Pembagian Hadits Dari Segi Kualitas

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI KUALITAS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Ulumul Hadist
Dosen pengampu : Hj.Yuliana Khalfiah.M

Disusun Oleh :
Yunita Sari

(2111110509)

Anis Nanda Yulia

(21111110502)

M. Zaini

(2111110486)

PRODI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

TAHUN AKADEMIK 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penyusun
sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca.

Kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam


penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palangka Raya, 13 April 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................1
A.Latar Belakang..............................................................................................1
B.Rumusan Masalah .........................................................................................1
C.Tujuan Pembahasan ......................................................................................1
BAB II ..................................................................................................................2
A.Hadist Shahih................................................................................................2
B.Hadist Hasan .................................................................................................5
C. Hadist Dhaif .................................................................................................7
BAB III...............................................................................................................12
A.Kesimpulan .............................................................................................12
B.Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua telah dibukukan pada
masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khilafah kelima Bani Umayyah.
Sedangkan sebelumnya hadits– hadits Nabi SAW masih terdengar dalam ingatan
para sahabat untuk kepentingan dan pegangan mereka sendiri. Umat Islam di
dunia harus menyadari bahwa hadits Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup
yang kedua setelah AlQur‟an. Tingkah laku manusia yaang tidak ditegaskan
ketentuan hukumnya, cara mengamalkannya, tidak dirinci dengan ayat
AlQur‟an secara mutlak dan secara jelas, hal ini membuat para muhaditsin sadar
akan perlunya mencari penyelesaian dalam hal tersebut dengan al-hadits.

B.Rumusan Masalah

1.Apa itu hadist shahih

2.Apa itu hadist hasan

3.Apa itu hadist dha’if

C.Tujuan Pembahasan

1.Untuk mengetahui hadist shahih

2.Untuk mengetahui hadist hasan

3.Untuk mengetahui hadist dha’if

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.Hadist Shahih

1. Pengertian Hadits Shahih

Kata shahih menurut bahasa dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa


shihhatan wa shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat,
yang benar, yang sah dan yang benar. Para ulama‟ biasa menyebut kata shahih
itu sebagai lawan kata dari kata saqim (sakit). Maka hadits shahih menurut
bahasa berarti hadits yang sah, hadits yang sehat atau hadits yang selamat.

Hadits Shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah, sebagai berikut :


“Hadits yang disandarkan kepada Nabi saw yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan leh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad, tidak
ada kejanggalan dan tidak ber‟illat”.

Ibnu Hajar al-Asqalani, mendefinisikan lebih ringkas yaitu : 347


“Hadits yang diriwayatkan oleh orang–orang yang adil, sempurna
kedzabittannya, bersambung sanadnya, tidak ber‟illat dan tidak syadz”.

Dari kedua pengertian di atas maka dapat difahami bahwa hadits shahih
merupakan hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sanadnya
bersambung, perawinya yang adil, kuat ingatannya atau kecerdasannya, tidak ada
cacat atau rusak.

2. Syarat – syarat Hadits Shohih

Menurut ta‟rif muhadditsin, maka dapat difahami bahwa suatu hadits


dapat dikatakan shahih, apabila telah memenuhi lima syarat :

2
a. Sanadnya bersambung Yang dimaksudsanad bersambung adalah tiap–
tiap periwayatan dalam sanad hadits menerima periwayat hadits dari periwayat
terdekat sebelumnya, keadaan ini berlangsung demikian sampai akhir anad dari
hadits itu.

b. Periwayatan bersifat adil Adil di sini adalah periwayat seorang muslim


yang baligh, berakal sehat, selalu memelihara perbutan taat dan menjauhkan
diridari perbuatan – perbuatan maksiat.

c. Periwayatan bersifat dhabit Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya


tentang apa yang telah didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya
kapan saja ia menghendakinya.

d. Tida Janggal atau Syadz Adalah hadits yang tidak bertentangan dengan
hadits lain yang sudahdiketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.

e. Terhindar dari „illat (cacat) Adalah hadits yang tidak memiliki cacat,
yang disebabkan adanya hal – hal yang tidak bak, yang kelihatannya samar –
samar.

3. Pembagian Hadits Shahih

Para ulama‟ ahli hadits membagi hadits–hadits menjadi dua macam yaitu :

a. Hadits Shahih Li-Dzatih Ialah hadits shahih dengan sendiriya, artinya


hadits shahih yang memiliki lima syarat atau kiteria sebagaimana disebutkan
pada persyaratan di atas, atau hadits shahih adalah : “hadist yang melengkapi
setinggi-tinggi sifat yang mengharuskan kita menerimanya” Dengan demikian
penyebutan hadist shahih li dzatih dalam pemakaiannya sehari-hari pada
dasarnya cukup memakai sebutan dengan hadist shahih.

Adapun contoh hadist Li-dzatih , yang artinya “Dari Ibnu Umar ra.
Rasulullah SAW bersabda: “Dasar (pokok) Islam itu ada lima perkara : mengakui

3
tidak ada tuhan selain Allah dan mengaku bahwa Muhammad adalah Rasul Allah
, menegakkan Sholat (sembahyang), membayar zakat, menunaikan puasa dibulan
Ramadhan dan menunaikan ibadah haji” (HR. Bukhari dan Muslim).

Adapun contoh hadist Li-dzatih , yang artinya “Dari Ibnu Umar ra.
Rasulullah SAW bersabda: “Dasar (pokok) Islam itu ada lima perkara : mengakui
tidak ada tuhan selain Allah dan mengaku bahwa Muhammad adalah Rasul Allah
, menegakkan Sholat (sembahyang), membayar zakat, menunaikan puasa dibulan
Ramadhan dan menunaikan ibadah haji” (HR. Bukhari dan Muslim).

b. Kehujjahan Hadist Shahih Para Ulama‟ sependapat bahwa hadist


ahad yang shahih dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan syariat islam, namun
mereka berbeda pendapat, Apabila hadist kategori ini dijadikan untuk
menetapkan soal-soal aqidah. Perbedaan di atas berpangkal pada perbedaan
penilaian mereka tentang faedah yang diperoleh dari hadist ahad yang shahih,
yaitu apakah hadist semacam itu member faedah qoth‟i sebagaimana hadist
mutawatir, maka hadist-hadist tersebut dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan
masalah-masalah aqidah.Akan tetapi yang menganggap hanya member faidah
zhanni, berarti hadist-hadist tersebut tidak dapat dijadikan hujjah untuk
menetapkan soal ini. Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat, sebagai berikut:

Pertama : menurut sebagian ulama bahwa hadist shahih tidak memberi faidah
qath‟i sehingga tidak bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan soal aqidah.

Kedua : menurut An-Nawawi bahwa hadist-hadist shahih yang diriwayatkan


Bukhari dan Muslim memberikan qaidah qath‟i.

Ketiga : Pendapat Ibn Hazm, bahwa semua hadist shahih memberikan faidah
qath‟i, tanpa dibedakan apakah diriwayatkan oleh kedua ulama di atas atau bukan

4
jika memenuhi syarat ke shahih-hannya, adalah sama dalam memberikan
faidahnya.1

B.Hadist Hasan

1. Pengertian Hadist Hasan Menurut pendapat Ibnu Hajar,

”Hadist hasan adalah hadist yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang
kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat dan tidak ganjil.”2

Imam Tirmidzi mengartikan hadist hasan sebagai berikut : “Tiap-tiap


hadist yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada
matan-nya) tidak ada kejanggalan (syadz) dan (hadist tersebut) diriwayatkan pula
melalui jalan lain”.3

Dari uraian di atas maka dapat difahami bahwa hadist Hasan tidak
memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya kurang kesempurnaan hafalannya.
Disamping itu pula hadist hasan hampir sama dengan hadist shahih,
perbedaannya hanya mengenai hafalan, di mana hadist hasan rawinya tidak kuat
hafalannya.

2. Syarat-syarat Hadist Hasan

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suatu hadist yang


dikategorikan sebagai hadist hasan, yaitu:

a. Para perawinya yang adil,

b. Ke-Dhabith-an perawinya dibawah perawi Hadist shahih,

1
Paramita, Sintia. "PEMBAGIAN HADIS BERDASARKAN KUALITAS DAN
KUANTITAS SANAD."
2
Zufran Raman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber
Hukum Islam, Pedoman Ilmu Jaya, Cet- Ke-1, Jakarta, 1995, hal.40
3
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Dar Al-Fikr, Bairut, 1980, hal.76

5
c. Sanad-sanadnya bersambung,

d. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz,

e. Tidak mengandung „illat.

3. Pembagian Hadist Hasan

Para ulama hadist membagi Hasan menjadi dua bagian yaitu :

a. Hadist Hasan Li-Dzatih Yang dimaksud hadist hasan Li-Dzatih adalah


hadist hasan dengan sendirinya, yakni hadist yang telah memenuhi persyaratan
hadist hasan yang lima. Menurut Ibn Ash-Shalah, pada hadist hasan Li-Dzatih
para perawinya terkenal kebaikannya, akan tetapi daya ingatannya atau daya
kekuatan hafalan belum sampai kepada derajat hafalan para perawi yang shahih.
4
Contoh Hadist Hasan Li-Dzatih adalah sebagai berikut : Artinya :”Dari Ibnu
Umar r.a. Rasulullah SAW bersabda :Barang siapa menuntut ilmu pengetahuan
karena selain Allah atau bertujuan selain Allah maka, tempatnya di dalam
Neraka”.

b. Hadist Hasan Li-Ghairih Hadist Hasan Li-Ghairih adalah hadist yang


sanadnya tidak sepi dari seorang mastur-tak nyata keahliannya, bukan pelupa
yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikannya fasik dan
matan hadistnya adalah baik berdasarkan pernyataan yang semisal dan semakna
dari sesuatu segi yang lain”. Hadist Hasan Li-Ghairihi ialah Hadist Hasan yang
bukan dengan sendirinya, artinya Hadist yang menduduki kualitas Hasan, karena
dibantu oleh keterangan Hadist lain yang sanadnya Hasan. Jadi Hadist yang
pertama itu terangkat derajatnya oleh Hadist yang kedua, dan yang pertama itu
disebut Hadist Hasan. Contoh sebagai berikut : Rasulullah SAW, bersabda :Hak
bagi seorang Muslim mandi di hari Jum‟at, hendak mengusap salah seorang dari

4
Muhammad Jamal, ad-Din Al-Qasimi, Qowaid al-Tahdist Min
Funun Musthalahah al-Hadist, Dar al-Kutub, Bairut, 1979, hal.102

6
mereka wangi-wangian keluarganya, jika ia tidak memperoleh airpun cukup
dengan wangiwangian”.(H.R.Ahmad)5.Hadist dapat menjadi Hadist Hasan Li-
Ghairih, karena dibantu oleh Hadist yang lain semakna dengannya atau karena
banyak yang meriwayatkannya.

c. Kehujjahan Hadist Hasan Sebagaimana Hadist Shahih, menurut para


ulama ahli Hadist, bahwa Hadist Hasan, baik Hasan Li-dzatihi maupun Hasan
Li-Ghairihi, juga dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu hukum, harus
diamalkan. Hanya saja terdapat perbedaan pandangan diantara mereka dalam
soal penempatan Rutbah (urutannya), yang disebabkan oleh kualitasnya masing-
masing.

C. Hadist Dhaif

1. Pengertian Hadist Dhaif

Kata Dhaif menurut bahasa yang berarti lemah, sebagai lawan dari
Qawiy yang kuat. Sebagai lawan dari kata shahih, kata Dhaif secara bahasa
berarti Hadist yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat.6

Secara Terminilogis, para ulama mendefinisikan secara berbeda-beda.


Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama, Pendapat An-
Nawawi : “Hadist yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadist Shahih
dan syarat-syarat Hadist Hasan”.7

2. Pembagian Hadits Dhaif

5
Fathur Rahman, Iktisar Mushthalahu‟l Hadist, Al-Ma‟arif,
Bandung, Cet.V, 1987, hal.111
6
Utang Ranuwijaya,Op.Cit., hal. 176
7
An-Nawaawi, At-Taqrib Li An-Nawawi Fann Ushul Al-Hadist, Abd
Rahman Muhammad Kairo,tt,19.

7
a. Dhaif dari sudut sandaran matannya. Dhaif dari sudut sandaran matannya,
maka hal ini terbagi dua macam, yaitu:

1) Hadits Mauquf, ialah Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, berupa
perkataan, perbuatan dan taqrirnya.Sebagai contoh Ibnu Umar berkata: Bila kau
berada diwaktu sore, jangan menunggu datangnya diwaktu pagi hari, dan bila kau
berada diwaktu pagi jangan menunggu datangnya waktu sore hari, Ambillah dari
waktu sehatmu persediaan untuk waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu untuk
persediaan matimu.” (Riwayat Bukhari)”.

2) Hadits Maqhtu, ialah Hadits yang diriwayatkan dari Tabi‟in, berupa


perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Contoh : seperti perkataan Sufyan Ats-
Tsaury, seorang Tabi‟in: “Termasuk Sunnah, ialah mengerjakan sembahyang 12
rakaat setelah sembahyang idul fitri , dan 6 rakaat sembahyang idul Adha.

b. Dhaif dari sudut matannya. Hadits Syadz, ialah Hadits yang diriwayatkan oleh
para perawi yang tsiqah atau terpercaya, akan tetapi kandungan haditsnya
bertentangan dengan (kandungan Hadits) yang diriwayatkan oleh para perawi
yang lebih kuat ketsiqahannya.Contohnya, “Rasulullah SAW, bila telah selesai
sembahyang sunnat dua rakaat fajar, beliau berbaring miring diatas pinggang
kanannya.”

Hadits Bukhari diatas yang bersanad Abdullah bin Yazid, Said bin Abi
Ayyub, Abul Aswad, Urwah bin Zubair dan Aisyah r.a dan riwayat dari rawi-
rawi yang lain yang lebih tsiqah yang meriwayatkan atas dasar fiil (perbuatan
Nabi).

c. Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara bergantian.
Yang dimaksud bergantian disini adalah ke-Dhaifan tersebut kadang-kadang
terjadi pada sanad dan kadang-kadang pada matan, yang termasuk hadits yaitu:

8
1. Hadits Maqlub, ialah Hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahkan
hadits lain), disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan. Tukar
menukar yang dikarenakan mendahulukan sesuatu pada satu dan
mengakhirkan pada tempat lain, adakalanya terjadi pada matan hadits dan
adakalanya terjadi pada sanad hadits. Contoh: Tukar menukar yang
terjadi pada matan , Hadits Muslim dari Abu Hurairah r.a Artinya: “... dan
seseorang yang bersedekah dengan sesuatu yang sedekah yang
disembunyikan, hingga tangan kanannya tak mengetahui apa-apa yang
telah dibelanjakan oleh tangan kirinya”. Hadits ini terjadi pemutarbalikan
dengan Hadits riwayat Bukhari atau riwayat Muslim Sendiri, pada
tempat lain, yang berbunyi. “(hingga tangan, kirinya tak mengetahui apa-
apa yang dibelanjakan tangan kanannya.)”. Tukar menukar pada sanad
dapat terjadi, misalnya rawi Ka‟ab bin Murrah bertukar dengan Murrah
bin Ka‟ab dan Muslim bin Wahid, bertukar dengan Wahid dan Muslim.
2. Hadits Mudraf Kata Mudraf menurut bahasa artinya yang
disisipkan.Secara terminologi hadits mudraf ialah hadits yang
didalamnya terdapat sisipan atau tambahan.
3. Hadits Mushahhaf Hadits Muhahhaf ialah Hadits yang terdapat
perbedaan dengan hadits yang diriwayatkan oleh tsiqah, karena
didalamnya terdapat beberapa huruf yang diubah. Pengubahan ini juga
bias terjadi pada lafadz atau pada makna, sehingga maksud hadits
menjadi jauh berbeda dari makna, dan maksud semula. dari makna, dan
maksud semula

d. Dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama Yang termasuk
hadits dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama yaitu:

1) Hadits Maudhu Hadits yang disanadkan dari Rasululah SAW


secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan,
melakukan dan menetapkan.

9
2) Hadits Munkar Ialah hadits yang hanya diriwayatkan oleh
seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur”.
e. Dhaif dari segi persambungan sanadnya Hadits-hadits yang termasuk dalam
kategori Dhaif atau lemah dari sudut persambungan sanadnya ialah: Hadits
Mursal, Hadits Mungqathi‟, hadits Mu‟dhal, dan Hadits Mudallas.
1) Hadits Mursal
Hadits Mursal ialah hadits yang gugur sanadnya setelah tabi‟in. Yang
dimaksud gugur disini ialah nama sanad terakhir, yakni nama sahabat
tang tidak disebutkan, padahal sahabat adalah oang pertama menerima
Hadits dari Rasulullah SAW.
2) Hadits Mungqathi‟ Ialah Hadits yang gugur pada sanadnya. Seorang
perawi atau pada sanad tersebut disebutkan seorang yang tidak dikenal
namanya.
3) Hadits Mu‟dhal Hadits yang gugur dua sanadnya atau lebih, secara
berturut-turut, baik (gugurnya itu) antara sahabat dengan tabi‟in, atau
antara tabi‟in dengan tabi‟in.
f. Berhujjah dengan Hadits Dhaif Para ulama sepakat melarang meriwayatkan
hadits dhaif bukan maudhu. Adapun hadits dhaif bukan hadits maudhu‟ maka
diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan untuk berhujjah.
Dalam hal ini ada beberapa pendapat:
1. Melarang secara mutlak
2. Membolehkan Ibnu Hajar Al-Asqalani, ulama hadits yang
memeperbolehkan berhujjah dengan hadits dhaif untuk keutamaan amal,
memberikan syarat:
a. Hadits Dhaif itu tidak keterlaluan.
b. Dasar Amal yang ditunjukan oleh hadits Dhaif tersebut, masih
dibawah suatu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat
diamalkan (Shahih atau Hasan)

10
c. Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan bahwa hadits
tersebut benar-benar bersumber dari Nabi. Tetapi tujuan ikhtiyath
(hati-hati) belaka
Dari beberapa uraian diatas maka dapatlah disimpulkan bahwa apabila
menggunakan hadits Dhaif untuk dijadikan suatu sugesti amalan maka dapatlah
kita pergunakan hal ini memotifasi bagi masyarakat.Untuk memperbanyak
amalan-amalannya, hadits yang diteranhkan harus selektif mungkin juga sampai
tidak masuk akal atau rasional.8

8
Paramita, Sintia. "PEMBAGIAN HADIS BERDASARKAN KUALITAS DAN KUANTITAS
SANAD."

11
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas, maka dapatlah diambil beberapa kesimpulan.
1. Hadits shahih merupakan hadits yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yanga adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad tidak ada
kejanggalan dan tidak berikat. Hadits shahih ini juga terbagi menjadi dua
macam yaitu shahih lizathihi dan shahih lighairi.
2. Hadits hasan merupakan hadits yang dinukilkan leh orang yang adil, tapi
kurang kuat ingatannya yang muttasil sanadnya, tidak cacat dan tidak
ganjil. Hadits hasan ini juga terbagi menjadi dua yaitu: Hadits Shahih
lizathihi dan Hadits Shahih li-ghairihi.
3. Hadits Dhaif adlah, Hadits yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat
hadits shahih dan hadits hasan. Atau dapat juga diartikan hadits yang
kehilangan, satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau
hadits hasan.

B.Saran
Kami menyadari kemungkinan besar makalah ini masih belum sempurna
dan masih banyak kekurangan. Namun sedikit banyaknya kami berharap materi
yang ada pada makalah ini dapat menambah pengetahuan dari para pembacanya.
Namun, penyusun tetap menyarankan para pembaca untuk mencari lebih banyak
referensi untuk pembahasan tentang Sistem Peradilan pada Jurnal yang ada di
situs-situs terpercaya

12
DAFTAR PUSTAKA

An-Nawawi, At-Taqrib An-nawawi Fann Ushul Hadits, Abdul arrasman


Muhammad,Kairo,tt

At-Tarmudzi, Sunan At-Turmudzi, Dar al-Fikr, Bairut, 1980


Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahu‟ul Hadits, Al-Ma‟arif, Bandung,
Cet. V, 1987
Hasbi Ash-Shidiqi, Diroyah Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, 1986
Ibnu Hajar As-Qalani, Fath Al-Bari, Dar Al-Fikr wa.Maktabah. Al-
Salafiyah, tt
Rozali, Muhammad. 2019. Ilmu Hadis.Medan: Azhar Center
Abdurrahman, Muhammad. 2000. Pergeseran Pemikiran hadis. Jakarta:
Pramadana

13

Anda mungkin juga menyukai