Perda No 5 Tahun 2020 TT Pengelolaan Sampah
Perda No 5 Tahun 2020 TT Pengelolaan Sampah
Perda No 5 Tahun 2020 TT Pengelolaan Sampah
WALIKOTA JAMBI
PROVINSI JAMBI
PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI
NOMOR 5 TAHUN 2020
TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH
MEMUTUSKAN:
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Maksud disusunnya Peraturan Daerah ini adalah untuk
menyediakan instrumen kebijakan guna melaksanakan
otonomi daerah dan tugas pembantuan dalam Pengelolaan
Sampah oleh Pemerintah Daerah.
(2) Pengelolaan sampah bertujuan untuk:
a. mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih dari
sampah;
b. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan menjaga
kesehatan masyarakat;
c. menjadikan sampah sebagai sumber daya, yang memiliki
nilai ekonomis dan mewujudkan kinerja pelayanan sampah
yang efektif dan efisien; dan
d. meningkatkan peranserta masyarakat dan pelaku usaha
untuk secara aktif mengurangi dan/atau menangani
sampah yang berwawasan lingkungan.
BAB III
ASAS-ASAS
Pasal 3
Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas:
a. tanggung jawab;
b. kelestarian dan berkelanjutan;
c. keterpaduan;
d. manfaat;
e. keadilan;
f. kesadaran;
g. kebersamaan;
h. keselamatan;
i. kehati-hatian;
j. partisipatif;
k. kearifan lokal;
l. keamanan;
m. nilai ekonomi;
n. tata kelola pemerintahan yang baik; dan
o. pencemar membayar;
BAB IV
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Ruang lingkup Pengelolaan Sampah, terdiri atas:
a. kebijakan, strategi, dan perencanaan pengelolaan sampah;
b. tugas, wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah;
c. perizinan;
d. penyelenggaraan pengelolaan sampah;
e. pengelolaan sampah spesifik;
f. perbuatan yang dilarang;
g. lembaga pengelola;
h. pembiayaan dan kompensasi;
i. kerjasama dan kemitraan;
j. insentif;
k. sistem informasi;
l. retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan;
m. peran masyarakat;
n. pembinaan dan pengawasan;
o. penyelesaian sengketa; dan
p. sanksi administratif.
BAB V
KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PERENCANAAN
Bagian Kesatu
Kebijakan dan Strategi
Pasal 5
(1) Pemerintah daerah menyusun dan menetapkan kebijakan
dan strategi dalam pengelolaan sampah.
(2) Kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. arah kebijakan pengurangan dan penanganan sampah; dan
b. program pengurangan dan penanganan sampah.
(3) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus
memuat:
a. target pengurangan timbulan sampah dan prioritas jenis
sampah secara bertahap; dan
b. target penanganan sampah untuk setiap kurun waktu
tertentu.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan dan strategi dalam
pengelolaan sampah, sebagimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2) dan ayat (3), diatur dengan Peraturan Walikota.
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 6
(1) Pemerintah Daerah selain menetapkan kebijakan dan strategi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), juga
menyusun Dokumen Rencana Induk (DRI) dan studi
kelayakan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga.
(2) Rencana induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah;
c. pemanfaatan kembali sampah;
d. pemilahan sampah;
e. pengumpulan sampah;
f. pengangkutan sampah;
g. pengolahan sampah;
h. pemrosesan akhir sampah; dan
i. pendanaan.
(3) Dokumen Rencana induk sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
BAB VI
TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH
DAERAH
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 7
(1) Pemerintah Daerah bertugas untuk menjamin
terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan
berwawasan lingkungan, sesuai dengan tujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2) Tugas Pemerintah Daerah, terdiri atas:
a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran,
budaya masyarakat dan pelaku usaha dalam pengelolaan
sampah;
b. mengalokasikan dana untuk pengelolaan sampah;
c. melakukan penelitian dan pengembangan teknologi
pengurangan serta penanganan sampah;
d. memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya
pengurangan, dan penanganan sampah;
e. melakukan pengelolaan pendapatan dan perizinan
pengelolaan sampah;
f. memfasilitasi pengembangan pengelolaan sampah;
g. melaksanakan pengelolaan sampah serta memfasilitasi
sarana dan prasarana pengelolaan sampah;
h. mendorong, memfasilitasi dan melakukan pengembangan
atas manfaat yang dihasilkan dari pengelolaan sampah;
i. mendorong dan memfasilitasi penerapan teknologi spesifik
lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk
mengurangi dan menangani sampah;
j. memfasilitasi kurikulum sekolah tentang pengelolaan
sampah sebagai muatan lokal; dan
k. melakukan koordinasi antar Organisasi Perangkat Daerah,
masyarakat dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan
dalam pengelolaan sampah.
Bagian Kedua
Wewenang
Pasal 8
(1) Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, Pemerintah
Daerah mempunyai kewenangan meliputi:
a. melakukan pengelolaan sampah dari sumber sampah ke
TPS, kemudian ke TPA, dengan mengacu kriteria dan
standar minimal lokasi penanganan akhir sampah;
b. menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan
sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi;
c. menyelenggarakan pengelolaan sampah sesuai dengan
norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah;
d. membentuk lembaga pengelola sampah;
e. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja
pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain;
f. menetapkan lokasi TPS, TPST dan/atau TPA;
g. membina Bank Sampah Unit, TPS 3R milik pemerintah
daerah beserta pengembangannya sesuai dengan
kebutuhan;
h. mengangkut, mengelola dan memelihara TPS 3R/TPST ke
TPA milik pemerintah daerah beserta pengembangannya
sesuai dengan kebutuhan;
i. menyediakan sarana angkutan residu sampah dan
dilengkapi dengan pewadahan khusus untuk sampah
spesifik;
j. menyediakan sarana di TPS 3R/TPST dan TPA yang
dilengkapi dengan fasilitas pemilahan sampah.
k. memberikan bantuan dan pendampingan kepada TPS3R
berbasis institusi dan berbasis masyarakat.
l. memberikan bantuan dan pendampingan kepada TPS 3R
berbasis masyarakat agar dapat memungut iuran dari
masyarakat/pelanggan.
m. melakukan pemantauan dan evaluasi berkala setiap 6
(enam) bulan sekali dan atau sesuai kebutuhan terhadap
pelaksanaan pengelolaan sampah;
n. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap
6 (enam) bulan sekali dan atau sesuai kebutuhan terhadap
TPA dengan sistem pembuangan terbuka yang telah
ditutup;
o. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat
pengelolaan sampah sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya; dan
p. melakukan kerjasama antar daerah, kemitraan dan jejaring
dalam pengelolaan sampah.
(2) Penetapan lokasi TPST dan tempat pemrosesan akhir sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan
bagian dari Rencana Umum Tata Ruang Kota.
(3) Menetapkan lokasi penempatan dan/atau pengolahan
sampah spesifik merupakan bagian dari Rencana Umum Tata
Ruang Kota.
Bagian Ketiga
Tanggungjawab Pemerintah Daerah
Pasal 9
(1) Pemerintah Daerah bertanggungjawab terhadap pengelolaan
sampah.
(2) Dinas Lingkungan Hidup serta OPD terkait,
bertanggungjawab melaksanakan penyelenggaraan
pengelolaan sampah dan melakukan pembinaan di daerah
dengan melibatkan Ketua RT
(3) Camat, Lurah, dan Ketua RT bertanggungjawab atas
pembinaan masyarakat di bidang pengelolaan sampah di
wilayah kerjanya masing-masing
(4) Lurah bertanggungjawab atas pembinaan masyarakat di
bidang pengelolaan sampah dengan melibatkan Ketua RT di
wilayah kerjanya.
(5) Pembinaan sebagimana dimaksud pada ayat (3) dan (4)
meliputi pembinaan terhadap kepatuhan masyarakat
mengenai pengelolaan sampah di wilayahnya masing-masing.
BAB VII
PERIZINAN
Pasal 10
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan
sampah, wajib memiliki izin dari Walikota.
(2) Kegiatan pengelolaan sampah yang wajib memiliki izin
meliputi:
a. pengepul sampah;
b. daur ulang sampah;
c. pengangkutan sampah;
d. pengolahan sampah;
e. pemrosesan akhir sampah; dan
f. pengelolaan sampah kawasan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan izin
diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB VIII
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah meliputi:
a. pengurangan sampah; dan
b. penanganan sampah.
Pasal 12
(1) Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah Pemerintah
Daerah berkewajiban:
a. menetapkan target pengurangan sampah; dan
b. menetapkan target penanganan sampah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan target
pengurangan dan penanganan sampah sebagaimana di
maksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Bagian Kedua
Pengurangan Sampah
Pasal 13
(1) Setiap orang dan pelaku usaha berkewajiban melakukan
pengurangan sampah.
(2) Pengurangan sampah sebagimana yang dimaksud pada ayat
(1), meliputi kegiatan:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
Paragraf 1
Pembatasan Timbulan Sampah
Pasal 14
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
huruf a berkewajiban melakukan kegiatan pembatasan timbulan
sampah sebagai berikut :
a. membatasi penggunaan produk berbahan plastik dan untuk
tidak sekali pakai;
b. pembatasan penggunaan alat makan & minum sekali pakai;
dan
c. kegiatan lainnya yang dilakukan masyarakat dalam rangka
pembatasan timbulan sampah dari sumber.
Pasal 15
Setiap orang sebagai pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) huruf a berkewajiban melakukan kegiatan
pembatasan timbulan sampah sebagai berikut :
a. pusat perbelanjaan dan toko swalayan menyediakan berbahan
yang ramah lingkungan dan untuk tidak sekali pakai; dan
b. kegiatan lainnya yang dilakukan pelaku usaha dalam rangka
pembatasan timbulan sampah dari sumber.
Pasal 16
Setiap perkantoran milik pemerintah atau swasta serta lembaga
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf
a berkewajiban melakukan kegiatan pembatasan timbulan
sampah sebagai berikut :
a. penggunaan alat makan dan minum tidak sekali pakai yang
ramah lingkungan saat rapat/sosialisasi/workshop atau
kegiatan yang dilakukan di ruang publik bagi penyelenggara
kegiatan; dan
b. Penggunaan pembatasan kemasan plastik pada makanan dan
minuman pada lingkungan perkantoran pemerintahan atau
swasta, lembaga pendidikan.
Paragraf 2
Pendauran Ulang Sampah
Pasal 17
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
huruf b berkewajiban melakukan kegiatan pendauran ulang
sampah sebagai berikut :
a. menyediakan komposter bagi setiap orang atau kelompok;
b. mengembangkan biodigester skala komunal/kawasan;
c. mengembangkan Bank Sampah Unit dan Bank Sampah
Sektor;
d. pembuatan produk daur ulang dari sampah; dan
e. kegiatan lainnya yang dilakukan masyarakat dalam rangka
pendauran ulang sampah dari sumber.
Pasal 18
Setiap orang sebagai pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) huruf b berkewajiban melakukan kegiatan
pendauran ulang sampah sebagai berikut :
Pasal 20
(1) Setiap pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2) huruf c berkewajiban melakukan kegiatan
pemanfaatan kembali sampah sebagai berikut :
a. pemanfaatan kembali barang/kemasan;
b. pemanfaatan kembali barang/kemasan skala badan usaha;
c. penarikan kembali sampah kemasan untuk dimanfaatkan
kembali oleh badan usaha; dan
d. kegiatan lainnya yang dilakukan pelaku usaha dalam
rangka pemanfaatan kembali sampah.
(2) Setiap pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam hal melakukan kegiatan pemanfaatan kembali sampah
juga berkewajiban :
a. melakukan upaya penggantian terhadap produk atau
kemasan yang menjadi produk yang telah dipasarkan; atau
b. memberikan kompensasi terhadap pemulihan lingkungan
sebagai akibat kemasan produk dipasarkan.
Bagian Kedua
Penanganan Sampah
Pasal 21
Penanganan sampah sebagaimana dimaksud Pasal 11 huruf b,
meliputi kegiatan:
a. pemilahan sampah;
b. pengumpulan sampah;
c. pengangkutan sampah;
d. pengolahan sampah; dan
e. Pemrosesan akhir sampah.
Paragraf 1
Pemilahan Sampah
Pasal 22
(1) Pemilahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a
meliputi:
a. pemilahan sampah dari sumber;
b. pemilahan sampah pada fasilitas publik dan pedesterian;
c. pemilahan sampah di TPS dan TPS3R; dan
d. pemilahan di Bank Sampah.
(2) Setiap orang dan pelaku usaha berkewajiban melakukan
pemilahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Setiap orang sebagai Pelaku usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan pengelola kawasan permukiman,
kawasan komersil, fasilitas umum, fasilitas sosial, atau
fasilitas lainnya.
(4) Setiap Pedagang Kaki Lima (PKL) wajib menyediakan tempat
sampah, dari hasil kegiatan usahanya yang residunya
dibuang ke TPS.
(5) Pengelolaan kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri dan kawasan khusus, wajib menyediakan
TPS dan/atau fasilitas pemilahan sampah.
(6) Pengelolaan kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus yang belum
menyediakan TPS pada saat diundangkannya Peraturan
Daerah ini , wajib membangun atau menyediakan TPS paling
lama 1 (satu) tahun.
Paragraf 2
Pengumpulan Sampah
Pasal 23
(1) Pengumpulan sebagaimana dimaksud Pasal 21 huruf b
meliputi :
a. pengumpulan sampah di sumber;
b. pengumpulan sampah di TPS;
c. pengumpulan sampah di Bank Sampah;
d. pengumpulan sampah di TPS3R;
e. pengumpulan sampah di fasilitas publik;dan
f. pengumpulan sampah di jalan.
(2) Setiap orang dan pelaku usaha berkewajiban melakukan
pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Setiap orang sebagai Pelaku usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan pengelola kawasan permukiman,
kawasan komersil, fasilitas umum, fasilitas sosial, atau
fasilitas lainnya.
Paragraf 3
Pengangkutan Sampah
Pasal 24
(1) Pengangkutan sebagaimana dimaksud Pasal 21 huruf c
meliputi :
a. pengangkutan sampah dan/atau residu dari sumber
sampah;
b. pengangkutan sampah dan/atau residu dari TPS;
c. pengangkutan sampah dan/atau residu dari TPS3R; dan
d. pengangkutan sampah dan/atau residu dari fasilitas publik
ke tempat pemrosesan akhir.
(2) Pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh pemerintah daerah.
(3) Dalam pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan oleh pelaku usaha atau pihak swasta
dengan syarat memiliki izin.
Paragraf 4
Pengolahan Sampah
Pasal 25
(1) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud Pasal 21 huruf d
meliputi:
a. pemadatan sampah;
b. komposting skala rumah tangga;
c. komposting skala kawasan pada TPS 3R;
d. mengolah sampah menjadi bahan baku daur ulang;
e. mengolah sampah menjadi produk daur ulang;
f. mengolah sampah menjadi energi terbarukan/alternatif;
dan
g. industri daur ulang pada dunia usaha yang dilakukan oleh
swasta.
(2) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh setiap orang dan pelaku usaha.
(3) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan pengelola kawasan permukiman, kawasan
komersil, fasilitas umum, fasilitas sosial, atau fasilitas
lainnya.
(4) Setiap pelaku usaha di bidang perumahan atau pengembang
wajib menyediakan TPS.
Paragraf 5
Pemrosesan Akhir Sampah
Pasal 26
(1) Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 huruf e meliputi:
a. pengolahan sampah di lokasi TPA;
b. mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman
bagi lingkungan dan kesehatan manusia dengan metode
lahan urug saniter (sanitary landfill);
c. memproses sampah dengan teknologi ramah lingkungan
atau sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan
d. pemanfaatan gas metan.
(2) Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh pemerintah daerah, Badan Usaha Milik
Daerah atau pihak swasta yang ditunjuk sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.
BAB IX
PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK
Pasal 27
(1) Sampah spesifik, meliputi:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun
(B3);
b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3);
c. sampah yang timbul akibat bencana;
d. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah;
dan/atau
f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
(2) Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Walikota.
BAB X
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 28
Setiap orang, pelaku usaha, dan atau badan usaha dilarang:
a. membuang sampah di luar tempat/ lokasi yang telah
ditentukan dan disediakan;
b. mengimpor atau memasukkan sampah ke dalam wilayah
daerah;
c. mencampur sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampah rumah tangga dengan sampah B3 rumah tangga;
d. membuang, menumpuk, menyimpan sampah atau bangkai
binatang di jalan, jalur hijau, taman, sungai, fasilitas umum,
fasilitas sosial dan tempat lain yang sejenis;
e. membuang sampah dan/atau kotoran lainnya dari atas
kendaraan;
f. membuang sampah ke TPS dengan menggunakan kendaraan
bermotor yang volumenya lebih dari 1 (satu) meter kubik;
g. membakar sampah dan/ atau kotoran lainnya di jalan, jalur
hijau, taman, sungai, saluran drainase dan tempat umum
lainnya;
h. membuang air besar (hajat besar) di jalan, jalur hijau, taman,
sungai, saluran drainase dan tempat umum;
i. mengeruk atau mengais sampah di TPS, kecuali oleh petugas
untuk kepentingan dinas;
j. membuang sampah di TPS diluar waktu yang telah
ditentukan;
k. membuang sampah klinis dan limbah B3 lainnya ke TPS dan
TPA;
l. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan;
m. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan
terbuka di TPA;
n. mengotori, merusak, membakar, atau menghilangkan tempat
sampah yang telah disediakan;
o. mencampur sampah yang sudah terpilah;
p. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan
teknis pengelolaan sampah, sehingga mengganggu
kenyamanan penduduk sekitar tempat pembakaran sampah
dan menyebabkan pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup; dan
q. melakukan pemrosesan akhir sampah menggunakan metode
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
LEMBAGA PENGELOLA
Pasal 29
Pemerintah daerah dalam melakukan pengurangan sampah dan
penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dapat membentuk lembaga pengelola sampah.
Pasal 30
(1) Lembaga pengelola sampah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 dapat berbentuk:
a. Kelompok Swadaya Masyarakat;
b. UPTD;
c. BLUD; dan
d. BUMD.
(2) Selain lembaga pengelola sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pemerintah daerah dapat menunjuk pihak lain
sebagai pengelola sampah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XII
PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI
Bagian Kesatu
Pembiayaan
Pasal 31
(1) Pemerintah Daerah wajib membiayai penyelenggaraan
pengelolaan sampah.
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersumber
dari APBD dan sumber pembiayaan lainnya yang sah dan
tidak mengikat.
Bagian Kedua
Kompensasi
Pasal 32
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan kompensasi kepada
orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kegiatan penanganan sampah di TPA.
(2) Dampak negatif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. pencemaran air;
b. pencemaran udara;
c. pencemaran tanah;
d. longsor;
e. kebakaran;
f. ledakan gas metan; dan
g. hal lain yang dapat menimbulkan dampak negatif.
(3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. relokasi;
b. pemulihan lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau
d. kompensasi dalam bentuk lain.
(4) Kompensasi harus dianggarkan dalam APBD.
(5) Untuk memberikan jaminan kompensasi, Pemerintah Daerah
dapat bekerjasama dengan perusahaan asuransi.
(6) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4)
dilaksanakan oleh OPD terkait sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh
Pemerintah Daerah, akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Walikota.
BAB XIII
KERJA SAMA DAN KEMITRAAN
Bagian Kesatu
Kerja Sama
Pasal 33
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama antar
Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota lainnya
dalam pengelolaan sampah.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
diwujudkan dalam bentuk perjanjian kerja sama dan/atau
pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kemitraan
Pasal 34
(1) Pemerintah Daerah dapat bermitra dengan badan usaha
pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan
sampah.
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan
dalam bentuk perjanjian antara Pemerintah Daerah dan
badan usaha yang bersangkutan.
(3) Tata cara pelaksanaan kemitraan, dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIV
INSENTIF
Pasal 35
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif pada setiap
lembaga, pelaku usaha, perseorangan yang melakukan,
berupa:
a. inovasi terbaik dalam pengelolaan sampah;
b. pelaporan atas pelanggaran pembuangan sampah
c. pengurangan timbulan sampah; dan/atau
d. tertib penanganan sampah.
(2) Insentif yang diberikan dapat berupa:
a. uang pembinaan kepada masyarakat;
b. bantuan sarana dan prasarana pengolahan sampah;
c. layanan pengobatan gratis; dan/atau
d. piagam penghargaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara
pemberian insentif diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XV
SISTEM INFORMASI
Pasal 36
(1) Pemerintah Daerah menyediakan informasi mengenai
pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampah rumah tangga.
(2) Informasi pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari:
a. sumber sampah;
b. timbulan sampah;
c. komposisi sampah;
d. karakteristik sampah;
e. fasilitas pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga; dan
f. informasi lain terkait pengelolaan sampah rumah tangga
dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang diperlukan
dalam rangka pengelolaan sampah.
(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat
diakses oleh setiap orang.
(4) Pemerintah Daerah mengembangkan sistem informasi
pengelolaan sampah.
BAB XVI
RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN
Pasal 37
(1) Dalam memberikan pelayanan di bidang persampahan
Pemerintah Daerah memungut retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan.
(2) Ketentuan mengenai retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah.
BAB XVII
PERAN MASYARAKAT
Pasal 38
(1) Masyarakat dapat berperan dalam menangani masalah
pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Daerah.
(2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan
melalui:
a. pemberian usul, pertimbangan dan saran kepada
Pemerintah Daerah;
b. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian
sengketa persampahan;
c. pengelolaan sampah pada lingkungan RT/Kelurahan
melalui pembuatan tempat sampah terpisah,
pengumpulan, pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumbernya ke TPS serta pembentukan kader-kader
pengolah sampah.;
d. meningkatkan kemampuan, kemandirian, keberdayaan dan
kemitraan dalam pengelolaan sampah;
e. menumbuhkembangkan kepeloporan masyarakat dalam
pengelolaan sampah;
f. meningkatkan ketanggapdaruratan atau tindakan yang
sifatnya gawat darurat dalam pengolahan sampah, seperti
terjadi kebakaran di TPS/Bank Sampah/ TPS3R TPST atau
TPA yang mebahayakan; dan
g. menyampaikan informasi, laporan, pengaduan, saran
dan/atau kritik yang berkaitan dengan pengelolaan
sampah.
(3) Pelaku usaha dapat berperan aktif dalam kegiatan
pengolahan sampah melalui kegiatan;
a. penyediaan dan/atau pengembangan teknologi pengolahan
sampah;
b. bantuan sarana dan prasarana;
c. bantuan inovasi teknologi pengolahan sampah; dan
d. pembinaan pengolahan sampah kepada masyarakat.
(4) Setiap orang yang mengetahui, menduga dan/atau menderita
kerugian akibat dampak negatif yang ditimbulkan dalam
kegiatan pengelolaan sampah dan/atau perbuatan larangan
dalam Peraturan Daerah ini, dapat menyampaikan
pengaduan kepada Walikota melalui Lurah, Camat dan/atau
perangkat daerah yang membidangi persampahan, baik
secara lisan maupun tertulis.
(5) Untuk lebih mengaktifkan peran masyarakat dalam
pengelolaan sampah, maka Pemerintah Daerah dapat
melaksanakan kegiatan berupa :
a. sosialisasi pengelolaan sampah pada masyarakat dan
pihak-pihak terkait;
b. publikasi dalam bentuk reklame di lokasi-lokasi strategis;
c. lomba-lomba terkait dengan kebersihan lingkungan; dan
d. serta memfasilitasi pembentukan kader-kader pengolah
sampah di tingkat RT, Kelurahan dan Kecamatan.
BAB XVIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 39
(1) Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan dalam
penyelenggaraan pengelolaan sampah.
(2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan
sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan
kepada DLH.
(3) DLH dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibantu oleh Tim.
(4) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan
Keputusan Walikota.
Pasal 40
Dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan, pemerintah
daerah memfasilitasi kegiatan penyelenggaraan pengelolaan
pengurangan dan penanganan sampah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dalam bentuk:
a. sosialisasi;
b. peningkatan kapasitas;
c. penyediaan sarana dan prasarana; dan
d. penguatan kelembagaan.
BAB XIX
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 41
(1) Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah, terdiri
atas:
a. sengketa antara Pemerintah Daerah dengan pengelola
sampah;
b. sengketa antara pengelola sampah dan masyarakat; dan
c. sengketa antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat.
(2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat dilakukan melalui penyelesaian di luar Pengadilan
ataupun melalui Pengadilan.
(3) Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan dilakukan dengan
musyawarah, untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk
dan besarnya kompensasi serta penyelesaiannya.
BAB XX
PENYIDIKAN
Pasal 42
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan
Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik
untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran di
bidang pengelolaan sampah dalam Peraturan Daerah ini,
sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud:
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana
dibidang pengelolaan sampah agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana pengelolaan sampah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi
atau badan sehubungan dengan tindak pidana pengelolaan
sampah;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
pengelolaan sampah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan
bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain
serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan
penyidikan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat periksaan
sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang
dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud
pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana
Pengelolaan Sampah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah
menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
k. menghentikan penyidikan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Hukum Acara Pidana.
Pasal 43
(1) Pada saat melakukan operasi pelanggaran terhadap
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, Penyidik dapat
menyita Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari pelanggar yang
ditemukan.
(2) Penyitaan KTP sebagaimana maksud dalam ayat (1) dapat
diambil oleh pelanggar setelah putusan sidang dan atau
dihentikannya penyidikan.
BAB XXI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 44
(1) Setiap orang atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
dibidang pengelolaan sampah dikenakan sanksi administratif
berupa:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. uang paksa;
d. denda; dan/atau
e. pencabutan izin.
(2) Sanksi administratif sebagaiamana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara bertahap atau sesuai dengan pelanggaran
administratif yang dilakukan.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak membebaskan seseorang atau pelaku usaha dari
tanggungjawab pemulihan lingkungan dan sanksi pidana.
Pasal 45
(1) Setiap pelaku usaha dengan sengaja melaksanakan kegiatan
yang bertentangan dengan Pasal 15, Pasal 18, atau Pasal 20
dikenakan sanksi administratif berupa denda paling sedikit
Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp.
10.000.000,- (sepuluh puluh juta rupiah).
(2) Setiap pelaku usaha dengan sengaja melaksanakan kegiatan
yang bertentangan dengan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal
25, dan Pasal 26 dikenakan sanksi administratif berupa
denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah).
(3) Setiap pelaku usaha/kegiatan yang dengan sengaja tanpa
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) maka pemerintah daerah dapat mencabut izin
usaha.
(4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
wajib disetorkan ke kas daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 46
(1) Penanggung jawab dan/atau pengelola kawasan permukiman,
kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, yang
lalai atau dengan sengaja tidak menyedikan prasarana dan
sarana pengurangan dan penanganan sampah, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, Pasal 18, Pasal 19, Pasal
20, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 25, dan Pasal 26 dikenakan
sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp.
10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), dan paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Pengelola fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya
yang lalai atau dengan sengaja tidak menyediakan prasarana
dan sarana pengurangan dan penanganan sampah,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, Pasal 18,
Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 25, dan Pasal 26
dikenakan sanksi administratif berupa denda paling sedikit
Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), dan paling banyak Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah).
(3) Walikota dapat memberikan sanksi administratif berupa
denda terhadap pelanggaran Pasal 29 kepada :
a. setiap orang dengan sengaja atau terbukti membuang
sampah diluar jadwal yang ditentukan, dikenakan denda
minimal Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah);
b. setiap orang dengan sengaja atau terbukti membuang,
menumpuk sampah dan/atau bangkai binatang ke
sungai/kali/kanal, waduk, situ/danau, saluran air, di
jalan, taman, atau tempat umum, dikenakan denda
minimal Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah);
c. setiap orang dengan sengaja atau terbukti membuang
sampah dari kendaraan, dikenakan denda minimal Rp.
500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
d. setiap orang dengan sengaja atau terbukti mengeruk atau
mengais sampah di TPS 3R/TPST/TPST Kawasan dan TPA
yang berakibat sampah menjadi berserakan, membuang
sampah diluar tempat/lokasi pembuangan yang telah
ditetapkan, dikenakan denda minimal Rp. 100.000,-
(seratus ribu rupiah);
e. setiap orang dengan sengaja atau terbukti membakar
sampah yang tidak sesuai persyaratan teknis yang telah
ditentukan, dikenakan denda minimal Rp. 1.000.000,-
(satu juta rupiah);
f. pengelola sampah yang melanggar ketentuan dan
persyaratan yang ditetapkan dalam izin, dikenakan sanksi
administratif sesuai ketentuan dalam perizinan yang
berlaku;
g. apabila sanksi sebagaimana dimaksud huruf f, tidak
dilaksanakan, dikenakan denda paling banyak Rp.
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah); dan
h. apabila sanksi sebagaimana dimaksud huruf g, tidak
dilaksanakan oleh pemegang izin, maka dikenakan
pencabutan izin.
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
secara operasional ditetapkan oleh pengawas kebersihan dan
dapat didampingi aparat penegak hukum.
(5) Uang paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
disetorkan ke kas daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 47
(1) Lembaga usaha yang terbukti melakukan usaha pengelolaan
sampah tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1), kepada penanggungjawab Lembaga Usaha
bersangkutan, dikenakan sanksi administratif berupa denda
paling sedikit Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah), dan paling
banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), dengan
ketentuan wajib memproses Izin Usaha Pengelolaan Sampah.
(2) Lembaga usaha dibidang pengelolaan sampah dengan sengaja
dan terbukti tidak memberikan jaminan perlindungan kepada
Petugas Kebersihannya, maka penanggungjawab lembaga
usaha yang bersangkutan dikenakan sanksi berupa
pencabutan izin usaha pengelolaan sampah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerapan sanksi
administratif diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XXII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 48
(1) Setiap orang atau badan yang tidak memenuhi ketentuan
sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (3) dikenakan sanksi pidana dengan ancaman pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/ atau denda setinggi
tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
Pasal 49
Setiap pelaku usaha yang melakukan kegiatan pengelolaan
sampah tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (2), diancam pidana kurungan paling sedikit 3 (tiga)
bulan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
Pasal 50
(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 28 huruf b,
huruf c, huruf d, huruf l, huruf m, huruf o, dan huruf q,
diancam dengan pidana penjara paling sedikit 6 (enam)
bulan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
(2) Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 28 huruf a,
huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k,
huruf n, dan huruf p, diancam dengan pidana penjara paling
sedikit 1 (satu) bulan atau denda paling sedikit Rp.
5.000.000,00 (lima juta rupiah).
BAB XXIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini segala Peraturan
Walikota yang pernah ada terkait tentang teknis Pengelolaan
Sampah, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan dengan
Peraturan Daerah ini.
Pasal 52
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan
Daerah Kota Jambi Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Sampah (Lembar Daerah Kota Jambi Tahun 2013 Nomor 8)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 53
Ditetapkan di Jambi
pada tanggal, 24 April 2020
WALIKOTA JAMBI,
ttd
SYARIF FASHA
Diundangkan di Jambi
pada tanggal, 24 April 2020
SEKRETARIS DAERAH KOTA JAMBI,
ttd
BUDIDAYA
LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI TAHUN 2020 NOMOR 5
NOREG PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI PROVINSI JAMBI : ( 5-8 / 2020 )
ttd
AMIRULLAH, SH
Pembina T.k I
NIP. 19650929 199602 1 001
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI
NOMOR TAHUN 2020
TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH
I. UMUM
Jumlah penduduk Kota Jambi yang semakin meningkat mengakibatkan
bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat
memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang semakin beragam,
antara lain, sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses
alam. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai
barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu
dimanfaatkan.
Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir
(endof-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat
pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar
di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4)
yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi
terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses
alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan
biaya yang besar. Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan
akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan
sampah.
Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai
nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk
ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan
pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk
yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah
digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media
lingkungan secara aman.
Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan
kegiatan pengurangan dan penanganan sampah, dengan target capaian
pengurangan sebesar 30 % dari jumlah timbulan sampah hingga tahun 2025, dan
target penanganan sampah sampai 70 % dari jumlah timbulan sampah sampai
tahun 2025. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan
kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi
pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan
komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan
wewenang Pemerintahan Daerah untuk melaksanakan pelayanan publik,
diperlukan payung hukum dalam bentuk Peraturan Daerah. Pengaturan hukum
pengelolaan sampah dalam Peraturan Daerah ini berdasarkan asas tanggung
jawab, asas kelestarian dan berkelanjutan, asas keterpaduan, asas manfaat, asas
keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas kehati-
hatian, asas partisipatif, asas kearifan lokal, asas keamanan, asas nilai ekonomi,
asas tata kelola pemerintahan yang baik, dan asas pencemar membayar.
Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, pembentukan
Peraturan Daerah ini diperlukan dalam rangka :
a. kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan pengelolaan
sampah yang baik dan berwawasan lingkungan;
b.ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengeluarkan sampah ke
dalam wilayah Kota Jambi;
c. ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah;
d. kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam
pengelolaan sampah; dan
e. kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dan
pengertian limbah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.