LP Overdosis, Lia Kurnia Utami

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan Overdosis dan Keracunan

Keperawatan Gawat Darurat

DI BUAT OLEH :

NAMA : Lia Kurnia Utami

NPM : 21149011517

Mata kuliah : Keperawatan gawat darurat

Dosen : Ns. Husin, S.Kep., M.Kes

PROGRAM STUDI : PROFESI NERS

STIKES BINA HUSADA PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2021-2022

LAPORAN PENDAHULUAN OVERDOSIS


1. DEFINISI

Overdosis merupakan keracunan pada penggunaan obat baik yang tidak disengaja maupun
disengaja dengan maksud bunuh diri. Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang
mengalami gejala terjadinya keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang
melebihi dosis yang bisa diterima oleh tubuh.Overdosis obat sering disangkutkan dengan
terjadinya heroin digunakan bersama alcohol. Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh
mengalami keracunan akibat obat. OD sering terjadi bila menggunakan narkoba dalam jumlah
banyak dengan rentang waktu terlalu singkat, biasanya digunakan secara bersamaan antara
putaw, pil, heroin digunakan bersama alkohol. Atau menelan obat tidur seperti golongan
barbiturat (luminal) atau obat penenang (valium, xanax, mogadon/BK). Overdosis/intoksikasi
adalah kondisi fisik dan perilaku abnormal akibat penggunaan zat yg dosisnya melebihi batas
toleransi tubuh.

2. ETIOLOGI

Keadaan ini sering terjadi dan faktor penyebabnya adalah :

2.1. Usia.

Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi kesalahan dosis karena
lansia minum lagi

2.2. Merek dagang.

Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama, sehingga pasien bingung, misalnya furosemid
(antidiuretik) dikenal sebagai lasix, uremia dan unex.

2.3 Penyakit.

Penyakit yang menurunkan metabolisme obat dihati atau sekresi obat melalui ginjal akan
meracuni darah.

2.4 Gangguan emosi dan mental.

Menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate,
antidepresan dan tranquilizer.
2.5 Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi putau hamper
bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium, megadom/ BK, dll.

2.6 Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya jika seseorang
memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi

apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya kemungkinan besar terjadi
OD.

2.7 Kualitas barang dikonsumsi berbeda.

2.2 Faktor ketidakpatuhan terhadap pengobatan :

2.1 Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu

2.2 Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan
sehubungan dengan prognosisnya

2.3 Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit

2.4 Mahalnya harga obat

2.5 Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin bertanggung jawab atas
pembelian atau pemberian obat itu kepada pasien

2.6 Efek samping dapat timbul akibat menaikan dosis obat yang biasanya tidak bereaksi,
mengganti cara pemberian obat, atau memakai obat dengan merek dagang lain.

Keracunan obat dapat terjadi, baik pada penggunaan untuk maksud terapi maupun pada
penyalahgunaan obat.Keracunan pada penggunaan obat untuk maksud terapi dapat terjadi karena
dosis yang berlebih (overdosis) baik yang tidak disengaja maupun disengaja dengan maksud
bunuh diri, karena efek samping obat yang tidak diharapkan dan sebagai akibat interaksi
beberapa obat yang digunakan secara bersama-sama.Kematian akibat penggunaan obat jarang
terjadi.
Hal yang dapat menimbulkan reaksi dan mungkin mengakibatkan kematian, terutama pada
penggunaan obat secara IV, penggunaan obat golongan depresan, penisilin dan turunannya,
golongan anti koagulan, obat jantung, kklorida golongan diuretik dan insulin.

3. MANIFESTASI KLINIS

Yang paling menonjol adalah kelainan visus,hiperaktifitas kelenjar ludah,keringat dan gangguan
saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas.

Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada
lidah,kelopak mata,pupil miosis. Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram
perut, hipersaliva, hiperhidrosis,fasikulasi otot dan bradikardi. Keracunan berat : diare, pupil pi-
poin, reaksi cahaya negatif,sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces,
kovulsi,koma, blockade jantung akhirnya meningal.

4. PATOFISIOLOGI

IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetikolinesterase tubuh (KhE).Dalam
keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid(AKH) dengan jalan
mengikat Akh –KhE yang bersifat inaktif.Bila konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO-
KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu,
sehingga timbul gejala gejala ransangan Akh yang berlebihan,yang akan menimbulkan efek
muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP ) Pada keracunan
IFO,ikatan Ikatan IFO – KhE bersifat menetap (ireversibel),sedangkan keracunan carbamate
ikatan ini bersifat sementara (reversible).

Secara farmakologis efek Akh dapat dibagi 3 golongan :

1. Muskarini,terutama pada saluran pencernaan,kelenjar ludah dan keringat,pupil,bronkus dan


jantung.

2.Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola mata,lidah,kelopak mata dan otot pernafasan.

3. SSP, menimbulkan nyeri kepala,perubahan emosi,kejang- kejang(Konvulsi) sampai koma.

5. KOMPLIKASI
5.1 Gagal ginjal

5.2 Kerusakan hati

5.3 Gangguan pencernaan

5.4 Gangguan pernafasan

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

6.1 Laboratorik. Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting untuk
memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik (Menurun sekian % dari harga normal
). Kercunan akut : Ringan : 40 - 70 % Sedang : 20 - 40 % Berat : < 20 % Keracunan kronik bila
kadar KhE menurun sampai 25 - 50 % setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini
harus segara disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kemballi kadar KhE telah meningkat > 75
%N

6.2 Patologi Anatomi ( PA ). Pada keracunan acut,hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak
khas.sering hanya ditemukan edema paru,dilatsi kapiler,hiperemi paru,otak dan organ-oragan
lainnya.

7. PENATALAKSANAAN

7.1 Tindakan emergensi Airway : Bebask an jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontanatau pernapasan
tidak adekuat. Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi
jaringan.

7.2 Identifikasi penyebab keracunan Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usahamencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha- usaha
penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.

7.3 Eliminasi racun. Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara: 7.3.1 Rangsang muntah akan
sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama sesudah menelanbahan beracun, bila
sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsangmuntah kecuali bila bahan beracun tersebut
mempunyai efek yang menghambatmotilitas (memperpanjang pengosongan) lambung. Rangsang
muntah dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang palatum mole atau dinding belakang
faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat- obatan :

a). Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.

b). Apomorphine Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%,dapat


menyebabkanmuntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara
subkutan. Kontraindikasi rangsang muntah :

7.3.1 Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut mengandungbahan-bahan yang


berbahaya seperti camphor, produk-produk yang mengandunghalogenat atau aromatik, logam
berat dan pestisida, Keracunan bahan korossif Keracunan bahan - bahan perangsang CNS ( CNS
stimulant, seperti strichnin)

7.3.2 Penderita kejang

7.3.3 Penderita dengan gangguan kesadaran.

7.3.2 Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah menelan bahan
beracun, kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat pengosonganl ambung. Kumbah
lambung seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada :

7.3.2.1Keracunan bahan korosif

7.3.2.2 Keracunan hidrokarbon

7.3.2.3 Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau penderita- penderita dengan
resiko aspirasi jalan nafas harus dilindungi dengan cara pemasangan pipa endotracheal.

Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri, kemudian di masukkan pipa
orogastrik dengan ukuran yang sesuai dengan pasien, pencucian lambung dilakukan dengan
cairan garam fisiologis (normal saline/ PZ ) atau ½ normal saline 100 ml atau kurang
berulangulang sampai bersih.

7.3.3 Pemberian Norit ( activated charcoal ) Jangan diberikan bersama obat muntah, pemberian
norit harus menunggu paling tidak 30 – 60 menit sesudah emesis. Indikasi pemberian norit untuk
keracunan :
7.3.3.1 Obat2 analgesik/ antiinflammasi : acetamenophen, salisilat,antiinflamasi non
steroid,morphine,propoxyphene.·

7.3.3.2 Anticonvulsants/ sedative : barbiturat, carbamazepine,chlordiazepoxide, diazepam


phenytoin, sodium valproate.

7.3.3.3 Lain-lain : amphetamine, chlorpheniramine, cocaine, digitalis,quinine, theophylline,


cyclic anti – depressants Norit tidakefektif pada keracunan Fe, lithium, cyanida,asambasa kuat
dan alkohol.

7.3.3.4 CatharsisEfektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan bila ada gagal ginjal,diare
yang berat ( severe diarrhea ), ileus paralitik atau trauma abdomen.

7.3.3.5 Diuretika paksa ( Forced diuretic ) Diberikan pada keracunan salisilat dan phenobarbital (
alkalinisasi urine ).Tujuan adalah untuk mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam,hati-hati
jangan sampai terjadi overload cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum pada
pemberian diuresis paksa.Kontraindikasi : udema otak dan gagal ginjal 7.3.4 Pemberan
antidotum kalau mungkin Pengobatan SupportifPemberian cairan dan elektrolit Perhatikan
nutrisi penderitaPengobatan elektrolitdsb.)

8. PATHWAY

simtomatik

(kejang, hipoglikemia, kelainan)

9. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

9.1 Pengkajian

9.1.1 Primary survey Sebelum penyalahgunaan terjadi biasanya dalam bentuk pendidikan,
penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui kekuarga, dan lain-lain.
Instansi pemerintah seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap intervensi ini.
Kegiatan yang dilakukan seputar pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi KTE yang
di tunjukkan kepada remaja langsung dan keluarga.
B1 : Breath, kaji pernapasana klien. Apakah klien mengalami gangguan dalam bernapas

B2 : Blood, kaji apakah terjadi perdarahan yang menyumbat jalan napas dan cek tekanan darah
pasien.

B3 : Brain, kaji apakah klien mengalami gangguan pada proses berfikir.

B4 : Bladder, kaji apakah ada terjadi kerusakan pada daerah ginjal yang dikarenakan overdosis
karna keasaman obat tersebut.

B5 : Bowel, kaji intake dan output pasien

9.1.2 Airway support Pada klien dengan overdosis yang perlu diperhatikan adalah ada tidaknya
sumbatan pada jalan napas seperti lidah. Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan
napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi ini lidah klien akan terjatuh ke belakang rongga
mulut. Hal ini akan mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas. Sebelum diberikan
bantuan pernapasan, jalan napas harus terbuka. Teknik yg dapat digunakan adalah cross finger
(silang jari). Jika terdapat sumbatan bersihkan dengan teknik finger sweep (sapuan jari).

Gbr. 3.1 cross finger

Gbr. 3.2 finger sweep

Adapun Teknik untuk membuka jalan napas : 9.1.2.1

Head tilt / chin lift Teknik ini dapat digunakan jika penderita tidak mengalami cedera kepala,
leher dan tulang belakang

Gbr. 3.3 headtilt/chinlift

9.1.2.2 Jaw trust

Gbr. 3.4 jaw trust

9.1.3 Breathing support Setelah dipastikan bahwa jalan napas aman, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan penilaian status pernapasan klien, apakah masih bernapas atau tidak. Teknik
yg digunakan adalah LOOK, LISTEN and FEEL (LLF). LLF dilakukan tidak lebih dari 10
menit, jika klien masih bernapas, tindakan yg dilakukan adalah pertahankan jalan napas agar
tetap terbuka, jika klien tidak bernapas, berikan 2 x bantuan pernapasan dgn volume yg cukup.

9.1.4 Circulation support Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi
dada luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu untuk
mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru agar dapat
berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life support).

9.1.5 Disability Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi tingkatan kesadaran dan
GCS, dan ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital.

9.1.6 Exposure Lakukan pengkajian head to toe.

9.1.7 Folley kateter Pemasangan kateter pada klien overdosis biasanya dilakukan untuk
melakukan perhitungan balance cairan.

9.1.8 Gastric tube Salah satu Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah kumbah lambung yang
bertujuan untuk membersihkan lambung serta menghilangkan racun dari dalam lambung.
Prosedur kumbah lambung :

9.1.8.1 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

9.1.8.2 Membawa alat dekat pasien

9.1.8.3 Atur posisi pasien dalam sikap fowler bila sadar

9.1.8.4 Pasang sampiran

9.1.8.5 Pasang pengalas : satu dibawah dagu klien yg dipentingkan dbagian punggung dan satu
diletakkan pada sisi dimana ember diletakkan

9.1.8.6 Letakkan ember diatas kain pel d bawah TT

9.1.8.7 Perawat cuci tangan dan masang sarung tangan

9.1.8.8 Ambil selang sende langsung dan keluarkan air dari dalam selang
9.1.8.9 Selang diukur dari epigastrika mulut ditambah dari mulut kebawah telinga ( 40-45 cm)
kemudian diberikan tanda

9.1.8.10 Memasang selang yang telah diklem perlahan-lahan kedalam lambung melalui mulut
9.1.8.11 Pastikan apakah selang lambung benar-benar telah masuk kedalam lambung dengan
cara memasukkan pangkalnya kedalam air dan klem dibuka. Jika tidak ada gelembung udara
yang keluar maka selang sudah masuk kedalam lambung. Sebaiknya jika ada udara yang keluar
berarti sonde dimasukkan keparu-paru

9.1.8.12 Atur posisi pasien, berbaring tanpa bantal dengan kepala lebih rendah

9.1.8.13 Kosongkan isi lambung dengan cara merendahkan dan mengarahkan sonde kedalam
ember.

9.1.8.14 Jepit selang dan pasang corong pada pangkal selang lambut / spuit besar (100 cc), tinggi
corong/spuit + 30 cm diatas lambung, kemudian menuangkan cairan perlahan-lahan + 500 cc
kedalam corong yang sedikit dimiringkan sambil klem dibuka.

9.1.8.15 Sebelum cairan terakhir dalam corong/spuit habis, cairan yang masuk tadi keluarkan
kembali dengan cara merendahkan corong dan tuangkan kedalam ember (jangan terlalu rendah
agar selaput lender lambung tidak hisap masuk kedalam selang lambung

9.1.8.16 Lakukan berulang-ulang sampai cairan yang keluar kelihatan jernih kemudian pangkal
selang lambung.

9.1.8.17 Keluar kan selang lambung perlahan-lahan dengan cara menarik sonde berlahan-lahan,
kemudian selang + corong di masukkan dalam kom.

9.1.8.18 Beri air untuk kumur kepada klien, kemudian mulut dan sekitarnya dibersihkan dengan
tissue

9.1.8.19 Angkat pengalas dan rapikan klien

9.1.8.20 Bersih kan alat-alat dan perawat cuci tangan

9.1.9 Heart monitor Lakukan pemantauan peningkatan detak jantung, peningkatan tekanan darah
dan kerusakan sistem kardiovaskuler.
Setelah primary survey dan intervensi krisis selesai, perawat harus mengkaji riwayat pasien :

A : Allergies ( jika pasien tidak dapat memberikan informasi perawat bisa menanyakan keluarga
atau teman dekat tentang riwayat alergi pasien )

M : Medication ( overdosis obat : ekstasi )

P : Past medical history ( riwayat medis lalu seperti masalah kardiovaskuler atau pernapasan

L : Last oral intake ( obat terakhir yang dikonsumsi : ekstasi)

E : Even ( kejadian overdosisnya obat, dekskripsi gejala, keluhan utama, dan mekanisme
overdosis)

9.1.10 Secondary survey Pada saat penggunaan sesudah terjadi dan diperlukan upaya
penyembuhan (treatmen). Fase ini meliputi : fase penerimaan awal (intialintek) antara 1-3 hari
dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental dan fase detoksifikasi dan terapi komplikasi
medic, antara 1-3 minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif
secara bertahap. Tindakan yang harus dilakukan adalah melakukan tindakan keperawatan head to
toe.

9.2 Diagnosa Keperawatan

9.2.1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d intoksikasi

9.2.2 Pola napas tidak efektif b.d depresi susunan syaraf pusat

9.2.3 Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
9.2.4 Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (konsumsi psikotropika yang
berlebihan secara terus menerus)

9.2.5 Resiko distress pernapasan b.d asidosis metabolik

9.3 Intervensi Keperawatan


9.3.1 Diagnosa 1 Tujuan : pasien menunjukkan bersihan jalan napas yang efektif Kriteria :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, pasien menunjukkan kemudahan
bernapas, pergerakan sumbatan keluar dari jalan napas Intervensi :

1. Kaji frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan

2. Pengisapan jalan napas : mengeluarkan sekret dari jalan napas dengan memasukkan sebuah
kateter pengisap ke dalam jalan napas oral dan/atau trakea

3. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan
ventilasi dan adanya suara napas tambahan

4. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti warna, karakter
jumlah dan bau

5. Konsultasikan dengan tim medis dalam pemerian oksigen, jika perlu

9.3.2 Diagnosa 2 Tujuan : Pasien menunjukkan pola pernapasan efektif Kriteria : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, pasien menunjukkan status pernapasan :
status ventilasi dan pernapasan yang tidak terganggu, kedalaman inspirasi dan kemudahan
bernapas Intervensi :

1. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernapasan

2. Pantau pola pernapasan

3. Auskultasi suara napas, perhatikan area penurunan/tidak adanya ventilasi dan adanya suara
napas tambahan

4. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola
pernapasan

9.3.3 Diagnosa 3 Tujuan : keadekuatan aliran darah melalui pembuluh darah kecul ekstremitas
untuk mempertahankan fungsi jaringan.

Kriteria : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam suhu, hidrasi, warna kulit, nadi
perifer, tekanan darah, dan pengisisan kapiler baik dan lancar dan dalam batas normal Intervensi:
1. Kaji terhadap sirkulasi perifer pasien (nadi perifer, edema, warna, suhu dan pengisisan ulang
kapiler pada ekstremitas)

2. Manajemen sensasi perifer

3. Ajarkan pasien / keluarga tentang : menghindari suhu ekstrempada ekstremitas

4. Kolaborasi : berikan obat antitrombosit atau antikoagulan

9.3.4 Diagnosa 4 Tujuan : pengembalian volume cairan klien Kriteria :

setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam hidrasi adekuat dan status nutrisi adekuat
maupun keseimbangan cairan pasien dalam batas normal Intervensi :

1. Pantau cairan elektrolit pasien (intake/output)

2. Manajemen cairan (timbang berat badan, ttv, intake/output)

3. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus

4. Kolaborasi : laporkan dan catat haluaran kurang/lebih dari batas normal dan berikan terapi IV
sesuai program.

9.3.5 Diagnosa 5 Tujuan :Pasien mempertahankan pernapasannya secara efektif .

Kriteria : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, pasien bebas dari sianosis
dan tanda – tanda syok. Intervensi :

1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan

2. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya (semi/fowler)

3. Anjurkan pasien melakukan latihan napas dalam

4. Kolaborasi : pemberian oksigen (non rebirthing)


DAFTAR PUSTAKA

Http://scrib.com/askepkeracunanobat di akses tanggal 20 Oktober 2019 pukul 22.00 wita


Banjarmasin, Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai