0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan22 halaman

Laporan Pendahuluan DM Tipe II

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 22

1

A. Konsep Dasar DM Tipe II


1. Pengertian DM
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan
atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang
bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan
individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative
insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2019).
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2017).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2015,
diabetes merupakan suatu kelompok panyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa (Rab, 2018).
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat
(Smeltzer, S.C., 2015).
2. Klasifikasi DM
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes
Association’s Expert Committee on the Diagnosis and Classification of
Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu (Corwin,
2019) :
1) Tipe I:  Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes
Melitus tergantung insulin (DMTI)
2

Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah


tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin
dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk
mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi
sebelum usia 30 tahun.
2) Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus  (NIDDM)/
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah
tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap
insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan
insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika
kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak
dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada orang
yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada orang yang obesitas.
3) DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik),
obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
4) Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.
3. Etiologi DM Tipe II
Penyebab DM tipe 2 belum diketahui secara pasti penyebabnya,
diperkirakan faktor genetik menjadi penyebab terjadinya retensi insulin
pada pasien DM. Akibat dari gabungan dari abnormalitas komplek
insulin dan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi mempertahankan euglikemia. Faktor-faktor resiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II, yaitu : Usia
3

(resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun),


obesitas, riwayat keluarga, dan kelompok etnik (Rendy, 2012).

4. Patofisiologi DM
1) Diabetes tipe I.
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi
maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat
dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein
dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan  (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
4

berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan


tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi
yang penting.
2) Diabetes tipe II.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
5

menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom


hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes
yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan
yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

5. Manifestasi Klinis DM Tipe 2


Tanda dan gejala pasien DM dibagi menjadi dua macam yaitu
gejala kronik dan gejala akut serta munculnya ulkus diabetic, yaitu :
1) Gejala akut yang timbul pada pasien DM berupa :
(1) Pasien akan banyak mengkonsumsi makanan
(2) Pasien akan banyak mengkonsumsi minum
(3) Pasien akan lebih sering buang air kecil

Apabila gejala tersebut tidak segera ditangani maka akan timbul


gejala lain seperti menurunnya nafsu makan pasien dan berat badan
akan turun, mudah merasa lelah, pada keadaan tertentu pasien akan
koma.

2) Gejala kronis yang muncul antara lain :


(1) Pasien biasanya akan mengeluh kesemutan
(2) Kulit pasien akan terasa panas
(3) Kulit pasien terasa tebal
(4) Mengalami kram
(5) Cepat mengantuk
(6) Pandangan kabur
(7) Gigi mudah goyang dan sering lepas
(8) Pada wanita hamil kemungkinan terburuknya a dalah keguguran
dan prematuritas.
6

3) Luka diabetic
Luka diabetic atau sering biasa disebut ulkus diabetik luka yang
disebabkan karena pulsasi pada bagian arteri distal.
6. Komplikasi DM
1) Komplikasi Akut
(1) Hipoglikemia, yaitu kadar gula dalam darah berada dibawah nilai
normal < 50 mg/dl
(2) Hiperglikemia, yaitu suatu keadaan kadar gula dalam darah
meningkat secara tiba – tiba dan dapat berkembang menjadi
metabolisme yang berbahaya
2) Komplikasi Kronis
(1) Komplikasi makro vaskuler, yang biasanya terjadi pada
pasien DM adalah pembekuan darah di sebagian otak, jantung
koroner, stroke, dan gagal jangung kongestif.
3) Komplikasi mikro vaskuler, yang biasanya terjadi pada pasien DM
adalah nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan
amputasi (Perkeni, 2015).

7. Penataksanaan Medis DM
Penatalaksanaan diabetes dititikberatkan pada 4 pilar penatalaksanaan
diabetes, yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi
farmakologis.
1) Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat
yang memerlukan partisipasi efektif dari klien dan keluarga klien.
Tujuan utama dari pemberian edukasi pada pasien DM dan juga pada
keluarga adalah harapan diamana pasien dan keluarga akan mengerti
bagaimana cara penanganan yang tepat dilakukan pada pasien DM.
Edukasi pada pasien bisa dilakukan meliputi pemantauan kadar gula
darah, perawatan luka, kepatuhan dalam pengansumsian obat,
peningkatan aktivitas fisik, pengurangan asupan kalori dan juga
pengertian serta komplikasi dari penyakit tersebut (Suzanna, 2014).
7

2) Terapi Gizi Medis


Pasien DM harus mampu memenuhi prinsip 3J pada dietnya, meliputi
(jumlah makanan yang dikonsumsi, jadwal diet yang ketat dan juga
jenis makanan apa yang dianjurkan dan pantangan makannya)
(Rendy, 2012).
3) Olahraga
Olahraga secara teratur 3-4x dalam seminggu kurang lebih 30
menit (Suzanna, 2014).
4) Intervensi farmakologis
Berupa pemberian obat Hipoglikemik oral (sulfonilurea,
biguanid/metformin, inhibitor alfa glukosidase dan insulin)
(Ernawati, 2013).

Dengan penanganan yang benar baik pencegahan dan


perawatannya, diharapkan gangren dapat dilakukan pengobatannya
secara benar agar pasien DM bisa berkurang. Penatalaksanaan gangren
sebagai berikut :
(1) Kontrol kadar gula darah
Pengendalian gula darah dan berbagai upaya sangat penting
dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum penderita dengan
nutrisi yang memadai.
(2) Penanganan ulkus/gangrene
Tindakan yang dilakukan untuk penanganan ulkus/gangren ini,
antara lain: bedah minor seperti insisi, pengaliran abses,
debridemen, dan nekrotomi dengan tujuan untuk mengeluarkan
semua jaringan nekrosis untuk mengeliminasi infeksi, sehingga
diharapkan dapat mempercepat penyembuhan luka.
(3) Memperbaiki sirkulasi darah
a. Memperbaiki status rheologi, merupakan tindakan
memberikan obat antiagregasi trombosit hipolipidemik yang
bertujuan untuk memperbaiki jaringan yang terserang.
8

b. Memperbaiki struktur vaskuler, merupakan tindakan yang


dilakukan dengan cara embolektomi, endarteriktomi atau biasa
disebut dengan rekontruksi pembuluh darah.
(4) Penanganan infeksi
Berikan antibiotik ika terindikasi adanya infeksi.

(5) Perawatan luka


Perawatan luka dilakukan dengan cara manajemen jaringan,
kontrol infeksi dan infeksi, serta perluasan tepi luka.
a. Tissue managemen (Managemen jaringan)
Manajemen jaringan dilakukan melalui debridemen, yaitu
menghilangkan jaringan mati pada luka. Jaringan yang perlu
dihilangkan adalah jaringan nekrotik dan slaf. Manfaat
debridemen adalah menghilangkan jaringan yang sudah tidak
tervaskularisasi, bakteri, dan eksudat sehingga akan
menciptakan kondisi luka yang dapat menstimulasi munculnya
jaringan yang sehat. Ada beberapa cara debridemen yang dapat
dilakukan, berupa :
a) Debridemen mekanis
Yaitu metode yang dilakukan dengan cara menempelkan
kasa lembab kemudian tutup atau letakkan kasa kering
diatasnya. Biarkan hingga kasa kering setelah kering
angkat.
b) Debridemen bedah
Pengangkatan jaringan mati dengan menggunakan tindakan
medis berupa tindakan pembedahan atau operasi.
c) Debridemen autolitik
Tindakan pembalutan luka setelah dicuci atau dibersihkan.
d) Debridemen Enzim
Debridemen enzim merupakan cara debridemen dengan
menggunakan enzim yang dibuat secara kimiawi untuk
dapat mencerna jaringan mati atau melonggarkan ikatan
9

antara ikatan antara jaringan mati dan jaringan hidup.


Enzim ini bersifat selektif, yaitu hanya akan memakan
jaringan mati. Hal yang harus diperhatikan dalam
menggunakan jenis debridemen ini adalah menghindari
penggunaan balutan luka yang mengandung logam berat
seperti silver, mineral, seng, cairan basa atau asam, karena
dapat menginaktivasi enzim. Pada luka dengan skar (luka
jaringan nekrotik yang kering), maka kita perlu melakukan
sayatan pada skar dengan menggunakan pisau agar enzim
dapat meresap pada skar dan permukaan luka tetap lembab.
e) Debridemen biologi
Debridemen biologi dapat dilakukan dengan menggunakan
belatung yang sudah disteril. Jenis belatung yang
digunakan adalah spesies Lucia Cerrata atau Phaenica
Sericata. Belatung ini diletakkan didasar luka selama 1-4
hari. Belatung ini mensekresikan enzim preteolitik yang
dapat memecah jaringan nekrotik dan mencerna jaringan
yang sudah dipecah. Sekresi dari belatung ini memiliki
efek anti mikrobial yang membantu dalam mencegah
pertumbuhan dan proliferasi bakteri, termasuk Metchilin-
resistant Staphylococcus aureus.
b. Kontrol infeksi dan inflamasi
Infeksi bisa bersifat lokal (termasuk didalamnya selulitis), atau
sistemik (sepsis). Tanda infeksi yaitu meningkatnya eksudat,
nyeri, adanya kemerahan (eritema) yang baru atau
meningkatnya kemerahan pada luka, peningkatan temperatur
pada daerah luka, dan bau luka atau eksudat. Cara yang
dilakukan adalah meningkatkan daya tahan tubuh,
debridemen, pembersihan luka dan mencuci luka untuk
menghilangkan bakteri, eksudat, dan jaringan mati, serta
memberikan balutan luka anti mikroba.
c. Mempertahankan kelembaban
10

d. Perluasan tepi luka


Salah satu tanda dari penyembuhan luka pasien bisa dilihat
dengan luasnya sel epitel menuju tengah luka (Yunita, 2015).

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang untuk DM dilakukan pemeriksaan glukosa
darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dilanjutkan dengan
Tes Toleransi Glukosa Oral standar. Untuk kelompok resiko tinggi DM,
seperti usia dewasa tua, tekanan darah tinggi, obesitas, riwayat keluarga,
dan menghasilkan hasil pemeriksaan negatif, perlu pemeriksaan
penyaring setiap tahun. Bagi pasienberusia tua tanpa faktor resiko
pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun (Yunita, 2015).
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
maka dapat digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi:
toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu
(GDPT). Pertama Glukosa darah puasa terganggu (GDPT): Hasil
pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan
pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl. Kedua Toleransi
glukosa terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam
setelah TTGO antara 140-199 mg/dl Diagnosis prediabetes dapat juga
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c 5,7-6,4%.

B. Konsep Asuhan Keperawatan DM Tipe II


1. Pengkajian
Pengkajian merupakanpengumpulan informasi subjektif dan objektif
(mis: tanda-tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik
dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medic (NANDA,
2018).

2. Identitas Klien
Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
11

3. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan
badannya lemas dan mudah mengantuk terkadang juga muncul
keluhan berat badan turun dan mudah merasakan haus. Pada pasien
diabetes dengan ulkus diabetic biasanya muncul luka yang tidak
kunjung sembuh.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya merasakan nyeri, merasakan paresthesia ekstremitas
bawah, luka yang susah untuk sembuh, turgor kulit jelek, mata
cekung, nyeri kepala, mual dan muntah, kelemahan otot, letargi,
mengalami kebingungan dan bias terjadi koma.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul pada
pasien DM tidak terdeteksi, pengobatan yang di jalani berupa kontrol
rutin ke dokter maupun instansi kesehatan terdekat.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita
penyakit DM.

4. Pengkajian Pola Sehari – hari


1) Pola persepsi
Persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada pemikiran negative
terhadap dirinya yang cenderung tidak patuh berobat dan perawatan.
2) Pola nutrisi metabolic
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang insulin
maka kadar gula darah tidak bisa dipertahankan sehingga
menyebabkan keluhan sering BAK, banyak makan, banyak minum,
BB menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat menyebabkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang mempengaruhi
status kesehatan.
12

3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan
otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal,
penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki diabetic,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.
Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan.
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
8) Peran hubungan
Luka gangren yang susah sembuh dan berbau menjadikan
penderita kurang percaya diri dan menghindar dari keramaian.
9) Seksualitas
Menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan potensi seks,
adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
13

terjadi impoten pada pria risiko lebih tinggi terkena kanker


prostat berhubungan dengan nefropati.
10) Koping toleransi
Waktu perawatan yang lama, perjalanan penyakit kronik, tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif seperti marah, cemas,mudah tersinggung, dapat
mengakibatkan penderita kurang mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif/adaptif.
11) Nilai keprercayaan
Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi tubuh dan luka pada kaki
tidak menghambat penderita dalam melakukan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadahnya.

5. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum : meliputi keadaan penderita yang sering
muncul adalah kelemahan fisik.
2) Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma (tergantung
kadar gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk melakukan
kompensasi kelebihan kadar gula dalam darah)
3) Tanda-tanda vital
(1) Tekanan darah (TD) : biasanya mengalami hipertensi dan juga ada
yang mengalami hipotensi.
(2) Nadi (N) : biasanya pasien DM mengalami takikardi saat
beristirahat maupun beraktivitas.
(3) Pernapasan (RR) : biasanya pasien mengalami takipnea
(4) Suhu (S) : biasanya suhu tubuh pasien mengalami peeningkatan
jika terindikasi adanya infeksi.
(5) Berat badan : pasien DM biasanya akan mengalami penuruan BB
secara signifikan pada pasien yang tidak mendapatkan terapi
dan terjadi peningkatan BB jika pengobatan pasien rutin serta
pola makan yang terkontrol.
4) Kepala dan leher
14

(1) Wajah : kaji simetris dan ekspresi wajah, antara lain paralisis
wajah (pada klien dengan komplikasi stroke).
(2) Mata : kaji lapang pandang klien, biasanya pasien mengalami
retinopati atau katarak, penglihatan kabur, dan penglihatan ganda
(diplopia).
(3) Telinga : pengkajian adakah gangguan pendengaran, apakah
telinga kadang-kadang berdenging, dan tes ketajaman
pendengaran dengan garputala atau bisikan.
(4) Hidung : tidak ada pembesaran polip dan tidak ada sumbatan,
serta peningkatan pernapasan cuping hidung (PCH).
(5) Mulut :
a. Bibir: sianosis (apabila mengalami asidosis atau
penurunanperfusi jaringan pada stadium lanjut).
b. Mukosa: kering, jika dalam kondisi dehidrasi akibat
diuresis osmosis.
c. Pemeriksaan gusi mudah bengkak dan berdarah, gigi
mudah goyah.
(6) Leher : pada inspeksi jarak tampak distensi vena jugularis,
pembesaran kelenjar limfe dapat muncul apabila ada infeksi
sistemik
5) Thorax dan paru-paru
(1) Inspeksi : bentuk dada simetris atau asimetris, irama
pernapasan, nyeri dada, kaji kedalaman dan juga suara nafas atau
adanya kelainan suara nafas, tambahan atau adanya penggunaan
otot bantu pernapasan.
(2) Palpasi : lihat adnya nyeri tekan atau adanya massa.
(3) Perkusi : rasakan suara paru sonor atau hipersonor.
(4) Auskultasi: dengarkan suara paru vesikuler atau
bronkovesikuler.
6) Abdomen
(1) Inspeksi : amati bentuk abdomen simetris atau asimetris.
(2) Auskultasi : dengarkan apakah bising usus meningkat.
15

(3) Perkusi : dengarkan thympany atau hiperthympany.


(4) Palpasi : rasakan adanya massa atau adanya nyeri tekan.
7) Integumen
(1) Kulit : biasanya kulit kering atau bersisik
(2) Warna : tampak warna kehitaman disekitar luka karena adanya
gangren, daerah yang sering terpapar yaitu ekstremitas bagian
bawah.
(3) Turgor : menurun karena adanya dehidrasi
(4) Kuku : sianosis, kuku biasanya berwarna pucat
(5) Rambut : sering terjadi kerontokan karena nutrisi yang kurang.
8) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ektremitas, ulkus pada kaki dan penyembuhan lama.
Tanda : adanya takikardia, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, disritmia.
9) Genetalia : adanya perubahan pada proses berkemih, atau poliuria,
nokturia, rasanyeri seperti terbakarpada bagian organ genetalia,
kesulitan berkemih (infeksi).
10) Neurosensori : terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan,
kebas pada otot. Tanda : disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma
(tahap lanjut).

6. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penurunan
perfusi jaringan perifer)
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe
1)
3) Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelebihan intake nutrisi (tipe 2)
4) Defisit Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan secara aktif, kegagalan mekanisme pengaturan
16

5) Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan hipoksemia


jaringan.
6) PK: Hipoglikemi / PK: Hiperglikemi
17

7. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SDKI SLKI


1 Nyeri akut Paint level (2102) Pain management :
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan agen keperawatan selama ...x... jam komprehensif termasuk lokasi,
injuri biologis diharapkan nyeri teratasi karakteristik, durasi, frekuensi,
(penurunan dengan kriteria hasil : kualitas dan faktor presipitasi.
perfusi  Pasien mampu mengontrol 2. Observasi reaksi nonverbal dari
jaringan nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
perifer) nyeri, mampu 3. Kontrol lingkungan yang dapat
menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti suhu
nonfarmakologi untuk ruangan, pencahayaan dan
mengurangi nyeri) kebisingan
 Mampu mengenali nyeri 4. Ajarkan tehknik nonfarmakologi
(slaka, intensitas, (nafas dalam, relaksasi, distraksi,
frekuensi dan tanda nyeri) kompres hangat / dingin) untuk
 Melaporkan bahwa nyeri mengurangi nyeri
berkurang dengan 5. Kolaborasi dengan dokter dalam
menggunakan pemberian analgetik untuk
management nyeri mengurangi nyeri

 Menyatakan rasa nyaman


setelah nyeri berkurang
 Tanda-tanda vital dalam
rentang normal.
2 Ketidakseimba Nutritional Status : Food and Nutrition Management
ngan nutrisi Fluid Intake 1. Monitor intake makanan dan
kurang dari Setelah dilakukan tindakan minuman yang dikonsumsi klien
kebutuhan keperawatan selama ...x... jam setiap hari
tubuh b.d. diharapkan ketidakseimbangan 2. Tentukan berapa jumlah kalori
ketidakmampu nutrisi kurang dari kebutuhan dan tipe zat gizi yang dibutuhkan
an tubuh teratasi dengan kriteria dengan berkolaborasi dengan ahli
menggunakan hasil : gizi
glukose (tipe  Intake makanan peroral 3. Dorong peningkatan intake
18

1) yang adekuat kalori, zat besi, protein dan


 Intake NGT adekuat vitamin C
 Intake cairan peroral 4. Beri makanan lewat oral, bila
adekuat memungkinkan
 Intake cairan yang 5. Kaji kebutuhan klien akan

adekuat pemasangan NGT

 Intake TPN adekuat 6. Lepas NGT bila klien sudah bisa


makan lewat oral
3 Ketidakseimba Nutritional Status : Nutrient Weight Management
ngan nutrisi Intake 1. Diskusikan dengan pasien tentang
lebih dari Setelah dilakukan tindakan kebiasaan dan budaya serta faktor
kebutuhan keperawatan selama ...x... jam hereditas yang mempengaruhi
tubuh b.d. diharapkan ketidakseimbangan berat badan.
kelebihan nutrisi lebih dari kebutuhan 2. Diskusikan resiko kelebihan berat
intake nutrisi tubuh teratasi dengan kriteria badan.
(tipe 2) hasil : 3. Kaji berat badan ideal klien.
 Kalori 4. Kaji persentase normal lemak
 Protein tubuh klien.

 Lemak 5. Beri motivasi kepada klien untuk

 Karbohidrat menurunkan   berat badan.


6. Timbang berat badan setiap hari.
 Vitamin
7. Buat rencana untuk menurunkan
 Mineral
berat badan klien.
 Zat besi
8. Buat rencana olahraga untuk
 Kalsium
klien.
9. Ajari klien untuk diet sesuai
dengan kebutuhan nutrisinya.
4 Defisit ü Fluid balance Fluid management
Volume ü Hydration 1. Timbang popok/pembalut jika
Cairan b.dü Nutritional Status : Food and diperlukan
Kehilangan Fluid Intake 2.  Pertahankan catatan intake dan
volume cairan Setelah dilakukan tindakan output yang akurat
secara aktif, keperawatan selama ...x... jam 3. Monitor status hidrasi (kelembaban
Kegagalan diharapkan defisit volume membran mukosa, nadi adekuat,
mekanisme cairan teratasi dengan kriteria tekanan darah ortostatik), jika
19

pengaturan hasil: diperlukan


 Mempertahankan urine 4. Monitor vital sign
output sesuai dengan usia 5. Monitor masukan makanan / cairan
dan BB, BJ urine normal, 6. dan hitung intake kalori harian
HT normal 7. Kolaborasikan pemberian cairan IV
 Tekanan darah, nadi, suhu 8. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
tubuh dalam batas normal berlebih muncul meburuk
 Tidak ada tanda tanda 9. Atur kemungkinan tranfusi
dehidrasi, elastisitas
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan

5 Perfusi ü Circulation status Peripheral Sensation Management


jaringan tidakü Tissue Prefusion : cerebral (Manajemen sensasi perifer)
efektif b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor adanya daerah tertentu
hipoksemia keperawatan selama ...x... jam yang hanya peka terhadap
jaringan. diharapkan ketidakefektifan panas/dingin/tajam/tumpul
perfusi jaringan teratasi 2. Monitor adanya paretese
dengan kriteria hasil : 3. Instruksikan keluarga untuk
 Mendemonstrasikan status mengobservasi kulit jika ada lesi
sirkulasi atau laserasi
 Tekanan systole 4. Gunakan sarung tangan untuk
dandiastole dalam rentang proteksi
20

yang diharapkan 5. Batasi gerakan pada kepala, leher


 Tidak ada ortostatik dan punggung
hipertensi 6. Monitor kemampuan BAB
 Tidak ada tanda tanda 7. Kolaborasi pemberian analgetik
peningkatan tekanan 8. onitor adanya tromboplebitis
intrakranial (tidak lebih 9. Diskusikan menganai penyebab
dari 15 mmHg) perubahan sensasi
 Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai
dengan:berkomunikasi
dengan jelas dan sesuai
dengan kemampuan,
menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi,
memproses informasi,
membuat keputusan
dengan benar
6 PK: Setelah dilakukan tindakan Managemen Hipoglikemia:
Hipoglikemia keperawatan selama ...x... jam 1. Monitor tingkat gula darah sesuai
PK: diharapkan dapat indikasi
Hiperglikemi meminimalkan episode hipo/ 2. Monitor tanda dan gejala
hiperglikemia. hipoglikemi ; kadar gula darah <
70 mg/dl, kulit dingin, lembab
pucat, tachikardi, peka rangsang,
gelisah, tidak sadar , bingung,
ngantuk.
3. Jika klien dapat menelan berikan
jus jeruk / sejenis jahe setiap 15
menit sampai kadar gula darah >
69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV
sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi
untuk dietnya.
21

Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300
mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit
kepala, pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor:TD dan nadi sesuai
indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna kulit,
waktu pengisian kapiler, nadi
perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan sesuai
kebutuhan
22

Anda mungkin juga menyukai