0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
40 tayangan144 halaman

Kian - Eric Edwin Bee (Fixx Ujian)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 144

LAPORAN KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan:


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruangan
Santo Fransiskus Rumah Sakit Budi Mulia Bitung

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan


Tahap Profesi Ners

Oleh

Eric Edwin Bee, S.Kep


22062119

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
2023

1
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Eric Edwin Bee, S.Kep

Nim : 22062119

Program Studi : Profesi Ners

Menyatakan bahwa karya ilmiah akhir ners ini adalah benar merupakan hasil karya
saya sendiri berdasarkan pengetahuan serta keyakinan saya, dan saya tidak
mencantumkan tanpa pengakuan karya-karya ilmiah yang telah di publikasikan
sebelumnya atau ditulis oleh orang lain atau sebagian bahan yang pernah diajukan
untuk gelar Ners atau ijazah pada Universitas Katolik De La Salle Manado atau
perguruan tinggi lainnya.

Apabila pada masa yang akan datang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar
adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala
konsekuensinya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Manado , 26 Juni 2023

Eric Edwin Bee, S.Kep

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan:


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruangan
Santo Fransiskus Rumah Sakit Budi Mulia Bitung

Laporan Karya Ilmiah Akhir Ners

Telah disetujui untuk diuji di hadapan tim penguji KIAN


Program Studi Profesi Ners
Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado

Manado, 26 Juni 2023

Pembimbing KIAN

Helly Budiawan, S.Kep., Ns., M.Kes

Mengetahui
Ketua Program Studi Profesi Ners

Johanis Kerangan, S.Kep., Ns., M.Kep

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh :

Nama : Eric Edwin Bee , S.Kep

NIM : 22062119

Program Studi : Profesi Ners

Judul KIAN : Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di
Ruangan Santo Fransiskus Rumah Sakit Budi Mulia Bitung

Telah berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada program studi ners
Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado.

TIM PENGUJI

Pembimbing :

(Helly Budiawan, S.Kep., Ns.,M.Kes)

Penguji :

(Helly Budiawan, S.Kep., Ns.,M.Kes)

Ditetapkan di : Manado
Tanggal : 26 Juni 2023

iii
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERNAFASAN: PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

(PPOK) DI RUANGAN SANTO FRANSISKUS

RUMAH SAKIT BUDI MULIA BITUNG

Eric Edwin Bee¹⁾*, Helly Budiawan²⁾


¹⁾,²⁾ Fakultas Keperawatan, Universitas Katolik De La Salle
Manado Kairagi Satu Manado, Sulawesi Utara 95000
*ericedwin85@gmail.com

ABSTRAK

Penyakit paru obstruktif kronis atau sering disingkat PPOK adalah istilah yang digunakan
untuk sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka panjang. Penyakit ini
menghalangi aliran udara dari dalam paru-paru sehingga pengidap akan mengalami kesulitan
dalam bernapas. PPOK umumnya merupakan kombinasi dari dua penyakit pernapasan, yaitu
bronkitis kronis dan emfisema. Bronkitis adalah infeksi pada saluran udara menuju paru-paru
yang menyebabkan pembengkakan dinding bronkus dan produksi cairan di saluran udara
berlebihan. Emfisema adalah kondisi rusaknya kantung-kantung udara pada paru-paru yang
terjadi secara bertahap. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis proses pemberian
asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien penderita PPOK dengan masalah
keperawatan utama bersihan jalan nafas tidak efektif, pola napas tidak efektif dan intoleransi
aktivitas. Proses asuhan keperawatan dilakukan dengan metode pengkajian, penentuan
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan tahap evaluasi. Tindakan asuhan
keperawatan yang dilakukan selama 3 hari dengan hasil yang didapatkan yaitu bersihan
jalan napas efektif dengan pola napas klien yang adekuat, klien dapat beraktivitas tanpa ada
hambatan serta penurunan derajat sesak napas yang dirasakan klien PPOK di Rumah Sakit
Budi Mulia Bitung.
Kata Kunci : Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Bersihan jalan napas tidak efektif, Pola
napas tidak efektif, intoleransi aktivitas

iv
NURSING CARE OF CLIENTS WITH RESPIRATORY SYSTEM
DISORDERS: CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY
DISEASE (COPD) IN SAINT FRANCIS ROOM
BUDI MULIA HOSPITAL BITUNG

Eric Edwin Bee¹⁾*, Helly Budiawan²⁾


, ² Faculty of Nursing , University Catholic De La Salle Manado
Kairagi Satu Manado, North Sulawesi 95000
*ericedwin85@gmail.com

ABSTRACT

Chronic obstructive pulmonary disease or often abbreviated as COPD is a term used for a
number of diseases that attack the lungs for a long time. This disease blocks the airflow
from the lungs so that the sufferer will have difficulty breathing. COPD is generally a
combination of two respiratory diseases, namely chronic bronchitis and emphysema.
Bronchitis is an infection of the airways that leads to the lungs which causes swelling of
the bronchial walls and excessive fluid production in the airways. Emphysema is a
condition in which the air sacs in the lungs are gradually damaged. This scientific work
aims to analyze the process of providing nursing care given to COPD clients with the
main nursing problems of ineffective airway clearance, ineffective breathing pattern and
activity intolerance. The process of nursing care is carried out by the method of
assessment, determination of nursing diagnoses, interventions, implementation and
evaluation stages. Actions of nursing care carried out for 3 days with the results obtained
are effective airway clearance with adequate client breathing patterns, clients can move
without any obstacles and reduce the degree of shortness of breath felt by COPD clients
at Budi Mulia Bitung Hospital.

Keywords: Chronic Obstructive Pulmonary Disease, ineffective airway clearance,


ineffective breathing pattern, activity intolerance

v
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena Kebaikan dan Kasih-
Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah
Akhir Ners (KIAN) dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di
Ruangan Santo Fransiskus Rumah Sakit Budi Mulia Bitung”. Penyusunan KIAN
adalah sebagai salah satu persayaratan untuk mendapatkan gelar Ners di Fakultas
Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado.
Dalam penyusunan KIAN, saya sadar akan bantuan dari berbagai pihak yang
membantu dalam penyelesaian KIAN ini, untuk itu dengan rasa hormat saya
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Johanis Ohoitimur, MSC selaku Rektor Universitas Katolik De
La Salle Manado.
2. Wahyuny Langelo, BSN., M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Katolik De La Salle Manado.
3. Natalia E. Rakinaung, S.Kep., Ns., MNS selaku Wakil Dekan Fakultas
Keperawatan Universitas Katolik De La Salle Manado.
4. Johanis Kerangan, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi Profesi
Ners Universitas Katolik De La Salle Manado.
5. Helly Budiawan, S.Kep.,Ns.,M.kes selaku Dosen Pembimbing.
6. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Keperawatan Universitas Katolik De La
Salle Manado.
7. Kepala Bidang Keperawatan Rumah Sakit Budi Mulia Bitung sekaligus
Clinical Instructure Sr.Catrolina Yonna, SJMJ., S.Kep.,Ns yang sudah
banyak membimbing dalam penyusunan asuhan keperawatan saat praktek.

8. Rekan-Rekan Perawat Rumah Sakit Budi Mulia Bitung khususnya yang


ada di Ruangan Santo Fransiskus yang sudah membantu penulis selama
vi
melaksanakan praktek dan pemberian asuhan keperawatan kepada pasien
Keluarga Istri dan Anak-Anak yang begitu luar biasa selalu memberi
dukungan, semangat, motivasi dan doa maupun dana dalam proses
Pendidikan Ners dan Penyusunan KIAN.
9. Sahabat dan teman angkatan Profesi Ners angkatan 2022 yang sudah
berjuang bersama dan selalu memberikan dukungan dalam proses
penyusunan KIAN.
10. Sahabat dan teman-teman rumah sakit Budi Mulia Bitung Khusunya
Ruangan HCU yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama
proses pendidikan Ners
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
menopang penulis dalam penyusunan KIAN.

Adapun penulis menyadari bahwa ada banyak kekurangan dalam penyusunan


KIAN ini sehingga penulis berharap adanya kritikan dan saran yang dapat
membangun untuk pennyusunan karya ilmiah selanjutnya. Dan kiranya karya
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Manado, 26 Juni 2023

Eric Edwin Bee,S.Kep

vii
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Halaman Pernyataan Orisinalitas
Halaman Persetujuan
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Abstrak
Abstract
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Lampiran
BAB I. PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Tujuan
1.5 Manfaat
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.2 Asuhan Keperawatan Teori
2.3 Penelitian Terkait
BAB III. GAMBARAN KASUS
BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 Analisis dan Diskusi Hasil
4.2 Keterbatasan Pelaksanaan
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.2.3 Intervensi


Tabel 2.3 Penelitian Terkait

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Asuhan Keperawatan Kasus

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit paru obstruktif kronis atau sering disingkat PPOK adalah istilah
yang digunakan untuk sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka
panjang. Penyakit ini menghalangi aliran udara dari dalam paru-paru sehingga
pengidap akan mengalami kesulitan dalam bernapas.PPOK umumnya merupakan
kombinasi dari dua penyakit pernapasan, yaitu bronkitis kronis dan emfisema.
Bronkitis adalah infeksi pada saluran udara menuju paru-paru yang menyebabkan
pembengkakan dinding bronkus dan produksi cairan di saluran udara berlebihan.
Emfisema adalah kondisi rusaknya kantung-kantung udara pada paru-paru yang
terjadi secara bertahap.( P2PTM Kemenkes RI, 2018)

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit pernapasan yang


menyebabkan adanya sumbatan pada aliran napas dan dapat mengancam nyawa.
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK
merupakan penyakit yang mengganggu dan menyerang organ paru-paru dengan
gejala adanya keterbatasan udara yang masuk ke saluran napas karena adanya
sumbatan atau karena adanya zat yang berbahaya yang menyerang alveolar (Firdausi,
2020). Tanda yang dialami penderita PPOK dapat bertahan lama dan mengakibatkan
turunnya kualitas hidup bahkan dapat mengancam nyawa (Rachmawati &
Sulistyaningsih, 2020). PPOK menjadi penyakit pada sistem pernapasan yang
berlangsung pada waktu yang lama dan menyebabkan turunnya kualitas hidup
seseorang.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) menjadi masalah kesehatan dunia
yang terus meningkat setiap tahun. Menurut data dari Global Burden of Disease
Study 2010 menyebutkan bahwa PPOK berada pada urutan keempat penyakit
terbanyak yang menyebabkan kematian didunia (Lindayani et al., 2017). WHO
memprediksi bahwa PPOK akan menjadi penyakit di urutan ke tiga sebagai penyebab
kematian utama di tahun 2030 mendatang dengan perkiraan 4,3 juta jiwa akan
meninggal setiap tahunnya (GOLD, 2018). Pada tahun 2012 penyakit PPOK
11
menyebabkan kematian sampai 3 juta jiwa atau sekitar 6 % dari jumlah kematian
didunia (GOLD, 2018). Hal ini dibuktikan dengan kejadian PPOK di rumah sakit
seluruh Amerika yakni mencapai 1,5 juta kasus dimana 726.000 kasus dilakukan
proses perawatan di rumah sakit sedangkan 119.000 kasus meninggal (GOLD, 2018).
PPOK menjadi salah satu kasus penyakit dengan yang mengancam nyawa di dunia.
Di negara-negara Asia, PPOK juga menjadi masalah kesehatan yang cukup
serius. Menurut The Asian Pacific COPD Round Table Group memberi perkiraan
mengenai penderita PPOK dikawasan Asia Pasifik pada tahun 2006 mengalami
PPOK dari sedang hingga berat sebesar 56,6 juta orang atau setara 6,3 %,
kemudian di kawasan Asia Tenggara sendiri mencapai 6,3 % dengan yang paling
tinggi berada pada negara Vietnam sebesar 6,7 % diikuti China 6,5% (Nabella, 2018).
Kejadian PPOK di kawasan Asia menjadi salah satu masalah kesehatan yang
mengakibatkan kasus kematian seperti di Negara-negara dunia.
Kejadian PPOK juga menjadi salah satu penyebab masalah kesehatan yang
meningkat setiap tahun di Indonesia. Data dari Kemenkes RI tahun 2019
menyebutkan bahwa sebanyak 60% kasus PPOK yang adalah penyakit tidak menular
mengakibatkan kematian di Indonesia (Firdausi, 2020). Kemenkes RI tahun 2016
menyebutkan bahwa tingkat pravelensi yang menderita PPOK di Indonesia adalah
sekitar 3,7% atau 9,2 juta jiwa dari penduduk Indonesia, dimana kasus tertinggi di
Nusa Tenggara Timur yaitu 10%, kemudian di Sulawesi Tengah sebanyak 8%,
Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan 6,7% dan terakhir di Bali 3,5% (Sari &
Mayasari, 2020). Dalam perawatan di rumah sakit, pasien PPOK sebanyak 80,6% dan
rata-rata berusia 51-70 tahun dan merupakan penyakit pada urutan ke 6 dari 10
penyakit tidak menular yang membuat terjadinya banyak kasus kematian (Asyrofy et
al., 2021). PPOK menjadi salah satu penyakit tidak menular yang banyak membuat
kasus kematian dan terus mengalami peningkatan kejadiannya di Indonesia.
Meningkatnya kasus PPOK di dunia internasional bahkan pada skala nasional
seperti di Indonesia membuat berbagai upaya dilakukan terutama dalam bidang
kesehatan yakni keperawatan. Proses asuhan keperawatan merupakan cara dari
perawat dalam memberantas masalah kesehatan yang dialami pasien, dimana dimulai
dengan pengkajian, menentukan masalah keperawatan, tahap perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Pada kasus PPOK, masalah keperawatan yang paling khas
12
muncul adalah masalah bersihan jalan napas tidak efektif dengan tanda khasnya yakni
peningkatan produksi mukus pada jalan napas dan masalah kedua yakni pola napas
tidak efektif yang ditandai dengan sesak napas karena adanya sumbatan pada jalan
napas (Nabella, 2018). Dalam mengatasi berbagai masalah keperawatan yang muncul
ini, maka harus dilakukan tindakan keperawatan yakni seperti pencegahan aspirasi,
latihan batuk efektif, latihan napas dalam, terapi inhalasi, manajemen asma,
pengaturan posisi, pemberian terapi oksigen, fisioterapi dada juga pendidikan
kesehatan tentang PPOK (LeMone, 2015). Tindakan keperawatan dapat menjadi cara
untuk mengatasi masalah yang dialami oleh pasien PPOK.
PPOK atau dalam diagnosa dokter dirumah sakit yaitu COPD menjadi salah
satu penyakit pernapasan yang sering ditemui oleh kita perawat yang bekerja di
rumah sakit. Hal ini ditemukan penulis pada salah satu klien yang dirawat di ruangan
santo fransiskus Rumah Sakit Budi Mulia Bitung dengan diagnosa medis Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK), yang dengan penanganan medis sudah dilakukan
namun tindakan keperawatan secara mandiri dilakukan perawat untuk mengatasi
masalah yang ada pada pasien PPOK masih belum maksimal terutama dalam hal
mengatasi masalah bersihan jalan napas tidak efektif dan pola napas tidak efektif
serta defisit nutrisi yang dialami oleh pasien PPOK. Oleh karena itu penulis tertarik
untuk membuat Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) dengan mengangkat judul
“Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan : Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruangan Santo fransiskus Rumah Sakit Budi
Mulia Bitung”.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruangan Santo Fransiskus
Rumah Sakit Budi Mulia Bitung

13
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruangan Santo
Fransiskus Rumah Sakit Budi Mulia Bitung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menganalisa dan mengimplementasikan asuhan keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) di Ruangan Santo Fransiskus Rumah Sakit Budi Mulia Bitung.

1.3.2.2 Menganalisis kesenjangan antara teori dan praktik pengelolaan Asuhan


Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan:
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruangan Santo Fransiskus
Rumah Sakit Budi Mulia Bitung.

1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Karya ilmiah ini dapat menjadi penunjang bagi ilmu Keperawatan
Medikal Bedah dengan memberikan informasi tentang Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK).
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Perawat
Dapat menambah pengetahuan dan keterampilan bagi tenaga perawat
dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan kepada klien dengan masalah
Gangguan Sistem Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
1.4.2.2 Bagi Mahasiswa Keperawatan
Dapat memberikan informasi bagi mahasiswa jurusan keperawatan
mengenai Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

14
1.4.2.3 Bagi Institusi Kesehatan
Sebagai sumber informasi dan acuan tentang pengembangan
pembelajaran mengenai asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

15
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab II ini membahas tentang landasan teori penyakit PPOK dan konsep
asuhan keperawatan teori. Juga penelitian terkait yang berhubungan dengan karya
ilimiah.

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang
umum, dapat dicegah dan diobati yang dikarakteristikan dengan gejala
respiratori persisten dan batas aliran udara dikarenakan adanya abnormalitas
pada alveolar yang disebabkan oleh paparan signifikansi dari partikel-pertikel
atau gas berbahaya dan dipengaruhi oleh faktor host termasuk abnormalitas
perkembangan paru (GOLD, 2021).
PPOK adalah penyakit yang membuat adanya sumbatan pada jalan
napas yang juga gabungan dari beberapa penyakit pernapasan yaitu emfisema,
brinkitis kronis dan asma bronkial, PPOK ini berlangsung lama dengan tanda
khas batuk produktif dan sesak napas (dyspnea) (Tuk Jiron, 2020).
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu penyakit
karena terbatasnya aliran udara yang menetap, dengan sifat yang progresif dan
dihubungkan dengan reaksi inflamasi dari paru yang tidak normal dengan
adanya partikel maupun gas-gas yang membahayakan yang bias membuat
jalan napas menjadi sempit, adanya secret yang berlebih dan membuat
perubahan di sistem pembuluh darah (Brunner & Suddarth, 2013 dalam
Yanti, 2020).
PPOK ditujukan sebagai penyakit yang mengelompokkan berbagai
penyakit dengan gejala yang sama seperti sumbatan pada aliran jalan napas
yaitu Bronkitis kronis, emfisema paru dan asma bronkial yang menyebabkan
udara terhambat pada bagian saluran napas atau pun pada bagian parenkim

16
paru (Smeltzer, 2013 dalam Nabella, 2018).

17
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK) adalah penyakit pada sistem pernapasan karna adanya
sumbatan pada aliran napas di jalan napas secara menetap dan progresif yang
berhubungan dengan reaksi peradangan kronis pada jalan napas dan paru-paru
terhadap gas dan partikel yang berbahaya.

2.1.2 Anatomi Fisiologi

2.1.2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

(Gambar Anatomi Sistem Pernapasan)

a. Hidung
Naso, nasal atau biasa dikenal dengan hidung adalah tempat
mengalirnya udara pertama dengan 2 lubang atau disebut dengan kavum nasi
yang dipisahkan oleh septum nasi atau disebut sekat hidung. Di bagian dalam
hidung ada rambut-rambut halus yang dapat menyaring udara dan kotoran-
kotoran yang masuk ke dalam hidung.
b. Faring
Faring adalah tempat diantara jalur pada bagian saluran napas dan
jalur makanan. Faring sebagai penghubung dari rongga hidung dengan lubang
koana
18
dan antara mulut dengan istmus fausium. Terdapat 2 lubang yaitu dibagian
depan lubang laring dan bagian belakang yaitu lubang esofagus.
c. Laring
Laring atau yang dikenal degan pangkal tenggorokan adalah tempat
suara terbentuk yang bertempat di bagian depan faring dan pada bagain
vertebra servical (pada area yang paling tinggi) dan masuk pada trachea di
bagian bawah. Laring ini ditutupi oleh epiglotis yang adalah tulang-tulang
rawan dengan fungsi sebagai penutup laring saat menelan.
d. Trakea
Trakea atau disebut dengan batang tenggorokan adalah organ
pernapasan setelah laring yang terdiri tlang-tulang rawan berbentuk cincin
dengan jumlah 16-20 dengan bentuk seperti huruf C yang dilapisi dengan
selaput lender berbulu atau silia yang bergerak hanya keluar. Trakea
mempunyai panjang 9-11 cm dan pada bagian belakangnya ada jaringan ikkat
yang diselimuti otot polos.
e. Bronkus
Bronkus adalah bagian cabang dari tonggorokan yang setelah trakea.
Terdapat 2 buah di area ketinggian vertebra akalis IV dan V denga susunan
mirip dengan trakea. Bronkus kanan terdiri dari 6-8 concin dan memiliki 3
cabang dengakan bronkus kiri berukuran lebih panjang dan ramping yaitu
tersusun dengan 9-13 cincin dengan 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih
kecil dikenal dengan bronkiolus dan gelembung kecil pada bronkiolo disebut
alveoli.
f. Paru-Paru
Paru-paru merupakan organ yang tersusun dari gelembung alveoli
dengan jumlah kurang lebih 700 juta buah dan luasnya kurang lebih 90 m².
Didalam alveoli terjadi pertukaran udara antara oksigen (O2) dan
korbondioksida (CO2). Paru-paru terbagi menjadi 2 yakni paru-paru kanan
dan kiri dan tiap bagian ini terdiri dari beberapa lobus. Paru-paru kanan
tersusun atas 3 lobus yaitu lobus pulmo dextra superior, lobus media dan
lobus inferior. Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas 2 lobus yaitu lobus pulmo
19
sinisra superior

20
dan lobus inferior. Kemudian, pada tiap lobus ada segmen yakni di paru-paru
kanan dan kiri sama-sama memiliki 10 segmen.Dan tiap segmen yang ada di
lobus ini terbagi juga menjadi lobules yang dibatasi jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah dan saraf dan juga terdapat bronkiolus pada tiap lobulus.
Bronkiolus ini memiliki cabang yang sangat banyak yang disebut dengan
ductus alveolus.
Paru-paru terletak di daerah rongga dada yakni ditengah rongga dada
pada kavum mediastinum dimana pada bagian mediastinum ini juga terdapat
jantung. Selaput yang membungkus paru-paru disebut pleura, pleura ini dibagi
atas pleura visceral yaitu selaput yang membungkus langsung paru dan pleura
parietal yakni selaput yang menjadi pelapis bagian dada sebelah luar. Kavum
pleura inilah yang memungkinkan dada dapat mengembang dan mengempis
yakni disaat pleura dalam keadaan vakum (hampa) dan juga dalam keadaan
ini terdapat sedikit cairan (eksudat) agar tidak terjadinya gesekan antara paru
dan dinding dada ketika gerakan saat bernapas (Wulandari, 2020).

2.1.2.1 Fisiologi Sistem Pernapasan

Pernapasan atau disebut respirasi merupakan proses terjadinya


penghisapan (inspirasi) udara dengan kandungan oksigen kemudian
dihembuskan (ekspirasi) udara yang mengandung karbondioksida yang adalah
sisa dari proses oksidasi atau terjadinya pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida melalui proses osmosis. CO2 dikeluarkan lewat traktus
respiratorius (jalan pernapasan) kemudian menuju ke tubuh lewat kapiler-
kapiler pada vena pulmonalis kemudian menuju ke atrius kiri jantung lalu naik
ke aorta dan dialirkan ke seluruh tubuh- proses inilah yang disesbut proses
oksidasi atau peristiwa pembakaran terjadi.
Dalam proses pernapasan terjadi gerakan relfeks yang diatur oleh
pusat pernapasan di medulla oblongata sumsum tulang belakang sehingga
memungkinkan terjadinya gerakan refleks pada otot-otot
pernapasan.Pengaturan pernapasan seperti menahan, memperlambat dan

21
mempercepat menandakan adanya reflex bernapas yang diatur oleh korteks
serebri.
Proses inspirasi terjadi saat otot diafragma sudah terangsang oleh
nervus frenkus kemudian mengerut datar. Pada otot interkostalis juga setelah
mendapat rangsangan menjadi mengerut dan yang menjadi datar yakni tulang
kosta yang membuat adanya jarak antara sternum dan vertebra menjadi
semakin luas dan lebar. Kemudian, rongga dada pun ikut membesar yang
membuat pleura tertarik sehingga terjadi penekanan pada paru-paru
menyebabkan tekanan udara berkurang dan membuat udara dari luar masuk
ke dalam inilah yang disebut dengan proses ekspirasi. Sedangkan,
ekspirasiterjadi saat otot-otot pernapasan kendor yakni disaat diafragma
menjadi cekung kemudian muskulus interkostalis menjad miring lagi sehingga
membuat rongga dada mengempis yang membuat udara terdorong keluar.
(Wulandari, 2020).

2.1.3 Etiologi

Menurut Nabella (2018) ada beberapa faktor yang menyebabkan


PPOK antara lain :

a. Pajanan dari Partikel lain


1) Merokok
Sebanyak 95% kasus PPOK disebabkan karena merokok. Hal ini
disebabkan karena adanya hipersekresi mucus dan terjadinya obstruksi
pada jalan napas yang bersifat kronis ditemukan pada perokok aktif.
Perokok pasif juga dirugikan karena menghisap partikel dan gas-gas yang
berbahaya yang membuat rusaknya paru-paru. Komponen yang ada
didalam rokok inilah yang membuat terjadinya proses inflamasi kronik
pada paru-paru, sehingga membuat paru-paru kehilangan elastisitasnya,
membuat alveolus kolaps dan menyebabkan ventilasi berkurang.
2) Polusi Udara

22
Asap hasil dari pembakaran rumah tangga dan juga asap kendaraan
menjadi salah satu penyebab PPOK sebesar 35%. Hasil laporan dari
WHO menyatakan bahwa polusi seperti SO2, NO2 dan CO menjadi
penyebab kejadian PPOK dan membuat kematian sebanyak 1,6 juta setiap
tahunnya. Kemudian, polusi udara seperti cadmium, zinc dan debu juga
polusi dari tempat perindustrian menjadi penyebab PPOK karena dapat
menurunkan fungsi paru-paru karena dihirupnya udara yang tidak sehat.
b. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin)
Kontribusi dari faktor genetik yaitu 1-3% sebagai penyebab PPOK. Hal ini
disebabkan karena jika seseorang kekurangan alpha 1-antitrypsin yang adalah
enzim pelindung paru-paru maka sangat rentan terkena penyakit pada paru
salah satunya adalah PPOK. Kekurangan alpha 1-antitrypsin ini dapat
menyebabkan timbunya peradangan yang membuat gampang terkena
emfisema walaupun bukan seorang perokok.
c. Riwayat Infeksi Saluran Napas Berulang
Organ pernapasan seperti hidung, sinus, faring dan laring menjadi tempat
infeksi saluran napas akut yang berhubungan dengan terjadinya PPOK.
d. Usia
Usia yang semakin bertambah membuat juga organ-organ ikut berkurang
daya fungsinya, seperti paru-paru yang mulai mengalami kemunduran
fungsinya terlihat dari elastisitas jaringan paru dan dinding paru yang
fungsinya semakin berkurang. Dan juga, ketika usia semakin lanjut maka
terjadinya penurunan kontraksi pada otot pernapasan sehingga membuat
kesulitan dalam bernapas dan pada usia tua menjadi sangat rentan terkena
penyakit pernapasan seperti PPOK.
e. Faktor Lain
Menurut PDPI (2011) penyakit Asma jika tidak ditangani dengan tepat dapat
membuat osbtriksi jalan napas yang irreversibel sehingga berkembang
menjadi PPOK. The Tusco Epidemiological Study menyebutkan bahwa
penderita asma mempunyai resiko 12 kali lebih besar untuk terkena PPOK.

23
2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi PPOK dibagi berdasarkan derajat keparahannya, yakni


menurut Global Initiative Chronic Obstructif Lung Disease (GOLD) (GOLD,
2018) sebagai berikut :

a. Derajat I (PPOK Ringan)


Gejala batuk yang dirasakan beserta sputum yang di produksi ada tetapi
selalu. Pada derajat ini pasien banyak kali tidak menyadari kalau ia
mengalami PPOK. Pada pemeriksaan spirometri post-bronchodilator
didapatkan hasil rasio FEV1/FVC < 70% dan nilai FEV1 ≥ 80% dari nilai
prediksi.
b. Derajat II (PPOK Sedang)
Pada derajat ini, sudah mulai sesak apalagi saat melakukan aktivitas bahkan
kadang ditemui gejala batuk da nada sputum.
Rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan yaitu nilai FEV1 diantara 50-80%
dari nilai prediksi.
c. Derajat III (PPOK Berat)
Sesak yang dirasakan sudah lebih berat dari sebelumnya, terjadi penurunan
aktivitas yang dilakukan serta timbulnya rasa lelah. Pada derajat ini, semakin
sering ditemui serangan eksaserbasi yang membawa dampak pada penurunan
kualitas hidup pasien.
Rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan FEV1 diantara 30-50% dari
nilai prediksi.
d. Derajat IV (PPOK Sangat Berat)
Pada derajat IV ini, gejala dirasakan sudah sangat berat yakni gejala pada
derajat III ditambah dengan gejala gagal napas atau gagal jantung kanan dan
pasien sudah ketergantungan akan oksigen. Eksaserbasi dapat muncul
sewaktu-waktu dan dapat mengancam nyawa karena biasanya disertai dengan
gagal napas kronik sehinga pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk.

24
Rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang dari 30% ataupun
kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik.

2.1.5 Manifestasi Klinis

PPOK memiliki gejala seperti sulit bernapas atau sesak napas, batuk
kronis dan adanya sputum pada jalan napas, kemudian munculnya eksaserbasi
yang lumayan sering (Nabella, 2018). Gejala yang paling umum dirasakan
pasien PPOK yaitu sesak napas (dyspnea). Penderita PPOK juga kadang-
kadang akan mengalami gagaal pernapasan, yaitu dengan timnbulnya sianosis
pada bibir karena menurunnya oksigen didalam darah (Putra & Artika, 2015).
Menurut Dougleas (2004) dalam Nabella (2018), tanda dan gejala
PPOK yaitu sebagai berikut :
a. Lemah badan
b. Adanya batuk pruduktif
c. Sesak napas (dyspnea) apalagi saat melakukan aktivitas
d. Adanya suara napas tambahan seperti Wheezing
e. Ekspirasi memanjang
f. Dada berbentuk Barrel Chest pada penyakit lanjutannya
g. Menggunakan otot bantu pernapasan
h. Suara napas terdengar melemah
i. Kadang ditemui jenis pernapasan paradoksal
j. Edema pada daerah ekstremitas bawah (kaki), adanya asites dan jari tabuh.

25
2.1.6 Patofisiologi
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) ditandai dengan obstruksi
aliran udara yang tidak reversibel dan respon perandangan abnormal pada
paru-paru, dan respon imun bawaan dan adaptif terhadap paparan jangka
panjang terhadap partikel dan gas berbahaya terutama asap rokok, semua
perokok memiliki beberapa peradangan diparu-paru mereka , tetapi pada
penderita ppok memiliki respon yang meningkat atau tidak normal untuk
menarik zat beracun, respon yang diperkuat ini dapat menyebabkan
hipersekresi mukus (bronkitis kronis), kerusakan jaringan (efisema) dan
gangguan mekanisme perbaikan dan pertahanan normal yang menyababkan
peradangan saluran napas kecil dan fibrosis (bronkiolitis).

Terjadinya hambatan pada aliran udara yang bersifat progresif


memburuk merupakan peristiwa terjadinya perubahan fisiologi utama PPOK
yang menyebabkan terjadinya perubahan pada area saluran napas proksimal,
periferm parenkim dan vaskularisasi paru karena terjadinya proses peradangan
yang bersifat kronik sehingga membuat adanya perubahan secara struktural
pada paru. Pada keadaan normal, radikal bebas dan antioksidan berada pada
keadaan yang seimbang begiuun jumlahnya, sehingga jika terjadi perubahan
maka akan membuat terjadinya kerusakan pada paru. Radikal bebas ini
berperan besar sebagai perusak sel dan menjadi sumber dari kejadian berbagai
penyakit paru. Partikel noxius merupakan pajanan pada faktor yang mencetus
terjadinya PPOK, partikel ini yang terhirup bersamaan dengan udara yang
masuk dan terakumulasi yang kemudian mengendap pada bagian lapisan
mucus yang menjadi lapiran mukosa bronkus yang menyebabkan
terhambatnya aktivitas dari silia dan mengakibatkan berkurangnya pergerakan
dari cairan yang melapisi mukosa dan membuat terjadinya iritasi pada sel
mukosa sehingga kelenjar mukosa terangsang dan melebar membuat
hyperplasia sel goblet sampai pada terbentuknya mucus yang berlebih.
Terbentuknya mucus yang berlebihan ini menimbulkan respon infeksi dan
proses penyembuhan terhambat, dimana keadaan inilah yang membuat
terjadinya hipersekresi mukus pada jalan napas dengan manifestasi klinis

26
yakni batuk kronis produktif.
Adapun dampak lain yang muncul karena partikel tersebut yaitu
rusaknya dinding alveolus. Terjadinya kerusakan seperti perforasi alveolus
yang dapat membuat alveolus bersatu dan membentuk abnormal large-
airspace. Selain itu, terbentuknya modifikasi dari fungsi anti-protase di
saluran napas untuk menghambat neutrofil, kemudian dapat membuat jaringan
interstitial di alveolus rusak. Dengan terus terjadinya iritasi pada saluran napas
maka bias membuat erosi epitel dan terbentuknya jaringan parut dan
metaplasia skuamosa dan terjadi penebalan pada lapisan skuamosa ini yang
menimbulkan stenosis dan obstruksi yang ireversibel dari saluran pernapasan.
Pada PPOK juga bias terjadi hipertrofi otot polos dan hiperaktivitas dari
bronkus yang bias menyebabkan terjadinya gangguan pada sirkulasi udara.
Pada penyakit bronkitis kronis ditemukan adanya pembesaran kelenjar
mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos
pernapasan dan terjadinya distorsi karena fibrosis. Pada penyakit emfisema,
tanda yang muncul yaitu melebarnya rongga udara distal bronkiolus terminal
yang disertai dengan rusaknya dinding alveoli yang menimbulkan daya regang
elastis paru yang mengalami penurunan. (Lindayani et al., 2017).
Perubahan patologis yang ditemukan pada PPOK adalah saluran udara
kartilaginosa proksimal (diameter > 2mm) dimana terjadi peningkatan jumlah
makrofag dan limfosit T CD , sedikit neutrofil dan eosinofil (neutrofil
meningkat dengan penyakit progresif), pembesaran kelenjar bronkial
submukosa dan metaplasia sel goblet (menyebabkan produksi mukus
berlebihan atau bronkitis kronis), infiltrat seluler (neutrofil dan limfosit)
kelenjar bronkial, metaplasia skuamosa epitel saluran napas, disfungsi silia
dan hipertrofi otot polos dan jaringan ikat. Saluran udara perifer ( saluran
udara non tulang rawan (< diameter 2mm) terjadi peningkatan jumlah
makrofag dan limfosit (CD8>CD4), peningkatan jumlah limfosit B, folikel
limfoid dan fibroblas, sedikit neutrofil atau eosinofil, bronkiolitis pada
stadium dini, eksudat luminal dan dan inflamasi, perluasan patologis sel piala
dan metaplasia skuamosa kesaluran napas perifer, firbrosis peribronkial dan
pemyempitan jalan napas dengan penyakit progresif.
27
Perenkim paru (bronkiolus dan alveolus) terjadi peningkatan makrofag dan
limfosit T CD8, kerusakan dinding alveolar akibat rusaknya sel epitel dan
endotel, perkembangan emfisema (pembesaran rongga udara yang tidak
normal dibagian distal bronkiolus terminalis), perubahan emfisema
mikroskopik sentrilobular dilatasi dan destruksi bronkiolus respitatorius (pada
umumnya ditemukan pada perokok dan terutama zona atas), panasinar
destruksi seluruh asinus (umumnya ditemukan pada defisiensi antitripsin α 1
dan lebih sering pada zona bawah), perubahan emfisematous mikroskopis
berkembang menjadi pembentukan bula (didefinisikan sebagai ruang udara
emfisematous dengan diameter > 1cm). Pembuluh darah paru dimana terjadi
peningkatan jumlah makrofag dan limfosit T ,terjadi perubahan dini penebalan
intim disfungsi endotel, perubahan lambat hipertrofi otot polos pembuluh
darah,deposisi kolagen,destruksi bantalan kapiler,berkembangnya hi[ertensi
pulmonal
Mekanisme inflamasi pada PPOK,asap rokok mengaktifkan makrofag dan sel
epitel untuk melepaskan faktor kemotaktik yang merekrut netrofil dan sel CD8
dari sirkulasi, sel-sel ini melepaskan faktor yang mengaktifkan fibroblas,
protease yang dilepaskan dari neutrofil dan makrofag dan antiprotease
menyababkan kerusakan dinding alveolar (emfisema), protease juga
menyebabkan iritasi lendir. Beban oksidan yang meningkat akibat menarik
asap atau menahan oksidan dari leukosit inflamasi,menyebabkan sel epitel dan
lainnya melepaskan faktor kemotaktik,menonaktifkan antiprotease dan secara
langsung melukai dinding alveolar dan menyebabkan peningkatan sekresi
mukus.

28
PATOFLOW PPOK

15

Sumber : (Crowin,2009; Hartono, 2010; Ekawati,2010;(Lemone et al,2018)

(Nanda,2018; Soeatmadji, Ratmawati, dan Sujuti,2019)


2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan PPOK memiliki tujuan yakni untuk mengurangi


gejala dan risiko terjadinya eksaserbasi akut. Yang menjadi indikator untuk
menurunkan gejala dari PPOK adalah gejala yang membaiki, toleransi
terhadap aktivitas dapat membaik, dan status kesehatan meningkat. Adapun
indicator untuk menurunkan risiko PPOK yaitu untuk mencegah terjadinya
perburukan penyakit, mencegah dan mengobati eksaserbasi dan menurunkan
mortalitas (Lindayani et al., 2017).

2.1.7.1 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada PPOK meliputi :

a. Pemberian Obat-Obatan
1) Bronkodilator
Bronkodilator adalah jenis pengobatan yang bias meningkatkan
FEV1 atau bias mengubah variable dari hasil pengukuran
spirometri. Bronkodilator berfungsi mengubah tonus otot polos di
saluran napas dan meningkatkan gerakan refleks bronkodilatasi
terhadap aliran ekspirasi disbanding dengan mengubah terjadinya
elastisitas paru. Cara kerja obat ini yaitu dengan menurunkan
hiperventilasi dinamis saat berintirahat dan melakukan aktivitas,
dan juga memperbaiki toleransi aktivitas.
2) Beta agonist
Cara kerja iobat ini yaitu dengan membuat otot polos berelaksasi
pada saluran pernapasan dengan cara merangsang reseptor beta-
adrenergik yang akan meningkatkan siklus dari AMP dan produksi
efek yang menjadi lawan dari bronkokonstriksi.
3) Antimuskarinik

16
Prinsip kerja obat jenis ini adalah dengan cara memblokade efek
samping dari bronkokonstriksi asetikolin pada reseptor muskarinik
M3 di otot polos pernapasan.
4) Methylxanthines
Obat dari methylxantine yang paling sering digunakan yaitu
Theophylline yang merupakan hasil metabolism dari cytochrome
P450 yang berfungsi sebagai oksidase. Efek yang ditimbulkan obat
ini yaitu meningkatkan fungsi otot skeletal respirasi.
5) Kombinasi terapi bronkodilator
Kombinasi obat bronkodilator yaitu SABAs dan SAMAs dapat
berefek terhadap perbaikan dari FEV1. Lalu, pemberian obat
dengan formoterol dan tiotropium inhaler dapat memberikan efek
yang lebih banyak pada FEV1 dan dapat pula meningkatkan fungsi
paru dan status kesehatan penderita PPOK. Dalam beberapa
penelitian mendapatkan bahwa kombinasi dari LABA/LAMA dapat
berefek pada laju eksaserbasi dibandingkan kombinasi LABA dan
ICS (inhaled corticosteroid).
6) Anti-inflamasi
Obat anti-inflamasi seperti inhaled corticosteroid (ICS), terapi
inhaler triple, oral glukokortikoid, dan phosphodiesterase-4 (PDE-
4) inhibitors.
7) Antibiotik
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian antibiotik
secara teratur pada pasien PPOK dapat menurunkan laju kejadian
eksaserbasi. Obat antibiotic yang diberikan berupa azithromycin
dengan dosis 250 mg/hari atau 500 mg 3 kali/minggu atau dengan
obat erythromycin dengan dosis 500 mg 2 kali/hari.
8) Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) dan agen antioksidan
Pasien PPOK yang tidak diberikan kortikosteroid inhaler dapat
diberikan terapi inhaler yaitu dengan mukolitik seperti
carbocystein
17
dan N-acetylcystein bias membuat terjadinya penurunan kejadian
eksaserbasi dan dapat meningkatkan derajat kesehatan.
b. Vaksinasi
Direkomendasikan vaksinasi penumcoccus, PCV13 dan PPSV23 bagi
penderita PPOK umur >65 tahun. Dan juga bagi penderita PPOK
berusia muda disarankan untuk vaksinasi PPSV23.
c. Terapi oksigen
Pemberian oksigen pada pasien PPOK , didasarkan atas indikasi :
1) PaO2 <7,3 kPa (55 mmHg) atau SaO2 <88% dengan dan atau
tanpa hiperkapnia 2 kali selama 3 minggu atau
2) PaO2 7,3 kPa (55 mmHg) – 8,0 kPa (60 mmHg), atau SaO2 88%,
jika ditemui adanya hipertensi pulmonal, edema perifer yang
mengarah pada gagal jantung kongestive atau polisitemia
(HCT>55%).
d. Intervensi Bronkoskopi dan Operasi
Adapun indikasi dilakukan tindakan ini yakni :
1) Dilakukannya tindakan untuk menurunkan volume dari paru pada
pasien dengan emfisema heteregon atau homogeny dan yang
signifikan reftrakter hiperfentilasi.
2) Diremendasikan untuk dilakukan operasi Bullektomi pada pasien
dengan bulla yang besar.
3) Tindakan transplantasi paru dilakukan pada pasien dengan PPOK
yang sangat berat tanpa adanya kontraindikasi.

(Lindayani et al., 2017)

2.1.7.2 Penatalaksanaan Keperawatan

a. Edukasi tentang Self Managemen


Memberikan motivasi kepada pasien untuk tetap berpikir positif dan
membantu klien dalam memodifikasi faktor risiko yang bias
menyebabkan eksaserbasi. Dan uga memotivasi pasien untuk
menjalani
18
pola hidup sehat seperti berhenti merokok, menjaga pola tidur dan
tetap melakukan aktivitas fisik (Lindayani et al., 2017)
b. Mencapai bersihan jalan napas
1) Memantau adanya sesak napas (dyspnea) dan hipoksemia pada
klien
2) Ketika diprogramkan pemberian obat bronkodilator atau
kortikosteroid maka harus diberikan secara tepat dan teratur.
3) Mendorong klien untuk dapat menghilangkan atau mengurangi
iritan paru apalagi merokok sigaret.
4) Melakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase,
pernapasan bertekanan positif yang intermiten dan meningkatkan
asupan cairan.
c. Meningkatkan pola napas
1) Melatih otot inspirasi dengan latihan napas dalam untuk
meningkatkan pola pernapasan.
2) Melatih pernapasan diafragma untuk mengurangi kecepatan
respirasi.
d. Memantau dan menangani komplikasi
1) Melakukan pengkajian kepada klien untuk mengetahui adanya
komplikasi.
2) Memantau adanyan peruabahan kognitif, peningkatan dyspnea,
takipnea, takikardi dan nilai oksimetri nadi.
3) Mengajarkan pada klien dan keluarga klien mengenai tanda dan
gejala dari infeksi dan komplikasi lain yang muncul serta adanya
perubahan pada area kognitif dan status fisik klien.

(Putri, 2017)

19
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Uji Faal dengan Spirometri dan Bronkodilator (post-bronchodilator)


Uji faal paru adalah uji yang digunakan untuk mendiagnosis,
melihat perkembangan dari suatu penyakit serta untuk menentukan
prognosa. Pada PPOK, uji ini berfungsi untuk melihat secara objektif
apakah ada obstruksi pada saluran napas yang dibagi dalam berbagai
tingkat.
Digunakan alat ukur spirometri untuk mengukur adanya
volume maksimal dari udara yang dikeluarkan setelah terjadi inspirasi
maksimal atau disebut dengan Forced vital capacity (FVC).
Spirometri juga digunakan untuk mengukur volume dari udara yang
keluar di detik pertama saat terjadi manuver atau Forced
Expiratory Volume in 1 second (FEV1). Rasio Dari FVC dan FEV1
ini yang digunakan untuk menilai fungsi paru. Pada penderita PPOK
akan menunjukkan FEV1 dan FVC yang mengalami penurunan atau
FEV1/FVC < 70%. Pemeriksaan yang dilakukan pada uji ini yakni
memberikan bronkodilator inhalasi dengan 8 hisapan dan di menit ke
15020 dilihat akan perubahan dari nilai FEV1. Bila nilai FEV1 < 20%
hal ini menunjukkan kalau adanya pembatasan dari aliran udara namun
tidak reversible. Uji dengan bronkodilator ini dapat dijadikan patokan
untuk melihat seberapa parah PPOK yang dialami oleh pasien.
b. Foto Torak PA dan Lateral
Foto torak PA dan lateral digunakan untuk menghilangkan adanya
kemungkinan mengalami penyakit paru yang lain. Pada penderita
emfisema, banyak kali ditemukan gambaran hiperinflasi yakni diafragma
tampak endah dan rata hiperlusnsi, pada ruang retrosternal tampak
melebar, jantung memanjang tipis arah vertical. Sedang untuk penderita
bronchitis kronis, sering didapatkan hasil foto toraks yang normal atau

20
tampak adanya corakan pada bronkovaskuler yang meningkat serta
sebagian hiperusen.
c. Analisa Gas Darah (AGD)
Pada penderita PPOk tahap lanjut, pengukuran AGD menjadi sangat
penting dan wajib dilakukan apalagi saat nila FEV1 < 40% dan tampak
adanya kegagalan respirasi dan gagal jantung kanan yang ditandai dengan
sianosis sentral, edema pada ekstremitas dan tekanan JVP yang
meningkat. Pada pasein dengan bronchitis kronis gambaran AGD
menunjukkan adanya hipoksemi kategori sedang sampai berat dengan
diberikan oksigen 100% dan juga bias menunjukkan adanya hiperkapsia
disertai hipoventilasi alveolar dengan asidosis respiratorik kronik
terkompensasi. Kemudian, pada penderita emfisema, gambaran AGD
yaitu normoksia atau hipoksia ringan dan normokapnia. Analisa gas
darah ini sangat berguna untuk menilai mengenai kecukupan dan tidak
adanya ventilasi dan oksigenasi serta untuk memantau keseimbangan
asam dan basa.
d. Pemeriksaan Sputum
Pada pemeriksaan sputum, dilakukan pemeriksaan bakteriologi gram
pada sputum untuk melihat pola kuman dan digunakan untuk memilih
antibiotic yang tepat.
e. Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah dilakukan agar diketahuinya faktor penyebab seperti
leukositosis karena adanya infeksi pada eksaserbasi akut, polisetamia
pada hipoksemia kronis.
f. Pemeriksaan Penunjang lainnya
Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan yaitu pemeriksaan
Electrocardiogram (EKG). EKG dilakukan untuk melihat apakah ada
komplikasi yang ditimbulkan pada jantung dengan tanda kor pulmonale
atau hipertensi pulmonal. Kemudian, ada juga pemeriksaan lain yang
dilakukan yaitu uji latih kardiopulmoner, uji provokasi bonkus, CT-scan

21
beresolusi tinggi. Ekokardiagrafi serta pemeriksaan kadar alpha-1
antitrypsin.

(Lindayani et al., 2017)

2.1.9 Komplikasi

PPOK merupakan penyakit yang memiliki sifat irrefersible dan


progresif. Gejala dan perubahan yang muncul pada saluran pernapasan harus
di pantau untuk dilakukan modifikasi dalam pemberian terapi dan untuk
menentukan komplikasi yang muncul pada pasien (PDPI,2016).
Komplikasi yang muncul pada pasien PPOK menurut Lindayani et al.,
(2017) adalah sebagai berikut :
a. Gagal Napas
1) Gagal Napas Kronis
Yaitu terjadinya ketidakseimbangan PO2 dan PCO2.
2) Gagal Napas Akut
Gagal napas akut inni terjadi pada gagal napas kronis dengan tanda
seperti sesak napas disertai dengan sianosis, adanya sputum yang
sudah ada purulent, munculnya demam dan kesadaran yang menurun.
b. Infeksi Berulang
Pada penderita PPOK mengalami penumpukan sputum yang berlebihan
sehingga menyebabkan terbentuknya kuman yang banyak dan
memudahkan adanya infeksi berulang terjadi. Kondisi ini membuat daya
tahan tubuh menurun yang ditandai dengan berkurangnya kadar lomfosit
darah.
c. Kor Pulmonal
Kor pulmonal ini ditandai dengan P pulmonal pada pemeriksaan EKG,
lalu hematokrit lebih dari 50% yang disertai dengan gagal jantung kanan.

22
2.2 Asuhan Keperawatan Teori
Asuhan Keperawatan adalah proses atau tahapan kegiatan dalam perawatan
yang diberikan langsung kepada pasien dalam berbagai tatanan pelayanan
kesehatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah
keperawatan sebagai suatu profesi yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan
yang bersifat humanistic, dan berdasarkan kebutuhan objektif klien untuk
mengatasi masalah yang dihadapi klien serta dilandasi kode etik dan etika
keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Dalam
proses perawatan, asuhan keperawatan dilaksanakan dalam beberapa tahap yang
meliputi Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Perencanaan (Intervensi),
Pelaksanaan (Implementasi), Evaluasi (formatif/proses dan sumatif).

2.2.1 Pengkajian

a. Identitas klien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis,
nomor registrasi.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien PPOK mengeluh sesak napas dan batuk yang disertai
sputum.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien PPOK mengeluhkan sesak napas, kelemahan fisik, batuk
yang disertai dengan adanya sputum.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ada riwayat paparan gas berbahaya seperti merokok, polusi
udara, gas hasil pembakaran dan mempunyai riwayat penyakit seperti
asma (Ikawati 2016).
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditemukan ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat
alergi (asma) karna asma merupakan salah satu penyebab dari PPOK.

23
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya pada penderita PPOK terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang PPOK.
Biasanya terdapat riwayat merokok karena merokok meningkatkan risiko
terjadinya PPOK 30 kali lebih besar ( Ikawati, 2016).
2) Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya pada pasien PPOK terjadi penurunan nafsu makan.
3) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi biasanya tidak ada keluhan atau gangguan.
4) Pola istirahat dan tidur
Pola tidur dan istirahat biasanya terganggu karena karena sesak.
5) Pola aktivitas dan latihan
Klien dengan PPOK biasanya mengalami penurunan toleransi terhadap
aktifitas. Aktifitas yang membutuhkan mengangkat lengan keatas setinggi
toraks dapat menyebabkan keletihan atau distress pernapasan.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Biasa nya klien merasa cemas dan ketakutan dengan kondisinya.
7) Pola sensori kognitif
Biasa nya tidak ditemukan gangguan pada sensori kognitif.
8) Pola hubungan peran
Biasanya terjadi perubahan dalam hubungan intrapersonal maupun
interpersonal.
9) Pola penanggulangan stress
Biasanya proses penyakit membuat klien merasa tidak berdaya sehingga
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
adaptif.
10) Pola reproduksi seksual
Biasanya pola reproduksi dan seksual pada klien yang sudah menikah
akan mengalami perubahan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
24
Biasanya adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh mempengaruhi pola ibadah pasien.
g. Pemeriksaan fisik
1) Gambaran Umum
Biasanya kesadaran klien composmentis.
2) Secara sistematik dari kepala sampai ujung kaki
a) Kepala
Biasanya rambut tidak bersih karena klien dengan PPOK mengalami
penurunan toleransi terhadap aktifitas termasuk perawatan diri.
b) Mata
Biasanya mata simetris, sklera tidak ikterik.
c) Telinga
Biasanya telinga cukup bersih,bentuk simetris dan fungsi pendengaran
normal.
d) Hidung
Biasanya hidung simetris, hidung bersih.
e) Leher
Biasanya tidak ditemukan benjolan.
f) Paru
1) Inspeksi : Biasanya terlihat klien mempunya bentuk dada barrel
chest penggunaan otot bantu pernapasan.

2) Palpasi : Biasanya premitus kanan dan kiri melemah.

3) Perkusi : Bisanya hipersonor.


4) Auskultasi : Biasanya terdapat ronkhi dan wheezing sesuai
tingkat keparahan obstruktif.
g) Jantung
1) Inspeksi : Bisanya ictus cordis tidak terlihat.
2) Palpasi : Biasanya ictus cordis teraba.
3) Auskultasi : Biasanya irama jantung teratur.

25
h) Abdomen
1) Inspeksi : Biasanya tidak ada asites, abdomen tampak simetris.
2) Palpasi : Biasanya hepar tidak teraba dan tidak ada tanda nyeri
tekan.
3) Perkusi : Teraba timhany
4) Auskultasi : Biasanya bising usus normal.
i) Ekstremitas
Biasanya didapatkan adanya jari tabuh (clubbing finger) sebagai
dampak dari hipoksemia yang berkepanjangan.
h. Pemeriksaan diagnostik
1) Pengukuran fungsi paru
a) Kapasitas inspirasi menurun dengan nilai normal 3500 ml
b) Volume residu meningkat dengan nilai normal 1200 ml
c) FEV1 (forced expired volume in one second) selalu menurun :
untuk menentukan derajat PPOK dengan nilai normal 3,2 L
d) VC (forced vital capacity) awalnya normal kemudian menurun
dengan nilai normal 4 L
e) TLC (Kapasitas Paru Total) normal sampai meningkat sedang
dengan nilai normal 6000 ml
2) Analisa gas darah
PaO2 menurun dengan nilai normal 75-100 mmHg, PCO2 meningkat
dengan nilai normal 35-45 mmHg dan nilai pH normal dengan nilai
normal 7,35-7,45.
3) Pemeriksaan laboratorium
a) Hemoglobin (Hb) meningkat dengan nilai normal pada wanita 12-
14 gr/dl dan laki-laki 14-18 gr/dl , hematocrit (Ht) meningkat
dengan nilai normal pada wanita 37-43 % dan pada laki-laki 40-
48
%
b) Jumlah darah merah meningkat dengan nilai normal pada wanita
4,2-5,4 jt/mm3 dan pada laki-laki 4,6-6,2 jt/mm3
26
c) Eosonofil meningkat dengan nilai normal 1-4 % dan total IgE
serum meningkat dengan nilai normal < 100 IU/ml
d) Pulse oksimetri , SaO2 oksigenasi meningkat dengan nilai normal
> 95 %.
e) Elektrolit menurun.
4) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran . kuman
pathogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus pneumonia,
hemophylus influenzae.
5) Pemeriksaan radiologi Thoraks foto (AP dan lateral)
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung dan
bendungan area paru.

i. Diagnosa

Diagnosa yang biasa ditemukan pada pasien dengan PPOK adalah


sebagai berikut :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan


secret di jalan napas
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan elastisitas paru
dalam
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan pembentukan mucus yang banyak
dan anoreksia
e. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan factor resiko penyakit kronis

27
ii. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


(SDKI)
1 D.0001 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
Bersihan jalan keperawatan selama….x 24jam,
Observasi
napas tidak diharapkan bersihan jalan napas
1. Monitor jalan napas (frekwensi jalan napas, kedalaman,
efektif efektif/meningkat dengan kriteria
usaha napas)
berhubungan hasil :
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi
dengan 1. Batuk efektif meningkat
wheezing, ronkhi kering)
penumpukan 2. Dispnea menurun
3. Monitor Sputum
secret di jalan 3. Whezing menurun
Terapeutik
napas 4. Gelisah menurun
4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head tilt dan
5. Kemampuan memonitor
chin lift (jaw trust jika curiga trauma servikal)
munculnya gejala dan
5. Posisikan semi fowler atau fowler
melakukan tindakan untuk
6. Berikan minum air hangat
mengurangi gejala meningkat.
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan lendir krang dari 15 detik
9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endtrakeal
28
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill

11. Berikan Oksigen, Jika perlu

Edukasi
12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu

Edukasi
5. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
6. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu

29
2 D.0003 setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Gangguan keperawatan selama….x 24jam,
Observasi
pertukaran gas karbondioksida pada memberan
1. Monitor pola napas, monitor saturasi oxygen
berhubungan alveolus kapiler dalam batas
2. Monitor frekwensi, irama, kedalaman dan upaya napas
dengan normal dengan kriteria hasil :
3. Monitor adanya sumbatan jalan napas
perubahan 1. Tingkat Kesadaran meningkat
Terapeutik
membrane 2. Dispnea menurun
alveolar-kapiler 3. Bunyi napas tambahan 4. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

menurun Edukasi
5. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
4. Gelisah menurun
6. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
5. Napas cuping hidung
menurun
6. PO2 Membaik
Terapi Oksigen
7. PCO2 membaik
Observasi
8. Sianosis membaik
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
9. Pola napas membaik 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
4. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
5. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea jika perlu
6. Pertahankan kepatetan jalan napas
30
Edukasi
7. Ajarkan keluarga cara menggunakan oksigen
Kolaborasi
8. Kolaborasi penentuan dosis oksigen

3 D.0005 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas


Pola napas tidak keperawatan selama….x 24jam,
efektif diharapkan inspirasi dan Observasi
berhubungan ekspirasi yang tidak
1. Monitor pola napas
dengan memberikan ventilasi adekuat
2. Monitor bunyi napas tambahan
penurunan membaik dengan kriteria hasil
elastisitas paru : 3. Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
dalam
1. Dispnea menurun Terapeutik
melakukan
2. Frekwensi napas membaik 4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head tilt dan
ekspansi
chin lift, jika perlu
3. Kedalaman napas membaik
5. Posisikan semifowler atau fowler
4. Penggunaan otot bantu napas
menurun 6. Lakukan fisioterpai dada, jika perlu

7. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

8. Berikan oksigen, jika perlu

31
Edukasi
9. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari jika tidak kontra
indikasi

Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu

Terapi Oksigen

11 Monitor kecepatan aliran oksigen

12. Monitor tanda-tanda hipventilasi

13. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen

14. Bersihkan secret pada mulut, hidung, trakea, jika perlu

15. Pertahankan kepatenan jalan napas

16. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen

32
4 D.0019 setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
Defisit nutrisi
keperawatan selama….x 24jam, Observasi
berhubungan
diharapkan status nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
dengan
terpenuhi dengan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
pembentukan
kriteria hasil : 3. Identifikasi makanan yang disukai
mucus yang 1. Porsi makan yang dihabiskan
meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
banyak dan
2. Berat badan atau IMT 5. Monitor asupan makanan
anoreksia
meningkat 6. Monitor berat badan
3. Frekwensi makan meningkat Terapeutik
7. Lakukan oral higine sebelum makan, jika perlu

33
4. Nafsu makan meningkat
9. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
5. Perasaan cepat kenyang
10. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
meningkat
11. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
12. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
14. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
15. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

5 D.0056 setelah dilakukan tindakan


Terapi Aktivitas
Intoleransi keperawatan selama….x 24jam,
Aktivitas diharapkan toleransi aktivitas Observasi
berhubungan meningkat dengan 1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi kemampuan berpartisiasi dalam aktivitas
1. Frekwensi nadi meningkat
ketidakseimbang tertentu
2. Saturasi oksigen meningkat
an suplai dan 3. Kemudahan dalam melakukan
3. Monitor respon emosional, fisik, sosial dan spiritual
kebutuhan aktivitas sehari-hari meningkat
terhadap aktivitas
34
oksigen.
4. Kecepatan berjalan meningkat Terapeutik
5. Perasaaan lemah menurun 4. Fasilitasi fokus dalam kemampuan bukan defisit yang
6. Kekuatan tubuh bagian atas dan dialami
bawah meningkat
5. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
7. Aritmia saat beraktifitas
menurun 6. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
8. Tekanan darah membaik
9. Frekwensi napas membaik

35
Edukasis

7. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari jika perlu

8. Anjarkan cara melakukan aktivitas fisik, sosial,


spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi dan
kesehatan

9. Anjurkan keluarga memberikan penguatan positif atas


partisipasi dalam aktivitas

Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program aktivitas, jika sesuai
11. Rujuk pada pusat atau program aktivitas jika perlu

36
6 D.0142 setelah dilakukan tindakan Edukasi Pencegahan Infeksi
Resiko infeksi keperawatan selama….x 24jam,
Observasi
berhubungan diharapkan derajat infeksi menurun
1. Periksa kesiapan dan kemampuan menerima
dengan factor dengan
informasi
resiko penyakit kriteria hasil :
1. Demam menurun Terapeutik
kronis
2. Kemerahan menurun
2. Siapkan materi, media tentang faktor-faktor penyebab,
3. Nyeri menurun
cara identifikasi dan pencegahan resiko infeksi dirumah
4. Bengkak menurun
sakit maupun dirumah
5. Kadar sel darah putih
3. Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan
membaik
pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan dengan pasien
dan keluarga

4. Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

6. Informasikan hasil pemeriksaan laboratorium (mis:


leukosit,WBC)

37
7. Anjurkan mengikuti tindakan pencegahan sesuai kondisi

8. Anjurkan kecukupan nutrisi,cairan, dan istirahat

9. Anjurkan latihan napas dalam dan batuk sesuai kebutuhan

10. Anjurkan mengelolah antibiotik sesuai resep

11. Ajarkan cara mencuci tangan

12. Ajarkan etika batuk

38
iii. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan pelaksanaan yang adalah


realisasi tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, kegiatan
dalam pelaksanaan atau implementasi meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta untuk menilai data yang baru muncul. Implementasi juga
dilakukan dengan harapan agar menunrunnya dan hilangnya masalah yang
dialami klien. Pada tahap tindakan ini terjadi kegiatan validasi dari intervensi
keperawatan yang telah disusun, membuat dokumentasi dan mengumpulkan
data (Wulandari, 2020).

iv. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan


untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagimana rencana
keperawatan dilanjutkan merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan. Tahapan evaluasi ini meruapakan tahapan terakhir dari proses
keperawatan yakni untuk menilai dengan cara membuat perbandingan
perubahan dari keadaan klien yang diamati dengan tujuan dan kriteria hasil
yang disusun pada intervensi keperawatan. Adapun tujuan dari evaluasi yaitu
sebagai akhir dari rencana tindakan dan untuk membuat modifikasi tindakan
serta sebagai penerus dari intervensi keperawatan hal ini sebagai tindakan
perawat sebagai umpan balik seandainya tujuan tidak tercapai (Wulandari,
2020).

36
b. Penelitian Terkait

Pada penelitian terkait ini terdapat hasil penelitian dari peneliti lain yang berkaitan dengan karya ilmiah yang disusun.
Penulis ingin membandingkan isi dari jurnal-jurnal sebelumnya mengenai desain, metode ataupun statistik test yang digunakan,
jenis pemilihan sampel dan juga ingin mengetahui hasil dan manfaat terkait dengan Evidence Based Practice yang dilakukan
untuk menjadi acuan penulis dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini.

Tabel 2.3 Penelitian Terkait


No Penulis Tempat Tahun Tujuan Desain/Metode/ Populasi/ Hasil Manfaat
Statistik Test Sampling/ dan/atau
Sampel Limitasi dari
penelitian

1 Regita Putri Wilayah 2021 Untuk Menggunakan 2 orang yang Terdapat Mengetahui
Cahyani, kerja mengetahui dan metode sesuai dengan pengaruh intervensi
Pujiarto, Puskesmas mengidentifikasi eksperimen kriteria terhadap posisi condong
Nandita Gedong Air efektifnya dengan inklusi peningkatan ke depan dan
Wana Putri Bandar tindakan posisi rancangan saturasi latihan pursed
(Cahyani et Lampung condong ke penelitian oksigen lip breathing
al., 2021) depan dan terapan (Applied kedua untuk
latihan Research) responden meningkatkan
pernapasan setelah saturasi oksigen
pursed lip diberikan pada pasien
breathing (PLB) terapi posisi PPOK serta
terhadap condong ke meningkatkan
peningkatan depan dan kemampuan
komunikasi dan

37
saturasi oksigen latihan pursed interaksi
pasien PPOK lip breathing dengan klien.

2 Indah Poliklinik 2020 Untuk Studi analitik 56 subjek terdapat Mengetahui


Monca, Hari RSUP mengetahui dengan desain PPOK dipilih hubungan derajat PPOK
Sutanto Persahabatan hubungan cross-sectional secara bermakna yang dapat
(Monica & derajat sesak konsekutif derajat sesak mempengaruhi
Sutanto, napas dengan napas PPOK kualitas hidup
2020) kualitas hidup dengan pasien PPOK
pasien PPOK kualitas hidup
stabil

3 Ni Made RSUD 2020 Untuk Penelitian 30 reponden Terdapat Pemberian


Dwi Yunica Kabupaten mengetahui eksperimen dipilih dengan pengaruh intervensi
Atriani, Putu Buleleng pengaruh dengan one teknik non- antara dengan teknik
Indah Sintya relaksasi group pre-test probability relaksasi ballon blowing
Dewi, Kadek pernapasan dan post-test sampling pernapasan sangat efektif
Hendri Yanti dengan teknik (total dengan teknik diberikan untuk
(Astriani,dkk ballon blowing sampling) ballon membantu
2020) terhadap blowing terjadinya
peningkatan terhadap ekspansi paru
saturasi oksigen peningkatann pada pasien
pada pasien saturasi dengan
PPOK oksigen pada gangguan
pasien PPOK fungsi
pernapasan.

38
4 Ni Made IGD Rumah 2020 Untuk Desain 26 responden Terdapat Teknik
Dwi Yunica Sakit Kertha mengetahui penelitian dpilih pengaruh clapping dan
Astriani, Usada pengaruh menggunkan menggunakan clapping dan vibrasi ini dapat
Kadek Yudi clapping dan rancangan one teknik non vibrasi mmbantu
Aryawan, vibrasi terhadap group pre- probability terhadap pasien
Mchamad saturasi oksigen post test sampling saturasi membersihkan
Heri pada pasien design yaitu dengan oksigen pada jalan napasnya
(Astriani, PPOK Ttotal pasien PPOK dari secret
dkk 2020) Sampling sehingga
ventilasi
menjadi lebih
maksimal
sehingga
membuat
pasien dapat
bernapasa
dengan lancer
yang membuat
jua saturasi
oksigen
membaik

5 Rizkika Ruangan 2016 Mengidentifikasi Desain kuasi 34 responden Pemberian Mengetahui


Ramdhani Paru RSUD pengaruh eksperimen penelitian edukasi manajemen
(Ramadhani, Dr. A.Dadi edukasi dengan yang dipilih manajemen dyspnea
2018) Tjokrodipo manajemen pendekatan pre- dengan dyspnea sebagai bahan
Kota Bandar dyspnea test post-test metode berdasarkan edukasi
Lampung terhadap self non equivalent consecutive teori self berdasarkan
efficacy dalam control group sampling efficacy

39
mengelola berpengaruh teori
kesulitan terhadap self
bernapas pada peningkatan efficacy
pasien PPOK nilai self
efficacy
dalam
mengelola
kesulitan
bernapas
pada pasien
PPOK

Dari hasil-hasil penelitian diatas dapat dilihat kalau peneliti-peneliti tersebut menggunakan berbagai intervensi untuk
mengatasi masalah PPOK dan hal ini sangat berhubungan dengan karya ilmiah yang dibuat oleh penulis untuk dijadikan
tambahan intervensi yang sesuai dengan Evidence Based Practice.

40
BAB III

GAMBARAN KASUS

Pada Bab III ini, penulis menjabarkan dengan lengkap mengenai proses
asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,
penyusunan intervensi keperawatan, pelaksanaan implementasi keperawatan dan
tahap evaluasi.

3.1 Pengkajian
Klien Tn.E.H masuk rumah sakit pada tanggal 22 maret 2023 dengan
diagnos medis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Pengkajian keperawatan
dilakukan pada tanggal 24 maret 2023 pada pukul 13.00 WITA di kamar V bed 2
ruangan Sto.Fransiskus Rumah Sakit Budi Mulia Bitung. Klien Tn.E.H berumur
65 tahun, jenis kelamin laki-laki, sudah menikah dengan 2 anak, dan ber agama
islam, pendidikan terakhir SD, bekerja sebagai karyawan swasta dan berdomisili
dibitung tengah, kecamatan maesa. Klien didampingi oleh pengampuh yang adalah
anaknya sendiri yaitu Ny.F.H yang berdomisili dibitung tengah juga dan
berprofesi sebagai pengurus rumah tangga.
Adapun data pengkajian yang didapatkan pada klien Tn.E.H melalui
metode observasi dan wawancara secara langsung kepada klien, Keluhan utama
yang dirasakan klien yaitu sesak napas sejak kurang lebih 1 minggu. Dimana,
klien merasakan adanya produksi lendir yang tertahan pada jalan sehingga
membuatnya sulit untuk bernapas, klien mengatakan batuk dan dada terasa nyeri
jika klien batuk. Klien tampak menggunakan otot bantu pernapasan diafragma
dan klien juga mengatakan kalau sesak bertambah saat beraktivitas, klien
memiliki riwayat perokok aktif sudah sejak lama, dan mulai mengurangi merokok
sejak klien sakit, Hasil observasi keadaan umum didapatkan klien tampak sakit
sedang dan tidur dalam posisi semi fowler menggunakan sandaran punggung dan
bantal , tampak lemah dan terpasang IVFD NS 0,9% 21 tetes/menit (mikro) dan
terpasang oksigen Binasal Kanul 5 liter/menit, dengan kesadaran penuh atau
compos mentis dan hasil pengukuran Tanda-tanda Vital yaitu TD : 140/90
41
mmHg, SB : 36,5OC, Nadi : 97 x/menit, frekuensi pernapasan : 30 x/menit irama
teratur dengan jenis pernapasan dada dan pola napas dyspnea (dalam dan
dangkal), hasil pengukuran saturasi oksigen 95% dengan terpasang oksigen 4-
5liter /menit dengan konsentrasi 24-44%
Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi thorax foto hasil pemeriksaan
dokter didapati klien Tn.E.H menderita kardiomegali dan TB paru lesi luas aktif
sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan dahak yang dilakukan dipuskesmas
bitung barat didapati hasil MTB Not Detected.
Kondisi tubuh luar klien mulai dari kepala yang sudah beruban, tidak
terawat lagi karena tampak berminyak karena sudah tidak dikeramas sejak klien
masuk rumah sakit. Selanjutnya, pada pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem
pernapasan klien yaitu pada tahap inspeksi didapatkan keadaan umum klien
tampak lemah dan sesak napas, jenis pernapafasan dispneu, bentuk dada simetris,
ada tarikan dinding dada saat inspirasi, tidak ada lesi atau perdarahan . Palpasi
didapatkan vokal fremitus dada kanan lebih lemah daripada dada kiri, tidak teraba
adanya massa. Perkusi didapatkan bunyi sonor dan pada pemeriksaan auskultasi
terdengar suara napas ronkhi dan wheezing dengan ekspirasi memanjang dengan
suara napas tambahan terdengar menghela sekret atau ekspirasi paksa, dan suara
napas vesikuler mengalami penurunan.
Kemudian pada pola metabolik, klien mengalami penurunan nafsu makan
sejak ia sakit namun tampak klien tidak menghabiskan porsi makanan yang
diberikan rumah sakit setiap jam makan, hanya setengah dari porsi makan yang
dihabiskan klien Pada pola aktivitas dan latihan, klien mengatakan sulit
melakukan aktivitas dan hanya bisa berada di tempat tidur, merasa lemah karena
sesak napas yang dirasakan membuatnya tidak mampu melakukan aktivitas
secara mandiri. Klien mengatakan merasah sangat lemah dan lelah dan hanya bisa
tidur dengan posisi semi fowler ditempat tidur dengan menggunakan sandaran
punggun dan bantal yang disanggah pada daerah punggung klien. Klien
mengatakan melakukan aktivitas dengan bantuan keluarga karena napas, aktivitas
harian seperti mandi, berpakaian, BAK, BAB dan mobilisasi ditempat tidur
dengan bantuan keluarga. klien juga mengalami gangguan tidur sejak sakit yaitu

42
karen sesak napas yang dialaminya sehingga membuatnya tidak dapat tidur
dengan baik karena saat berbaring ia akan sesak dan hanya bisa tidur sekitar saat
malam hari kurang lebih 5 jam saat sesak yang dirasakan berkurang, tampak
ekspresi wajah pasien mengantuk, dan klien tampak banyak menguap.
Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium yang terdiri dari hasil
pemeriksaan laboratorium rutin didapatkan hasil WBC :9,800 10^3/Ul,
HCT :41,2%, MCV: 75,3 fL, MCH: 26,3 Pg, MCHC: 34,9g/dl, RDW: 12,3 %, PLT:
231.000 10^3/Ul , hasil pemeriksaan Differential : NEUT %: 75,2%, LYM % : 19,7%,
MID: 5,1%, hasil Kimia Klinik didapatkan Gula Darah Sewaktu :176 mg/dl, Hasil
pemeriksaan elektrolit Natrium: 134 mg/dl, Klium: 3,7 mmol/L, Chlorida: 97 mmol/L.
Kemudian, hasil pemeriksaan foto thorak : jantung kesan membesar, aorta dan
mediastinum superior tidak melebar, trakhea ditengah keduahillus tidak menebal,
tampak fibroinfiltrat dilapang paru dextra, kedua hemidiafragma normal kedua
sinus kostofrenikus normal, tulang-tulang dinding dada yang ter Visualisasi kesan
intak dari hasil pemeriksaan foto thorax dokter menyimpulkan klien mengalami
kardiomegali dan gambaran penumonia defferential diagnosa TB paru lesi luas
aktif.

3.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data-data yang dikaji,
dimulai dengan menetapkan masalah, penyebab, dan data pendukung. Didapatkan
3 prioritas dignosa keperawatan yaitu:
- Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pembentukan mukus
yang banyak, ditandai dengan data subjektif: klien mengatakan sesak napas
dan terasa ada lendir pada jalan napas sehingga membuatnya sulit untuk
bernapas, klien mengatakan batuk namun lendirnya sulit keluar. Data objektif
: klien tampak sesak napas, terdengar klien batuk berlendir tapi sulit
mengeluarkan sekret saat batuk, terdapat suara napas tambahan : Ronkhi (+),
Wheezing (+),TTV : TD : 140/90 mmHg, RR : 30 x/menit SPO2: 95% dengan
oksigen binasal canul 4-5 liter/menit , N : 97 x/menit , SB : 36,5 ℃, Hasil
pemeriksaan Laboratorium LYM: 19,7% (nilai normal : 23-53).

43
- Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi tubuh dengan
peningkatan respirasi rate. Yang ditandai dengan data sujektif : klien
mengatakan ia sulit melakukan aktivitas dan hanya bisa berada di tempat
tidur, merasa lemah karena sesak napas yang dirasakan membuatnya sulit dan
tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri, klien mengatakan ia merasa
sangat kelelahan karena tidak bisa tidur terlentang atau berbaring di tempat
tidurnya dan hanya bisa tidur dengan poisis semi fowler ditempat tidur
dikarenakan sesak napasnya. Data objektif : klien tampak lemah dan hanya
bisa tidur dengan posisi semifoler tempat tidur dengan mengunakan sandaran
punggung dan bantal, terpasang oksigen binasal canule 4-5 liter/menit
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen menurun, yang
ditandai dengan : data subjektif : klien mengatakan ia sulit melakukan
aktivitas dan hanya bisa berada di tempat tidur, merasa lemah karena sesak
napas yang dirasakan membuatnya sulit dan tidak mampu melakukan aktivitas
secara mandiri, klien mengatakan merasa sangat kelelahan karena tidak bisa
berbaring di tempat tidurnya dan hanya bisa tidur denga posisi semifowler
dikarenakan sesak napas. Data objektif : klien tampak lemah dan hanya bisa
tidur dengan posisi semi fowler ditempat tidur dengan menggunakan sandaran
punggung dan tidak bisa berbaring karena sesak napas, aktivitas eliminasi
(BAK, BAB), dan mobilisasi di tempat tidur dibantu oleh keluarga, klien
tampak sesak saat bernapas (dispnea), RR : 30 x/menit SPO2 : 95%, Hasil
pemeriksaan Laboratorium : HCT : 41,2 % (nilai normal : 45,0- 52,0).

3.3 Intervensi
Dalam tahapan perencanaan disesuaikan dengan teori dari Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SDKI) dan tujuan dan kriteria hasil
disesuaikan dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Berikut
susunan dari intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan prioritas diagnosa
keperawatan :

44
1) Diagnosa pertama bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
pembentukan mukus yang banyak. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan bersihan jalan napas tidak efektif
menjadi efektif, dengan kriteria hasil : batuk efektif cukup meningkat, suara
napas tambahan wheezing menurun, frekuensi napas membaik. Dengan
intervensi keperawatan yang dibuat yaitu di tahap oservasi : Monitor bunyi
napas tambahan, Monitor sputum (jumlah, warna), Identifikasi kemampuan
batuk, kemudian di tahap terapeutik : Berikan minum hangat, di tahap
kolaborasi : Pemberian obat sesuai indikasi : acetylcysteine 3x1capsul,
pemberian antibiotik Ceftriaxone injeksi 1x2gram/iv, Pemberian terapi
nebulizer dengan combivent 1 vial/8jam (terapi inhalasi), Lakukan fisioterapi
dada, dan di tahap edukasi : Anjurkan batuk efektif (caranya : tarik napas
dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik,
mengulanginya hingga 3 kali dan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik
napas dalam yang ke-3.
2) Diagnosa kedua pola napas tidak fektif berhubungan dengan kompensasi
tubuh dengan peningkatan respirasi rate. Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x7 jam diharapkan pola napas menjadi efektif, dengan
kriteria hasil : frekuensi napas membaik dan pola pernapasan membaik.
Dengan intervensi keperawatan yang disusun pada tahap observasi: Monitor
pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas), terapeutik : Atur posisi semi
fowler atau fowler, berikan oksigen, Pertahankan kepatenan jalan napas,
kemudian di tahap kolaborasi : Pemberian bronkodilator sesuai indikasi, dan
edukasi : Ajarkan melakukan tarik napas dalam.
3) Diagnosa yang ketiga yaitu Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai
oksigen menurun. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x 7 jam diharapkan aktivitas dapat ditoleransi, dengan kriteria hasil :
kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat, keluhan lelah
menurun, frekensi napas membaik. Dengan intervensi keperawatan yang
disusun pada tahap observasi : Monitor Kelelahan fisik dan emosional,
45
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas, di tahap
terapeutik : Sediakan
lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus, Berikan aktivitas, distruksi
yang menyenangkan, dan edukasi : Anjurkan aktivitas secara bertahap,
Anjurkan mendekatkan barang yang sering dipakai di area yang mudah
dijangkau.

3.4 Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan mulai dilakukan pada tanggal 25
maret 2023 sampai tanggal 27 maret 2023. Implementasi keperawatan dilakukan
berdasarkan intervensi keperawatan yang telah disusun.
1) Hari pertama implementasi keperawatan dilakukan (Sabtu, 25 maret 2023) :
Diagnosa keperawatan yang pertama tentang bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan pembentukan mukus yang banyak. Tindakan
keperawatan yang dilakukan yaitu 1) memonitor bunyi jalan napas tambahan dan
keadaan umum klien lewat pemeriksaan TTV, dengan hasil : Terdapat suara
tambahan Wheezing (+) dan Ronkhi (+),TTV : TD : 140/90 mmHg, N : 97
x/menit, SB : 36,5 ℃, RR : 30 X/menit, SpO2 : 95% dan respon klien
mengatakan ia bisa mendengar dan merasakan suara napasnya yang terasa lain
saat ia bernapas. 2) Memonitor sputum (jumlah dan warna) dengan hasil: Sputum
yang mampu dikeluarkan klien dalam jumlah yang sedikit dengan warna kuning
dan respon pasien mengatakan kalau lendirnya hanya sedikit karena sulit untuk
dikeluarkan saat ia batuk. 3) Memberikan air minum hangat, dengan hasil : klien
diberikan air minum hangat sebanyak 300 ml, dan berespon mengatakan kalau
air hangat yang diminumnya membuatnya lebih mudah untuk batuk. 4)
Memberikan obat oral acetylcysteine 200mg/1capsul, pemberian antibiotik
Ceftriaxone injeksi 1x2gram/iv, 5) Memberikan terapi nebulizer Combivent 2,5
ml/1 vial, dengan respon klien mengatakan sesak agak sedikit berkurang dan
pernapasan klien merasa lebih legah. 6) Melakukan fisioterapi dada selama +/-
10 menit, dengan respon klien merasa lebih mudah mengeluarkan dahaknya
walaupun masih dalam jumlah sedikit. 7) Mengidentifikasi kemampuan batuk,
dengan hasil klien tampak mampu batuk namun masih sulit mengeluarkan
46
sekretnya dan respon

47
Klien mengatakan kalau dahaknya masih sulit untuk dikeluarkan. 8)
Menganjurkan dan mengajarkan batuk efektif, dengan hasil klien tampak
memperhatikan latihan yang diberikan dan mau mempraktekannya dan respon
klien mengatakan dapat memahami dan ingin mempraktekannya.
Diagnosa keperawatan yang kedua Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan kompensasi tubuh dengan peningkatan RR. Tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu 1) Memonitor pola napas (frekuensi, kelelahan, usaha napas)
dengan hasil Frekuensi napas : 30x/menit, pasien masih tampak sesak saat
bernapas, Kedalaman dan usaha napas : menggunakan otot bantu pernapasan
diafragma untuk membantunya bernapas, ekspirasi memanjang dan pasien respon
klien mengatakan masih merasa sesak saat bernapas dan sesaknya dapat
bertambah dengan aktivitas ringan seperti pergi ke toilet. 2) Memposisikan
pasien posisi fowler, dengan hasil klien diberikan posisi fowler ditempat tidur,
dan respon klien mengatakan kalau posisi fowler membuatnya lebih mampu
bernapas secara bebas. 3) Memberikan terapi oksigen, dengan hasil Diberikan
oksigen 5 liter/menit menggunakan Binasal Kanul dan respon pasien mengatakan
kalau dengan oksigen ia dapat bernapas dengan baik.. 4) Mempertahankan
kepatenan jalan napas dengan cara diberi posisi fowler, dengan hasil Jalan napas
pasien dalam kondisi baik dengan posisi fowler dan respon Pasien mengatakan
kalau sesaknya berkurang dengan posisi duduk. 5) Menganjurkan klien
melakukan tarik napas dalam, dengan hasil klien tampak mengikuti ajaran
tentang tarik napas dalam dan mempraktekannya dan respon klien mengatakan
teknik tarik napas dalam membuatnya dapat mengontrol emosinya saat bernapas.
Diagnosa keperawatan yang ketiga Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan suplai oksigen menurun. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu 1)
Memonitor keluhan fisik dan emosional dan RR dan saturasi oksigen, dengan
hasil Pasien tampak lelah saat melakukan aktivitas seperti bangun dari tempat
tidur, RR :30 x/menit, SpO2: 95 % dan respon klien mengatakan kelelahan yang
dialaminya karena sesak yang tak kunjung reda apalagi saat berusaha bangun dan
berjalan disisi tempat tidur. 2) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas, dengan hasil klien tampak kurang nyaman saat ia sendiri
48
dikamarnya dan respon klien mengatakan kondisi sesak membuat tidak nyaman
untuk beraktivitas sendiri. 3) Menyediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
stimulus, dengan hasil klien tampak lebih tenang saat lingkungan dalam kondisi
kondusif dan respon klien mengatakan menyukai kondisi yang tenang. 4)
Memberikan aktivitas, distruksi yang menyenangkan, dengan hasil klien
disarankan untuk mendengarkan musik yang tenang dan klien tampak lebih rileks
dan respon klien mengatakan kalau ia memang terbiasa mendengarkan musik
sebagai penghilang stress. 5) Menganjurkan aktivitas secara bertahap, dengan
hasil klien tampak belum mampu melakukan aktivitas yang secara bertahap dan
respon pasien mengatakan belum mampu untuk melakukan aktivitas ringan
seperti ketoilet karena ia masih merasakan sesak napas. 6) Menganjurkan untuk
mendekatkan barang yang sering dipakai di area yang mudah dijangkau, dengan
hasil Barang-barang yang sering digunakan klien seperti handphone, tas, botol
minum ditempatkan pada tempat yang dekat dengan klien dan respon
mengatakan kalau ia dapat lebih mudah menjangkau hal yang ia butuhkan tanpa
harus terbebani.

2) Hari kedua implementasi keperawatan dilakukan (Minggu, 26 maret 2023) :


Diagnosa keperawatan yang pertama bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan pembentukan mukus yang banyak. Tindakan keperawatan
yang dilakukan yaitu 1) Memonitor bunyi napas tambahan, dengan hasil terdapat
suara tambahan wheezing (+), ronkhi (+), Keadaan umum: Sedang, TTV: TD:
140/80 mmHg, SB: 37.0C, N: 92x/meniit, R: 28x/menit, SpO2 : 96%, dengan
respon pasien mengatakan masih bisa mendengar suara napas yang berbeda saat
bernapas. 2) Memonitor sputum (jumlah, warna), dengan hasil klien tampak
jumlah Sputum yang masih sedikit terlihat dari ember yang ditampung dan
Warna: kuning muda sedikit putih dan kental, dengan respon klien mengatakan
lendirnya sudah bisa dikeluarkan sedikit demi sedikit. 3)
Memberikan/menganjurkan untuk

49
minum air hangat, dengan hasil klien tampak minum air hangat dan respon klien
mengatakan setelah minum air hangat ia merasa lebih lega dan mudah untuk
batuk. 4) Diberikan obat oral acetylcysteine 200mg/1capsul, pemberian antibiotik
Ceftriaxone injeksi 1x2gram/iv, 5) Memberikan terapi nebulizer combivent 2,5
ml, dengan klien mengatakan masih merasa sesak tapi sudah berkurang setiap
kali diberikan terapi nebulizer. 6) Mengidentifikasi kemampuan batuk, dengan
hasil klien sudah mampu batuk dengan mengeluarkan sekret walau sedikit dan
respon pasien mengatakan sudah lebih mudah batuk dan mengeluarkan dahaknya
walaupun jumlahnya masih sedikit. 7) Melakukan fisioterapi dada, dengan hasil
telah diberikan fisioterapi dada pada klien selama +/- 10 menit dan respon klien
merasa sudah lebih mudah mengeluarkan dahaknya sesudah diberikan fisioterapi
dada. 8) Mengajarkan/menganjurkan batuk efektif, dengan hasil pasien tampak
masih mengingat yang diajarkan dan sudah mempraktekannya saat ia batuk dan
respon klien mengatakan sudah sering mempraktekannya ketika batuk.
Diagnosa keperawatan yang kedua Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan kompensasi tubuh dengan peningkatan RR. Tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu 1) Memonitor pola napas, dengan hasil frekuensi napas:
26x/menit, dan tampak pasien masih menggunakan otot bantu pernapasan
minimal dan respon pasien mengatakan masih merasa sesak walaupun sudah
berkurang yang hilang timbul dan sering terasa pada saat melakukan aktivitas
ringan. 2) Memberikan posisi fowler, dengan respon klien mengatakan bisa
bernapas dengan lega dan bebas dengan posisi yang diberikan. 3) Memberikan
oksigen 5 liter/menit menggunakan binasal kanul, dengan respon pasien
mengatakan bisa bernapas dengan baik dan sesak berkurang saat dengan
oksigen.. 4) Menganjurkan teknik napas dalam, dengan hasil pasien tampak
mempraktekkan saat menggunakan oksigen dan respon pasien mengatakan
teknik tarik napas dalam membantunya bernapas lebih baik.
Diagnosa keperawatan yang ketiga Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan suplai O2 menurun. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu 1)
Memonitor kelelahan fisik dan emosional, RR dan Saturasi oksigen, dengan hasil

50
pasien tampak masih merasa lelah saat melakukan aktivitas ringan, Respirasi:
26x/menit, SpO2 : 96%, dengan respon pasien mengatakan kalau kelelahannya
mulai berkurang karena rasa sesak yang dialami saat beraktivitas sudah menurun.
2) Menyediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus, dengan hasil
lingkungan kondusif dan pasien tampak tenang, dan respon klien mengatakan
merasa nyaman untuk beraktivitas dan istirahat dengan kondisi ruangan yang
tidak bising. 3) Memberikan aktivitas distraksi, dengan hasil klien tampak
mendengarkan musik sebagai teknik pengalihannya pasien tampak lebih rileks,
dan respon klien mengatakan merasa lebih rileks setiap kali mendengar musik
saat beristirahat. 4) Menganjurkan aktivitas bertahap, dengan hasil klien tampak
sudah bisa pergi ke toilet secara mandiri dan respon klien sudah bisa pergi ke
toilet sendiri karena sudah jarang merasa sesak.

3) Hari ketiga implementasi keperawatan dilakukan (Senin, 27 maret 2023) :


Diagnosa keperawatan yang pertama bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan pembentukan mukus yang banyak. Tindakan keperawatan
yang dilakukan yaitu 1) Memonitor bunyi napas tambahan dan keadaan umum
pasien lemat pemeriksaan TTV, dengan hasil pasien masih terdapat suatu
tambahan wheezing (+), ronkhi (+), saat pasien bernapas, Keadaan umum:
Sedang, TTV: TD: 130/80 mmHg, SB: 37 0C, N: 84x/menit, R: 24x/menit,
SpO2 : 97%, dengan respon klien mengatakan kadang-kadang masih mendengar
suara napas yang berbeda saat bernapas. 2) Memonitor sputum, dengan hasil
Sputum dalam jumlah sedang dengan warna kuning – putih dan pasien
mengatakan sudah lebih mudah mengeluarkan sekretnya. 3) Memberikan obat
oral acetylcysteine 200mg/1capsul, pemberian antibiotik Ceftriaxone injeksi
1x2gram/iv dan pasien mengatakan selalu merasa lebih baik setelah telah
meminum obat yang diberikan lendir dapat dengan mudah dikeluarkan. 4)
Memberikan terapi nebulizer combivent 2,5 ml dan pasien mengatakan sudah
lebih jarang merasa sesak setiap kali diberikan terapi nebulizer. 5) Melakukan
fisioterapi dada selama +/- 10 menit dan pasien mengatakan fisioterapi dada
sangat membantunya dalam mengeluarkan dahaknya. 6) Menganjurkan batuk
51
efektif, dengan hasil klien tampak mempraktek batuk efektif saat akan batuk dan
respon klien mengatakan lebih mudah batuk dan mengeluarkan dahaknya.
Diagnosa keperawatan yang kedua Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan kompensasi tubuh dengan peningkatan RR. Tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu 1) Memonitor pola napas, dengan hasil Frekuensi napas: 24x/
menit, klien tampak lebih rileks namun masih sesak sedikit dan tampak klien
bernapas sudah tidak lagi menggunakan otot bantu napas diafragma. 2)
Memberikan oksigen 3 liter/menit dan pasien mengatakan merasa sesak
berkurang saat menggunakan O2. dan klien mengatakan selalu merasa lebih baik
ketika telah diberikan oksigen.
Diagnosa keperawatan yang ketiga Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan suplai O2 menurun. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu 1)
Memonitor kelelahan fisik dan emosional, dengan hasil klien tampak tidak
mengalami kelemahan tubuh dan sudah bisa melakukan aktivitas ringan mandiri
dan respon klien sudah bisa melakukan aktivitas ringan secara mandiri dan tidak
merasa lelah. 2) Menyediakan lingkungan nyaman, dengan hasil lingkungan
tampak kondesif dan respon klien mengatakan bisa melakukan aktivitas dengan
tenang karena kondisi lingkungan yang kondusif. 3) Menganjurkan melakukan
aktivitas bertahap, dengan hasil asien tampak sudah mampu melakukan aktivitas
makan, mandi mandiri dan respon klien mengatakan sudah lebih muda
melakukan aktivitas sehari-hari

3.5 Evaluasi
Hari pertama (Sabtu, 25 maret 2023) Diagnosa I : Bersihan jalan napas
tidak efektif berhubungan dengan pembentukan mukus yang banyak. Hasil
evaluasi, S : klien mengatakan ia bisa mendengar dan merasakan suara napasnya
yang terasa lain saat ia bernapas, klien mengatakan kalau lendirnya hanya sedikit
karena sulit untuk dikeluarkan saat klien batuk, klien mengatakan kalau air hangat
yang diminumnya membuatnya lebih sedikit mudah untuk batuk, klien
mengatakan kalau ia masih merasakan sesak walau sudah sedikit berkurang
sesak yang dirasakan,klien mengatakan kalau dahaknya masih sulit untuk
dikeluarkan, O : Terdapat suara tambahan Wheezing (+) dan Ronkhi (+),TTV : TD
52
: 140/90 mmHg, N : 97 x/menit, SB : 36,5 ℃, RR : 30 X/menit, SpO2 : 95% dan
respon klien mengatakan ia bisa mendengar dan merasakan suara napasnya yang
terasa lain saat ia bernapas klien diberikan air minum hangat sebanyak 300 ml,
Memberikan obat oral acetylcysteine 200mg/1capsul, pemberian antibiotik
Ceftriaxone injeksi 1x2gram/iv klien diberikan terapi nebulizer Combivent 2,5 ml,
Diberikan teknik fisioterapi dada pada pasien selama +/- 10 menit, A : Bersihan
jalan napas tidak efektif, P : Intervensi dilanjutkan.

Diagnosa II : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi


tubuh dengan peningkatan RR. Hasil evaluasi, S : klien mengatakan masih merasa
sesak saat bernapas, sesak dapat bertambah dengan aktivitas ringan seperti pergi
ke toilet, klien mengatakan kalau posisi fowler membuatnya lebih mampu
bernapas secara bebas, klien mengatakan kalau dengan oksigen ia dapat bernapas
dengan baik, klien mengatakan kalau sesaknya berkurang dengan posisi duduk, O :
klien masih tampak sesak saat bernapas, Frekuensi napas : 30x/menit, Kedalaman
dan usaha napas : menggunakan otot bantu pernapasan diafragma untuk
membantunya bernapas, Ekspirasi memanjang, klien diberikan posisi fowler
disamping tempat tidur, Jalan napas klien dalam kondisi baik dengan posisi
fowler, Terpasang oksigen 5 liter/menit menggunakan Binasal Kanul, , A : Pola
napas tidak efektif, P : Intervensi dilanjutkan.

Diagnosa III : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen


menurun. Hasil evaluasi, S : klien mengatakan kelelahan yang dialaminya karena
sesak yang tak kunjung reda apalagi saat klien bangun dari tempat tidur, klien
mengatakan kondisi sesak membuat tidak nyaman untuk beraktivitas secara
mandiri, klien mengatakan belum mampu untuk melakukan aktivitas sederhana
seperti memenuhi kebutuhan eliminasi secara mandiri karena ia masih merasakan
sesak napas, klien mengatakan menyukai kondisi yang tenang, O : klien tampak
kurang nyaman saat ia sendiri dikamarnya, klien tampak lelah saat melakukan
aktivitas seperti bangun dari tempat tidur, RR : 30 x/menit , SpO2 : 95 %, klien
tampak belum mampu melakukan aktivitas yang secara bertahap, klien tampak
lebih tenang saat lingkungan dalam kondisi kondusif, klien disarankan untuk

53
mendengarkan musik yang tenang dan klien tampak lebih rileks, klien
mengatakan kalau ia memang terbiasa mendengarkan musik sebagai penghilang
stress, Barang-barang yang sering digunakan pasien seperti handphone, tas, botol
minum ditempatkan pada tempat yang dekat dengan klien, A : intoleransi aktivitas,
P : intervensi dilanjutkan.
Hari kedua (Minggu, 26 maret 2023), Diagnosa I : Bersihan jalan napas
tidak efektif berhubungan dengan pembentukan mukus yang banyak. Hasil
evaluasi, S : klien mengatakan masih bisa mendengar suara napas yang berbeda
saat bernapas, klien mengatakan lendirnya sudah bisa dikeluarkan sedikit demi –
sedikit, klien mengatakan setelah minum air hangat ia merasa lebih legah dan
mudah untuk batuk, klien mengatakan merasa lebih baik ketika telah diberikan
obat, klien merasa sudah lebih mudah mengeluarkan dahaknya sesudah diberikan
fisioterapi dada, klien sudah mampu batuk dengan mengeluarkan sekret walau
masih sedikit, klien mengatakan masih merasa sesak tapi mulai berkurang setiap
kali diberikan terapi nebulizer, klien mengatakan sudah sering mempraktekan
batuk efektif ketika batuk, O : Keadaan umum: sedang, TTV: TD: 140/80 mmHg
SB: 37.0C, N: 92x/meniit R: 28x/menit, Tampak jumlah Sputum yang masih
sedikit terlihat dari ember yang ditampung, Warna: kuning muda sedikit putih dan
kental, Terdapat suara napas tambahan wheezing (+), ronkhi (+), klien tampak
minum air hangat, Memberikan obat oral acetylcysteine 200mg/1capsul,
pemberian antibiotik Ceftriaxone injeksi 1x2gram/iv, klien diberikan terapi
nebulizer combivent 2,5 ml, klien sudah mampu batuk dengan mengeluarkan
sekret walau sedikit, Telah diberikan fisioterapi dada pada pasien selama +/- 10
menit dan klien tampak masih mengingat yang diajarkan dan sudah
mempraktekannya saat ia batuk, A: Bersihan jalan napas tidak efektif, P:
Intervensi dilanjutkan. Diagnosa II : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan
kompensasi tubuh dengan peningkatan RR. Hasil evaluasi, S : klien mengatakan
masih merasa sesak walaupun sudah berkurang yang hilang timbul dan Sesak
sering terasa pada saat melakukan aktivitas ringan, klien mengatakan bisa bernapas
dengan lega dan bebas dengan posisi yang diberikan, klien mengatakan bisa
bernapas dengan baik dan sesak berkurang saat dengan oksigen, klien mengatakan
54
selalu merasa lebih baik ketika telah diberikan obat, klien mengatakan teknik tarik
napas dalam membantunya bernapas lebih baik, O : klien tampak masih sesak saat
bernapas, Tampak masih menggunakan otot bantu pernapasan minimal, RR:
26x/menit, Terpasang O2 5 liter/menit, A : Pola napas tidak efektif, P :
Intervensi dilanjutkan. Diagnosa III : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
suplai O2 menurun. Hasil evaluasi, S : klien mengatakan kalau kelelahannya mulai
berkurang karena rasa sesak yang dialami saat beraktivitas sudah menurun, klien
mengatakan merasa nyaman untuk beraktivitas dan istirahat dengan kondisi
ruangan yang tidak bising, klien mengatakan merasa lebih baik setiap kali
mendengar musik saat beristirahat, klien mengatakan masih belum bisa
mememuhi kebutuhan eliminasi sendiri karena masih merasa sesak, O: klien
tampak masih merasa lelah saat melakukan aktivitas ringan, klien tampak
mendengarkan musik sebagai teknik pengalihannya, klien tampak lebih tenang dan
rileks, Lingkungan kondusif dan pasien tampak tenang, klien tampak sudah bisa
bangun sendiri dari tempat tidur, RR: 26x/menit, SpO2 : 96%, A : Intoleransi
Aktivitas, P : Intervensi dilanjutkan.
Hari ketiga (Senin 27 maret 2023), Diagnosa I : Bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan pembentukan mukus yang banyak. Hasil evaluasi, S:
klien mengatakan kadang-kadang masih mendengar suara napas yang berbeda saat
bernapas, klien mengatakan kalau ia sudah lebih mudah mengeluarkan sekretnya,
klien mengatakan selalu merasa lebih baik setelah telah meminum obat yang
diberikan, klien mengatakan sudah lebih jarang merasa sesak setiap kali diberikan
terapi nebulizer, klien mengatakan fisioterapi dada sangat membantunya dalam
mengeluarkan dahaknya, klien mengatakan klien mengatakan lebih mudah batuk
dan mengeluarkan dahaknya, O : Keadaan umum: sedang, TTV: TD: 130/80
mmHg, SB: 37 0C N: 84x/meniit, R: 24x/menit, SpO2 : 97%, klien tampak masih
sesak namum sudah lebih mudah mengeluarkan secret, Sputum dalam jumlah
sedang dengan warna kuning – putih, klien diberikan terapi nebulizer combivent
2,5 ml, telah diberikan fisioterapi dada pada pasien selama +/- 10 menit, klien
tampak mempraktek batuk efektif saat akan batuk, A : Bersihan jalan napas tidak
efektif, P : Intervensi dilanjutkan. Diagnosa II : Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan kompensasi tubuh dengan peningkatan RR. Hasil evaluasi, S
55
: klien mengatakan kalau sesak yang dirasakan sudah membaik, ia tidak terlalu
merasakan sesak napas bahkan saat pergi ke toilet, klien mengatakan merasa sesak
berkurang saat menggunakan O2, klien mengatakan selalu merasa lebih baik
ketika telah diberikan obat, O : klien tampak lebih rileks namun masih sesak
sedikit, klien terpasang oksigen 3 liter/menit dengan kanul binasal, Suara napas:
ronkhi (+), wheezing (-), RR: 24x/menit, diberikan pada pasien, A : Pola napas
tidak efektif, P : Intervensi dilanjutkan. Diagnosa III : Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan suplai O2 menurun. Hasil evaluasi, S : klien mengatakan
kalau kelelahannya sudah berkurang dan ia lebih mampu melakukan aktifitas
mandiri, klien mengatakan bisa melakukan aktivitas dengan tenang karena kondisi
lingkungan yang kondusif, klien tampak sudah mampu melakukan aktivitas
makan,eliminasi bab dan bak, mandi sendiri, O : klien tampak sudah mampu
melakukan aktivitas secara mandiri RR: 24 x/menit , A : Aktifitas dapat
ditoleransi, P : Intervensi dihentikan.

56
BAB IV

PEMBAHASAN

Bab IV ini akan membahas dan membandingkan hasil dari Asuhan


Keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi
yang telah dibuat dengan teori atau Evidence Based Practice. Dan juga penulis
akan menjelaskan mengenai keterbatasan yang ditemui penulis saat melakukan
proses asuhan keperawatan.

4.1 Analisis dan Diskusi Hasil


4.1.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan lewat metode wawancara dan observasi langsung
kepada klien. Pengkajian awal klien dimulai dengan mengkaji data identitas klien
salah satunya umur klien yang didapatkan yaitu Tn.E.H berusia 65 tahun yang
berarti sudah masuk dalam tahap usia lanjut. Menurut Zulkarni et al., (2019) ketika
usia semakin bertambah maka fungsi paru akan mengalami penurunan hal ini
disebabkan karena berkurangnya elastisitas dari jaringan paru dan dinding dada
sehingga membuat adanya sesak napas dan juga didapatkan bahwa usia 61-70
tahun merupakan usia yang paling banyak menderita PPOK. Hasil penelitian
Zulkarni et al., (2019) ini juga mendapatkan bahwa jumlah penderita PPOK paling
banyak berada pada usia 61-65 tahun yaitu dengan presentase 23,3 %. Sehingga
dapat dilihat bahwa PPOK mulai rentan dialami oleh orang dengan usia lanjut
yakni diatas 60 tahun. Berdasarkan riset kementrian kesehatan jumlah perokok
diindonesia masih sangat tinggi kira-kira 33,8% atau 1 dari 3 orang diindonesia
merokok, hal ini memberikan kontribusi pada kejadian PPOK yang besar.
(kemenkes,2021)
PPOK memiliki gejala yang paling umum yaitu sesak napas (dyspnea)
yang diserta dengan batuk kronis dan adanya sputum pada jalan napas (Nabella,
57
2018). Dari hasil pengkajian pada kasus Tn E.H didapatkan keluhan utama yang
dirasakan pasien berupa sesak napas dan terasa ada lendir pada jalan napas
sehingga membuatnya sulit untuk bernapas, dan mengatakan ia dapat batuk namun
lendirnya sulit keluar, data objektif didapatkan frekuensi pernapasan : 30 x/menit
irama teratur dengan jenis pernapasan dada dan pola napas dyspnea (dalam dan
dangkal). Hal ini ditunjang dengan hasil penelitian dari Monica & Sutanto (2020)
mendapatkan bahwa sebanyak 60.7% penderita PPOK memiliki gejala sesak napas
kategori ringan-sedang. Kemudian gejala khas PPOK lain yang membuat pasien
kesulitan untuk bernapas yaitu karena adanyan penumpukan lender atau secret
pada jalan napas, produksi sputum pada sulran napas ini disebabkan karena
terjadinya iritasi pada sel mukosa sehingga kelenjar mukosa terangsang dan
melebar membuat hyperplasia sel goblet sampai pada terbentuknya mukus yang
berlebih (Lindayani et al., 2017). Hal ini terbukti kalau sesak napas disertai dengan
adanya sekret pada jalan napas merupakan gejala utama yang paling umum
diderita oleh penderita PPOK.
Adapun gejala khas lain yang menyertai penderita PPOK dalam kasus
Tn.E.H yakni klien merasa lelah saat melakukan aktivitas seperti bangun dari
tempat tidur dimana pasien akan merasakan sesak setelah melakukan aktivitas.
Menurut Simanjuntak & Serepina (2020) rasa sesak akan dirasakan ketika klien
melakukan aktivitas sedang hingga berat, dimana klien akan terengah-engah
dengan ada/tidaknya suara napas tamabahan mengi/wheezing. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa, aktivitas yang belum mampu dilakukan oleh klien dapat
menambah keparahan sesak napas yang dirasakan.
Hasil pengkajian data metabolik pada Tn.E.H didapatkan bahwa klien tidak
mengalami penurunan berat badan yang berlebih karena porsi makan yang selalu
dihabiskan oleh klien walau dibarengi oleh nafsu makan yang menurun. Hal ini
tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa ketika seseorang sudah
menderita PPOK makan otomatis fungsi paru akan terganggu, dimana salah satu
fungsi paru yaitu pengatur asupan makanan (nutrisi) sehingga banyak didapati
penderita PPOK banyak mengalami kehilangan berat badan yang disebabkan
karena kehilangan masa otot sebanyak 20-40% (Husnah, 2020). Sehingga adanya
kesenjangan yang terjadi dengan pola asupan makanan antara teori dan kasus.
58
Dari riwayat penyakit terdahulu, didapatkan bahwa Tn.E.H memiliki
penyakit TB Paru . Hal ini sejalan dengan penelitian dari Niagara,dkk (2013)
yang mendapati bahwa ada sekitar 23 responden (45,2%) penderita PPOK yang
memiliki riwayat penyakit TB Paru, ia juga berpendapat bahwa terjadinya infeksi
paru seperti TB Paru dapat menyebabkan kelainan pada paru seperti munculnya
peradangan pada jaringan paru (fibrosis). Sehingga adanya riwayat penyakit
seperti TB Paru membuat seseorang rentan untuk terkena PPOK walau
kemungkinannya kecil.
Dari hasil pemeriksaan radiologi foto thorak salah satu kesan yang
didapatkan yakni adanya pneumonia dan Tb paru lesi luas aktif, dan juga
kardiomegali Hal ini menunjang defisini PPOK yag menyatakan bahwa PPOK
adalah sekelompok penyakit yang menyebabkan sumbatan pada jalan napas yaitu
salah satunya emfisema yang adalah juga salah satu penyakit yang menjadi
penyebab terjadinya PPOK (Smeltzer, 2013 dalam Nabella 2018). Kemudian, dari
teori yang ada juga disarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
Uji Faal dengan Spirometri dan Bronkodilator untuk mengtahui tingkat keparahan
atau derajat PPOK yang dialami oleh klien, namun kesenjangan yang didapati
dalam kasus Tn. E.H tidak dilakukan pemeriksaan ini karena tidak adanya fasilitas
yang mendukung sehingga tidak dapat dilihat dengan jelas sejauh mana tingkat parah
PPOK yang dialami oleh klien.
Hasil pengakajian dari kasus Tn.E.H yang menderita PPOK mempunyai
kurang lebih keadaan yang sama secara umum dialami oleh penderita PPOK lain,
yang walaupun adanya kesenjangan seperti pada hal pola nutrisi dan juga
pemeriksaan penunjang seperti Uji Faal dengan Spirometri dan Bronkodilator.

4.1.2 Diagnosa Keperawatan


Penentuan diagnosa keperawatan didasarkan pada prioritas masalah yang
dialami pasien, oleh karena itu diangkat 3 diagnosa keperawatan prioritas yaitu 1)
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pembentukan mukus yang
banyak, 2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi tubuh dengan
peningkatan RR, 3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 menurun.
Dibandingkan dengan asuhan keperawatan teori mengangkat 7 diagnosa
59
keperawatan yang secara umum muncul pada penderita PPOK yaitu 1) Bersihan

60
jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret di jalan napas, 2)
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-
kapiler, 3) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan elastisitas paru
dalam, 4) Defisit nutrisi berhubungan dengan pembentukan mucus yang banyak
dan anoreksia, 5) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen, 6) Resiko infeksi berhubungan dengan factor resiko
penyakit kronis.
Penentuan diagnosa keperawatan dalam hal ini merupakan hal yang
didasari pada keadaan pasien, dimana dalam kasus Tn.E.H dapat dilihat bahwa
bersihan jalan napas menjadi prioritas masalah utama, hal ini dikarenakan
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
pernapasan untuk mempertahankan kebersihan jalan napas, apabila tidak ditangani
secara cepat maka bisa menimbulkan masalah yang lebih berat seperti mengalami
gagal napas bahkan bisa menimbulkan kematian (Deni dkk,2017). Kemudian,
ditentukannya pola napas sebagai prioritas masalah keperawatan yang kedua
dikarenakan tidak normalnya proses inspirasi dan ekspirasi yang dapat membuat
terjadinya gangguan pada proses ventilasi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Dan untuk prioritas diagnosa yang ketiga yaitu intoleransi aktivitas diangkat
karena adanya kelemahan akibat kondisi sesak yang dialami pasien tidak kunjung
hilang sehingga membuat pasien menghindari aktivitas yang dapat membuat klien
tidak aktif dan hal ini berpengaruh pada kualitas hidup klien yang akan mengalami
penurunan (Monica & Sutanto, 2020). Penentuan prioritas pertama diagnosa
keperawatan PPOK antara teori dan pada kasus sama yaitu bersihan jalan napas
tidak efektif, hal ini menunjukkan bahwa bersihan jalan napas diangkat sebagai
masalah utama agar masalah yang lain dapat ikut teratasi ketika masalah yang
pertama ini diatasi.
Tidak terdapat kesenjangan antara penentuan diagnosa keperawatan teori
dan pada kasus. Hal ini dikarenakan, dalam penentuan diagnosa keperawatan
disesuaikan dengan kondisi yang dialami pasien saat dilakukan pengkajian serta
dengan menentukan mana masalah yang paling tepat diangkat untuk mengatasi
masalah-masalah keperawatan lain. Sehingga hal ini membuat perawat semakin
61
efektif dan fokus menangani masalah utama yang dialami klien dan dengan
otomatis membuat masalah yang lain boleh tertangani dengan sendirinya.

4.1.3 Intervensi Keperawatan


Penyusunan intervensi keperawatan disesuaikan dengan masalah
keperawatan yang dialami klien, sehingga tindakan-tindakan yang disusun dalam
perencanaan harus bias mengatasi masalah yang ada. Intervensi yang disusun
sesuai kebutuhan dari Tn.E.H ini yakni antara lain pada diagnosa keperawatan
yang pertama tentang bersihan jalan napas tidak efektif; intervensi fokus yaitu
untuk mengatasi penumpukan mukus pada jalan napas yang membuat klien sesak
dan tidak dapat bernapas dengan baik dilakukan teknik fisioterapi dada yang
dibarengi dengan latihan batuk efektif dan juga pemberian obat bronkodilator.
Menurut hasil penelitian Astriani et al., (2020) terdapat pengaruh dari pemberian
fisoterapi dada dengan teknik clapping dan vibrasi terhadap saturasi oksigen
pasien PPOK, dimana terjadi peningkata nilai saturasi oksigen dan proses
pengeluaran sekret menjadi lebih mudah. Sehingga, dapat dilihat bahwa ada
persamaan pemberian intervensi fisioterapi dada yang diberikan pada klien untuk
mengatasi bersihan jalan napas tidak efektik.
Dari Evidence Based Practice, ternyata ada banyak intervensi yang dapat
dilakukan pada pasien PPOK untuk mengatasi masalah pernapasan dalam hal ini
sesak dan penurunan nilai saturasi oksigen yaitu salah satu tindakan yang dapat
dilakukan adalah Pursed Lip Breathing yaitu salah satu tindakan latihan napas
efektif untuk membantu mengurangi sesak napas, perasaan cemas dan tegang serta
meningkatkan nilai saturasi oksigen dengan teknik latihan napas yang dilakukan
lewat arah yang berlawanan yakni dengan cara menyempitkan bibir (Cahyani et
al., 2021). Tindakan ini bisa menjadi sala satu solusi tindakan untuk mengatasi
masalah pola napas tidak efektif selain dengan pemberian teknik tarik napas dalam
dan pemberian posisi semi fowler untuk mengatasi sesak pada klien. Hal inilah
yang menjadi sebuah kesenjangan yang ada pada kasus, dimana intervensi yang

62
dilakukan pada kasus hanya didasarkan pada standar intervensi pada umunya
sehingga membuat intervensi yang dilakukan menjadi terbatas.
Pada intervensi di diagnosa keperawatan yang ketiga tentang intoleransi
aktivitas, salah satu intervensi yang disusun selain untuk meningkatakan aktivitas
pasien secara bertahap, adapun pemberian teknik distraksi dalam hal ini
direncanakan untuk klien mendengarkan musik untuk mengatasi rasa bosan dan
ketidaknyamanan menjadi intervensi yang penting dalam menunjang kondisi
psikologis pasien. Hal ini pun ditunjang dengan pernyataan dari Aryadi (2018)
menyatakan bahwa terapi musik dapat memberikan pengaruh positif pada
penderita PPOK yaitu seperti meningkatakan kontrol napas, mengurangi terjadinya
hiperinflasi pada paru, mengurangi sesak napas serta dapat memperbaiki kualitas
hidup, dimana mendengarkan musik ini menjadi salah satu solusi untuk mengrangi
sesak saat sedang melakukan aktivitas dikarenakan adanya stimulus distraktif yang
muncul membuat terjadinya peningkatan intensitas seseorang dalam melakukan
aktivitas. Sehingga, pemberian teknik distraksi pada pasien PPOK secara tidak
langsung dapat mengatasi masalah sesak dan juga menigkatkan aktivitas klien
karena membuat klien menjadi lebih tenang dan rileks.

4.1.4 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi
yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan pada hari yang
sama antara diagnosa yang pertama kedua dan ketiga yang dibedakan pada jam
pelaksanaannya. Implementasi yang dilakukan seperti tahap observasi, terapeutik
seperti latihan-latihan napas maupun latihan aktivitas, pemberian edukasi dan
kolaborasi pemberian obat. Adapun, kesenjangan yang ditemui penulis dalam
pelaksanaan implementasi keperawatann salah satunya yaitu dalam pemberian
tindakan fisioterapi dada dimana tindakan fisioterapi dada hanya dilakukan sekali
dalam sehari selama 3 hari pada klien Tn.E.H, namun dalam penelitian yang
dilakukan oleh Astriani, dkk (2020) melakukan pemberian fisioterapi dada selama
2 kali dalam sehari dilakukan selama 4 minggu ini ternyata dapat mengencerkan
dan
63
mempermudah pengeluaran sputum sehingga membuat klien mampu
membersihkan jalam napasnya dari penumpukan sekret dan hal ini membuat
proses ventilasi menjadi lebih maksimal dan membuat terjadinya peningkatan pada
nilai saturasi oksigen. Hal ini membuat adanya perbedaan hasil dari keadaan klien,
dimana pada kasus Tn.E.H didapatkan hasil tidak terlalu maksimal karena
pelaksanaan tindakan yang hanya sebentar dibandingan dengan pemberian
intervensi yang lama dan konsisten.
Adapun pelaksanaan implementasi keperawatan pada tindakan yang lain
dapat berjalan sesuai dengan intervensi yang disusun tanpa adanya perbedaan yang
tampak dari kasus dengan teori yang ada.

4.1.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi yang dilakukan adalah tahapan menilai pelaksanaan implementasi
yang sudah dilakukan pada klien apakah tercapai sesuai dengan kriteria hasil,
dimana proses evaluasi ini terdiri dari penilaian secara subjektif, objektif, analisis
masalah dan penentuan tindakan yang akan dilanjutkan. Dalam kasus Tn. E.H,
dapat dilihat kalau evaluasi dilakukan setiap hari pada setiap diagnose
keperawatan. Dimana, secara umum untuk diagnosa yang pertama tentang
bersihan jalan napas tidak efektif dengan hasil pasien sudah lebih mampu untuk
batuk secara efektif dengan kemudahan mengeluarkan sekret, namun masalah
belum teratasi dan intervensi tetap dilanjutkan. Begitupun untuk diagnosa yang
kedua tentang pola napas tidak efektif, secara umum hal yang dievaluasi yaitu
keluhan sesak klien mulai berkurang apalagi saat diberikan obat dan terapi
oksigen, namun masalah masih belum teratasi karena masih ada sesak napas
sedikit yang dirasakan pasien sehingga intervensi masih dilanjutkan. Namun,
untuk diagnosa yang ketiga tentang intoleransi aktivitas sudah teratasi karena
klien sudah mulai toleransi terhadap aktivitas walaupun aktivitas yang ringan
namun keluhan sesak yang diarasakan pasien saat melakukan aktivitas ringan
sudah berkurang sehingga intervensi dihentikan. Hasil evaluasi pada kasus Tn.E.H
ini sejalan dengan hasil evaluasi dari Nabella (2018) yang mendapati bahwa
setelah dilakukan tindakan keperawatan
64
selama 3 hari mendapatkan hasil evaluasi suara napas tambahan klien berkurang,
sekret mampu dikeluarkan dengan lebih mudah,frekuensi napas dalam batas
normal dan nilai saturasi oksigen >95%. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan
bahwa hasil evaluasi yang didapatkan disesuaikan dengan kondisi yang
ditampilkan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan serta berhasilnya
tindakan dapat dilihat dari hasil evaluasi : apakah tujuan dan kriteria hasil tercapai.

4.2 Keterbatasan Pelaksanaan


Pelaksanaan proses asuhan keperawatan yang dilakukan tidak sepenuhnya
berjalan dengan lancar, berbagai tantangan ditemui oleh penulis dalam proses ini.
Salah satu tantangan yaitu ketebatasan waktu dan kondisi pasien yang sesak membuat
penulis seringkali tidak dapat melakukan pengkajian secara optimal dan proses
tindakan keperawatan yang dilakukan banyak yang tidak dapat dilakukan dengan baik
karena untuk menghindari klien berada dalam kondisi yang lebih sesak yang
membuat klien merasa tidak nyaman. Keluarga yang mendampingi klien tidak tinggal
serumah membuat penulis sulit mengkaji pola kehidupan pasien sehari-hari atau
kebiasaan klien dirumah.

65
BAB V

PENUTUP

Bab V ini berisi bagian penutup karya ilmiah yang dimuat dalam kesimpulan
dan saran.

5.1 Kesimpulan
Klien Tn.E.H masuk rumah sakit dengan diagnos medis Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK). Pelaksanaan proses asuhan keperawatan dimulai dari
pengkajian dengan fokus pada keluhan utama pasien yakni sesak napas disertai
dengan sekret yang ada pada jalan napas, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik,
pengkajian pola kesehatan dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks dan
pemeriksaan sputum BTA, Kemudian, penentuan diagnosa keperawatan diangkat
berdasarkan dengan kondisi klien yaitu 1) Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan pembentukan mukus yang banyak, 2) Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan kompensasi tubuh dengan peningkatan RR, 3) Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen menurun. Dengan intervensi yang
disusun disesuaikan dengan masalah keperawatan dengan tujuan dan kriteria hasilnya
dan dilakukan tindakan keperawatan selama 3x7 jam yang mulai dari tanggal 25
maret 2023 sampai tanggal 27 maret 2023 bersamaan dengan evaluasi yang
dilakukan setiap harinya.
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan beberapa kesenjangan antara teori dan
kasus. Pada pemeriksaan penunjang, disarankan untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti Uji Faal dengan Spirometri dan Bronkodilator untuk mengetahui
tingkat keparahan atau derajat PPOK yang dialami oleh klien, namun kesenjangan
yang didapati dalam kasus Tn.E.H tidak dilakukan pemeriksaan ini karena tidak
adanya fasilitas yang mendukung sehingga tidak dapat dilihat dengan jelas seberapa
parah PPOK yang dialami oleh klien. Kemudian, dari Evidence Based Practice,
ternyata ada banyak intervensi yang dapat dilakukan pada klien PPOK untuk
mengatasi masalah pernapasan dalam hal ini sesak dan penurunan nilai saturasi
oksigen yaitu
66
salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah Pursed Lip Breathing, oleh karena
itu terdapat kesenjangan yang ada pada kasus, dimana intervensi yang dilakukan pada
kasus hanya didasarkan pada standar intervensi pada umunya sehingga membuat
intervensi yang dilakukan menjadi terbatas. Kesenjangan lain yang ditemui yaitu
lamanya pemberian tindakan ternyata mempengaruhi hasil dan kondisi pada klien,
semakin lama dan konsisten pemberian intervensi maka hasil yang didapatkan
semakin baik disbanding hanya 3 hari pemberian intervensi keperawatan.

5.2 Saran
Berdasarkan karya tulis ilmiah yang dibuat, maka penulis mengajukan
beberapa saran, sebagai berikut :

5.2.1 Saran untuk Keperawatan


Bagi bidang keperawatan, kiranya dapat lebih banyak membuat penelitian-
penelitian dalam bidang keperawatan medikal khususnya mengenai penyakit pada
saluran pernapasan seperti PPOK. Dan lebih dikembangkan lagi penyusunan
asuhan keperawatan menjadi lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan klien serta
berdasarkan pada Evidence Based Practice.
5.2.2 Saran untuk Rumah Sakit/Komunitas
Bagi rumah sakit kiranya dapat menignkatkan pelayanan yang optimal yang
mengarah pada BIOPSIKOSOSIAL dan SPIRITUAL dari klien apalagi dalam hal
menangani klien dengan masalah penyakit sistem pernapasan. Format asuhan
keperawatan yang dipakai rumah sakit kiranya semakin di update disesuaikan
dengan kebutuhan klien saat ini dan berdasarkan perkembangan ilmu keperawatan.
Serta ditingkatkan fasilitas untuk pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan
penyakit klien agar kondisi klinis dari pasien dapat diketahui dengan lebih baik
lagi.
5.2.3 Saran untuk Penelitian
Bagi penelitian selanjutnya untuk lebih mengembangkan format pengkajian
yang dipakai dan menambahkan berbagai tindakan keperawatan yang sesuai
dengan Evidence Based Practice untuk dilakukan pada kasus PPOK baik di lini
rumah sakit
67
maupun di komunitas. Dan juga kiranya hasil karya ilmiah ini dapat menjadi
referensi bagi penulis selanjutnya mengenai Asuhan Keperawatan pada klien
dengan diagnosa medis PPOK.

68
DAFTAR PUSTAKA
Asyrofy, A., Arisdiani, T., & Aspihan, M. (2021). Karakteristik dan kualitas hidup
pasien Penyakit Paru Obstruksi Konik (PPOK). NURSCOPE: Jurnal
Penelitian Dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan, 7(1), 13.
https://doi.org/10.30659/nurscope.7.1.13-21
Cahyani, R. P., Pujiarto, P., & Putri, N. W. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien
PPOK Menggunakan Posisi Condong ke Depan dan Latihan Pursed Lip
Breathing untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen. Madago Nursing Journal,
1(2), 37–43. https://doi.org/10.33860/mnj.v1i2.277
Firdausi, N. L. (2020). Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Penyakit Paru Obstruksi Kronis (Ppok) Di Indonesia. 1–8.
http://repository.unair.ac.id/id/eprint/96078
Gilda Simanjuntak, E., & Serepina, A. (2020). Perspektif Terkini terhadap Penyakit
Paru Obstruktif Kronis : Review Literatur. Jurnal Kedokteran Universitas
Palangka Raya, 8(2), 999–1009. https://doi.org/10.37304/jkupr.v8i2.2034
GOLD. (2018). Pocket guide to COPD Diagnosis, Management And Prevention: A
Guide For Health Care Professionals. Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease, Inc, 1(1), 3–14. http://goldcopd.org/wp-
content/uploads/2018/02/WMS-GOLD-2018-Feb-Final-to-print-v2.pdf
Helmi Niagara, Wasiso Utamo, O. H. (2013). Gambaran Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Terjadinya Penyakit Paru Obstruksi Kronis ( PPOK ). 26.
Husnah, H. (2020). Hubungan derajat penyakit paru obstruktif kronik dengan
malnutrisi pada pasien penyakit paru obstruktif kronik di poli Rumah Sakit
Umum Meuraxa. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 20(1), 27–30.
https://doi.org/10.24815/jks.v20i1.18295
Lindayani, L. P., Tedjamartono, & Dharma, T. (2017). Praktik Belajar Lapangan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Pedoman Diagnosis
& Penatalaksanaan Di Indonesia, 1302006137, 32.
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/18781/1/ea91ca43e8db520c8a1e16ebf600f7e5.p
df
Monica, I., & Sutanto, H. (2020). Hubungan derajat sesak napas dengan kualitas
hidup pada pasien penyakit paru obstruktif kronik stabil di Poliklinik Paru
RSUP Persahabatan. Tarumanagara Medical Journal, 3(1), 91–97.
https://journal.untar.ac.id/index.php/tmj/article/view/9731
Nabella, V. (2018). Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Paru Obstrukti Kronik
(PPOK) Pada Tn. S dan Ny. P Dengan Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan

69
Bersihan Jalan.
Ni Made Dwi Yunica Astriani, Kadek Yudi Aryawan, M. H. (2020). Teknik Clapping
Dan Vibrasi Meningkatkan Saturasi Oksigen Pasien PPOK. 4, 248–256.
Ni Made Dwi Yunica Astriani, Putu Indah Sintya Dewi, K. H. Y. (2020). Relaksasi
Pernafasan Dengan Teknik Ballon Blowing Terhadap Peningkatan Saturasi
Oksigen Pada Pasien Ppok. 3(2018), 426–435.
Putri, S. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronis Di Ruang Paru RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG. 1–155.
Rachmawati, A. D., & Sulistyaningsih. (2020). REVIEW ARTIKEL: PENYAKIT
PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) Afina. Farmaka, 18(1), 1–15.
Ramadhani, R. (2018). Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Peningkatan Self
Efficacy dalam Mengelola Kesulitan Bernafas Melalui Edukasi Manajemen
Dispnea pada Pasien PPOK. 3(2), 125–133.
Sari, R. P., & Mayasari, D. (2020). Penatalaksanaan Holistik Penyakit Paru
Obstruktif Kronik pada Lansia dengan Riwayat Merokok dan Paparan Polusi
Udara Holistic Management of Chronic Pulmonary Obstructive Disease in The
Elderly with History of Smoking and Exposure of Air Pollution. Medula, 10(2),
257–266.
Tuk Jiron, A. (2020). Asuhan Keperawatan Klien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(Ppok) Dengan Ketidakefektifan Pola Nafas. Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952., 5–24.
Wulandari, R. A. (2020). Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) Di Ruang Buketan RSUD Kota Pekalongan. 1–64.
Yanti, N. K. W. D. (2020). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ppok
Dengan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Di Ruang Cendrawasih Rsud
Wangaya Tahun 2020. Repository Denpasar, 7–22.
http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/id/eprint/4331
Zulkarni, Nessa, N., & Athifah, Y. (2019). Analisis Ketepatan Pemilihan dan
Penentuan Regimen Obat pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 6(2), 158. https://doi.org/10.25077/jsfk.6.2.158-
163.2019

70
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Asuhan Keperawatan Kasus


Pengkajian

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIKA DE LA SALLE
MANADO

Unit : Interna Tgl. Pengkajian: 24 maret 2023

Ruang / Kamar : Sto.Fransiskus Waktu Pengkajian : 13.00

WITA Tgl. Masuk RS: 22 Maret 2023 Auto Anamnese :

Allo Anamnese :

I. IDENTIFIKASI
A. KLIEN
Nama initial : Tn. E.H
Tempat / tgl lahir (umur) : Bitung, 23-11-1957 (65 tahun)

Jenis kelamin : perempuan laki-laki


Status perkawinan : Menikah
Jumlah anak : 2 (dua)
Agama / Suku : Islam
Warga negara : Indonesia Asing

Bahasa yang digunakan : Indonesia


Daerah
Asing
Pendidikan : SD

71
Pekerjaan : Swasta
Alamat rumah : Bitung Tengah ,Kecamatan maesa

B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny.F.H
Alamat : Bitung Tengah ,Kecamatan maesa

Hubungan dengan klien : Anak

II. DATA MEDIK


A. Dikirim oleh : UGD Dokter praktek
B. Diagnosa Medik :
 Saat masuk : Pneumonia
 Saat pengkajian : Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

III. KEADAAN UMUM


A. KEADAAN SAKIT
Keluhan Utama : klien mengatakan sesak napas

Riwayat Penyakit sekarang: klien mengeluh sesak napas dan terasa ada
lendir pada jalan napas sehingga membuatnya sulit untuk bernapas. klien
mengatakan ia batuk namun lendirnya sulit keluar. klien tampak
menggunakan otot bantu pernapasan diafragma dan klien juga mengatakan
kalau sesak bertambah dengan aktivitas ringan dan nyaman dengan posisi
semi fowler.
Klien tampak sakit ringan / sedang/ berat / tidak tampak sakit.
Alasan : Tak bereaksi / lemah / aktif / gelisah / posisi tubuh semi fowler / pucat
/ Cyanosis / sesak napas / penggunaan alat medic : IVFD NS 0,9% 21
tetes/menit (mikro) dan O2 Binasal Kanul 4-5 liter/menit.

B. TANDA – TANDA VITAL


1. Kesadaran
 Kualitatif : Compos mentis Somnolens
Apatis Coma
72
Soporocomatous

 Kuantitatif :
Glasgow Coma Scale :
 Respon Motorik :6 Jumlah
 Respon Bicara 5 15
 Respon Membuka Mata: 4
Kesimpulan : klien dalam keadaan sadar penuh

 Flapping Tremor / asterixis Positif Negatif


2. Tekanan darah : 140/90 mmHg
MAP : 107 mmHg
Kesimpulan : Tingkat I Hipertensi
3. Suhu : 36,5 OC Oral Axillar
Head Rectal
4. Nadi : 97 x/menit
5. Pernapasan :
SPO2 : 95 %
Frekuensi :30x / menit
Irama
Teratur Kusmaull Cheynes-
:
Stokes
Tidak teratur
Dada Perut
Jenis
:

73
Pola : Dispnea (Dalam dan Dangkal)

C. PENGUKURAN :
1. Lingkar Lengan Atas : 35,4 cm
2. Lipat Kulit Triceps :- cm
3. Tinggi Badan : 170 cm , Berat Badan : 68 Kg
I.M.T. (Indeks Massa Tubuh) : 23,52 Kg / m2
Kesimpulan : Gizi klien dalam kategori normal dengan
hasil IMT normal

D. GENOGRAM :

Keterangan:

: Laki - laki

: Perempuan

: Perempuan meninggal

: Laki – laki meninggal

: Pasien

: Tinggal Serumah

IV. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN


A. KAJIAN PERSEPSI KESEHATAN – PEMELIHARAAN
KESEHATAN
Riwayat Penyakit Yang Pernah Dialami :
(Sakit berat, dirawat, kecelakaan, operasi, gangguan kehamilan / persalinan,
74
abortus, transfusi, reaksi alergi)
Kapan Catatan

TB PARU 2023 klien mengalami sakit TB paru pada


tahun 2023 dengan gejala yang
dialami yakni batuk kronis dan nyeri
dada. Dan belum perna berobat.

CHF 2023 klien menderita pembesaran


jantung berdasarkan
hasilpemeriksaan foto thoras dan
pemeriksaan ekg , sementara
ditangani oleh dokter spesialis
jantung

1. Data Subjektif

75
a. Keadaan sebelum sakit :

klien mengatakan kalau ia saat sebelum masuk RS, memang sudah lama
mengalami sakit pada area pernapasannya, sebelumnya klien memiliki
riwayat merokok aktif namun setelah sakit mulai dikurangi, jika sakit
upaya yang dilakukan untuk menangani masalah kesehatannya yaitu
dengan pergi ke dokter jika merasakan sakit atau pergi ke apotik untuk
membeli obat.

b. Keadaan sejak sakit :


klien mengatakan kalau ia mengalami sakitnya karena berbagai aktivitas
yang dilakukannya berlebihan sehingga membuatnya mengalami sesak
dan sudah jarang memeriksakan kondisinya ke dokter.

2. Data Objektif
a. Observasi
 Kebersihan rambut : Tampak berminyak dengan sudah ada
uban
 Kulit kepala : Tampak berminyak, tidak ada lesi
 Kebersihan kulit : Tampak ada flek hitam pada area
sekitar kulit
 Hygiene rongga mulut : Tampak bersih
 Kebersihan genitalia : Tidak dikaji
 Kebersihan anus : Tidak dikaji

Tanda/Scar Vaksinasi BCG Cacar


:

76
B. KAJIAN NUTRISI METABOLIK
1. Data Subjektif
a. Keadaan sebelum sakit : klien mengatakan kalau pola
makannya seperti biasa yaitu frekuensi makan 3 kali sehari dengan
nasi, ikan, sayur dan porsi dihabiskan. Begitupun dengan minum, ia
mengatakan ia banyak minum yaitu 1-2 liter setiap hari.
b. Keadaan sejak sakit : klien mengatakan kalau pola
makannya seperti biasa, ia tidak mengalami penurunan nafsu makan
dan juga ia lebih banyak minum.

2. Data Objektif
a. Observasi
Tampak klien memiliki pola makan dan minum yang baik. Klien
menghabiskan makanan yang disediakan oleh RS.
b. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan rambut : Ada uban dan tampak berminyak
 Hidrasi kulit : Lembab
 Palpebrae : Tidak gelap
 Conjungtiva : Anemis
 Sclera : Tidak Ikterik
 Hidung : Tidak ada epiktaksis dan sektum normal
 Rongga mulut : Bersih
 Gusi : Merah mudah
 Gigi geligi : lengkap
 Gigi palsu : tidak menggunakan gigi palsu
 Kemampuan mengunyah keras : masih bisa
 Lidah : Bersih, berwarna merah mudah
 Tonsil : T1 (Normal)
 Pharing : Tampak normal
 Kelenjar getah bening leher : Tidak ada pembengkakan
 Kelenjar parotis: Tidak ada pembengkakan
 Kelenjar tyroid : Tidak ada pembengkakan
 Abdomen
 Inspeksi : Bentuk : Simetris
77
Bayangan vena :Tidak tampak
Benjolan vena : Tidak tampak
 Auskultasi : Peristaltik : 22 x/menit
 Palpasi : Tanda nyeri umum : Tidak ada
Massa : Tidak ada
Hidrasi kulit : Normal – Lembab Nyeri tekan : R. Epigastrica
R. Suprapubica Titik Mc. Burney
R. Illiaca
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba

 Perkusi Redup
Ascites Negatif
Positif, Lingkar perut …….. /........./…… cm

 Kelenjar limfe inguinal : Tidak ada/tidak tampak


 Kulit
 Spider naevi : Negatif Positif
 Uremic frost : Negatif Positif
 Edema : Negatif Positif
 Icteric : Negatif Positif
 Tanda radang : Tidak ada
c. Lesi : Tidak ada
d. Pemeriksaan Diagnostik
 Laboratorium :
- Hematologi : Terlampir
- Kimia Klinik : Terlampir
- Elektrolit : Terlampir

Lain – lain: Radiologi: foto thorax


e. Terapi :
Injeksi Ceftriaxone 1x2 mg/ intravena
Injeksi pantoprazole 2 x 40 mg/ intravena
Combiven 1 ampul 2,5 ml/ 8 jam
Acetylcysteine 3x 200mg/ oral
78
Paracetamol 3 x 1000mg/ oral

Cat: ada di lampiran

KAJIAN POLA ELIMINASI


1. Data Subjektif
a. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan kalau ia memiliki pola BAB dan BAK yang normal
yaitu ia BAB 1x/hari dan BAK 4-5x/hari dengan tidak ada masalah
apapun saat BAB atau BAK
b. Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan kalau ia masih dapat BAB dan BAK dengan
normal tanpa ada masalah apapun
2. Data Objektif
a. Observasi :
Tampak pasien pergi ke toilet 1-2 kali

b. Pemeriksaan Fisik :
 Peristaltik usus : 27x/menit
 Palpasi Suprapubica
Kandung kemih :
Penuh Kosong
 Nyeri ketuk ginjal
: Kiri : Positif
Negatif Positif
Kanan : Negatif

79
 Mulut urethra : Tidak ada pembengkakan
 Anus :
 Peradangan : Negatif Positif
 Fissura : Negatif Positif
 Hemoroid : Negatif Positif
 Prolapsus Recti : Negatif Positif
 Fistula ani : Negatif Positif
 Masa Tumor : Negatif Positif

c. Pemeriksaan Diagnostik :
tidak ada
Laboratorium : terlampir
- Kimia klinik
d. Terapi : tidak ada
C. KAJIAN POLA AKTIFITAS DAN LATIHAN
1. Data Subjektif
a. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan kalau ia dapat melakukan aktivitasnya secara
mandiri tanpa dibantu
b. Keadaan sejak sakit :
klien mengatakan ia sulit melakukan aktivitas dan hanya bisa berada
di tempat tidur, merasa lemah karena sesak napas yang dirasakan
membuatnya sulit dan tidak mampu melakukan aktivitas secara
mandiri. klien mengatakan ia merasa sangat kelelahan karena tidak
bisa berbaring di tempat tidur dan hanya bisa duduk ditempat tidur
dengan menggunakan sandaran punggung dikarenakan sesak napasnya
2. Data Objektif
a. Observasi : klien tampak lemah dan hanya bisa duduk diatas tempat
tidur dan tidak bisa berbaring karena sesak napas
 Aktivitas Harian :
 Makan : 0 0 : mandiri

 Mandi : 2 1 : bantuan alat

 Berpakaian : 2 2 : bantuan orang

 Kerapian : 0 3 : bantuan orang dan alat

 Buang air besar : 2 4 : bantuan penuh


80 2
2
 Buang air kecil : dibantu ditempat tidur
 Mobilisasi di tempat tidur : ditempat tidur
 Ambulasi : mandiri / tongkat/ kursi roda / tempat tidur
 Postur tubuh : Membungkuk
 Gaya jalan : Normal, tampak lemah, sulit berjalan.
 Anggota gerak yang cacat : Tidak ada
 Fiksasi : Tidak ada
 Tracheostomie : Tidak ada
b. Pemeriksaan Fisik
 JVP : 5+3 cm H2O.
 Kesimpulan : klien mengalami penyakit kardiovaskuler
 Perfusi pembuluh perifer kuku : < 2 detik
 Thorax dan PernafasanInspeksi
Bentuk thorax : Simetris
Stridor : Negatif Positif
Dyspnea d’ Effort : Negatif
Positif Sianosis : Negatif Positif
 Palpasi
Vocal Fremitus : Sonor> sama
Perkusi : Sonor Redup Pekak
 Auskultasi
Suara Napas : Ronkhi (+), wheezing (+)
Suara Ucapan : Baik
Suara Tambahan : Adanya menghela sekret
 Jantung :
 Inspeksi :
Ictus Cordis : Tidak terlihat
Klien menggunakan alat pacu jantung : Negatif
Positif
 Palpasi :
Ictus Cordis : Tidak teraba
Thrill : Negatif Positif
 Perkusi :
Batas kiri atas jantung : ICS II

81
Batas kanan jantung : ICS IV mid sternalis dextra
Batas kiri bawah jantung: ICS V
 Auskultasi :
Bunyi Jantung II A : Reguler
Bunyi Jantung II P : Reguler
Bunyi Jamtung I T : Reguler
Bunyi Jantung I M : Reguler
Bunyi Jantung III Irama Gallop : Negatif
Positif

82
Murmur : Negatif Positif :
Tempat : ………….Grade : …………..
HR : 97 x / menit
Bruit Aorta : Negatif Positif
Arteri Renalis : Negatif Positif
Arteri Femoralis : Negatif Positif

 Lengan dan Tungkai :


 Atrofi otot : Negatif Positif,
 Rentang gerak : Aktif
Mati Sendi : Tidak ada
Kaku Sendi : Tidak ada
 Uji kekuatan otot : Kiri : 1 2 3 4 5

Kanan : 1 2 3 4 5

 Reflex Fisiologik : Patella (+)


 Reflex Patologik : Babinski Kiri : Negatif
Positif
Kanan : Negatif
Positif
 Clubbing Jari – jari : Negatif Positif
 Varices Tungkai : Negatif Positif

83
 Columna Vertebralis :
 Inspeksi : Kelainan bentuk : Tidak ada
 Palpasi : Nyeri tekan : Negatif
Positif
N. III – IV – VI : Tampak normal
N. VIII Romberg Test : Negatif Positif
N. XI : Dapat digerakkan normal
Kaku kuduk : Tidak

Pemeriksaan Diagnostik
 Laboratorium :
- Hematologi
- Kimia Klinik
- Elektrolit
Lain – lain: Radiologi: foto thorax
Terapi :

cat: ada di lampiran

D. KAJIAN POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT


1. Data Subjektif
a. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan kalau ia memiliki pola tidur yang baik yaitu klien
tidur sekitar 6-8 jam sehari dan dapat tidur dengan nyenyak.
b. Keadaan sejak sakit :
klien mengatakan sejak sakit ia mengalami sesak napas sehingga ia
tidak dapat tidur dengan baik karena saat berbaring ia akan sesak. Ia
hanya bisa tidur sekitar 4-5 jam sehari saat sesak yang dirasakan
berkurang.
2. Data Objektif
a. Observasi
Ekspresi wajah mengantuk : Negatif Positif
Banyak menguap : Negatif Positif
84
Palpebrae inferior berwarna gelap : Negatif Positif
b. Terapi : tidak ada

E. KAJIAN POLA PERSEPSI KOGNITIF


1. Objektif
a. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan kalau ia masih bisa berkonsentrasi dengan baik, ia
tidak memiliki masalah kognitif apapun

b. Keadaan sejak sakit :


klien mengatakan kalau ia masih dapat berkomunikasi dengan tingkat
fokus yang baik dan tidak merasa ada masalah dengan kognitifnya.

2. Data Objektif
a. Observasi
klien menggunakan alat bantu kacamata, dapat mendengar dengan
baik, kemampuan berbicara baik, tidak disorientasi waktu, tempat.

b. Pemeriksaan Fisik
 Penglihatan
 Cornea : Jernih
 Visus : Baik
 Pupil : Isokor
 Lensa Mata : Jernih
 Tekanan Intra Okular (TIO) : Tidak ada
 Pendengaran
 Pina : Baik
 Canalis : Bersih
 Membran Tympani : Intake
 Tes Pendengaran : Baik
 Pengenalan rasa posisi pada gerakan lengan dan tungkai :

NI : klien dapat mencium bau dengan baik


85
 N II : klien masih dapat membaca dengan
baik
 N V Sensorik : klien dapat merasakan sentuhan
 N VII Sensorik : Fungsi pengecapan baik
 N VIII Pendengaran : klien dapat mendengar dengan baik
 Tes Romberg : Negatif (-)
c. Pemeriksaan Diagnostik
 Laboratorium :
d. Terapi : tidak ada

F. KAJIAN POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI


1. Data Subjektif
a. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan kalau memandang dirinya dengan baik, ia
menghargai keadaanya yang sudah menua dengan kondisi fisik yang
sering sakit.
b. Keadaan sejak sakit :

klien mengatakan bahwa ia tetap menghargai keberadaannya saat ini


walaupun sakit. Ia mengatakan kalau ia memiliki konsep diri yang
baik walau sakit sekalipun.

2. Data Objektif
a. Observasi
 Kontak mata : Baik
 Rentang Perhatian : Baik
 Suara dan cara bicara : Normal
 Postur tubuh : Tampak membungkuk
b. Pemeriksaan Fisik
Kelainan bawaan yang nyata : Tidak ada
 Abdomen :
Bentuk : Simetris
Bayangan vena : Tidak tampak
Benjolan massa : Tidak tampak
 Kulit : lesi kulit :
 Penggunaan protesa : Hidung Payudara
86
Lengan Tungkai

G. KAJIAN POLA PERAN DAN HUBUNGAN DENGAN SESAMA


1. Data Subjektif
a. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan kalau ia memiliki hubungan yang baik dengan
orang-orang sekitar, ia dapat berinteraksi dan menjalankan perannya
dengan baik.
b. Keadaan sejak sakit :
klien mengatakan kalau ia memiliki hubungan yang baik dengan
orang-orang terdekatnya namun tidak dapat menjalankan perannya
karena sakit.
2. Data Objektif
a. Observasi
Tampak klien memiliki hubungan yang baik dengan sesamanya yang
menjaganya. Namun tampak klien jarang di kunjungi oleh orang –
orang terdekatnya, selama sakit klien didampingi anak perepuannya.

H. KAJIAN POLA REPRODUKSI – SEKSUALITAS


1. Data Subjektif
klien mengatakan kalau tidak memiliki masalah apapun dengan
seksualitasnya.
2. Data Objektif
a. Observasi
klien mengatakan kalau ia tidak memiliki masalah dengan
reproduksinya sejak sakit.

b. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan khusus yang dilakukan.
c. Pemeriksaan Diagnostik
 Laboratorium :
d. Terapi : tidak ada

87
I. KAJIAN MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP
STRESS
1. Data Subjektif
a. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan kaau ia memiliki masalah ia mengatasinya dengan
ia mengatasinya dengan berdoa dan ia merasa masalahnya cepat
terselesaikan.
b. Keadaan sejak sakit :
klien mengatakan kalau masalah yang ia alami saat ini adalah keadaan
sakit, namun ia meyakini kalau ia dapat sembuh.

2. Data Objektif
a. Observasi :
Tampak klien memiliki koping dan toleransi yang baik terhadap
masalah sakit yang ia alami saat ini

b. Pemeriksaan Fisik
 Tekanan darah :
Berbaring : 130/90 mmHg
Duduk : 140/90 mmHg
Berdiri : 140/90 mmHg
 HR : 97 x / menit
 Kulit : Keringat dingin : tidak
Basah : tidak
c. Terapi :

J. KAJIAN POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN


1. Data Subjektif
a. Keadaan sebelum sakit :
klien mengatakan kalau ia taat dalam agamanya yakni Islam, klien
rajin beribadah, sholat jumat dan berdoa setiap waktu.

b. Keadaan sejak sakit :


klien mengatakan kalau selalu berdoa disela – sela waktunya
meminta kesembuhan pada Tuhan
88
2. Data Obyektif
a. Observasi

Tampak klien memiliki waktu berdoa dan klien sering memutar lagu
religi dan ayat-ayat alquran saat sedang tidur.

Yang Mengkaji

Eric Edwin Bee

89
Daftar Obat Yang Diberikan Pada Pasien
1. Nama Obat: Ceftriaxone Injeksi

Kondisi: Infeksi

Dosis
Dosis mengatasi infeksi bakteri

 Dewasa: 1000-2000 mg perhari pada kasus infeksi berat,dosis bisa


ditingkatkan menjadi 4000 mg, 1-2 kali sehari.
 Anak-anak usia 15 hari hingga 12 tahun : 50-80 mg/kg BB perhari dosis
maksimal 4000 mg
 Anak-anak dibawah usia 15 hari : 20-50 mg/kg BB melalui infus selama 60
menit.
Dosis mengatasi gonore tanpa komplikasi
 Dewasa 250-500 mg sebagai dosis tunggal dengan suntikan intamuskular

Dosis Mengatasi Meningitis


 Dewasa 2000 mg per12 jam melalui infus selama 7-14 hari
 Anak-anak 100 mg /kg BB perhari 1-2 dosis melalui suntikan intramuskular atau
secara intravena selama 7-14 hari.

Dosis Mencegah Infeksi Luka Operasi


 Dewasa 1000-2000 mg melalui suntikan secara intravena ½ - 2 jam
sebelum operasi
 Anak-anak usia 15 hari hingga 12 tahun dengan BB < 50 kg : 50-80 mg
/kg BB secara intravena selama 30 menit
 Anak-anak dibawah usia 15 hari 20-50 mg/kg BB secara intravena selama
60 menit.

Mekanisme Kerja/Fungsi Obat: ceftriaxone sebagai antibiotik dengan mekanisme


aksi menghambat dinding sel bakteri, ceftriaxone berperan dalam melawan berbagai
mikroorganisme terutama gram negatif, ceftriaxone didistribusikan dengan baik
kedalam cairan dan jaringan tubuh dan sebagaian besar diekskresikan melalui urine.
Ceftriaxone bekerja membunuh bakteri dengan menginhibisi sintesis dinding sel
bakteri, ceftriaxone memiliki cicin beta laktam yang menyerupai struktur asam
amino D-alanyl-D-alanine yang digunakan untuk membuat peptidoglikan. Tautan
silang peptidoglikan dikatalisis oleh enzim teranspeptidase yang merupakan
penicillin-binding proteins (PBP).

Kontra Indikasi: ceftriaxone pada individu dengan riwayat hipersensitivitas


terhadap golongan sefalosporin,penggunaan harus hati-hati pada pasien dengan
riwayat alergi penicillin karena bisa terjadi reaksi silang.
Efek Samping:

 Bengkak,kemerahan dan rasa nyeri ditempat injeksi


 Demam
 Diare
90
 Sesak napas
 Sakit tenggorokan
 Luka atau sariawan dibibir atau dimulut
 Perdarahan atau memar yang tidak jelas
 Kelelahan atau kelemahan yang tidak biasa

2. Nama Obat: Acetylcysteine capsul

Kondisi : Mengencerkan dahak (mukolitik)

Dosis
 Dewasa : kapsul ,syrup kering atau granul 200 mg 2-3 kali sehari, tablet
effervescent 600 mg sekali sehari.
 Anak-anak usia 2-6 tahun 100 mg 2-4 kali sehari.

Mekanisme Kerja/Fungsi Obat: acetylcysteine adalah yang digunakan untuk


mengencerkan dahak pada beberapa kondisi seperti asma,emfisema,bronkitis atau
cystic fibrosis,selain itu obat ini dapat digunakan untuk mengobati keracunan
paracetamol. Acetylcysteine bekerja dengan menguraikan protein pada dahak
sehingga dahak menjadi lebih encer dan mudah dikeluarkan saat batuk, selain itu
juga memiliki sifat antioksidan yang dapat melindungi liver dari kerusakan saat
terjadi keracunan paracetamol.
Kontra Indikasi: acetylcysteine tidak boleh digunakan pada pasien yang memiliki
hipersensitivitas terhadap obat atau komponen obat tersebut serta yang perna
mengalami reaksi anafilaktoid pada pemberian sebelumnya, dan sebaiknya
pemberian dilakukan secara hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat asma dan
bronkospasme serta dengan riwayat tukak lambung, pada ibu hamil dan menyusui
sebaiknya dengan pengawasan dokter karena dapat menyebabkan ngantuk pada
sebagian orang dan dapat menyebabkan penglihatan kabur.
Efek Samping:
 Mual atau muntah
 Nyeri epigastrik
 Demam
 Ruam pada kulit

3. Nama Obat: Pantoprazole

Kondisi : Meredahkan gejala peningkatan asam lambung

Dosis
 Dosis dewasa usia 18 tahun keatas dosis umum 40 mg perhari diminum 2 kali
hari sekali dengan atau tanpa konsumsi makanan
 Dosis anak-anak usia 0-17 tahun dosis yang aman dan efektif belum
ditetapkan untuk anak-anak usia ini.

91
Mekanisme Kerja/Fungsi Obat: Pantoprazole adalah obat untuk meredakan
keluhan dan gejala akibat peningkatan asam lambung, seperti nyeri perut,
panas di dada (heartburn), atau sulit menelan. Obat ini juga digunakan dalam
pengobatan tukak lambung, gastroesofageal refluks disease (GERD), sindrom
Zollinger-Ellison, atau esofagitis erosif.Pantoprazole bekerja dengan cara
menghambat produksi asam lambung. Dengan berkurangnya asam lambung, maka
keluhan akibat peningkatan asam lambung bisa mereda. Selain itu, dengan
berkurangnya produksi asam lambung, maka luka (tukak) pada lambung dan erosi
pada esofagus juga bisa dicegah.
Kontra Indikasi: Memiliki riwayat alergi pantoprazole atau obat-obatan serupa,
seperti lansoprazole, omeprazole, nexium, prevacid, prilosec, dan lain-lain.
Mengonsumsi obat rilpivirin dan atazanavir. Memiliki masalah pernapasan.
Memiliki masalah ginjal.
Efek Samping:
 sakit kepala
 Perut kembung
 Sakit perut
 Konstipasi
 Sulit tidur
 Diare

4. Nama Obat: Paracetamol

Kondisi : Menurukan panas dan sebagai analgetik

Dosis
 Dewasa 500 mg diminum setiap 4-6 jam sekali dosis maksimal perhari
adalah 4000 mg
 Anak-anak 12 tahun keatas 325-650 mg diminum setiap4-6 jam sekali atau
1000 mg setiap 6-8 jam sekali.
 Anak-anak < 12 tahun sediaan syrup 120-500 mg diminum setiap 4-6 jam
sekali maksimal 4 dosis dalam sehari
 Bayi 1-2 bulan sediaan drop sebanyak 30-60 mg diminum setiap 8 jam sekali.

Mekanisme Kerja/Fungsi Obat: Paracetamol bekerja dengan cara menghambat


produksi prostaglandin suatu zat peradangan dan pemicu demam dan terutama
bekerja diotak ,prostaglandin dapat mempengaruhi fungsi pengatur suhu tubuh
disalah satu bagian otak yaitu hipotalamus.
Kontra Indikasi: paracetamol adalah obat yang cukup aman diminum oleh semua
orang kendati demikian ada beberapa orang yang harus berhati-hati saat
menggunakan obat ini, seperti orang yang memiliki reaksi alergi terhadap
paracetamo,memiliki masalah gangguan hati dan ginjal, memiliki kebiasaan minum
alkohol, sedang dalam pengobatan epilepsi , pasien dengan penggunaan obat
tuberculosis dan pasien yang mengkonsumsi obat pengencer darah.
92
Efek Samping:
 Mual
 Sakit perut bagian atas
 Gatal-gatal
 Kehilangan nafsu makan
 Urine berwarna gelap
 Feces berwarna pucat
 Kuning pada kulit dan mata

5. Nama Obat: Combivent

Kondisi : Mengobati sesak napas (bronkodilatasi)

Dosis

 Dosis awal 1 unit dose vial ,dosis bisa ditingkatkan menjadi 2 unit dose vial
jika gejala belum membaik

 Dosis perawatan 1 unit dose vial 3-4 kali sehari.

Cara Pemberian Obat:


Mekanisme Kerja/Fungsi Obat: Combivent adalah obat yang digunakan untuk
mengatasi penyakit pada saluran pernapasan, seperti asma dan penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK). Zat aktif yang menjadi kandungan combivent adalah
salbutamol. Obat ini tersedia dalam bentuk sediaan kapsul, tablet, sirup, inhaler, dan
nebules. Obat ini bekerja dengan bronkodilatasi (melebarkan saluran pernapasan)
karena otot bronkus (saluran pernapasan) mengalami relaksasi (pengenduran saraf).
Kontra Indikasi: Hindari penggunaan combivent pada pasien yang memiliki indikasi:
 Hipersensitif atau alergi.
 Tidak digunakan untuk aborsi yang terancam dan persalinan prematur.
 Peningkatan resiko terjadinya hipokalemia jika digunakan dengan obat
golongan xanthine seperti aminifilin dan teofilin,kortikosteroid atau obat
diuretik
 Penurunan efektifitas combivent jika digunakan bersama obat penghambat
beta
Efek Samping:
 Sakit kepala dan pusing
 Mulut dan tenggorokan kering.
 Batuk, mual dan muntah
93
 Diare atau sembelit

1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

No RM : 256997
Nama : Tn.E.H
Umur : 65 Tahun

Pemeriksaan Hasil Analisa Unit Nilai Rujukan Keterangan

Hematologi
WBC 9,8 10^3/uL 5,0-10,0
RBC 5,47 10^6/uL 4,00-5,50
HCB 14,4 g/dL 12,0-15,0
HCT 41,2 % 45,0-52,0 LOW
MCV 75,3 fL 84-95
MCH 26,3 Pg 27-32
MCHC 34,9 g/dL 31-38
RDW 12,3 % 11,6-14,6
PLT 231 10^3/uL 150-450

Diferential
-Neut % 75,2 % 38-80
-LYM % 19,7 % 23-53 LOW
-MID 5,1 % 2-11

KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu satu 176 mg/dL 60-150 HIGH

Elektrolit
Natrium (Na) 134 mmol/L 135-155 LOW
Kalium (K) 3,7 mmol/L 3,6-5,5
Chlorida (Cl) 97 mmol/L 94-111

94
2. Hasil Pemeriksaan Radiologi

No. Rm : 256997
Nama : Ny. E.T
Sex/umur : M /65 tahun
Tanggal Lahir : 23/11/1957

95
URAIAN HASIL PEMERIKSAAN :

Jantung kesan membesar.


Aorta Mediastinum superior tidak melebar.
Trakea di tengah. Kedua hillus tidak menebal
Tampak fibroinfiltrat di kedua lapangan atas paru dekstra.
Kedua hemidiafragma normal. Kedua sinus kostrofrenikus normal
Tulang – tulang dinding dada yang tervisualisasi kesan intak.
======={Conclusion}======
Kardiomegali
Gambaran Pneumonia DD/ TBC paru lesi luas aktif

96
2 KLASIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF (DS) DATA OBJEKTIF (DO)
- Klien mengeluh sesak napas dan terasa ada lendir - Klien tampak menggunakan otot bantu pernapasan diafragma
pada jalan napas sehingga membuatnya sulit untuk - Klien tampak sesak saat bernapas (dispnea)
bernapas. - Klien tampak sulit mengeluarkan sekret saat batuk
- Klien mengatakan ia batuk namun lendirnya sulit - Terdapat suara napas tambahan : Ronkhi (+), Wheezing (+)
keluar. - Fase ekspirasi memanjang
- Klien mengatakan sesak bertambah dengan aktivitas - Klien tampak lemah dan hanya bisa duduk di tempat tidur
ringan dengan posisi semi fowler dan tidak bisa berbaring karena sesak
- Klien mengatakan ia sulit melakukan aktivitas dan napas
hanya bisa berada di tempat tidur, merasa lemah - Tampak ekspresi wajah klien mengantuk dan banyak menguap
karena sesak napas yang dirasakan membuatnya sulit - TTV : TD : 140/90 mmHg, RR : 30 x/menit SPO2 : 95% , N :
dan tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri. 97 x/menit , SB : 36,4 ℃
- Klien mengatakan ia merasa sangat kelelahan karena - Terpasang oksigen Binasal Kanul 5 liter/menit
hanya bisa berbaring di tempat tidurnya dengan posisi - Terpasang Ivfd NS 0,9% 21 tetes/menit (mikro)
tidur semifowler - Aktivitas eliminasi (BAK, BAB), dan mobilisasi di tempat tidur
- Klien mengatakan kalau ia tidak dapat tidur dengan dibantu oleh keluarga
baik karena saat berbaring ia akan sesak - Hasil pemeriksaan Laboratorium :
- Klien mengatakan ia bisa tidur sekitar 4-5 jam sehari HCT : 41,2 % (nilai normal : 45,0-52,0)
saat sesaknya dirasa berkurang LYM % : 19,7 % (nilai normal : 23-53)
- Hasil pemeriksaan Radiologi :
Gambaran Pneumonia DD/ TBC paru lesi luas aktif

97
3.3 ANALISA DATA
No DATA (SIGNS & SYMPTOMS) PENYEBAB (ETYOLOGI) MASALAH
(PROBLEM)

1. DS : PPOK Bersihan Jalan Napas


- Klien mengeluh sesak napas dan terasa ada lendir pada Tidak Efektif (SDKI :
jalan napas sehingga membuatnya sulit untuk bernapas. D.0001)
- Klien mengatakan ia batuk namun lendirnya sulit keluar. Proses inflamasi
DO :
- Klien tampak sulit mengeluarkan sekret saat batuk Obstruksi jalan napas
- Terdapat suara napas tambahan : Ronkhi (+), Wheezing (+)
- TTV : TD : 140/90 mmHg, RR : 30 x/menit SPO2 : 95% ,
N : 97 x/menit , SB : 36,5 ℃ Penumpukan Mukus
- Hasil pemeriksaan Laboratorium :
HCT : 41,2 % (nilai normal : 45,0-52,0)
LYM % : 19,7 % (nilai normal : 23-53) Batuk, ronchi
- Hasil pemeriksaan Radiologi :
Gambaran Pneumonia DD/ TBC paru lesi luas Bersihan Jalan Napas Tidak
aktif Efektif
2. DS : Obstruksi Kronis Pola Napas Tidak Efektif
- Klien mengeluh sesak napas dan terasa ada lendir pada (SDKI : D.0005)
jalan napas sehingga membuatnya sulit untuk bernapas.
- Klien mengatakan sesak bertambah dengan aktivitas Elastisitas paru
menurun,Kerusakan difusi O2
ringan

98
DO : Hipoventilasi
- Klien tampak menggunakan otot bantu pernapasan
diafragma
- Klien tampak sesak saat bernapas (dispnea) Respirasi memanjang
- Fase ekspirasi memanjang
- Terdapat suara napas tambahan : Ronkhi (+), Wheezing (+)
- RR : 30 x/menit SPO2 : 95% Usaha Bernapas berlebihan
- Terpasang oksigen Binasal Kanul 5 liter/menit
Pola Napas Tidak Efektif
3. DS : Obstruksi Kronis Intoleransi Aktivitas
- Klien mengatakan sulit melakukan aktivitas dan hanya (SDKI : D.0056)
bisa berada di tempat tidur, merasa lemah karena sesak Menekan jaringan paru
napas yang dirasakan membuatnya sulit dan tidak mampu
melakukan aktivitas secara mandiri.
- Klien mengatakan ia merasa sangat kelelahan karena tidak Sesak napas
bisa berbaring di tempat tidurnya dan hanya bisa duduk
disamping tempat tidur dikarenakan sesak napasnya Peningkatan Kerja paru
DO :
- Klien tampak lemah dan hanya bisa duduk ditempat Suplai energi meningkat
tidur dengan posisi semifowler dan tidak bisa berbaring
karena sesak napas
- Aktivitas untuk eliminasi (BAK, BAB), dan mobilisasi di Kelelahan otot pernapasan
tempat tidur dibantu oleh keluarga
- Klien tampak sesak saat bernapas (dispnea) Intoleransi Aktivitas
- RR : 30 x/menit SPO2 : 95%

99
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Tn. E.H Ruangan : Sto. fransiskus

Umur : 65 Tahun Kamar : V Bed 2

TANGGAL TANGGAL RASIONAL PENETUAN


PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN (Rumus P-E-S)
DITEMUKAN TERATASI PRIORITAS
1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan 24 Maret 2023 - Bersihan jalan napas tidak
dengan pembentukan mukus yang banyak . Yang efektif merupakan
ditandai dengan : ketidakmampuan untuk
DS : membersihkan sekresi atau
obstruksi dari saluran
- Klien mengeluh sesak napas dan terasa ada pernapasan untuk
lendir pada jalan napas sehingga mempertahankan kebersihan
membuatnya sulit untuk bernapas. jalan napas. Apabila masalah
- Pasien mengatakan ia batuk namun bersihan jalan napas ini tidak
lendirnya sulit keluar. ditangani secara cepat maka bisa
menimbulkan masalah yang
DO : lebih berat seperti mengalami
sesak napas atau gagal napas
- Klien tampak sulit mengeluarkan sekret saat bahkan bisa menimbulkan
batuk kematian. (Deni dkk,2017)

100
- Terdapat suara napas tambahan : Ronkhi
(+), Wheezing (+)
- TTV : TD : 140/90 mmHg, RR : 30 x/menit
SPO2 : 95% , N : 97 x/menit , SB : 36,5℃
- Hasil pemeriksaan Laboratorium :
- Hasil pemeriksaan Radiologi :
- Gambaran Pneumonia DD/ TBC paru lesi
luas aktif

2 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan 24 Maret 2023 - Pola napas tidak efektif adalah
kompensasi tubuh dengan peningkatan RR. Yang inspirasi dan/atau ekspirasi
ditandai dengan : yang tidak memberikan ventilasi
DS : adekuat, dimana
ketidakadekuatannya ventilasi
- Klien mengeluh sesak napas dan terasa ada yang disebabkan akibat
lendir pada jalan napas sehingga terjadinya penyempitan jalan
membuatnya sulit untuk bernapas. napas. (Tim Pokja SDKI DPP
- Klien mengatakan sesak bertambah dengan PPNI, 2016)
aktivitas ringan

DO :
- Klien tampak menggunakan otot bantu
pernapasan diafragma
- Klien tampak sesak saat bernapas (dispnea)
- Fase ekspirasi memanjang
- Terdapat suara napas tambahan : Ronkhi (+),
Wheezing (+)

101
- RR : 30 x/menit SPO2 : 95%
- Terpasang oksigen Binasal Kanul 5
liter/menit
- HCT : 41,2 % (nilai normal : 45,0-52,0)
LYM % : 19,7 % (nilai normal : 23-53)
3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 24 Maret 2023 27 Maret Intoleransi aktifitas berakibat
menurun. Yang ditandai dengan : 2023 pada perubahan pola aktifitas
DS : harian klien yang dapat
berhubungan dengan psikis/
- Klien mengatakan ia sulit melakukan kejiwaan klien karena
aktivitas dan hanya bisa berada di tempat keterbatasan aktifitas yang
tidur, merasa lemah karena sesak napas yang dialami klien. (YP.Istanti, 2016)
dirasakan membuatnya sulit dan tidak
mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
- Klien mengatakan ia merasa sangat
kelelahan karena tidak bisa berbaring di
tempat tidurnya dan hanya bisa duduk
ditempat tidur dengan posisi semifowler
dikarenakan sesak napasnya

DO :
- Klien tampak lemah dan hanya bisa duduk
di samping tempat tidur dan tidak bisa
berbaring karena sesak napas
- Aktivitas kebutuhan eliminasi (BAK, BAB),
dan mobilisasi di tempat tidur dibantu oleh
keluarga
- Klien tampak sesak saat bernapas (dispnea)

102
- RR : 30 x/menit SPO2 : 95%
- Klien tampak lelah saat beraktivitas

4 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Nama : Tn.E.H Ruangan : Sto.Fransiskus

Umur : 65Tahun Kamar : V Bed 2


TUJUAN/KRITERIA PERENCANAAN
HARI/TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
HASIL
Sabtu, 25 SDKI: D.0001 Tujuan : SIKI:
Maret Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan 1. Bunyi napas tambahan
2023 berhubungan dengan tindakan keperawatan I.01011 Manajemen Jalan Napas dapat menjadi indicator
pembentukan mukus yang banyak selama 3x7 jam Observasi : gangguan kepatenan jalan
. Yang ditandai dengan : diharapkan bersihan 1. Monitor bunyi napas tambahan napas yang tentunya akan
DS : jalan napas tidak efektif berpengaruh terhadap
menjadi efektif. kecukupan pertukaran
- Klien mengeluh sesak udara.
napas dan terasa ada lendir Kriteria hasil :
pada jalan napas sehingga SLKI: L.01001 2. Monitor sputum (jumlah, 2. Karakteristik spubtum
membuatnya sulit untuk Bersihan Jalan Napas warna) dapat menunjukkan berat
bernapas. Menunjukkan : ringannya obstruksi.
Terapeutik :

103
- Klien mengatakan batuk 1. Batuk efektif : 4/5 3. Berikan minum hangat 3. Air hangat memobilisasi
namun lendirnya sulit (Ket: cukup meningkat) dan mengeluarkan sekret.
keluar. 2. Produksi sputum :
4/5 (Ket: cukup Kolaborasi :
DO : meningkat) 4. Pemberian obat sesuai 4. Acetylcysteine adalah
3. Wheezing : 5/5 indikasi : obat oral obat yang digunakan
- Klien tampak sulit (Ket: menurun) acetylcysteine 200 mg untuk mengencerkan
mengeluarkan sekret saat 4. Frekuensi napas : 5/5 dan cefriaxone 2 gram dahak pada gangguan
batuk (Ket:membaik) melalui injeksi pernapasan.Sedangkan
- Terdapat suara napas intravena pemberian cefriaxone
sebagai obat antibiotik
tambahan : Ronkhi (+),
yaitu untuk membunuh
Wheezing (+) 5. Pemberian terapi nebulizer bakteri penyebab infeksi
- TTV : TD : 140/90 mmHg, (terapi penguapan) khususnya pada penyakit
RR : 30 x/menit SPO2 : saluran pernapasan
95% , N : 97 x/menit , SB
: 36,5 ℃ 5. Terapi nebulizer bertujuan
6. Lakukan fisioterapi dada membantu mengencerkan
- Hasil pemeriksaan
dahak.
Radiologi :
Gambaran Pneumonia 6. Fisioterapi dada dilakukan
DD/ TBC paru lesi luas 1.01006 Latihan Batuk Efektif untuk membersihkan
aktif Observasi : obstruksi jalan nafas dan
7. Identifikasi kemampuan mengurangi kerja
batuk pernafasan

Edukasi :
8. Anjurkan batuk efektif
(caranya : tarik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
104
selama 2 detik, kemudian 7. Mengetahui kemampuan
keluarkan dari mulut mengeluarkan sputum
dengan bibir mencucu sejauh mana.
(dibulatkan) selama 8
detik, mengulanginya
hingga 3 kali dan batuk 8. Mempertahankan
dengan kuat langsung kesiapsediaan klien jika
setelah Tarik napas dalam ada sesak yang tiba-tiba
yang ke-3. agar klien tetap rileks dan
tenang.

Sabtu, 25 SDKI : D.0005 Tujuan : SIKI :


Maret Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan
2023 berhubungan dengan kompensasi tindakan keperawatan I.01011 Manajemen Jalan Napas
tubuh dengan peningkatan RR. selama 3x24 jam Observasi :
Yang ditandai dengan : diharapkan bersihan 1. Monitor pola napas 1. Frekuensi pernapasan
DS : pola napas tidak efektif (frekuensi, kedalaman, dapat menunjukan
menjadi efektif. usaha napas) kemampuan pasien
- Klien mengeluh sesak dalam upaya
napas dan terasa ada Kriteria hasil : pernapasan.
lendir pada jalan napas SLKI: L.01005
sehingga membuatnya Pola Napas
sulit untuk bernapas. Menunjukkan : Terapeutik : 2. Posisi kepala yang
- Klien mengatakan sesak 1. Frekuensi napas : 5/5 2. Atur posisi semi fowler tinggi
(Ket:membaik) atau fowler memungkinkan
bertambah dengan
2. Dispnea :4/5 ekspansi paru dan
aktivitas ringan (ket:Cukup memudahkan proses
menurun) pernapasan.
DO :

105
- Klien tampak 3. Penggunaan otot 3. Berikan oksigen 3. Penurunan saturasi
menggunakan otot bantu bantu napas : 5/5 oksigen dapat
pernapasan diafragma (ket: Menurun) menunjukkan
perubahan status
- Klien tampak sesak saat
kesehatan pasien
bernapas (dispnea) yang dapat
- Fase ekspirasi memanjang mengakibatkan
- Terdapat suara napas terjadinya hipoksia.
tambahan : Ronkhi (+),
Wheezing (+)
- RR : 30 x/menit SPO2 :
95%
- Terpasang oksigen
Kolaborasi:
Binasal Kanul 5 4. Pemberian bronkodilator 4. Pemberian obat
liter/menit sesuai indikasi bronkodilator dapat
- HCT : 41,2 % (nilai memperlebar luas
normal : 45,0-52,0) permukaan
- LYM % : 19,7 % (nilai bronkiolus pada
normal : 23-53) paru-paru dan
membuat kapasitas
serapan oksigen
paru-paru meningkat.
I.01002 Dukungan Ventilasi
Terapeutik :
5. Pertahankan kepatenan 5. Kepatenan jalan
jalan napas nafas yang
dipertahankan
membuat pasien

106
Edukasi : bernafas dengan
6. Ajarkan melakukan tarik mudah
napas dalam 6. Teknik nafas dalam
dapat membuat
pasien lebih rileks
karena melibatkan
emosi dan
pernapasan yang
dalam
Sabtu,25 SDKI : D.0056 Tujuan : SIKI :
Maret Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan
2023 dengan suplai O2 menurun. Yang tindakan keperawatan I.05178 Manajemen Energi
ditandai dengan : selama 3x24 jam Observasi :
DS : diharapkan aktivitas 1. Monitor Kelelahan fisik 1. Faktor fisik dan
dapat ditoleransi dan emosional emosional saling
- Klien mengatakan ia sulit mempengaruhi dalam
melakukan aktivitas dan Kriteria hasil : menyebabkan pasien
hanya bisa berada di SLKI: L.05047 merasa lelah karena
tempat tidur, merasa Menunjukkan : sakitnya
1. Kemudahan dalam
lemah karena sesak napas
melakukan aktivitas 2. Monitor lokasi dan 2. Diketahuinya
yang dirasakan sehari-hari : 5/5 ketidaknyamanan selama penyebab dapat
membuatnya sulit dan (Ket : meningkat) melakukan aktivitas memudahkan
tidak mampu melakukan 2. Keluhan lelah : 5/5 tindakan yang
aktivitas secara mandiri. (Ket : menurun ) mengatasi masalah
- Klien mengatakan ia 3. Frekuensi napas:5/5
merasa sangat kelelahan (Ket : membaik)
Terapeutik :
karena tidak bisa 3. Situasi yang nyaman
berbaring dapat membuat
di tempat tidurnya dan

107
hanya bisa duduk 3. Sediakan lingkungan yang pasien lebih rileks
ditempat tidur dengan nyaman dan rendah dan mununjukan
posisi semifowler stimulus ketidaknyamanan
yang dapat membuat
dikarenakan sesak
kelelahan
napasnya

DO :
- Klien tampak lemah dan 4. Teknik pengalihan
hanya bisa duduk di sebagai cara agar
samping tempat tidur dan 4. Berikan aktivitas, distruksi pasien dapat
tidak bisa berbaring yang menyenangkan mengubah fokusnya
karena sesak napas ke hal lebih
menyenangkan
- Aktivitas kebutuhan
eliminasi (BAK, BAB), 5. Untuk memberikan
dan mobilisasi di tempat Edukasi : proses penyembuhan
tidur dibantu oleh 5. Anjurkan aktivitas secara secara bertahap
keluarga bertahap dengan tidak terlalu
- Klien tampak sesak saat memaksa kondisi
bernapas (dispnea) pasien berhubungan
dengan penyakitnya
- RR : 30 x/menit SPO2 :
95%
- HCT : 41,2 % (nilai normal 6. Mengurangi aktivitas
: 45,0-52,0) yang dapat
memperberat kondisi
dan membuat

108
6. Anjurkan mendekatkan pemenuhan
barang yang sering dipakai kebutuhan menjadi
di area yang mudah lebih efektif
dijangkau

3.6 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN

Nama : Tn.E.H Ruangan : : Sto. Fransiskus

Umur : 65 Tahun Kamar : I V Bed 2

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN I


HARI/
DX JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TGL
Sabtu, SDKI: D.0001 SIKI: I.0101 Manajemen Jalan Napas Hari/tanggal : Sabtu, 25 Maret 2023
25 Bersihan jalan napas tidak 07.45 1. Memonitor bunyi napas tambahan Waktu : 14.00 wita
Maret efektif berhubungan dengan dan keadaan umum pasien lewat
2023 pembentukan mukus yang pemeriksaan TTV S :
banyak Hasil : Terdapat suara tambahan Wheezing - klien mengatakan ia bisa mendengar
Yang ditandai dengan: (+) dan Ronkhi (+) dan merasakan suara napasnya yang
DS : TTV : TD : 140/90 mmHg, N : 97 x/menit, terasa lain saat ia bernapas
SB : 36,5 ℃, RR : 30 X/menit, SpO2 :
95%

109
- Klien mengeluh sesak Respon : klien mengatakan ia bisa - klien mengatakan kalau lendirnya
napas dan terasa ada lendir mendengar dan merasakan suara napasnya hanya sedikit karena sulit untuk
pada jalan napas sehingga 07.50 yang terasa lain saat ia bernapas dikeluarkan saat ia batuk
membuatnya sulit untuk
2. Memonitor sputum (jumlah dan - klien mengatakan kalau air hangat
warna) yang diminumnya membuatnya lebih
bernapas. Hasil : Sputum yang mampu dikeluarkan sedikit mudah untuk batuk
- Klien mengatakan ia batuk klien dalam jumlah yang sedikit dengan - klien mengatakan kalau ia masih
namun lendirnya sulit warna kuning merasakan sesak walau sudah sedikit
keluar. Respon : klien mengatakan kalau lendirnya berkurang sesak yang dirasakan
hanya sedikit karena sulit untuk dikeluarkan - klien mengatakan kalau dahaknya
DO : 08.00 saat ia batuk masih sulit untuk dikeluarkan
- Klien tampak sulit 3. Memberikan air minum hangat
Hasil : klien diberikan air minum hangat
mengeluarkan sekret saat
sebanyak200 ml O:
batuk Respon : klien mengatakan kalau air hangat - Terdapat suara tambahan Wheezing
- Terdapat suara napas yang diminumnya membuatnya lebih (+) dan Ronkhi (+)
tambahan : Ronkhi (+), 08,05 mudah untuk batuk - TTV : TD : 130/90 mmHg, N : 96
Wheezing (+) 4. Memberikan obat acetylcysteine x/menit, SB : 36,5 ℃, RR :
- TTV : TD : 130/90 mmHg, Hasil : Diberikan obat oral acetylcysteine 28 X/menit, SpO2 : 95%
RR : 30 x/menit SPO2 : 200 mg dan cefrtiaxone 2 gram melalui - Pasien diberikan air minum hangat
injeksi intravena sebanyak 300 ml Diberikan obat
95% , N : 97 x/menit , SB :
5. Memberikan terapi nebulizer oral acetylcysteine 200 mg dan
36,4 ℃ 10.00 Hasil : klien diberikan terapi nebulizer cefriaxone 2 gram melalui injeksi
- Laboratorium : Combivent 2,5 ml intravena
HCT : 41,2 % Respon : klien mengatakan kalau ia masih - Pasien diberikan terapi nebulizer
(nilai normal : merasakan sesak walau sudah sedikit Combivent 2,5 ml
45,0-52,0) berkurang sesak yang dirasakan - Diberikan teknik fisioterapi dada
- LYM % : 19,7 % 6. Melakukan fisioterapi dada pada pasien selama +/- 10 menit
10.30 Hasil : Diberikan teknik fisioterapi dada
(nilai normal : 23-
pada pasien selama +/- 10 menit A : Bersihan jalan napas tidak efektif
53)

110
Respon : klien merasa sedikit lebih mudahP : Intervensi dilanjutkan
mengeluarkan dahaknya walaupun masih 1. Monitor bunyi napas tambahan
dalam jumlah sedikit 2. Monitor sputum
3. Berikan minum hangat
4. Kolaborasi pemberian obat oral
11.00 I.01001 Latihan Batuk Efektif acetylcysteine 200 mg dan cefriaxone
7. Mengidentifikasi kemampuan batuk 2 gram melalui injeksi intravena
Hasil : klien tampak mampu batuk namun 5. Pemberian terapi nebulizer
masih sulit mengeluarkan sekretnya menggunakan Combivent 2,5 ml
Respon : klien mengatakan kalau dahaknya 6. Lakukan fisioterapi dada
masih sulit untuk dikeluarkan 7. Identifikasi kemampuan batuk
11.20 8. Anjurkan batuk efektif
8. Menganjurkan dan mengajarkan
batuk efektif
Hasil : klien tampak memperhatikan
latihan yang diberikan dan mau
mempraktekannya
Respon : klien mengatakan dapat
memahami dan ingin mempraktekannya

SDKI : D.0005 I.01011 Manajemen Jalan Napas Hari/tanggal : Sabtu, 25 Maret 2023
Pola napas tidak efektif 09.35 1. Memonitor pola napas (frekuensi, Waktu : 14.00 wita
berhubungan dengan kelelahan, usaha napas)
kompensasi tubuh dengan Hasil : Frekuensi napas : 30x/menit, pasien S:
peningkatan RR masih tampak sesak saat bernapas, - Klien mengatakan masih merasa
Yang ditandai dengan: Kedalaman dan usaha napas : menggunakan sesak saat bernafas
DS : otot bantu pernapasan diafragma untuk - sesak dapat bertambah dengan
membantunya bernapas, ekspirasi aktivitas ringan seperti bangun dari
- klien mengeluh sesak memanjang tempat tidur
napas dan terasa ada lendir

111
pada jalan napas sehingga Respon : klien mengatakan masih merasa - Klien mengatakan kalau posisi
membuatnya sulit untuk sesak saat bernafas dan sesaknya dapat fowler membuatnya lebih mampu
bernapas. bertambah dengan aktivitas ringan seperti bernafas secara bebas
10.00 pergi ke toiket - Klien mengatakan kalau dengan
- klien mengatakan sesak
2. Memposisikan pasien posisi fowler oksigen ia dapat bernapas dengan
bertambah dengan Hasil : klien diberikan posisi fowler baik
aktivitas ringan disamping tempat tidur - Klien mengatakan kalau sesaknya
Respon : klien mengatakan kalau posisi berkurang dengan posisi duduk
DO : fowler membuatnya lebih mampu bernafas
- klien tampak 10.30 secara bebas O:
menggunakan otot bantu 3. Memberikan terapi oksigen - Klien masih tampak sesak saat
Hasil : Diberikan oksigen 5 liter/menit bernafas
pernapasan diafragma
menggunakan Binasal Kanul - Frekuensi napas : 30x/menit
- klien tampak sesak saat Respon : klien mengatakan kalau dengan - Kedalaman dan usaha napas :
bernapas (dispnea) oksigen ia dapat bernapas dengan baik menggunakan otot bantu pernapasan
- Fase ekspirasi memanjang diafragma untuk membantunya
- Terdapat suara napas 11.00 bernapas
tambahan : Ronkhi (+), I.01002 Dukungan Ventilasi - Ekspirasi memanjang
Wheezing (+) 4. Mempertahankan kepatenan jalan - Klien diberikan posisi fowler
napas dengan cara diberi posisi disamping tempat tidur
- RR : 30 x/menit SPO2 :
fowler - Jalan napas pasien dalam kondisi
99% Hasil : Jalan napas klien dalam kondisi baik dengan posisi fowker
- Terpasang oksigen Binasal baik dengan posisi fowker - Terpasang oksigen 5 liter/menit
Kanul 5 liter/menit 11.30 Respon : klien mengatakan kalau sesaknya menggunakan Binasal Kanul
- Hasil pemeriksaan berkurang dengan posisi duduk - Diberikan Combivent 2,5 ml
Laboratorium : 5. Menganjurkan klien melakukan
HCT : 39,3 % (nilai tarik napas dalam - A : Pola napas tidak efektif
normal : 45,0-52,0)
P : Intervensi dilanjutkan

112
Hasil : klien tampak mengikuti ajaran - Monitor pola napas
tentang tarik napas dalam dan - Posisikan semi fowler
mempraktekannya - Berikan oksigen Binasal Kanul 5
Respon : klien mengatakan teknik tarik liter/menit
napas dalam membuatnya dapat mengontrol - Pemberian obat bronkodilator :
emosinya saat bernapas Combivent 2,5 ml (nebulizer)
- Anjutkan teknik napas dalam

SDKI : D.0056 I.05178 Manajemen Energi Hari/tanggal : Sabtu, 25 Maret 2023


Intoleransi aktivitas Waktu : 14.00 wita
berhubungan dengan suplai O2 10.05 1. Memonitor keluhan fisik dan
menurun emosional dan RR dan saturasi S:
Yang ditandai dengan: oksigen - Klien mengatakan kelelahan yang
DS: Hasil : klien tampak lelah saat melakukan dialaminya karena sesak yang tak
- klien mengatakan ia sulit aktivitas seperti bangun dari tempat tidur, kunjung reda apalagi saat bangun
melakukan aktivitas dan RR : 30 x/menit, SpO2 : 95 % dari tempat tidur dan berjalan
hanya bisa berada di Respon : klien mengatakan kelelahan yang - Klien mengatakan kondisi sesak
dialaminya karena sesak yang tak kunjung membuat tidak nyaman untuk
tempat tidur, merasa
reda apalagi saat ia selesai berjalan dari beraktivitas apalagi tidak ada orang
lemah karena sesak napas toilet ke kamarnya yang membantunya
yang dirasakan 10.15 2. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan - Klien mengatakan belum mampu
membuatnya sulit dan selama melakukan aktivitas untuk melakukan aktivitas ringan
tidak mampu melakukan Hasil : klien tampak kurang nyaman saat ia seperti mandi karena ia masih
aktivitas secara mandiri. sendiri dikamarnya merasakan sesak napas
- Klien mengatakan menyukai kondisi
yang tenang

113
- Klien mengatakan ia Respon :klien mengatakan kondisi sesak - klien mengatakan kalau ia dapat
merasa sangat kelelahan 11.00 membuat tidak nyaman untuk beraktivitas lebih mudah menjangkau hal yang ia
karena tidak bisa apalgi tidak ada orang yang membantunya butuhkan tanpa harus terbebani
3. Menyediakan lingkungan yang O:
berbaring di tempat
nyaman dan rendah stimulus - klien tampak kurang nyaman saat ia
tidurnya dan hanya bisa Hasil : klien tampak lebih tenang saat sendiri dikamarnya
duduk disamping tempat lingkungan dalam kondisi kondusif - klien tampak lelah saat melakukan
tidur dikarenakan sesak 11.10 Respon : klien mengatakan menyukai aktivitas seperti bangun dari tempat
napasnya kondisi yang tenang tidur
4. Memberikan aktivitas, distruksi yang - RR : 30 x/menit , SpO2 : 95 %
DO : menyenangkan - klien tampak belum mampu
Hasil : klien disarankan untuk melakukan aktivitas yang secara
- klien tampak lemah dan
mendengarkan musik yang tenang dan bertahap
hanya bisa duduk di pasien tampak lebih rileks - klien tampak lebih tenang saat
samping tempat tidur dan Respon : klien mengatakan kalau ia lingkungan dalam kondisi kondusif
tidak bisa berbaring 10.45 memang terbiasa mendengarkan musik - klien disarankan untuk
karena sesak napas sebagai penghilang stres mendengarkan musik yang tenang
- Aktivitas eliminasi 5. Menganjurkan aktivitas secara dan pasien tampak lebih rileks
(BAK, BAB), dan bertahap - klien mengatakan kalau ia memang
Hasil : klien tampak belum mampu terbiasa mendengarkan musik sebagai
mobilisasi di tempat tidur
melakukan aktivitas yang secara bertahap penghilang stres
dibantu oleh keluarga Respon :klien mengatakan belum mampu - Barang-barang yang sering
- Klien tampak sesak saat untuk melakukan aktivitas ringan seperti digunakan pasien seperti
bernapas (dispnea) 12.50 mandi karena ia masih merasakan sesak handphone, tas, botol minum
- RR : 30 x/menit SPO2 : napas ditempatkan pada tempat yang dekat
95% 6. Menganjurkan untuk mendekatkan dengan pasien
barang yang sering dipakai di area
yang mudah dijangkau A : Intoleransi aktivitas
Hasil : Barang-barang yang sering
digunakan klien seperti handphone, tas, P : Intervensi dilanjutkan :

114
botol minum ditempatkan pada tempat yang 1. Memonitor keluhan fisik dan
dekat dengan klien emosional dan RR dan saturasi
Respon : klien mengatakan kalau ia dapat oksigen
lebih mudah menjangkau hal yang ia 2. Sediakan lingkungan yang nyaman
butuhkan tanpa harus terbebani dan rendah stimulus
3. Tetap Berikan aktivitas distruksi
yang nyaman
4. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN II


HARI/
DX JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TGL
Mingg SDKI: D.0001 SIKI: I.0101 Manajemen Jalan Napas Hari/tanggal : Minggu, 26 Maret 2023
u, 26 Bersihan jalan napas tidak efektif 08.10 1. Memonitor bunyi napas tambahan dan Waktu : 14.00
Maret berhubungan dengan pembentukan keadaan umum pasien lemat
2023 mukus yang banyak pemeriksaan TTV S:
Yang ditandai dengan: Hasil: terdapat suara tambahan - klien mengatakan masih bisa
S : wheezing (+), ronkhi (+) mendengar suara napas yang
- klein mengatakan ia bisa Keadaan umum: Sedang berbeda saat bernapas
mendengar dan merasakan suara TTV: - klien mengatakan lendirnya
napasnya yang terasa lain saat TD: 130/80 mmHg SB: 370C sudah bisa dikeluarkan sedikit
ia bernapas N: 92x/meniit R: demi – sedikit
- klien mengatakan kalau 26x/menit SpO2 : 96% - klien mengatakan setelah minum
lendirnya hanya sedikit karena air hangat ia merasa lebih legah
dan mudah untuk batuk

115
sulit untuk dikeluarkan saat ia Respon : klien mengatakan masih - klien mengatakan merasa lebih
batuk 08.15 bisa mendengar suara napas yang baik ketika telah diberikan obat
- klien mengatakan kalau ia berbeda saat bernapas - klien merasa sudah lebih mudah
masih merasakan sesak walau 2. Memonitor sputum (jumlah, warna) mengeluarkan dahaknya sesudah
sudah sedikit berkurang sesak Hasil : diberikan fisioterapi dada
yang dirasakan - Tampak jumlah Sputum yang - klien sudah mampu batuk
- klien mengatakan kalau masih sedikit terlihat dari dengan mengeluarkan sekret
dahaknya masih sulit untuk ember yang ditampung walau masih sedikit
dikeluarkan - Warna: kuning muda sedikit putih - klien mengatakan masih merasa
dan kental sesak tapi mulai berkurang setiap
Respon : kali diberikan terapi nebulizer
- klien mengatakan lendirnya sudah - klien mengatakan sudah sering
bisa dikeluarkan sedikit demi - mempraktekan batuk efektif
sedikit ketika batuk
DO : O:
- Terdapat suara tambahan - Keadaan umum: sedang
Wheezing (+) dan Ronkhi 08.20 Teraupetik - TTV:
(+) 3. Memberikan/menganjurkan untuk TD: 130/80 mmHg SB: 37.0C
TTV : TD : 130/90 mmHg, minum air hangat N: 92x/meniit R: 28x/menit
N : 96 Hasil: klien tampak minum air - Tampak jumlah Sputum yang
x/menit, SB : 36,5 ℃, RR : hangat +/- 300 ml masih sedikit terlihat dari ember
28 X/menit, SpO2 : 95% Respon ;klien mengatakan setelah yang ditampung
minum air hangat ia merasa lebih lega - Warna: kuning muda sedikit putih
dan mudah untuk batuk dan kental
- Terdapat suara napas tambahan
Kolaborasi: wheezing (+), ronkhi (+)
08.30 4. Kolaborasi pemberian obat: - Klien tampak minum air hangat
obat oral acetylcysteine 200 - Diberikan obat
mg dan cefriaxone 2 gram - obat oral acetylcysteine 200 mg
melalui injeksi intravena dan cefriaxone 2 gram melalui
injeksi intravena

116
Hasil : obat oral acetylcysteine 200 - Klien diberikan terapi nebulizer
mg dan cefriaxone 2 gram melalui combivent 2,5 ml
injeksi intravena - Klien sudah mampu batuk
Respon: klien mengatakan merasa lebih dengan mengeluarkan sekret
baik ketika telah diberikan obat walau sedikit
- Telah diberikan fisioterapi dada
pada klien selama +/- 10 menit
- klien tampak masih mengingat
yang diajarkan dan sudah
10.00 mempraktekannya saat ia batuk.
I. 01001 Latihan batuk
efektif Observasi
6. Mengidentifikasi kemampuan batuk
Hasil: klien sudah mampu batuk
dengan mengeluarkan sekret walau A: Bersihan jalan napas tidak efektif
sedikit
Respon: klien mengatakan sudah P: Intervensi dilanjutkan:
lebih mudah batuk dan mengeluarkan 1. Monitor bunyi napas tambahan
dahaknya walaupun jumlahnya masih 2. Monitor sputum
sedikit 3. Kolaborasi pemberian obat dan
terapi nebulizer
10.30 Teraupetik 4. Lakukan fisioterapi dada
7. Melakukan fisioterapi dada 5. Anjurkan batuk efektif
Hasil: telah diberikan fisioterapi dada
pada klien selama +/- 10 menit
Respon: klien merasa sudah lebih
mudah mengeluarkan dahaknya
sesudah diberikan fisioterapi dada

117
10.50 Edukasi:
8. Mengajarkan/ menganjurkan batuk
efektif
Hasil: klien tampak masih
mengingat yang diajarkan dan sudah
mempraktekannya saat ia batuk.
Respon: klien mengatakan sudah
sering mempraktekannya ketika batuk

SDKI : D.0005 08.15 SIKI: Hari/tanggal : Minggu, 26 Maret 2023


Pola napas tidak efektif I. 01011 Manajemen jalan napas Waktu : 14.00
berhubungan dengan kompensasi Observasi:
tubuh dengan peningkatan RR 1. Memonitor pola napas S:
Yang ditandai dengan: Hasil: frekuensi napas: 26x/menit, dan - klien mengatakan masih merasa
DS : tampak klien masih menggunakan otot sesak walaupun sudah berkurang
- klien mengatakan masih bantu pernapasan minimal yang hilang timbul dan
merasa sesak saat bernafas - Sesak sering terasa pada saat
- sesak dapat bertambah Respon: klien mengatakan masih melakukan aktivitas ringan
dengan aktivitas ringan merasa sesak walaupun sudah - klien mengatakan bisa bernapas
seperti bangun dari berkurang yang hilang timbul dan dengan lega dan bebas dengan
tempat tidur. sering terasa pada saat melakukan posisi yang diberikan
aktivitas ringan
DO :

118
- klien masih tampak sesak 09.00 - Klien mengatakan bisa bernapas
saat bernafas Teraupetik: dengan baik dan sesak berkurang
- Frekuensi napas : 2. Memberikan posisi fowler saat dengan oksigen
30x/menit Hasil: klien diberikan posisi fowler - Klien mengatakan selalu merasa
- Kedalaman dan usaha Respon : klien mengatakan bisa lebih baik ketika telah diberikan
napas : menggunakan otot bernapas dengan lega dan bebas obat
bantu dengan posisi yang diberikan - Klien mengatakan teknik tarik
pernapasandiafragma 3. Memberikan oksigen napas dalam membantunya
untuk membantunya Hasil: diberikan oksigen 5 liter/menit bernafas lebih baik
bernapas menggunakan binasal kanul
- Ekspirasi memanjang Repon: klien mengatakan bisa
- Terpasang oksigen 5 bernapas dengan baik dan sesak O:
liter/menit menggunakan berkurang saat dengan oksigen - klien tampak masih sesak saat
Binasal Kanul bernapas
- Tampak masih menggunakan otot
bantu pernapasan minimal
- RR: 26x/menit
09.30 Kolaborasi: - Terpasang oksigen 5 liter/menit
4. Memberikan terapi nebulizer - Diberikan terapi nebulizer
Hasil:klien diberikan terapi nebulizer combivent 2,5 ml
combivent 2,5 ml
Respon: klien mengatakan masih A : Pola napas tidak efektif
merasa sesak tapi sudah berkurang
setiap kali diberikan terapi nebulizer P : Intervensi dilanjutkan
1. Monitor pola napas
09.50 Edukasi: 2. Berikan oksigen
5. Menganjurkan teknik napas dalam 3. Berikan obat bronkodilator
Hasil: klien tampak mempraktekkan
saat menggunakan oksigen

119
Respon : klien mengatakan teknik
tarik napas dalam membantunya
bernafas lebih baik
SDKI : D.0056 10.05 SIKI: Hari/tanggal :Minggu, 26 Maret 2023
Intoleransi aktivitas berhubungan I. 05178: Manajemen Energi Waktu : 14.00
dengan suplai O2 menurun Observasi:
Yang ditandai dengan: 1. Memonitor kelelahan fisik dan S:
DS : emosional, RR dan Saturasi oksigen - klien mengatakan kalau
- klien mengatakan kelelahan Hasil: klien tampak masih merasa kelelahannya mulai berkurang
yang dialaminya karena lelah saat melakukan aktivitas ringan karena rasa sesak yang dialami
sesak yang tak kunjung reda Respirasi : 26x/menit saat beraktivitas sudah menurun
apalagi saat ia selesai SpO2 : 96% - klien mengatakan merasa
berjalan dari toilet ke Respon: klien mengatakan kalau nyaman untuk beraktivitas dan
kamarnya kelelahannya mulai berkurang karena istirahat dengan kondisi ruangan
- klien mengatakan kondisi rasa sesak yang dialami saat yang tidak bising
sesak membuat tidak beraktivitas sudah menurun - klien mengatakan merasa lebih
nyaman untuk beraktivitas baik setiap kali mendengar musik
apalagi tidak ada orang yang 10.15 Teraupetik: saat beristirahat
membantunya 2. Menyediakan lingkungan yang - klien mengatakan mulai bisa
- klien mengatakan belum nyaman dan rendah stimulus bangun dari tempat tidur sendiri
mampu untuk melakukan Hasil: lingkungan kondusif dan klien karena merasa sesak mulai
aktivitas ringan seperti tampak tenang berkurang
mandi karena ia masih Respon : klien mengatakan merasa
merasakan sesak napas nyaman untuk beraktivitas dan O:
istirahat dengan kondisi ruangan yang - klien tampak masih merasa lelah
DO : tidak bising saat melakukan aktivitas ringan
- klien tampak kurang 3. Memberikan aktivitas distraksi - klien tampak mendengarkan
nyaman saat ia sendiri Hasil: klien tampak mendengarkan musik sebagai teknik
dikamarnya musik sebagai teknik pengalihannya pengalihannya
pasien tampak lebih rileks - klien tampak lebih tenang dan
rileks

120
- klien tampak lelah saat Respon: klien mengatakan merasa - Lingkungan kondusif dan pasien
melakukan aktivitas seperti lebih rileks setiap kali mendengar tampak tenang
ke toilet musik saat beristirahat - Klien tampak sudah bisa ke toilet
- RR : 28 x/menit , SpO2 : 95 mandiri
% 11.35 Edukasi: - RR: 26x/menit
- klien tampak belum 4. Menganjurkan aktivitas bertahap - SpO2 : 96%
mampu melakukan Hasil : klien tampak sudah bisa pergi
aktivitas yang secara ke toilet secara mandiri A : Intoleransi Aktivitas
bertahap Respon : klien mengatakan sudah
bisa pergi ke toilet sendiri karena P : Intervensi dilanjutkan:
sudah jarang merasa sesak 1. Monitor kelelahan fisik dan
emosional
2. Sediakan lingkungan yang nyaman
3. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN III

HARI/
DX JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TGL
Senin, SDKI: D.0001 SIKI Hari/tanggal : Senin, 27 Maret 2023
27 Bersihan jalan napas tidak 07.40 I. 0101 Manajemen jalan napas Waktu : 14.00
Maret efektif berhubungan dengan Observasi:
2023 pembentukan mukus yang 1. Memonitor bunyi napas tambahan dan S:
banyak keadaan umum pasien lemat - klien mengatakan kadang-kadang
Yang ditandai dengan: pemeriksaan TTV masih mendengar suara napas yang
DS: berbeda saat bernapas

121
- klien mengatakan masih Hasil : masih terdapat suatu tambahan - Klien mengatakan kalau ia sudah
bisa mendengar suara wheezing (+), ronkhi (+), saat pasien lebih mudah mengeluarkan sekretnya
napas yang berbeda saat bernapas, Keadaan umum: Sedang - mengatakan selalu merasa lebih
bernapas TTV: baik setelah telah meminum obat
- klien merasa sudah lebih TD: 120/80 mmHg SB: 37 0C yang diberikan
mudah mengeluarkan N: 84x/meniit R: 24x/menit - klien mengatakan sudah lebih
dahaknya sesudah SpO2 : 98% jarang merasa sesak setiap kali
diberikan fisioterapi dada Respon : klien mengatakan kadang- diberikan terapi nebulizer
- klien mengatakan masih kadang masih mendengar suara napas - klien mengatakan fisioterapi dada
merasa sesak tapi mulai yang berbeda saat bernapas sangat membantunya dalam
berkurang setiap kali 07.45 2. Memonitor sputum mengeluarkan dahaknya
diberikan terapi nebulizer Hasi/: Sputum dalam jumlah sedang - klien mengatakan pasien
DO: dengan warna kuning – putih mengatakan lebih mudah batuk dan
- Terdapat suara napas Respon : klien mengatakan sudah mengeluarkan dahaknya
tambahan wheezing (+), lebih mudah mengeluarkan sekretnya
ronkhi (+) Kolaborasi:
- Tampak jumlah Sputum 08.00 3. Kolaborasi pemberian obat:
yang masih sedikit terlihat Hasil :obat oral
dari ember yang acetylcysteine 200 mg
ditampung berwarna: Respon: klien mengatakan
kuning muda sedikit putih selalu merasa lebih baik O:
dan kental setelah telah meminum - Keadaan umum: sedang
- TTV: obat yang diberikan - TTV:
TD: 130/80 mmHg TD: 120/80 mmHg SB: 37 0C
SB: 37.20C 4. Memberikan terapi nebulizer N: 84x/meniit R: 24x/menit
N : 92x/meniit 10.00 Hasil: klien diberikan terapi SpO2 : 98%
R : 26x/menit nebulizer combivent 2,5 ml - klien tampak masih sesak namum
- klien tampak sudah Respon:klien mengatakan sudah sudah lebih mudah mengeluarkan
mampu batuk dengan lebih jarang merasa sesak setiap kali sekret
diberikan terapi nebulizer

122
mengeluarkan sekret - Sputum dalam jumlah sedang dengan
walau sedikit 10.30 I. 01001 Latihan Batuk Efektif warna kuning – putih
Teraupetik - klien diberikan terapi nebulizer
5. Melakukan fisioterapi dada combivent 2,5 ml
Hasil: telah diberikan fisioterapi dada - telah diberikan fisioterapi dada pada
pada klien selama +/- 10 menit pasien selama +/- 10 menit
Respon: klien mengatakan fisioterapi - klien tampak mempraktek batuk
dada sangat membantunya dalam efektif saat akan batuk
mengeluarkan dahaknya
A : Bersihan jalan napas tidak efektif
10.45 Edukasi:
6. Menganjurkan batuk efektif
Hasil: klien tampak mempraktek P : Intervensi dilanjutkan:
batuk efektif saat akan batuk 1. Monitor bunyi napas dan sputum
Respon: klien mengatakan pasien 2. Kolaborasi pemberian obat dan terapi
mengatakan lebih mudah batuk dan nebulizer
mengeluarkan dahaknya
SDKI : D.0005 SIKI Hari/tanggal : Senin, 27 Maret 2023
Pola napas tidak efektif I. 01011 Manajemen Jalan Napas Waktu : 14.00
berhubungan dengan 07.40 Observasi:
kompensasi tubuh dengan 1. Memonitor pola napas S:
peningkatan RR Hasil: - Pasien mengatakan kalau sesak yang
Yang ditandai dengan: - Frekuensi napas: 24x/ menit dirasakan sudah membaik, ia tidak
DS : - Pasien tampak lebih rileks terlalu merasakan sesak napas
- Pasien mengatakan masih namun masih sesak sedikit bahkan saat pergi ke toilet
merasa sesak walaupun - Tampak klien bernapas sudah tidak - Pasien mengatakan merasa sesak
sudah berkurang yang lagi menggunakan otot bantu napas berkurang saat menggunakan O2
hilang timbul dan diafragma - Pasien mengatakan selalu merasa
Respon: klien mengatakan kalau sesak lebih baik ketika telah diberikan obat
yang dirasakan sudah membaik, ia tidak

123
- Sesak sering terasa pada terlalu merasakan sesak napas bahkan O:
saat melakukan aktivitas saat pergi ke toilet - klien tampak lebih rileks namun
ringan 09.00 Teraupetik: masih sesak sedikit
2. Pertahankan Memberikan oksigen 3 - klien terpasang oksigen 3 liter/menit
DO : liter/menit dengan kanul binasal
- klien tampak masih Hasil : klien terpasang oksigen 3 - Suara napas: ronkhi (+), wheezing
sesak saat bernapas liter/menit dengan kanul binasal (-)
- Tampak masih Respon: klien mengatakan merasa - RR: 24x/menit
menggunakan otot bantu sesak berkurang saat menggunakan O2 - klien diberikan terapi nebulizer
pernapasan minimal Kolaborasi: combivent 2,5 ml
- RR: 24x/menit 3. Memberikan terapi nebulizer
- Terpasang O2 5 liter/menit Hasil: klien diberikan terapi nebulizer A : Pola napas tidak efektif
combivent 2,5 ml
Respon: klien mengatakan sudah lebih P : Intervensi dilanjutkan:
jarang merasa sesak setiap kali 1. Memberikan obat bronkodilator
diberikan terapi nebulizer 2. Monitor pola napas

SDKI : D.0056 SIKI: Hari/tanggal : Senin, 27 Maret 2023


Intoleransi aktivitas 09.30 I. 05178: Manajemen Energi Waktu : 14.00
berhubungan dengan suplai O2 Observasi:
menurun 1. Memonitor kelelahan fisik dan S:
Yang ditandai dengan: emosional - klien mengatakan kalau
DS: Hasil: klien tampak tidak mengalami kelelahannya sudah berkurang dan ia
- klien mengatakan kalau kelemahan tubuh dan sudah bisa lebih mampu melakukan aktifitas
kelelahannya mulai melakukan aktivitas ringan mandiri mandiri
berkurang karena rasa sesak Respon: klien mengatakan sudah bisa - Klien mengatakan bisa melakukan
yang dialami saat melakukan aktivitas ringan secara aktivitas dengan tenang karena
beraktivitas sudah menurun 10.25 mandiri dan tidak merasa lelah kondisi lingkungan yang kondusif
- klien mengatakan sudah Teraupetik:
bisa pergi ke toilet sendiri 2. Menyediakan lingkungan nyaman

124
karena sudah jarang merasa Hasil:lingkungan tampak kondesif - klien tampak sudah mampu
sesak Respon: klien mengatakan bisa melakukan aktivitas makan, mandi
melakukan aktivitas dengan tenang mandiri
DO : karena kondisi lingkungan yang O:
- klien tampak masih kondusif - klien tampak sudah mampu
merasa lelah saat 11.35 Edukasi: melakukan aktivitas makan, mandi
melakukan aktivitas ringan 3. Menganjurkan melakukan aktivitas mandiri RR: 24 x/menit
- RR: 26x/menit bertahap - klien tampak sudah mampu
- SpO2 : 96% Hasil: klien tampak sudah mampu melakukan aktivitas makan, mandi
melakukan aktivitas makan, mandi mandiri
mandiri - Tampak pasienmampu beraktifitas
Respon : klien mengatakan sudah lebih mandiri
muda melakukan aktivitas sehari- hari
A : Aktifitas dapat ditoleransi

P : Intervensi dihentikan

125
123

Anda mungkin juga menyukai