Untitled
Untitled
Untitled
Disusun oleh :
Kelompok XB
i
LEMBAR PENGESAHAN
Kelompok : XB (Sepuluh)B
Menyetujui,
i
RINGKASAN
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
menjaga dan mengiringi dalam setiap langkah sehingga Penulis berkesempatan
untuk menyelesaikan Laporan Praktikum Ekologi Tanaman ini. Selanjutnya,
Penulis menghaturkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada pihak-pihak
yang membantu penulis dalam proses pengerjaan laporan. Terima kasih kepada Ir.
Karno, M.Appl.Sc., Ph.D. selaku koordinator paraktikum fisiologi dan biokimia
tanaman, kepada Annisa Septiana Ranindra selaku asisten yang telah memberikan
arahan dan bimbingan, kepada teman-teman yang senantiasa memberikan
semangat dan dorongan, serta kepada orang tua yang tak pernah lupa
membersamai dengan doa.
Penulis sadar bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Jika ada
tanggapan, kritik, dan saran yang sifatnya membangun, penulis akan
menerimanya dengan senang hati dan menjadikannya koreksi untuk pembuatan
laporan ke depannya. Penulis harap laporan ini dapat memberikan manfaat,
terutama dalam bidang pendidikan dan penelitian, baik untuk diri penulis sendiri
maupun orang lain.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...................................................................................................... ii
ACARA 1. TRANSPIRASI
1.3.2. Metode..................................................................................... 5
LAMPIRAN ...................................................................................................... 11
iv
2.1.2. Tujuan dan Manfaat ............................................................... 13
2.3.2. Metode................................................................................... 19
LAMPIRAN ...................................................................................................... 26
3.3.2. Metode................................................................................... 36
v
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 40
LAMPIRAN ...................................................................................................... 43
4.3.2. Metode................................................................................... 51
LAMPIRAN ...................................................................................................... 57
vi
5.2.5. Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus) ........................ 66
5.3.2. Metode................................................................................... 72
LAMPIRAN ...................................................................................................... 82
6.3.2. Metode................................................................................... 89
vii
6.4.3. Tanaman Cabai ...................................................................... 93
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
ix
DAFTAR ILUSTRASI
Nomor Halaman
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
xi
1
ACARA 1
TRANSPIRASI
1.1. Pendahuluan
Semua tanaman yang ada di alam pasti akan mengalami proses fisiologi dan
biokimia untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Salah satu proses yang
terjadi pada tumbuhan adalah transpirasi. Transpirasi merupakan proses hilangnya
air (H2O) dalam tanaman dalam bentuk uap air melalui stomata. Proses transpirasi
terjadi pada siang hari dengan membuka stomata sehingga akan terjadi pertukaran
gas. Gas karbondioksida (CO2) diudara akan masuk dan uap air dari daun keluar.
Suhu tanaman akan tetap stabil meskipun sedang terik dengan adanya proses
transpirasi. Faktor yang mempengaruhi transpirasi antara lain suhu, kelembaban,
intensitas cahaya, kecepatan angin, letak stomata, dan kadar klorofil.
Air dalam kehidupan tanaman sangatlah penting dan menjadi senyawa
essensial untuk semua proses fisiologi dan biokimia. Peran air bagi tanaman
antara lain sebagai senyawa pembentuk protoplasma, pelarut mineral nutrisi,
mengatur mekanisme gerakan tanaman, pembukaan stomata, dan bahan
metabolism serta produk akhir respirasi. Selain itu, air juga berperan penting
dalam proses transpirasi yang mengatur suhu tubuh tanaman.
1.2.2. Transpirasi
Tanaman mendapatkan kebutuhan air dengan menyerap air dari dalam tanah
melalui akar. Air selain diserap juga mengalami proses pengeluaran dari dalam
tubuh tanaman. Transpirasi merupakan proses hilangnya air dari dalam jaringan
tumbuhan menjadi uap air ke atmosfer (Prijono dan Laksmana, 2016). Tanaman
melakukan transpirasi melalui beberapa jaringan yang ada pada tanaman.
Transpirasi pada tanaman sebagian besar terjadi melalui stomata, selain itu air
juga dapat keluar melalui kutikula dan lentisel (Taluta et al., 2017).
Transpirasi pada tanaman terjadi umumnya melalui stomata serta melalui
kutikula dan lentisel. Proses transpirasi dimulai dari absorbsi air dari dalam tanah
dari akar yang kemudian ditransport melalui batang menuju ke daun dan
dilepaskan sebagai uap air ke atmosfer (Prijono dan Laksmana, 2016). Transpirasi
sebagian besar terjadi di stomata, stomata dapat membuka dan menutup dan
proses buka-tutup ini diatur oleh tekanan turgor pada sel penutup. Mekanisme
menutup dan membukanya stomata tergantung dari tekanan turgor sel, tekanan
turgor terjadi karena adanya perubahan konsentrasi karbondioksida, berkurangnya
cahaya dan hormon asam absisat (Taluta et al., 2017). Air dalam tubuh tanaman
akan hilang menjadi uap air melalui proses transpirasi. Proses transpirasi
menggunakan sebagian besar air yang diserap, kemudian diuapkan dengan energi
yang besar pada proses transpirasi, sehingga terjadi pendinginan suhu disekitar
lingkungan tumbuhan (Qomah et al., 2015).
Transpirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor dari dalam
tanaman maupun faktor lingkungan. Transpirasi dipengaruhi oleh faktor dalam
tanaman meliputi berlapis lilin atau tidaknya permukaan daun, tebal dan besar
suatu daun, serta banyak,bentuk dan letak stomata (Papuangan et al., 2014).
Banyaknya jumlah daun pada tanaman mempengaruhi laju transpirasi.
Bertambahnya jumlah daun meningkatkan laju transpirasi karena jumlah stomata
tempat terjadinya traspirasi semakin banyak (Taluta et al., 2017). Tanaman yang
memiliki lapisan lilin pada daunnya memiliki laju transpirasi yang berbeda.
4
Lapisan lilin pada permukaan daun akan memperlambat proses penguapan pada
tanaman sehingga laju transpirasi menurun (Sari dan Herkules, 2017).
Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor tanaman serta faktor lingkungan di
sekitar tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi proses transpirasi
meliputi faktor media tanah, suhu serta sinar matahari (Setiawan et al., 2015).
Tingginya suhu lingkungan akan meningkatkan laju transpirasi pada tanaman.
Suhu yang tinggi mengakibatkan tanaman melakukan penguapan untuk mengatur
suhu tubuhnya, sehingga laju transpirasi akan semakin tinggi (Raharjeng, 2015).
Laju transpirasi dipengaruhi oleh banyaknya intensitas sinar matahari pada
tanaman. Sinar matahari yang mengenai daun akan menyebabkan stomata terbuka,
sehingga laju transpirasi akan meningkat (Binsasi et al., 2016).
Kelembaban udara juga mempengaruhi laju transpirasi tanaman. Kondisi
kelembaban rendah maka laju transpirasinya tinggi, sebaliknya jika kondisi
kelembaban udara tinggi maka laju transpirasi tanaman rendah (Tauryska, 2014).
Kelembaban udara yang rendah mengakibatkan tekanan udara di udara rendah dan
tekanan udara di rongga daun lebih tinggi sehingga laju transpirasi akan
meningkat. Kelembaban menunjukan banyak sedikitnya air di udara, makin
banyaknya air di udara akan makin kecil perbedaan tekanan uap air dalam rongga
daun dengan di udara maka makin lambat laju transpirasi (Pantilu et al., 2012).
Transpirasi memiliki banyak peran atau fungsi bagi pertumbuhan suatu
tanaman. Transpirasi berfungsi membantu tanaman untuk terus mendapatkan air
yang cukup untuk melakukan fotosintesis (Papuangan et al., 2014). Uap air hasil
transpirasi yang dikeluarkan tanaman akan mempengaruhi kondisi lingkungan
sekitar. Transpirasi berperan dalam mengatur temperatur lingkungan serta
menyejukkan lingkungan di sekitar tanaman (Klarisya et al., 2018).
1.3.1. Materi
Materi yang digunakan pada Acara Transpirasi meliputi alat dan bahan.
Bahan yang digunakan yaitu daun mimba segar sebanyak 6 lembar. Alat yang
digunakan yaitu portable leaf area meter untuk mengukur luas permukaan daun,
dan timbangan analitik untuk menimbang berat daun.
1.3.2. Metode
Metode yang digunakan pada Acara Transpirasi yaitu daun mimba segar
sebanyak 6 lembar diambil lalu dilabel dengan spidol. Luas daun satu persatu
dihitung menggunakan alat portable leaf area meter, kemudian daun ditimbang
dan hasilnya dicatat. Daun nomor 1, 2, dan 3 diletakkan di tempat dengan kondisi
cerah, sedangkan daun nomor 4, 5, dan 6 diletakkan di kondisi teduh, kemudian
dibiarkan selama 30 menit. Setelah 30 menit daun kembali ditimbang dan hasilnya
dicatat, kemudian laju transpirasi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.
( ) ( )
Laju transpirasi = (mg/cm2/menit)
1.5.1. Simpulan
1.5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Hidana, R., dan Susilawati. 2017. Efektifitas ekstrak daun mimba (Azadirachta
indica) sebagai ovisida Aedes aegypti. J. Kesehatan bakti tunas husada, 17
(1) : 59-65.
Su’ud, M., I. S. Suyani., dan A. Maulana. 2019. Uji beberapa konsentrasi ekstrak
biji dan daun mimba (Azadirachta indica Juss) terhadap kematian dan
perkembangan larva ulat grayak (Spodoptera exigua Hbn). J. Agrotechbiz, 6
(1) : 27–38.
LAMPIRAN
Kondisi Teduh
Laju = = = Z mg/cm2/menit
Kondisi Terang
Timbangan Analitik
ACARA 2
2.1.1. Pendahuluan
terhadap tekanan air dan dapat tumbuh pada daerah panas dengan ketinggian 1 –
700 meter dari permukaan laut (Kahirunnisak et al., 2019). Tanaman mimba dapat
dimanfaatkan baik batang, daun, buah maupun bunganya. Mimba merupakan
salah tumbuhan hutan yang dapat tumbuh pada daerah kering dan sedikit lembab
serta memiliki manfaat diantaranya makanan ternak, minyak, sabun, naungan,
konservasi tanah, tanaman hias dan insektisida (Su’ud et al., 2019).
Jaringan merupakan kumpulan beberapa sel dengan fungsi yang sama untuk
Menyusun suatu organ. Penyusun organ pada tanaman merupakan jaringan yang
saling berinteraksi sehingga memiliki fungsi yang sesuai. Jaringan dalam
tumbuhan tediri atas jaringan epidermis, kolenkim, sklerenkim, parenkim, dan
jaringan pengangkut (Puspitasari et al., 2019). Salah satu jaringan dalam
tumbuhan yang berperan penting terhadap proses fisiologis tanaman adalah
jaringan pengangkut. Jaringan pengangkut merupakan jaringan yang berfungsi
untuk manyalurkan dan mentrasportasikan zat – zat yang diperlukan tanaman
(Nurza, 2019). Tanaman memiliki jaringan pengangkut yang terdiri dari dua
pembuluh angkut. Jaringan pengangkut yang terdapat pada tumbuhan terdapat
dua, yaitu pembuluh xylem dan pembuluh floem (Hartanti et al., 2014).
Pengangkutan air dan berbagai larutan tanah memiliki peranan yang sangat
penting. Zat yang diangkut secara fasikular dari akar ke batang terjadi melalui
xylem atau pembuluh kayu (Christy et al., 2015). Selain itu, pada jaringan
pengangkut juga terdapat floem yang memiliki fungsi dalam pendistribusian
produk fotosintesis. Floem atau pembuluh tapis memiliki fungsi yang penting
dalam pengangkutan asimilat (Mardhiana et al., 2015). Jaringan pengangkut yaitu
xylem dan floem memiliki letak yang berbeda pada tumbuhan dikotil dan
monokotil. Tanaman monotil memiliki berkas pembuluh yang menyebar dengan
xylem berada di bagian dalam dan floem di bagian luar (Frasiandini et al. 2012).
Jaringan pengangkut xylem dan floem pada tanaman dikotil umumnya tidak
menyebar seperti pada tanaman monokotil. Tanaman dikotil memiliki sistem
16
terhubung dengan seluruh bagian tanaman, floem dan xylem merupakan jaringan
pengangkut yang salurannya terpisah (Toto dan Yulisma, 2017).
Pengangkutan air juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suhu, cahaya
matahari dan kelembaban udara. Intensitas cahaya matahari yang tinggi
mengakibatkan stomata daun terbuka dan tanaman melakukan pengangkutan air
lebih cepat untuk menyesuaikan suhu (Purba, 2018). Intensitas cahaya matahari
yang tinggi mengakibatkan suhu lingkungan tinggi. Suhu tinggi menyebabkan
proses penguapan menjadi lebih cepat, sehingga proses pengangkutan air menjadi
lebih tinggi pada suhu tinggi (Blongkod et al. 2016). Bakteri dan mikroba adalah
salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi proses pengangkutan air.
Bakteri yang masuk memperbanyak diri melalui pembuluh xilem dan merusak
sel-sel tanaman yang ditempatinya sehingga pengangkutan air dan zat makanan
terganggu oleh massa bakteri dan sel-sel xilem yang hancur (Setyari et al., 2013)
2.3.1. Materi
Materi yang digunakan pada Acara Jalan Pengankutan Air dalam Batang
meliputi alat dan bahan. Bahan yang digunakan yaitu 2 batang dengan daun segar
tanaman mimba, vaselin. Alat yang digunakan yaitu botol kaca untuk tempat air,
sterofoam untuk menutup botol, pipet untuk mengambil air dengan jumlah kecil,
selotip untuk merekatkan styrofoam agar tidak bergeser, gelas ukur untuk
mengukur volume air dan pisau untuk memotong kulit batang.
19
2.3.2. Metode
Metode yang digunakan pada Acara Jalan Pengankutan Air dalam Batang
yaitu 2 botol diisi dengan air masing – masing sebanyak 200 ml, kemudian 2
batang tanaman mimba dikupas kulitnya selebar 1,5 cm dari ujung potongan
batang lalu batang ditancapkan pada sterofoam. Kedua batang diberi perlakuan
yang berbeda yaitu Perlakuan A (xilem tertutup, floem terbuka) bagian xylem
ditutup rapat dengan vaselin dan Perlakuan B (xilem terbuka, floem tertutup)
bagian floem ditutup rapat dengan vaselin. Kedua batang dimasukan kedalam
masing – masing botol dan diatur letak batang agar ujung batang tidak menyentuh
dasar botol. Kedua perlakuan dibiarkan selama 24 jam, kemudian diukur volume
air dan dihitung volume air yang hilang pada kedua perlakuan.
Hal ini sesuai dengan Munawwaroh dan Pangestu (2018) bahwa trakea
merupakan bagian jaringan dari xilem yang berfungsi sebagai pengangkut air dan
hara mineral. Air dapat diangkut oleh jaringan pengangkut xilem karena adanya
prinsip kapilaritas yang terjadi, sehingga air dapat naik ke pembuluh kayu. Hal ini
sesuai dengan pendapat Christy et al. (2015) bahwa xilem pada tumbuhan
diumpamakan sebagai pipa kapiler, air kemudian naik ke pembuluh kayu sebagai
akibat dari adanya gaya adhesi antara pembuluh kayu dan molekul air, peristiwa
naiknya air pada pipa kapiler disebut kapilaritas.
Jaringan floem membawa sedikit air karena air masuk melalui xylem akibat
potensial air rendah pada daerah fotosintesis, sehingga floem mengangkut hasil
fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tanaman yang membutuhkan. Jaringan
xylem dan floem memiliki saluran yang berbeda dan hasil fotosintesis disalurkan
melalui floem. Hal ini sesuai dengan Toto dan Yulisma (2017) bahwa hasil
fotosistensis dari daun akan disalurkan oleh floem yang terhubung dengan seluruh
bagian tanaman, floem dan xylem merupakan jaringan pengangkut yang
salurannya terpisah. Jaringan pengangkut floem tersusun atas sel tapis, parenkim
floem dan serat dimana setiap bagiannya berfungsi dalam mengangkut hasil
fotosintesis. Hal ini sesuai dengan Saputri et al. (2020) bahwa jaringan floem
terdiri dari sel parenkim floem sebagai penyimpan dan pengangkut lateral bahan
terlarut, serat sebagai penyangga floem serta sieve tube yang berperan untuk
menyerap gula.
Air dari tanah diangkut melalui sel xylem akar dan terjadi pengangkutan ke
batang sampai daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yuliani et al. (2013) yang
menyatakan bahwa pengangkutan air dilakukan melalui sel-sel akar yang terlarut
di dalam xylem dan selanjutnya terjadi pengangkutan secara vertikal dari akar
menuju batang sampai ke daun. Pengangkutan air pada pembuluh xilem dapat
terjadi karena adanya prinsip kapilaritas. Hal ini sesuai Arini (2019) yang
menyatakan bahwa daya kapilaritas disebabkan adanya gaya adhesi dan gaya
kohesi antara molekul air dengan dinding pembuluh xylem yang menentukan
tegangan permukaan zat cair. Sel trakea adalah salah satu penyusun pembuluh
xylem yang berperan penting dalam pengangkutan air dan mineral. Hal ini sesuai
21
dengan pernyataan Toto dan Yulisma (2017) bahwa sel yang berperan penting
dalam pengangkutan air adalah sel trakea, ujung sel trakea akan membuka dan
membentuk pipa kapiler, air akan bergerak dari sel trakea datu ke sel trakea yang
diatasnya mengikuti prinsip kapilaritas dan kohesi air dalam sel trakea xylem.
Proses pengangkutan air oleh xylem dapat dipengaruhi oleh faktor internal
maupun eksternal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Christy et al. (2015) bahwa
ada banyak faktor yang mempengaruhi pengangkutan air dalam xilem yaitu faktor
tekanan akar, daya kapilaritas dan daya hisap daun. Pengangkutan air juga
dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suhu yang tinggi akan mempercepat
terjadinya pengangkutan air akibat penguapan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Blongkod et al. (2016) bahwa suhu tinggi menyebabkan proses
penguapan menjadi lebih cepat, sehingga proses pengangkutan air menjadi lebih
tinggi pada suhu tinggi. Bakteri dan mikroba adalah salah satu faktor eksternal
yang dapat mempengaruhi proses pengangkutan air pada tanaman. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Setyari et al. (2013) bahwa bakteri yang masuk ke tanaman
memperbanyak diri melalui pembuluh xilem dan merusak sel-sel tanaman yang
ditempatinya sehingga pengangkutan air dan xat makanan terganggu oleh massa
bakteri dan sel-sel xilem yang hancur.
2.5.1. Simpulan
2.5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arini, W. 2019. Tingkat daya kapilaritas jenis sumbu pada hidroponik sistem wick
terhadap tanaman cabai merah (Camsicum annum L.). J. Perspektif
tanaman, 13 (1) : 23-34.
Bahri, S. 2010. Fitoremediasi timbal (Pb) dalam air tercemar oleh tumbuhan air
great duckweed (Spirodela polyrhiza). J. Teknik hidraulik, 6 (2) : 95-192.
Jayanti, E. T. 2017. Profil anatomi batang kacang komak (Lablab purpureus (L.)
Sweet) lokal Pulau Lombok. J. Biota, 10(2) : 151-164.
Purba, Z. 2018. Regresi linier berganda kelembaban udara dan intensitas cahaya
matahari terhadap produksi tanaman padi di Perkotaan. J. Pembangunan
Perkotaan, 6(2) : 112-116.
Setyari, A. R., L. Q. Aini dan A. L. Abadi. 2013. Pengaruh pemberian pupuk cair
terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tanaman
tomat ( Lycopersicum esculentum Mill.). J. Hama Penyakit Tanaman, 1
(2) : 80-87.
Su’ud, M., I. S. Suyani., dan A. Maulana. 2019. Uji beberapa konsentrasi ekstrak
biji dan daun mimba (Azadirachta indica Juss) terhadap kematian dan
perkembangan larva ulat grayak (Spodoptera exigua Hbn). J.
Agrotechbiz, 6 (1) : 27-38.
Syauqiah, I., M. Amalia., dan H. A. Kartini. 2011. Analisis variasi waktu dan
kecepatan pengaduk pada proses adsorpsi limbah logam berat dengan
arang aktif. J. Teknik, 12 (1) : 11-20.
Toto dan L. Yulisma . 2017. Analisi aplikasi konsep gaya dalam fisika yang
berkaitan dengan bidang biologi. J. Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan Fisika, 3 (1) : 63-72.
LAMPIRAN
Perhitungan
Volume air serap ( xylem tertutup ) = Volume air awal – Volume air akhir
= 200 – 198
= 2 ml
Volume air serap ( xylem terbuka ) = Volume air awal – Volume air akhir
= 200 – 184
= 16 ml
27
Botol Kaca
Pipet Tetes
Cutter
28
Gelas Ukur
Vaseline
Selotip
Sterofoam
30
ACARA 3
3.1. Pendahuluan
Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang yang
mengandung klorofil dan mempunyai peran penting untuk membantu proses
pertumbuhan pada tumbuhan. Daun berfungsi untuk fotosintesis, penguapan
(transpirasi), dan transportasi. Susunan jaringan daun yaitu epidermis, parenkim,
xilem dan floem. Laju transpirasi yang terjadi pada tumbuhan dipengaruhi oleh
membuka dan menutupnya stomata.
Stomata adalah modifikasi sel epidermis berupa sepasang sel penjaga yang
bisa menimbulkan celah berfungsi untuk mengatur pertukaran gas antara oksigen
(O2) dan karbondioksida (CO2) pada daun untuk mengatur jalur metabolisme
seperti fotosintesis dan respirasi dalam sel tumbuhan. Stress air adalah kondisi
dimana tanaman dibiarkan tidak diairi dalam waktu tertentu yang mengakibatkan
tanaman layu semi permanen. Kondisinya daun layu tetapi tidak sampai jatuh
berguguran. Tanaman melakukan stress air umumnya sehabis masa panen dan saat
tanaman tidak sedang bertunas.
Tujuan praktikum Acara Stomata dan Stress Air adalah untuk mengetahui
jumlah stomata yang membuka dan menutup pada daun segar dan pada daun yang
layu karena stres air. Manfaat dari praktikum Acara Stomata dan Stress Air adalah
mengetahui jumlah dari stomata yang membuka dan menutup pada daun yang
segar dan daun yang layu yang disebabkan karena stress air.
31
memberikan hara nitrogen pada tanaman. Selain itu, kacang hias diharapkan
mampu menyumbang hara untuk kesuburan tanah (Isnan dan Kartika, 2016).
Stomata kacang hias lebih banyak ditemukan di area permukaan bawah daun.
Sebagian besar tumbuhan Magnoliophyta memiliki stomata di permukaan bawah
daun disebut hipostamus, sedangkan tumbuhan aquatic yang mengapung hanya
memiliki stomata di permukaan atas daun (Taluta et al., 2017).
3.2.2. Stomata
Stomata merupakan celah atau lubang – lubang kecil yang dikelilingi sel
penutup. Stomata adalah lubang pada permukaan adaksial/abaksial daun yang
dikelilingi oleh dua sel penutup (Sundari dan Atmajaya, 2011). Stomata terdiri
dari sel penutup dan sel tetangga. Stomata memiliki dua sel penutup yang
berbentuk seperti ginjal dan dikelilingi oleh 3 – 6 sel tetangga (Dewi et al., 2015).
Stomata tanaman berfungsi sebagai jalan masuk CO2 pada saat fotosintesis dan
jalan keluar uap air untuk proses penguapan. Pori stomata merupakan tempat
pertukaran gas dan air antara atmosfer dengan sistem ruang antar sel yang berada
pada jaringan mesofil pada daun (Taluta et al., 2017).
Stomata dapat ditemukan di jaringan epidermis yang berada di daun, batang,
akar namun stomata paling banyak di temukan di permukaan bawah daun.
Stomata pada umumnya terdapat di bagian bawah daun, tetapi ada beberapa jenis
tanaman yang stomatanya dapat dijumpai pada permukaan atas dan bawah daun
seperti bunga lili air (Anu et al., 2017). Stomata kacang hias lebih banyak
ditemukan di area permukaan bawah daun. Sebagian besar tumbuhan
Magnoliophyta memiliki stomata di permukaan bawah daun disebut hipostamus,
sedangkan tumbuhan aquatic yang mengapung hanya memiliki stomata di
permukaan atas daun (Taluta et al., 2017).
Stomata dapat membuka dan menutup, proses buka tutup ini dikendalikan
oleh tekanan turgor sel penutup. Perubahan turgor pada sel penjaga menyebabkan
stomata membuka dan menutup tergantung dari kondisi lingkungan, intensitas
cahaya dan, konsentrasi CO2, kelembaban dan temperature (Raharjo et al., 2015).
33
Stomata membuka saat siang hari, namun untuk beberapa tanaman di daerah
kering stomata membuka pada malam hari. Pada umumnya stomata membuka
pada siang hari, namun beberapa tumbuhan gurun stomatanya terbuka pada
malam hari, hal ini merupakan bentuk adaptasi fisiologis untuk mengurangi
hilangnya air yang berlebihan (Nadliroh et al., 2015).
Membukanya stomata terjadi karena masuknya ion K+ yang membuat sel
mengalami penurunan potensial osmotik, hal tersebut membuat air masuk dan
meningkatkan potensial sel. Mekanisme membukanya stomata terjadi ketika
keadaan sel lebih negatif karena masuknya ion K+, untuk menyeimbangkannya air
akan masuk secara osmosis sehingga terbentuk tekanan turgor yang menaikan
tekanan potensial sel, akibatnya ketebalan sel menjadi tidak sama, sel penjaga
lebih lebar menggembung keluar dan stomata membuka (Nadliroh et al., 2015).
Stomata akan tertutup ketika tidak ada cahaya matahari, meningkatnya
konsentrasi CO2 dan adanya penurunan kelembaban. Dalam keadaan gelap atau
tidak ada cahaya matahari terjadi peningkatan konsentrasi CO 2 dan turunnya
kelembaban menyebabkan menutupnya stomata (Taluta et al., 2018). Polutan dan
emisi kendaraan bermotor juga dapat meningkatkan tingginya presentase
menutupnya celah stomata. Pada saat stomata membuka, dimana kondisi udara
lembab, maka gas-gas yang ada di udara yang terserap tumbuhan akan
menyebabkan menutupnya stomata, akibat akumulasi polutan pada sel penutup,
sel penjaga, serta jaringan mesofil dan mempengaruhi kinerja ion-ion dalam
proses fotosintesis (Mutaqin et al., 2016).
Intensitas cahaya dan temperatur yang terlalu tinggi akan membuat stomata
menjadi menutup guna mengurangi penguapan air berlebih. Pada pagi hari
stomata memulai membuka karena intensitas cahaya dan temperature tidak terlalu
tinggi dan kelembaban cukup, namun saat siang stomata akan menutup karena
tingginya intensitas cahaya dan temperature (Fatonah et al., 2013). Ukuran
stomata memiliki pengaruh langsung terhadap fotosintesis tanaman. Daun yang
memiliki stomata yang besar mangakibatkan fotosintesis lebih tinggi
dibandingkan dengan daun yang memiliki stomata kecil (Sulassih et al., 2018).
Selain ukuran, jumlah stomata juga mempengaruhi proses transpirasi dan
34
fotosintesis. Semakin banyak jumlah stomata maka makin besar transpirasi dan
fotosintesisnya, dengan kata lain semakin banyak jumlah stomata maka tanaman
dapat menyerap CO2 lebih banyak dan mengeluarkan O2 lebih banyak pada
proses tersebut (Papuangan et al., 2014).
Kerapatan stomata mempengaruhi proses fotosintesis dan transpirasi
tanaman pada tanaman. Kerapatan stomata berhubungan erat dengan transpirasi
dan fotosintesis, salah satunya yaitu kerapatan berpengaruh terhadap jumlah CO2
yang difiksasi tanaman, dimana CO2 digunakan sebagai bahan mentah
fotosintesis (Khoiroh et al., 2014). Tanaman dengan kerapatan stomata yang
tinggi menandakan tanaman tersebut memiliki laju transpirasi yang tinggi pula.
Kerapatan stomata yang tinggi akan memiliki laju transpirasi yang lebih tinggi
daripada daun dengan kerapatan stomata yang rendah (Wibowo et al., 2020).
Kerapatan stomata berbanding lurus dengan jumlah stomata, semakin banyak
jumlah stomata maka kerapatan stomata semakin tinggi dan sebaliknya. Semakin
banyak jumlah stomata pada daun maka semakin rapat stomata yang ada pada
daun tersebut (Sinay dan Lesilolo, 2020). Kerapatan stomata dipengaruhi oleh
beberapa faktor lingkungan yaitu air, CO2, cahaya dan suhu. Tingkat kerapatan
stomata dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti ketersediaan air, intensitas
cahaya, temperature dan konsentrasi CO2 (Sundari dan Atmaja, 2011). Faktor
internal seperti genetika dari tumbuhan itu sendiri juga mempengaruhi kerapatan
stomata tanaman. Kerapatan stomata lebih dipengaruhi oleh karakter genetika
tanaman, bukan faktor lingkungan (Siregar et al., 2020).
(KAR) daun. Cekaman atau stress air ditandai dengan penurunan KAR daun
sehingga menyebabkan adanya peningkatan kandungan ABA dan prolin di bagian
tajuk tanaman (Swasono, 2012). Kandungan asam absisat (ABA) yang meningkat
akan menyebabkan stomata menutup. Peningkatan konsentrasi ABA dapat
mengakibatkan sebagian stomata menyempit dan tertutup sehingga transpirasi
menurun menjadi lebih rendah (Bahrun et al., 2014). Kandungan prolin yang
meningkat merupakan indikator toleransi cekaman karena prolin berperan
menjaga turgor sel dan melindungi tanaman dalam kondisi cekaman. Kandungan
prolin akan meningkat seiring dengan kenaikan tingkat cekaman kekeringan pada
suatu tanaman (Wahonno et al., 2014).
Stres air pada tanaman akan memberikan dampak dan respon terhadap
penutupan stomata. Penutupan stomata selama stress air pada tumbuhan akan
menurunkan laju fotosintesis, transport electron dan kapasitas fosforilasi di dalam
kloropas daun (Budiman, 2013). Keadaan stres air pada tumbuhan akan
memberikan dampak bagi tumbuhan tersebut. Stres air yang berat akan
menghambat fotosintesis, pertumbuhan, dan terbatasnya perkembangan akar yang
akan berakibat juga pada penurunan bobot kering akar (Manurung et al., 2015).
Cekaman kekeringan dapat menyebabkan tanaman menjadi lebih kecil dibanding
tanaman yang tumbuh normal. Respons tanaman yang kekurangan air dapat
berupa perubahan tingkat selular dan molekuler yang ditunjukan dengan
penurunan laju pertumbuhan, berkurangnya luas daun dan peningkatan rasio akar
tanjuk (Ai dan Banyo, 2011).
Praktikum fisiologi dan biokimia tanaman Acara Stomata dan Stress Air
dilaksanakan secara daring melalui microsoft teams pada hari Selasa, pukul 13.00
– 14.50 WIB di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas
Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro.
36
3.3.1. Materi
Materi yang digunakan pada acara meliputi alat dan bahan. Bahan yang
digunakan yaitu daun kacang hias segar, daun kacang hias layu dan kuteks bening.
Alat yang digunakan yaitu selotip untuk mengambil lapisan kuteks pada daun,
gelas preparat sebagai wadah pengamatan stomata dengan mikroskop dan
mikroskop dengan kamera untuk mengamati stomata yang ada pada daun.
3.3.2. Metode
Metode yang digunakan pada Acara Stomata dan Stres Air yaitu daun
kacang hias yang masih segar dan daun yang sudah mengalami transpirasi
disiapkan. Permukaan daun bagian atas dan bawah diolesi dengan kuteks bening
dan dibiarkan sampai kering. Lapisan kuteks yang telah kering kemudian
ditempeli selotip dan ditekan sampai rapat sampai tidak ada gelombang udara.
Selotip kemudian ditarik dan diletakan ke gelas preparat. Daun kemudian diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 dan difoto 3x bidang pandang.
Jumlah stomata yang membuka dan menutup pada daun segar dan daun layu
(karena stress air) pada sisi atas dan bawah daun kemudian dihitung dan dicari
kerapatan stomatanya dengan rumus:
umlah stomata
Kerapatan stomata = = (stomata/mm2)
uas bidang pandang
37
Jumlah stomata yang mentutup pada daun layu lebih banyak yakni 6
stomata sedangkan jumlah stomata menutup pada daun segar sebanyak 5 stomata.
Stomata yang menutup lebih banyak di daun layu dikarenakan daun layu telah
mengalami stress air sehingga banyak stomata akan menutup guna menurunkan
laju transpirasi dan fotosintesis. Hal ini sesuai pernyataan Budiman (2013) yang
menyatakan bahwa dalam keadaan stress air, tanaman akan melakukan penutupan
stomata guna menurunkan laju fotosintesis, transport electron dan kapasitas
fosforilasi di dalam kloropas daun. Menutupnya stomata karena stress air
diakibatkan oleh hormone asam absisat sebagai bentuk adaptasi bagi tanaman
untuk menurunkan laju transpirasi dan fotosintesis. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Bahrun et al. (2014) yang menyatakan bahwa saat berada di bawah
cekaman air, konsentrasi ABA (asam absisat) akan meningkat sehingga dapat
mengakibatkan sebagian stomata menyempit dan tertutup sehingga transpirasi
menjadi rendah. Membuka dan menutupnya stomata juga terjadi akibat perubahan
turgor pada sel penjaga yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti
intensitas cahaya, suhu, konsentrasi CO2 dan kelembaban. Hal ini sesuai dengan
pernyatan Raharjo et al. (2015) bahwa perubahan turgor pada sel penjaga
menyebabkan stomata membuka dan menutup tergantung dari kondisi
lingkungan, intensitas cahaya dan konsentrasi CO2 , kelembaban dan temperatur.
Kerapatan stomata tertinggi ditemukan pada sisi atas daun segar yaitu
sebesar 4,406 stomata/mm2. Kerapatan stomata yang tinggi pada daun
menandakan tanaman memiliki laju transpirasi yang tinggi pula. Hal ini sesuai
dengan Wibowo et al. (2020) bahwa daun yang memiliki kerapatan stomata yang
tinggi akan memiliki laju transpirasi yang lebih tinggi daripada daun dengan
kerapatan stomata yang rendah. Kerapatan stomata berbanding lurus dengan
jumlah stomata, artinya semakin banyak jumlah stomata maka kerapatan stomata
semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinay dan Lesilolo (2020) bahwa
semakin banyak jumlah stomata maka semakin rapat stomata tersebut dan
semakin tinggi laju transpirasinya. Kerapatan stomata dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti kondisi lingkungan, cahaya matahari dan air. Hal ini didukung oleh
pernyataan Sundari dan Atmaja (2011) yang menyatakan bahwa tingkat kerapatan
39
3.5.1. Simpulan
3.5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum fisiologi dan biokimia tanaman
Acara Stomata dan Stress Air yaitu lebih teliti dalam penggunaan mikroskop agar
stomata dapat terlihat dengan jelas dan lebih mudah dalam menghitung jumlah
stomata yang membuka maupun menutup.
40
DAFTAR PUSTAKA
Anu, O., H. L. Rampe dan J. J. Palealu. 2017. Struktur sel epidermis dan stomata
daun beberapa tumbuhan suku euphorbiaceae. J. Mipa Unsrat Online, 6 (1) :
6-73.
Budiman. 2013. Pengaruh pemupukan nitrogen dan stress air terhadap bukaan
stomata, kandungan klorofil dan akumulasi prolin tanaman rumput gajah
(Pennisetum purpureum Schum). J. ITP, 2 (3) : 159-166.
Isnan, M., dan J. G. Kartika. 2016. Aplikasi biomulsa Arachis pintoi krap. & greg.
terhadap kualitas tanah dan produksi sayuran pada dua musim tanam. J.
Agrohorti, 4 (2) : 155-164.
serapan hara bibit karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) di rumah kaca. J.
Online Agroekoteknologi, 3 (2) : 465-475.
Rachmansyah, A., Sumarsono, dan Sutarni. 2012. Kualitas hijauan kacang pintoi
(Arachis pintoi) pada berbagai panjang stek dan dosis pupuk organik cair. J.
Peternakan, 1 (1) : 23-240.
Rasyid, M., Syafrinal, dan Idwar. 2017. Respon beberapa varietas padi gogo
(Oryza sativa L.) unggul pada kondisi tegangan air yang berbeda di media
tanah ultisol. J. Faperta, 4 (1) : 1-15.
Silmi, F., dan M. A. Chozin. 2014. Pemanfaatan biomulsa kacang hias (Arachis
pintoi) pada budidaya jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) di lahan
kering. J. Hortikultura Indonesia, 5 (1) : 1-9.
42
Sundari, T. dan R. P. Atmajaya. 2011. Bentuk sel epidermis, tipe dan indeks
stomata 5 genotipe kedelai pada tingkat naungan berbeda. J. Biologi
Indonesia, 7 (1) : 67-79.
Wahono, E., M. Izzati dan S. Parman. 2014. Interaksi antara tingkat ketersediaan
air dan varietas, terhadap kandungan prolin serta pertumbuhan tanaman
kedelai (Glycine max L. Merr). J. Biologi, 3 (3) : 65-74.
LAMPIRAN
jumlah stomata
Sisi atas daun segar = = = 4,406 (stomata/mm2)
luas bidang pandang
jumlah stomata
Sisi bawah daun segar = = = 0,958 (stomata/mm2)
luas bidang pandang
jumlah stomata
Sisi atas daun layu = = = 2,874 (stomata/mm2)
luas bidang pandang
jumlah stomata
Sisi bawah daun layu = = = 1,916 (stomata/mm2)
luas bidang pandang
45
Mikroskop
Gelas Preparat
46
Kuteks
Selotip
Gunting
47
ACARA 4
4.1. Pendahuluan
makanan ternak, minyak, sabun, naungan, konservasi tanah, tanaman hias dan
insektisida (Su’ud et al., 2019).
Klorofil merupakan pigmen yang dimiliki organisme dan menjadi salah satu
komponen utama dalam berfotosintesis. Klorofil adalah pigmen bewarna hijau
yang terdapat dalam kloroplas bersama-sama dengan karoten dan xantofil pada
semua makhluk hidup yang mampu untuk berfotosintesis (Aryanti et al., 2016).
Dalam proses fotosintesis, klorofil berperan sebagai penangkap cahaya, transfer
energi dan dalam konversi cahaya serta dapat menyerap panjang gelombang
maksimum antara 400-700 nm. Peran klorofil sebagai penagkap cahaya dapat
menyebabkan klorofil memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai
fotosensitizer (Pratiwi, 2015).
Klorofil memiliki sifat fisik dalam menerima cahaya dan saat memantulkan
cahaya dengan gelombang yang berlawanan. Klorofil banyak menyerap sinar
dengan panjang gelombang antara 400- 700 nm, terutama pada sinar merah dan
biru (Ai dan Banyo, 2011). Letak klorofil pada tumbuhan sangat penting untuk
fotosintesis dan menghasilkan energi cahaya. Cahaya yang tidak dapat ditangkap
absorbsi klorofil a akan ditangkap oleh klorofil b yang mempunyai absorbsi yang
kuat dengan panjang gelombang lebih besar (Swayati et al., 2015).
Pigmen adalah zat yang mengubah warna cahaya tampak sebagai akibat
proses absorpsi selektif terhadap panjang gelombang pada kisaran tertentu.
Pigmen di bagi beberapa jenis yaitu pigmen klorofil, karotenoid dan fikobilin.
Pigmen karotenoid memiliki fungsi ekologi jamur yaitu sebagai pelindung
fotooksidasi dan fikobilin akan menghasilkan warna yang diantaranya hijau,
merah, oranye, kuning dan biru (Simatupang et al., 2019). Proses fotosintesis
salah satunya di dukung oleh karotenoid. Karotenoid merupakan pigmen yang
melimpah pada daun karena keberadaan pigmen di plastida dalam proses
fotosintesis (Kurniawan et al., 2010).
50
4.3.1. Materi
4.3.2. Metode
4.5.1. Simpulan
4.5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ai, N. S., dan Y. Banyo. 2011. Biomassa kandungan klorofil daun sebagai
indikator kekurangan air pada tanaman. J. Ilmiah Sains, 11(2) : 166 – 173.
Iriyani, D., dan P. Nugrahani. 2014. Kandungan klorofil, karotenoid dan vitamin
C beberapa jenis sayuran daun pada pertanian periurban di Kota Surabaya.
J. Matematika, Sains, dan Teknologi, 15(2) : 84 – 90.
Su’ud, M., I. S. Suyani., dan A. Maulana. 2019. Uji beberapa konsentrasi ekstrak
biji dan daun mimba (Azadirachta indica Juss) terhadap kematian dan
perkembangan larva ulat grayak (Spodoptera exigua Hbn). J. Agrotechbiz, 6
(1) : 27–38.
LAMPIRAN
Perhitungan
Menghaluskan daun
Erlenmeyer
Kertas Saring
59
Alkohol 80%
Kuvet
Spektrofotometer
60
Timbangan Analitik
Daun Mimba
61
ACARA 5
DOMINANSI APIKAL
5.1. Pendahuluan
Cabai (Capsicum annuum) berasal dari Meksiko dan merupakan salah satu
komoditas holtikultura yang tingkat konsumsinya tinggi di Indonesia. Cabai
mengandung zat gizi yang baik untuk dikonsumsi. Cabai mengandung protein,
lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin-vitamin dan mengandung
senyawa-senyawa alkaloid seperti capsaicin, flavonoid (Widyawati et al., 2014).
Tanaman cabai memiliki klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dikotiledon
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum (Djohar, 2015).
Tanaman cabai merupakan tanaman semusim yang berdiri tegak dan
berbentuk perdu. Tinggi tanaman cabai yang berkisar 0,65 – 0,75 m, umumnya
bertajuk lebar dengan garis tengah tajuk sekitar 0,50 – 0,60 m. Tipe perakaran
tanaman yang akarnya dapat menyebar ke samping sejauh 25 – 30 cm,
kedalamanya berkisar 30 - 40 cm (Djohar, 2015). Tanaman cabai memiliki banyak
variasi bentuk buah seperti kerucut, bulat, lonjong dan lainnya. Bentuk buah cabai
ada 6 yaitu memanjang, lonjong, bulat, kerucut, tidak beraturan, dan kotak
lonceng (Sari dan Purnamaningsih, 2020).
Tanaman cabai dapat ditanam di daratan rendah, tinggi maupun menengah.
Selama ini cabai banyak diusahakan di dataran tinggi dan rendah, tetapi cabai juga
dapat diusahakan secara produktif di dataran menengah (Dewi et al., 2017).
Tanaman cabai akan tumbuh optimal apabila syarat-syarat tumbuhnya terpenuhi.
Tanaman cabai dapat tumbuh optimal di daerah dengan iklim angin sepoi,
intensitas sinar matahari berkisar antara 10–12 jam per hari dan suhu optimal
63
24°C- 28°C (Yahwe et al., 2016). Cabai memiliki ragam manfaat diantaranya
sebagai tambahan bumbu penyedap masakan. Cabai merah dengan bentuk yang
memanjang dan berwarna merah memiliki rasa yang pedas dan biasanya selalu
ada pada setiap masakan khas Indonesia sebagai penambah rasa alami pada
masakan (Pusung et al., 2016).
pingpong dengan diameter 3,5 – 5 cm berwarna (kulit luar) hijau atau kekuning-
kuningan (Zufahmi dan Nurlaila, 2018).
Tanaman jeruk nipis dapat tumbuh diwilayah yang memiliki iklim tropis
dan subtropis. Tanaman jeruk membutuhkan sinar matahari agar dapat tumbuh
dengan baik (Dewi dan Sitawati, 2019). Jeruk nipis memiliki banyak manfaat,
diantaranya dapat digunakan sebagai obat dan bahan makanan. Tanaman jeruk
nipis (Citrus aurantifolia) merupakan tanaman dapat digunakan sebagai obat
tradisional, tambahan makanan maupun minuman, dan dimanfaatkan sebagai
kosmetik (Paramita et al., 2019).
dengan baik dan berproduksi tinggi pada suhu optimal. Suhu optimal yang
dibutuhkan mencapai 25 ºC dan mampu berproduksi secara baik pada suhu
maksimal 32ºC dengan suhu minimal 18 ºC, akan tetapi di luar kisaran suhu di atas
tanaman akan terhambat dan produksinya rendah (Hermawan et al., 2015).
Kacang panjang umumnya tersebar luas di seluruh wilayah tropik dan
subtropik. Tanaman kacang panjang merupakan tanaman semusim yang dapat
tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah dengan syarat drainase pada tanah
cukup (Susilo dan Sumarji, 2018). Tanaman kacang panjang memiliki manfaat
yang baik untuk kesehatan. Kacang panjang memiliki senyawa yang mampu
mengobati penyakit antara lain kanker payudara, leukimia, sebagai antivirus dan
anti-oksidan, rematik, meningkatkan nafsu makan, menanggulangi anemia,
peluruh batu ginjal, mencegah kelainan antibodi, merangsang fungsi limfa,
mengobati demam berdarah, dan lain-lain (Ivantirta, 2019).
lebih dari 5 meter. Tinggi pohon dewasa pada tanaman manga bisa mencapai 10 –
40 m (Oktavianto et al., 2015). Tanaman mangga memiliki buah yang termasuk
dalam kelompok buah yang berdaging. Selain rasanya yang manis dan
menyegarkan, buah mangga juga memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan
tubuh (Asfiani et al., 2019).
Tanaman mangga dapat tumbuh di suatu tempat apabila memnuhi syarat
tumbuh pohon tersebut. Ketinggian 0-300 meter di atas permukaan laut (dpl)
dengan jenis tanah yang dominan yaitu latosol coklat kemerahan dengan solum
yang tebal, berkisar antara 30ºC – 33ºC cocok untuk budidaya tanaman buah
mangga (Budirokhman, 2014). Buah mangga memiliki banyak manfaat serta
kegunaan yang berlimpah. Mangga mengandung vitamin C, serat tinggi dan
pektin untuk menurunkan kolesterol dalam darah. Buah mangga mengatur
keseimbangan kadar insulin karena kandungan indeks glikemiknya rendah
sehingga dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes (Zaki, et al. 2015).
Tanaman tapak dara merupakan salah satu tanaman yang banyak dijumpai
di banyak daerah. Tapak dara adalah tanaman perdu yang memiliki daya tarik
68
lewat warna bunga yang beragam (Nurhaeni et al., 2020). Selain memiliki bunga
yang cantik, tanaman tapak dara juga dikenal sebagai tanaman obat tradisional.
Tapak dara adalah salah satu tanaman obat yang digunakan sebagai obat
tradisional (Soriton et al., 2014). Tanaman tapak dara (Catharanthus roseus L.)
memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnpliopsida
Ordo : Gentianales
Family : Apocynaceae
Genus : Catharanthus
Spesies : Catharanthus roseus L. (Satyarsa, 2019).
Tanaman tapak dara merupakan salah satu tananam hias yang memiliki daya
tarik pada bagian bunganya. Tapak dara adalah tanaman perdu berbatang bulat
kemerahan dengan banyak cabang, memiliki daun tunggal yang berwarna hijau
dan memiliki tinggi kurang dari satu meter (Andalia et al., 2019). Tanaman tapak
dara memiliki tipe perakaran dengan sistem perakaran yang serabut. Akar
tanaman tapak dara halus dan bercabang – cabang yang berfungsi untuk menyerap
air (Rachma et al., 2014). Tanaman tapak dara memiliki bunga berkelopak lima
dan memiliki bermacam – macam warna yang berbeda. Bunga tapak dara
memiliki warna corak yang beragam dan banyak terdapat pada bagian pucuk serta
ketiak daun (Nurhaeni et al., 2020).
Tanaman tapak dara sejak lama sudah dikenal memiliki banyak manfaat dari
akar sampai bunganya. Pengobatan tradisional berbagai penyakit dengan tanaman
tapak dara sudah lama dikenal oleh masyarakat (Samudra, 2017). Tanaman tapak
dara dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang salah satunya yaitu bidang
kesehatan. Tapak dara telah banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit
seperti sakit kepala, luka bakar dan obat tradisional diabetes (Putri et al. 2017).
Pemanfaatan tanaman tapak dara sebagai obat sudah dilakukan sejak lama karena
memiliki banyak kandungan. Bagian – bagian tanaman tapak dara memiliki
banyak kandungan seperti alkaloid, leurosine, viblastin, vincristine dan vindoline
69
yang dapat digunakan untuk mengobati diabetes melitus, hepatitis, asma dan
bronchitis (Widyastuti dan Suarsana, 2011). Tanaman tapak dara dapat tumbuh
dengan baik pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhannya.
Pertumbuhan tapak dara lebih baik pada lahan yang tidak terlalu basah dan
terletak di dataran rendah (Putri et al., 2017).
berperan dalam proses perpanjangan sel dan terdapat di jaringan meristem ujung
akar dan batang pada suatu tumbuhan (Alpriyan dan Karyawati, 2018).
Auksin akan meningkatkan aktivitas enzim tertentu untuk membentuk organ
tanaman baru. Proses pembentukan organ tanaman dibentuk karena adanya
hormone auksin yang mampu meningkatkan aktivitas produksi enzim dan enzim
merupakan produksi sintesis protein (Alpriyan dan Karyawati, 2018). Cara kerja
auksin dalam pemanjangan sel-sel tanaman yaitu dengan mempengaruhi
pengendoran atau pelenturan pada dinding sel. Mekanisme kerja auksin yaitu
dengan cara merangsang protein tertentu untuk memompa ion H+ ke dinding sel,
kemudian ion H+ akan keluar dan mengaktifkan enzim tertentu untuk memutus
ikatan hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel, sehingga sel
membuka air masuk membentuk sel memanjang (Putra dan Shofi, 2015).
Salah satu cara memacu pertumbuhan batang dan cabang adalah dengan
centering atau pemangkasan, setelah dilakukan centering akan tumbuh cabang
dari ketiak daun pada batang utama kearah lateral. Centering dilakukan dengan
tujuan merangsang pembentukan tunas dalam bidang petik (Harjanti et al., 2018).
Tumbuhnya cabang lateral dari ketiak daun dikarenakan transportasi auksin dari
meristem apikal ke bagian bawah terhambat. Menurunnya kadar auksin di ketiak
daun akan memacu pembentukan hormon sitokinin endogen yang berperan dalam
pembentukan cabang lateral (Saefas et al., 2017).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi respon tumbuhan terhadap
pemberian hormon. Respon positif tanaman terhadap aplikasi zat pengatur tumbuh
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu jenis tanaman, fase tumbuh
tanaman, jenis zat pengatur tumbuh, konsentrasi zat pengatur tumbuh, dan cara
aplikasi zat pengatur tumbuh (Saefas et al., 2017). Aktivitas hormon auksin
sendiri juga dipengaruhi oleh beberpa faktor. Aktivitas auksin dipengaruhi oleh
adanya struktur cincin yang tidak jenuh, rantai keasaman (acid chain),
pemisahaan gugus karboksil (-COOH), struktur cincin dan pengaturan ruangan
antar struktur cincin dengan rantai keasamaan (Maulidia dan Fanata, 2019).
Intensitas cahaya juga mempengaruhi cara kerja hormon auksin. Intensitas cahaya
71
tinggi berpengaruh terhadap aktivitas auksin pada meristem apikal, semakin tinggi
intensitas cahaya maka aktivitas auksin meningkat pula (Yama, 2018).
Area sekitar tumbuhan tumbuh biasanya terlihat bakal pohon yang baru dan
bentuknya lebih kecil yang dikenal sebagai tunas. Tunas merupakan jaringan
meristem atau jaringan muda pada tanaman yang tumbuh (Trinawaty dan
Rostiana, 2016). Setiap tunas pada tanaman umumnya memiliki mata tunas yang
akan tumbuh. Mata tunas yang terletak pada suatu tanaman akan tumbuh
berkecambah (Anindita et al., 2017). Keberadaan tunas memiliki peran dan fungsi
tersendiri dalam jalannya pertumbuhan tanaman. Tunas berperan sebagai sumber
auksin terutama bila tunas tersebut mulai tumbuh (Putri et al., 2018).
Pertumbuhan tunas dipengaruhi oleh hormon auksin dan sitokinin. Pertumbuhan
tunas ditentukan oleh adanya interaksi zat-zat pengatur dan penghambat tumbuh
yaitu auksin dan sitokinin (Pratomo et al., 2016).
Dominansi apikal memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan
percabangan tanaman. Dominansi apikal adalah pengaturan pertumbuhan
dominansi ujung tanaman yang menekan daerah merisematik lainnya pada
tanaman (Rochayat et al., 2017). Dominansi apikal atau dominansi pucuk
biasanya menandai pertumbuhan vegetatif tanaman baik pertumbuhan akar
maupun batang. Dominansi apikal terjadi karena adanya aktivitas produksi IAA
(auksin) yang berlebih di bagian pucuk batang atau pucuk cabang sehingga tunas
samping tetap dalam kondisi dorman (Makmur, 2020). Dalam prosesnya
dominansi apikal dipengaruhi beberapa hormon untuk menekan perkembangan.
Dominansi apikal dipengaruhi oleh beberapa hormon antara lain sitokinin dan
auksin yang saling berinteraksi (Irawan et al., 2013).
Pertumbuhan tanaman dapat ditingkatkan dengan dipangkasnya cabang
pada suatu tanaman. Pematahan dominansi apikal memiliki tujuan untuk
mengubah distribusi hasil fotosintat yang pada kondisi normal terkonsentrasi di
pucuk tanaman (Hastuti et al., 2019). Produktivitas tanaman yang cukup rendah
72
dengan jumlah munculnya bunga yang tidak seragam memerlukan adanya induksi
pada tunas lateral. Induksi tunas lateral (tunas samping) merupakan salah satu
upaya meningkatkan jumlah tajuk tiap tanaman, yang pada akhirnya diharapkan
untuk meningkatkan jumlah bunga (Sutisna, 2010). Beberapa faktor dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tunas lateral. Pertumbuhan tunas
lateral dipengaruhi oleh adanya cadangan atau tidak di dalam tunas dan ukuran
tunas awal (Novianti dan Asep,2018).
5.3.1. Materi
Materi yang digunakan pada acara meliputi alat dan bahan. Bahan yang
digunakan yaitu bibit tanaman cabai, jeruk nipis, kacang panjang, manga, nangka,
dan tapak dara. Alat yang digunakan yaitu pisau untuk memotong tanaman,
penggaris sebagai alat untuk mengukur tinggi tunas yang tumbuh dan jangka
untuk mengukur tinggi sisi tunas dalam skala kecil.
5.3.2. Metode
Metode yang digunakan pada Acara Dominansi Apikal yaitu bibit tanaman
nangka, tapak dara, cabai, jeruk, kacang panjang, dan mangga disiapkan.
Perlakuan dibuat sebagai berikut : (A) kontrol (tanpa perlakuan) dan (B)
perlakuan tanpa IAA (batang tanaman dipotong 10 cm), kemudian jumlah dan
panjang tunas lateral yang tumbuh selama 2 minggu diamati.
73
5.5.1. Simpulan
dara, dan mangga tidak tumbuh karena kadar auksin yang terlalu tinggi di bagian
pucuk. Pada perlakuan B (dipotong tanpa IAA) tunas pada tanaman nangka, jeruk,
cabai, kacang panjang, tapak dara, dan manga tumbuh sebagai ciri dari rendahnya
kadar auksin.
5.5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Andalia, N., J. Juliana., M. Ridhwan dan A. Armi. 2019. Pola sebaran tapak dara
(Cataranthus Roseus) di Lamno Aceh Jaya. J. Serambi Konstruktivis, 1
(1) : 82 – 87.
Dewi, A. R., dan Sitawati. 2019. aplikasi pupuk npk dan legum cover crop pada
tanaman jeruk nipis (Citrus aurantifolia) di Roof Garden. J. Produksi
Tanaman, 7 (4) : 1264 – 1270.
Nurhaeni, S dan H. Rahmi. 2020. Pengaruh berbagai jenis zat pengatur tumbuh
dan asal stek batang terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tanaman tapak
dara (Catharanthus roseus (L.) G. Don). J. Agrotek Indonesia, 5 (2) : 47
– 50.
Pradana, D. S., Suprapto dan B. Rahayudi. 2018. Sistem pakar pendeteksi hama
dan penyakit tanaman anga menggunakan metode Iterative Dichotomiser
Tree (ID3). J. Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 2
(7) : 2713 – 2720.
Putri, B. F., Fakhrurrozi, Y., & Rahayu, S. 2018. Pengaruh perbedaan jenis media
tanam terhadap pertumbuhan setek hoya coronaria berbunga kuning dari
kawasan hutan kerangas air anyir, Bangka Ekotonia. J. Penelitian
Biologi, Botani, Zoologi dan Mikrobiologi, 3 (1), 20 – 28.
Putri, R. R., R. F. Hakim dan S. Rezeki. 2017. Pengaruh ekstrak daun tapak dara
(Catharanthus Roseus) terhadap jumlah fibroblas pada proses
penyembuhan luka di mukosa oral. J. Caninus Dentistry, 2 (1) : 20 – 30.
Sari, D. N. R., I. M. Al-Habib, dan E. Rachmawati. 2018. Uji ekstrak kulit batang
nangka (Artocarpus heterophylus L.) terhadap Salmonella typhi. J.
Biologi dan Pembelajaran Biologi, 3 (2) : 166 – 175.
Satyarsa, A. B. 2019. Potensi efek zat alkaloid vindolicine pada daun tapak dara
(Catharanthus roseus (L.) G. Don) dalam menurunkan kadar glukosa
darah. J. Kedokteran dan Kesehatan, 2 (4) : 1009 – 1019.
Silminaa, E. P., dan R. Wardoyo 2018. Aplikasi case bsed reasoning untuk
identifikasi serangan hama pada tanaman jeruk. J. Transmisi, 20 (3) :
2407 – 6422.
Susilo, M., dan Sumarji. 2018. Pengaruh macam pupuk kandang dan dosis pupuk
NPK mutiara terhadap pertumbuhan dan hasil kacang panjang (Vigna
sinesis L.) varietas aura hijau. J. Ilmiah Hijau Cendekia Volume , 3 (1) :
41 – 45.
80
Trinawaty, M., & Nafery, R. 2016. Studi perbanyakan tunas pucuk aster cina
(Callistephus chinensis) dengan penambahan pupuk daun dan air kelapa
secara kultur in vitro. J. Agroekoteknologi, 8 (2) : 113 – 119.
Widyastuti, S dan I. N. Suarsana. 2011. Ekstrak air tapak dara menurunkan kadar
gula dan meningkatkan jumlah sel beta pankreas kelinci hiperglikemia. J.
Veteriner, 12 (1) : 7 – 12.
Zaki, I., & Johan, A. 2015. Pengaruh pemberian jus mangga terhadap profil lipid
dan malondialdehyde pada tikus yang diberi minyak jelantah. J. Gizi
Indonesia, 3 (2) : 108 – 115.
81
LAMPIRAN
Gunting
Penggaris
ACARA 6
6.1. Pendahuluan
Tujuan dari Praktikum Fisiologi dan Biokimia Tanaman Acara Kurva dan
Kecepatan Pertumbuhan adalah untuk mengetahui kurva pertumbuhan tanaman
serta mengetahui cara menggambar dan menghitung kecepatan pertumbuhan
tanaman. Manfaat dari Praktikum Fisiologi dan Biokimia Tanaman Acara Kurva
dan Kecepatan Pertumbuhan adalah mahasiswa mampu membuat kurva
pertumbuhan tanaman serta menghitung kecepatan pertumbuhan tanaman.
86
terdiri atas persentase hidup, jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun, luas daun,
panjang akar, dan jumlah akar (Marfirani, 2014). Parameter panjang dan diameter
tunas dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu umur batang. Umur
batang bawah memengaruhi secara nyata parameter panjang tunas, diameter tunas,
panjang daun, dan lebar daun (Suharsi dan Sari, 2013).
Pada fase vegetatif pertumbuhan tanaman berjalan cepat karena sel masih
aktif membelah. Laju pertumbuahan awal dari tanaman berlangsung cepat
termasuk dalam hal peningkatan jumlah bahan kering dan tinggi tanaman karena
tanaman tersebut berada pada fase vegetatif (Wahyuni dan Kamaliah, 2012). Pada
fase vegetatif selesai maka pertumbuhan akan menjadi lambat dan menurun.
Namun, fase vegetatif tanaman akan tumbuh cepat sampai fase produktif
kemudian semakin lambat memasuki fase pemasakan (Anggraini et al., 2013).
Melambatnya pertumbuhan saat fase generatif dikarenakan asimilat lebih focus
digunakan untu mempersiapkan masa generatif.
Penurunan bahan kering seiring dengan umur dan fase pertumbuhan
tanaman. Semakin bertambahnya umur pada tanaman, maka tanaman akan
memasuki fase generatif yang dimana banyak asimilat digunakan untuk
menyiapkan masa generatifnya sehingga akumulasi bahan kering akan mengalami
penurunan (Ainy dan Sitawati, 2019). Selain itu melambatnya pertumbuhan
tanaman seiring waktu juga disebabkan karena turunnya laju fotosintesis. Laju
pertumbuhan setelah mencapai puncak akan menurun seiring waktu dikarenakan
penurunan laju fotosintesis, semakin sedikit hasil fotosintesis maka pertumbuhan
tanaman semakin lambat dan akhirnya berhenti (Wahyuni dan Kamaliah, 2012).
6.3.1. Materi
Materi yang digunakan pada Acara Transpirasi meliputi alat dan bahan.
Bahan yang digunakan yaitu tunas tanaman cabai, mangga, nangka, tapak dara,
kacang panjang, dan jeruk. Alat yang digunakan yaitu penggaris untuk mengukur
panjang tunas dan gunting untuk memotong batang tanaman.
6.3.2. Metode
tumbuh tunas. Tunas yang tumbuh diamati dan diukur panjangnya selama 14 hari.
Panjang tunas diukur dan dihitung kecepatan pertumbuhannya. Kurva
pertumbuhan digambar dengan data pertumbuhan per hari selama 14 hari.
Kecepatan pertumbuhan dihitung dengan rumus:
panjang tunas (mm
Kecepatan pertumbuhan = (mm/hari)
umur tunas (hari
40
30
Tunas 1
20
10 Tunas 2
0 Tunas 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hari ke-
60
Panjang tunas (mm)
50
40
30
Tunas 1
20
10 Tunas 2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hari ke-
50
Panjang tunas (mm)
40
30 Tunas 1
20 Tunas 2
10 Tunas 3
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hari ke-
100
Panjang tunas (mm)
80
60
40
20 Tunas 1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hari ke-
100
Panjang tunas (mm)
50
Tunas 1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hari ke-
50
Panjang tunas (mm)
40
30
20
Tunas 1
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hari ke-
Berdasarkan Tabel 6. diperoleh hasil bahwa tunas dari tanaman tapak dara
memiliki kecepatan pertumbuhan yang paling lambat yaitu dengan laju kecepatan
pertumbuhan rata - rata 1,55 mm/hari, sedangkan untuk tunas tanaman kacang
99
panjang memiliki laju kecepatan pertumbuhan yang paling cepat yaitu 6,5
mm/hari karena adanya faktor lingkungan mempengaruhi proses pertumbuhan
yang cepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurnasari dan Djumali (2010) yang
menyatakan bahwa temperatur lingkungan yang tinggi akan mempercepat proses
metabolisme, sehingga karbohidrat yang dihasilkan lebih banyak yang kemudian
digunakan dalam pertumbuhan tanaman yang menjadi lebih cepat. Kecepatan
pertumbuhan tanaman adalah periode waktu yang dibutuhkan tanaman untuk
mencapai tingkat pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan Prasasti et al. (2013) yang
menyatakan bahwa Pertumbuhan suatu tanaman merupakan suatu hasil dari
metabolisme sel-sel hidup yang dapat diukur secara kuantitatif, seperti
pengukuran panjang tanaman dan berat kering tanaman. Pada fase vegetative di
pertumbuhan tanaman kacang panjang berjalan cepat karena sel masih aktif
membelah. Hal ini sesuai Wahyuni dan Kamaliah (2012) yang menyatakan bahwa
Laju pertumbuahan awal dari tanaman berlangsung cepat termasuk dalam hal
peningkatan jumlah bahan kering dan tinggi tanaman karena tanaman tersebut
berada pada fase vegetative.
Pengukuran parameter dapat dilihat dari tumbuhnya seperti panjang
tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat oleh Wasonowati (2011) yang
menyatakan bahwa beberapa contoh parameter pertumbuhan tanaman yaitu
seperti panjang tanaman. Fase generatif pertumbuhannya mengalami kelambatan
dikarenakan asimilat lebih fokus digunakan untuk mempersiapkan masa generatif.
Hal ini sesuai dengan pendapat oleh Ainy dan Sitawati (2019) yang menyatakan
bahwa semakin bertambahnya umur tanaman, maka tanaman akan memasuki fase
generatif dimana banyak asimilat digunakan untuk menyiapkan masa generatifnya
sehingga akumulasi bahan kering akan mengalami penurunan. Adapun faktor
yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tanaman yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Hal ini sesuai Anggraini et al. (2013) yang menyatakan bahwa
faktor internal berupa genetik yang berkaitan dengan pewarisan sifat/perilaku
tanaman itu sendiri, sedangkan faktor eksternal berupa faktor lingkungan
berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana tanaman itu tumbuh.
100
6.5.1. Simpulan
6.5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum dengan acara kurva dan
kecepatan pertumbuhan selanjutnya adalah pengukuran panjang diukur secara
konsisten dan teliti sehingga didapatkan hasil yang akurat, serta perhitungan data
yang benar.
101
DAFTAR PUSTAKA
Ainy, S. dan Sitawati. 2019. Pengaruh uumur bibit pada pertumbuhan dan hasil
tanaman kalian (Brassica oleraceae) sistem ratun secara hidroponik nft
(nutrient film technique). J. Produksi Tanaman, 7 (9) : 1742-1751.
Andalia, N., J. Juliana., M. Ridhwan dan A. Armi. 2019. Pola sebaran tapak dara
(Cataranthus Roseus) di Lamno Aceh Jaya. J. Serambi Konstruktivis, 1(1) :
82-87.
Anggraini, F., A. Suryanto dan N. Aini. 2013. Sistem tanam dan umur bibit pada
tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) varietas inpari 13. J. Produksi
Tanaman, 1 (2) :52-60.
Dewi,A. R., dan Sitawati. 2019. aplikasi pupuk npk dan legum cover crop pada
tanaman jeruk nipis (Citrus aurantifolia) di Roof Garden. J. Produksi
Tanaman, 7 (4) : 1264 – 1270.
Erawan, D., W. O. Yani dan A. Bahrun. 2013. Pertumbuhan dan hasil tanaman
sawi (Brassica juncea L.) pada berbagai dosis pupuk urea. Jurnal
Agroteknos, 3 (1) : 19-25.
102
Fitri, R. Y., Ardian dan Isnaini. 2017. Pemberian vermikompos pada pertumbuhan
bibit tanaman kakao (Theobroma cacao L.) J. Online Mahasiswa Faperta, 4
(1) : 1-15.
Gomies, L., H. Rehatta, dan J. Nandissa. 2012. Pengaruh pupuk organik cair RI1
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kubis bunga (Brassica
oleracea var. botrytis L.). J. Agrologia, 1 (1) : 13 – 20.
Ilham., C. Ezward., dan Mashadi. 2020. Aplikasi pupuk organik cair urin sapi
untuk meningkatkan produksi kacang panjang (Vigna sinensis L.). J. Green
Swarnadwipa, 9(1) : 47 – 55.
Nurhaeni, S dan H. Rahmi. 2020. Pengaruh berbagai jenis zat pengatur tumbuh
dan asal stek batang terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tanaman tapak
dara (Catharanthus roseus (L.) G. Don). J. Agrotek Indonesia, 5(2) : 47-50.
Pradana, D. S., Suprapto dan B. Rahayudi. 2018. Sistem pakar pendeteksi hama
dan penyakit tanaman mangga menggunakan metode Iterative Dichotomiser
Tree (ID3). J. Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 2
(7) : 2713 – 2720.
Putri, R. R., R. F. Hakim dan S. Rezeki. 2017. Pengaruh ekstrak daun tapak dara
(Catharanthus Roseus) terhadap jumlah fibroblas pada proses penyembuhan
luka di mukosa oral. J. Caninus Dentistry, 2(1) : 20-30.
Rahmah, A., M. Izzati, dan S. Parman. 2014. Pengaruh pupuk organik cair
berbahan dasar limbah sawi putih (Brassica chinensis L.) terhadap
pertumbuhan tanaman jagung manis (Zea mays L. var. Saccharata). J.
Anatomi dan Fisiologi, 22 (1) : 65 – 71.
Sari, D. N. R., I. M. Al-Habib, dan E. Rachmawati. 2018. Uji ekstrak kulit batang
nangka (Artocarpus heterophylus L.) terhadap Salmonella typhi. J. Biologi
dan Pembelajaran Biologi, 3 (2) : 166 – 175.
Satyarsa, A. B. (2019). Potensi efek zat alkaloid vindolicine pada daun tapak dara
(Catharanthus roseus (L.) G. Don) dalam menurunkan kadar glukosa darah.
J. Kedokteran dan Kesehatan, 2(4) : 1009-1019.
Silminaa, E. P., dan R. Wardoyo 2018. Aplikasi case bsed reasoning untuk
identifikasi serangan hama pada tanaman jeruk. J. Transmisi, 20 (3) : 2407 –
6422.
Suharsi, T. K., dan A. D. P. Sari. 2013. Pertumbuhan mata tunas jeruk keprok
(Citrus nobilis) hasil okulasi pada berbagai media tanam dan umur batang
bawah Rough Lemon (C. jambhiri). J. Ilmu Pertanian Indonesia, 18 (2) : 97
– 101.
Sutrisna, R., N. Ekowati., dan D. Rahmawati. 2013. Uji daya hambat isolat bakteri
asam laktat usus itik (Anas Domestica) pada bakteri gram positif dan pola
pertumbuhan isolat bakteri usus itik pada media mrs broth. J. Penelitian
Pertanian Terapan, 13(1) : 52-59.
Wahyuni, R. D. dan S. N. Kamaliah. 20. Studi tentang pola produksi alfalfa tropis
(Medicago sativa L.). J. Ilmu-Ilmu Peternakan, 19 (1) : 20-27.
Widyastuti, S dan I. N. Suarsana. 2011. Ekstrak air tapak dara menurunkan kadar
gula dan meningkatkan jumlah sel beta pankreas kelinci hiperglikemia. J.
Veteriner, 12(1) : 7-12.
Zaki, I., & Johan, A. (2015). Pengaruh pemberian jus mangga terhadap profil lipid
dan malondialdehyde pada tikus yang diberi minyak jelantah. J Gizi
Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 3(2) : 108 – 115.
LAMPIRAN
3 0 0 0 1 2 3 4 6 8 10 12 14 17 20 6.93
Kacang
1 3 7 10 14 23 31 40 46 57 62 74 80 84 91 44.43
Panjang
Mangga 1 1 3 7 8 11 16 20 23 27 30 32 36 38 40 20.86
Nangka 1 0 0 7 11 12 16 21 27 30 31 36 38 38 40 21.93
2 0 4 7 8 15 18 20 24 25 28 30 32 34 35 20.00
Tapak
1 0 0 0 0 2 4 5 7 9 11 14 15 18 21 7.57
Dara
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi dan Biokimia Tanaman, 2020.
108
( )
1. Kecepatan pertumbuhan Cabai :
( )
Tunas 1 :
:3 ⁄
Tunas 2 :
: 2,71 ⁄
Tunas 3 :
: 2,85 ⁄
( )
2. Kecepatan pertumbuhan Jeruk Nipis :
( )
Tunas 1 :
: 2,85 ⁄
109
Tunas 2 :
: 1,78 ⁄
Tunas 3 :
: 1,43 ⁄
( )
3. Kecepatan pertumbuhan Kacang Panjang :
( )
Tunas 1 :
: 6,5 ⁄
( )
4. Kecepatan pertumbuhan Mangga :
( )
Tunas 1 :
: 2,85 ⁄
( )
5. Kecepatan pertumbuhan Nangka :
( )
Tunas 1 :
: 2,85 ⁄
Tunas 2 :
: 2,5 ⁄
( )
6. Kecepatan pertumbuhan Tapak Dara :
( )
Tunas 1 :
: 1,5 ⁄
110
Gunting
Penggaris