3rega-Kelompok 8 - Askep Overdosis

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

OVERDOSIS

DOSEN PEMBIMBING :
HEPTA NUR ANUGRAHINI S.KEP NS M.KEP

DISUSUN OLEH :
1. CERLINA FEBRIATI (P27820118002)
2. RESYAWALDI WAHYU UTOMO (P27820118004)

ALLPPT.com _ Free PowerPoint Templates, Diagrams and Charts


Definisi

Overdosis keadaan dimana seseorang mengalami gejala keracunan yan


g mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang melebihi dosis yang bisa
diterima oleh tubuh.

Keracunan adalah keadaan patologik yang disebabkan obat, serum, alk


ohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Keracunan dapat dia
kibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja, tindakan yang disen
gaja seperti usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu yang meru
pakan tindakan kriminal.
Klasifikasi atau jenis overdosis obat
 IFO (Insektida fosfat organik)
Keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manus
ia menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Termasuk peptisi
da ini adalah insektisida. Ada 2 macam insektisida yang paling benyak digun
akan dalam pertanian :
a) Insektisida hidrokarbon khlorin ( IHK=Chlorinated Hydrocarbon )
b) Insektida fosfat organik ( IFO =Organo Phosphatase insectisida )

 Karbon monoksida
Keracunan karbon monoksida adalah kondisi di mana seseorang mengalami ker
acunan akibat terlalu banyak menghirup karbon monoksida.

 NAPZA
Napza singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat / bahan adiktif lainn
ya adalah bahan/zat/obat bila masuk kedalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terut
ama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan, psiki
s, dan menyebabkan ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap
NAPZA.
Etiologi
Keracunan obat dapat terjadi, pada penggunaan untuk terapi maupun
pada penyalahgunaan obat. Overdosis sering terjadi dikarenakan beber
apa faktor yaitu :
1. Usia Lansia
2. Merek dagang.
3. Penyakit
4. Gangguan emosi dan mental
5. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi
6. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya
Manifestasi Klinis
• IFO
Yang menonjol adalah kelainan visus, hiperaktifitas kelenjar ludah, berkeringat
dan gangguan saluran pencernaan, penurunan pernafasan serta penurunan CNS ( Ce
ntral Nervous System/Sistem Saraf Pusat).

Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada
lidah,kelopak mata,pupil miosis.

Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva,


hiperhidrosis,fasikulasi otot dan bradikardi.

Keracunan berat : diare, pupil pinpoint/miosis, reaksi cahaya negatif, sesak nafas,
sianosis, edema paru, inkontenesia urine dan feces, konvulsi, koma, blockade jantun
g akhirnya meningal.
• NAPZA
Secara umum, manifestasi klinis dari pemakaian NAPZA adalah :
1. Perubahan Fisik
2. Perubahan sikap dan perilaku

• KARBON MONOKSIDA
Saat keracunan karbon monoksida, seseorang akan mengalami
hipoksia atau kekurangan oksigen. Gejala klinis dari saturasi darah oleh karbon
monoksida dapat dilihat pada table :
Konsentrasi CO dalam darah Gejala
Kurang dari 20 % Tidak ada gejala
20% Nafas menjadi sesak
30% Sakit kepala, lesu, mual, sakit perut, nadi dan pernafasan
menjadi meningkat
30% - 40% Sakit kepala berat, kebingungan, nyeri dada, hilang daya
ingat, lemah, hilang keseimbangan dan koordinasi tubuh
40% - 50% Kebingungan meningkat, setengah sadar
60% - 70% Tidak sadar, kehilangan daya mengontrol feces dan urin
70% - 89% Koma, nadi meningkat tidak teratur, kematian karena
kegagalan pernafasan
Patofisiologi
• IFO
IFO (Organo Phosphatase Insectisida) bekerja dengan cara menghambat (inakt
ivasi) enzim asetikolinesterase tubuh (KhE).Dalam keadaan normal enzim KhE beker
ja untuk menghidrolisis arakhnoid(AKH) dengan jalan mengikat Akh –KhE yang bersi
fat inaktif. Secara farmakologis efek Akh dapat dibagi 3 golongan :
1. Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupi
l, bronkus dan jantung.
2. Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan
otot pernafasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang (Konvulsi)
sampai koma.

• NAPZA
Overdosis atau keracunan NAPZA adalah pada sistem saraf pusat dengan akib
at penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler jug
a terganggu, karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah pe
rifer, dan sebagian karena depresi pusat kardiovaskular diotak.
Komplikasi
1. Gagal ginjal
2. Kerusakan hati
3. Gangguan pencernaan
4. Gangguan pernafasan
 
Pemeriksaan Penunjang
• IFO
 Laboratorium
Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting untuk
memastikan diagnosis keracunan. IFO akut maupun kronik (Menurun sekian % dari n
ilai normal).
a) Kercunan akut : Ringan : 40 - 70 %
b) Sedang : 20 - 40 %
c) Berat : < 20 %

 Patologi Anatomi (PA).


Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. sering
ditemukan edema paru, dilatsi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ-oragan lainny
a.

 Radiologi
Edema paru (ARDS) terjadi karena disebabkan oleh keracunan CO, sianid, opioi
d, paraquat, phencyclidine, hipnotik sedatif, atau salisilat, karena inhalasi gas irita
n, asap atau uap (ammonia, metal oksida, merkuri).
• NAPZA

 Laboratorium
Analisis urin, darah lengkap, cairan lambung serta sampel kimia dapat bergu
na untuk memastikan dugaan keracunan.

 EKG
EKG untuk mengarahkan diagnosis dan terapi. Bradikardi dan AV block dapat
terjadi pada pasien yang keracunan  agonis, antiaritmia,  blocker, calcium channel bl
ocker, obat kolinergik (karbamat dan insektisida organofosfat), glikosida jantung, litiu
m, magnesium, atau trisiklik antidepresan. Pemanjangan QRS dan interval QT dapat dis
ebabkan oleh hiperkalemia dan oleh obat-obat membran aktif.

 Radiologi
Densitas radioaktif dapat terlihat pada foto abdomen pada keracunan garam
kalsium, chloral hydrate, chlorinated hydrocarbons, logam berat, bungkus obat terlara
ng yang ditelan, bahan yang mengandung iodine, garam kalium, agen psychotherapeu
tic, litium, pheno-thiazines, tablet salut, atau salisilat.
• Karbon Monoksida
 EKG
(menunjukkan gambaran sinus takikardi dan perubahan segmen ST)

 Pemeriksaan Laboratorium
Rutin : Darah lengkap, glukosa, ureum/creatinin/elektrolit, analisa ga
s darah dengan kadar COHb, EKG 12 lead

 Foto rontgen thoraks


(pada cedera inhalasi yang berat, aspirasi paru, bronkopneumonia dan
edema paru)
Penatalaksanaan
IFO (Organo Phosphatase Insectisida)
 Tindakan emergensi
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas
spontan atau pernapasan tidak adekuat.
Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki
perfusi jaringan.
 Identifikasi penyebab keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, hendaknya usaha mencari
penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha penyelamatan penderita.
 Eliminasi racun. Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:
• Rangsang muntah
• Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah
menelan bahan beracun
• Pemberian Norit (activated charcoal) Jangan diberikan bersama obat munta
h, pemberian norit harus menunggu paling tidak 30 – 60 menit sesudah em
esis
• Pemberian antidotum kalau mungkin
Penatalaksanaan NAPZA
Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan
sampai pemulihan (rehabilitasi).
 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
1. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA kepada
masyarakat luas
2. Deteksi dini perubahan perilaku pengguna NAPZA
3. Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak pada
narkoba”
 Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
 Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan te
rpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan spiritual agar pe
ngguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai ke
mampuan fungsional seoptimal mungkin.
Penatalaksanaan Karbon monoksida
Penatalaksanaan berupa tindakan suportif dan pemberian terapi oksigen
1. Lakukan evaluasi dan terapi suportif jalan nafas
2. Lakukan intubasi orotrakhea bila terjadi gangguan ventilasi dan
oksigenasi
3. Berikan suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat erat ke w
ajah
4. Terapi antidotum : Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Weaver, dkk
(2002) menunjukkan bahwa 3 buah terapi oksigen hiperbarik yang
dilakukan dalam 24 jam berhasil menurunkan resiko gejala sisa berupa
kelainan kognitif dalam waktu 6 minggu dan 12 minggu setelah k
eracunan gas CO.
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Overdosis
• Pengkajian
 Pengkajian Primer (Primary Survey)
Pemeriksaan fisik berdasarkan prinsip ABCD 
1. A (Airway) = Kaji adanya sumbatan jalan nafas dan tanda-tanda bila terjadi ham
batan jalan nafas.
2. B (Breathing) = Setelah dipastikan bahwa jalan napas aman, maka langkah selan
jutnya adalah melakukan penilaian status pernapasan klien, apakah masih berna
pas atau tidak.
3. C (Circulation) = Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan ko
mpresi dada luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung.
4. D (Disability) = Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi tingkatan k
esadaran dan GCS, dan ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital.
 Secondary Survey
Primary survey dan resusitasi harus terselesaikan sebelum dilakukan secondary survey.
Jika selesai dilakukan primary survey kondisi pasien tidak stabil maka harus dilakukan
tahap pengulangan sampai kondisi pasien stabil.
 Anamnesa
1. Identitas Berisi nama klien, jenis kelamin, usia,
pendidikan, pekerjaan, status.
2. Keluhan Utama Biasanya mengeluh mual munta
h, diare, pusing, kehilangan keseimbangan, sesak napas, kejang, gelisah, dan halus
inasi
3. Riwayat penyakit saat ini Berisi tentang kapan terjad
inya keracunan obat, apa yang dirasakan dan apa yang dilakukan klien atau kel
uarga klien untuk mengatasinya.
4. Riwayat penyakit dahulu Kaji penyakit yang diderita
klien, gagal ginjal, jantung, penyakit yang menurunkan metabolisme obat di
hati penyakit lainnya yang memicu terjadinya keracunan obat atau overdosis.
5. Riwayat penyakit keluarga adakah penyakit keluarga
yang menurun atau penyakit seperti diderita pasien.
6. Pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual
Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium Analisis urin, darah lengka
p, cairan lambung, sampel kimia berguna memastikan dugaan ker
acunan.
2. EKG EKG berguna untuk mengarahka
n diagnosis dan terapi.
3. Radiologi Densitas radioaktif dapat terlihat
pada foto abdomen pada keracunan garam kalsium, chloral hydrat
e, chlorinated hydrocarbons, logam berat, bungkus obat terlarang ya
ng ditelan.
4. Patologi Anatomi (PA). Pada keracunan akut,
hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemuka
n edema paru, dilatsi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ-oragan
lainnya.
Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan d.d pola
napas abnormal,dyspnea
2. Hipovolemia b.d kekurangan cairan aktif (konsumsi psikotropik
a yang berlebihan secara terus menerus) d.d volume urine men
uru, tekanan darah menurun, membrane mukosa kering
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi (kera
cunan obat) d.d tampak meringis, sulit tidur
4. Intolransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan ke
butuhan oksigen d.d mengeluh lelah frekuensi jantung mening
kat >20% dari kondisi istirahat
Perencanaan Keperawatan
• Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan d.d pola napas
abnormal,dyspnea
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam maka
pola napas membaik dengan kriteria hasil
Kriteria hasil :
– Ventilasi semenit meningkat
– Dyspnea menurun
– Frekuensi napas membaik dan
– Kedalaman napas membaik
Intervensi :
 Monitor pola napas
Rasional : mengetahui kemampuan dalam bernafas, mengetahui intervensi
yang diambil
 Posisikan semi fowler
Rasional : posisi semi fowler membantu oksigen di dalam paru-paru
semakin meningkat sehingga meringankan kesulitan dalam bernafas
• Hipovolemia b.d kekurangan cairan aktif (konsumsi psikotropika yang
berlebihan secara terus menerus) d.d volume urine menuru, tekanan
darah menurun, membrane mukosa kering
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam maka
status cairan membaik membaik dengan kriteria hasil
Kriteria Hasil :
- Frekuensi nadi membaik
- Turgor kulit meningkat
- Output urine meningkat
Intervensi :
 Periksa tanda dan gejala hypovolemia
Rasional : penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi
urine, monitoring yang ketat pada urine < 600 ml/hari karena merupakan
tanda-tanda syok hipovolemik
 Monitor intake dan output cairan
Rasional : menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh untuk meringankan
fungsi ginjal dan mencegah dehidrasi
• Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi (keracunan o
bat) d.d tampak meringis, dan mengeluh nyeri
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam maka
control nyeri meningkat dengan kriteria hasil
Kriteria Hasil :
– Melaporkan nyeri terkontrol meningkat
– Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat
– Keluhan nyeri berkurang
Intervensi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, intensitas nyeri
Rasioanal : berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan, perubahan dan karakteristik nyeri.
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (ditraksi
atau nafas dalam)
Rasional : teknik relaksasi dan ditraksi dapat menurunkan nyeri dan
kecemasan
• Intolransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen d.d mengeluh lelah frekuensi jantung meningkat >20% dari k
ondisi istirahat
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka
toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil
Kriteria Hasil :
• Frekuensi nadi meningkat
• Keluhan lelah menurun
• Tanda-tanda vital membaik
Intervensi :
 Identikifasi gangguan fungsi tubuh yang menakibatkan kelelahan
Rasional : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons
fisiologi terhadap stress aktivitas, dan bila ada merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
 Monitor pola dan jam tidur
Rasional : untuk menilai pola tidur pasien, pola tidur yang cukup akan
membantu pasien dalam meningkatkan kesehatan.
Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan proses untuk memastikan terl
aksananya suatu pelaksanaan yang telah direncanakan. Pada int
ervensi keperawatan untuk melaksanakan rencana ke
perawatan terdapat 2 jenis tindakan yaitu tindakan mandiri da
n kolaborasi.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawat
an perawat menilai untuk menuntukan sejauh mana tujuan tercapa
i. Yaitu terdapat 3 penilaian
1. Tujuan belum tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tercapai

Anda mungkin juga menyukai