Info Singkat-XI-1-I-P3DI-Januari-2019-214

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Pusat Penelitian BIDANG HUKUM

Badan Keahlian DPR RI


Gd. Nusantara I Lt. 2
Jl. Jend. Gatot Subroto
Jakarta Pusat - 10270
c 5715409 d 5715245
m infosingkat@gmail.com KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. XI, No.01/I/Puslit/Januari/2019

POLITIK HUKUM TERHADAP


TINDAK PIDANA PROSTITUSI
1 Trias Palupi Kurnianingrum

Abstrak
Indonesia saat ini belum memiliki regulasi yang komprehensif untuk menjerat
Pekerja Seks Komersial (PSK) dan pengguna jasa prostitusi. Selama ini pemidanaan
hanya diberikan untuk muncikari. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji politik
hukum terhadap tindak pidana prostitusi, baik mengenai implementasinya maupun
pengaturan ke depan. Dari pembahasan dipahami bahwa banyak kelemahan di
dalam aturan hukum yang secara tidak langsung tidak menimbulkan efek jera bagi
PSK dan pengguna jasa prostitusi. Penindakan terhadap PSK dan pengguna jasa
prostitusi dapat dilakukan melalui revisi RUU tentang Hukum Pidana yang sedang
dibahas oleh DPR RI. Masuknya materi tersebut di dalam RUU tentang Hukum
Pidana diharapkan dapat menindak, tidak hanya muncikari melainkan juga PSK
dan pengguna jasa prostitusi.

Pendahuluan di Indonesia mulai merebak


Praktek prostitusi menjadi seiring dengan berkembangnya
topik yang cukup menarik dan teknologi informasi dan komunikasi.
menyita perhatian berbagai pihak Peningkatan jumlah pengguna
beberapa hari terakhir. Beberapa internet dan media sosial serta
artis papan atas tertangkap tangan semakin terjangkaunya harga
dalam masalah ini, seperti VA dan perangkat komputer turut
AS dalam sebuah operasi prostitusi mendukung berkembangnya
online di salah satu hotel Surabaya. fenomena prostitusi online di
Kondisi ini telah memicu pihak Indonesia (Media Indonesia, 8 Januari
kepolisian untuk menyelidiki lebih 2019). Maraknya praktik prostitusi
jauh praktek prostitusi online. Data online perlu mendapatkan perhatian
PUSLIT BKD awal penyelidikan menunjukkan yang serius mengingat praktik ini
dalam hitungan jam, uang ratusan belum memiliki aturan yang jelas,
juta dapat diperoleh dari praktik ini khususnya penindakan untuk
(Media Indonesia, 8 Januari 2019). menjerat PSK dan pengguna jasa
Fenomena prostitusi online (klien). Selama ini pemidanaan
hanya dikenakan kepada muncikari. kejahatan terhadap kesusilaan atau
Pada tahun 2015, dalam moral dan melawan hukum (Kompas.
kasus prostitusi online yang juga com, 8 Januari 2019). Prostitusi berasal
melibatkan sejumlah artis, sebagai dari bahasa Belanda “prostitutie”
muncikari Robby Abbas dijatuhi dan bahasa Inggris “prostitution”
hukuman penjara 1 tahun 4 bulan yang artinya pelacuran. Kartini
sementara PSK dan pengguna bebas Kartono (Irwandy Samad, 2012: 62-
dari segala tuntutan (BBC.Online, 63) mendefinisikan prostitusi sebagai
2019). Begitu pula dengan kasus perbuatan perempuan atau laki-laki
prostitusi online artis di Surabaya yang menyerahkan badannya untuk
yang melibatkan artis VA dan AS, berbuat cabul secara seksual dengan
polisi langsung menetapkan 2 (dua) mendapatkan upah.
muncikari, yakni ES dan TN sebagai Soerjono Soekanto (Subaidah
tersangka sementara VA dan AS Ratna, 2016: 150) mendefinisikan
tidak ditangkap namun hanya
menjadi saksi wajib lapor (Kompas.
prostitusi sebagai suatu pekerjaan
yang bersifat menyerahkan diri untuk
2
com, 8 Januari 2019). melakukan perbuatan seksual dengan
Larangan kegiatan prostitusi mendapatkan upah. Sementara
sebenarnya terdapat dalam berbagai prostitusi menurut James A. Inciardi
peraturan perundang-undangan, (Topo Santoso, 1997: 134) diartikan
misalnya Kitab Undang-Undang sebagai “the offering of sexual relations
Hukum Pidana (KUHP), UU No. for monetary or other gain”. Artinya
19 Tahun 2016 tentang Informasi prostitusi adalah seks untuk
dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pencaharian, terkandung beberapa
dan UU No. 44 Tahun 2008 tentang tujuan yang ingin diperoleh,
Pornografi (UU Pornografi). Hanya biasanya berupa uang. Termasuk di
saja aturan-aturan tersebut dinilai dalamnya bukan saja persetubuhan,
belum memberikan ketegasan, tetapi juga setiap bentuk hubungan
khususnya penindakan bagi PSK seksual dengan orang lain untuk
dan pengguna jasa prostitusi itu mendapat bayaran.
sendiri. Ketidaktegasan aturan Seiring berkembangnya
inilah yang tidak menimbulkan teknologi dan informasi, dunia
efek jera bagi PSK dan pengguna prostitusi semakin meluas, tidak
jasa prostitusi. Berdasarkan hal hanya secara konvensial namun
tersebut, maka tulisan ini akan juga merambah secara online.
mengkaji politik hukum terhadap Prostitusi online merupakan sebuah
tindak pidana prostitusi di modus baru dengan menawarkan
Indonesia, pengaturannya saat ini, wanita melalui sebuah alamat
implementasinya, dan pengaturan ke situs. Prostitusi online berkembang
depan. dengan pesat karena mudahnya
akses jejaring sosial seperti facebook,
Pengertian dan Larangan twitter, dan sebagainya yang dapat
Prostitusi dalam Peraturan difungsikan sebagai wadah bagi
Perundang-undangan pelaku prostitusi online untuk
Di Indonesia, bisnis prostitusi menawarkan jasanya. Fenomena
merupakan bisnis ilegal karena prostitusi online dapat dikatakan
tidak sesuai dengan norma hukum. sebagai sebuah inovasi baru bagi
Bahkan prostitusi dianggap sebagai penyedia jasa tersebut. Penggunaan
media online sebagai penghubung konten yang dilarang. Pasal 27 ayat
jelas memudahkan baik bagi (1) UU ITE menyebutkan bahwa
muncikari, PSK, maupun pemakai “setiap orang dengan sengaja dan
jasa prostitusi. tanpa hak mendistribusikan dan/atau
Indonesia sebenarnya memiliki mentransmisikan dan/atau membuat
aturan untuk melarang kegiatan dapat diaksesnya informasi elektronik
prostitusi, hanya saja aturan-aturan dan/atau dokumen elektronik yang
tersebut dinilai belum memberikan memiliki muatan yang melanggar
ketegasan, khususnya penindakan kesusilaan.” Pasal tersebut pada
bagi PSK dan pengguna jasa prostitusi dasarnya melarang aktivitas prostitusi
itu sendiri. KUHP misalnya, dalam yang dilakukan dengan media
pengaturan mengenai delik-delik elektronik. Akan tetapi sayangnya
kesusilaan, tidak ada pasal untuk Pasal 27 ayat (1) hanya mengatur
menjerat PSK maupun pengguna. perbuatan berisi informasi dan
3 Penindakan terhadap tindak pidana dokumen elektronik yang melanggar
kesusilaan, sementara UU ITE tidak
prostitusi hanya dapat diberikan
untuk menjerat muncikari, yakni mengenal prostitusi atau motif dibalik
Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP. terjadinya pelanggaran.
Pasal 296 KUHP menyatakan bahwa UU Pornografi juga tidak dapat
“barang siapa dengan sengaja menindak PSK dan pengguna jasa
menyebabkan atau memudahkan prostitusi. UU Pornografi hanya
cabul oleh orang lain dengan orang dapat menindak muncikari. Hal ini
lain, dan menjadikannya sebagai secara tegas diatur dalam Pasal 4
pencarian atau kebiasaan, diancam ayat (1) yang menyatakan “setiap
dengan pidana penjara paling lama orang dilarang memproduksi,
satu tahun empat bulan atau pidana membuat, memperbanyak,
denda paling banyak lima belas ribu menggandakan, menyebarluaskan,
rupiah.” Selanjutnya dalam Pasal 506 menyiarkan, mengimpor,
KUHP disebutkan bahwa “barang mengekspor, menawarkan,
siapa menarik keuntungan dari memperjualbelikan, menyewakan,
perbuatan cabul seorang wanita dan atau menyediakan pornografi”.
menjadikannya sebagai pencarian, Pasal 4 ayat (2) huruf d menyatakan
diancam dengan pidana kurungan “Setiap orang dilarang menyediakan
paling lama satu tahun.” jasa pornografi yang menawarkan
Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP atau mengiklankan baik secara
jika dicermati hanya mengatur langsung maupun tidak langsung
mengenai tindak pidana di mana layanan seksual”.
seseorang mengambil keuntungan
ataupun menghubungkan seseorang Politik Hukum terhadap
dengan orang lain untuk melakukan Tindak Pidana Prostitusi
prostitusi, sehingga pasal-pasal Politik hukum menurut Mahfud
tersebut dapat dikatakan sebagai MD (1998: 8) yaitu kebijakan hukum
pasal yang mengatur tindakan yang yang akan atau telah dilaksanakan
dilakukan oleh muncikari, bukan oleh pemerintah. Satjipto Rahardjo
PSK atau bahkan penggunanya. (2005: 35) mengatakan bahwa politik
Selanjutnya dalam UU ITE, hukum itu mempunyai sebuah
pengaturan mengenai prostitusi tujuan sosial dan hukum, sehingga
hanya sebatas pada muatan atau tujuan tersebut dapat bermanfaat
bagi masyarakat. Berdasarkan hal Kedua, melalui aturan dalam
tersebut, maka dapat dikatakan peraturan daerah (perda). Jeratan
bahwa politik hukum sebuah hukum bagi PSK dan pengguna
peraturan perundang-undangan jasa prostitusi juga dapat dilakukan
harus memiliki manfaat bagi melalui aturan perda. Pasal 42 ayat
masyarakat secara langsung. (2) Perda Provinsi DKI Jakarta No.
Ketegasan pengaturan terhadap 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban
tindak pidana prostitusi diperlukan Umum misalnya, memuat ancaman
mengingat pola dan model praktik pidana kurungan paling lama 90
prostitusi semakin berkembang, hari atau denda paling banyak Rp30
tidak hanya secara konvensional, juta terhadap PSK dan pengguna
namun sudah secara online. Aturan jasa prostitusi. Lebih lanjut Pasal 2
tegas diperlukan untuk menindak Perda Kota Tangerang No. 8 Tahun
para pengguna dan penyedia jasa 2005 tentang Pelarangan Pelacuran
prostitusi.
Menurut penulis, aturan
melarang siapapun di
wilayah kota Tangerang untuk
dalam 4
tegas ini dapat dilakukan dengan melakukan perbuatan pelacuran.
beberapa pilihan: pertama, Indonesia Selain Provinsi DKI Jakarta dan
harus memiliki aturan atau Kota Tangerang, Provinsi Bali juga
undang-undang yang mengatur telah mengeluarkan aturan untuk
mengenai prostitusi. Sebagai bahan melarang kegiatan prostitusi, seperti
perbandingan, Indonesia dapat Perda Kabupaten Jembrana No. 3
belajar dari Swedia. Melalui Undang- Tahun 2003 tentang Pencegahan
Undang Prostitusi Swedia (Sex dan Pemberantasan Pelacuran di
Purchase Act atau Sexköpslagen) yang Kabupaten Jembrana.
diperkenalkan sejak 1999, pemerintah Namun demikian penanganan
mengkriminalisasi prostitusi prostitusi berdasarkan Perda sangat
dengan menghukum pelanggan, bergantung kepada lokasi daerah
bukan pekerja seks. Sedangkan bagi yang menjadi tempat perkara,
pekerja seksnya sendiri, pemerintah karena tidak semua daerah memiliki
memberi bantuan untuk berhenti dari Perda terkait penanganan kasus
pekerjaannya (Tirto.id, 31 Oktober prostitusi. Penegakan hukum
2017). terhadap prostitusi melalui aturan
Laporan resmi pemerintah Perda hanya bersifat teritorial
Swedia dalam Skarhed Report yang karena pengaturannya berada pada
dirilis 2010 menyebutkan, undang- Perda masing-masing sehingga
undang tersebut telah mengurangi tidak jarang dapat menimbulkan
aktivitas prostitusi serta menurunkan diskriminasi dan ketidakdilan,
jumlah pelanggan pria sampai karena tiap daerah memiliki budaya
lebih dari 40 persen. Keberhasilan hukum yang berbeda, baik dalam
pemerintah Swedia itu membuat hal pertanggungjawaban pidana
negara tetangganya seperti Islandia prostitusi maupun pemidanaan
dan Norwegia mencontoh aturan pelaku prostitusi. Oleh karena
tersebut pada tahun 2009. Parlemen itu, sepanjang belum ada undang-
Eropa juga memutuskan untuk undang yang tegas memuat
melakukan hal serupa dengan ketentuan pidana baik terhadap
menghukum para pelanggan PSK, pengguna, dan muncikari maka
prostitusi (Tirto.id, 31 Oktober 2017). sebaiknya masing-masing daerah
juga perlu mengeluarkan Perda terhadap kasus prostitusi maka
terkait pelarangan prostitusi. ke depan aturan yang tegas yang
Ketiga, melalui revisi KUHP. dapat diberlakukan terhadap PSK
Saat ini DPR RI bersama dengan dan pengguna jasa prostitusi sangat
pemerintah masih berproses untuk diperlukan. Oleh karena itu, perlu
mewujudkan politik hukum pidana menjadi perhatian DPR RI untuk
prostitusi melalui RUU tentang segera menyelesaikan RUU tentang
Hukum Pidana. Materi terkait Hukum Pidana yang antara lain
penindakan terhadap PSK dan dapat memuat pula ketentuan
pengguna jasa prostitusi perlu pidana tidak hanya bagi muncikari
dimasukkan dalam RUU tentang melainkan juga terhadap PSK dan
Hukum Pidana. Hal ini menjadi pengguna jasa prostitusi.
penting, mengingat delik kesusilaan
dalam RUU tentang Hukum Pidana Penutup
5 hanya dapat menjerat orang yang
berprofesi memaparkan prostitusi
Tindak pidana prostitusi perlu
mendapatkan perhatian yang serius
sebagaimana tertuang dalam Pasal bagi para pemegang kekuasaan.
459 (draf RUU tentang Hukum Pidana Hal ini dikarenakan pemidanaan
hasil pembahasan antara DPR dan terhadap praktik prostitusi hanya
Pemerintah tanggal 28 Juni 2018). dapat diterapkan kepada muncikari.
Jeratan pidana bagi PSK dan Ketentuan aturan yang ada tidak
pengguna jasa prostitusi dapat dapat menjerat PSK dan pengguna
dilakukan melalui cakupan konsep jasa prostitusi. Kelemahan aturan
perzinaan dalam RUU tentang yang ada dinilai tidak dapat
Hukum Pidana, karena jika mencegah PSK dan pengguna
dicermati, dalam RUU tentang untuk melakukan prostitusi dan
Hukum Pidana, cakupan konsep mengulanginya kembali. Revisi
zina mengalami perluasan. Pasal KUHP (dalam pembahasan disebut
284 KUHP mengatur perzinaan RUU tentang Hukum Pidana) yang
yang dilakukan oleh seseorang sedang dibahas oleh DPR RI bersama
dengan orang yang terikat dalam dengan pemerintah diharapkan dapat
perkawinan. Sementara dalam Pasal merevisi ketentuan yang ada sehingga
446 ayat (1) huruf e RUU tentang dapat menjerat tidak hanya muncikari
Hukum Pidana, cakupan perzinaan melainkan juga pelaku dan pengguna.
diperluas, di mana “laki-laki dan Sebagai lembaga representasi rakyat,
perempuan yang masing-masing DPR RI perlu memberikan dukungan
tidak terikat dalam perkawinan penuh dengan cara menyelesaikan
melakukan persetubuhan dipidana RUU tentang Hukum Pidana yang
penjara paling lama 2 (dua) tahun”. sedang dalam masa pembahasan
Artinya jeratan bagi pengguna jasa bersama dengan pemerintah.
prostitusi dapat dilakukan. Namun
dengan catatan, untuk menuntut Referensi
pidana pengguna jasa prostitusi tetap BBC.com, “Kasus Vanessa angel:
memerlukan laporan istri, suami, atau prostitusi artis marak dan mahal
anak yang bersangkutan sebagaimana karena dianggap tawarkan ‘nilai
diatur dalam Pasal 446 ayat (2) RUU lebih”, https://www.bbc.com/
tentang Hukum Pidana. Berdasarkan indonesia/indonesia-46773733,
beberapa kelemahan aturan hukum diakses 7 Januari 2019.
Faisal, M. (2017). “Bagaimana negara lain dpr-siapkan-uu-pengekang-si-
menyikapi prostitusi?”, https:// hidung-belang, diakses 7 Januari
tirto.id/bagaimana-negara-lain- 2019.
menyikapi-prostitusi-czkc, diakses Rahardjo, Satjipto. (2000). Ilmu Hukum.
15 Januari 2019. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Hidayat, Medhy Aginta. ”Prostitusi Ratna, Subaidah. (2016). “Reformulasi
Daring dan Anonimitas Media Pertanggungjawaban Pidana Pada
Sosial”, Media Indonesia, 8 Januari Pelaku Prostitusi Online: Suatu
2019, hal. 8. Kajian Normatif”. Jurnal Dinamika
Kompas. com, ”Baru Pulang Ke Jakarta Sosial Budaya, Vol. 18, No. 1, hal.
artis VA Akan Kembali Diperiksa 150.
Polisi Pekan Ini”, https:// Samad, Irwandy. (2012). “Pelacuran
entertainment.kompas.com/ Dalam Orientasi Kriminalistik”.
read/2019/01/08/154726410/ baru- Jurnal Lex Crimen, Vol. I, No. 4, hal.
pulang-ke-jakarta-artis-va-akan- 62-63.
kembali-diperiksa-polisi-pekan, Santoso, Topo. (1997). Seksualitas dan 6
diakses 8 Januari 2019 Hukum Pidana. Jakarta: Ind Hill
MD, Mahfud. (1998). Politik Hukum di Co. Hal.134.
Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Prasetia, Andhika, dkk. (2019).
“Pemerintah Lobi DPR Siapkan
UU Pengekang Si Hidung Belang”,
https://news.detik.com/
berita/4374773/pemerintah-lobi-

Trias Palupi Kurnianingrum


trias.kurnianingrum@dpr.go.id

Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H., menyelesaikan pendidikan S1 Hukum


Universitas Katolik Soegijapranata Semarang pada tahun 2006 dan pendidikan Magister
(S2) Hukum Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 2008. Saat ini menjabat
sebagai Peneliti Madya Ilmu Hukum Perdata pada Pusat Penelitian-Badan Keahlian
DPR RI. Beberapa karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan melalui jurnal dan buku
antara lain: “Urgensi Penggantian Undang-Undang tentang Hak Cipta” (2015), “Peran
Pembimbing Kemasyarakatan Bapas di dalam Sistem Peradilan Anak” (2015), dan
“Analisis Yuridis Pentingnya Kesepahaman ASEAN Competition Policy Jelang ASEAN
Economic Community 2015” (2015).

Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
http://puslit.dpr.go.id mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
ISSN 2088-2351 isi tulisan ini tanpa izin penerbit.

Anda mungkin juga menyukai