0 - Pra - Uas - 1bki e - Reza Aulia Yusuf - Kajian Epistemologi.

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

EPISTEMOLOGI KEINDAHAN ARTI RINDU DALAM 5 SAJAK DARI BUKU

PUISI BIYANGLALA KARYA ABDUL WACHID B.S

Reza Aulia Yusuf

Rezaay27@gmail.com/082168261060

Bimbingan Konseling Islam

Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saiffudin Zuhri Purwokerto

Abstrak

Tujuan penelitian ini berupaya untuk menjelaskan epistemologi komunikasi


transendental berdasarkan kajian syair puisi. Dalam penelitian ini, teks sastra yang menjadi
subjek kajiannya adalah lima puisi dari buku Biyanglala karya Abdul Wachid B.S. Metode
dalam penelitian ini menggunakan metode hermeneutika. Data dalam penelitian ini diperoleh
dari buku dan jurnal. Pemilihan lima puisi ini diantaranya Ke Kali Masa Kecil, Kian, Mbah
Moen, Suara Ibu, dan Potret. Karya Abdul Wachid B.S. di dasarkan pada banyaknya judul
syair yang banyak mengandung arti rindu. Rindu dalam konteks penelitian ini dipersepsi dan
diposisikan sebagai estetika, sehingga basis epistemologi transendental bersifat khas dan
melampaui realitas.

Kata Kunci: epistemologi, komunikasi transendental, hermeneutika, rindu, puisi.


A. Pendahuluan

Rindu adalah perasaan seseorang yang sangat menginginkan sesuatu, misalnya


bertemu, ingin memandang (melihat), mendengar kepada objek yang dirindu. Arti rindu
bukan hanya kepada hubungan kasih antara manusia, namun sesungguhnya makna rindu itu
lebih luas. Rindu merupakan sesuatu yang memiliki sebab dimana mampu membangkitkan
jiwa, hati maupun badan. Mungkin barisan kata tersebut bisa dikatakan sebagai definisi dari
kerinduan.
Kata rindu ataupun kerinduan, selalu identik dengan keingininan untuk bertemu.
Suatu boncahan rasa yang menggebu-gebu dalam dada yang membuat kita ingin segera
menemui atau bertemu dengan sosok yang paling kuat yang melekat pada pikiran kita saat
itu.
Rasa rindu dapat kita rasakan pada orang tua, orang yang kita kasihi dan sayangi,
teman-teman, ataupun pada barang-barang yang telah lama tidak kita jumpai, bisa juga
tentang kerinduan pada kenangan masa lalu yang pernah kita lewati dan ingin
mengulanginya, merupakan beberapa contoh balada kerinduan yang bisa saja merangkul
dinding-dinding hati kita. Lepas dari itu semua, beberapa Ulama, para Masyayih, dan para
Habaib berkata : "Bahwa sebaik-baik kerinduan adalah rindu kita kepada Allah dan Rasul-
Nya". Ini adalah kerinduan yang paling membawa berkah.
Dari beberapa penelitian yang ada, penulis berusaha untuk menggali tentang sebuah
perpuisian. Untuk dapat mengidentifikasi arti rindu dalam puisi karya Abdul Wachid B.S
penulis menggunakan metode hermeneutika.
Dari latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan
mendeskripsikan rindu kepada seseorang dalam puisi Abdul Wachid B.S. terkhusus dalam
kumpulan sajak Biyanglala.
B. TEORI KOMUNIKASI TRANSENDENTAL DAN METODE HERMENEUTIKA

HANS-GEORG GADAMER adalah filsuf abad ke-20 terkemuka di Jerman. Besarnya


perhatian yang dia berikan kepada persoalan estetika dan sastra mengangkat kembali
relevansi kajian estetika sebagai model penelitian filsafat dan sastra yang dikuasai pandangan
pandangan deterministik neopositivisme yang ahistoris yang mengabaikan tradisi pemikiran
yang berkembang di luar semangat pencerahan (aufklarung) dan postivisme Barat.

Kinerja hermeneutika filosofis gadamer merupakan antites dari hermeneutika Emilio


Betti, F.D.S Schleiermacher, dan Wilhelm Dilthey. Betti mengemukakan persoalan
rekognitif, reproduktif, normatif, Schleiermacher memfokuskan pada pengarang sebagai
objektivikasinya, sedangkan Dilthey konsentrasi kepada “ teks “ . Ketiganya sama-sama
mensyaratkan metode hermeneutis yang steril dari intervensi historis penafsir. Ketiga filosof
tersebut meniadakan engalaman historis penafsir .

Menurut Gamader, hermeneutika filosofinya berdasarkan 4 kunci hermeneutis :


Pertama, “Situasi hermeneutika”. Kedua, membentuk “pra-pemahaman”. Ketiga, pembaca
harus menghubungkan antara dua horizon, pembaca dan teks. Keempat, menerapkan “makna
yang berarti”.

• Dasar Pemikiran Hermeneutika Hans- Georg Gadamer.

Dalam Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, Akhyar Yusuf Lubis


mengemukakan bahwa dalam melakukan penafsiran menggunakan fenomenologi Husserl dan
Ekstensialisme Heidegger dengan bertolak dari situasi kini dan di sini (konteks). Gadamer
menolak asumsi dan cita-cita untuk “kembali ke teks dan pengarang asli” seperti ditekankan
oleh Schleiermacher, Dilthey dan Betti tentang objektivitas penafsiran. Bertolak dari konsep
in-der welt (Heidegger), maka menurut Gadamer, pengarang dan penafsir berada dalam
kondisi atau latar belakang budaya historis yang berbeda.

Hermeneutika (filosofis) Gadamerian merupakan antitesa dari tradisi hermenutika


teoritik yang dibangun oleh Schleiermacher, Dilthey dan Betti. Bagi hermeneutika filosofis,
manusia tidak mungkin bisa merengkuh makna (pemahaman) yang objektif. Penyebabnya
karena dalam pandangan hermeneutika filosofis tiap penafsir tidak dapat terlepas dari
prejudice (prasangka/ pra-pemahaman) atas teks yang sedang dihadapi. Dengan kata lain,
terdapat jarak yang atau garis demarkasi yang cukup signifikan dalam konteks sosial, budaya
dan historis antara pengarang dan penafsir/ pembaca. Konstruk hermeneutika filosofis
Gadamer juga identik dengan Heidegger. Postulatnya terkait dengan tujuan hermenutika
adalah untuk menghasilkan pemahaman yang baru (reproduksi makna) dan bukan
menemukan makna yang objektif.

Dalam domain hermeneutika teoritik, glorifikasi terhadap pengarang dan teksnya


digaungkan. Dilthey dan Schleiermacher (linguistik dan psikologis) menyebutnya dengan
"subjek yang menyejarah." Artinya, teks itu sebenarnya merupakan representasi dari kondisi
hostorikalitas penulis/ pengarang. Adapun Betti dalam mencari makna sesuai dengan makna
teks yang dimaksud pengarang menggunakan pendekatan yang diproduksi oleh keduanya
yaitu pendekatan linguistik, psikologis dan historis.

Schleiermacher menegaskan bawa penulis teks (pengarang) baru benar-benar bisa


dipahami hanya dengan kembali lagi pada asal-usul pemikirannya.Dilthey pun tidak luput
dari kritikan Gadamer. Gadamer menemukan titik lemah pengalaman historisitas manusia.
dalam konsepsi Dilthey hanya sebagai syarat "prosedural" dari metode saintifik. Benar bahwa
seseorang menderivasikan pengalaman-pengalaman umum darinya, tetapi, nilai
metodologisnya bukan sebuah pengetahuan hukum yang di dalamnya semua kasus secara
jelas digolongkan.5¹ Betti juga memiliki aras pemikiran hermeneutis yang sama dengan
kedua tokoh di atas, yaitu rekognitif dan reproduktif.

Bagi Gadamer, via Mispan Indarjo, hermeneutika yang bisa dihidupkan dengan baik
hanyalah subjektivisme interpretasi berdasarkan pada "praandaian-praandaian" yang
dibangun oleh historisitas penafsir masa kini. Itulah sebabnya, Gadamer mengajukan metode
dialektika atau dialog produktif antara masa lalu dengan masa kini (fusion of horizonsi), dan
hal itu hanya bisa dimasuki melalui bahasa.

1. Hermeneutika: Historisitas

Hermenutika adalah konsep interpretatif terhadap simbol, tradisi, tindakan, teks dan
bentuk-bentuk material lainnya yang bersifat konkrit, misalnya ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dalam hermeneutika terdapat subjek dan objek. Subjek adalah interpretator dan
objek adalah sasaran interpretasi.62 Subjek berperan dalam melakukan tafsir, identifikasi dan
mengungkap simbol, nilai, wacana, ideologi maupun tradisi yang terkandung di dalam objek
atau sasaran interpretasi.

2. Hermeneutika : Proses Dialogis – Dialektis

Tugas utama interpretator adalah menemukan pertanyaan yang padanya sebuah teks
menghadirkan jawaban. Memahami sebuah teks adalah memahami pertanyaan. Pada waktu
yang sama, sebuah teks hanya menjadi sebuah objek interpretasi dengan menghadirkan
interpretator yang bertanya.

Mustain, dalam Konstruksi Pesan Komunikasi Sufistik: Analisis Teks Dakwah K.H.
Musta'in Ramly (1931-1985) mengatakan bahwa proses tanya jawab, dalam pengertian
hermeneutika Bleicher, memungkinkan terjadinya keterbukaan antara interpretator dengan
objek interpretatif. Pertanyaan yang disampaikan interpretator penting bagi teks untuk
mengeluarkan jawaban atas teks yang dituangkan. Hasyim Hasanah mengatakan kunci
pemahaman adalah partisipasi, keterbukaan dalam dialektika, bukan manipulasi dan
pengendalian metode."

Penolakan atas metodologi dalam mengungkapkan kebenaran menjadi dalil


hermeneutika filosofis. Metodologi dianggap memiliki kendali penuh di luar horizon teks dan
horizon penafsir, sehingga tidak akan pernah menghasilkan makna yang orisinal dan
otoritatif. Tujuan dialektika, menurut Abdul Hadi W.M., adalah memanggil suara dari dalam
teks.

Selain dialektis, hermeneutika Gadamer juga mengedepankan aspek dialog. Proses


dialogis melibatkan kerja bahasa. Bahasa dalam pandangan Gadamer adalah individu dan
struktur sosial (tradisi, budaya, norma, dan nilai). Bahasa berperan bagi pembentukan prilaku
subyek maupun teks, maka memahami bahasa berarti memahami teks. Universalitas bahasa
(sprachlichkeit) sesungguhnya terletak dapam dialektika tanya-jawab yang disebut
pemahaman universal (the universality of hermeneutic phenomenon).

Representasi mekanisme dialogis-dialektis dalam pemahaman hermeneutika, dalam


tradisi tasawuf (ta'wil), menurut Arif Hidayat, bersandar kepada pendapat Abdul Hadi W.M.
bermula dari ikhtisar orang 'arif untuk memahami al-Qur'an lebih dalam.75 Artinya, orientasi
dialogis-dialektis dalam pemahaman hermeneutika mengungkapkan makna simbolik teks.
Karena, memahami bahasa (sastrawi dan Qur'ani) adalah upaya untuk mengungkapkan
semesta.

Proses dialogis dan dialektis ini dalam ilmu sastra akan menemukan legitimasi
ontologisnya. Sebagaimana hermeneutika Gadamer yang masuk ke dalam domain praktik
analisis makna teks. Untuk dapat memahami bahasa sastra yang bersifat asosiatif dan tidak
jarang menciptakan ketegangan imajinasi, diperlukan pembacaan hermeneutika. Hal ini yang
diamini Paul Ricoeur dalam Rule of Metaphor bahwa strategi yang paling tepat dalam
mengkaji teks falsafah dan sastra adalah dengan strategi hermeneutika.

METODE

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Mengingat bahwa realitas ini berdimensi
interaktif, jamak, dan suatu transformasi pengalaman sosial yang ditafsirkan oleh individu-
individu. Selain itu, dalam penelitian kualitatif, Sugiyono menegaskan bahwa peneliti
dituntut untuk memiliki pengetahuan luas, baik teoritis maupun yang terkait dengan konteks
sosial yang diteliti. Sedangkan, pendekatan penelitian ini adalah pendekatanHermeneutika
Filosofis Hans-Georg Gadamer. Stephen W. Littlejohn mengatakan prinsip utama dari
hermeneutika filosifis Hans-Georg Gadamer adalah bahwa seseorang memahami
pengalaman dari sudut pandang perkiraan dan asumsi. Pengalaman, histoisitas dan tradisi
menjadi modalitas untuk dapat memahami sesuatu. Bagi Hans-Georg Gadamer,

Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu library research
(penelitian kepustakaan) yang mana teknik pengumpulan datanya adalah dengan jalan
mengkaji bacaan yang bisa berupa catatan-catatan kuliah, buku-buku, literatur serta
peraturan-peraturan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti (Ajat Rukajat, 2018:
27). Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah kumpulan sajak Biyanglala karya Abdul
Wachid B.S. dengan objek difokuskan pada epistemolologi “keindahan arti rindu”.
C. PEMBAHASAN : KAJIAN EPISTEMOLOGI KOMUNIKASI TRANSENDENTAL
TERHADAP LIMA SAJAK DARI BUKU PUISI BIYANGLALA KARYA ABDUL
WACHID B.S.

Sajak “ KE KALI MASA KECIL”

Kukalungkan batu mulia

Kukarungkan rindu mutiara

Kularungkan batu rindu dunia

Ke kali masa kecil kalau aku cilub ba

Yogyakarta, 3 November 2021

Makna Pada Puisi “ KE KALI MASA KECIL”

Menggambarkan seseorang yang merindukan masa kecilnya, untuk kembali ke sungai dan
bermain air bersama teman masa kecilnya. Kerinduan dalam sajak ini digambarkan dengan
kukarungkan rindu mutiara.

Sajak “ KIAN ”

Rindu kepadamu, kiannun

Rindu masa kecil

Rindu kampung halaman

Rindu suara “rayuan pulau kelapa”

Lewat radio transistor

Di tengah malam, aku terbangun


kulihat bapak sembahyang

Aku tenang, kembali tidur

Rindu kepadamu, kiannun

Rindu cerita ibu tentang ikan nun

Yang menyelamatkan nabi yunus

Rindu dongeng nenekmoyang

Dengan tirakat dan kebaikannya

Rindu kepada mata kejora

Di langit malam yang melambungkan

Impian dan harapan

Rindu kepadamu, kiannun

Rindu mata hati

Yang membawa kau aku

Bertemu di sini, di bumi ini

Yogyakarta, 24 Juli 2018

Makna Pada Puisi “KIAN”

Puisi ini menggambarkan kerinduan terhadap masa kecil dan kampung halaman, penulis juga
menggambarkan cerita dan dongeng ibu dimasa kecilnya. Untuk saat ini penulis hanya bisa
melangitkan doa-doa dimalam hari dan hanya bisa menahan rindu
SAJAK “MBAH MOEN”

-K.H. Maimoen Zoebair

Siapa kutebaktebak siapa yang

Bersinggasana di dalam hatinya

Ia yang senantiasa bahagia

Kepada semua dan segala cuaca

Siapa kurasarasa siapa yang

Merajadiraja di segenap jiwaraganya

Ia yang telah mampu menundukkan rasa takut

Kepada diri di tengah gemuruh kota

Ataupun kesunyian taman sujudi

Ramai di dalam sunyi

Sunyi di dalam ramai

Ia mengabadi menyala

Seperti cinta dan kasihsayang

Gelap yang menyalakan terang

Terang yang menyalakan gelap

Ia mengabadikan cahaya

Hingga ruang dan waktu terlipat


Di dalam kebaikan nasab dan nasib

Sampai sudah kabar akhir itu

Mengadzankan harapan ummatan

Siapa kurindurindu siapa yang

Meneruskan nafas kasihsayang

Satu ia yang telah berangkat pulang

Berjuta umat menderaskan airmata cinta

Yogyakarta, Selasa 12 Agustus 2019

Makna Pada Puisi “MBAH MOEN”

Puisi ini menggambarkan seorang yang sangat karismatik yaitu K.H. Maimoen Zoebair yang
yang menjadi cahaya panutan umat. Penulis juga menggambarkan kerinduan dan kesedihan
ketika beliau wafat dan juga berjuta umat meneteskan air mata.

SAJAK “SUARA IBU”

Setiap sapa dari suara akan menjelma ibumu

Ketika nanti kerinduanmu hanya berbalas sepi

Dan hampa menjadi muara dari airmatamu

Setiap sapa dari istri akan mengekal ibumu

Ketika esok kecintaanmu hanya berbelas sepi

Dan tua menambah renta dari mata airmu


Yogyakarta, 30 September 2019

Makna Puisi ”SUARA IBU”

Dalam Puisi ini penulis mengungkapkan rasa kerinduannya terhadap sang Ibu yang telah
tiada. Penulis merindukan sosok ibu yang tak bisa lagi dijumpainya. Dan segenap dari
kerinduan itu tidak berbalas selain dari air mata yang mengalir. Kerinduan akan sosok Ibu ini
membuat sang penulis menjalin komunikasi dengan mengirim doa kepada sosok Ibu.

SAJAK “POTRET”

Sedang kupasang pigura masakecilku

Dan aku bercermin kepadanya

Dan kujumpai gelak tawa

Dan sedusedan menepi ke batas pagi

Sampai matahari terbit dari bingkai potret ini

Dan kini senyuman cucuku mengekalkan

Itu semua ke dalam tatap matanya yang

Begitu kejora kepada dunia

Yogyakarta, 18 Maret 2020

Makna Puisi “POTRET”

Puisi ini menggambarkan seorang yang sedang memasang pigura masa kecilnya, kemudian
melihat dan tertawa. Senyum cucunya menjadi sebuah obat kerinduan dari tatapan bola
matanya.
D. SIMPULAN

Komunikasi Transendental berarti komunikasi antara manusia dengan Tuhannya dan masuk
ke dalam bidang agama, partisipan dalam komunikasi Trasendental adalah manusia dengan
Tuhannya. Ada dua kajian teori yaitu teori komunikasi trasendental yang merupakan
komunikasi suprasadar yang jauh melampaui kesadaran nalar yang ‘biasanya’, Hermenutika
adalah konsep interpretatif terhadap simbol, tradisi, tindakan, teks dan bentuk-bentuk
material lainnya yang bersifat konkrit, misalnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada
pembahasan terdapat lima sajak yang dikaji dari buku Biyanglala karya Abdul Wachid B.S.
Di antaranya Ke Kali Masa Kecil, Kian, Mbah Moen, Suara Ibu, dan Potret. Puisi yang sudah
dipaparkan tersebut memiliki ciri fitrah manusia dan komunikasi transendental yang memiliki
hubungan dengan Tuhan yang Maha Esa.

E. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberikan saran sebagai berikut kepada:

1. Peneliti lainnya, semoga hasil penelitian ini dalam menjadi referensi bagi para pembaca
agar lebih mudah memahami tentang epistemologi komunikasi.

F. PENUTUP

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala nikmat dan karunia-Nya yang
diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Sholawat
serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah memberikan.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak
kesalahan dalam penulisan atau penyusunannya. Kritik dan saran sangat membantu dalam
proses penyusunan makalah selanjutnya. Oleh karena itu, penulis membuka ruang untuk
semua pembaca untuk mengutarakan kritik dan sarannya.
DAFTAR PUSTAKA

Budiantoro, Wahyu. 2021. Epistemologi Komunikasi Transendental. Yogyakarta: CV.


Cinta Buku.

Wachid B.S., Abdul., dan Heru Kurniawan. 2019. Kemahiran Berbahasa Indonesia.
Yogyakarta: Cintabuku.

________. 2020. Biyanglala. Yogyakarta: CV. Cinta Buku.

________. 2020. Creative Writing. Purbalingga: Penerbit SKSP.

Anda mungkin juga menyukai