Bronkoskopi
Bronkoskopi
Bronkoskopi
Disusun oleh:
Kelompok 2
Edward :
210106235
Eko Hermawan Krisiyanto : 210106236
Eva muntasirah :
210106239
Fadil : 210106240
Feldi Paputungan : 210106243
Fender Stefen Tangkilisan : 210106244
Fristela Takaliuang : 210106247
2. Bronkoskop fleksibel
Bronkoskop fleksibel atau bronkoskop serat optik lentur (BSOL)
juga dikenal sebagai Fiber Optic Bronchoscopy (FOB), sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan paru.
Bronkoskop fleksibel berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6
mm.
2. Indikasi Bronkoskopi
Dua indikasi utama penggunaan bronkoskopi adalah sebagai
alat diagnostik dan terapeutik.
a. Malignan/Keganasan
b. Infeksi
c. Kolaps paru yang tidak diketahui penyebabnya
d. Interstisial lung disease
e. Hemoptisis
f. Drainage abses
g. Injeksi intralesi
h. Trauma dinding dada
i. Penutupan fistula bronkogenik
j. Airway maintenance
k. Bronkial termoplasti
3. Kontraindikasi Bronkoskopi
Bronkoskopi tidak dapat dilakukan jika memiliki kontraindikasi
absolut dan sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan kontraindikasi
relatif. Jika bronkoskopi terpaksa dilakukan pada pasien yang memiliki
kontraindikasi relatif, maka harus dilakukan dengan pengontrolan yang
sangat ketat dan kehati-hatian.
1. Kontraindikasi absolut:
a. Tidak ada informed consent dari pasien
b. Tidak ada operator terlatih
c. Kurangnya peralatan dan fasilitas
2. Kontraindikasi relatif:
a. Recent Myocard Infark
b. Unstable Angina
c. Uncontrolled arrhythmia
d. Hipoksemia refrakter
e. Hiperkarbia berat
4 Komplikasi Bronkoskopi
Bronkoskopi merupakan tindakan yang cukup aman, tapi tetap
berpotensi terjadinya komplikasi yang serius walaupun jarang. Beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi seperti karakteristik
pasien, pemberian sedasi, dan prosedur pengambilan sampel. Komplikasi
akibat pemberian sedasi dan anestesi lokal diantaranya adalah reaksi
alergi, hiperventilasi, dan hipoksemia karena sedasi yang berlebihan
hingga depresi napas.
Gejala awal dari toksisitas lidokain meliputi gemetar, menggigil, dan
delirium. Lidokain dapat menyebabkan sinus arrest dan AV block jika
diberikan dalam jumlah berlebihan, terutama pada pasien dengan riwayat
dasar penyakit jantung.4 Padapenelitian Hen dkk, melaporkan terdapat
4,3% kasus komplikasi akibat bronkoskopi dari 1358 prosedur, 2,8%
komplikasi tidak terkait pernapasan dan angka kematian 0,1%.5 Leiten
dkk melakukan sistematik review terhadap 45 publikasi ilmiah sejak 8
Februari 2016 tentang komplikasi akibat bronkoskopi. Mereka
menemukan komplikasi yang berat akibat tindakan bronkoskopi jarang
ditemukan, kejadian pneumotroak yang memerlukan tindakan intervensi
dilaporkan sebanyak 0- 2,1% pasien. Komplikasi yang tersering berupa
desaturasi oksigen 0,7-76,3% pasien dan perdarahan 2,5-89,9% pasien.
5. Keterbatasan Bronkoskopi
Diameter mempengaruhi sejauh mana bronkoskopi dapat
menelusuri saluran pernapasan. Diameter bronkoskopi yang sering
digunakan 5-6 mm sehingga dapat mencapai generasi ke 3 dan ke 5 dari
bronchial tree. Bronkoskopi dengan ukuran diameter yang lebih kecil (3,1
– 3,8 mm ) tersedia, tapi ukuran ruang kerjanya juga kecil sehingga
terbatas untuk biopsi dan kekuatan daya hisap.6 Keterbatasan lain dari
bronkoskopi fleksibel adalah saat menatalaksana obtruksi akibat keganasan
dan perdarahan saluran nafas. Pada obtruksi saluran pernapasan karena
keganasan, jaringan tumor di dalam lumen harus diangkat. Bronkoskopi
kaku lebih cepat mengangkat jaringan ini dibanding menggunakan
bronkoskopi fleksibel, mengatasi jika terjadi perdarahan dan memasang
silikon stent jika diperlukan. Bronkoskopi hanya memberikan informasi
tentang kondisi endoluminal, sedangkan untuk melihat jaringan
ekstralumen dibutuhkan endosonografi.
6. Peranan Bronkoskopi Pada Diagnostik Penyakit Paru
1. Biopsi
Bronkoskopi adalah tindakan intervensi utama yang
digunakandalam menentukan diagnosis dan staging pasien kanker serta
berperan dalam penyakit interstisial disease dan infeksi. Teknik
pegambilan sampel dibagi atas endobronchial biopsy, bronchial brushing,
bronchial washing, transbronchial biopsy, bronchoalveolar lavage (BAL),
dan transbronchial needle aspiration (TBNA).
a. Endobronchial biopsy
Gambar 3. Contoh dari berbagai jenis forsep untuk biopsi. a.Forsep alligator b.
Forsep Alligator dengan jarum. c. Forsep oval. d. Forsep oval dengan
jarum
b. Bronchial brushing
Bronchial brushing bertujuan mengambil sampel dari epitel saluran
pernapasan, tumor ataupun kelainan yang lain menggunakan brush
yang fleksibel.
2. Benda Asing
Sari, E. P., Khairsyaf, O., & Medison, I. (n.d.). TERAPEUTIK PENYAKIT PARU.
A. Persiapan Bronkoskopi
Pelayanan Anestesia Perioperatif
Pelayanan anestesia peri-operatif merupakan pelayanan anestesia yang
mengevaluasi, memantau dan mengelola pasien pra, intra dan pasca anestesia berdasarkan
keilmuan yang multidisiplin.
1. Pra-Anestesia
a. Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiologi harus dilakukan
sebelum tindakan anestesia untuk memastikan bahwa pasien berada dalam
kondisi yang layak untuk prosedur anestesi.
b. Dokter spesialis anestesiologi bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan
status medis pasien pra-anestesia berdasarkan prosedur sebagai berikut :
1) Anamnesis dan pemeriksaan pasien.
2) Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi yang
diperlukan untuk melakukan anestesia.
3) Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan anestesia yang akan dilakukan dan
memastikan bahwa pasien dan/atau keluarga pasien telah mengerti dan
menandatangani persetujuan tindakan.
4) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesia dan obat-obat
yang akan dipergunakan.
c. Pemeriksaan penunjang pra-anestesia dilakukan sesuai Standar Profesi.
d. Tersedianya oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat dan aman.
Pelayanan pra-anestesia ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalankan
tindakan anestesia. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya gawat darurat, langkah-
langkah pelayanan praanestesia sebagaimana diuraikan di atas, dapat diabaikan.
2. Pelayanan Intra Anestesia
a. Tim pengelola harus berada di kamar operasi selama tindakan anestesia umum
dan regional serta prosedur yang memerlukan tindakan sedasi.
b. Selama pemberian anestesia harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara
kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan,
serta didokumentasikan pada catatan anestesia.
c. Pengakhiran anestesia harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu
dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.
3. Pelayanan Pasca-Anestesia
a. Setiap pasien pasca tindakan anestesia harus dipindahkan ke ruang pulih (Unit
Rawat Pasca-anestesia/PACU) atau ekuivalennya kecuali atas perintah khusus
dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang bertanggung jawab terhadap
pasien tersebut, pasien juga dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis
(ICU/HCU).
b. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi salah satu atau lebih dari
tim pengelola anestesia. Selama pemindahan, pasien harus dipantau/dinilai
secara kontinual dan diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien.
c. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang
pulih dan disertai laporan kondisi pasien.
d. Kondisi pasien di ruang pulih harus dinilai secara kontinual.
e. Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang
pulih.
4. Anestesi Bronkhoskopi
Pemberian anestesi dimaksudkan agar selama dilakukan bronkhoskopi
penderita tidak merasa sakit, rileks dan tenang sehingga operator dapat bekerja
secara maksimal. Pada tindakan bronkhoskopi, anestesi diberikan dengan dua
macam cara, yaitu:
a.Anestesi lokal
1. Secara rutin semua tindakan bronkhoskopi menggunakan
anestesi lokal
2. Anestesi lokal diberikan 30 menit setelah premedikasi,
dengan menyemprotkan xylocain spray 10% pada pangkal
lidah, faring dan laring. Penyemprotan tidak boleh lebih
dari 20 kali semprotan.
3. Selanjutnya dilakukan instilasi lidocain 2% 4-6 cc dan
diharapkan lidocain ini dapat tersebar merata dikedua
bronkhus utama dan cabang-cabangnya.
4. Pemakain keseluruhan tidak boleh lebih dari 400 mg.
b. Anestesi umum
Pada umumnya tindakan bronkhoskopi tidak memerlukan anestesi
umum kecuali pada keadaan sebagai berikut :
1. Bila penderita sensitif atau peka terhadap obat-obat anestesi
lokal
2. Bila pemakaian bronkhoskopi memerlukan waktu yang
lama.
3. Obat sedasi yang digunakan pada tindakan bronkoskopi
haruslah mudah digunakan, memiliki onset cepat, durasi
aksi yang pendek, dan waktu pemulihan yang cepat. Pilihan
obat sedasi yang sering digunakan untuk tindakan
bronkoskopi adalah benzodiazepine, opioid, propofol.
Tindakan bronkoskopi memerlukan keterampilan khusus baik spesialis
anestesi maupun operator. Kesulitannya karena tindakan anestesi dan intervensi yang
dilakukan merupakan jalan napas. Dua-duanya bekerja pada jalan napas, oleh
karena itu mempertahankan oksigenasi dan menghindari hipoksemia
merupakan tujuan utama. Beberapa pilihan ventilasi dapat digunakan dan
bervariasi mulai dari nasal kanul and masker sampai LMA dan pipa endotrakeal,
masing-masing memiliki keuntungan dan kerugiannnya.
Bronkoskopi yang dilakukan dengan anestesi umum memerlukan penilaian
standar preoperatif. Pasien harus diperiksa dan diketahui termasuk dalam kategori
status fisik berapa menurut ASA (American Society of Anesthesiologists).
Penilaian preanestesi/preoperatif sama dengan pasien yang akan menjalani
pembedahan. Pemeriksaan fisis rutin dan laboratorium dasar serta faal koagulasi. Tes
fungsi paru harus dilakukan pada pasien yang memiliki obstruksi respirasi berat
dan perlu dilakukan pemeriksaan CT-Scan pada pasien hemoptoe apalagi yang
dicuriga menderita keganasan. Pemeriksaan gas darah dilakukan untuk
evaluasi pada beberapa pasien dengantujuan mengetahui keadaan hipokemia atau
hiperkarbia. Perhatian khusus untuk ahli anestesi pada buka mulut, rahang, dan
pergerakan leher dari pasien. Pasien yang sudah menderita dispneu dan
membutuhkan oksigen atau dengan hemodinamik yang tidak stabil memiliki
risiko tinggi terhadap komplikasi
intra dan pasca operatif.
Ketika diduga adanya benda asing pada jalan napas, penilaian pre-
operatif harus mencakup beberapa hal, yaitu :
1. Dimana benda asing tersebut: jika berada di trakea, dapat berisiko
terjadiya obstruksi total dan sebaiknya dilakukan tindakan segera di kamar
operasi.
2. Apa yang teraspirasi? Material organik dapatmengabsorbsi cairan dan
bengkak, minyak dari kacang dapat menyebabkan inflamasi lokal dan benda tajam
dapat menyebabkan luka pada jalan napas.
3. Kapan aspirasi terjadi? Edema jalan napas, granulasi jaringan ikat dan infeksi
dapat menghambat dan mempersulit dalam ekstraksi.
4. Waktu makan terakhir harus diketahui untuk meghindari risiko aspirasi
lagi.
5. Potensi jalan napas harus dapat dikuasai.
Ketika benda asing yang diaspirasi tidak menyebabkan obstruksi jalan napas
distal atau menyebabkan obstruksi jalan napas distal minimal, terdapat waktu yang
dapat digunakan untuk mempuasakan pasien dan melengkapi persiapan lain
untuk bronkoskopi. Waktu puasa yang optimal adalah 4-6 jam untuk makanan
padat dan 2 jam untuk cairan bening. Puasa penting untuk mengurangi risiko
aspirasi lanjut karena jalan napas tidak dapat diproteksi penuh selama pelaksanaan
prosedur.
Anestesi topikal yang diberikan adalah hand-nebulized lidokaindan lidokain
jelly sebagai pelumas, serta instilasi 3 ml lidokain 1% atau 2% di karina utama
dan jika dibutuhkan hingga ke saluran napas bawah, dosis lidokain maksimal 45
mg/kg. Midazolam diberikan dengan titrasi dosis hingga menghasilkan sedasi
ringandosis total jangan lebih dari 20 mg. Jenis dan kadar sedasi yang diberikan pada
prosedur bronkoskopi ditentukan oleh keadaan klinis pasien, analgesia atau
bahkan relaksan otot untuk mempertahankan oksigenasi dan mencegah pasien
yang berusaha melawan ventilator.
Golongan narkotika sintetis seperti alfentanil atau fentanil akan menekan
batuk dan memberi efek analgesia yang cukup. Sedasi dapat diberikan
benzodiazepin atau propofol sedangkan beberapa pasien hanya membutuhkan sedasi
ringan dengan anestesi topikal menggunakan suntikan lignokain selama bronkoskopi.
Premedikasi umumnya menggunakan obat-obat antisialogogue (injeksi atropin
10mcg/kgBB IM/IV), benzodiazepin (midazolam 0.05 –0.07 mg/kg iv), dan
bronkodilator.
Anestesia yang ideal terdiri dari hipnosis, analgesia, dan relaksasi otot. Untuk
premedikasi, obat yang sering digunakan yaitu antikolinergik seperti atropin atau glycol
pyrrolate, benzodiazepine seperti midazolam, dan bronkodilator. Ventilasi pada
bronkoskopi merupakan hal yang menantang bagi ahli anestesi. Pasien yang diindikasikan
untuk dilakukan tindakan bronkoskopi biasanya memiliki status pulmonal yang berada
pada batas bawah. Pilihan metode ventilasi pada tindakan bronkoskopi adalah oksigenasi
apnoeik, bantuan ventilasi spontan, ventilasi terkontrol. Pemantauan yang dilakukan
selama tindakan yaitu elektrokardiogram, oksimetri, denyut nadi, dan tekanan darah.
Pada bronkoskopi rigid, pilihan obat untuk induksi anestesi adalah propofol,
etomidate, atau ketamine dengan fentanil atau remifentanil pada orang dewasa atau agen
inhalasi pada anak. Pada bronkoskopi fleksibel, sedasi yang diberikan adalah level
sedang. Sedasi diberikan ketika pasien merespon perintah verbal. Pada bronkoskopi
fleksibel, anestesi topikal sangatlah penting untuk diberikan dengan tujuan membuat
pasien lebih nyaman. Anestesi lokal diberikan pada hidung, orofaring, dan hipofaring.
Lignocaine merupakan agen yang sering digunakan dalam anestesi topikal selama
tindakan bronkoskopi fleksibel.
b. Tahap II
1. Test lidocain 2% 0.1 cc intracutan dan dibaca setelah 15 menit
2. Diberikan dipenhydramin 1 cc (10 mg) dan sulfas atropine 2 amp (0.5 mg)
intramuscular dan ditunggu selama 30 menit
3. Lepas gigi palsu kalau ada (agar tidak tertelan saat penderita batuk, selama
dilakukan tindakan bronkhoskopi)
4. Sesudah 30 menit dilakukan lokal anestesi dengan pemberian xylocain
spray 10% pada pangkal lidah dengan dosis tidak boleh lebih dari 20 kali
semprotan
5. Instilasi lidocain 2% sebanyak 4-6 cc pada plika vokalis dan trakea.
Pemakaian lidocain tidak boleh lebih dari 400 mg
6. Penderita ditidurkan dimeja operasi dengan posisi terlentang dan mata
ditutup dengan mitella
7. Dipasang oxymeter untuk memonitor nadi dan saturasi oksigen
8. Diberikan oksigen 2 lpm melalui nasal kanul
9. Mouth piece (pengaman gigi) dipasang, selanjutnya operator memasukkan
ujung bronkhoskop yang sudah diolesu jelly (lubricating gel) kedalam
mulut melalui mouth piece
10. Posisi perawat berdiri disebelah kiri penderita dan dokter untuk
memudahkan membantu pelaksanaan tindakan tersebut
11. Skop masuk malalui plika vokalis, trakea, karina utama, bronkhus dan
cabang-cabangnya
12. Pada cabang bronkhus yang diduga ada kelainan dilakukan pengambilan
specimen dengan cara :
a) Aspirasi Biopsi
Pengambilan specimen dengan cara memasukkan jarum
panjang ditempat yang dicurigai ada keganasan, dihisap dengan
disp spuit 50 cc dan specimen disemprotkan diatas ojek glass.