
pasien lain
d. Pasien – keluarga/
kelompok/
masyarakat
4. Beri penguatan positif
terhadap keberhasilan
yang telah dicapai
5. Bantu pasien untuk
mengevaluasi
keuntungan menjalin
hubungan social
6. Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan bersama klien
dalam mengatasi waktu,
yaitu berinteraksi
dengan orang lain
7. Motivasi pasien untuk
mengikuti kegiatan
ruangan
8. Beri penguat positif atas
kegiatan klien dalam
kegiatan ruangan

35
35

Klien dapat Klien dapat 1) Dorong klien untuk Memberi kesempatan klien
mengungkapkan mengungkapkan mengungkapkan untuk mengungkapkan
perasaan perasaannya setelah perasaannya bila perassan selama berinteraksi
berinteraksi dengan orang berinteraksi dengan dengan orang lain
lain untuk: orang lain
1) Diri sendiri 2) Diskusikan dengan
2) Orang lain klien tentang perasaan
keuntungan berinteraksi
dengan orang lain
3) Beri penguatan positif
atas kemampuasn klien
mengungkapkan
perasaan keuntungan
berhubungan dengan
prang lain
SP keluarga Keluarga dapat: 1) Bina hubungan saling Support sistem dari keluarga
1) Pasien dapat 1) Menjelaskan percaya dengan untuk merawat klien dengan
memberdaya perasaannya keluarga: gangguan isolasi menarik diri
kan sistem 2) Menjelaskan cara a. Salam, perkenalkan sangat diperlukan untuk
pendukung merawat Pasien diri memantau perkembangan
atau keluarga menarik diri b. Jelaskan tujuan pasien
3) Mendemonstrasikan c. Buat kontrak
cara perawatan d. Eksplorasi perasaan
pasien menarik diri Pasien
4) Berpartisipasi dalam 2) Diskusikan dengan
perawatan pasien anggota keluarga
menarik diri tentang:
a. Perilaku menarik
36
36

diri
b. Penyebab perilaku
menarik diri
c. Akibat yang akan
terjadi jika perilaku
menarik diri tidak
ditanggapi
d. Cara keluarga untuk
menghadapi klien
menarik diri
3) Dorong anggota
keluarga untuk
memberikan dukungan
kepada pasien dalam
berkomunikasi dengan
orang lain
4) Anjurkan anggota
keluarga untuk secara
rutin bergantian
menjenguk pasien
minimal satu kali
seminggu
5) Beri penguatan posditif
atas hal – hal yang telah
dicapai oleh keluarga
6) Menyusun rencana
pasien pulang.
37
37
38

2.5.5 Evaluasi

Semua data keperawatan yang dilakukan oleh perawat didokumentasikan

dalam format implementasi dan evaluasi dengan menggunakan pendekatan SOAP

(subyektif, obyektif, analisis, perencanaan). Disamping itu terkait dengan

pendekatan SOAP setiap selesai berinteraksi dengan pasien, perawat memberikan

penugasan atau kegiatan yang terkait dengan tindakan keperawatan yang telah

dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut yang akan dilaksanakan oleh pasien.

Penugasan atau kegiatan ini dimasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian pasien

dan diklasifikasikan apakah tugas tersebut dilakukan secara mandiri (M), dengan

sebagian (B), dan dengan bantuan total (T). Kemampuan melakukan tugas

aktivitas ini dievaluasi setiap hari (Keliat, 2010).


BAB 3

TINJAUAN KASUS

Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang pelaksanaan nyata tentang

pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan isolasi sosial,

maka penulis menyajikan suatu kasus yang penulis amati mulai tanggal 27 Juni

2019 sampai dengan 29 Juni 2019 dengan data pengkajian pada tanggal 27 Juni

2019 jam 09.00 WIB. Anamnesa diperoleh dari Pasien dan file No.Register

04.XX.XX sebagai berikut :

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas

Pasien adalah seorang laki-laki bernama An. H usia 13 tahun, beragama

Islam, bahasa yang sering digunakan adalah bahasa Jawa, Pasien bertempat

tinggal di Benowo, Surabaya.

3.1.2 Alasan masuk

Ayah pasien mengatakan masuk tanggal 27 Juni 2019 pukul 05.34 WIB

diantar keluarga. Ayah pasien mengatakan An. H sering menyendiri dirumah,

tidak mau berbicara dengan siapapun, kadang-kadang tertawa sendiri, dan

membanting barang-barang yang ada dirumah. Saat dikaji pasien banyak diam dan

sedikit bicara.

39
40

3.1.3 Faktor predisposisi

1. Ayah pasien mengatakan An. H pernah mengalami gangguan jiwa sekitar

sebulan yang lalu.

2. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil, klien mengatakan pernah dirawat

di RS Jiwa menur selama 2 minggu pada 27 Mei 2019 dan pulang. Karena

merasa sudah sembuh pasien tidak minum obat yang diinstruksikan oleh

dokter. Pasien sering menyendiri, diam, terkadang bicara sendiri, dan

terkadang membanting barang-barang yang ada dirumah.

Masalah keperawatan: Isolasi sosial: menarik diri, resiko perilaku

kekerasan

3. Ayah pasien mengatakan ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa,

yaitu paman korban, dan pengobatan kurang berhasil karena tidak patuh

minum obat yang diberikan.

Masalah keperawatan: Koping keluarga tidak efektif

4. Ayah pasien mengatakan besar harapannya agar An. H bisa mengikuti

jejak kakaknya masuk di pondok pesantren favorit, tetapi karena

hafalannya kurang pasien masuk di pondok yang biasa saja, semenjak itu

pasien sering diam dan menyendiri.

Masalah keperawatan: Ketidakefektifan koping individual

3.1.4 Pemeriksaan fisik

1. Tanda vital

Tekanan darah : 120/80 mmhg Pernafasan : 18 x/menit

Nadi : 104 x/menit Suhu : 36,4 C


41

2. Ukuran

Berat badan (BB) : 42 kg

Tinggi badan (TB) : 148 cm

3. Keluhan fisik

Saat dilaksanakan pengkajian tidak ditemukan kelainan dalam

pemeriksaan fisik.

Masalah keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan.

3.1.5 Psikososial

1. Genogram

133

Gambar. 3.1 Genogram


42

Keterangan :

: laki-laki

: perempuan

: meninggal

: orang yang tinggal serumah

: Pasien

: garis keturunan

Masalah keperawatan: tidak ditemukan masalah keperawatan

2. Konsep Diri

a. Gambaran diri

Pasien tidak menjawab pertanyaan yang diberikan.

b. Identitas diri

Pasien tidak menjawab pertanyaan yang diberikan.

c. Peran

Pasien tidak menjawab pertanyaan yang diberikan.

d. Ideal diri

Pasien tidak menjawab pertanyaan yang diberikan.

e. Harga diri

Pasien tidak menjawab pertanyaan yang diberikan.

Masalah keperawatan: Belum bisa dievaluasi

3. Hubungan Sosial

a. Orang yang berarti:

Ayah pasien mengatakan bahwa orang yang berarti adalah adiknya yang

pertama karena selalu bersama saat kegiatan sehari – hari.


43

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat

Ayah pasien mengatakan aktif mengikuti pengajian di lingkungan

rumahnya sehabis sholat maghrib. Selama di RSJ Menur pasien hanya

diam menyendiri dalam kamar.

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Ayah pasien mengatakan An. H bersifat pendiam terhadap orang yang

belum dikenal, dan tidak adan bicara kalau tidak ditanya.

Masalah keperawatan: isolasi sosial: menarik diri

4. Spiritual

a. Nilai dan kenyakinan:

Ayah pasien mengatakan An. H beragama islam.

b. Kegiatan ibadah:

Ayah Pasien mengatakan selama masuk RSJ Menur pasien belum bisa

melakukan ibadah sholat dan lainnya, karena pasien tidak menyadarinya.

Masalah Keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan

3.1.6 Status Mental

1. Penampilan

 Tidak rapi

Klien memakai pakaian pasien RS Jiwa Menur kondisi tidak rapi, rambut

bersih tersisir rapi, dan kuku panjang hitam.

Masalah Keperawatan: Defisit perawatan diri


44

2. Pembicaraan

 Apatis

Pada saat pengkajian pasien tampak apatis dan menjawab tidak sesuai

dengan pertanyaan yang diajukan.

Masalah Keperawatan: Gangguan komunikasi verbal

3. Aktivitas Motorik

 Gelisah

Pada saat penkajian pasien terlihat gelisah, pasien tidak bisa tenang

sehingga pasien diikat.

Masalah Keperawatan: Resiko perilaku kekerasan.

4. Alam perasaan

Pada saat pengkajian pasien hanya diam.

Masalah Keperawatan: Belum bisa dievaluasi

5. Afek

 Labil

Pada saat pengkajian ekspresien terlihat labil, ekspresi bercampur antara

khawatir dan bingung.

Masalah Keperawatan: Ansietas

6. Interaksi Selama Wawancara

Pada saat wawancara:

 Kontak mata kurang

 Pasien tidak kooperatif

Dalam berinteraksi pasien selalu menuduh dan tidak ada kontak mata.

Masalah Keperawatan: Gangguan interaksi sosial


45

7. Persepsi halusinasi

Pada saat pengkajian pasien hanya diam, tidak ada tanda – tanda

halusinasi, tetapi saat dirumah Ayah pasien mengatakan terkadang tertawa

dan bicara sendiri, serta belum mampu megungkapkan apa yang menjadi

masalahnya.

Masalah Keperawatan: Resiko gangguan persepsi sensori: Halusinasi

8. Proses pikir

Pada saat pengkajian pasien hanya diam.

Masalah Keperawatan: Belum bisa dievaluasi

9. Isi pikir

Pada saat pengkajian pasien hanya diam.

Masalah Keperawatan: Belum bisa dievaluasi

10. Tingkat Kesadaran

Pada saat pengkajian pasien hanya diam

Masalah Keperawatan: Belum bisa dievaluasi

11. Memori

Pada saat pengkajian pasien hanya diam.

Masalah Keperawatan: Belum bisa dievaluasi

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Pada saat pengkajian pasien hanya diam

Masalah Keperawatan: Belum bisa dievaluasi

13. Kemampuan penilaian

Pada saat pengkajian pasien hanya diam.

Masalah Keperawatan: Belum bisa dievaluasi


46

14. Daya tilik diri

Pada saat pengkajian pasien hanya diam.

Masalah Keperawatan: Belum bisa dievaluasi

3.1.7 Kebutuhan Perencanaan Pulang

1. Kemampuan Pasien memenuhi kebutuhan

Tabel. 3.1 kemampuan memenuhi kebutuhan


Kemampuan memenuhi
Ya Tidak
kebutuhan
Makanan √
Keamanan √
Perawatan Kesehatan √
Pakaian √
Transportasi √
Tempat Tinggal √
Keuangan √

Penjelasannya:

a. Makanan

Dari pengamatan dan observasi didapatkan porsi makan dihabiskan ,

berat badan 42 kg , dan nafsu makan baik

b. Keamanan

Pada saat pengkajian pasien terlihat tidak mampu menjaga keamanan

dirinya sendiri.

c. Perawatan Kesehatan

Pada saat pengkajian pasien membutuhkan orang lain untuk

memenuhinya.

d. Pakaian

Pada saat pengkajian pasien didapatkan bahwa pakaian pasien tidak

rapi.
47

e. Transportasi

Pasien diantar dan dijemput keluarganya.

f. Tempat tinggal

Ayah pasien mengatakan tinggal bersama suami dan anaknya di Gubeng

g. Keuangan

Biaya pasien ditanggung oleh keluarga.

Masalah keperawatan: Defisit perawatan diri

2. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)

a. Perawatan diri

Tabel. 3.2 Activity Daily Living

Kegiatan Hidup Sehari-hari Bantuan total Tanpa bantuan

Mandi √

Kebersihan √

Makan √

Buang air kecil √

Buang air besar √

Ganti pakaian √
Penjelasanya:

1) Mandi

Pada saat pengkajian pasien dibantu oleh orang lain ketika mandi.

2) Kebersihan

Pada saat pengkajian pasien lingkungan pasien terlihat kotor karena

pasien meludah sembarangan

3) Makan
48

Pada saat pengkajian pasien belum mampu makan sendiri dan dibantu

oleh ayah pasien.

4) Buang air kecil

Dari hasil pengamatan/observasi pasien dapat BAK ke kamar

mandi.

5) Buang air besar

Dari pengamatan/observasi didapatkan pasien BAB ke kamar

mandi dengan dibantu oleh orang lain.

6) Ganti pakaian

Dari pengamatan/observasi pasien dibantu oleh orang lain dalam

memakai pakaian.

Masalah Keperawatan: Defisit perawatan diri

a. Nutrisi

1) Dari observasi/pengamatan pasien puas dengan pola makannya, pasien

makan memisahkan diri dari yang lainnya.

2) Frekuensi 3x sehari berat badanya 42 kg .

Dariobservasi/ pengamatan klien waktu makan dan pembagian snack

selalu makan dan di habiskan.

Masalah Keperawatan: Gangguan persepsi diri : menarik diri

b. Tidur

1) Pasien terlihat susah untuk tidur

2) Pasien tidur siang setelah mendapatkan obat


49

3) Waktu tidur siang pukul 11.00 – 13.00 WIB

4) Pasien tidur malam setelah mendapatkan obat

5) Waktu tidur malam pukul 23.00 – 06.00 WIB

Dari pengamatan/observasi didapatkan hasil pasien susah tidur jika tidak

diberikan obat.

Masalah Keperawatan: Gangguan pola tidur

3. Kemampuan Pasien

1) Pasien tidak mampu mengantisipasi kebutuhan sendiri.

2) Pasien tidak mampu membuat keputusan berdasarkan keinginan

sendiri.

3) Pasien tidak mampu mengatur penggunaan obat.

4) Pasien tidak mampu melakukan pemeriksaan kesehatan.

Masalah keperawatan: Ketidakefektifan koping individual.

4. Klien memiliki sistem pendukung

Pasien memiliki sistem pendukung keluarga, yaitu ayah pasien yang sering

menemani dan anggota keluarga lain yang mengunjungi.

Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

5. Apakah Pasien menikmati saat bekerja , kegiatan yang menghasilkan

atau hobi ?

Pasien masih sekolah dan belum bekerja.

Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

3.1.8 Mekanisme Koping

Adaptif : -

Maladaptif: Menghindar, reaksi lambat/berlebih.


50

Masalah keperawatan: Koping individu tidak efektif

3.1.9 Masalah Psikososial dan Lingkungan

1. Masalah dengan dukungan kelompok , spesifiknya: Ayah pasien

mengatakan keluarganya selalu mendukung klien untuk cepat sembuh.

2. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya: Ayah pasien

mengatakan pasien pendiam dan selalu melakukan sendiri aktivitas

sehari-hari dan malas berhubungan dengan orang lain

3. Masalah dengan pendidikan, spesifiknya: Ayah pasien mengatakan

lulusan SD, rajin tidak pernah membolos.

4. Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya: Pasien belum bekerja.

5. Masalah dengan perumahan, spesifiknya: Ayah pasien mengatakan

pasien tinggal di Benowo bersama suami dan anaknya.

6. Masalah dengan ekonomi dan , spesifiknya: Ayah pasien mengatakan

gaji pas - pasan untuk memenuhi kebutuhan.

7. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya: Ayah pasien

mengatakan tidak menggunakan BPJS, karena dirasakan iurannya cukup

berat.

8. Masalah lainnya, spesifiknya: Ayah pasien mengatakan anaknya terlalu

pendiam.

Masalah keperawatan: Manajemen kesehatan tidak efektif, isolasi sosial

3.1.10 Pengetahuan Kurang Tentang

1. Penyakit jiwa

2. Faktor presipitasi

3. Koping
51

Masalah keperawatan: Defisit pengetahuan tentang penyakit

3.1.11 Data Lain – Lain

Tabel 3.3 Pemeriksaan laborat 28 Juni 2019

NAMA HASIL SATUAN NILAI NORMAL


PEMERIKSAAN

Leukosit 8.500 /mm3 4.500-13.500

Eritrosit 5,73 Juta/ul 4-5

Hemoglobin 15,8 g/dl 12-15

Hematokrit 47,1 % 33-45

Trombosit 376.000 /mm3 150.000-400.000

LED 50-85 Mm/jam <15

SGOT 63 ( H ) u/L L : 37 P : 31

SGPT 74 ( H ) u/L L : 37 P : 31

BUN 6.4 mg/dl 4.5 – 23

Creatinin 0.95 g/dl L : 0.6 – 1.1 P : 0.6- 1.2

Asam urat 5.0 mg/dl L : 3.4 – 7.0 P : 2.5-6.0

Gula Puasa 107 mg/dl 75 – 115


3.1.12 Aspek Medik

Diagnosa medik : F23.2: Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia

(schizophrenia-like) Akut

Terapi medik :

Risperidon 2 x 1,5 mg 1-0-1

THD 2 x 1 mg 1-0-1

Clozapine 2 x 12,5 mg 1-0-1

Inj. Lodomer iv 2 x ½ ampul 1-0-1


2 2
52

3.1.13 Daftar Masalah Keperawatan

1. Isolasi sosial: menarik diri

2. Resiko peilaku kekerasan

3. Komunikasi verbal tidak efektif

4. Ketidakefektifan koping individual

5. Koping keluarga tidak efektif

6. Defisit perawatan diri

7. Resiko gangguan persepsi sensori: halusinasi

8. Gangguan pola tidur

9. Defisit pengetahuan tentang penyakit

10. Manajemen kesehatan tidak efektif

3.1.14 Daftar Diagnosa Keperawatan

1. Resiko gangguan persepsi sensori : Halusinasi

2. Defisit perawatan diri

3. Isolasi sosial: Menarik diri

4. Ketidakefektifan koping individual

3.2 Pohon Masalah


53

Defisit perawatan diri Resiko gangguan EFFECT

persepsi sensori: Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri CORE PROBLEM

Ketidakefektifan Koping Individual CAUSA

Gambar 3.2 Pohon Masalah

Surabaya,27 Juni 2019


Mahasiswa

Suharis
1620027BB

3.3 Analisa Data

NAMA : An. H No RM:04.xx.xx RUANGAN : Poli Anggrek


Tabel. 3.4 Analisa Data pada klien dengan Isolasi Sosial
No DATA ETIOLOGI MASALAH TT
1. DS:
Ayah pasien mengatakan Ketidakefektifa Isolasi sosial
An. H sering diam n koping
suha
menyendiri dan tidak mau individual ris
diajak berkomunikasi.

DO:
1. Pasien tampak sering
diam dan menyendiri

2. Saat diajak berkenalan /


berkomunikasi lainnya
pasien hanya diam.
54

3. Pasien tampak apatis dan


tidak peduli dengan
lingkungan, karena
menjawab pertanyaan
semaunya sendiri dan
tidak sesuai dengan yang
diajukan.

Surabaya, 27 Juni 2019

Suharis
NIM 162.0027B
3.4 Rencana Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial

Nama : An. H Nama Mahasiswa : Suharis

No.RM : 04-xx-xx Institusi : Stikes Hang Tuah Surabaya

Ruangan : Puri Anggrek

Tabel 3.5 Rencana tindakan keperawatan

PERENCANAAN
DIAGNOSA
NO Tgl RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA
TUJUAN TINDAKAN KEPERAWATAN
EVALUASI
1 27/06/ Isolasi Sosial : TUM :
2019 Menarik Diri Klien mampu
berinteraksi
dengan orang lain

SP 1 :
TUK Setelah 1.1 BHSP Hubungan saling
Pasien dapat dilaksanakan a. Mengucapkan salam setiap kali percaya akan
membina tindakan berinteraksi dengan pasien. menimbulkan
hubungan saling keperawatan b. Berkenalan dengan kepercayaan klien
percaya diharapkan pasien pasien: perkenalan nama, nama pada perawat
dapat : panggilan yang disukai, serta sehingga memudah
1. Memperlihatkan tanyakan nama pasien dan nama kan dalam
ekspresi senyum panggilan yang disukainya. pelaksanaan
54
dan menjawab c. Menanyakan perasaan dan tindakan
salam dari keluhan pasien saat ini. selanjutnya
perawat. d. Buat kontrak asuhan: apa yang
2. Mau berkenalan akan dilakukan bersama pasien,
dengan perawat berapa lama dikerjakan dan
3. Kontak mata tempatnya dimana.
baik e. Jelaskan bahwa perawat akan
4. Bersedia merahasiakan semua informasi
mengungkapkan yang disampaikan pasien untuk
perasaan dan kepentingan terapi
masalahnya f. Setiap saat tunjukkan sikap
empati atau caring terhadap
pasien.
g. Penuhi kebutuhan dasar
pasien bila memungkinkan
h. Untuk membina hubungan
saling percaya dengan pasien
isolasi sosial, lakukan interaksi
yang sering, karena tidak mudah
bagi pasien untuk percaya dengan
orang lain.
1. Membantu Pasien dapat 2.1. Tanyakan pada pasien Dengan mengetahu
pasien mengungkapkan tentang : tanda-tanda dan
mengenal minimal satu dari a. Kebiasaan berinteraksi dengan gejala, kita dapat
penyebab tanda penyebab orang lain menentukan
isolasi sosial isolasi sosial, b. Apa yang menyebabkan pasien langkah intervensi
misalnya : takut / tidak ingin berinteraksi dengan selanjutnya
minder saat orang lain
55
berinteraksi dengan
orang lain
2. Membantu Klien dapat 3.1.Tanyakan pada klien tentang Memotivasi pasien
pasien menyebutkan Manfaat hubungan sosiial untuk bisa
mengenal keuntungan 3.2. Diskusikan bersama klien berinteraksi dengan
keuntungan berhubungan tentang manfaat berhubungan orang lain
berinteraksi sosial,misalnya : sosial
dengan orang a. Banyak teman
lain b. Tidak kesepian 3.3. Beri pujian terhadap
c. Saling kemampuan klien
menolong mengungkapkan perasaannya

3. Membantu Pasien dapat 4.1 Mendiskusikan kerugian bila Memotivasi pasien


pasien menyebutkan pasien hanya mengurung diri untuk bisa
mengenal kerugian menarik di kamar dan tidak mau berinteraksi dengan
kerugian tidak diri misalnya : bergaul dengan orang lain. orang lain
berinteraksi a. Sendiri 4.2 Menjelaskan pengaruh
dengan orang b. Kesepian isolasi sosial terhadap fisik
lain c. Tidak bisa diskusi pasien

SP 2,3
4. Membantu Pasien dapat 5.1. Beri kesempatan psien Mengetahui sejauh
pasien melaksanakan mempraktikkan cara mana pengetahuan
berinteraksi hubungan soosial berinteraksi dengan orang klien tentang
dengan orang secara bertahaap lain yang dilakukan di berhubungan
56
lain secara dengan : hadapan perawat dengan orang lain
bertahap a. Perawat 5.2. Mulailah bantu pasien
b. Perawat lain berinteraksi dengan satu
c. Kelompok orang (pasien lain, perawat
lain atau keluarga).
5.3. Bila pasien sudah
menunjukkan kemajuan,
tingkatkan jumlah interaksi
dengan dua, tiga, empat orang
san seterusnya.
5.4. Beri pujian untuk setiap
kemajuan interaksi yang telah
dilakukan oleh pasien.

6. Siap Pasien dapat 6.1. Diskusikan Agar klien lebih


mendengarka mengungkapkan dengan klien tentang percaya diri untuk
n ekspresi perasaanya setelah perasaanya setelah berhungan dengan
perasaan berhubungan sosial berhbungan sosial dengan : orang lain
pasien setelah dengan : a. Orang lain
berinteraksi a. Orang lain b. Kelompok
dengan orang b. Kelompok 6.2. Beri pujian terhadap
lain. kemampuan klien
mengungkapkan perasaaanya

57
3.5 Pelaksanaan Dan Catatan Perkembangan

Nama : An. H Nama Mahasiswa : Suharis

No.RM : 04-xx-xx Institusi : Stikes Hang Tuah Surabaya

Ruangan : Anggrek

Tabel 3.6 implementasi

TGL DX KEP IMPLEMENTASI EVALUASI TTD

27/06/19 Isolasi Sosial : SP 1 :


09.30 – Menarik Diri BHSP (Bina hubungan saling percaya) :
14.00 09.30 WIB 14.00 WIB
WIB a. Memberi senyum, dan S:
Suhari
mengucapkan salam
b. Berjabat tangan, memperkenalkan
“.......”
(pasien hanya diam)
s
diri, dan nama panggilan O:
c. Menanyakan kembali nama 1. Pasien mau berjabat tangan, tidak
lengkap pasien dan nama menjawab salam
panggilannya 2. Kontak mata buruk / tidak fokus
10.00 WIB 3. Pasien tidak kooperatif saat diajak
a. Melaksanakan pemeriksaan TTV berkomunikasi
b. Mencatat hasil TTV 4. Pasien tidak mampu menyebutkan
TD: 120/80mmhg, N: 104x/mnt, S: 36,4 kembali nama perawat yang sudah
c,RR: 18x/mnt berkenalan
12.30 WIB

58
a. Mencoba kembali berkenalan 5. Pasien hanya diam saja ditempat tidur
dengan pasien
b. Menyuapi pasien makan siang
A:
BHSP dan SP 1 belum berhasil
P:
Ulangi intervensi pada BHSP dan semua poin
pada SP 1

28/06/19 Isolasi Sosial : SP 1 :


Suhari
07.00 – Menarik Diri BHSP (Bina hubungan saling percaya) : s
14.00 07.00 WIB 14.00 WIB
WIB a. Memberi senyum dan memberikan S : “ Sinan Haris”
salam (Pasien menyebutkan nama setelah dipancing
b. Berjabat tangan dan menggunakan nama depannya “ Muhammad “)
memperkenalkan diri kepada O:
pasien 1. Pasien mau berjabat tangan
c. Membantu pasien dalam 2. Kontak mata masih buruk / tidak fokus
menyebutkan namanya dalam 3. Pasien masih tidak kooperatif saat diajak
perkenalan berkomunikasi
07.30 WIB 4. Pasien salah dalam menyebutkan
a. Menyuapi pasien makan pagi kembali nama perawat yang berkenalan,
b. Meminumkan obat pagi pasien mengatakan “ susunya haris “
09.00 WIB
5. Pasien hanya diam saja ditempat tidur
a. Mencoba menanyakan rasa
masakan pagi hari A:
b. Mencoba menanyakan hobi dan BHSP dan SP 1 belum berhasil
59
kesukaan pasien P:
10.00 WIB Ulangi intervensi pada BHSP dan semua poin
a. Melaksanakan pemeriksaan TTV pada SP 1
b. Mencatat hasil
TD: 120/70 mmhg, N: 98x/mnt,
S: 36,5 C, RR: 16x/mnt
12.30 WIB
a. Menawari pasien makan siang
b. Menyuapi pasien makan siang
c. Menanyakan rasa masakan makan
siang

29/06/19 Isolasi Sosial : SP 1 : Suhari


07.00 – Menarik Diri BHSP (Bina hubungan saling percaya) :
14.00 07.00 WIB 14.00 WIB s
WIB a. Memberi senyum, dan S : 1. “ Sinan Haris “
mengucapkan salam (Pasien masih sama seperti hari
b. Berjabat tangan, memperkenalkan sebelumnya menyebutkan nama lengkap setelah
diri kembali, dan nama panggilan dipancing menggunakan nama depannya “
c. Melatih kembali cara berkenalan Muhammad “)
dengan menyebutkan nama 2. “ Haris “
lengkap dan nama panggilan (Pasien mau menyebutkan nama perawat setelah
07.30 WIB dipancing dengan nama depan “ su “)
a. Menawari pasien makan pagi O:
b. Menyuapi pasien makan pagi 1. Pasien mau berjabat tangan, dan tidak
c. Memberikan obat minum pagi menjawab salam
60
08.30 WIB 2. Kontak mata masih buruk / tidak fokus
a. Melatih kembali cara berkenalan 3. Pasien masih tidak kooperatif saat diajak
dengan menyebutkan nama berkomunikasi
lengkap dan nama panggilan 4. Pasien pergi jalan – jalan tetapi tidak
b. Mencoba menanyakan nama peduli dengan orang yang ditemuinya
perawat yang telah berkenalan dan acuh tak acuh pada lingkungan
dengan pasien sekitarnya
10.30 WIB
a. Melaksanakan pemeriksaan TTV A:
b. Mencatat hasil BHSP dan SP 1 belum berhasil
TD: 110/70 mmhg, N: 96x/mnt P:
S: 36,3 C, RR: 18x/mnt Ulangi intervensi pada BHSP dan semua poin
13.00 WIB pada SP 1
a. Membangunkan pasien untuk
makan siang
b. Menyuapi pasien makan siang
c. Mencoba menanyakan nama
perawat yang telah berkenalan
dengan pasien

61
62

BAB 4

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang asuhan

keperawatan pada pasien dengan masalah utama isolasi sosial : menarik diri dan

diagnosa medis F23.2: Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia (schizophrenia-like)

Akut di Ruang Puri Anggrek Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur yang

meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Pada tahap pengumpulan data, penulis sudah mengadakan perkenalan

tetapi tidak ada respon dari pasien, kemudian penulis menjelaskan kepada ayah

pasien maksud penulis yaitu untuk melaksanakan asuhan keperawatan kepada

pasien, pasien tidak koperatif, kontak mata buruk, sehingga sebagian data di

peroleh dari rekam medik pasien.

Pada dasar pengkajian antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus tidak ada

kesenjangan yaitu pada tinjauan pustaka menjelaskan tanda-tanda isolasi sosial:

menarik diri yaitu : pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang

yang terdekat, pasien banyak diam dan tidak mau bicara, respon verbal kurang

dan sangat singkat, tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri,

dan apatis (acuh terhadap lingkungan). Pada tinjauan kasus didapatkan tanda

yaitu: Pada saat wawancara pasien hanya diam, menyendiri terus dikamar,

kebersihan diri dan lingkungan kurang, apatis (tidak peduli dengan orang dan

ligkungan sekitar). Analisa data pada tinjauan pustaka hanya menguraikan teori

62
63

saja, sedangkan pada kasus disesuaikan dengan data subyektif dan data obyektif

dari pasien secara langsung.

4.2 Diagnosa keperawatan

Pada diagnosa keperawatan dari tinjauan pustaka dan tinjauan kasus

sebagai berikut:

Pada tinjauan pustaka :

1. Risiko gangguan pesepsi sensori : Halusinasi

2. Isolasi sosial

3. Harga diri rendah kronik (Damaiyanti, 2014)

Pada tinjauan kasus :

1. Resiko gangguan persepsi sensori : Halusinasi

2. Defisit perawatan diri

3. Isolasi sosial : Menarik diri

4. Ketidakefektifan koping individual

Berdasarkan diagnosa tinjauan pustaka dan tinjauan kasus di temukan

perbedaan, pada tinjauan kasus dilapangan penyebab dari isolasi sosial adalah

ketidakefektifan koping individual, dan akibatnya defisit perawatan diri serta

resiko gangguan persepsi sensori: halusinasi.

4.3 Perencanaan

Pada rencana keperawatan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus

terdapat kesamaan perencanaan menggunakan kriteria hasil yang mengacu pada

percapaian tujuan. Sedangkan pada tinjauan kasus perencanaan menggunakan

sasaran, dalam rasionalnya dengan alasan penulis ingin berupaya memandirikan

klien dan keluarga dalam pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan melalui


64

peningkatan pengetahuan yang (kognitif), keterampilan menangani masalah

(afektif) dan perubahan tingkah laku pasien (psikomotor).

Dalam tujuan pada tinjauan kasus dicantumkan kriteria waktu karena pada

kasus nyata diketahui keadaan pasien secara langsung. Rasional rencana

keperawatan yang ditampilkan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat

kesamaan, maka rasional tetap mengacu pada sasaran dan kriteria yang telah

ditetapkan.

Di dalam keperawatan jiwa yang di lakukan adalah komunikasi

terapeutiknya, dan untuk melakukan komunikasi terapeutik maka harus di bina

hubungan saling percaya antara pasien dan perawat.

4.4 Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah perwujudan atau realitas dari perencanaan yang telah

disusun. Pelaksanaan pada tinjauan pustaka belum dapat direalisasikan karena

hanya membahas teori asuhan keperawatan tanpa ada kasus nyata. Sedangkan

pada kasus nyata pelaksanaan telah disusun dan direalisasikan pada pasien dan

ada pendokumentasian dan intervensi keperawatan.

Pelaksanaan rencana keperawatan dilakukan secara terkoordinasi dan

terintegrasi. Karena disesuaikan dengan keadaan pasien yang sebenarnya.

Pada tinjauan pustaka, perencanaan pelaksanaan tindakan keperawatan pasien

tersebut terdapat SP yang akan dilaksanakan diantaranya yaitu :

1. SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya dengan pasien, membantu

pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal

manfaat berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,

dan mengajarkan pasien berkenalan.


65

2. SP 2 Pasien: mengevaluasi jadwal kegiatan yang lalu (SP 1), mengajarkan

pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang

pertama/perawat)

3. SP 3 Pasien: mengevaluasi jadwal kegiatan yang lalu (SP 1 dan SP 2),

melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang

kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya).

4. SP 1 Keluarga: memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga

mengenai masalah isolasi sosial, penyebab, isolasi sosial, dan cara

merawat pasien isolasi sosial.

5. SP 2 Keluarga: melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien

isolasi sosial langsung dihadapan pasien.

6. SP 3 Keluarga: membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

Dalam proses asuhan keperawatan yang dilaksanakan pasien tidak

koperatif, sehingga susah untuk membentuk hubungan saling percaya. Pada

pelaksanaan intervensi pada tinjauan kasus SP 1 BHSP tidak terlaksana sesuai

harapan sehingga diulang sampai tiga hari pemberian intervensi.

Dalam penulisan asuhan keperawatan ini penulis menemukan beberapa

kesulitan, pasien tidak kooperatif, kontak mata buruk, saat diberikan pertanyaan

pasien hanya diam dan menjawab diluar konteks yang ditanyakan. Pasien tidak

mampu mencapai SP 1 selama tiga hari pemberian intervensi. Harapan besar bisa

melibatkan keluarga dalam proses pengkajian untuk memperlengkap data pasien

sehingga intervensi dan implementasi pada pasien tepat dan berhasil.


66

4.5 Evaluasi

Pada prinsipnya evaluasi yang ada pada tinjauan pustaka maupun tinjauan

kasus tidak mengalami perbedaan yang berarti disesuaikan dengan tujuan dan

kriteria hasil yang telah ditetapkan pada perencanaan.

Evaluasi pada tinjauan pustaka berdasarkan observasi perubahan tingkah

laku dan respon pasien. Sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi dilakukan setiap

hari selama pasien dirawat di rumah sakit. Evaluasi tersebut menggunakan SOAP

sehingga terpantau respon pasien terhadap intervensi keperawatan yang telah

dilakukan.
67

BAB 5

PENUTUP

Setelah penulis melakukan pengamatan dan melaksanakan asuhan

keperawatan jiwa secara langsung pada klien dengan masalah utama isolasi sosial:

menarik diri pada diagnosa medis F23.2: Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia

(schizophrenia-like) Akut di Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur, maka

penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sekaligus saran yang dapat

bermanfaat dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

5.1 Kesimpulan

Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan jiwa

pada pasien dengan gangguan isolasi sosial: menarik diri maka penulis dapat

mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Isolasi sosial: Menarik diri adalah gangguan kejiwaan pada pasien dimana

pasien mengalami suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi

akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku

maladaptif dan menggangu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.

2. Masalah keperawatan jiwa yang muncul pada An. H meliputi yaitu:

Isolasi sosial: menarik diri, Resiko peilaku kekerasan, Komunikasi verbal

tidak efektif, Ketidakefektifan koping individual, Defisit perawatan diri,

Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi, Gangguan pola tidur,

Defisit pengetahuan, Ketidakefektifan koping keluarga Manajemen

kesehatan tidak efektif,.

67
68

3. Perencanaan tindakan keperawatan pada pasien yaitu;

SP 1 Pasien: membina hubungan saling percaya dengan pasien, membantu

pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal

keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain, dan mengajarkan

pasien berkenalan dengan satu orang (perawat).

SP 2 Pasien: mengevaluasi jadwal kegiatan yang lalu (SP 1), memberikan

kesempatan kepada pasien mempraktikkan cara berkenalan dengan satu

orang.

SP 3 Pasien: mengevaluasi jadwal kegiatan yang lalu (SP 2), memberikan

kesempatan kepada pasien mempraktikkan cara berkenalan dengan satu

orang, dua orang, tiga orang, dan seterusnya hingga berkenalan dengan

kelompok.

SP 1 Keluarga: mendiskusikan masalah yang dirasakan dengan keluarga

dalam merawat pasien, menjelaskan pengertian tanda gejala isolasi sosial

yang dialami pasien beserta proses terjadinya, menjelaskan cara-cara

merawat pasien dengan isolasi sosial: menarik diri.

SP 2 Keluarga : melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien

isolasi sosial, melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada

pasien dengan isolasi sosial : menarik diri.

SP 3 Keluarga: membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah

termasuk minum obat (perencanaan pulang), menjelaskan tindakan tindak

lanjut setelah pasien pulang.


69

4. Pada pelaksanaan keperawatan jiwa pada An, H, SP 1, tidak dapat

terlaksana sesuai harapan. Pasien tidak menjawab salam perkenalan dan

pertanyaan lainnya. Hal ini berlangsung sampai dengan hari ke – 3 proses

pelaksanaan intervensi perawatan, pasien belum mampu memperkenalkan

diri maupun berkenalan dengan orang lain.

5. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, penulis melibatkan ayah pasien

secara aktif untuk membantu pasien dalam berkomunikasi mulai dari cara

yang sederhana seperti, berkenalan dengan orang-orang yang ada

disekitarnya.

6. Untuk menyelesaikan masalah ini, penulis telah sesuai dengan standar

prosedur oprasional yang telah di tentukan.

5.2 Saran

Dari kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Untuk mencapai hasil keperawatan yang diharapkan, diperlukan hubungan

baik dan keterlibatan klien dan perawat sehingga timbul rasa saling

percaya yang akan menimbulkan kerja sama dalam pemberian asuhan

keperawatan jiwa.

2. Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai

pengetahuan dan keterampilan baru dengan cara mengikuti seminar-

seminar keperawatan jiwa, serta dapat bekerjasama dengan tim kesehatan

lain dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan

masalah utama isolasi sosial: menarik diri.

3. Dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang professional

alangkah baiknya diadakan home visite dalam bidang keperawatan jiwa.


70

4. Pendidikan dan pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu

ditingkatkan baik secara formal dan dengan informal khususnya

pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan pasien, dengan harapan

perawat mampu memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai

standart asuhan keperawatan dan kode etik.

5. Mengembangkan pemahaman perawat terhadap konsep manusia secara

komprehensif dengan harapan perawat mempunyai respon yang tinggi

terhadap keluhan pasien sehingga intervensi yang diberikan dapat

membantu menyelesaikan masalah.

6. Kerja sama dengan keluarga sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan

dalam melaksanakan asuhan keperawatan, serta perawatan paska sangat

berpengaruh pada kondisi pasien dalam kehidupan bermasyarakat.


71

DAFTAR PUSTAKA

Aprilistyawati, Ana. 2016. Keperawatan Psikiatri dan Kesehatan Jiwa.


Yogyakarta : Kyta

Benjamin & Sadock.2012. Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi 2. Jakarta: EGC

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung


: Refika Aditama

Dermawan dan Rusdi. 2014. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa,Edisi 1. Yogyakarta:


Nuha Medika

Kelliat, B. A, Henny, S.M, & Teuku, T. 2018. NANDA-1 Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC

Kelliat, B. A, Akemat, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.


Jakarta : EGC

Maslim, Rusdi. 2013 . Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
PPDGJ-III Dan DSM-5. Jakarta : PT Nuh Jaya

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa : Teori dan Aplikasi.


Yogyakarta : Andi

Nasir, Abdul. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Teori.


Jakarta : Salemba Medika
Wahab, Amik, Ed. 2012. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Edisi 15 vol.1. Jakarta:
EGC

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2016 . Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Tanto, Chris,dkk. Ed. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi IV Jilid II. Jakarta:
Media Aesculaplus

Fathullah dan Sari, et al. 2013. F,23 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara. Fk
UNLAM-Banjarmasin. Diakses pada tanggal 01 Juli 2019 pukul 07.50
WIB

Kirana Sukma Ayu.et al. 2018. Gambaran Kemampuan Interaksi Sosial Pasien
Isolasi Sosial Setelah Pemberian Social Skills Therapy Di Rumah Sakit
Jiwa. Diakses pada tanggal 01 Juli 2019 pukul 07.18 WIB
72

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

SP 1/Pertemuan Ke-1

Nama : An. H Hari/tanggal : kamis, 27 Juni 2019

Ruang : Puri Anggrek Waktu : 09.30 – 14.00 WIB

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Pasien

Pasien sedang tiduran ditempat tidur dalam kamar, tampak diam,

penampilan pasien dan lingkungan tempat tidur tampak kurang rapi, dan

pasien didampingi oleh ayahnya.

2. Diagnosa Keperawatan

Isolasi sosial: Menarik diri

3. Tujuan (Sp)

a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya

b. Pasien mampu mengenal penyebab isolasi sosial

c. Pasien mampu mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain

d. Pasien mampu mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang

lain

e. Pasien mampu berkenalan dengan satu orang

f. Pasien mampu berkenalan dengan lebih dari satu orang secara

bertahap
73

4. Tindakan Keperawatan

a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien menggunakan

komunikasi terapeutik.

b. Membatu pasien dalam mengenal penyebab isolasi sosial

c. Mendiskusikan dengan pasien manfaat berhubungan dengan orang lain

d. Mendiskusikan dengan pasien kerugian tidak berhubungan dengan orang

lain

e. Mengajarkan pasien berkenalan dengan satu orang

f. Melatih pasien dalam berkenalan dengan lebih dari satu orang secara

bertahap

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN

1. FASE ORIENTASI

a Salam Terapeutik

“Selamat pagi Mas, perkenalkan nama saya Suharis,mahasiswa Stikes

Hang Tuah Surabaya yang akan praktik disini selama 3 hari, saya senang

dipanggil Haris, nama Mas siapa ? senang dipanggil siapa ?”

b Evaluasi / Validasi

“Apa keluhan Mas saat ini?”

c Kontrak

Topik :” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang keluarga dan

teman - teman Mas? “

Waktu : “ Mau berapa lama ? Bagaimana kalau 30 menit ?”

Tempat : “ Mau dimana kita ngobrol ? bagaimana kalau diruang tamu ?”


74

2. FASE KERJA

“Dengan siapa Mas tinggal serumah ? “

“Siapa yang paling dekat dengan Mas ? “

“Apa yang menyebabkan Mas dekat dengan orang tersebut ?”

“Siapa anggota keluarga yang tidak dekat dengan Mas ?”

“Apa yang membuat Mas tidak dekat dengan orang tersebut ?”

“Apa yang menghambat Mas dalam berteman atau bercakap-cakap dengan

orang lain ?”

“Menurut Mas apa keuntungan kita kalau mempunyai teman ?”

“Wah benar, kita mempunyai teman untuk bercakap-bercakap”.

“Apa lagi Mas ?”

“Nah kalau kerugian kita tidak mempunyai teman apa Mas ?” ya apa

lagi?”

“Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya”.

“Kalau begitu ingin Mas belajar berteman dengan orang lain ?”

“Nah untuk memulainya sekrang Mas latihan berkenalan dengan saya

terlebih dahulu”.

“Begini Mas, untuk berkenalan dengan orang lain dengan orang lain kita

sebutkan dahulu nama kita dan nama panggilan yang kita sukai”.

“Contohnya: nama saya Suharis, senang sipanggil Haris”.

“Selanjutnya Mas menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.

Contohnya nama Bapak siapa ? senangnya dipanggil apa?”

“Ayo Mas coba dipraktekkan! Misalnya saya belum kenal dengan Mas,

coba Mas berkenalan dengan saya”.


75

“Ya bagus sekali Mas!! coba sekali lagi Mas..!!! bagus sekali Mas!!

“Ngomong – ngomong olahraga apa yang Mas sukai ? Sama dengan saya,

saya juga menyukai bulu tangkis”.

3. FASE TERMINASI

a Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan

Evaluasi Subyektif (Klien)

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita ngobrol-ngobrol tadi?”

Evaluasi Obyektif (Perawat)

Pasien belum mampu berkenalan dan mengenalkan diri.

b Rencana Tindak Lanjut

“Mas tadi belum bisa berkenalan dan mengenalkan diri, besok kita akan

belajar lagi ya bagaimana cara berkenalan’.

c Kontrak yang akan datang

Topik : “Bagaimana kalau besok kita ulangi cara berkenalan ?”

Waktu : “Bagaimana kalau 30 menit lagi ?”

“Besok saya menemui Mas pukul 08.00 WIB”.

Tempat : “ Besok kita ngobrol di kamar ini saja’.


76

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

SP 1/Pertemuan Ke-2

Nama : Tn, H Hari/tanggal : Jum’at, 28 Juni 2019

Ruang : Puri Anggrek Waktu : 07.00 – 14.00 WIB

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Pasien

Pasien masih tiduran ditempat tidur, menyendiri, diam, pakaian dan

lingkungan tempat tidur nampak kurang rapi, dan ditemani oleh ayah

pasien.

2. Diagnosa Keperawatan

Isolasi sosial : Menarik diri

3. Tujuan (Sp) : Pasien mampu membina hubungan saling percaya dengan

perawat.

4. Tindakan Keperawatan : Membina hubungan saling percaya dengan pasien

menggunakan komunikasi terapeutik


77

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN

1. FASE ORIENTASI

a Salam Terapeutik

“Selamat pagi Mas, perkenalkan nama saya Suharis,mahasiswa Stikes

Hang Tuah Surabaya yang akan praktik disini selama 3 hari, saya senang

dipanggil Haris, nama Mas siapa ? senang dipanggil siapa ?”

b Evaluasi / Validasi

“Bagaimana kabar Mas hari ini ?”

c Kontrak

Topik : “Bagaimana kalau kita belajar berkenalan lagi ?”

Waktu : “Sesuai kesepakatan kemarrin kita akan ngobrol selama 30

menit”

Tempat : “Kita ngobrolnya disini saja, yang penting mas mau

menyampaikan sesuatu”.

2. FASE KERJA

“Perkenalkan nama saya suharis saya senang dipanggil Haris, ayo gantian

nama mas siapa ? Senang dipanggil apa ?”

“Ayo, kok diem saja. Masa lupa namanya sendiri, bagaimana kalau saya

bantu menyebutkan nama depan mas. Baiklah akan saya bantu nanti Mas

bisa lanjutkan nama lengkapnya. “Muhammad......”???

“Benar sekali namanya mas Muhammad Sinan Haris, senang dipanggil

siapa ?”
78

“Baiklah mas, saya akan memanggil mas Haris. Sekarang ayo coba

sebutkan nama lengkap saya dan nama panggilannya”.

“Kok diam, ayo coba diingat – ingat nama saya siapa ? “Su...........” Benar

sekali nama saya Suharis, nama panggilan kita sama Haris. Diingat – ingat

ya”.

3. FASE TERMINASI

a Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan

Evaluasi Subyektif (Klien)

“Bagaimana perasaan Mas Haris setelah kita belajar perkenalan tadi ?”

Evaluasi Obyektif (Perawat)

“Coba dingat – ingat, nama saya siapa ? panggilannya siapa ?”

b Rencana Tindak Lanjut

“Baiklah kalau begitu, karena mas Haris masih belum lancar dalam

berkenalan kita akan mengulang lagi cara berkenalan dengan saya besok”.

c Kontrak yang akan datang

Topik : ”Besok kita akan belajar berkenalan lagi seperti tadi ya mas

Haris”.

Waktu : “Besok saya akan menemui mas Haris jam 09.00 WIB”.

“Kita akan berlatih selama 30 menit”.

Tempat : “Besok kita akan bertemu dikamar ini saja’.


79

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

SP 1/Pertemuan Ke-3

Nama : Tn. H Hari/tanggal : Sabtu, 29 Juni 2019

Ruang : Puri Anggrek Waktu : 07.00 – 14.00 WIB

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Pasien

Pasien tetap tiduran ditempat tidur, menyendiri, diam, pakaian dan

lingkungan tempat tidur nampak kurang rapi, dan ditemani oleh ayah

pasien.

2. Diagnosa Keperawatan

Isolasi sosial: Menarik diri

3. Tujuan (Sp): Pasien mampu membina hubungan saling percaya dengan

perawat.

4. Tindakan Keperawatan: Membina hubungan saling percaya dengan pasien

menggunakan komunikasi terapeutik

C. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN

KEPERAWATAN

1. FASE ORIENTASI

a Salam Terapeutik

“Selamat pagi mas Haris , masih ingat dengan saya?”


80

b Evaluasi/Validasi

“Bagaimana kabar Mas hari ini?”

c Kontrak

Topik : “Bagaimana kalau kita berrlatih nerkenalan lagi seperti

kemarin?”

Waktu : “Kita akan berlatih berkenalan selama 30 menit”.

Tempat : “Kita berlatih berkenalan di kamar Mas Haris saja ya”.

2. FASE KERJA

“Ayo kita ulangi lagi cara berkenalan seperti kemarin, dimulai dari saya

ya. Perkenalkan nama saya suharis saya senang dipanggil Haris, ayo

gantian nama mas siapa ? Senang dipanggil apa ?”

“Ayo, kok diem saja. Bagaimana kalau saya bantu menyebutkan nama

depan mas. Baiklah akan saya bantu nanti Mas bisa lanjutkan nama

lengkapnya. “Muhammad......”???

“Benar sekali namanya mas Muhammad Sinan Haris, senang dipanggil

siapa ?”

“Baiklah mas, saya akan memanggil mas Haris. Sekarang ayo coba

sebutkan nama lengkap saya dan nama panggilannya”.

“Kok diam, ayo coba diingat – ingat nama saya siapa ? “Su...........” Benar

sekali nama saya Suharis, nama panggilan kita sama Haris. Diingat – ingat

ya

3. FASE TERMINASI

a Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan

Evaluasi Subyektif (Klien)


81

“Bagaimana perasaan Mas Haris setelah kita belajar perkenalan tadi ?”

Evaluasi Obyektif (Perawat)

Pasien belum mampu berkenalan dan mengenalkan diri.

b Rencana Tindak Lanjut

“Baiklah mas Haris, hari ini saya sudah selesai praktek, jadi saya harapkan

apa yang sudah saya ajarkan untuk bisa berkenalan nanti dapat

dipraktekkan agar mas haris tidak kesepian dan mempunyai banyak

teman”.

Anda mungkin juga menyukai