0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
156 tayangan29 halaman

Proposal 1 Dan 2

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 29

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

PROPOSAL

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN POLA MAKAN PASIEN

OSTEOARTRITIS DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA

TAHUN 2022

AMBAR ASTUTI

2106009

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Osteoartritis adalah penyakit sendi yang terjadi pada cartilago (tulang rawan)

yang ditandai dengan timbulnya nyeri saat terjadi penekanan sendi yang terkena.

Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain,

sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri pembatasan gerak pada sendi (Helmi,

2016). Pada penderita osteoartritis, terjadi gangguan ketidakseimbangan antara

kerusakan dan perbaikan dari tulang rawan di sendi dan terjadi akibat beberapa

faktor resiko termasuk mekanik yang berlebihan seperti obesitas (Jevsevar et al,

2015).

Osteoartritis juga merupakan salah satu bentuk terbanyak dari artritis yang

mengenai 15% dari populasi dunia. Menurut World Health Organization (WHO),

prevalensi penderita osteoartritis di dunia mencapai 151,4 juta jiwa. Prevalensi

osteoartritis di negara maju dan berkembang cukup tinggi karena sifatnya yang

kronik-progesif sehingga osteoartritis mempunyai dampak sosioekonomik yang

besar. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang. Prevalensi

osteoartritis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5 % pada pria, dan 12,7

% pada wanita; diperkirakan 1 sampai 2 juta orang di Indonesia menderita cacat

karena osteoartritis (Alfina, 2017). Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

(DIY), angka prevalensi osteoartritis berdasarkan yang pernah di diagnosa oleh

tenaga kesehatan yaitu sebanyak 5,93% dari jumlah penduduk DIY (Riskesdes,

2018). Data rekam medis rumah sakit Bethesda Yakkum Yogyakarta menunjukan

1
2

rata-rata kunjungan perbulan pasien osteoarthritis di poliklinik penyakit dalam 3

bulan terakhir mencapai 50 orang.

Prevalensi osteoartritis meningkat dua kali lipat pada tahun 2020 seiring dengan

pertambahan usia dari populasi serta meningkatnya prevalensi dari obesitas

(Johnson dan Hunter, 2014). Obesitas merupakan faktor resiko yang signifikan

pada osteoartritis Naglaa dan Gihan,2015). Pengaruh obesitas terhadap

osteoartritis dijelaskan karena adanya proses biomekanik dan inflamasi. Jaringan

adiposa dan lemak infrapatellar adalah sumber lokal mediator pro-inflamasi yang

meningkat dengan obesitas dan telah terbukti meningkatkan degradasi kartilago

dalam sel dan kultur jaringan model. Leptin merupakan mediator penting dari

osteoartritis terkait obesitas dengan sitokin inflamasi lainnya (Rita,2012).

Penelitian Khairani pada tahun 2013 di RSUD Raden Mattaher provinsi Jambi

menunjukan bahwa 55,4% dari orang yang mengalami osteoartritis tergolong

obesitas dan 23% tergolong kedalam overweight. Salah satu faktor penyebab

terjadinya obesitas pada penderita osteoartritis adalah pola makan yang tidak

sehat dimana asupan kalori yang masuk kedalam tubuh lebih banyak

dibandingkan kalori yang dibakar tubuh sehingga terjadi penimbunan lemak

didalam tubuh. Proses pembakaran kalori dapat dilakukan dengan exercise

(olahraga) secara rutin (Thamslim, 2013).

Pada penderita osteoartritis, olahraga dan pengaturan pola makan dapat

membantu pasien memiliki berat badan ideal sehingga tulang atau sendi mampu

menopang tubuh sesuai kapasitasnya. Dukungan keluarga dalam pengaturan pola

makan dapat membantu dalam mencapai berat badan ideal. Keberadaan dukungan

keluarga yang adekuat dapat memberi pengaruh positif sehingga memudahkan


3

seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap kejadian dalam kehidupannya

(Friedman, 2013). Keluarga harus dilibatkan dan diajak mengenal pasien secara

mendalam sehingga mengetahui apa yang seharusnya dilakukan agar dapat

menolong pasien (Sunaryo dkk, 2015). Penderita osteoartritis kronis sangat

tergantung pada keluarga mulai dari aktivias makan dan pemenuhan lainnya.

Dukungan keluarga mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan klien

(Asmadi, 2018).

Keluarga merupakan support system utama dalam mempertahankan kesehatannya

(Maryam et.all dalam Handayani Dwi, 2012). Banyak keluarga yang kurang

memahami pentingnya dukungan keluarga pada pasien dengan osteoartritis. Hasil

studi pendahuluan yang dilakukan penulis dengan melakukan screening berat

badan kepada 10 pasien dengan osteoatritis yang periksa di poliklinik penyakit

dalam rumah sakit Bethesda didapatkan data enam pasien (60%) masuk kategori

obesitas grade I, satu pasien (10%) kategori obesitas grade II dan tiga pasien

(30%) kategori overweight. Hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada 10

pasien tersebut juga di dapatkan data bahwa 100% atau 10 pasien mengatakan

kurang mendapat dukungan dari keluarga baik dalam melaukan aktivitas, kontrol

ke rumah sakit maupun dalam pengaturan gizi pada pasien,. Menurut ke 10 pasien

yang penulis wawancara, tidak ada perbedaan menu makan dirumah yang

disajikan. Hasil observasi yang dilakukan penulis mayoritas pasien osteoartritis

yang datang dan periksa di poliklinik penyakit dalam tidak diantar keluarga. Hal

inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti tentang hubungan dukungan

keluarga dengan pola makan pasien osteoartritis di Poliklinik penyakit dalam

rumah sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2022.


4

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan pola makan pasien

osteoartritis di Poliklinik penyakit dalam rumah sakit Bethesda Yogyakarta tahun

2022?”.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada

hubungan dukungan keluarga dengan pola makan pasien osteoartritis di

Poliklinik penyakit dalam rumah sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2022

2. Tujuan khusus

a. Menggambarkan karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, pekerjaan dan lama menderita osteoartritis pasien

osteoartritis di Poliklinik penyakit dalam rumah sakit Bethesda

Yogyakarta tahun 2022

b. Mendapatkan gambaran dukungan keluarga pasien osteoartritis di

Poliklinik penyakit dalam rumah sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2022

c. Mendapatkan gambaran pola makan pasien osteoartritis di Poliklinik

penyakit dalam rumah sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2022

d. Mengetahui keeratan hubungan dukungan keluarga dengan pola makan

pasien osteoartritis di Poliklinik penyakit dalam rumah sakit Bethesda

Yogyakarta tahun 2022


5

D. Manfaat

1. Mempermudah instansi dalam proses administrasi

Instansi menjadi lebih mudah dalam proses administrasi dalam bidang

pengembangan diri dalam aspek research.

2. Bermanfaat sebagai referensi dalam dunia akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur tambahan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan mahasiswa keperawatan mengenai pola

makan pasien dengan osteoartritis

3. Memenuhi syarat penyelesaian studi penulis

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis sebagai syarat dalam

menyelesaikan studi sarjana keperawatan.


6

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Jurnal terkait dengan hubungan dukungan keluarga dengan pola makan pasien osteoartritis

No Penelitian/ Judul Metode Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan


Tahun
1 Diani. 2018. Hubungan Kuantitatif dengan Berdasarkan hasil 1. Salah satu 1. Pada variabel penelitian
Dukungan Desain yang analisis, didapatkan p = variabel yang sebelumnya tentang
Keluarga digunakan desain 0,823 sehingga Ha sama yaitu dukungan keluarga dengan
Cross Sectional. ditolak, Ho diterima. dukungan nyeri,sedangkan penulis
Terhadap Nyeri
Jumlah responden 37 Maka dapat keluarga dukungan keluarga dengan
Berulang Pada orang. Pengumpulan disimpulkan bahwa 2. Metode nya pola makan.
Lansia Dengan data dilakukan dengan tidak ada hubungan sama sama 2. Sampling yang digunakan
Osteoarthritis Di memberikan kuisioner antara dukungan pendekatan peneliti sebelumnya
Wilayah Kerja dukungan keluarga keluarga terhadap nyeri cross sectional dengan total sampling,
Puskesmas dan kuisioner nyeri berulang pada lansia 3. Menggunakan sedangkan penulis dengan
Alianyang Kota berulang. Uji statistik dengan osteoarthtritis di desain purposive sampling.
dilakukan secara wilayah Kerja UPK kuantitatif 3. Penelitian sebelumnya uji
Pontianak..
bivariat menggunakan Puskesmas Alianyang Chi-square, sedangkan
Uji Chi Square penulis dengan uji
Spearman
2 Alfina, 2017 Hubungan Metode penelitian Berdasarkan 1. Metode nya 1. Variabel penelitian tentang
Obesitas Sentral yang digunakan pada perhitungan dan sama sama obesitas terhadap tingkat
Terhadap Tingkat penelitian ini pengolahan data pendekatan keparahan osteoartitis
termasuk dalam jenis menggunakan uji cross sectional 2. Desain penelitian
Keparahan
penelitian kuantitatif analisis bivariate yaitu 2. Menggunakan observational analitik,
Osteoartritis. dengan desain chi square didapatkan desain penulis dengan cross
penelitian nilai p = 0,690 atau kuantitatif sectional
observational analitik >0,05 maka dapat 3. Sampling yang digunakan
dan pendekatan cross dikatakan bahwa peneliti sebelumnya dengan
sectional, yang hipotesis yang sesuai consequtive sampling,
7

No Penelitian/ Judul Metode Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan


Tahun
Pengambilan sampel dengan hasil ini sedangkan penulis dengan
yang digunakan dalam meliputi H0 diterima purposive sampling
penelitian ini yaitu dan Hα ditolak,yang 4. Penelitian sebelumnya uji
secara Non- berarti bahwa tidak ada Chi-square, sedangkan
probability sampling hubungan antara penulis dengan uji
(consequtive kejadian obesitas Spearman
sampling). Analisis sentral dengan derajat
data menggunakan uji keparahan
chi-square. Osteoarthritis
berdasarkan keparahan
klinis dengan skor
WOMAC.
3 Gustiranda, 2019 Hubungan Penelitian ini bersifat Didapatkan hubungan 1. Jenis penelitian 1. Desain penelitian
Obesitas deskriptif analitik yang signifikan antara kuantitatif observational analitik,
Terhadap Derajat dengan rancangan obesitas terhadap 2. Sampling yang penulis dengan cross
Nyeri Pada cross sectional derajat nyeri pada digunakan sama sectional
Pasien Lansia (potong lintang).. pasien lansia dengan yaitu dengan 2. Penelitian sebelumnya uji
Dengan Simtom Teknik pengambilan simtom osteoarthritis purposive Chi-square, sedangkan
Osteoarthritis sampel menggunakan dengan uji Pearson chi- sampling penulis dengan uji
Lutut Di metode Purposive square Asymp. Sig Spearman
Posyandu Lansia sampling, dengan 0.036 (P<0.05)
Puskesmas analisis data
Kampung Baru menggunakan uji chi-
Medan Maimun square.
Tahun 2018
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Konsep Osteoartritis

a. Pengertian

1) Osteoartritis adalah salah satu penyakit yang tergolong kronis dan

belum diketahui apa saja yang mendasari penyebab terjadinya

penyakit ini, akan tetapi penyakit ini ditandai oleh kehilangan tulang

rawan sendi secara bertahap. Kelainan yang paling utama pada

penyakit osteoartritis ini adalah kerusakan tulang rawan sendi , diikuti

dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit , kerusakan

pada ligamen serta peradangan ringan pada sinovium dan akan

berimbas pada pembentukan efusi pada sendi yang bersangkutan

(Rahmanto, 2015)

2) Osteoartritis adalah penyakit sendi yang terjadi pada cartilago (tulang

rawan) yang ditandai dengan timbulnya nyeri saat terjadi penekanan

sendi yang terkena. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang

bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri

pembatasan gerak pada sendi (Helmi, 2016).

b. Faktor resiko

Osteoartritis adalah penyakit dengan multifaktoral selain berpengaruh

pada osteoartritis faktor resiko juga berpengaruh pada progresifitas

penyakit, makapemahaman terkait dengan faktor resiko penyakit ini perlu

di pahami. Faktor resiko osteoartritis diantaranya usia,tingkat aktifitas

yang membebani sendi,obesitas dan jenis kelamin.

8
9

1) Usia

Usia berhubungan pada munculnya osteoartritis, dikarenakan

akumulasi gangguan pada bagian persendian, menurunnya fungsi

neuromuskular dan penurunan pada mekanisme perbaikan.

2) Aktifitas yang membebani

Aktifitas yang dimaksud disini adalah aktifitas yang sering dilakukan

misalnya pada kegiatan atau suatu pekerjaan. Kegiatan seperti

jongkok, berlutut dengan waktu yang lama,mengankat beban yang

terlalu berat >25 kg dan naik turun melewati anak tangga.

3) Obesitas

Obesitas mampu memunculkan penyakit osteoartritis lutut,semakin

besar berat badan seseorang maka resiko terjadinya osteoartritis

semakin tinggi.

4) Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

munculnya diagnosa osteoartritis secara hormonal. pengaruh terhadap

metabolisme kartilago dan variasi cedera pada persendian, wanita

memiliki peluang resiko yang lebih besar menderita osteoartritis

bilateral dari pada pria.

c. Patofisiologi

Osteoartritis adalah suatu penyakit degeneratif sendi yang merupakan

hasil dari perubahan patologis yang akan menyebabkan nyeri dan

perupahan fungsi pada penderitanya. Perubahan jaringan pada penyakit

osteoartritis ini adalah (Handono et all., 2019):

1) Kartilago sendi

Fungsi dari organ ini adalah sebagai pelumas,dan mengurangi gesekan

antar tulang.didalam kapsul sendi terdapat suatu cairan yang


10

dinamakan cairan sinovium yang mengandung asam hialuronat dan

lubrisin berfungsi untuk mengurangi gesekan dan mengurangi beban

pada sendi. Pada bagian kartilago sendi terjadi perubahan sendi pada

saat mendapatkan beban maksimal, kondrosit pada kartilago ini akan

mengalami akselerasi pembelahan dan hipertrofi. Proses yag

berlangsung lama juga akan menyebabkan kerusakan pda jaringan

kartilago karena adanya pelepasan protease dari sel-sel inflamasi.

Kehilangan jaringan ini akan meyebabkan munculnya rasa nyeri ketika

sendi digerakan

2) Tulang

Akan menimbulkan terjadinya pengerasan pada daerah subkondral

(subchrondal screrosis) dikarenakan produksi kolagen dan mineralisasi

yang buruk, ini akan menimblulkan munculnya osteofit.

3) Sinovium

Cairan sinovium yang mengandung asam hilauronat dan lubrisin

mempunyai fungsi yaitu melumaskan dan mengurangi gesekan pada

tulang. Sebagian kasus penyakit osteoartritis akan terjadi inflamasi

(sinovitis) atau hipertrofi sinovium, proses ini berbedan dengan artritis

inflamasi, karena proses ini tidak memerlukan faktor pemicu

diantaranya seperti peradangan akibat antibodi. Inflamasi ini akan

menyebabkan munculnya rasa nyeri dan progresifitas dari osteoartritis.

4) Jaringan lunak

Penyakit osteoartritis akan mempengaruhi jaringan lunak seperti

ligamen, kapsul sendi dan meniskus. Jaringan ini mengalami

kehilangan matriks ekstraseluler dan sel-selnya. Kemungkinan dapat

terjadi penebalan jaringan dan robekan meniskus


11

d. Klasifikasi

Menurut Handono et all., (2019), berdasarkan penyebabnya, osteoartritis

dibedakan menjadi dua yaitu osteoartritis primer dan osteoartritis

sekunder.

1) Osteoartritis primer, atau dapat disebut osteoartritis idiopatik, tidak

memiliki penyebab yang pasti (tidak diketahui) dan tidak disebabkan

oleh penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.

2) Osteoartritis sekunder adalah osteoartritis yang disebabkan oleh

penyakit atau kondisi lainnya, seperti pada post-traumatik, kelainan

kongenital dan pertumbuhan (baik lokal maupun generalisata),

kelainan tulang dan sendi, penyakit akibat deposit kalsium, kelainan

endokrin, metabolik, inflamasi, imobilitas yang terlalu lama, serta

faktor risiko lainnya seperti obesitas, operasi yang berulangkali pada

struktur-struktur sendi, dan sebagainya. Kasus osteoartritis primer

lebih sering dijumpai pada praktik sehari-hari dibandingkan dengan

osteoartritis sekunder.

e. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala osteoarthritis menurut Handono et all., (2019):

1) Nyeri sendi

Nyeri merupakan keluhan utama yang sering membawa pasien ke

dokter. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit

berkurang dengan istirahat. Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi

pada sinovium, tekanan pada sumsum tulang, fraktur daerah

subkondral, tekanan saraf akibat osteofit, distensi, instabilnya kapsul

sendi, serta spasme pada otot atau ligamen.


12

2) Hambatan gerakan sendi

Hambatan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan – pelan

sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.

3) Kekakuan sendi

Kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari ketika setelah

duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.

4) Krepitasi

Sensasi gemeretak (kadang - terdengar) pada sendi yang sakit

5) Deformitas sendi

Pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan mengalami

pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut.

6) Pembengkakan pada tulang

Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan

sebagai nodus Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal

Interphalangeal (DIP) atau nodus Bouchard (karena adanya

keterlibatan sendi Proximal Phalangeal (PIP). Pembengkakan pada

tulang dapat menyebabkan penurunan kemampuan pergerakan sendi

yang progresif.

7) Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua

pasien osteoartritis pergelangan kaki, lutut, atau panggul berkembang

menjadi pincang. Gangguan berjalan dengan gangguan fungsi sendi

yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien

osteoartritis yang umumnya tua.

f. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis osteoartritis biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan

radiologis. Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena
13

osteoartritis sudah cukup memberikan gambaran diagnostik. Jarang sekali

dibutuhkan peralatan diagnostik yang lebih canggih. Gambaran

radiografik yang menyokong diagnostik osteoartritis adalah penyempitan

celah sendi yang sering kali asimetris (lebih berat pada bagian yang

menanggung beban), peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkondral,

kista tulang, osteofit pada pinggir sendi dan perubahan struktur anatomi

sendi (Handono et all., 2019). Menurut Helmi (2016), secara radiografi

osteoartritis dapat digradasi menjadi ringan sampai berat yang dapat

diklasifikasikan seperti berikut:

1) Derajat 0 yaitu tidak ada kelainan

2) Derajat 1 yaitu suspek osteoarthritis, terbentuknya osteofit pada

eminensia

3) Derajat 2 yaitu ruang sendi menyempit sedang, sklerosis subkondral

sedang

4) Derajat 3 yaitu terjadi penyempitan ruang sendi lebih dari 50%,

disekeliling kondilus femoralis dan sklerosis subkondral yang

ekstensif

5) Derajat 4 yaitu terjadi kerusakan sendi kista subkondral, dan posisi

subluksasi.

g. Penatalaksanaan

Pengelolaan osteoartritis berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang

terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Menurut Helmi (2016)

pengelolaannya terdiri dari 3 hal :

1) Terapi non farmakologis

a) Edukasi atau Penerangan

Maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui sedikit

seluk-beluk tentang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar


14

penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat

dipakai.

b) Terapi fisik dan rehabilitasi

Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat

dipakai dan melatih pasien melindungi sendi yang sakit.

c) Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan faktor yang akan

memperberat penyakit osteoartritis.Apabila berat badan berlebihan,

maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin

mendekati berat badan ideal.

2) Terapi Farmakologis

a) Analgesik oral non opiat

b) Analgesik topikal

c) OAINS

d) Chondroprotective agent

3) Terapi bedah

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk

mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila

terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari- hari.

h. Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi apabila osteoartritis tidak ditangani dengan

serius. Menurut Handono et all., (2019), terdapat dua macam komplikasi

yaitu:

1) Komplikasi Kronis

Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang

terparah ialah terjadinya kelumpuhan.


15

2) Komplikasi Akut

a) Osteonecrosis

b) Ruptur Baker cyst dan Bursitis

c) Symptomatic Meniscal Tear

2. Konsep Dukungan Keluarga

a. Pengertian.

Dukungan keluarga menurut Friedman (2013) adalah sikap, tindakan

penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan

informasional, dukungan instrumental dan dukungan emosional. jadi

dukungan keluarga adalah susatu bentuk hubungan interpersonal yang

meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga,

sehingga anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan. Orang yang

berada didalam lingkungan sosial yang suportif umumnya memiliki

kondisi yang lebih baik di bandingkan rekanya yang tanpa keuntungan ini,

karena dukungan keluarga dianggap dapat mengurangi atau menyangga

efek kesehatan mental individu.

Dukungan keluarga adalah bantuan yang diberikan kepada anggota

keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasihat yang mampu

membuat penerima dukungan akan merasa di sayang, di hargai dan

tentram. Dukungan ini merupakan sikap, tindakan dan penerimaan

keluarga terhadap mpenderita yang sakit. Anggota keluarga memandang

bahwa orang yang bersifat mendukung akan selalu siap memberi

pertolongan dan bantuan yang di perlukan. Dukungan keluarga yang

diterima salah satu anggota keluarga dari anggota keluarga yang lainya

dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat dalam sebuah


16

keluarga. Berntuk dukungan keluarga terhadap anggota keluarga adalah

secara moral atau naterial. Adanya dukungan keluarga akan berdampak

pada peningkatan rasa percaya diri pada penderita dalam memnghadapi

proses pengobatan penyakitnya (Misgiyanto & Susilawati, 2014).

b. Bentuk dan fungsi dukungan keluarga.

Friedman (2013) membagi bentuk dan fungsi dukungan keluarga menjadi

4 dimensi yaitu :

1) Dukungan instrumental

Bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam

melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan- persoalan yang

dihadapinya,atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi,

misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi

penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain.

2) Dukungan informasional

Yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan agar

dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-

persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-

ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat

disampaikan kepada orang lain yang sama atau hampir sama.

3) Dukungan penilaian

Yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada

pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini

bisa positif dan negative yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi

seseorang.

4) Dukungan emosional

Setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain,

dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta,


17

kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang

menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri

tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar

semua keluhannya, bersimpati,dan empati terhadap persoalan yang

dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang

dihadapinya.

c. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Purnawan dalam Suparyanto (2012) faktor-faktor yang

mempengaruhi dukungan keluarga adalah:

1) Faktor Internal

a) Tahap perkembangan

Artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini

adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap

rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon

terhadap perubahan kesehatan yang berbeda- beda.

b) Pendidikan atau tingkat pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh

variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang

pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan

membentuk cara berpikir seseorang termasuk kemampuan untuk

memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan

menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga

kesehatan dirinya.

c) Faktor emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya

dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami

respon stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespon


18

terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara

mengkhwatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam

kehidupannya.

2) Faktor eksternal

a) Praktik keluarga

Cara keluarga memberikan dukungan akan mempengaruhi

penderita dalam melaksanakan kesehatannya. Misalnya: anak yang

selalu diajar orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan

rutin, maka ketika punya anak dia akan melakukan hal yang sama.

b) Faktor sosio ekonomi

Faktor sosial dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan

mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi

terhadap penyakitnya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang

biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang

dirasakan sehingga ia akan mencari pertolongan ketika merasa ada

gangguan pada kesehatannya.

c) Latar belakang budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan

kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara

pelaksanaan kesehatan pribadi.

d. Pengukuran Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa

kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi

dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini

mengingatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2013).

Dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang

sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain kepada individu dan
19

sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan

yang diterima (Schwarzer, 2014). Dukungan sosial sebagai kenyamanan

fisik dan psikologi yang diberikan oleh teman-teman dan anggota

keluarganya. Dukungan sosial sendiri terdapat 2 aspek yaitu received

sosial dan perceived sosial. (Schwarzer, 2014). Dukungan keluarga akan

diukur dengan menggunakan kuesioner tentang dukungan keluarga yang

dibuat oleh peneliti. Skala data yang di gunakan adalah ordinal, yang

dikelompokkan menjadi dukungan keluarga baik : 76-100 % dukungan

keluarga cukup : 56-75 % dukungan keluarga kurang : ≤56% (Nursalam,

2013).

3. Pola Makan

a. Pengertian Pola Makan

1) Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan

jenis makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi

mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu

kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2013).

2) Pola makan juga di definisikan sebagai karateristik dari kegiatan yang

berulang kali makan atau setiap orang makan dalam memenuhi

kebutuhan makanan. (Sulistyoningsih, 2011).

Secara umum pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yang terdiri dari:

1) Jenis makan

Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari

terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan

buah yang dikonsumsi setiap hari. Makanan pokok adalah sumber

makanan utama di negara indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau


20

sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jagung, sagu, umbi-

umbian, dan tepung (Sulistyoningsih, 2011).

2) Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi

makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan (Depkes,

2013). sedangkan menurut Suhardjo (2019) frekuensi makan

merupakan berulang kali makan sehari dengan jumlah tiga kali makan

pagi, makan siang, dan makan malam.

3) Jumlah makan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam setiap

orang atau setiap individu dalam kelompok (Willy, 2011).

b. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan yang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan makan

seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola

makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan

lingkungan (Sulistyoningsih, 2011).

1) Faktor ekonomi

Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk daya

beli pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan

menurunan daya beli pangan secara kualitas maupun kuantitas

masyarakat. Pendapatan yang tinggi dapat mencakup kurangnya daya

beli dengan kurangnya pola makan masyarakat sehingga pemilihan

suatu bahan makanan lebih di dasarkan dalam pertimbangan selera

dibandingkan aspek gizi (Sulistyoningsih, 2011).

2) Faktor Sosial

Budaya pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat

dipengaruhi oleh faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat


21

daerah yang menjadi kebiasaan atau adat. Kebudayaan di suatu

masyarakat memiliki cara mengkonsumsi pola makan dengan cara

sendiri. Dalam budaya mempunyai suatu cara bentuk macam pola

makan seperti:dimakan, bagaimana pengolahanya, persiapan dan

penyajian (Sulistyoningsih, 2011).

3) Agama

Dalam agama pola makan ialah suatu cara makan dengan diawali

berdoa sebelum makan dengan diawali makan mengunakan tangan

kanan (Depkes RI, 2018).

4) Pendidikan

Dalam pendidikan pola makan ialah salah satu pengetahuan, yang

dipelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan

penentuan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011).

5) Lingkungan

Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh terhadap pembentuk

perilaku makan berupa lingkungan keluarga melalui adanya promosi,

media elektronik, dan media cetak (Sulistyoningsih, 2011).

6) Kebiasaan makan

Kebiasaan makan ialah suatu cara seseorang yang mempunyai

keterbiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi

dan jenis makanan yang dimakan (Depkes,2013).

4. Pola Makan Pasien Osteoartritis

Pola makan masyarakat saat ini menimbulkan berbagai macam penyakit.

Mengonsumsi makanan yang berlemak dan makanan yang cepat saji

merupakan kebiasaan buruk masyarakat (Noviyanti, 2015). Pengaturan diet

pada penderita penyakit harus merupakan suatu kesatuan dengan kegiatan


22

perawatan medis dan pengobatan. Bagi seorang penderita penyakit, baik

kronis maupun akut, diet yang diberikan merupakan salah satu kegiatan dalam

upaya penyembuhan. Penderita osteoartritis memiliki syarat diet hampir sama

dengan penderita Gout dengan pembatasan jumlah purin, cukup kalori (sesuai

dengan kebutuhan tubuh), tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah lemak,

tinggi cairan, dan tanpa alkohol. Selain itu, bahan makanan kombinasi dalam

diet rendah purin sedapat mungkin penghasil sisa basa.

a. Pembatasan purin

Apabila telah terjadi pembengkakan sendi penderita harus diberikan diet

bebas purin. Namun, kenyataannya tidak mungkin merencanakan diet

tanpa purin karena hampir semua bahan makanan sumber protein

mengandung nukleoprotein. Diet yang normal biasanya mengandung 600-

1.000 mg purin/hari. Oleh karena itu, diet bagi penderita osteoartritis

harus dikurangi kandungan purinnya hingga kira-kira hanya mengonsumsi

sekitar 100-150 mg purin/hari (Yenrina dkk, 2014).

b. Kalori sesuai dengan kebutuhan

Jumlah konsumsi kalori harus benar-benar diperhatikan hingga sesuai

dengan kebutuhan tubuh yang didasarkan pada tinggi dan berat badan

individu. Bagi penderita osteoartritis yang kelebihan berat badan harus

menurunkan berat badannya dengan memperhatikan jumlah konsumsi

kalori. Jumlah kalori disesuaikan dengan kebutuhan dan dijaga agar berat

badan tidak di bawah normal atau kurang gizi. Kekurangan kalori akan

meningkatkan asam urat serum dengan adanya keton bodies dengan

mengurangi pengeluaran asam urat melalui urin. Demikian juga yang akan

terjadi jika penderita menjalani puasa atau diet ketat. Untuk mengatasi

rasa lapar akibat pembatasan konsumsi kalori, penderita dapat

mengonsumsi banyak sayuran dan buah-buahan segar. Mengonsumsi buah


23

dan sayur dapat memberikan rasa kenyang. Kadar airnya yang tinggi

sangat baik untuk membantu melarutkan kelebihan asam urat dalam serum

(Yenrina dkk, 2014).

c. Tinggi karbohidrat

Karbohidrat diberikan sesuai dengan kebutuhan kalori. Ada dua jenis

karbohidrat yang bisa dikonsumsi, yaitu karbohidrat sederhana dan

karbohidrat kompleks. Karbohidat kompleks, seperti nasi, singkong, ubi,

sangat baik dikonsumsi oleh penderita gout karena dapat meminimalisir

peningkatan kadar asam urat serum. Namun penderita osteoartritis harus

mengurangi konsumsi karbohidrat sederhana jenis fruktosa, seperti gula,

permen, arum manis, gulali, dan sirup. Konsumsi fruktosa tersebut dapat

meningkatkan kadar asam urat serum (Yenrina dkk, 2014).

d. Rendah protein

Penderita osteoartritis diberi diet rendah protein, terutama protein yang

berasal dari bahan pangan hewani. Sumber protein yang disarankan yang

berasal dari susu, keju dan telur. Asupan protein perlu dibatasi karena

dapat merangsang biosintesis asam urat dalam tubuh (Noviyanti, 2015).

e. Rendah lemak

Konsumsi lemak pada penderita osteoartritis harus dibatasi terutam lemak

jenuh. Lemak memiliki dampak negatif terhadap osteoartritis, karena

dapat menghambat ekskresi atau pembuangan asam urat melalui urin.

Semakin banyak mengonsumsi lemak maka gangguan pembuangan

semakin besar (Noviyanti, 2015). Penderita osteoartritis sebaiknya diberi

diet rendah lemak. Penderita harus membatasi makanan yang digoreng

dan bersantan serta menghindari penggunaan margarin (berasal dari

produk nabati) atau mentega (berasal dari produk hewani). Demikian pula
24

dengan buah yang kandungan lemaknya tinggi, seperti alpukat dan durian

(Yenrina dkk, 2014).

f. Tinggi cairan

Air berperan penting dalam pembentukan berbagai cairan tubuh, seperti

darah, cairan lambung, hormon, enzim, dan lainnya. Tersedianya air

dalam jumlah cukup akan membantu pembentukan enzim dan hormon

yang dapat mengekskresikan asam urat sehingga asam urat yang ada pada

tubuh akan terekskresikan melalui ginjal dan kadar asam urat dalam darah

akan berkurang. Jika seseorang mengonsumsi cairan dalam jumlah tinggi,

reabsorpsi air di ginjal menurun dan ekskresi zat terlarut air meningkat

(Diantari dkk, 2013).

g. Makanan yang menghasilkan sisa basa tinggi

Untuk mengurasi risiko terbentuknya kristal monosodium urat di sendi-

sendi, penderita osteoartritis sebaiknya mengombinasikan makanan rendah

purin dengan bahan pangan tinggi sisa basa. Nasi, roti, dan hasil olahan

terigu lainnya (makaroni, spageti, serta mi) merupakan karbohidrat yang

cenderung menghasilkan sisa asam tinggi. Oleh karena itu, dalam

mengonsumsinya perlu mengombinasikan dengan bahan pangan penghasil

sisa basa tinggi, seperti sayuran dan buah (Yenrina dkk, 2014).

5. Preskripsi diet

Menurut Hartono (2019), berikut ini preskripsi makan pada penderita

osteoartritis ata penyakit sendi lainnya

a. Makan makanan dalam porsi kecil tetapi sering

b. Cobalah diet tanpa daging 3-4 hari dalam seminggu

c. Bisakan makan ikan minimal seminggu sekali dalam memilih jenis ikan

yang kaya akan asam lemak omega-3


25

d. Ikut sertakan buah dan sayuran dalam diet, tambahkan buah pada bubur

sereal, pilih sayur atau buah segar sebagai cemilan, tambahkan buah dan

sayuran pada panggangan roti , makan salad, gado-gado, urapan, rujak dan

lain - lain dengan membatasi asupan minyak serta gula (misalnya untuk

bumbu gado gado dibuat dari kacang yang disangrai/digoreng tanpa

minyak).

e. Batasi asupan lamak dengan memilih alternative makanan yang

mengandung lema rendah.

B. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah sekumpulan konsep yang saling berkaitan yang disusun

sedemikian rupa sebagai dasar argumentasi akademik dalam penelitian. Kerangka

teori merupakan kesimpulan atau gambaran keseluruhan dasar-dasar teoritis hasil

kajian literatur (Irfannuddin, 2019). Kerangka teori dalam penelitian ini sebagai

berikut: Komplikasi :
Akut:Osteonecrosis,
Osteoartritis Ruptur Baker Cyst ,
Pengertian Bursitis,
Faktor resiko Symptomatic
Klasifikasi Meniscal Tear
Tanda dan Gejala Dukungan Keluarga Kronis: Malfungsi
Penatalaksanaan Dukungan tulang dan Lumpuh
instrumental

Dukungan Pola Makan Pasien


informasional Osteoartritis

Dukungan penilaian Pembatasan


purin
Faktor yang mempengaruhi:
Dukungan emosional Kalori
Faktor Internal Tinggi
karbohidrat
Tahap perkembangan Rendah protein
Rendah lemak
Pendidikan/tingkat pengetahuan Tinggi cairan
Makanan yang
Faktor emosi
menghasilkan
Faktor eksternal sisa basa tinggi

Praktik keluarga

Faktor
Skemasosio ekonomiTeori
1. Kerangka
(Sumber: Friedman (2013), Hartono (2019), Helmi (2016), Handono et all., (2019), Misgiyanto &
Latar belakang
Susilawati, 2014), Purnawan budaya (2012), Noviyanti (2015)
dalam Suparyanto
26

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan yang akan menghubungkan secara

teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu, antara variabel independen

dengan variabel dependen yang akan di amati atau di ukur melalui penelitian yang

akan di laksanakan (Sugiyono, 2014).

Dukungan Keluarga: Pola Makan:


Baik Baik
Cukup Buruk
Kurang

Faktor yang mempengaruhi:


Faktor Internal

Tahap perkembangan

Pendidikan/tingkat pengetahuan

Faktor emosi

Faktor eksternal

: Tidak diteliti Praktik keluarga

Faktor sosio ekonomi


: Diteliti
Latar belakang budaya
Skema 2. Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian untuk mengarahkan

kepada hasil penelitian atau suatu kesimpulan sementara (Notoadmodjo, 2018).

1. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan pola makan pasien

osteoartritis di Poliklinik penyakit dalam rumah sakit Bethesda Yogyakarta

tahun 2022

2. Hipotesis Alpha (Hα)

Ada hubungan dukungan keluarga dengan pola makan pasien osteoartritis di

Poliklinik penyakit dalam rumah sakit Bethesda Yogyakarta tahun 2022


27

E. Asumsi Peneliti

Peneliti mempunyai anggapan bahwa semakin baik dukungan keluarga maka

semakin baik pola makan pasien dengan osteoarthritis, sebaliknya semakin

kurang dukungan keluarga maka semakin buruk pola makan pasien dengan

osteoarthritis.

F. Variabel Penelitian

1. Definisi Konseptual

a. Variabel bebas

Dukungan keluarga menurut Friedman (2013) adalah sikap, tindakan

penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan

informasional, dukungan instrumental dan dukungan emosional.

b. Variabel terikat

Pola makan merupakan kegiatan yang berulang kali makan individu atau

setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan makanan

(Sulistyoningsih, 2011)

2. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang dibuat oleh peneliti untuk

keperluan operasional, yaitu pedoman dalam pelaksanaan penelitian, tidak

menyimpang dari definisi knseptual, menggambarkan cara pengukuran dan

skalanya (Notoatmojo, 2014).


Tabel 3.
Definisi Operasional
Variabel
No Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala
Penelitian
1. Dukungan Merupakan sikap dan Kuesioner dukungan keluarga dibuat sendiri Kuesioner menggunakan skala linkert dengan 4 pilihan jawaban. Ordinal
Keluarga tindakan penerimaan dari oleh peneliti. Kuesioner ini terdiri dari Pada penyataan favorable, jawaban “Selalu” diberi skor 4,
Pasien keluarga terhadap anggota pernyataan favorable dan unfavorable. jawaban “Sering” diberi skor 3 dan jawaban “Jarang” diberi skor
Osteoartritis keluarganya yang menderita Terdapat 14 pernyataan yang terdiri 4 2 dan “tidak pernah” diberi skor 1. Pada penyataan unfavorable,
osteoarthritis baik berupa pernyataan tentang dukungan emosional, 4 jawaban “Selalu” diberi skor 1, jawaban “Sering” diberi skor 2
dukungan penilaian, pernyataan tentang dukungan penilaian, 4 dan jawaban “Jarang” diberi skor 3 dan “tidak pernah” diberi
dukungan informasional, pernyataan tentang dukungan informasional, skor 4. Total skor maksimal 64 dan skor minimal 16. Hasil ukur
dukungan instrumental dan dan 4 pernyataan tentang dukungan terbagi dalam 3 kategori dengan interval sebagai berikut:
dukungan emosional yang instrumental. Interval: total skor/pilihan jawaban
datang periksa dipoli I : T/ N
penyakit dalam rumah sakit I : 64/4
Bethesda Yogyakarta. I : 16

1. Skor 48-64: Baik


2. Skor 32-47: Cukup
3. Skor 16-31: Kurang
2. Pola Makan Merupakan kegiatan makan Kuesioner pola makan berjumlah 15 item Kuesioner menggunakan skala Gutman dengan 2 pilihan jawaban Ordinal
Pasien yang berulang kali dan dibuat oleh peneliti sendiri. Jenis “Ya” dan “Tidak”. Pada pernyataan favorable jawaban “Ya”
Osteoartritis dilakukan oleh penderita pertanyaan dalam kuesioner ini merupakan diberi skor 1 dan jawaban “Tidak” diberi skor 0. Pada pernyataan
osteoarthritis yang datang pernyataan tertutup dengan 10 item tipe unfavorable jawaban “Ya” diberi skor 0 dan jawaban “Tidak”
periksa dipoli penyakit favorable dan 5 item unfavorable. diberi skor 1. Total skor maksimal 15 dan skor minimal 0. Hasil
dalam rumah sakit Bethesda ukur terbagi dalam 2 kategori dengan interval sebagai berikut:
Yogyakarta. Interval: total skor/pilihan jawaban
I : T/ N
I : 15/2
I : 7,5=>8

1. Skor 8-15: Baik


2. Skor 0-7: Buruk

28

Anda mungkin juga menyukai