LP Cos
LP Cos
LP Cos
Disusun oleh :
FAKULTAS KESEHATAN
KOTA KEDIRI
2022
A. Definisi
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008), cedera kepala biasanya diakibatkan
salah satunya benturan atau kecelakaan. Sedangkan akibat dari terjadinya cedera
kepala yang paling fatal adalah kematian. Cedera kepala merupakan salah satu
masalah kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang
kompleks. Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat sementara maupun menetap,
seperti deficit kognitif, psikis, intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya.Hal
ini disebabkan oleh karena trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala
mulai dari bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak (Soertidewi,
2006).
B. Klasifikasi
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul
setelah cedera kepala. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek, secara
praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:
1. Mekanisme cedera kepala
Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera
kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil/motor, jatuh atau
pukulan benda tumpul.Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau
tusukan.Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera
termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2. Beratnya cedera
Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera
kepala.
a. Cedera kepala ringan (CKR) GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran
(pingsan) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde.
b. Cedera kepala sedang (CKS) GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia
retrograde lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
c. Cedera kepala berat (CKB) GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan
kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Morfologi cedera
Secara morfologi, kejadian cedera kepala dibagi menjadi:
a. Fraktur cranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT-Scan untuk memperjelas
garis frakturnya.
b. Lesi intracranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis
lesi sering terjadi bersamaan. Cedera otak difus umumnya menunjukkan
gambaran CT-Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita
sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma.
C. Etiologi
Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama terjadinya cedera
kepala adalah sebagai berikut:
1. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor bertabrakan
dengan kendaraan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan
atau kecederaan kepada pengguna jalan raya.
2. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke
bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakkan turun
turun maupun sesudah sampai ke tanah.
3. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksa).
D. Manifestasi klinis
Cedera kepala sedang (Diane C. Baughman dan Joann C. Hackley 2003)
1. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau hahkan
koma.
2. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit neurologik,
perubahan tanda-tanda vital (TTV), gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan
E. Patofisiologi
Trauma kranio serebral menyebabkan cedera pada kulit, tengkorak dan jaringan otak.
Ini bisa sendiri atau secara bersama-sama. Beberapa keadaan yang dapat empengeruhi
luasnya cedera kepala pada kepala, yaitu:
1. Lokasi dari tempat benturan lansung
2. Kecepatan dan energi yang dipindahkan
3. Daerah permukaan energy yang dipindahkan
4. Keadaan kepala saat benturan (Wahyu Widagdo, dkk, 2007)
Cedera kepala menyebabkan sebagian sel yang terkena benturan mati atau rusak
irreversible, proses ini disebut proses primer dan sel otak disekelilingnya akan
mengalami gangguan fungsional tetapi belum mati dan bila keadaan menguntungkan
sel akan sembuh dalam beberapa menit, jam atau hari. Proses selanjutnya disebut
proses patologi sekunder. Proses biokimiawi dan struktur massa yang rusak akan
menyebabkan kerusakan seluler yang luas pada sel yang cedera maupun sel yang tidak
cedera. Proses inflamasi terjadi segera setelah trauma yang ditandai dengan aktifasi
substansi mediator yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah, penurunan aliran
darah, dan permeabilitas kapiler yang meningkat. Hal ini menyebabkan akumulasi
cairan (edema) dan leukosit pada daerah trauma. Sel terbanyak yang berperan dalam
respon inflamasi adalah sel fagosit, terutama sel leukosit Polymorphonuclear (PMN),
yang terakumulasi dalam 30 - 60 menit yang memfagosit jaringan mati. Bila penyebab
respon inflamasi berlangsung melebihi waktu ini, antara waktu 5-6 jam akan terjadi
infiltrasi sel leukosit mononuklear, makrofag, dan limfosit. Makrofag ini membantu
aktivitas sel polymorphonuclear (PMN) dalam proses fagositosis (Riahi, 2006).
F. Komplikasi
1. Edema Pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal
dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema
paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan
tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat
tekanan darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran
darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan
bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat.
Hipotensi akan memburuk keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling
sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada
penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan
lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru
berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen
akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan tekanan
intracranial (TIK) lebih lanjut.
2. Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan
herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang
mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. Yang merupakan
komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal
jantung serta kematian.
3. Kejang pasca trauma
Kejang yang terjadi setelah masa trauma yang dialami pasien merupakan salah
satu komplikasi serius. Insidensinya sebanyak 10%, terjadi di awal cedera 4-25%
(dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari trauma). Faktor
risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim),
fraktur depresi kranium, kontusio serebri, glasglow coma scale (GCS) <10.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Foto Rontgen Polos
Pada cedera kepala perlu dibuat foto rontgen kepala dan kolumna vertebralis
servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi akibat benturan. Bila lesi terdapat di
daerah oksipital, buatkan foto anteriorposterior. Bila lesi terdapat di daerah frontal
buatkan foto posterioranterior. Bila lesi terdapat di daerah temporal, pariental atau
frontal lateral kiri, film diletakkan pada sisi kiri dan dibuat foto dari kanan ke kiri.
Kalau diduga ada fraktur basis kranii, maka dibuatkan foto basis kranii dengan
kepala menggantung dan sinar rontgen terarah tegak lurus pada garis antar
angulus mandibularis (tulang rahang bawah).
2. Computed Temografik Scan (CT-Scan)
Computed Temografik Scan (CT-Scan) kepala merupakan standard baku untuk
mendeteksi perdarahan intrakranial. Semua pasien dengan glasglow coma scale
(GCS) <12 sebaiknya menjalankan pemeriksaan Computed Temografik Scan
(CT-Scan), sedangkan pada pasien dengan glasglow coma scale (GCS) >12
Computed Temografik Scan (CT-Scan) dilakukan hanya dengan indikasi tertentu
seperti: nyeri kepala hebat, adanya tanda-tanda fraktur basis kranii, adanya
riwayat cedera yang berat, muntah lebih dari satu kali, penderita lansia (> 65
tahun) dengan penurunan kesadaran atau anamnesia, kejang, riwayat gangguan
vaskuler atau menggunakan obat-obat anti koagulen, rasa baal pada tubuh,
gangguan keseimbangan atau berjalan, gangguan orientasi, berbicara, membaca,
dan menulis.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah teknik pencitraan yang lebih sensitif dibandingkan dengan Computed
Temografik Scan (CT-Scan). Kelainan yang tidak tampak pada Computed
Temografik Scan (CT-Scan) dapat dilihat dengan Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Namun, dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih lama dibandingkan dengan
Computed Temografik Scan (CT-Scan) sehingga tidak sesuai dengan situasi
gawat darurat.
H. Penatalaksanaan
Menurut Sezanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare (2013), penatalaksanaan cedera
kepala adalah :
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurang vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Penanganan cedera kepala sedang
Beberapa ahli melakukan skoring cedera kepala sedang dengan Glasgow Coma
Scale Extended (GCSE) dengan menambahkan skala Postrauman Amnesia (PTA)
dengan sub skala 0-7 dimana skore 0 apabila mengalami amnesia lebih dari 3
bulan,dan skore 7 tidak ada amnesia. Bachelor (2003) membagi cedera kepala sedang
menjadi :
1. Risiko ringan : tidak ada gejala nyeri kepala, muntah dan dizziness
2. Risiko sedang ; ada riwayat penurunan kesadaran dan amnesia post trauma
3. Risiko tinggi : nyeri kepala hebat, mual yang menetap dan muntah
Penanganan cedera kepala sedang sering kali terlambat mendapat penanganan.
Karena gejala yang timbul sering tidak dikenali. Gejala terbanyak antara lain :
mudah lupa, mengantuk, nyeri kepala, gangguan konsentrasi dan dizziness.
Penatalaksanaan utamanya ditujukan pada penatalaksanaan gejala, strategi
kompensasi dan modifikasi lingkungan (terapi wicara dan okupasi) untuk
disfungsi kognitif ,dan psiko edukasi
I. Asuhan keperawatan teori
1. Pengkajian
a. Identitas : Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki lebih beresiko dua kali lipat
lebih besar daripada resiko pada wanita), usia (biasanya terjadi pada anak-anak
usia 2 bulan, usia 15 tahun hingga 24 tahun, dan lanjut usia), alamat, agama,
status perkawinan, pendidikan, tanggal MRS.
b. Keluhan utama : Keluhan utama pada pasien Cedera Otak Sedang adalah
gangguan penurunan tingkat kesadaran, sakit kepala ( pusing ), mual, dan
muntah.
c. Riwayat penyakit sekarang : Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala
akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma langsung ke
kepala. Pengkajian yang didapat, meliputi tingkat kesadaran menurun
(GCS<15), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak,
lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran pernapasan,
adanya likuor dari hidung dan telinga, serta kejang. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan di dalam
intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya
riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol berlebihan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu
yang menderita hipertensi dan diabetes melitus.
f. Pemeriksaan Fisik : Keadaan umum :Pada keadaan cedera kepala umumnya
mengalami penurunan kesadaran (cedera kapala ringan, GCS : 13-15; cedera
kepala sedang GCS : 9-12; cedera kepala berat, bila GCS kurang atau sama
dengan 8 dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
2. Intervensi
a. Perfusi jaringan serebral tidak efektif
Pemantauan tekanan intracranial
- Monitor peningkatan tekanan darah
- Monitor pelebaran tekanan nadi
- Monitor penurunan frekuensi jantung
- Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Monitor pelambatan atau ketidak simetrisan respon pupil
- Jrlaskan tujuan pemantauan
b. Resiko deficit nutrisi
Manajemen nutrisi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi makanan
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
- Monitor asupan makanan
- Berikan makanan yang lunak
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi
c. Resiko jatuh
Pencegahan jatuh
- Identifikasi resiko jatuh (mis. Unia > 65 tahun, penurunan tingkat
kesadaran)
- Identifikasi resiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
- Orientasiak ruanagn dan lingkungan ke keluarga pasien
- Pasang handrail tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis pada posisi terrendah