SK Standar Pelayanan Klinis
SK Standar Pelayanan Klinis
SK Standar Pelayanan Klinis
DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS TLOGOSARI KULON
Jl. Taman Satrio Manah II, Kel. Tlogosari Kulon, Kec. Pedurungan, Semarang – 50196 (024) 6717051
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KLINIS
1
4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 nomor 143);
5. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 nomor 144);
6. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 nomor 298);
7. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2014 Nomor 6);
8. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah dirubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang – Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 2015 nomor 58,
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 nomor 124);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 nomor 96);
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46
Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 nomor
126);
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269 / MENKES / PER / III / 2008 Tahun 2008 tentang
Rekam Medis;
2
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290 / MENKES / PER / III / 2008 Tahun 2008 tentang
Persetujuan Tindakan Dokter;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 915);
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Laboratorium
Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomer 1118);
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
75 tahun 2014 tentang Puskesmas (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 nomor 1676);
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 nomor 74);
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik
Pratama, Tempat Praktik Mandiri, Dokter, dan Tempat
Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 nomor 1049);
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
39 tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 nomor
1223);
20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 nomor 1475);
21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
44 tahun 2016 tentang Pedoman Manajemen Puskesmas
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 nomor
1423);
3
22. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 nomor 206);
23. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 nomor 308);
24. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 nomor
857);
25. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
7 tahun 2018 tentang Perubahan Penggolongan
Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018
nomor 361);
26. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
47 tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan
(Berita Negara Republik Indonesia tahun 2018 nomor
1799);
27. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik
Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama;
28. Peraturan Walikota Semarang Nomor 13 Tahun 2016
tentang Pola Tata Kelola Badan Layanan Umum Daerah
Puskesmas Kota Semarang (Berita Daerah Kota
Semarang Tahun 2016 Nomor 13);
29. Peraturan Walikota Semarang nomor 13 A tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Minimal Puskesmas (Berita
Daerah Kota Semarang Tahun 2016 Nomor 13A);
30. Peraturan Walikota Semarang nomor 62 tahun 2016
tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan
Fungsi, serta Tata Kerja Dinas Kesehatan Kota Semarang
(Berita Daerah Kota Semarang Tahun 2016 Nomor 62);
31. Peraturan Walikota Semarang nomor 97 tahun 2016
tentang Pembentukan, Kedudukan, Susunan Organisasi,
4
Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Dinas Pusat Kesehatan Masyarakat pada Dinas
Kesehatan Kota Semarang (Berita Daerah Kota Semarang
Tahun 2016 Nomor 97);
32. Keputusan Walikota Semarang Nomor 445 / 1171 Tahun
2016 tentang Penetapan Puskesmas Kota Semarang
sebagai Puskesmas yang menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
MEMUTUSKAN
5
Keempat : Dengan berlakunya Keputusan nomor ………… tahun
2018 tentang Standar Pelayanan Klinis ini, maka
Keputusan nomor ……..….. tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Klinis, dinyatakan sudah tidak berlaku lagi;
Ditetapkan di semarang
pada tanggal ............
KEPALA PUSKESMAS TLOGOSARI KULON
6
LAMPIRAN I.
KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TLOGOSARI KULON
NOMOR : ………………………..551
TANGGAL : ………………………..
TENTANG STANDAR PELAYANAN KLINIS
PUSKESMAS TLOGOSARI KULON KOTA SEMARANG.
A. PENDAFTARAN PASIEN
1. Prosedur pendaftaran dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan
memperhatikan kebutuhan pelanggan;
2. Informasi tentang alur pendaftaran tersedia, termasuk Informasi
tentang jenis pelayanan klinis yang tersedia, tarif retribusi pelayanan
klinis, ketersediaan tempat tidur, dan informasi tentang fasilitas
kesehatan tingkat lanjut yang menjadi tujuan rujukan;
3. Hak dan kewajiban pasien dipertimbangkan dan diperhatikan pada
keseluruhan proses pelayanan klinis, serta diinformasikan pada saat
pendaftaran.
4. Hak – hak pasien meliputi :
1) Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di Puskesmas;
2) Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
3) Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi;
4) Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu, efektif dan efisien;
5) Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi;
6) Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) baik di dalam
maupun luar Puskesmas;
7) Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data – data medisnya;
7
8) Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
9) Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh Tenaga Kesehatan terhadap penyakit yang
dideritanya;
10) Didampingi keluarganya dalam mendapatkan pelayanan;
11) Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
danutnya selama masa perawatan di Puskesmas, dan tidak
mengganggu pasien lainnya;
12) Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
masa perawatan di Puskesmas;
13) Mengajukan usul dan saran perbaikan atas pelayanan Puskesmas;
14) Memilih tenaga kesehatan jika dimungkinkan.
8
B. PENGKAJIAN AWAL LAYANAN KLINIS
1. Proses kajian awal meliputi anamesis/alloanamnesis, kajian sosial
pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang, dilakukan secara
paripurna dengan langkah – langkah SOAP (Subyektif, Obyektif,
Assesment dan Plan), mencakup berbagai kebutuhan dan harapan
pasien / keluarga oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan
berwenang melakukan kajian mengacu pada standar profesi dan
standar asuhan;
2. Informasi kajian baik medis, keperawatan, kebidanan, dan profesi
kesehatan lain wajib diidentifikasi dan dicatat dalam Rekam Medis,
yang mudah diakses oleh petugas yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan pasien;
3. Dalam pelaksanaan kajian awal pelayanan klinis tidak diperbolehkan
untuk melakukan pengulangan - pengulangan yang tidak perlu, baik
dalam melakukan anamesis/alloanamnesis, pemeriksan fisik,
pemeriksaan penunjang, dan terapi;
4. Tersedia peralatan dan tempat pemeriksaan yang memadai, berkualitas
dan dapat menjamin keamanan pasien dan petugas, untuk melakukan
pengkajian awal pasien secara paripurna
5. Apabila dalam layanan klinis dalam keadaan tertentu hanya tersedia
tenaga kesehatan yang tidak sesuai kewenangannya, maka diperlukan
adanya pendelegasian wewenang dengan kejelasan proses secara
tertulis;
6. Petugas yang diberikan delegasi kewenangan sebaiknya telah mengikuti
pelatihan yang memadai tentang layanan yang wewenangnya akan
diberikan kepadanya;
7. Tersedia tim kesehatan antar profesi yang profesional untuk
melakukan kajian awal layanan klinis, jika diperlukan penanganan
secara tim;
8. Proses koordinasi dan komunikasi dalam pelayanan klinis harus
dilakukan, baik pada waktu transfer, pergantian shift, pelaporan kasus
dan instruksi tindakan, maupun pada kasus yang memerlukan
penanganan terintegrasi;
9. Pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera yang telah
teridentifikasi dengan Sistem Triase, harus diberikan prioritas untuk
mendapatkan assesment dan pengobatan;
9
C. KEPUTUSAN LAYANAN KLINIS
1. Hasil pengkajian awal layanan klinis pasien dianalisis oleh tenaga
kesehatan profesional dan/atau tim kesehatan antar profesi, yang
digunakan untuk menyusun keputusan layanan klinis (diagnosis medis
dan diagnosis keperawatan)
2. Keputusan layanan klinis digunakan untuk menetapkan rencana
layanan klinis (pengobatan / tindakan) selanjutnya sesuai dengan
kebutuhan, serta evaluasinya;
E. RENCANA RUJUKAN
1. Jika kebutuhan pasien tidak dapat dipenuhi oleh Puskesmas, maka
pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang mampu menyediakan
pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.
10
2. Proses rujukan harus diatur dengan kebijakan dan prosedur yang jelas
sehingga pasien dijamin memperoleh pelayanan yang dibutuhkan di
tempat rujukan pada saat yang tepat.
3. Tersedia prosedur untuk mempersiapkan pasien/ keluarga pasien
untuk dirujuk;
4. Rencana rujukan beserta hak dan kewajiban masing - masing dipahami
oleh tenaga kesehatan dan pasien/keluarga pasien;
5. Pasien/keluarga pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi
tentang rencana rujukan;
6. Informasi tentang rencana rujukan harus disampaikan dengan cara
yang mudah dipahami oleh pasien/keluarga pasien;
7. Informasi tentang rencana rujukan diberikan kepada pasien/keluarga
pasien untuk menjamin kesinambungan pelayanan;
8. Informasi yang perlu disampaikan kepada pasien meliputi: alasan
rujukan, fasilitas kesehatan yang dituju, termasuk pilihan fasilitas
kesehatan lainnya, jika ada, sehingga pasien/keluarga dapat
memutuskan fasilitas yang mana yang dipilih, serta kapan rujukan
harus dilakukan;
9. Dilakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi tujuan
rujukan untuk memastikan kesiapan fasilitas tersebut untuk menerima
rujukan;
10. Fasilitas rujukan penerima diberi resume tertulis yang memuat
identitas pasien, kondisi klinis pasien, prosedur dan pemeriksaan yang
telah dilakukan, serta kebutuhan pasien lebih lanjut, pada saat
mengirim pasien.
11. Selama proses rujukan, semua pasien selalu dimonitor secara langsung
oleh tenaga kesehatan yang berkompeten, kompetensi petugas
kesehatan yang melakukan monitoring disesuaikan dengan kondisi
pasien yang akan dirujuk.
11
4. Pelaksanaan layanan dan perkembangan pasien harus dicatat dalam
rekam medis;
5. Jika dilakukan perubahan rencana layanan harus dicatat dalam rekam
medis;
6. Tindakan medis /pengobatan yang berisiko wajib diinformasikan pada
pasien sebelum mendapatkan persetujuan;
7. Pemberian informasi dan persetujuan pasien (informed consent) wajib
didokumentasikan;
8. Kasus – kasus gawat darurat harus diprioritaskan dan dilaksanakan
sesuai prosedur pelayanan pasien gawat darurat;
9. Kasus – kasus berisiko tinggi harus ditangani sesuai dengan prosedur
pelayanan kasus berisiko tinggi;
10. Kasus-kasus yang perlu kewaspadaan universal terhadap terjadinya
infeksi harus ditangani dengan memperhatikan prosedur Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI);
11. Kinerja pelaksanaan layanan klinis harus dimonitor dan dievaluasi
dengan indikator yang jelas;
12. Hasil pemantauan kinerja pelaksanaan layanan digunakan untuk
menyesuaikan rencana layanan;
13. Hak dan kebutuhan pasien harus diperhatikan pada saat pemberian
layanan;
14. Pasien dan keluarga pasien memperoleh penjelasan tentang hak dan
tanggungjawab mereka berhubungan dengan penolakan atau tidak
melanjutkan pengobatan, termasuk penolakan untuk dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih memadai;
15. Jika pasien menolak untuk pengobatan atau rujukan, wajib diberikan
informasi tentang hak pasien untuk membuat keputusan, akibat dari
keputusan, dan tanggung jawab mereka berkenaan dengan keputusan
tersebut.
16. Keluhan pasien/keluarga wajib diidentifikasi, didokumentasikan dan
ditindak lanjuti;
12
2. Pemberian Obat dan / atau Cairan Intravena harus dilaksanakan oleh
petugas yang berkompeten dan berwenang, yaitu Tenaga Medis dan
Paramedis yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin
Praktek / Kerja di Puskesmas;
3. Pemberian Obat dan / atau Cairan Intravena harus memperhatikan
prinsip – prinsip Pengendalian dan Pencegahan Infeksi;
4. Sebelum melakukan pemberian Obat dan / atau Cairan Intravena,
pasien / keluarga pasien harus mendapatkan informed consent;
5. Tenaga Medis dan Paramedis yang akan melakukan pemberian Obat
dan / atau Cairan Intravena, harus menjelaskan risiko, manfaat,
komplikasi potensial, dan alternatif penanganan kepada pasien /
keluarga pasien;
6. Tenaga Medis dan Paramedis yang akan melakukan pemberian Obat
dan / atau Cairan Intravena, terlebih dulu harus melakukan kajian
awal pasien;
7. Tenaga Medis dan Paramedis yang akan melakukan pemberian Obat
dan / atau Cairan Intravena, merencanakan asuhan pemberian Obat
dan / atau Cairan Intravena berdasarkan hasil kajian awal pasien;
8. Status fisiologi pasien wajib dimonitor sebelum, selama dan setelah
pemberian Obat dan / atau Cairan Intravena;
9. Pemberian Obat dan / atau Cairan Intravena yang dilakukan harus
ditulis dalam rekam medis pasien;
13
5. Tenaga Medis dan Paramedis yang akan melakukan tindakan anastesi
lokal, sedasi dan pembedahan, harus menjelaskan risiko, manfaat,
komplikasi potensial, dan alternatif penanganan kepada pasien /
keluarga pasien;
6. Tenaga Medis dan Paramedis yang akan melakukan tindakan anastesi
lokal, sedasi dan pembedahan, melakukan kajian awal pasien;
7. Tenaga Medis dan Paramedis yang akan melakukan tindakan anastesi
local, sedasi dan pembedahan, merencanakan asuhan tindakan
anastesi local, sedasi dan pembedahan berdasarkan hasil kajian awal
pasien;
8. Status fisiologi pasien wajib dimonitor sebelum, selama dan setelah
pemberian anestesi local, sedasi dan pembedahan;
9. Teknik anestesi lokal, sedasi, dan prosedur pembedahan yang
dilakukan harus ditulis dalam rekam medis pasien;
14
3. Diberikan edukasi pada keluarga tentang pembatasan diit pasien, bila
keluarga ikut menyediakan makanan bagi pasien;
4. Penyiapan, penanganan, penyimpanan dan distribusi makanan
dilakukan dengan aman dan memenuhi peraturan perundangan yang
berlaku;
5. Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara yang baku untuk
mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan;
6. Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan
dan/atau kebutuhan khusus;
7. Pasien yang pada kajian awal berada pada risiko nutrisi, mendapat
terapi gizi;
8. Komunikasi dan koordinasi antar Petugas Paramedis, Petugas Gizi dan
pasien / keluarga pasien dilakukan untuk merencanakan, memberikan
dan memonitor pemberian asuhan gizi terhadap pasien yang
mempunyai risiko nutrisi;
9. Respons pasien dengan risiko nutrisi terhadap asuhan gizi dimonitor
dan dicatat dalam rekam medis.
15
7. Tersedia prosedur dan alternatif penanganan bagi pasien yang
memerlukan tindak lanjut rujukan akan tetapi tidak mungkin
dilakukan;
8. Pelaksanaan rujukan dilakukan atas dasar kebutuhan dan pilihan
pasien, persetujuan rujukan dari pasien/keluarga pasien, serta kriteria
rujukan sesuai dengan SOP rujukan;
9. Dilakukan identifikasi kebutuhan dan pilihan pasien (misalnya
kebutuhan transportasi, petugas kompeten yang mendampingi, sarana
medis dan keluarga yang menemani) selama proses rujukan;
10. Apabila tersedia lebih dari satu sarana yang dapat menyediakan
pelayanan rujukan tersebut, pasien/keluarga pasien diberi informasi
yang memadai dan diberi kesempatan untuk memilih sarana pelayanan
yang diinginkan;
11. Dilakukan tindak lanjut terhadap umpan balik pada pasien yang
dirujuk kembali sesuai dengan prosedur yang berlaku, dan
rekomendasi dari sarana kesehatan rujukan yang merujuk balik;
16