Kian - Eric Edwin Bee (Fixx Ujian)
Kian - Eric Edwin Bee (Fixx Ujian)
Kian - Eric Edwin Bee (Fixx Ujian)
Oleh
1
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Nim : 22062119
Menyatakan bahwa karya ilmiah akhir ners ini adalah benar merupakan hasil karya
saya sendiri berdasarkan pengetahuan serta keyakinan saya, dan saya tidak
mencantumkan tanpa pengakuan karya-karya ilmiah yang telah di publikasikan
sebelumnya atau ditulis oleh orang lain atau sebagian bahan yang pernah diajukan
untuk gelar Ners atau ijazah pada Universitas Katolik De La Salle Manado atau
perguruan tinggi lainnya.
Apabila pada masa yang akan datang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar
adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala
konsekuensinya.
i
HALAMAN PERSETUJUAN
Pembimbing KIAN
Mengetahui
Ketua Program Studi Profesi Ners
ii
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 22062119
Telah berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada program studi ners
Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado.
TIM PENGUJI
Pembimbing :
Penguji :
Ditetapkan di : Manado
Tanggal : 26 Juni 2023
iii
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERNAFASAN: PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
ABSTRAK
Penyakit paru obstruktif kronis atau sering disingkat PPOK adalah istilah yang digunakan
untuk sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka panjang. Penyakit ini
menghalangi aliran udara dari dalam paru-paru sehingga pengidap akan mengalami kesulitan
dalam bernapas. PPOK umumnya merupakan kombinasi dari dua penyakit pernapasan, yaitu
bronkitis kronis dan emfisema. Bronkitis adalah infeksi pada saluran udara menuju paru-paru
yang menyebabkan pembengkakan dinding bronkus dan produksi cairan di saluran udara
berlebihan. Emfisema adalah kondisi rusaknya kantung-kantung udara pada paru-paru yang
terjadi secara bertahap. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis proses pemberian
asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien penderita PPOK dengan masalah
keperawatan utama bersihan jalan nafas tidak efektif, pola napas tidak efektif dan intoleransi
aktivitas. Proses asuhan keperawatan dilakukan dengan metode pengkajian, penentuan
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan tahap evaluasi. Tindakan asuhan
keperawatan yang dilakukan selama 3 hari dengan hasil yang didapatkan yaitu bersihan
jalan napas efektif dengan pola napas klien yang adekuat, klien dapat beraktivitas tanpa ada
hambatan serta penurunan derajat sesak napas yang dirasakan klien PPOK di Rumah Sakit
Budi Mulia Bitung.
Kata Kunci : Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Bersihan jalan napas tidak efektif, Pola
napas tidak efektif, intoleransi aktivitas
iv
NURSING CARE OF CLIENTS WITH RESPIRATORY SYSTEM
DISORDERS: CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY
DISEASE (COPD) IN SAINT FRANCIS ROOM
BUDI MULIA HOSPITAL BITUNG
ABSTRACT
Chronic obstructive pulmonary disease or often abbreviated as COPD is a term used for a
number of diseases that attack the lungs for a long time. This disease blocks the airflow
from the lungs so that the sufferer will have difficulty breathing. COPD is generally a
combination of two respiratory diseases, namely chronic bronchitis and emphysema.
Bronchitis is an infection of the airways that leads to the lungs which causes swelling of
the bronchial walls and excessive fluid production in the airways. Emphysema is a
condition in which the air sacs in the lungs are gradually damaged. This scientific work
aims to analyze the process of providing nursing care given to COPD clients with the
main nursing problems of ineffective airway clearance, ineffective breathing pattern and
activity intolerance. The process of nursing care is carried out by the method of
assessment, determination of nursing diagnoses, interventions, implementation and
evaluation stages. Actions of nursing care carried out for 3 days with the results obtained
are effective airway clearance with adequate client breathing patterns, clients can move
without any obstacles and reduce the degree of shortness of breath felt by COPD clients
at Budi Mulia Bitung Hospital.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena Kebaikan dan Kasih-
Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah
Akhir Ners (KIAN) dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di
Ruangan Santo Fransiskus Rumah Sakit Budi Mulia Bitung”. Penyusunan KIAN
adalah sebagai salah satu persayaratan untuk mendapatkan gelar Ners di Fakultas
Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado.
Dalam penyusunan KIAN, saya sadar akan bantuan dari berbagai pihak yang
membantu dalam penyelesaian KIAN ini, untuk itu dengan rasa hormat saya
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Johanis Ohoitimur, MSC selaku Rektor Universitas Katolik De
La Salle Manado.
2. Wahyuny Langelo, BSN., M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Katolik De La Salle Manado.
3. Natalia E. Rakinaung, S.Kep., Ns., MNS selaku Wakil Dekan Fakultas
Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado.
4. Johanis Kerangan, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi Profesi
Ners Universitas Katolik De La Salle Manado.
5. Helly Budiawan, S.Kep.,Ns.,M.kes selaku Dosen Pembimbing.
6. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La
Salle Manado.
7. Kepala Bidang Keperawatan Rumah Sakit Budi Mulia Bitung sekaligus
Clinical Instructure Sr.Catrolina Yonna, SJMJ., S.Kep.,Ns yang sudah
banyak membimbing dalam penyusunan asuhan keperawatan saat praktek.
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Pernyataan Orisinalitas
Halaman Persetujuan
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Abstrak
Abstract
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Lampiran
BAB I. PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Tujuan
1.5 Manfaat
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.2 Asuhan Keperawatan Teori
2.3 Penelitian Terkait
BAB III. GAMBARAN KASUS
BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 Analisis dan Diskusi Hasil
4.2 Keterbatasan Pelaksanaan
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
13
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruangan Santo
Fransiskus Rumah Sakit Budi Mulia Bitung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menganalisa dan mengimplementasikan asuhan keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) di Ruangan Santo Fransiskus Rumah Sakit Budi Mulia Bitung.
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Karya ilmiah ini dapat menjadi penunjang bagi ilmu Keperawatan
Medikal Bedah dengan memberikan informasi tentang Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK).
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Perawat
Dapat menambah pengetahuan dan keterampilan bagi tenaga perawat
dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan kepada klien dengan masalah
Gangguan Sistem Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
1.4.2.2 Bagi Mahasiswa Keperawatan
Dapat memberikan informasi bagi mahasiswa jurusan keperawatan
mengenai Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
14
1.4.2.3 Bagi Institusi Kesehatan
Sebagai sumber informasi dan acuan tentang pengembangan
pembelajaran mengenai asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab II ini membahas tentang landasan teori penyakit PPOK dan konsep
asuhan keperawatan teori. Juga penelitian terkait yang berhubungan dengan karya
ilimiah.
2.1.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang
umum, dapat dicegah dan diobati yang dikarakteristikan dengan gejala
respiratori persisten dan batas aliran udara dikarenakan adanya abnormalitas
pada alveolar yang disebabkan oleh paparan signifikansi dari partikel-pertikel
atau gas berbahaya dan dipengaruhi oleh faktor host termasuk abnormalitas
perkembangan paru (GOLD, 2021).
PPOK adalah penyakit yang membuat adanya sumbatan pada jalan
napas yang juga gabungan dari beberapa penyakit pernapasan yaitu emfisema,
brinkitis kronis dan asma bronkial, PPOK ini berlangsung lama dengan tanda
khas batuk produktif dan sesak napas (dyspnea) (Tuk Jiron, 2020).
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu penyakit
karena terbatasnya aliran udara yang menetap, dengan sifat yang progresif dan
dihubungkan dengan reaksi inflamasi dari paru yang tidak normal dengan
adanya partikel maupun gas-gas yang membahayakan yang bias membuat
jalan napas menjadi sempit, adanya secret yang berlebih dan membuat
perubahan di sistem pembuluh darah (Brunner & Suddarth, 2013 dalam
Yanti, 2020).
PPOK ditujukan sebagai penyakit yang mengelompokkan berbagai
penyakit dengan gejala yang sama seperti sumbatan pada aliran jalan napas
yaitu Bronkitis kronis, emfisema paru dan asma bronkial yang menyebabkan
udara terhambat pada bagian saluran napas atau pun pada bagian parenkim
16
paru (Smeltzer, 2013 dalam Nabella, 2018).
17
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK) adalah penyakit pada sistem pernapasan karna adanya
sumbatan pada aliran napas di jalan napas secara menetap dan progresif yang
berhubungan dengan reaksi peradangan kronis pada jalan napas dan paru-paru
terhadap gas dan partikel yang berbahaya.
a. Hidung
Naso, nasal atau biasa dikenal dengan hidung adalah tempat
mengalirnya udara pertama dengan 2 lubang atau disebut dengan kavum nasi
yang dipisahkan oleh septum nasi atau disebut sekat hidung. Di bagian dalam
hidung ada rambut-rambut halus yang dapat menyaring udara dan kotoran-
kotoran yang masuk ke dalam hidung.
b. Faring
Faring adalah tempat diantara jalur pada bagian saluran napas dan
jalur makanan. Faring sebagai penghubung dari rongga hidung dengan lubang
koana
18
dan antara mulut dengan istmus fausium. Terdapat 2 lubang yaitu dibagian
depan lubang laring dan bagian belakang yaitu lubang esofagus.
c. Laring
Laring atau yang dikenal degan pangkal tenggorokan adalah tempat
suara terbentuk yang bertempat di bagian depan faring dan pada bagain
vertebra servical (pada area yang paling tinggi) dan masuk pada trachea di
bagian bawah. Laring ini ditutupi oleh epiglotis yang adalah tulang-tulang
rawan dengan fungsi sebagai penutup laring saat menelan.
d. Trakea
Trakea atau disebut dengan batang tenggorokan adalah organ
pernapasan setelah laring yang terdiri tlang-tulang rawan berbentuk cincin
dengan jumlah 16-20 dengan bentuk seperti huruf C yang dilapisi dengan
selaput lender berbulu atau silia yang bergerak hanya keluar. Trakea
mempunyai panjang 9-11 cm dan pada bagian belakangnya ada jaringan ikkat
yang diselimuti otot polos.
e. Bronkus
Bronkus adalah bagian cabang dari tonggorokan yang setelah trakea.
Terdapat 2 buah di area ketinggian vertebra akalis IV dan V denga susunan
mirip dengan trakea. Bronkus kanan terdiri dari 6-8 concin dan memiliki 3
cabang dengakan bronkus kiri berukuran lebih panjang dan ramping yaitu
tersusun dengan 9-13 cincin dengan 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih
kecil dikenal dengan bronkiolus dan gelembung kecil pada bronkiolo disebut
alveoli.
f. Paru-Paru
Paru-paru merupakan organ yang tersusun dari gelembung alveoli
dengan jumlah kurang lebih 700 juta buah dan luasnya kurang lebih 90 m².
Didalam alveoli terjadi pertukaran udara antara oksigen (O2) dan
korbondioksida (CO2). Paru-paru terbagi menjadi 2 yakni paru-paru kanan
dan kiri dan tiap bagian ini terdiri dari beberapa lobus. Paru-paru kanan
tersusun atas 3 lobus yaitu lobus pulmo dextra superior, lobus media dan
lobus inferior. Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas 2 lobus yaitu lobus pulmo
19
sinisra superior
20
dan lobus inferior. Kemudian, pada tiap lobus ada segmen yakni di paru-paru
kanan dan kiri sama-sama memiliki 10 segmen.Dan tiap segmen yang ada di
lobus ini terbagi juga menjadi lobules yang dibatasi jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah dan saraf dan juga terdapat bronkiolus pada tiap lobulus.
Bronkiolus ini memiliki cabang yang sangat banyak yang disebut dengan
ductus alveolus.
Paru-paru terletak di daerah rongga dada yakni ditengah rongga dada
pada kavum mediastinum dimana pada bagian mediastinum ini juga terdapat
jantung. Selaput yang membungkus paru-paru disebut pleura, pleura ini dibagi
atas pleura visceral yaitu selaput yang membungkus langsung paru dan pleura
parietal yakni selaput yang menjadi pelapis bagian dada sebelah luar. Kavum
pleura inilah yang memungkinkan dada dapat mengembang dan mengempis
yakni disaat pleura dalam keadaan vakum (hampa) dan juga dalam keadaan
ini terdapat sedikit cairan (eksudat) agar tidak terjadinya gesekan antara paru
dan dinding dada ketika gerakan saat bernapas (Wulandari, 2020).
21
mempercepat menandakan adanya reflex bernapas yang diatur oleh korteks
serebri.
Proses inspirasi terjadi saat otot diafragma sudah terangsang oleh
nervus frenkus kemudian mengerut datar. Pada otot interkostalis juga setelah
mendapat rangsangan menjadi mengerut dan yang menjadi datar yakni tulang
kosta yang membuat adanya jarak antara sternum dan vertebra menjadi
semakin luas dan lebar. Kemudian, rongga dada pun ikut membesar yang
membuat pleura tertarik sehingga terjadi penekanan pada paru-paru
menyebabkan tekanan udara berkurang dan membuat udara dari luar masuk
ke dalam inilah yang disebut dengan proses ekspirasi. Sedangkan,
ekspirasiterjadi saat otot-otot pernapasan kendor yakni disaat diafragma
menjadi cekung kemudian muskulus interkostalis menjad miring lagi sehingga
membuat rongga dada mengempis yang membuat udara terdorong keluar.
(Wulandari, 2020).
2.1.3 Etiologi
22
Asap hasil dari pembakaran rumah tangga dan juga asap kendaraan
menjadi salah satu penyebab PPOK sebesar 35%. Hasil laporan dari
WHO menyatakan bahwa polusi seperti SO2, NO2 dan CO menjadi
penyebab kejadian PPOK dan membuat kematian sebanyak 1,6 juta setiap
tahunnya. Kemudian, polusi udara seperti cadmium, zinc dan debu juga
polusi dari tempat perindustrian menjadi penyebab PPOK karena dapat
menurunkan fungsi paru-paru karena dihirupnya udara yang tidak sehat.
b. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin)
Kontribusi dari faktor genetik yaitu 1-3% sebagai penyebab PPOK. Hal ini
disebabkan karena jika seseorang kekurangan alpha 1-antitrypsin yang adalah
enzim pelindung paru-paru maka sangat rentan terkena penyakit pada paru
salah satunya adalah PPOK. Kekurangan alpha 1-antitrypsin ini dapat
menyebabkan timbunya peradangan yang membuat gampang terkena
emfisema walaupun bukan seorang perokok.
c. Riwayat Infeksi Saluran Napas Berulang
Organ pernapasan seperti hidung, sinus, faring dan laring menjadi tempat
infeksi saluran napas akut yang berhubungan dengan terjadinya PPOK.
d. Usia
Usia yang semakin bertambah membuat juga organ-organ ikut berkurang
daya fungsinya, seperti paru-paru yang mulai mengalami kemunduran
fungsinya terlihat dari elastisitas jaringan paru dan dinding paru yang
fungsinya semakin berkurang. Dan juga, ketika usia semakin lanjut maka
terjadinya penurunan kontraksi pada otot pernapasan sehingga membuat
kesulitan dalam bernapas dan pada usia tua menjadi sangat rentan terkena
penyakit pernapasan seperti PPOK.
e. Faktor Lain
Menurut PDPI (2011) penyakit Asma jika tidak ditangani dengan tepat dapat
membuat osbtriksi jalan napas yang irreversibel sehingga berkembang
menjadi PPOK. The Tusco Epidemiological Study menyebutkan bahwa
penderita asma mempunyai resiko 12 kali lebih besar untuk terkena PPOK.
23
2.1.4 Klasifikasi
24
Rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang dari 30% ataupun
kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik.
PPOK memiliki gejala seperti sulit bernapas atau sesak napas, batuk
kronis dan adanya sputum pada jalan napas, kemudian munculnya eksaserbasi
yang lumayan sering (Nabella, 2018). Gejala yang paling umum dirasakan
pasien PPOK yaitu sesak napas (dyspnea). Penderita PPOK juga kadang-
kadang akan mengalami gagaal pernapasan, yaitu dengan timnbulnya sianosis
pada bibir karena menurunnya oksigen didalam darah (Putra & Artika, 2015).
Menurut Dougleas (2004) dalam Nabella (2018), tanda dan gejala
PPOK yaitu sebagai berikut :
a. Lemah badan
b. Adanya batuk pruduktif
c. Sesak napas (dyspnea) apalagi saat melakukan aktivitas
d. Adanya suara napas tambahan seperti Wheezing
e. Ekspirasi memanjang
f. Dada berbentuk Barrel Chest pada penyakit lanjutannya
g. Menggunakan otot bantu pernapasan
h. Suara napas terdengar melemah
i. Kadang ditemui jenis pernapasan paradoksal
j. Edema pada daerah ekstremitas bawah (kaki), adanya asites dan jari tabuh.
25
2.1.6 Patofisiologi
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) ditandai dengan obstruksi
aliran udara yang tidak reversibel dan respon perandangan abnormal pada
paru-paru, dan respon imun bawaan dan adaptif terhadap paparan jangka
panjang terhadap partikel dan gas berbahaya terutama asap rokok, semua
perokok memiliki beberapa peradangan diparu-paru mereka , tetapi pada
penderita ppok memiliki respon yang meningkat atau tidak normal untuk
menarik zat beracun, respon yang diperkuat ini dapat menyebabkan
hipersekresi mukus (bronkitis kronis), kerusakan jaringan (efisema) dan
gangguan mekanisme perbaikan dan pertahanan normal yang menyababkan
peradangan saluran napas kecil dan fibrosis (bronkiolitis).
26
yakni batuk kronis produktif.
Adapun dampak lain yang muncul karena partikel tersebut yaitu
rusaknya dinding alveolus. Terjadinya kerusakan seperti perforasi alveolus
yang dapat membuat alveolus bersatu dan membentuk abnormal large-
airspace. Selain itu, terbentuknya modifikasi dari fungsi anti-protase di
saluran napas untuk menghambat neutrofil, kemudian dapat membuat jaringan
interstitial di alveolus rusak. Dengan terus terjadinya iritasi pada saluran napas
maka bias membuat erosi epitel dan terbentuknya jaringan parut dan
metaplasia skuamosa dan terjadi penebalan pada lapisan skuamosa ini yang
menimbulkan stenosis dan obstruksi yang ireversibel dari saluran pernapasan.
Pada PPOK juga bias terjadi hipertrofi otot polos dan hiperaktivitas dari
bronkus yang bias menyebabkan terjadinya gangguan pada sirkulasi udara.
Pada penyakit bronkitis kronis ditemukan adanya pembesaran kelenjar
mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos
pernapasan dan terjadinya distorsi karena fibrosis. Pada penyakit emfisema,
tanda yang muncul yaitu melebarnya rongga udara distal bronkiolus terminal
yang disertai dengan rusaknya dinding alveoli yang menimbulkan daya regang
elastis paru yang mengalami penurunan. (Lindayani et al., 2017).
Perubahan patologis yang ditemukan pada PPOK adalah saluran udara
kartilaginosa proksimal (diameter > 2mm) dimana terjadi peningkatan jumlah
makrofag dan limfosit T CD , sedikit neutrofil dan eosinofil (neutrofil
meningkat dengan penyakit progresif), pembesaran kelenjar bronkial
submukosa dan metaplasia sel goblet (menyebabkan produksi mukus
berlebihan atau bronkitis kronis), infiltrat seluler (neutrofil dan limfosit)
kelenjar bronkial, metaplasia skuamosa epitel saluran napas, disfungsi silia
dan hipertrofi otot polos dan jaringan ikat. Saluran udara perifer ( saluran
udara non tulang rawan (< diameter 2mm) terjadi peningkatan jumlah
makrofag dan limfosit (CD8>CD4), peningkatan jumlah limfosit B, folikel
limfoid dan fibroblas, sedikit neutrofil atau eosinofil, bronkiolitis pada
stadium dini, eksudat luminal dan dan inflamasi, perluasan patologis sel piala
dan metaplasia skuamosa kesaluran napas perifer, firbrosis peribronkial dan
pemyempitan jalan napas dengan penyakit progresif.
27
Perenkim paru (bronkiolus dan alveolus) terjadi peningkatan makrofag dan
limfosit T CD8, kerusakan dinding alveolar akibat rusaknya sel epitel dan
endotel, perkembangan emfisema (pembesaran rongga udara yang tidak
normal dibagian distal bronkiolus terminalis), perubahan emfisema
mikroskopik sentrilobular dilatasi dan destruksi bronkiolus respitatorius (pada
umumnya ditemukan pada perokok dan terutama zona atas), panasinar
destruksi seluruh asinus (umumnya ditemukan pada defisiensi antitripsin α 1
dan lebih sering pada zona bawah), perubahan emfisematous mikroskopis
berkembang menjadi pembentukan bula (didefinisikan sebagai ruang udara
emfisematous dengan diameter > 1cm). Pembuluh darah paru dimana terjadi
peningkatan jumlah makrofag dan limfosit T ,terjadi perubahan dini penebalan
intim disfungsi endotel, perubahan lambat hipertrofi otot polos pembuluh
darah,deposisi kolagen,destruksi bantalan kapiler,berkembangnya hi[ertensi
pulmonal
Mekanisme inflamasi pada PPOK,asap rokok mengaktifkan makrofag dan sel
epitel untuk melepaskan faktor kemotaktik yang merekrut netrofil dan sel CD8
dari sirkulasi, sel-sel ini melepaskan faktor yang mengaktifkan fibroblas,
protease yang dilepaskan dari neutrofil dan makrofag dan antiprotease
menyababkan kerusakan dinding alveolar (emfisema), protease juga
menyebabkan iritasi lendir. Beban oksidan yang meningkat akibat menarik
asap atau menahan oksidan dari leukosit inflamasi,menyebabkan sel epitel dan
lainnya melepaskan faktor kemotaktik,menonaktifkan antiprotease dan secara
langsung melukai dinding alveolar dan menyebabkan peningkatan sekresi
mukus.
28
PATOFLOW PPOK
15
a. Pemberian Obat-Obatan
1) Bronkodilator
Bronkodilator adalah jenis pengobatan yang bias meningkatkan
FEV1 atau bias mengubah variable dari hasil pengukuran
spirometri. Bronkodilator berfungsi mengubah tonus otot polos di
saluran napas dan meningkatkan gerakan refleks bronkodilatasi
terhadap aliran ekspirasi disbanding dengan mengubah terjadinya
elastisitas paru. Cara kerja obat ini yaitu dengan menurunkan
hiperventilasi dinamis saat berintirahat dan melakukan aktivitas,
dan juga memperbaiki toleransi aktivitas.
2) Beta agonist
Cara kerja iobat ini yaitu dengan membuat otot polos berelaksasi
pada saluran pernapasan dengan cara merangsang reseptor beta-
adrenergik yang akan meningkatkan siklus dari AMP dan produksi
efek yang menjadi lawan dari bronkokonstriksi.
3) Antimuskarinik
16
Prinsip kerja obat jenis ini adalah dengan cara memblokade efek
samping dari bronkokonstriksi asetikolin pada reseptor muskarinik
M3 di otot polos pernapasan.
4) Methylxanthines
Obat dari methylxantine yang paling sering digunakan yaitu
Theophylline yang merupakan hasil metabolism dari cytochrome
P450 yang berfungsi sebagai oksidase. Efek yang ditimbulkan obat
ini yaitu meningkatkan fungsi otot skeletal respirasi.
5) Kombinasi terapi bronkodilator
Kombinasi obat bronkodilator yaitu SABAs dan SAMAs dapat
berefek terhadap perbaikan dari FEV1. Lalu, pemberian obat
dengan formoterol dan tiotropium inhaler dapat memberikan efek
yang lebih banyak pada FEV1 dan dapat pula meningkatkan fungsi
paru dan status kesehatan penderita PPOK. Dalam beberapa
penelitian mendapatkan bahwa kombinasi dari LABA/LAMA dapat
berefek pada laju eksaserbasi dibandingkan kombinasi LABA dan
ICS (inhaled corticosteroid).
6) Anti-inflamasi
Obat anti-inflamasi seperti inhaled corticosteroid (ICS), terapi
inhaler triple, oral glukokortikoid, dan phosphodiesterase-4 (PDE-
4) inhibitors.
7) Antibiotik
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian antibiotik
secara teratur pada pasien PPOK dapat menurunkan laju kejadian
eksaserbasi. Obat antibiotic yang diberikan berupa azithromycin
dengan dosis 250 mg/hari atau 500 mg 3 kali/minggu atau dengan
obat erythromycin dengan dosis 500 mg 2 kali/hari.
8) Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) dan agen antioksidan
Pasien PPOK yang tidak diberikan kortikosteroid inhaler dapat
diberikan terapi inhaler yaitu dengan mukolitik seperti
carbocystein
17
dan N-acetylcystein bias membuat terjadinya penurunan kejadian
eksaserbasi dan dapat meningkatkan derajat kesehatan.
b. Vaksinasi
Direkomendasikan vaksinasi penumcoccus, PCV13 dan PPSV23 bagi
penderita PPOK umur >65 tahun. Dan juga bagi penderita PPOK
berusia muda disarankan untuk vaksinasi PPSV23.
c. Terapi oksigen
Pemberian oksigen pada pasien PPOK , didasarkan atas indikasi :
1) PaO2 <7,3 kPa (55 mmHg) atau SaO2 <88% dengan dan atau
tanpa hiperkapnia 2 kali selama 3 minggu atau
2) PaO2 7,3 kPa (55 mmHg) – 8,0 kPa (60 mmHg), atau SaO2 88%,
jika ditemui adanya hipertensi pulmonal, edema perifer yang
mengarah pada gagal jantung kongestive atau polisitemia
(HCT>55%).
d. Intervensi Bronkoskopi dan Operasi
Adapun indikasi dilakukan tindakan ini yakni :
1) Dilakukannya tindakan untuk menurunkan volume dari paru pada
pasien dengan emfisema heteregon atau homogeny dan yang
signifikan reftrakter hiperfentilasi.
2) Diremendasikan untuk dilakukan operasi Bullektomi pada pasien
dengan bulla yang besar.
3) Tindakan transplantasi paru dilakukan pada pasien dengan PPOK
yang sangat berat tanpa adanya kontraindikasi.
(Putri, 2017)
19
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
20
tampak adanya corakan pada bronkovaskuler yang meningkat serta
sebagian hiperusen.
c. Analisa Gas Darah (AGD)
Pada penderita PPOk tahap lanjut, pengukuran AGD menjadi sangat
penting dan wajib dilakukan apalagi saat nila FEV1 < 40% dan tampak
adanya kegagalan respirasi dan gagal jantung kanan yang ditandai dengan
sianosis sentral, edema pada ekstremitas dan tekanan JVP yang
meningkat. Pada pasein dengan bronchitis kronis gambaran AGD
menunjukkan adanya hipoksemi kategori sedang sampai berat dengan
diberikan oksigen 100% dan juga bias menunjukkan adanya hiperkapsia
disertai hipoventilasi alveolar dengan asidosis respiratorik kronik
terkompensasi. Kemudian, pada penderita emfisema, gambaran AGD
yaitu normoksia atau hipoksia ringan dan normokapnia. Analisa gas
darah ini sangat berguna untuk menilai mengenai kecukupan dan tidak
adanya ventilasi dan oksigenasi serta untuk memantau keseimbangan
asam dan basa.
d. Pemeriksaan Sputum
Pada pemeriksaan sputum, dilakukan pemeriksaan bakteriologi gram
pada sputum untuk melihat pola kuman dan digunakan untuk memilih
antibiotic yang tepat.
e. Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah dilakukan agar diketahuinya faktor penyebab seperti
leukositosis karena adanya infeksi pada eksaserbasi akut, polisetamia
pada hipoksemia kronis.
f. Pemeriksaan Penunjang lainnya
Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan yaitu pemeriksaan
Electrocardiogram (EKG). EKG dilakukan untuk melihat apakah ada
komplikasi yang ditimbulkan pada jantung dengan tanda kor pulmonale
atau hipertensi pulmonal. Kemudian, ada juga pemeriksaan lain yang
dilakukan yaitu uji latih kardiopulmoner, uji provokasi bonkus, CT-scan
21
beresolusi tinggi. Ekokardiagrafi serta pemeriksaan kadar alpha-1
antitrypsin.
2.1.9 Komplikasi
22
2.2 Asuhan Keperawatan Teori
Asuhan Keperawatan adalah proses atau tahapan kegiatan dalam perawatan
yang diberikan langsung kepada pasien dalam berbagai tatanan pelayanan
kesehatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah
keperawatan sebagai suatu profesi yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan
yang bersifat humanistic, dan berdasarkan kebutuhan objektif klien untuk
mengatasi masalah yang dihadapi klien serta dilandasi kode etik dan etika
keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Dalam
proses perawatan, asuhan keperawatan dilaksanakan dalam beberapa tahap yang
meliputi Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Perencanaan (Intervensi),
Pelaksanaan (Implementasi), Evaluasi (formatif/proses dan sumatif).
2.2.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis,
nomor registrasi.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien PPOK mengeluh sesak napas dan batuk yang disertai
sputum.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien PPOK mengeluhkan sesak napas, kelemahan fisik, batuk
yang disertai dengan adanya sputum.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ada riwayat paparan gas berbahaya seperti merokok, polusi
udara, gas hasil pembakaran dan mempunyai riwayat penyakit seperti
asma (Ikawati 2016).
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditemukan ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat
alergi (asma) karna asma merupakan salah satu penyebab dari PPOK.
23
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya pada penderita PPOK terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang PPOK.
Biasanya terdapat riwayat merokok karena merokok meningkatkan risiko
terjadinya PPOK 30 kali lebih besar ( Ikawati, 2016).
2) Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya pada pasien PPOK terjadi penurunan nafsu makan.
3) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi biasanya tidak ada keluhan atau gangguan.
4) Pola istirahat dan tidur
Pola tidur dan istirahat biasanya terganggu karena karena sesak.
5) Pola aktivitas dan latihan
Klien dengan PPOK biasanya mengalami penurunan toleransi terhadap
aktifitas. Aktifitas yang membutuhkan mengangkat lengan keatas setinggi
toraks dapat menyebabkan keletihan atau distress pernapasan.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Biasa nya klien merasa cemas dan ketakutan dengan kondisinya.
7) Pola sensori kognitif
Biasa nya tidak ditemukan gangguan pada sensori kognitif.
8) Pola hubungan peran
Biasanya terjadi perubahan dalam hubungan intrapersonal maupun
interpersonal.
9) Pola penanggulangan stress
Biasanya proses penyakit membuat klien merasa tidak berdaya sehingga
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
adaptif.
10) Pola reproduksi seksual
Biasanya pola reproduksi dan seksual pada klien yang sudah menikah
akan mengalami perubahan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
24
Biasanya adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh mempengaruhi pola ibadah pasien.
g. Pemeriksaan fisik
1) Gambaran Umum
Biasanya kesadaran klien composmentis.
2) Secara sistematik dari kepala sampai ujung kaki
a) Kepala
Biasanya rambut tidak bersih karena klien dengan PPOK mengalami
penurunan toleransi terhadap aktifitas termasuk perawatan diri.
b) Mata
Biasanya mata simetris, sklera tidak ikterik.
c) Telinga
Biasanya telinga cukup bersih,bentuk simetris dan fungsi pendengaran
normal.
d) Hidung
Biasanya hidung simetris, hidung bersih.
e) Leher
Biasanya tidak ditemukan benjolan.
f) Paru
1) Inspeksi : Biasanya terlihat klien mempunya bentuk dada barrel
chest penggunaan otot bantu pernapasan.
25
h) Abdomen
1) Inspeksi : Biasanya tidak ada asites, abdomen tampak simetris.
2) Palpasi : Biasanya hepar tidak teraba dan tidak ada tanda nyeri
tekan.
3) Perkusi : Teraba timhany
4) Auskultasi : Biasanya bising usus normal.
i) Ekstremitas
Biasanya didapatkan adanya jari tabuh (clubbing finger) sebagai
dampak dari hipoksemia yang berkepanjangan.
h. Pemeriksaan diagnostik
1) Pengukuran fungsi paru
a) Kapasitas inspirasi menurun dengan nilai normal 3500 ml
b) Volume residu meningkat dengan nilai normal 1200 ml
c) FEV1 (forced expired volume in one second) selalu menurun :
untuk menentukan derajat PPOK dengan nilai normal 3,2 L
d) VC (forced vital capacity) awalnya normal kemudian menurun
dengan nilai normal 4 L
e) TLC (Kapasitas Paru Total) normal sampai meningkat sedang
dengan nilai normal 6000 ml
2) Analisa gas darah
PaO2 menurun dengan nilai normal 75-100 mmHg, PCO2 meningkat
dengan nilai normal 35-45 mmHg dan nilai pH normal dengan nilai
normal 7,35-7,45.
3) Pemeriksaan laboratorium
a) Hemoglobin (Hb) meningkat dengan nilai normal pada wanita 12-
14 gr/dl dan laki-laki 14-18 gr/dl , hematocrit (Ht) meningkat
dengan nilai normal pada wanita 37-43 % dan pada laki-laki 40-
48
%
b) Jumlah darah merah meningkat dengan nilai normal pada wanita
4,2-5,4 jt/mm3 dan pada laki-laki 4,6-6,2 jt/mm3
26
c) Eosonofil meningkat dengan nilai normal 1-4 % dan total IgE
serum meningkat dengan nilai normal < 100 IU/ml
d) Pulse oksimetri , SaO2 oksigenasi meningkat dengan nilai normal
> 95 %.
e) Elektrolit menurun.
4) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran . kuman
pathogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus pneumonia,
hemophylus influenzae.
5) Pemeriksaan radiologi Thoraks foto (AP dan lateral)
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung dan
bendungan area paru.
i. Diagnosa
27
ii. Intervensi
Edukasi
12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
Edukasi
5. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
6. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
29
2 D.0003 setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Gangguan keperawatan selama….x 24jam,
Observasi
pertukaran gas karbondioksida pada memberan
1. Monitor pola napas, monitor saturasi oxygen
berhubungan alveolus kapiler dalam batas
2. Monitor frekwensi, irama, kedalaman dan upaya napas
dengan normal dengan kriteria hasil :
3. Monitor adanya sumbatan jalan napas
perubahan 1. Tingkat Kesadaran meningkat
Terapeutik
membrane 2. Dispnea menurun
alveolar-kapiler 3. Bunyi napas tambahan 4. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
menurun Edukasi
5. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
4. Gelisah menurun
6. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
5. Napas cuping hidung
menurun
6. PO2 Membaik
Terapi Oksigen
7. PCO2 membaik
Observasi
8. Sianosis membaik
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
9. Pola napas membaik 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
4. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
5. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea jika perlu
6. Pertahankan kepatetan jalan napas
30
Edukasi
7. Ajarkan keluarga cara menggunakan oksigen
Kolaborasi
8. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
31
Edukasi
9. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari jika tidak kontra
indikasi
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
Terapi Oksigen
32
4 D.0019 setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
Defisit nutrisi
keperawatan selama….x 24jam, Observasi
berhubungan
diharapkan status nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
dengan
terpenuhi dengan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
pembentukan
kriteria hasil : 3. Identifikasi makanan yang disukai
mucus yang 1. Porsi makan yang dihabiskan
meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
banyak dan
2. Berat badan atau IMT 5. Monitor asupan makanan
anoreksia
meningkat 6. Monitor berat badan
3. Frekwensi makan meningkat Terapeutik
7. Lakukan oral higine sebelum makan, jika perlu
33
4. Nafsu makan meningkat
9. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
5. Perasaan cepat kenyang
10. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
meningkat
11. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
12. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
14. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
15. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
35
Edukasis
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program aktivitas, jika sesuai
11. Rujuk pada pusat atau program aktivitas jika perlu
36
6 D.0142 setelah dilakukan tindakan Edukasi Pencegahan Infeksi
Resiko infeksi keperawatan selama….x 24jam,
Observasi
berhubungan diharapkan derajat infeksi menurun
1. Periksa kesiapan dan kemampuan menerima
dengan factor dengan
informasi
resiko penyakit kriteria hasil :
1. Demam menurun Terapeutik
kronis
2. Kemerahan menurun
2. Siapkan materi, media tentang faktor-faktor penyebab,
3. Nyeri menurun
cara identifikasi dan pencegahan resiko infeksi dirumah
4. Bengkak menurun
sakit maupun dirumah
5. Kadar sel darah putih
3. Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan
membaik
pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan dengan pasien
dan keluarga
Edukasi
37
7. Anjurkan mengikuti tindakan pencegahan sesuai kondisi
38
iii. Implementasi
iv. Evaluasi
36
b. Penelitian Terkait
Pada penelitian terkait ini terdapat hasil penelitian dari peneliti lain yang berkaitan dengan karya ilmiah yang disusun.
Penulis ingin membandingkan isi dari jurnal-jurnal sebelumnya mengenai desain, metode ataupun statistik test yang digunakan,
jenis pemilihan sampel dan juga ingin mengetahui hasil dan manfaat terkait dengan Evidence Based Practice yang dilakukan
untuk menjadi acuan penulis dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini.
1 Regita Putri Wilayah 2021 Untuk Menggunakan 2 orang yang Terdapat Mengetahui
Cahyani, kerja mengetahui dan metode sesuai dengan pengaruh intervensi
Pujiarto, Puskesmas mengidentifikasi eksperimen kriteria terhadap posisi condong
Nandita Gedong Air efektifnya dengan inklusi peningkatan ke depan dan
Wana Putri Bandar tindakan posisi rancangan saturasi latihan pursed
(Cahyani et Lampung condong ke penelitian oksigen lip breathing
al., 2021) depan dan terapan (Applied kedua untuk
latihan Research) responden meningkatkan
pernapasan setelah saturasi oksigen
pursed lip diberikan pada pasien
breathing (PLB) terapi posisi PPOK serta
terhadap condong ke meningkatkan
peningkatan depan dan kemampuan
komunikasi dan
37
saturasi oksigen latihan pursed interaksi
pasien PPOK lip breathing dengan klien.
38
4 Ni Made IGD Rumah 2020 Untuk Desain 26 responden Terdapat Teknik
Dwi Yunica Sakit Kertha mengetahui penelitian dpilih pengaruh clapping dan
Astriani, Usada pengaruh menggunkan menggunakan clapping dan vibrasi ini dapat
Kadek Yudi clapping dan rancangan one teknik non vibrasi mmbantu
Aryawan, vibrasi terhadap group pre- probability terhadap pasien
Mchamad saturasi oksigen post test sampling saturasi membersihkan
Heri pada pasien design yaitu dengan oksigen pada jalan napasnya
(Astriani, PPOK Ttotal pasien PPOK dari secret
dkk 2020) Sampling sehingga
ventilasi
menjadi lebih
maksimal
sehingga
membuat
pasien dapat
bernapasa
dengan lancer
yang membuat
jua saturasi
oksigen
membaik
39
mengelola berpengaruh teori
kesulitan terhadap self
bernapas pada peningkatan efficacy
pasien PPOK nilai self
efficacy
dalam
mengelola
kesulitan
bernapas
pada pasien
PPOK
Dari hasil-hasil penelitian diatas dapat dilihat kalau peneliti-peneliti tersebut menggunakan berbagai intervensi untuk
mengatasi masalah PPOK dan hal ini sangat berhubungan dengan karya ilmiah yang dibuat oleh penulis untuk dijadikan
tambahan intervensi yang sesuai dengan Evidence Based Practice.
40
BAB III
GAMBARAN KASUS
Pada Bab III ini, penulis menjabarkan dengan lengkap mengenai proses
asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,
penyusunan intervensi keperawatan, pelaksanaan implementasi keperawatan dan
tahap evaluasi.
3.1 Pengkajian
Klien Tn.E.H masuk rumah sakit pada tanggal 22 maret 2023 dengan
diagnos medis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Pengkajian keperawatan
dilakukan pada tanggal 24 maret 2023 pada pukul 13.00 WITA di kamar V bed 2
ruangan Sto.Fransiskus Rumah Sakit Budi Mulia Bitung. Klien Tn.E.H berumur
65 tahun, jenis kelamin laki-laki, sudah menikah dengan 2 anak, dan ber agama
islam, pendidikan terakhir SD, bekerja sebagai karyawan swasta dan berdomisili
dibitung tengah, kecamatan maesa. Klien didampingi oleh pengampuh yang adalah
anaknya sendiri yaitu Ny.F.H yang berdomisili dibitung tengah juga dan
berprofesi sebagai pengurus rumah tangga.
Adapun data pengkajian yang didapatkan pada klien Tn.E.H melalui
metode observasi dan wawancara secara langsung kepada klien, Keluhan utama
yang dirasakan klien yaitu sesak napas sejak kurang lebih 1 minggu. Dimana,
klien merasakan adanya produksi lendir yang tertahan pada jalan sehingga
membuatnya sulit untuk bernapas, klien mengatakan batuk dan dada terasa nyeri
jika klien batuk. Klien tampak menggunakan otot bantu pernapasan diafragma
dan klien juga mengatakan kalau sesak bertambah saat beraktivitas, klien
memiliki riwayat perokok aktif sudah sejak lama, dan mulai mengurangi merokok
sejak klien sakit, Hasil observasi keadaan umum didapatkan klien tampak sakit
sedang dan tidur dalam posisi semi fowler menggunakan sandaran punggung dan
bantal , tampak lemah dan terpasang IVFD NS 0,9% 21 tetes/menit (mikro) dan
terpasang oksigen Binasal Kanul 5 liter/menit, dengan kesadaran penuh atau
compos mentis dan hasil pengukuran Tanda-tanda Vital yaitu TD : 140/90
41
mmHg, SB : 36,5OC, Nadi : 97 x/menit, frekuensi pernapasan : 30 x/menit irama
teratur dengan jenis pernapasan dada dan pola napas dyspnea (dalam dan
dangkal), hasil pengukuran saturasi oksigen 95% dengan terpasang oksigen 4-
5liter /menit dengan konsentrasi 24-44%
Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi thorax foto hasil pemeriksaan
dokter didapati klien Tn.E.H menderita kardiomegali dan TB paru lesi luas aktif
sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan dahak yang dilakukan dipuskesmas
bitung barat didapati hasil MTB Not Detected.
Kondisi tubuh luar klien mulai dari kepala yang sudah beruban, tidak
terawat lagi karena tampak berminyak karena sudah tidak dikeramas sejak klien
masuk rumah sakit. Selanjutnya, pada pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem
pernapasan klien yaitu pada tahap inspeksi didapatkan keadaan umum klien
tampak lemah dan sesak napas, jenis pernapafasan dispneu, bentuk dada simetris,
ada tarikan dinding dada saat inspirasi, tidak ada lesi atau perdarahan . Palpasi
didapatkan vokal fremitus dada kanan lebih lemah daripada dada kiri, tidak teraba
adanya massa. Perkusi didapatkan bunyi sonor dan pada pemeriksaan auskultasi
terdengar suara napas ronkhi dan wheezing dengan ekspirasi memanjang dengan
suara napas tambahan terdengar menghela sekret atau ekspirasi paksa, dan suara
napas vesikuler mengalami penurunan.
Kemudian pada pola metabolik, klien mengalami penurunan nafsu makan
sejak ia sakit namun tampak klien tidak menghabiskan porsi makanan yang
diberikan rumah sakit setiap jam makan, hanya setengah dari porsi makan yang
dihabiskan klien Pada pola aktivitas dan latihan, klien mengatakan sulit
melakukan aktivitas dan hanya bisa berada di tempat tidur, merasa lemah karena
sesak napas yang dirasakan membuatnya tidak mampu melakukan aktivitas
secara mandiri. Klien mengatakan merasah sangat lemah dan lelah dan hanya bisa
tidur dengan posisi semi fowler ditempat tidur dengan menggunakan sandaran
punggun dan bantal yang disanggah pada daerah punggung klien. Klien
mengatakan melakukan aktivitas dengan bantuan keluarga karena napas, aktivitas
harian seperti mandi, berpakaian, BAK, BAB dan mobilisasi ditempat tidur
dengan bantuan keluarga. klien juga mengalami gangguan tidur sejak sakit yaitu
42
karen sesak napas yang dialaminya sehingga membuatnya tidak dapat tidur
dengan baik karena saat berbaring ia akan sesak dan hanya bisa tidur sekitar saat
malam hari kurang lebih 5 jam saat sesak yang dirasakan berkurang, tampak
ekspresi wajah pasien mengantuk, dan klien tampak banyak menguap.
Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium yang terdiri dari hasil
pemeriksaan laboratorium rutin didapatkan hasil WBC :9,800 10^3/Ul,
HCT :41,2%, MCV: 75,3 fL, MCH: 26,3 Pg, MCHC: 34,9g/dl, RDW: 12,3 %, PLT:
231.000 10^3/Ul , hasil pemeriksaan Differential : NEUT %: 75,2%, LYM % : 19,7%,
MID: 5,1%, hasil Kimia Klinik didapatkan Gula Darah Sewaktu :176 mg/dl, Hasil
pemeriksaan elektrolit Natrium: 134 mg/dl, Klium: 3,7 mmol/L, Chlorida: 97 mmol/L.
Kemudian, hasil pemeriksaan foto thorak : jantung kesan membesar, aorta dan
mediastinum superior tidak melebar, trakhea ditengah keduahillus tidak menebal,
tampak fibroinfiltrat dilapang paru dextra, kedua hemidiafragma normal kedua
sinus kostofrenikus normal, tulang-tulang dinding dada yang ter Visualisasi kesan
intak dari hasil pemeriksaan foto thorax dokter menyimpulkan klien mengalami
kardiomegali dan gambaran penumonia defferential diagnosa TB paru lesi luas
aktif.
3.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data-data yang dikaji,
dimulai dengan menetapkan masalah, penyebab, dan data pendukung. Didapatkan
3 prioritas dignosa keperawatan yaitu:
- Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pembentukan mukus
yang banyak, ditandai dengan data subjektif: klien mengatakan sesak napas
dan terasa ada lendir pada jalan napas sehingga membuatnya sulit untuk
bernapas, klien mengatakan batuk namun lendirnya sulit keluar. Data objektif
: klien tampak sesak napas, terdengar klien batuk berlendir tapi sulit
mengeluarkan sekret saat batuk, terdapat suara napas tambahan : Ronkhi (+),
Wheezing (+),TTV : TD : 140/90 mmHg, RR : 30 x/menit SPO2: 95% dengan
oksigen binasal canul 4-5 liter/menit , N : 97 x/menit , SB : 36,5 ℃, Hasil
pemeriksaan Laboratorium LYM: 19,7% (nilai normal : 23-53).
43
- Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi tubuh dengan
peningkatan respirasi rate. Yang ditandai dengan data sujektif : klien
mengatakan ia sulit melakukan aktivitas dan hanya bisa berada di tempat
tidur, merasa lemah karena sesak napas yang dirasakan membuatnya sulit dan
tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri, klien mengatakan ia merasa
sangat kelelahan karena tidak bisa tidur terlentang atau berbaring di tempat
tidurnya dan hanya bisa tidur dengan poisis semi fowler ditempat tidur
dikarenakan sesak napasnya. Data objektif : klien tampak lemah dan hanya
bisa tidur dengan posisi semifoler tempat tidur dengan mengunakan sandaran
punggung dan bantal, terpasang oksigen binasal canule 4-5 liter/menit
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen menurun, yang
ditandai dengan : data subjektif : klien mengatakan ia sulit melakukan
aktivitas dan hanya bisa berada di tempat tidur, merasa lemah karena sesak
napas yang dirasakan membuatnya sulit dan tidak mampu melakukan aktivitas
secara mandiri, klien mengatakan merasa sangat kelelahan karena tidak bisa
berbaring di tempat tidurnya dan hanya bisa tidur denga posisi semifowler
dikarenakan sesak napas. Data objektif : klien tampak lemah dan hanya bisa
tidur dengan posisi semi fowler ditempat tidur dengan menggunakan sandaran
punggung dan tidak bisa berbaring karena sesak napas, aktivitas eliminasi
(BAK, BAB), dan mobilisasi di tempat tidur dibantu oleh keluarga, klien
tampak sesak saat bernapas (dispnea), RR : 30 x/menit SPO2 : 95%, Hasil
pemeriksaan Laboratorium : HCT : 41,2 % (nilai normal : 45,0- 52,0).
3.3 Intervensi
Dalam tahapan perencanaan disesuaikan dengan teori dari Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SDKI) dan tujuan dan kriteria hasil
disesuaikan dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Berikut
susunan dari intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan prioritas diagnosa
keperawatan :
44
1) Diagnosa pertama bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
pembentukan mukus yang banyak. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan bersihan jalan napas tidak efektif
menjadi efektif, dengan kriteria hasil : batuk efektif cukup meningkat, suara
napas tambahan wheezing menurun, frekuensi napas membaik. Dengan
intervensi keperawatan yang dibuat yaitu di tahap oservasi : Monitor bunyi
napas tambahan, Monitor sputum (jumlah, warna), Identifikasi kemampuan
batuk, kemudian di tahap terapeutik : Berikan minum hangat, di tahap
kolaborasi : Pemberian obat sesuai indikasi : acetylcysteine 3x1capsul,
pemberian antibiotik Ceftriaxone injeksi 1x2gram/iv, Pemberian terapi
nebulizer dengan combivent 1 vial/8jam (terapi inhalasi), Lakukan fisioterapi
dada, dan di tahap edukasi : Anjurkan batuk efektif (caranya : tarik napas
dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik,
mengulanginya hingga 3 kali dan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik
napas dalam yang ke-3.
2) Diagnosa kedua pola napas tidak fektif berhubungan dengan kompensasi
tubuh dengan peningkatan respirasi rate. Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan pola napas menjadi efektif, dengan
kriteria hasil : frekuensi napas membaik dan pola pernapasan membaik.
Dengan intervensi keperawatan yang disusun pada tahap observasi: Monitor
pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas), terapeutik : Atur posisi semi
fowler atau fowler, berikan oksigen, Pertahankan kepatenan jalan napas,
kemudian di tahap kolaborasi : Pemberian bronkodilator sesuai indikasi, dan
edukasi : Ajarkan melakukan tarik napas dalam.
3) Diagnosa yang ketiga yaitu Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai
oksigen menurun. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x 7 jam diharapkan aktivitas dapat ditoleransi, dengan kriteria hasil :
kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat, keluhan lelah
menurun, frekensi napas membaik. Dengan intervensi keperawatan yang
disusun pada tahap observasi : Monitor Kelelahan fisik dan emosional,
45
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas, di tahap
terapeutik : Sediakan
lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus, Berikan aktivitas, distruksi
yang menyenangkan, dan edukasi : Anjurkan aktivitas secara bertahap,
Anjurkan mendekatkan barang yang sering dipakai di area yang mudah
dijangkau.
3.4 Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan mulai dilakukan pada tanggal 25
maret 2023 sampai tanggal 27 maret 2023. Implementasi keperawatan dilakukan
berdasarkan intervensi keperawatan yang telah disusun.
1) Hari pertama implementasi keperawatan dilakukan (Sabtu, 25 maret 2023) :
Diagnosa keperawatan yang pertama tentang bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan pembentukan mukus yang banyak. Tindakan
keperawatan yang dilakukan yaitu 1) memonitor bunyi jalan napas tambahan dan
keadaan umum klien lewat pemeriksaan TTV, dengan hasil : Terdapat suara
tambahan Wheezing (+) dan Ronkhi (+),TTV : TD : 140/90 mmHg, N : 97
x/menit, SB : 36,5 ℃, RR : 30 X/menit, SpO2 : 95% dan respon klien
mengatakan ia bisa mendengar dan merasakan suara napasnya yang terasa lain
saat ia bernapas. 2) Memonitor sputum (jumlah dan warna) dengan hasil: Sputum
yang mampu dikeluarkan klien dalam jumlah yang sedikit dengan warna kuning
dan respon pasien mengatakan kalau lendirnya hanya sedikit karena sulit untuk
dikeluarkan saat ia batuk. 3) Memberikan air minum hangat, dengan hasil : klien
diberikan air minum hangat sebanyak 300 ml, dan berespon mengatakan kalau
air hangat yang diminumnya membuatnya lebih mudah untuk batuk. 4)
Memberikan obat oral acetylcysteine 200mg/1capsul, pemberian antibiotik
Ceftriaxone injeksi 1x2gram/iv, 5) Memberikan terapi nebulizer Combivent 2,5
ml/1 vial, dengan respon klien mengatakan sesak agak sedikit berkurang dan
pernapasan klien merasa lebih legah. 6) Melakukan fisioterapi dada selama +/-
10 menit, dengan respon klien merasa lebih mudah mengeluarkan dahaknya
walaupun masih dalam jumlah sedikit. 7) Mengidentifikasi kemampuan batuk,
dengan hasil klien tampak mampu batuk namun masih sulit mengeluarkan
46
sekretnya dan respon
47
Klien mengatakan kalau dahaknya masih sulit untuk dikeluarkan. 8)
Menganjurkan dan mengajarkan batuk efektif, dengan hasil klien tampak
memperhatikan latihan yang diberikan dan mau mempraktekannya dan respon
klien mengatakan dapat memahami dan ingin mempraktekannya.
Diagnosa keperawatan yang kedua Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan kompensasi tubuh dengan peningkatan RR. Tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu 1) Memonitor pola napas (frekuensi, kelelahan, usaha napas)
dengan hasil Frekuensi napas : 30x/menit, pasien masih tampak sesak saat
bernapas, Kedalaman dan usaha napas : menggunakan otot bantu pernapasan
diafragma untuk membantunya bernapas, ekspirasi memanjang dan pasien respon
klien mengatakan masih merasa sesak saat bernapas dan sesaknya dapat
bertambah dengan aktivitas ringan seperti pergi ke toilet. 2) Memposisikan
pasien posisi fowler, dengan hasil klien diberikan posisi fowler ditempat tidur,
dan respon klien mengatakan kalau posisi fowler membuatnya lebih mampu
bernapas secara bebas. 3) Memberikan terapi oksigen, dengan hasil Diberikan
oksigen 5 liter/menit menggunakan Binasal Kanul dan respon pasien mengatakan
kalau dengan oksigen ia dapat bernapas dengan baik.. 4) Mempertahankan
kepatenan jalan napas dengan cara diberi posisi fowler, dengan hasil Jalan napas
pasien dalam kondisi baik dengan posisi fowler dan respon Pasien mengatakan
kalau sesaknya berkurang dengan posisi duduk. 5) Menganjurkan klien
melakukan tarik napas dalam, dengan hasil klien tampak mengikuti ajaran
tentang tarik napas dalam dan mempraktekannya dan respon klien mengatakan
teknik tarik napas dalam membuatnya dapat mengontrol emosinya saat bernapas.
Diagnosa keperawatan yang ketiga Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan suplai oksigen menurun. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu 1)
Memonitor keluhan fisik dan emosional dan RR dan saturasi oksigen, dengan
hasil Pasien tampak lelah saat melakukan aktivitas seperti bangun dari tempat
tidur, RR :30 x/menit, SpO2: 95 % dan respon klien mengatakan kelelahan yang
dialaminya karena sesak yang tak kunjung reda apalagi saat berusaha bangun dan
berjalan disisi tempat tidur. 2) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas, dengan hasil klien tampak kurang nyaman saat ia sendiri
48
dikamarnya dan respon klien mengatakan kondisi sesak membuat tidak nyaman
untuk beraktivitas sendiri. 3) Menyediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
stimulus, dengan hasil klien tampak lebih tenang saat lingkungan dalam kondisi
kondusif dan respon klien mengatakan menyukai kondisi yang tenang. 4)
Memberikan aktivitas, distruksi yang menyenangkan, dengan hasil klien
disarankan untuk mendengarkan musik yang tenang dan klien tampak lebih rileks
dan respon klien mengatakan kalau ia memang terbiasa mendengarkan musik
sebagai penghilang stress. 5) Menganjurkan aktivitas secara bertahap, dengan
hasil klien tampak belum mampu melakukan aktivitas yang secara bertahap dan
respon pasien mengatakan belum mampu untuk melakukan aktivitas ringan
seperti ketoilet karena ia masih merasakan sesak napas. 6) Menganjurkan untuk
mendekatkan barang yang sering dipakai di area yang mudah dijangkau, dengan
hasil Barang-barang yang sering digunakan klien seperti handphone, tas, botol
minum ditempatkan pada tempat yang dekat dengan klien dan respon
mengatakan kalau ia dapat lebih mudah menjangkau hal yang ia butuhkan tanpa
harus terbebani.
49
minum air hangat, dengan hasil klien tampak minum air hangat dan respon klien
mengatakan setelah minum air hangat ia merasa lebih lega dan mudah untuk
batuk. 4) Diberikan obat oral acetylcysteine 200mg/1capsul, pemberian antibiotik
Ceftriaxone injeksi 1x2gram/iv, 5) Memberikan terapi nebulizer combivent 2,5
ml, dengan klien mengatakan masih merasa sesak tapi sudah berkurang setiap
kali diberikan terapi nebulizer. 6) Mengidentifikasi kemampuan batuk, dengan
hasil klien sudah mampu batuk dengan mengeluarkan sekret walau sedikit dan
respon pasien mengatakan sudah lebih mudah batuk dan mengeluarkan dahaknya
walaupun jumlahnya masih sedikit. 7) Melakukan fisioterapi dada, dengan hasil
telah diberikan fisioterapi dada pada klien selama +/- 10 menit dan respon klien
merasa sudah lebih mudah mengeluarkan dahaknya sesudah diberikan fisioterapi
dada. 8) Mengajarkan/menganjurkan batuk efektif, dengan hasil pasien tampak
masih mengingat yang diajarkan dan sudah mempraktekannya saat ia batuk dan
respon klien mengatakan sudah sering mempraktekannya ketika batuk.
Diagnosa keperawatan yang kedua Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan kompensasi tubuh dengan peningkatan RR. Tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu 1) Memonitor pola napas, dengan hasil frekuensi napas:
26x/menit, dan tampak pasien masih menggunakan otot bantu pernapasan
minimal dan respon pasien mengatakan masih merasa sesak walaupun sudah
berkurang yang hilang timbul dan sering terasa pada saat melakukan aktivitas
ringan. 2) Memberikan posisi fowler, dengan respon klien mengatakan bisa
bernapas dengan lega dan bebas dengan posisi yang diberikan. 3) Memberikan
oksigen 5 liter/menit menggunakan binasal kanul, dengan respon pasien
mengatakan bisa bernapas dengan baik dan sesak berkurang saat dengan
oksigen.. 4) Menganjurkan teknik napas dalam, dengan hasil pasien tampak
mempraktekkan saat menggunakan oksigen dan respon pasien mengatakan
teknik tarik napas dalam membantunya bernapas lebih baik.
Diagnosa keperawatan yang ketiga Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan suplai O2 menurun. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu 1)
Memonitor kelelahan fisik dan emosional, RR dan Saturasi oksigen, dengan hasil
50
pasien tampak masih merasa lelah saat melakukan aktivitas ringan, Respirasi:
26x/menit, SpO2 : 96%, dengan respon pasien mengatakan kalau kelelahannya
mulai berkurang karena rasa sesak yang dialami saat beraktivitas sudah menurun.
2) Menyediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus, dengan hasil
lingkungan kondusif dan pasien tampak tenang, dan respon klien mengatakan
merasa nyaman untuk beraktivitas dan istirahat dengan kondisi ruangan yang
tidak bising. 3) Memberikan aktivitas distraksi, dengan hasil klien tampak
mendengarkan musik sebagai teknik pengalihannya pasien tampak lebih rileks,
dan respon klien mengatakan merasa lebih rileks setiap kali mendengar musik
saat beristirahat. 4) Menganjurkan aktivitas bertahap, dengan hasil klien tampak
sudah bisa pergi ke toilet secara mandiri dan respon klien sudah bisa pergi ke
toilet sendiri karena sudah jarang merasa sesak.
3.5 Evaluasi
Hari pertama (Sabtu, 25 maret 2023) Diagnosa I : Bersihan jalan napas
tidak efektif berhubungan dengan pembentukan mukus yang banyak. Hasil
evaluasi, S : klien mengatakan ia bisa mendengar dan merasakan suara napasnya
yang terasa lain saat ia bernapas, klien mengatakan kalau lendirnya hanya sedikit
karena sulit untuk dikeluarkan saat klien batuk, klien mengatakan kalau air hangat
yang diminumnya membuatnya lebih sedikit mudah untuk batuk, klien
mengatakan kalau ia masih merasakan sesak walau sudah sedikit berkurang
sesak yang dirasakan,klien mengatakan kalau dahaknya masih sulit untuk
dikeluarkan, O : Terdapat suara tambahan Wheezing (+) dan Ronkhi (+),TTV : TD
52
: 140/90 mmHg, N : 97 x/menit, SB : 36,5 ℃, RR : 30 X/menit, SpO2 : 95% dan
respon klien mengatakan ia bisa mendengar dan merasakan suara napasnya yang
terasa lain saat ia bernapas klien diberikan air minum hangat sebanyak 300 ml,
Memberikan obat oral acetylcysteine 200mg/1capsul, pemberian antibiotik
Ceftriaxone injeksi 1x2gram/iv klien diberikan terapi nebulizer Combivent 2,5 ml,
Diberikan teknik fisioterapi dada pada pasien selama +/- 10 menit, A : Bersihan
jalan napas tidak efektif, P : Intervensi dilanjutkan.
53
mendengarkan musik yang tenang dan klien tampak lebih rileks, klien
mengatakan kalau ia memang terbiasa mendengarkan musik sebagai penghilang
stress, Barang-barang yang sering digunakan pasien seperti handphone, tas, botol
minum ditempatkan pada tempat yang dekat dengan klien, A : intoleransi aktivitas,
P : intervensi dilanjutkan.
Hari kedua (Minggu, 26 maret 2023), Diagnosa I : Bersihan jalan napas
tidak efektif berhubungan dengan pembentukan mukus yang banyak. Hasil
evaluasi, S : klien mengatakan masih bisa mendengar suara napas yang berbeda
saat bernapas, klien mengatakan lendirnya sudah bisa dikeluarkan sedikit demi –
sedikit, klien mengatakan setelah minum air hangat ia merasa lebih legah dan
mudah untuk batuk, klien mengatakan merasa lebih baik ketika telah diberikan
obat, klien merasa sudah lebih mudah mengeluarkan dahaknya sesudah diberikan
fisioterapi dada, klien sudah mampu batuk dengan mengeluarkan sekret walau
masih sedikit, klien mengatakan masih merasa sesak tapi mulai berkurang setiap
kali diberikan terapi nebulizer, klien mengatakan sudah sering mempraktekan
batuk efektif ketika batuk, O : Keadaan umum: sedang, TTV: TD: 140/80 mmHg
SB: 37.0C, N: 92x/meniit R: 28x/menit, Tampak jumlah Sputum yang masih
sedikit terlihat dari ember yang ditampung, Warna: kuning muda sedikit putih dan
kental, Terdapat suara napas tambahan wheezing (+), ronkhi (+), klien tampak
minum air hangat, Memberikan obat oral acetylcysteine 200mg/1capsul,
pemberian antibiotik Ceftriaxone injeksi 1x2gram/iv, klien diberikan terapi
nebulizer combivent 2,5 ml, klien sudah mampu batuk dengan mengeluarkan
sekret walau sedikit, Telah diberikan fisioterapi dada pada pasien selama +/- 10
menit dan klien tampak masih mengingat yang diajarkan dan sudah
mempraktekannya saat ia batuk, A: Bersihan jalan napas tidak efektif, P:
Intervensi dilanjutkan. Diagnosa II : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan
kompensasi tubuh dengan peningkatan RR. Hasil evaluasi, S : klien mengatakan
masih merasa sesak walaupun sudah berkurang yang hilang timbul dan Sesak
sering terasa pada saat melakukan aktivitas ringan, klien mengatakan bisa bernapas
dengan lega dan bebas dengan posisi yang diberikan, klien mengatakan bisa
bernapas dengan baik dan sesak berkurang saat dengan oksigen, klien mengatakan
54
selalu merasa lebih baik ketika telah diberikan obat, klien mengatakan teknik tarik
napas dalam membantunya bernapas lebih baik, O : klien tampak masih sesak saat
bernapas, Tampak masih menggunakan otot bantu pernapasan minimal, RR:
26x/menit, Terpasang O2 5 liter/menit, A : Pola napas tidak efektif, P :
Intervensi dilanjutkan. Diagnosa III : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
suplai O2 menurun. Hasil evaluasi, S : klien mengatakan kalau kelelahannya mulai
berkurang karena rasa sesak yang dialami saat beraktivitas sudah menurun, klien
mengatakan merasa nyaman untuk beraktivitas dan istirahat dengan kondisi
ruangan yang tidak bising, klien mengatakan merasa lebih baik setiap kali
mendengar musik saat beristirahat, klien mengatakan masih belum bisa
mememuhi kebutuhan eliminasi sendiri karena masih merasa sesak, O: klien
tampak masih merasa lelah saat melakukan aktivitas ringan, klien tampak
mendengarkan musik sebagai teknik pengalihannya, klien tampak lebih tenang dan
rileks, Lingkungan kondusif dan pasien tampak tenang, klien tampak sudah bisa
bangun sendiri dari tempat tidur, RR: 26x/menit, SpO2 : 96%, A : Intoleransi
Aktivitas, P : Intervensi dilanjutkan.
Hari ketiga (Senin 27 maret 2023), Diagnosa I : Bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan pembentukan mukus yang banyak. Hasil evaluasi, S:
klien mengatakan kadang-kadang masih mendengar suara napas yang berbeda saat
bernapas, klien mengatakan kalau ia sudah lebih mudah mengeluarkan sekretnya,
klien mengatakan selalu merasa lebih baik setelah telah meminum obat yang
diberikan, klien mengatakan sudah lebih jarang merasa sesak setiap kali diberikan
terapi nebulizer, klien mengatakan fisioterapi dada sangat membantunya dalam
mengeluarkan dahaknya, klien mengatakan klien mengatakan lebih mudah batuk
dan mengeluarkan dahaknya, O : Keadaan umum: sedang, TTV: TD: 130/80
mmHg, SB: 37 0C N: 84x/meniit, R: 24x/menit, SpO2 : 97%, klien tampak masih
sesak namum sudah lebih mudah mengeluarkan secret, Sputum dalam jumlah
sedang dengan warna kuning – putih, klien diberikan terapi nebulizer combivent
2,5 ml, telah diberikan fisioterapi dada pada pasien selama +/- 10 menit, klien
tampak mempraktek batuk efektif saat akan batuk, A : Bersihan jalan napas tidak
efektif, P : Intervensi dilanjutkan. Diagnosa II : Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan kompensasi tubuh dengan peningkatan RR. Hasil evaluasi, S
55
: klien mengatakan kalau sesak yang dirasakan sudah membaik, ia tidak terlalu
merasakan sesak napas bahkan saat pergi ke toilet, klien mengatakan merasa sesak
berkurang saat menggunakan O2, klien mengatakan selalu merasa lebih baik
ketika telah diberikan obat, O : klien tampak lebih rileks namun masih sesak
sedikit, klien terpasang oksigen 3 liter/menit dengan kanul binasal, Suara napas:
ronkhi (+), wheezing (-), RR: 24x/menit, diberikan pada pasien, A : Pola napas
tidak efektif, P : Intervensi dilanjutkan. Diagnosa III : Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan suplai O2 menurun. Hasil evaluasi, S : klien mengatakan
kalau kelelahannya sudah berkurang dan ia lebih mampu melakukan aktifitas
mandiri, klien mengatakan bisa melakukan aktivitas dengan tenang karena kondisi
lingkungan yang kondusif, klien tampak sudah mampu melakukan aktivitas
makan,eliminasi bab dan bak, mandi sendiri, O : klien tampak sudah mampu
melakukan aktivitas secara mandiri RR: 24 x/menit , A : Aktifitas dapat
ditoleransi, P : Intervensi dihentikan.
56
BAB IV
PEMBAHASAN
60
jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret di jalan napas, 2)
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-
kapiler, 3) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan elastisitas paru
dalam, 4) Defisit nutrisi berhubungan dengan pembentukan mucus yang banyak
dan anoreksia, 5) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen, 6) Resiko infeksi berhubungan dengan factor resiko
penyakit kronis.
Penentuan diagnosa keperawatan dalam hal ini merupakan hal yang
didasari pada keadaan pasien, dimana dalam kasus Tn.E.H dapat dilihat bahwa
bersihan jalan napas menjadi prioritas masalah utama, hal ini dikarenakan
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
pernapasan untuk mempertahankan kebersihan jalan napas, apabila tidak ditangani
secara cepat maka bisa menimbulkan masalah yang lebih berat seperti mengalami
gagal napas bahkan bisa menimbulkan kematian (Deni dkk,2017). Kemudian,
ditentukannya pola napas sebagai prioritas masalah keperawatan yang kedua
dikarenakan tidak normalnya proses inspirasi dan ekspirasi yang dapat membuat
terjadinya gangguan pada proses ventilasi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Dan untuk prioritas diagnosa yang ketiga yaitu intoleransi aktivitas diangkat
karena adanya kelemahan akibat kondisi sesak yang dialami pasien tidak kunjung
hilang sehingga membuat pasien menghindari aktivitas yang dapat membuat klien
tidak aktif dan hal ini berpengaruh pada kualitas hidup klien yang akan mengalami
penurunan (Monica & Sutanto, 2020). Penentuan prioritas pertama diagnosa
keperawatan PPOK antara teori dan pada kasus sama yaitu bersihan jalan napas
tidak efektif, hal ini menunjukkan bahwa bersihan jalan napas diangkat sebagai
masalah utama agar masalah yang lain dapat ikut teratasi ketika masalah yang
pertama ini diatasi.
Tidak terdapat kesenjangan antara penentuan diagnosa keperawatan teori
dan pada kasus. Hal ini dikarenakan, dalam penentuan diagnosa keperawatan
disesuaikan dengan kondisi yang dialami pasien saat dilakukan pengkajian serta
dengan menentukan mana masalah yang paling tepat diangkat untuk mengatasi
masalah-masalah keperawatan lain. Sehingga hal ini membuat perawat semakin
61
efektif dan fokus menangani masalah utama yang dialami klien dan dengan
otomatis membuat masalah yang lain boleh tertangani dengan sendirinya.
62
dilakukan pada kasus hanya didasarkan pada standar intervensi pada umunya
sehingga membuat intervensi yang dilakukan menjadi terbatas.
Pada intervensi di diagnosa keperawatan yang ketiga tentang intoleransi
aktivitas, salah satu intervensi yang disusun selain untuk meningkatakan aktivitas
pasien secara bertahap, adapun pemberian teknik distraksi dalam hal ini
direncanakan untuk klien mendengarkan musik untuk mengatasi rasa bosan dan
ketidaknyamanan menjadi intervensi yang penting dalam menunjang kondisi
psikologis pasien. Hal ini pun ditunjang dengan pernyataan dari Aryadi (2018)
menyatakan bahwa terapi musik dapat memberikan pengaruh positif pada
penderita PPOK yaitu seperti meningkatakan kontrol napas, mengurangi terjadinya
hiperinflasi pada paru, mengurangi sesak napas serta dapat memperbaiki kualitas
hidup, dimana mendengarkan musik ini menjadi salah satu solusi untuk mengrangi
sesak saat sedang melakukan aktivitas dikarenakan adanya stimulus distraktif yang
muncul membuat terjadinya peningkatan intensitas seseorang dalam melakukan
aktivitas. Sehingga, pemberian teknik distraksi pada pasien PPOK secara tidak
langsung dapat mengatasi masalah sesak dan juga menigkatkan aktivitas klien
karena membuat klien menjadi lebih tenang dan rileks.
65
BAB V
PENUTUP
Bab V ini berisi bagian penutup karya ilmiah yang dimuat dalam kesimpulan
dan saran.
5.1 Kesimpulan
Klien Tn.E.H masuk rumah sakit dengan diagnos medis Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK). Pelaksanaan proses asuhan keperawatan dimulai dari
pengkajian dengan fokus pada keluhan utama pasien yakni sesak napas disertai
dengan sekret yang ada pada jalan napas, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik,
pengkajian pola kesehatan dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks dan
pemeriksaan sputum BTA, Kemudian, penentuan diagnosa keperawatan diangkat
berdasarkan dengan kondisi klien yaitu 1) Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan pembentukan mukus yang banyak, 2) Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan kompensasi tubuh dengan peningkatan RR, 3) Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen menurun. Dengan intervensi yang
disusun disesuaikan dengan masalah keperawatan dengan tujuan dan kriteria hasilnya
dan dilakukan tindakan keperawatan selama 3x7 jam yang mulai dari tanggal 25
maret 2023 sampai tanggal 27 maret 2023 bersamaan dengan evaluasi yang
dilakukan setiap harinya.
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan beberapa kesenjangan antara teori dan
kasus. Pada pemeriksaan penunjang, disarankan untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti Uji Faal dengan Spirometri dan Bronkodilator untuk mengetahui
tingkat keparahan atau derajat PPOK yang dialami oleh klien, namun kesenjangan
yang didapati dalam kasus Tn.E.H tidak dilakukan pemeriksaan ini karena tidak
adanya fasilitas yang mendukung sehingga tidak dapat dilihat dengan jelas seberapa
parah PPOK yang dialami oleh klien. Kemudian, dari Evidence Based Practice,
ternyata ada banyak intervensi yang dapat dilakukan pada klien PPOK untuk
mengatasi masalah pernapasan dalam hal ini sesak dan penurunan nilai saturasi
oksigen yaitu
66
salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah Pursed Lip Breathing, oleh karena
itu terdapat kesenjangan yang ada pada kasus, dimana intervensi yang dilakukan pada
kasus hanya didasarkan pada standar intervensi pada umunya sehingga membuat
intervensi yang dilakukan menjadi terbatas. Kesenjangan lain yang ditemui yaitu
lamanya pemberian tindakan ternyata mempengaruhi hasil dan kondisi pada klien,
semakin lama dan konsisten pemberian intervensi maka hasil yang didapatkan
semakin baik disbanding hanya 3 hari pemberian intervensi keperawatan.
5.2 Saran
Berdasarkan karya tulis ilmiah yang dibuat, maka penulis mengajukan
beberapa saran, sebagai berikut :
68
DAFTAR PUSTAKA
Asyrofy, A., Arisdiani, T., & Aspihan, M. (2021). Karakteristik dan kualitas hidup
pasien Penyakit Paru Obstruksi Konik (PPOK). NURSCOPE: Jurnal
Penelitian Dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan, 7(1), 13.
https://doi.org/10.30659/nurscope.7.1.13-21
Cahyani, R. P., Pujiarto, P., & Putri, N. W. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien
PPOK Menggunakan Posisi Condong ke Depan dan Latihan Pursed Lip
Breathing untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen. Madago Nursing Journal,
1(2), 37–43. https://doi.org/10.33860/mnj.v1i2.277
Firdausi, N. L. (2020). Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Penyakit Paru Obstruksi Kronis (Ppok) Di Indonesia. 1–8.
http://repository.unair.ac.id/id/eprint/96078
Gilda Simanjuntak, E., & Serepina, A. (2020). Perspektif Terkini terhadap Penyakit
Paru Obstruktif Kronis : Review Literatur. Jurnal Kedokteran Universitas
Palangka Raya, 8(2), 999–1009. https://doi.org/10.37304/jkupr.v8i2.2034
GOLD. (2018). Pocket guide to COPD Diagnosis, Management And Prevention: A
Guide For Health Care Professionals. Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease, Inc, 1(1), 3–14. http://goldcopd.org/wp-
content/uploads/2018/02/WMS-GOLD-2018-Feb-Final-to-print-v2.pdf
Helmi Niagara, Wasiso Utamo, O. H. (2013). Gambaran Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Terjadinya Penyakit Paru Obstruksi Kronis ( PPOK ). 26.
Husnah, H. (2020). Hubungan derajat penyakit paru obstruktif kronik dengan
malnutrisi pada pasien penyakit paru obstruktif kronik di poli Rumah Sakit
Umum Meuraxa. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 20(1), 27–30.
https://doi.org/10.24815/jks.v20i1.18295
Lindayani, L. P., Tedjamartono, & Dharma, T. (2017). Praktik Belajar Lapangan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Pedoman Diagnosis
& Penatalaksanaan Di Indonesia, 1302006137, 32.
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/18781/1/ea91ca43e8db520c8a1e16ebf600f7e5.p
df
Monica, I., & Sutanto, H. (2020). Hubungan derajat sesak napas dengan kualitas
hidup pada pasien penyakit paru obstruktif kronik stabil di Poliklinik Paru
RSUP Persahabatan. Tarumanagara Medical Journal, 3(1), 91–97.
https://journal.untar.ac.id/index.php/tmj/article/view/9731
Nabella, V. (2018). Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Paru Obstrukti Kronik
(PPOK) Pada Tn. S dan Ny. P Dengan Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan
69
Bersihan Jalan.
Ni Made Dwi Yunica Astriani, Kadek Yudi Aryawan, M. H. (2020). Teknik Clapping
Dan Vibrasi Meningkatkan Saturasi Oksigen Pasien PPOK. 4, 248–256.
Ni Made Dwi Yunica Astriani, Putu Indah Sintya Dewi, K. H. Y. (2020). Relaksasi
Pernafasan Dengan Teknik Ballon Blowing Terhadap Peningkatan Saturasi
Oksigen Pada Pasien Ppok. 3(2018), 426–435.
Putri, S. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronis Di Ruang Paru RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG. 1–155.
Rachmawati, A. D., & Sulistyaningsih. (2020). REVIEW ARTIKEL: PENYAKIT
PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) Afina. Farmaka, 18(1), 1–15.
Ramadhani, R. (2018). Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Peningkatan Self
Efficacy dalam Mengelola Kesulitan Bernafas Melalui Edukasi Manajemen
Dispnea pada Pasien PPOK. 3(2), 125–133.
Sari, R. P., & Mayasari, D. (2020). Penatalaksanaan Holistik Penyakit Paru
Obstruktif Kronik pada Lansia dengan Riwayat Merokok dan Paparan Polusi
Udara Holistic Management of Chronic Pulmonary Obstructive Disease in The
Elderly with History of Smoking and Exposure of Air Pollution. Medula, 10(2),
257–266.
Tuk Jiron, A. (2020). Asuhan Keperawatan Klien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(Ppok) Dengan Ketidakefektifan Pola Nafas. Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952., 5–24.
Wulandari, R. A. (2020). Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) Di Ruang Buketan RSUD Kota Pekalongan. 1–64.
Yanti, N. K. W. D. (2020). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ppok
Dengan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Di Ruang Cendrawasih Rsud
Wangaya Tahun 2020. Repository Denpasar, 7–22.
http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/id/eprint/4331
Zulkarni, Nessa, N., & Athifah, Y. (2019). Analisis Ketepatan Pemilihan dan
Penentuan Regimen Obat pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 6(2), 158. https://doi.org/10.25077/jsfk.6.2.158-
163.2019
70
LAMPIRAN
Allo Anamnese :
I. IDENTIFIKASI
A. KLIEN
Nama initial : Tn. E.H
Tempat / tgl lahir (umur) : Bitung, 23-11-1957 (65 tahun)
71
Pekerjaan : Swasta
Alamat rumah : Bitung Tengah ,Kecamatan maesa
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny.F.H
Alamat : Bitung Tengah ,Kecamatan maesa
Riwayat Penyakit sekarang: klien mengeluh sesak napas dan terasa ada
lendir pada jalan napas sehingga membuatnya sulit untuk bernapas. klien
mengatakan ia batuk namun lendirnya sulit keluar. klien tampak
menggunakan otot bantu pernapasan diafragma dan klien juga mengatakan
kalau sesak bertambah dengan aktivitas ringan dan nyaman dengan posisi
semi fowler.
Klien tampak sakit ringan / sedang/ berat / tidak tampak sakit.
Alasan : Tak bereaksi / lemah / aktif / gelisah / posisi tubuh semi fowler / pucat
/ Cyanosis / sesak napas / penggunaan alat medic : IVFD NS 0,9% 21
tetes/menit (mikro) dan O2 Binasal Kanul 4-5 liter/menit.
Kuantitatif :
Glasgow Coma Scale :
Respon Motorik :6 Jumlah
Respon Bicara 5 15
Respon Membuka Mata: 4
Kesimpulan : klien dalam keadaan sadar penuh
73
Pola : Dispnea (Dalam dan Dangkal)
C. PENGUKURAN :
1. Lingkar Lengan Atas : 35,4 cm
2. Lipat Kulit Triceps :- cm
3. Tinggi Badan : 170 cm , Berat Badan : 68 Kg
I.M.T. (Indeks Massa Tubuh) : 23,52 Kg / m2
Kesimpulan : Gizi klien dalam kategori normal dengan
hasil IMT normal
D. GENOGRAM :
Keterangan:
: Laki - laki
: Perempuan
: Perempuan meninggal
: Pasien
: Tinggal Serumah
1. Data Subjektif
75
a. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan kalau ia saat sebelum masuk RS, memang sudah lama
mengalami sakit pada area pernapasannya, sebelumnya klien memiliki
riwayat merokok aktif namun setelah sakit mulai dikurangi, jika sakit
upaya yang dilakukan untuk menangani masalah kesehatannya yaitu
dengan pergi ke dokter jika merasakan sakit atau pergi ke apotik untuk
membeli obat.
2. Data Objektif
a. Observasi
Kebersihan rambut : Tampak berminyak dengan sudah ada
uban
Kulit kepala : Tampak berminyak, tidak ada lesi
Kebersihan kulit : Tampak ada flek hitam pada area
sekitar kulit
Hygiene rongga mulut : Tampak bersih
Kebersihan genitalia : Tidak dikaji
Kebersihan anus : Tidak dikaji
76
B. KAJIAN NUTRISI METABOLIK
1. Data Subjektif
a. Keadaan sebelum sakit : klien mengatakan kalau pola
makannya seperti biasa yaitu frekuensi makan 3 kali sehari dengan
nasi, ikan, sayur dan porsi dihabiskan. Begitupun dengan minum, ia
mengatakan ia banyak minum yaitu 1-2 liter setiap hari.
b. Keadaan sejak sakit : klien mengatakan kalau pola
makannya seperti biasa, ia tidak mengalami penurunan nafsu makan
dan juga ia lebih banyak minum.
2. Data Objektif
a. Observasi
Tampak klien memiliki pola makan dan minum yang baik. Klien
menghabiskan makanan yang disediakan oleh RS.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan rambut : Ada uban dan tampak berminyak
Hidrasi kulit : Lembab
Palpebrae : Tidak gelap
Conjungtiva : Anemis
Sclera : Tidak Ikterik
Hidung : Tidak ada epiktaksis dan sektum normal
Rongga mulut : Bersih
Gusi : Merah mudah
Gigi geligi : lengkap
Gigi palsu : tidak menggunakan gigi palsu
Kemampuan mengunyah keras : masih bisa
Lidah : Bersih, berwarna merah mudah
Tonsil : T1 (Normal)
Pharing : Tampak normal
Kelenjar getah bening leher : Tidak ada pembengkakan
Kelenjar parotis: Tidak ada pembengkakan
Kelenjar tyroid : Tidak ada pembengkakan
Abdomen
Inspeksi : Bentuk : Simetris
77
Bayangan vena :Tidak tampak
Benjolan vena : Tidak tampak
Auskultasi : Peristaltik : 22 x/menit
Palpasi : Tanda nyeri umum : Tidak ada
Massa : Tidak ada
Hidrasi kulit : Normal – Lembab Nyeri tekan : R. Epigastrica
R. Suprapubica Titik Mc. Burney
R. Illiaca
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Perkusi Redup
Ascites Negatif
Positif, Lingkar perut …….. /........./…… cm
b. Pemeriksaan Fisik :
Peristaltik usus : 27x/menit
Palpasi Suprapubica
Kandung kemih :
Penuh Kosong
Nyeri ketuk ginjal
: Kiri : Positif
Negatif Positif
Kanan : Negatif
79
Mulut urethra : Tidak ada pembengkakan
Anus :
Peradangan : Negatif Positif
Fissura : Negatif Positif
Hemoroid : Negatif Positif
Prolapsus Recti : Negatif Positif
Fistula ani : Negatif Positif
Masa Tumor : Negatif Positif
c. Pemeriksaan Diagnostik :
tidak ada
Laboratorium : terlampir
- Kimia klinik
d. Terapi : tidak ada
C. KAJIAN POLA AKTIFITAS DAN LATIHAN
1. Data Subjektif
a. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan kalau ia dapat melakukan aktivitasnya secara
mandiri tanpa dibantu
b. Keadaan sejak sakit :
klien mengatakan ia sulit melakukan aktivitas dan hanya bisa berada
di tempat tidur, merasa lemah karena sesak napas yang dirasakan
membuatnya sulit dan tidak mampu melakukan aktivitas secara
mandiri. klien mengatakan ia merasa sangat kelelahan karena tidak
bisa berbaring di tempat tidur dan hanya bisa duduk ditempat tidur
dengan menggunakan sandaran punggung dikarenakan sesak napasnya
2. Data Objektif
a. Observasi : klien tampak lemah dan hanya bisa duduk diatas tempat
tidur dan tidak bisa berbaring karena sesak napas
Aktivitas Harian :
Makan : 0 0 : mandiri
81
Batas kanan jantung : ICS IV mid sternalis dextra
Batas kiri bawah jantung: ICS V
Auskultasi :
Bunyi Jantung II A : Reguler
Bunyi Jantung II P : Reguler
Bunyi Jamtung I T : Reguler
Bunyi Jantung I M : Reguler
Bunyi Jantung III Irama Gallop : Negatif
Positif
82
Murmur : Negatif Positif :
Tempat : ………….Grade : …………..
HR : 97 x / menit
Bruit Aorta : Negatif Positif
Arteri Renalis : Negatif Positif
Arteri Femoralis : Negatif Positif
Kanan : 1 2 3 4 5
83
Columna Vertebralis :
Inspeksi : Kelainan bentuk : Tidak ada
Palpasi : Nyeri tekan : Negatif
Positif
N. III – IV – VI : Tampak normal
N. VIII Romberg Test : Negatif Positif
N. XI : Dapat digerakkan normal
Kaku kuduk : Tidak
Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium :
- Hematologi
- Kimia Klinik
- Elektrolit
Lain – lain: Radiologi: foto thorax
Terapi :
2. Data Objektif
a. Observasi
klien menggunakan alat bantu kacamata, dapat mendengar dengan
baik, kemampuan berbicara baik, tidak disorientasi waktu, tempat.
b. Pemeriksaan Fisik
Penglihatan
Cornea : Jernih
Visus : Baik
Pupil : Isokor
Lensa Mata : Jernih
Tekanan Intra Okular (TIO) : Tidak ada
Pendengaran
Pina : Baik
Canalis : Bersih
Membran Tympani : Intake
Tes Pendengaran : Baik
Pengenalan rasa posisi pada gerakan lengan dan tungkai :
2. Data Objektif
a. Observasi
Kontak mata : Baik
Rentang Perhatian : Baik
Suara dan cara bicara : Normal
Postur tubuh : Tampak membungkuk
b. Pemeriksaan Fisik
Kelainan bawaan yang nyata : Tidak ada
Abdomen :
Bentuk : Simetris
Bayangan vena : Tidak tampak
Benjolan massa : Tidak tampak
Kulit : lesi kulit :
Penggunaan protesa : Hidung Payudara
86
Lengan Tungkai
b. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan khusus yang dilakukan.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium :
d. Terapi : tidak ada
87
I. KAJIAN MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP
STRESS
1. Data Subjektif
a. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan kaau ia memiliki masalah ia mengatasinya dengan
ia mengatasinya dengan berdoa dan ia merasa masalahnya cepat
terselesaikan.
b. Keadaan sejak sakit :
klien mengatakan kalau masalah yang ia alami saat ini adalah keadaan
sakit, namun ia meyakini kalau ia dapat sembuh.
2. Data Objektif
a. Observasi :
Tampak klien memiliki koping dan toleransi yang baik terhadap
masalah sakit yang ia alami saat ini
b. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah :
Berbaring : 130/90 mmHg
Duduk : 140/90 mmHg
Berdiri : 140/90 mmHg
HR : 97 x / menit
Kulit : Keringat dingin : tidak
Basah : tidak
c. Terapi :
Tampak klien memiliki waktu berdoa dan klien sering memutar lagu
religi dan ayat-ayat alquran saat sedang tidur.
Yang Mengkaji
89
Daftar Obat Yang Diberikan Pada Pasien
1. Nama Obat: Ceftriaxone Injeksi
Kondisi: Infeksi
Dosis
Dosis mengatasi infeksi bakteri
Dosis
Dewasa : kapsul ,syrup kering atau granul 200 mg 2-3 kali sehari, tablet
effervescent 600 mg sekali sehari.
Anak-anak usia 2-6 tahun 100 mg 2-4 kali sehari.
Dosis
Dosis dewasa usia 18 tahun keatas dosis umum 40 mg perhari diminum 2 kali
hari sekali dengan atau tanpa konsumsi makanan
Dosis anak-anak usia 0-17 tahun dosis yang aman dan efektif belum
ditetapkan untuk anak-anak usia ini.
91
Mekanisme Kerja/Fungsi Obat: Pantoprazole adalah obat untuk meredakan
keluhan dan gejala akibat peningkatan asam lambung, seperti nyeri perut,
panas di dada (heartburn), atau sulit menelan. Obat ini juga digunakan dalam
pengobatan tukak lambung, gastroesofageal refluks disease (GERD), sindrom
Zollinger-Ellison, atau esofagitis erosif.Pantoprazole bekerja dengan cara
menghambat produksi asam lambung. Dengan berkurangnya asam lambung, maka
keluhan akibat peningkatan asam lambung bisa mereda. Selain itu, dengan
berkurangnya produksi asam lambung, maka luka (tukak) pada lambung dan erosi
pada esofagus juga bisa dicegah.
Kontra Indikasi: Memiliki riwayat alergi pantoprazole atau obat-obatan serupa,
seperti lansoprazole, omeprazole, nexium, prevacid, prilosec, dan lain-lain.
Mengonsumsi obat rilpivirin dan atazanavir. Memiliki masalah pernapasan.
Memiliki masalah ginjal.
Efek Samping:
sakit kepala
Perut kembung
Sakit perut
Konstipasi
Sulit tidur
Diare
Dosis
Dewasa 500 mg diminum setiap 4-6 jam sekali dosis maksimal perhari
adalah 4000 mg
Anak-anak 12 tahun keatas 325-650 mg diminum setiap4-6 jam sekali atau
1000 mg setiap 6-8 jam sekali.
Anak-anak < 12 tahun sediaan syrup 120-500 mg diminum setiap 4-6 jam
sekali maksimal 4 dosis dalam sehari
Bayi 1-2 bulan sediaan drop sebanyak 30-60 mg diminum setiap 8 jam sekali.
Dosis
Dosis awal 1 unit dose vial ,dosis bisa ditingkatkan menjadi 2 unit dose vial
jika gejala belum membaik
No RM : 256997
Nama : Tn.E.H
Umur : 65 Tahun
Hematologi
WBC 9,8 10^3/uL 5,0-10,0
RBC 5,47 10^6/uL 4,00-5,50
HCB 14,4 g/dL 12,0-15,0
HCT 41,2 % 45,0-52,0 LOW
MCV 75,3 fL 84-95
MCH 26,3 Pg 27-32
MCHC 34,9 g/dL 31-38
RDW 12,3 % 11,6-14,6
PLT 231 10^3/uL 150-450
Diferential
-Neut % 75,2 % 38-80
-LYM % 19,7 % 23-53 LOW
-MID 5,1 % 2-11
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu satu 176 mg/dL 60-150 HIGH
Elektrolit
Natrium (Na) 134 mmol/L 135-155 LOW
Kalium (K) 3,7 mmol/L 3,6-5,5
Chlorida (Cl) 97 mmol/L 94-111
94
2. Hasil Pemeriksaan Radiologi
No. Rm : 256997
Nama : Ny. E.T
Sex/umur : M /65 tahun
Tanggal Lahir : 23/11/1957
95
URAIAN HASIL PEMERIKSAAN :
96
2 KLASIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF (DS) DATA OBJEKTIF (DO)
- Klien mengeluh sesak napas dan terasa ada lendir - Klien tampak menggunakan otot bantu pernapasan diafragma
pada jalan napas sehingga membuatnya sulit untuk - Klien tampak sesak saat bernapas (dispnea)
bernapas. - Klien tampak sulit mengeluarkan sekret saat batuk
- Klien mengatakan ia batuk namun lendirnya sulit - Terdapat suara napas tambahan : Ronkhi (+), Wheezing (+)
keluar. - Fase ekspirasi memanjang
- Klien mengatakan sesak bertambah dengan aktivitas - Klien tampak lemah dan hanya bisa duduk di tempat tidur
ringan dengan posisi semi fowler dan tidak bisa berbaring karena sesak
- Klien mengatakan ia sulit melakukan aktivitas dan napas
hanya bisa berada di tempat tidur, merasa lemah - Tampak ekspresi wajah klien mengantuk dan banyak menguap
karena sesak napas yang dirasakan membuatnya sulit - TTV : TD : 140/90 mmHg, RR : 30 x/menit SPO2 : 95% , N :
dan tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri. 97 x/menit , SB : 36,4 ℃
- Klien mengatakan ia merasa sangat kelelahan karena - Terpasang oksigen Binasal Kanul 5 liter/menit
hanya bisa berbaring di tempat tidurnya dengan posisi - Terpasang Ivfd NS 0,9% 21 tetes/menit (mikro)
tidur semifowler - Aktivitas eliminasi (BAK, BAB), dan mobilisasi di tempat tidur
- Klien mengatakan kalau ia tidak dapat tidur dengan dibantu oleh keluarga
baik karena saat berbaring ia akan sesak - Hasil pemeriksaan Laboratorium :
- Klien mengatakan ia bisa tidur sekitar 4-5 jam sehari HCT : 41,2 % (nilai normal : 45,0-52,0)
saat sesaknya dirasa berkurang LYM % : 19,7 % (nilai normal : 23-53)
- Hasil pemeriksaan Radiologi :
Gambaran Pneumonia DD/ TBC paru lesi luas aktif
97
3.3 ANALISA DATA
No DATA (SIGNS & SYMPTOMS) PENYEBAB (ETYOLOGI) MASALAH
(PROBLEM)
98
DO : Hipoventilasi
- Klien tampak menggunakan otot bantu pernapasan
diafragma
- Klien tampak sesak saat bernapas (dispnea) Respirasi memanjang
- Fase ekspirasi memanjang
- Terdapat suara napas tambahan : Ronkhi (+), Wheezing (+)
- RR : 30 x/menit SPO2 : 95% Usaha Bernapas berlebihan
- Terpasang oksigen Binasal Kanul 5 liter/menit
Pola Napas Tidak Efektif
3. DS : Obstruksi Kronis Intoleransi Aktivitas
- Klien mengatakan sulit melakukan aktivitas dan hanya (SDKI : D.0056)
bisa berada di tempat tidur, merasa lemah karena sesak Menekan jaringan paru
napas yang dirasakan membuatnya sulit dan tidak mampu
melakukan aktivitas secara mandiri.
- Klien mengatakan ia merasa sangat kelelahan karena tidak Sesak napas
bisa berbaring di tempat tidurnya dan hanya bisa duduk
disamping tempat tidur dikarenakan sesak napasnya Peningkatan Kerja paru
DO :
- Klien tampak lemah dan hanya bisa duduk ditempat Suplai energi meningkat
tidur dengan posisi semifowler dan tidak bisa berbaring
karena sesak napas
- Aktivitas untuk eliminasi (BAK, BAB), dan mobilisasi di Kelelahan otot pernapasan
tempat tidur dibantu oleh keluarga
- Klien tampak sesak saat bernapas (dispnea) Intoleransi Aktivitas
- RR : 30 x/menit SPO2 : 95%
99
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Tn. E.H Ruangan : Sto. fransiskus
100
- Terdapat suara napas tambahan : Ronkhi
(+), Wheezing (+)
- TTV : TD : 140/90 mmHg, RR : 30 x/menit
SPO2 : 95% , N : 97 x/menit , SB : 36,5℃
- Hasil pemeriksaan Laboratorium :
- Hasil pemeriksaan Radiologi :
- Gambaran Pneumonia DD/ TBC paru lesi
luas aktif
2 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan 24 Maret 2023 - Pola napas tidak efektif adalah
kompensasi tubuh dengan peningkatan RR. Yang inspirasi dan/atau ekspirasi
ditandai dengan : yang tidak memberikan ventilasi
DS : adekuat, dimana
ketidakadekuatannya ventilasi
- Klien mengeluh sesak napas dan terasa ada yang disebabkan akibat
lendir pada jalan napas sehingga terjadinya penyempitan jalan
membuatnya sulit untuk bernapas. napas. (Tim Pokja SDKI DPP
- Klien mengatakan sesak bertambah dengan PPNI, 2016)
aktivitas ringan
DO :
- Klien tampak menggunakan otot bantu
pernapasan diafragma
- Klien tampak sesak saat bernapas (dispnea)
- Fase ekspirasi memanjang
- Terdapat suara napas tambahan : Ronkhi (+),
Wheezing (+)
101
- RR : 30 x/menit SPO2 : 95%
- Terpasang oksigen Binasal Kanul 5
liter/menit
- HCT : 41,2 % (nilai normal : 45,0-52,0)
LYM % : 19,7 % (nilai normal : 23-53)
3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 24 Maret 2023 27 Maret Intoleransi aktifitas berakibat
menurun. Yang ditandai dengan : 2023 pada perubahan pola aktifitas
DS : harian klien yang dapat
berhubungan dengan psikis/
- Klien mengatakan ia sulit melakukan kejiwaan klien karena
aktivitas dan hanya bisa berada di tempat keterbatasan aktifitas yang
tidur, merasa lemah karena sesak napas yang dialami klien. (YP.Istanti, 2016)
dirasakan membuatnya sulit dan tidak
mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
- Klien mengatakan ia merasa sangat
kelelahan karena tidak bisa berbaring di
tempat tidurnya dan hanya bisa duduk
ditempat tidur dengan posisi semifowler
dikarenakan sesak napasnya
DO :
- Klien tampak lemah dan hanya bisa duduk
di samping tempat tidur dan tidak bisa
berbaring karena sesak napas
- Aktivitas kebutuhan eliminasi (BAK, BAB),
dan mobilisasi di tempat tidur dibantu oleh
keluarga
- Klien tampak sesak saat bernapas (dispnea)
102
- RR : 30 x/menit SPO2 : 95%
- Klien tampak lelah saat beraktivitas
103
- Klien mengatakan batuk 1. Batuk efektif : 4/5 3. Berikan minum hangat 3. Air hangat memobilisasi
namun lendirnya sulit (Ket: cukup meningkat) dan mengeluarkan sekret.
keluar. 2. Produksi sputum :
4/5 (Ket: cukup Kolaborasi :
DO : meningkat) 4. Pemberian obat sesuai 4. Acetylcysteine adalah
3. Wheezing : 5/5 indikasi : obat oral obat yang digunakan
- Klien tampak sulit (Ket: menurun) acetylcysteine 200 mg untuk mengencerkan
mengeluarkan sekret saat 4. Frekuensi napas : 5/5 dan cefriaxone 2 gram dahak pada gangguan
batuk (Ket:membaik) melalui injeksi pernapasan.Sedangkan
- Terdapat suara napas intravena pemberian cefriaxone
sebagai obat antibiotik
tambahan : Ronkhi (+),
yaitu untuk membunuh
Wheezing (+) 5. Pemberian terapi nebulizer bakteri penyebab infeksi
- TTV : TD : 140/90 mmHg, (terapi penguapan) khususnya pada penyakit
RR : 30 x/menit SPO2 : saluran pernapasan
95% , N : 97 x/menit , SB
: 36,5 ℃ 5. Terapi nebulizer bertujuan
6. Lakukan fisioterapi dada membantu mengencerkan
- Hasil pemeriksaan
dahak.
Radiologi :
Gambaran Pneumonia 6. Fisioterapi dada dilakukan
DD/ TBC paru lesi luas 1.01006 Latihan Batuk Efektif untuk membersihkan
aktif Observasi : obstruksi jalan nafas dan
7. Identifikasi kemampuan mengurangi kerja
batuk pernafasan
Edukasi :
8. Anjurkan batuk efektif
(caranya : tarik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
104
selama 2 detik, kemudian 7. Mengetahui kemampuan
keluarkan dari mulut mengeluarkan sputum
dengan bibir mencucu sejauh mana.
(dibulatkan) selama 8
detik, mengulanginya
hingga 3 kali dan batuk 8. Mempertahankan
dengan kuat langsung kesiapsediaan klien jika
setelah Tarik napas dalam ada sesak yang tiba-tiba
yang ke-3. agar klien tetap rileks dan
tenang.
105
- Klien tampak 3. Penggunaan otot 3. Berikan oksigen 3. Penurunan saturasi
menggunakan otot bantu bantu napas : 5/5 oksigen dapat
pernapasan diafragma (ket: Menurun) menunjukkan
perubahan status
- Klien tampak sesak saat
kesehatan pasien
bernapas (dispnea) yang dapat
- Fase ekspirasi memanjang mengakibatkan
- Terdapat suara napas terjadinya hipoksia.
tambahan : Ronkhi (+),
Wheezing (+)
- RR : 30 x/menit SPO2 :
95%
- Terpasang oksigen
Kolaborasi:
Binasal Kanul 5 4. Pemberian bronkodilator 4. Pemberian obat
liter/menit sesuai indikasi bronkodilator dapat
- HCT : 41,2 % (nilai memperlebar luas
normal : 45,0-52,0) permukaan
- LYM % : 19,7 % (nilai bronkiolus pada
normal : 23-53) paru-paru dan
membuat kapasitas
serapan oksigen
paru-paru meningkat.
I.01002 Dukungan Ventilasi
Terapeutik :
5. Pertahankan kepatenan 5. Kepatenan jalan
jalan napas nafas yang
dipertahankan
membuat pasien
106
Edukasi : bernafas dengan
6. Ajarkan melakukan tarik mudah
napas dalam 6. Teknik nafas dalam
dapat membuat
pasien lebih rileks
karena melibatkan
emosi dan
pernapasan yang
dalam
Sabtu,25 SDKI : D.0056 Tujuan : SIKI :
Maret Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan
2023 dengan suplai O2 menurun. Yang tindakan keperawatan I.05178 Manajemen Energi
ditandai dengan : selama 3x24 jam Observasi :
DS : diharapkan aktivitas 1. Monitor Kelelahan fisik 1. Faktor fisik dan
dapat ditoleransi dan emosional emosional saling
- Klien mengatakan ia sulit mempengaruhi dalam
melakukan aktivitas dan Kriteria hasil : menyebabkan pasien
hanya bisa berada di SLKI: L.05047 merasa lelah karena
tempat tidur, merasa Menunjukkan : sakitnya
1. Kemudahan dalam
lemah karena sesak napas
melakukan aktivitas 2. Monitor lokasi dan 2. Diketahuinya
yang dirasakan sehari-hari : 5/5 ketidaknyamanan selama penyebab dapat
membuatnya sulit dan (Ket : meningkat) melakukan aktivitas memudahkan
tidak mampu melakukan 2. Keluhan lelah : 5/5 tindakan yang
aktivitas secara mandiri. (Ket : menurun ) mengatasi masalah
- Klien mengatakan ia 3. Frekuensi napas:5/5
merasa sangat kelelahan (Ket : membaik)
Terapeutik :
karena tidak bisa 3. Situasi yang nyaman
berbaring dapat membuat
di tempat tidurnya dan
107
hanya bisa duduk 3. Sediakan lingkungan yang pasien lebih rileks
ditempat tidur dengan nyaman dan rendah dan mununjukan
posisi semifowler stimulus ketidaknyamanan
yang dapat membuat
dikarenakan sesak
kelelahan
napasnya
DO :
- Klien tampak lemah dan 4. Teknik pengalihan
hanya bisa duduk di sebagai cara agar
samping tempat tidur dan 4. Berikan aktivitas, distruksi pasien dapat
tidak bisa berbaring yang menyenangkan mengubah fokusnya
karena sesak napas ke hal lebih
menyenangkan
- Aktivitas kebutuhan
eliminasi (BAK, BAB), 5. Untuk memberikan
dan mobilisasi di tempat Edukasi : proses penyembuhan
tidur dibantu oleh 5. Anjurkan aktivitas secara secara bertahap
keluarga bertahap dengan tidak terlalu
- Klien tampak sesak saat memaksa kondisi
bernapas (dispnea) pasien berhubungan
dengan penyakitnya
- RR : 30 x/menit SPO2 :
95%
- HCT : 41,2 % (nilai normal 6. Mengurangi aktivitas
: 45,0-52,0) yang dapat
memperberat kondisi
dan membuat
108
6. Anjurkan mendekatkan pemenuhan
barang yang sering dipakai kebutuhan menjadi
di area yang mudah lebih efektif
dijangkau
109
- Klien mengeluh sesak Respon : klien mengatakan ia bisa - klien mengatakan kalau lendirnya
napas dan terasa ada lendir mendengar dan merasakan suara napasnya hanya sedikit karena sulit untuk
pada jalan napas sehingga 07.50 yang terasa lain saat ia bernapas dikeluarkan saat ia batuk
membuatnya sulit untuk
2. Memonitor sputum (jumlah dan - klien mengatakan kalau air hangat
warna) yang diminumnya membuatnya lebih
bernapas. Hasil : Sputum yang mampu dikeluarkan sedikit mudah untuk batuk
- Klien mengatakan ia batuk klien dalam jumlah yang sedikit dengan - klien mengatakan kalau ia masih
namun lendirnya sulit warna kuning merasakan sesak walau sudah sedikit
keluar. Respon : klien mengatakan kalau lendirnya berkurang sesak yang dirasakan
hanya sedikit karena sulit untuk dikeluarkan - klien mengatakan kalau dahaknya
DO : 08.00 saat ia batuk masih sulit untuk dikeluarkan
- Klien tampak sulit 3. Memberikan air minum hangat
Hasil : klien diberikan air minum hangat
mengeluarkan sekret saat
sebanyak200 ml O:
batuk Respon : klien mengatakan kalau air hangat - Terdapat suara tambahan Wheezing
- Terdapat suara napas yang diminumnya membuatnya lebih (+) dan Ronkhi (+)
tambahan : Ronkhi (+), 08,05 mudah untuk batuk - TTV : TD : 130/90 mmHg, N : 96
Wheezing (+) 4. Memberikan obat acetylcysteine x/menit, SB : 36,5 ℃, RR :
- TTV : TD : 130/90 mmHg, Hasil : Diberikan obat oral acetylcysteine 28 X/menit, SpO2 : 95%
RR : 30 x/menit SPO2 : 200 mg dan cefrtiaxone 2 gram melalui - Pasien diberikan air minum hangat
injeksi intravena sebanyak 300 ml Diberikan obat
95% , N : 97 x/menit , SB :
5. Memberikan terapi nebulizer oral acetylcysteine 200 mg dan
36,4 ℃ 10.00 Hasil : klien diberikan terapi nebulizer cefriaxone 2 gram melalui injeksi
- Laboratorium : Combivent 2,5 ml intravena
HCT : 41,2 % Respon : klien mengatakan kalau ia masih - Pasien diberikan terapi nebulizer
(nilai normal : merasakan sesak walau sudah sedikit Combivent 2,5 ml
45,0-52,0) berkurang sesak yang dirasakan - Diberikan teknik fisioterapi dada
- LYM % : 19,7 % 6. Melakukan fisioterapi dada pada pasien selama +/- 10 menit
10.30 Hasil : Diberikan teknik fisioterapi dada
(nilai normal : 23-
pada pasien selama +/- 10 menit A : Bersihan jalan napas tidak efektif
53)
110
Respon : klien merasa sedikit lebih mudahP : Intervensi dilanjutkan
mengeluarkan dahaknya walaupun masih 1. Monitor bunyi napas tambahan
dalam jumlah sedikit 2. Monitor sputum
3. Berikan minum hangat
4. Kolaborasi pemberian obat oral
11.00 I.01001 Latihan Batuk Efektif acetylcysteine 200 mg dan cefriaxone
7. Mengidentifikasi kemampuan batuk 2 gram melalui injeksi intravena
Hasil : klien tampak mampu batuk namun 5. Pemberian terapi nebulizer
masih sulit mengeluarkan sekretnya menggunakan Combivent 2,5 ml
Respon : klien mengatakan kalau dahaknya 6. Lakukan fisioterapi dada
masih sulit untuk dikeluarkan 7. Identifikasi kemampuan batuk
11.20 8. Anjurkan batuk efektif
8. Menganjurkan dan mengajarkan
batuk efektif
Hasil : klien tampak memperhatikan
latihan yang diberikan dan mau
mempraktekannya
Respon : klien mengatakan dapat
memahami dan ingin mempraktekannya
SDKI : D.0005 I.01011 Manajemen Jalan Napas Hari/tanggal : Sabtu, 25 Maret 2023
Pola napas tidak efektif 09.35 1. Memonitor pola napas (frekuensi, Waktu : 14.00 wita
berhubungan dengan kelelahan, usaha napas)
kompensasi tubuh dengan Hasil : Frekuensi napas : 30x/menit, pasien S:
peningkatan RR masih tampak sesak saat bernapas, - Klien mengatakan masih merasa
Yang ditandai dengan: Kedalaman dan usaha napas : menggunakan sesak saat bernafas
DS : otot bantu pernapasan diafragma untuk - sesak dapat bertambah dengan
membantunya bernapas, ekspirasi aktivitas ringan seperti bangun dari
- klien mengeluh sesak memanjang tempat tidur
napas dan terasa ada lendir
111
pada jalan napas sehingga Respon : klien mengatakan masih merasa - Klien mengatakan kalau posisi
membuatnya sulit untuk sesak saat bernafas dan sesaknya dapat fowler membuatnya lebih mampu
bernapas. bertambah dengan aktivitas ringan seperti bernafas secara bebas
10.00 pergi ke toiket - Klien mengatakan kalau dengan
- klien mengatakan sesak
2. Memposisikan pasien posisi fowler oksigen ia dapat bernapas dengan
bertambah dengan Hasil : klien diberikan posisi fowler baik
aktivitas ringan disamping tempat tidur - Klien mengatakan kalau sesaknya
Respon : klien mengatakan kalau posisi berkurang dengan posisi duduk
DO : fowler membuatnya lebih mampu bernafas
- klien tampak 10.30 secara bebas O:
menggunakan otot bantu 3. Memberikan terapi oksigen - Klien masih tampak sesak saat
Hasil : Diberikan oksigen 5 liter/menit bernafas
pernapasan diafragma
menggunakan Binasal Kanul - Frekuensi napas : 30x/menit
- klien tampak sesak saat Respon : klien mengatakan kalau dengan - Kedalaman dan usaha napas :
bernapas (dispnea) oksigen ia dapat bernapas dengan baik menggunakan otot bantu pernapasan
- Fase ekspirasi memanjang diafragma untuk membantunya
- Terdapat suara napas 11.00 bernapas
tambahan : Ronkhi (+), I.01002 Dukungan Ventilasi - Ekspirasi memanjang
Wheezing (+) 4. Mempertahankan kepatenan jalan - Klien diberikan posisi fowler
napas dengan cara diberi posisi disamping tempat tidur
- RR : 30 x/menit SPO2 :
fowler - Jalan napas pasien dalam kondisi
99% Hasil : Jalan napas klien dalam kondisi baik dengan posisi fowker
- Terpasang oksigen Binasal baik dengan posisi fowker - Terpasang oksigen 5 liter/menit
Kanul 5 liter/menit 11.30 Respon : klien mengatakan kalau sesaknya menggunakan Binasal Kanul
- Hasil pemeriksaan berkurang dengan posisi duduk - Diberikan Combivent 2,5 ml
Laboratorium : 5. Menganjurkan klien melakukan
HCT : 39,3 % (nilai tarik napas dalam - A : Pola napas tidak efektif
normal : 45,0-52,0)
P : Intervensi dilanjutkan
112
Hasil : klien tampak mengikuti ajaran - Monitor pola napas
tentang tarik napas dalam dan - Posisikan semi fowler
mempraktekannya - Berikan oksigen Binasal Kanul 5
Respon : klien mengatakan teknik tarik liter/menit
napas dalam membuatnya dapat mengontrol - Pemberian obat bronkodilator :
emosinya saat bernapas Combivent 2,5 ml (nebulizer)
- Anjutkan teknik napas dalam
113
- Klien mengatakan ia Respon :klien mengatakan kondisi sesak - klien mengatakan kalau ia dapat
merasa sangat kelelahan 11.00 membuat tidak nyaman untuk beraktivitas lebih mudah menjangkau hal yang ia
karena tidak bisa apalgi tidak ada orang yang membantunya butuhkan tanpa harus terbebani
3. Menyediakan lingkungan yang O:
berbaring di tempat
nyaman dan rendah stimulus - klien tampak kurang nyaman saat ia
tidurnya dan hanya bisa Hasil : klien tampak lebih tenang saat sendiri dikamarnya
duduk disamping tempat lingkungan dalam kondisi kondusif - klien tampak lelah saat melakukan
tidur dikarenakan sesak 11.10 Respon : klien mengatakan menyukai aktivitas seperti bangun dari tempat
napasnya kondisi yang tenang tidur
4. Memberikan aktivitas, distruksi yang - RR : 30 x/menit , SpO2 : 95 %
DO : menyenangkan - klien tampak belum mampu
Hasil : klien disarankan untuk melakukan aktivitas yang secara
- klien tampak lemah dan
mendengarkan musik yang tenang dan bertahap
hanya bisa duduk di pasien tampak lebih rileks - klien tampak lebih tenang saat
samping tempat tidur dan Respon : klien mengatakan kalau ia lingkungan dalam kondisi kondusif
tidak bisa berbaring 10.45 memang terbiasa mendengarkan musik - klien disarankan untuk
karena sesak napas sebagai penghilang stres mendengarkan musik yang tenang
- Aktivitas eliminasi 5. Menganjurkan aktivitas secara dan pasien tampak lebih rileks
(BAK, BAB), dan bertahap - klien mengatakan kalau ia memang
Hasil : klien tampak belum mampu terbiasa mendengarkan musik sebagai
mobilisasi di tempat tidur
melakukan aktivitas yang secara bertahap penghilang stres
dibantu oleh keluarga Respon :klien mengatakan belum mampu - Barang-barang yang sering
- Klien tampak sesak saat untuk melakukan aktivitas ringan seperti digunakan pasien seperti
bernapas (dispnea) 12.50 mandi karena ia masih merasakan sesak handphone, tas, botol minum
- RR : 30 x/menit SPO2 : napas ditempatkan pada tempat yang dekat
95% 6. Menganjurkan untuk mendekatkan dengan pasien
barang yang sering dipakai di area
yang mudah dijangkau A : Intoleransi aktivitas
Hasil : Barang-barang yang sering
digunakan klien seperti handphone, tas, P : Intervensi dilanjutkan :
114
botol minum ditempatkan pada tempat yang 1. Memonitor keluhan fisik dan
dekat dengan klien emosional dan RR dan saturasi
Respon : klien mengatakan kalau ia dapat oksigen
lebih mudah menjangkau hal yang ia 2. Sediakan lingkungan yang nyaman
butuhkan tanpa harus terbebani dan rendah stimulus
3. Tetap Berikan aktivitas distruksi
yang nyaman
4. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
115
sulit untuk dikeluarkan saat ia Respon : klien mengatakan masih - klien mengatakan merasa lebih
batuk 08.15 bisa mendengar suara napas yang baik ketika telah diberikan obat
- klien mengatakan kalau ia berbeda saat bernapas - klien merasa sudah lebih mudah
masih merasakan sesak walau 2. Memonitor sputum (jumlah, warna) mengeluarkan dahaknya sesudah
sudah sedikit berkurang sesak Hasil : diberikan fisioterapi dada
yang dirasakan - Tampak jumlah Sputum yang - klien sudah mampu batuk
- klien mengatakan kalau masih sedikit terlihat dari dengan mengeluarkan sekret
dahaknya masih sulit untuk ember yang ditampung walau masih sedikit
dikeluarkan - Warna: kuning muda sedikit putih - klien mengatakan masih merasa
dan kental sesak tapi mulai berkurang setiap
Respon : kali diberikan terapi nebulizer
- klien mengatakan lendirnya sudah - klien mengatakan sudah sering
bisa dikeluarkan sedikit demi - mempraktekan batuk efektif
sedikit ketika batuk
DO : O:
- Terdapat suara tambahan - Keadaan umum: sedang
Wheezing (+) dan Ronkhi 08.20 Teraupetik - TTV:
(+) 3. Memberikan/menganjurkan untuk TD: 130/80 mmHg SB: 37.0C
TTV : TD : 130/90 mmHg, minum air hangat N: 92x/meniit R: 28x/menit
N : 96 Hasil: klien tampak minum air - Tampak jumlah Sputum yang
x/menit, SB : 36,5 ℃, RR : hangat +/- 300 ml masih sedikit terlihat dari ember
28 X/menit, SpO2 : 95% Respon ;klien mengatakan setelah yang ditampung
minum air hangat ia merasa lebih lega - Warna: kuning muda sedikit putih
dan mudah untuk batuk dan kental
- Terdapat suara napas tambahan
Kolaborasi: wheezing (+), ronkhi (+)
08.30 4. Kolaborasi pemberian obat: - Klien tampak minum air hangat
obat oral acetylcysteine 200 - Diberikan obat
mg dan cefriaxone 2 gram - obat oral acetylcysteine 200 mg
melalui injeksi intravena dan cefriaxone 2 gram melalui
injeksi intravena
116
Hasil : obat oral acetylcysteine 200 - Klien diberikan terapi nebulizer
mg dan cefriaxone 2 gram melalui combivent 2,5 ml
injeksi intravena - Klien sudah mampu batuk
Respon: klien mengatakan merasa lebih dengan mengeluarkan sekret
baik ketika telah diberikan obat walau sedikit
- Telah diberikan fisioterapi dada
pada klien selama +/- 10 menit
- klien tampak masih mengingat
yang diajarkan dan sudah
10.00 mempraktekannya saat ia batuk.
I. 01001 Latihan batuk
efektif Observasi
6. Mengidentifikasi kemampuan batuk
Hasil: klien sudah mampu batuk
dengan mengeluarkan sekret walau A: Bersihan jalan napas tidak efektif
sedikit
Respon: klien mengatakan sudah P: Intervensi dilanjutkan:
lebih mudah batuk dan mengeluarkan 1. Monitor bunyi napas tambahan
dahaknya walaupun jumlahnya masih 2. Monitor sputum
sedikit 3. Kolaborasi pemberian obat dan
terapi nebulizer
10.30 Teraupetik 4. Lakukan fisioterapi dada
7. Melakukan fisioterapi dada 5. Anjurkan batuk efektif
Hasil: telah diberikan fisioterapi dada
pada klien selama +/- 10 menit
Respon: klien merasa sudah lebih
mudah mengeluarkan dahaknya
sesudah diberikan fisioterapi dada
117
10.50 Edukasi:
8. Mengajarkan/ menganjurkan batuk
efektif
Hasil: klien tampak masih
mengingat yang diajarkan dan sudah
mempraktekannya saat ia batuk.
Respon: klien mengatakan sudah
sering mempraktekannya ketika batuk
118
- klien masih tampak sesak 09.00 - Klien mengatakan bisa bernapas
saat bernafas Teraupetik: dengan baik dan sesak berkurang
- Frekuensi napas : 2. Memberikan posisi fowler saat dengan oksigen
30x/menit Hasil: klien diberikan posisi fowler - Klien mengatakan selalu merasa
- Kedalaman dan usaha Respon : klien mengatakan bisa lebih baik ketika telah diberikan
napas : menggunakan otot bernapas dengan lega dan bebas obat
bantu dengan posisi yang diberikan - Klien mengatakan teknik tarik
pernapasandiafragma 3. Memberikan oksigen napas dalam membantunya
untuk membantunya Hasil: diberikan oksigen 5 liter/menit bernafas lebih baik
bernapas menggunakan binasal kanul
- Ekspirasi memanjang Repon: klien mengatakan bisa
- Terpasang oksigen 5 bernapas dengan baik dan sesak O:
liter/menit menggunakan berkurang saat dengan oksigen - klien tampak masih sesak saat
Binasal Kanul bernapas
- Tampak masih menggunakan otot
bantu pernapasan minimal
- RR: 26x/menit
09.30 Kolaborasi: - Terpasang oksigen 5 liter/menit
4. Memberikan terapi nebulizer - Diberikan terapi nebulizer
Hasil:klien diberikan terapi nebulizer combivent 2,5 ml
combivent 2,5 ml
Respon: klien mengatakan masih A : Pola napas tidak efektif
merasa sesak tapi sudah berkurang
setiap kali diberikan terapi nebulizer P : Intervensi dilanjutkan
1. Monitor pola napas
09.50 Edukasi: 2. Berikan oksigen
5. Menganjurkan teknik napas dalam 3. Berikan obat bronkodilator
Hasil: klien tampak mempraktekkan
saat menggunakan oksigen
119
Respon : klien mengatakan teknik
tarik napas dalam membantunya
bernafas lebih baik
SDKI : D.0056 10.05 SIKI: Hari/tanggal :Minggu, 26 Maret 2023
Intoleransi aktivitas berhubungan I. 05178: Manajemen Energi Waktu : 14.00
dengan suplai O2 menurun Observasi:
Yang ditandai dengan: 1. Memonitor kelelahan fisik dan S:
DS : emosional, RR dan Saturasi oksigen - klien mengatakan kalau
- klien mengatakan kelelahan Hasil: klien tampak masih merasa kelelahannya mulai berkurang
yang dialaminya karena lelah saat melakukan aktivitas ringan karena rasa sesak yang dialami
sesak yang tak kunjung reda Respirasi : 26x/menit saat beraktivitas sudah menurun
apalagi saat ia selesai SpO2 : 96% - klien mengatakan merasa
berjalan dari toilet ke Respon: klien mengatakan kalau nyaman untuk beraktivitas dan
kamarnya kelelahannya mulai berkurang karena istirahat dengan kondisi ruangan
- klien mengatakan kondisi rasa sesak yang dialami saat yang tidak bising
sesak membuat tidak beraktivitas sudah menurun - klien mengatakan merasa lebih
nyaman untuk beraktivitas baik setiap kali mendengar musik
apalagi tidak ada orang yang 10.15 Teraupetik: saat beristirahat
membantunya 2. Menyediakan lingkungan yang - klien mengatakan mulai bisa
- klien mengatakan belum nyaman dan rendah stimulus bangun dari tempat tidur sendiri
mampu untuk melakukan Hasil: lingkungan kondusif dan klien karena merasa sesak mulai
aktivitas ringan seperti tampak tenang berkurang
mandi karena ia masih Respon : klien mengatakan merasa
merasakan sesak napas nyaman untuk beraktivitas dan O:
istirahat dengan kondisi ruangan yang - klien tampak masih merasa lelah
DO : tidak bising saat melakukan aktivitas ringan
- klien tampak kurang 3. Memberikan aktivitas distraksi - klien tampak mendengarkan
nyaman saat ia sendiri Hasil: klien tampak mendengarkan musik sebagai teknik
dikamarnya musik sebagai teknik pengalihannya pengalihannya
pasien tampak lebih rileks - klien tampak lebih tenang dan
rileks
120
- klien tampak lelah saat Respon: klien mengatakan merasa - Lingkungan kondusif dan pasien
melakukan aktivitas seperti lebih rileks setiap kali mendengar tampak tenang
ke toilet musik saat beristirahat - Klien tampak sudah bisa ke toilet
- RR : 28 x/menit , SpO2 : 95 mandiri
% 11.35 Edukasi: - RR: 26x/menit
- klien tampak belum 4. Menganjurkan aktivitas bertahap - SpO2 : 96%
mampu melakukan Hasil : klien tampak sudah bisa pergi
aktivitas yang secara ke toilet secara mandiri A : Intoleransi Aktivitas
bertahap Respon : klien mengatakan sudah
bisa pergi ke toilet sendiri karena P : Intervensi dilanjutkan:
sudah jarang merasa sesak 1. Monitor kelelahan fisik dan
emosional
2. Sediakan lingkungan yang nyaman
3. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
HARI/
DX JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TGL
Senin, SDKI: D.0001 SIKI Hari/tanggal : Senin, 27 Maret 2023
27 Bersihan jalan napas tidak 07.40 I. 0101 Manajemen jalan napas Waktu : 14.00
Maret efektif berhubungan dengan Observasi:
2023 pembentukan mukus yang 1. Memonitor bunyi napas tambahan dan S:
banyak keadaan umum pasien lemat - klien mengatakan kadang-kadang
Yang ditandai dengan: pemeriksaan TTV masih mendengar suara napas yang
DS: berbeda saat bernapas
121
- klien mengatakan masih Hasil : masih terdapat suatu tambahan - Klien mengatakan kalau ia sudah
bisa mendengar suara wheezing (+), ronkhi (+), saat pasien lebih mudah mengeluarkan sekretnya
napas yang berbeda saat bernapas, Keadaan umum: Sedang - mengatakan selalu merasa lebih
bernapas TTV: baik setelah telah meminum obat
- klien merasa sudah lebih TD: 120/80 mmHg SB: 37 0C yang diberikan
mudah mengeluarkan N: 84x/meniit R: 24x/menit - klien mengatakan sudah lebih
dahaknya sesudah SpO2 : 98% jarang merasa sesak setiap kali
diberikan fisioterapi dada Respon : klien mengatakan kadang- diberikan terapi nebulizer
- klien mengatakan masih kadang masih mendengar suara napas - klien mengatakan fisioterapi dada
merasa sesak tapi mulai yang berbeda saat bernapas sangat membantunya dalam
berkurang setiap kali 07.45 2. Memonitor sputum mengeluarkan dahaknya
diberikan terapi nebulizer Hasi/: Sputum dalam jumlah sedang - klien mengatakan pasien
DO: dengan warna kuning – putih mengatakan lebih mudah batuk dan
- Terdapat suara napas Respon : klien mengatakan sudah mengeluarkan dahaknya
tambahan wheezing (+), lebih mudah mengeluarkan sekretnya
ronkhi (+) Kolaborasi:
- Tampak jumlah Sputum 08.00 3. Kolaborasi pemberian obat:
yang masih sedikit terlihat Hasil :obat oral
dari ember yang acetylcysteine 200 mg
ditampung berwarna: Respon: klien mengatakan
kuning muda sedikit putih selalu merasa lebih baik O:
dan kental setelah telah meminum - Keadaan umum: sedang
- TTV: obat yang diberikan - TTV:
TD: 130/80 mmHg TD: 120/80 mmHg SB: 37 0C
SB: 37.20C 4. Memberikan terapi nebulizer N: 84x/meniit R: 24x/menit
N : 92x/meniit 10.00 Hasil: klien diberikan terapi SpO2 : 98%
R : 26x/menit nebulizer combivent 2,5 ml - klien tampak masih sesak namum
- klien tampak sudah Respon:klien mengatakan sudah sudah lebih mudah mengeluarkan
mampu batuk dengan lebih jarang merasa sesak setiap kali sekret
diberikan terapi nebulizer
122
mengeluarkan sekret - Sputum dalam jumlah sedang dengan
walau sedikit 10.30 I. 01001 Latihan Batuk Efektif warna kuning – putih
Teraupetik - klien diberikan terapi nebulizer
5. Melakukan fisioterapi dada combivent 2,5 ml
Hasil: telah diberikan fisioterapi dada - telah diberikan fisioterapi dada pada
pada klien selama +/- 10 menit pasien selama +/- 10 menit
Respon: klien mengatakan fisioterapi - klien tampak mempraktek batuk
dada sangat membantunya dalam efektif saat akan batuk
mengeluarkan dahaknya
A : Bersihan jalan napas tidak efektif
10.45 Edukasi:
6. Menganjurkan batuk efektif
Hasil: klien tampak mempraktek P : Intervensi dilanjutkan:
batuk efektif saat akan batuk 1. Monitor bunyi napas dan sputum
Respon: klien mengatakan pasien 2. Kolaborasi pemberian obat dan terapi
mengatakan lebih mudah batuk dan nebulizer
mengeluarkan dahaknya
SDKI : D.0005 SIKI Hari/tanggal : Senin, 27 Maret 2023
Pola napas tidak efektif I. 01011 Manajemen Jalan Napas Waktu : 14.00
berhubungan dengan 07.40 Observasi:
kompensasi tubuh dengan 1. Memonitor pola napas S:
peningkatan RR Hasil: - Pasien mengatakan kalau sesak yang
Yang ditandai dengan: - Frekuensi napas: 24x/ menit dirasakan sudah membaik, ia tidak
DS : - Pasien tampak lebih rileks terlalu merasakan sesak napas
- Pasien mengatakan masih namun masih sesak sedikit bahkan saat pergi ke toilet
merasa sesak walaupun - Tampak klien bernapas sudah tidak - Pasien mengatakan merasa sesak
sudah berkurang yang lagi menggunakan otot bantu napas berkurang saat menggunakan O2
hilang timbul dan diafragma - Pasien mengatakan selalu merasa
Respon: klien mengatakan kalau sesak lebih baik ketika telah diberikan obat
yang dirasakan sudah membaik, ia tidak
123
- Sesak sering terasa pada terlalu merasakan sesak napas bahkan O:
saat melakukan aktivitas saat pergi ke toilet - klien tampak lebih rileks namun
ringan 09.00 Teraupetik: masih sesak sedikit
2. Pertahankan Memberikan oksigen 3 - klien terpasang oksigen 3 liter/menit
DO : liter/menit dengan kanul binasal
- klien tampak masih Hasil : klien terpasang oksigen 3 - Suara napas: ronkhi (+), wheezing
sesak saat bernapas liter/menit dengan kanul binasal (-)
- Tampak masih Respon: klien mengatakan merasa - RR: 24x/menit
menggunakan otot bantu sesak berkurang saat menggunakan O2 - klien diberikan terapi nebulizer
pernapasan minimal Kolaborasi: combivent 2,5 ml
- RR: 24x/menit 3. Memberikan terapi nebulizer
- Terpasang O2 5 liter/menit Hasil: klien diberikan terapi nebulizer A : Pola napas tidak efektif
combivent 2,5 ml
Respon: klien mengatakan sudah lebih P : Intervensi dilanjutkan:
jarang merasa sesak setiap kali 1. Memberikan obat bronkodilator
diberikan terapi nebulizer 2. Monitor pola napas
124
karena sudah jarang merasa Hasil:lingkungan tampak kondesif - klien tampak sudah mampu
sesak Respon: klien mengatakan bisa melakukan aktivitas makan, mandi
melakukan aktivitas dengan tenang mandiri
DO : karena kondisi lingkungan yang O:
- klien tampak masih kondusif - klien tampak sudah mampu
merasa lelah saat 11.35 Edukasi: melakukan aktivitas makan, mandi
melakukan aktivitas ringan 3. Menganjurkan melakukan aktivitas mandiri RR: 24 x/menit
- RR: 26x/menit bertahap - klien tampak sudah mampu
- SpO2 : 96% Hasil: klien tampak sudah mampu melakukan aktivitas makan, mandi
melakukan aktivitas makan, mandi mandiri
mandiri - Tampak pasienmampu beraktifitas
Respon : klien mengatakan sudah lebih mandiri
muda melakukan aktivitas sehari- hari
A : Aktifitas dapat ditoleransi
P : Intervensi dihentikan
125
123