Laporan Pendahuluan Stase 10-Sri Fitria
Laporan Pendahuluan Stase 10-Sri Fitria
Laporan Pendahuluan Stase 10-Sri Fitria
Disusun oleh:
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan,
Pembimbing Institusi ,
Mengetahui,
Erina Eka Hatini, SST., MPH Erina Eka Hatini, SST., MPH
NIP. 19800608 200112 2 001 NIP. 19800608 200112 2 001
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena penyusun
dapat menyelesaikan laporan Pendahuluan Psraktik Kebidanan Komunitas dalam konteks
Continuity Of Care”. Laporan Praktik ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
tugas pada program studi pendidikan profesi bidan di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya.
Penyusun menyadari terwujudnya laporan Pendahuluan Praktik ini tidak akan
terlaksana tanpa bantuan dan pengarahan dari semua pihak yang telah membimbing. Oleh
karena itu penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang terlibat.
Dengan segala kerendahan hati, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi mengevaluasi peningkatan laporan Pendahuluan Praktik
Kebidanan Komunitas dalam konteks Continuity Of Care ini, agar selanjutnya menjadi
lebih baik. Harapan penyusun semoga laporan pendahuluan ini dapat diterima dan dapat
bermanfaat bagi semua pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
cover
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................................................4
C. Manfaat....................................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI...........................................................................................................5
1. Definisi.....................................................................................................................................5
2. Tujuan......................................................................................................................................5
3. Indikator Pemantauan............................................................................................................6
a. Akses Pelayanan Antenatal (Cakupan K1)........................................................................6
b. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (Cakupan K4)...................................................................6
c. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn)................................................................7
d. Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3).....................................................7
e. Cakupan Pelayanan Neonatus Pertama (KN1)..................................................................8
f. Cakupan Pelayanan Kesehatan Neonatus 0-28 hari (Kn lengkap).....................................9
g. Cakupan Penanganan Komplikasi Obstetri.......................................................................9
h. Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh masyarakat....................................................10
i. Cakupan penanganan komplikasi neonatus.....................................................................10
j. Cakupan pelayanan kesehatan balita sakit yang ditangani dengan MTBS......................11
k. Cakupan pelayanan kesehatan bayi 29 hari-12 bulan (kunjungan bayi)..........................11
l. Cakupan pelayanan anak balita (12-59 bulan).................................................................12
m. Cakupan peserta KB aktif............................................................................................12
4. Pengolahan Data.................................................................................................................13
5. Pembuatan Grafik PWS KIA............................................................................................14
6. Pemantauan dan Pelaporan...............................................................................................17
B. Asuhan Kebidanan Continuity of Care.......................................................................................19
1. Definisi Asuhan Kebidanan Continuity of Care....................................................................19
2. Pelaksanaan Asuhan Kebidanan Berkesinambungan............................................................19
iii
3. Antenatal Care......................................................................................................................20
4. Asuhan Persalinan...................................................................................................................29
5. Asuhan Bayi Baru Lahir (BBL)..............................................................................................50
6. Asuhan Nifas...........................................................................................................................51
C. Evidence Based Midwifery Kebidanan Komunitas Dalam Konteks Continuity of Care. . .61
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................69
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Continuity of care dalam kebidanan adalah serangkaian kegiatan peladenan
yang berkelanjutan dan menyeluruh mulai dari kehamilan, persalinan, nifas,
pelayanan bayi baru lahir serta pelayanan keluarga berencana yang menghubungkan
kebutuhan kesehatan perempuan khususnya dan keadaan pribadi setiap individu
(Ningsih, 2017). Continuity of care yang dilakukan oleh bidan pada umumnya
berorientasi untuk meningkatkan kesinambungan pelayanan dalam suatu periode.
Continuity of care memiliki 3 jenis pelayanan yaitu manajemen, informasi dan
hubungan. Kesinambungan manajemen melibatkan komunikasi antar perempuan dan
bidan. Kesinambungan informasi menyangkut ketersediaan waktu yang relevan.
Kedua hal tersebut penting untuk mengatur dan memberikan pelayanan kebidanan.
Filosofi model continuity of care menekankan pada kondisi alamiah yaitu membantu
perempuan agar mampu melahirkan dengan intervensi minimal dan pemantauan
fisik, kesehatan psikologis, spiritual dan sosial perempuan dan keluarga (Ningsih,
2017)
Kehamilan, persalinan dan nifas tidak selamanya berjalan normal, kadangkala
terjadi kelainan maupun komplikasi. Bidan mempunyai peranan penting dalam
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu melalui kemampuannya untuk
melakukan pengawasan, pertolongan pada ibu, pengawasan bayi baru lahir
(neonatus) dan pada persalinan, ibu postpartum serta mampu mengidentifikasi
penyimpangan dari kehamilan dan persalinan normal dan melakukan penanganan
yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang tepat (Kemenkes, 2016)
Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) memperkirakan
diseluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 585.000 ibu hamil meninggal saat hamil
dan bersalin. Di Indonesia secara umum terjadi penurunan kematian ibu selama
periode 1991- 2015 dari 390 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun
terjadi kecenderungan penurunan angka kematian ibu, namun tidak berhasil
mencapai target MDGs yang harus dicapai yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2015. Jumlah kematian ibu menurut provinsi tahun 2018-2019
terdapat penurunan dari 4.226 menjadi 4.221 kematian ibu di Indonesia berdasarkan
laporan. Pada tahun 2019 penyebab kematian ibu terbanyak adalah perdarahan
(1.280 kasus), hipertensi dalam kehamilan (1.066 kasus) dan infeksi (207 kasus)
(Kemenkes, 2020)
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017
menunjukkan AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup. Meskipun demikian, angka
kematian bayi diharapkan akan terus mengalami penurunan. Intervensi-intervensi
yang dapat mendukung kelangsungan hidup anak ditujukan untuk dapat menurunkan
AKN menjadi 10 per 1000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 16 per 1000 kelahiran
hidup di tahun 2024. Berdasarkan data yang dilaporkan pada tahun 2019 dari 29.322
kematian balita, 69% (20.244 kematian) diantaranya terjadi pada masa neonatus.
Dari seluruh kematian neonatus yang dilaporkan, 80% (16.156 kematian) terjadi
pada periode enam hari pertama kehidupan. Sementara, 21% (6.151 kematian)
terjadi pada usia 29 hari – 11 bulan dan 10% (2.927 kematian) terjadi pada usia 12 –
59 bulan (Kemenkes, 2020)
Di Kalimantan Tengah, pada tahun 2017 jumlah kasus kematian ibu yang
dilaporkan sebanyak 121 kasus, tahun 2018 angka kematian ibu meningkat menjadi
165 kasus, sedangkan pada tahun 2019 jumlah kasus kematian ibu yang dilaporkan
sebanyak 166 kasus dengan penyebab terbanyak akibat komplikasi dalam persalinan
seperti perdarahan (34%), hipertensi (24%), gangguan sistem peredaran darah (3%),
infeksi (2%), gangguan metabolik (1%) dan lain-lain (20%)(Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Tengah, 2019)
Tren Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB) dan
Angka Kematian Balita (AKABA) tahun 2013-2018 berdasarkan laporan dari tahun
2014 sampai dengan 2019 di Provinsi Kalimantan Tengah kecenderungannya
menurun. AKN di Kalimantan Tengah tahun 2019 sebesar 5,4 per 1.000 kelahiran
hidup, kemudian AKB pada tahun 2019 sebesar 6,2 per 1.000 kelahiran hidup dan
AKABA sebesar 6,6 per 1.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah, 2019)
Mengembangkan hubungan yang berkualitas dengan perempuan merupakan
aspek penting dalam pelayanan maternal. Meskipun ada beberapa aspek asuhan
pelayanan kebidanan yang berdampak pada perempuan, kualitas hubungan bidan dan
perempuan adalah landasan yang paling substansial. Perempuan yang mendapat
2
pelayanan yang berkelanjutan dari bidan hampir delapan kali lipat lebih besar untuk
melakukan persalinan di bidan yang sama. melaporkan kepuasan lebih tinggi terkait
infomasi, saran, penjelasan, tempat persalinan, persiapan persalinan, pilihan untuk
menghilangkan rasa sakit dan pengawasan oleh bidan, mendapatkan pengalaman
baik, mengurangi morbiditas maternal, mengurangi penggunaan intervensi pada saat
persalinan termasuk operasi Caesar, meningkatkan jumlah persalinan normal
dibandingkan dengan perempuan yang merencanakan persalinan dengan tindakan
(Ningsih, 2017)
Dalam upaya mempercepat penurunan kematian ibu, Kementerian Kesehatan
menekankan pada ketersediaan pelayanan kesehatan ibu di masyarakat (Riskesdas,
2013). Maka dari itu diperlukan asuhan kebidanan secara Continuity Of Care atau
asuhan kebidanan yang berkesinambungan yaitu dengan strategi kesehatan yang
efektif dan memungkinkan perempuan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
tentang kesehatan mereka, sepertihalnya pemeriksaan kehamilan di lakukan
kunjungan antenatal ke petugas kesehatan minimal 4 kali kunjungan yaitu 1x di TM
I K1 pada usia (16 minggu), TM II 1x K2 dilakukan pada (24-28 minggu), TM III 2x
K3 (32 minggu) dan K4 (36 minggu sampai lahir), pertolongan persalinan yang
sesuai dengan SOAP dan dilakukan oleh tenaga kesehatan, asuhan masa nifas yang
dilakukan kunjungan masa nifas minimal 4 kali (KF I 6-8 jam setelah persalinan, KF
II 6 hari setelah persalinan, KF III 2 minggu setelah persalinan, KF IV 6 minggu
setelah persalinan), melakukan kunjungan bayi baru lahir minimal 3 kali (KN I 6 -
48 jam, KN II 3 hari - 7 hari, KN III 8 hari – 28 hari), memberikan pelayanan KB
(Sarwono, 2016).
Pelayanan kebidanan meliputi pelayanan pada ibu hamil, bersalin, nifas,
neonatus dan KB. Seorang wanita yang telah melahirkan harus mendapatkan
pelayanan kontrasepsi untuk menunda/merencakan dan mengakhiri kehamilan
dikarenakan sebagai berikut: jarak yang aman untuk persalinan adalah 2-4 tahun,
kesuburan seorang wanita akan terus berlangsung sampai mati haid, umur yang
terbaik untuk hamil adalah 20-35 tahun dan persalinan pertama dan kedua paling
rendah resikonya (Saifuddin, 2014).
3
Maka dari itu sangat diperlukan asuhan kebidanan secara Continuity Of Care
atau asuhan kebidanan yang berkesinambungan untuk dapat menurunkan angka
PWS.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui teori, konsep dan prinsip Praktik Kebidanan Komunitas
Dalam Konteks Continuity of Care
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya tinjauan teori tentang Pemantauan Wilayah Setempat
Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA)
b. Diketahuinya teori Asuhan Kebidanan Continuity of Care
c. Diketahuinya evidence based in midwifery Asuhan Kebidanan Continuity of
Care
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Hasil dari penyusunan Laporan Pendahuluan ini dapat dipergunakan untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam mengaplikasikan dan
melakukan Asuhan Kebidanan Continuity of Care sesuai fungsi dan peran Bidan
2. Bagi Lahan Praktik
Hasil Laporan pendahuluan ini diharapkan dapat digunakan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan serta referensi Laporan Pendahuluan dan
Praktik Kebidanan Asuhan Kebidanan Continuity of Care dalam memberikan
asuhan komprehensif yang sesuai dengan Evidence Based in Midwifery sehingga
dapat meningkatkan kualitas pelayanan Kesehatan.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS KIA)
1. Definisi
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah
alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja
secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat
(Rosyadia dan Manundyaning, 2017). Pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu
dan anak (PWS-KIA) adalah alat manajemen program KIA untuk memantau
cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (puskesmas/ kecamatan) secara terus
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap wilayah
yang cakupan pelayanan KIA nya masih rendah (Kemenkes, 2018)
2. Tujuan
Menurut Rosyadia dan Manundyaning (2017), tujuan PWS KIA adalah;
a. Tujuan umum
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di
setiap wilayah kerja
b. Tujuan Khusus
1) Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
2) Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara
teratur (bulanan) dan terus menerus
3) Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA
4) Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target
yang ditetapkan
5) Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani
secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan
6) Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia dan yang potensial untuk digunakan
7) Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan
mobilisasi sumber daya
8) Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan
pelayanan KIA
5
3. Indikator Pemantauan
a. Akses Pelayanan Antenatal (Cakupan K1)
Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal
oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal
serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. Rumus yang
dipakai untuk perhitungannya adalah:
Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui proyeksi,
dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan menggunakan rumus:
Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka terakhir CBR
kabupaten/kota yang diperoleh dari kantor perwakilan Badan Pusat Statistik
(BPS) di Kabupaten/ Kota. Bila angka CBR Kabupaten/ Kota tidak ada maka
dapat digunakan angka terakhir CBR Propinsi.
b. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (Cakupan K4)
Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal
sesuai dengan standar, paling sedikit enam kali dengan distribusi waktu 1 kali
pada trimester ke-1, 2 kali pada trimester ke-2 dan 3 kali pada trimester ke-3
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (PMK No 21 Tahun 2021)
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara
lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan),
yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di
samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan
program KIA. Rumus yang dipergunakan adalah:
6
Jumlah ibu hamil yang mendapat pelayanan antenatal
Minimal 4 kali sesuai standar oleh tenaga kesehatan
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu x 100 %
7
pelayanan kesehatan ibu nifas, Keluarga Berencana di samping
menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA
(Rosyadia dan Manundyaning, 2017) Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Jumlah sasaran ibu nifas sama dengan jumlah sasaran ibu bersalin (Rosyadia
dan Manundyaning, 2017)
e. Cakupan Pelayanan Neonatus Pertama (KN1)
Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada
6 - 48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui akses/jangkauan pelayanan kesehatan
neonatal. Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
8
f. Cakupan Pelayanan Kesehatan Neonatus 0-28 hari (Kn lengkap)
Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar
paling sedikit tiga kali dengan distribusi waktu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali
pada hari ke-3 sampai dengan hari ke-7 dan 1 kali pada hari ke-8 sampai
dengan hari ke-28 setelah lahir disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas dan kualitas pelayanan
kesehatan neonatal (Rosyadia dan Manundyaning, 2017). Rumus yang
dipergunakan adalah sebagai berikut:
9
h. Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh masyarakat
Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi yang
ditemukan oleh kader atau dukun bayi atau masyarakat serta dirujuk ke tenaga
kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Masyarakat disini,
bisa keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu sendiri. Indikator ini
menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam mendukung
upaya peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas (Rosyadia dan
Manundyaning, 2017). Rumus yang dipergunakan;
10
j. Cakupan pelayanan kesehatan balita sakit yang ditangani dengan MTBS
Adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang berobat ke Puskesmas
dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu (Rosyadia dan Manundyaning, 2017). Rumus
yang digunakan adalah:
Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang datang
ke puskesmas (register rawat jalan di Puskesmas). Jumlah anak balita sakit
yang mendapat pelayanan standar diperoleh dari format pencatatan dan
pelaporan MTBS
k. Cakupan pelayanan kesehatan bayi 29 hari-12 bulan (kunjungan bayi)
Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4
kali yaitu 1 kali pada umur 29 hari-2 bulan, 1 kali pada umur 3-5 bulan, dan
satu kali pada umur 6-8 bulan dan 1 kali pada umur 9-11 bulan sesuai standar di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat
diketahui efektifitas, continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan bayi
(Rosyadia dan Manundyaning, 2017). Rumus yang dipergunakan adalah
sebagai berikut:
11
l. Cakupan pelayanan anak balita (12-59 bulan)
Adalah cakupan anak balita (12-59 bulan) yang memperoleh pelayanan
sesuai standar, meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun,
pemantauan perkembangan minimal 2 kali setahun, pemberian vitamin A
sebanyak 2 kali dalam setahun (Rosyadia dan Manundyaning, 2017). Rumus
yang digunakan adalah;
Keterangan : PUS adalah pasangan yang istrinya berusia 15-49 tahun atau lebih
dari 49 tahun masih menstruasi (Rosyadia dan Manundyaning, 2017)
12
4. Pengolahan Data
Setiap bulan Bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam buku kohort
dan dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan Koordinator di
Puskesmas menerima laporan bulanan tersebut dari semua Bidan dan mengolahnya
menjadi laporan dan informasi kemajuan pelayanan KIA bulanan yang disebut
PWS KIA. Informasi per desa/kelurahan dan per kecamatan tersebut disajikan
dalam bentuk grafik PWS KIA yang harus dibuat oleh tiap Bidan Koordinator
(Rosyadia dan Manundyaning, 2017). Langkah pengolahan data adalah;
a. Pembersihan data
Melihat kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir yang tersedia.
Contoh pembersihan data adalah; melakukan koreksi terhadap laporan yang
masuk dari Bidan di desa/ kelurahan mengenai duplikasi nama, duplikasi
alamat, catatan ibu langsung di K4 tanpa melewati K1 (Rosyadia dan
Manundyaning, 2017)
b. Validasi
Melihat kebenaran dan ketepatan data. Contoh validasi adalah mecocokkan
apabila ternyata K4 & K1 lebih besar daripada jumlah ibu hamil, jumlah ibu
bersalin lebih besar dari pada ibu hamil (Rosyadia dan Manundyaning, 2017)
c. Pengelompokan
Sesuai dengan kebutuhan data yang harus dilaporkan. Contoh
pengelompokan adalah mengelompokkan ibu hamil anemi berdasarkan desa/
kelurahan untuk persiapan intervensi, ibu hamil dengan KEK untuk persiapan
intervensi (Rosyadia dan Manundyaning, 2017)
Menurut Rosyadia dan Manundyaning (2017), hasil pengolahan data dapat
disajikan dalam bentuk;
a. Narasi; dipergunakan untuk menyusun laporan atau profil suatu wilayah
kerja, misalnya dalam Laporan PWS KIA yang diserahkan kepada instansi
terkait
b. Tabulasi; dipergunakan untuk menjelaskan narasi dalam bentuk lampiran
c. Grafik; dipergunakan untuk presentasi dalam membandingkan keadaan
antar waktu, antar tempat dan pelayanan. Sebagian besar hasil PWS
disajikan dalam bentuk grafik
13
d. Peta; dipergunakan untuk menggambarkan kejadian berdasarkan gambaran
geografis
Puskesmas yang sudah menggunakan komputer untuk mengolah data KIA
maka data dari kartu-kartu pelayanan bidan di desa/ kelurahan, dimasukkan
ke dalam komputer sehingga proses pengolahan data oleh bidan di
desa/kelurahan dan bidan koordinator Puskesmas akan terbantu dan lebih
cepat (Rosyadia dan Manundyaning, 2017)
5. Pembuatan Grafik PWS KIA
PWS KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai, yang
juga menggambarkan pencapaian tiap desa/ kelurahan dalam tiap bulan. Dengan
demikian tiap bulannya dibuat 13 grafik, yaitu:
a. Grafik cakupan kunjungan antenatal ke-1 (K1)
b. Grafik cakupan kunjungan antenatal ke-4 (K4)
c. Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn)
d. Grafik cakupan kunjungan nifas (KF)
e. Grafik deteksi faktor risiko/komplikasi oleh masyarakat
f. Grafik penanganan komplikasi obsetrik (PK)
g. Grafik cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1)
h. Grafik cakupan kunjungan neonatal lengkap (KNL)
i. Grafik penanganan komplikasi neonatal (NK)
j. Grafik cakupan kunjungan bayi (KBy)
k. Grafik cakupan pelayanan anak balita (KBal)
l. Grafik cakupan pelayanan anak balita sakit (BS)
m. Grafik cakupan pelayanan KB (CPR) (Rosyadia dan Manundyaning, 2017)
Semuanya itu dipakai untuk alat pemantauan program KIA, sedangkan grafik
cakupan K4, PN, KF/KN, PK, NK, KBy, KBal dan grafik cakupan pelayanan KB
(CPR) dapat dimanfaatkan juga untuk alat advokasi dan komunikasi lintas sector
(Rosyadia dan Manundyaning, 2017). Langkah-langkah pokok dalam pembuatan
grafik PWS KIA;
14
a. Penyiapan Data
1) Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indikator diperoleh
dari catatan kartu ibu, buku KIA, register kohort ibu, kartu bayi, kohort bayi
serta kohort anak balita per desa/ kelurahan, catatan posyandu, laporan dari
perawat/ bidan/ dokter praktik swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya
(Rosyadia dan Manundyaning, 2017)
2) Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah data cakupan per
desa/ kelurahan dalam kurun waktu yang sama Misalnya; untuk membuat
grafik cakupan K4 bulan Juni di wilayah kerja Puskesmas X, maka
diperlukan data cakupan K4 desa/ kelurahan A, desa/ kelurahan B, desa/
kelurahan C, dan seterusnya pada bulan Juni
3) Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah data cakupan
per bulan
4) Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang mempunyai
korelasi misalnya : K1, K4 dan Pn 2 (Rosyadia dan Manundyaning, 2017)
b. Penggambaran Grafik
Langkah langkah yang dilakukan dalam menggambarkan grafik PWS KIA
(dengan menggunakan contoh indikator cakupan K1) adalah sebagai berikut;
1) Menentukan target rata rata per bulan untuk menggambarkan skala pada
garis vertikal (sumbu Y). Misalnya: target cakupan ibu hamil baru (cakupan
K1) dalam 1 tahun ditentukan 90 % (garis a), maka sasaran rata rata setiap
bulan adalah 90% dibagi 12 bulan. Dengan demikian, maka sasaran
pencapaian kumulatif sampai dengan bulan Juni adalah (6 x 7,5 %) = 45,0%
(garis b)
2) Hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 per desa/kelurahan
sampai dengan bulan Juni dimasukkan ke dalam jalur % kumulatif secara
berurutan sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi di sebelah kiri dan
terendah di sebelah kanan, sedangkan pencapaian untuk puskesmas
dimasukkan ke dalam kolom terakhir (lihat contoh grafik)
3) Nama desa/kelurahan bersangkutan dituliskan pada lajur desa/kelurahan
(sumbu X), sesuai dengan cakupan kumulatif masingmasing desa/kelurahan
yang dituliskan pada butir b diatas.
15
4) Hasil perhitungan pencapaian pada bulan ini (Juni) dan bulan lalu (Mei)
untuk tiap desa/kelurahan dimasukkan ke dalam lajur masing-masing
5) Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur tren. Bila pencapaian
cakupan bulan ini lebih besar dari bulan lalu, maka digambar anak panah
yang menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih
rendah dari cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang
menunjukkan kebawah, sedangkan untuk cakupan yang tetap / sama
gambarkan dengan tanda (-) (Rosyadia dan Manundyaning, 2017)
16
Gambar 2.1 Contoh Grafik PWS KIA
Sumber; Rosyadia dan Manundyaning (2017)
6. Pemantauan dan Pelaporan
Pemantauan kegiatan PWS KIA dapat dilakukan melalui laporan kegiatan PWS
KIA bulanan dengan melihat kelengkapan data PWS KIA berikut dengan;
a. Hasil Analisis indikator PWS KIA, antara lain: grafik hasil cakupan, hasil
penelusuran dan lain-lain
b. Rencana tindak lanjut berupa jadwal rencana kegiatan Data PWS KIA yang
dilaporkan dimasing masing tingkatan adalah;
1) Di tingkat Desa untuk dilaporkan ke Puskesmas setiap bulan adalah register
KIA dan rekapitulasi Kohort KB
2) Di tingkat puskesmas untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan kabupaten/ kota
setiap bulan; LB 3 KIA, LB 3 Gizi, LB 3 Imunisasi dan rekapitulasi Kohort
KB
17
3) Di tingkat kabupaten/ propinsi untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Propinsi/ Departemen Kesehatan setiap 3 bulan:
a) Lampiran 1 berisi laporan pelayanan antenatal care
b) Lampiran 2 berisi laporan pelayanan persalinan dan nifas
c) Lampiran 3 berisi laporan sarana pelayanan kesehatan dasar
d) Lampiran 4 berisi laporan kematian ibu dan neonatal
e) Lampiran 5 berisi laporan sarana pelayanan kesehatan rujukan
f) Lampiran 6 berisi laporan pelayanan Antenatal yang terintegrasi dengan
program lain seperti PMTCT pada Ibu penderita HIV/ AIDS dan
malaria dalam kehamilan
g) Lampiran 7 berisi laporan Keluarga Berencana
h) Lampiran 8 berisi laporan diagnosa dan tindakan pasien terhadap
perempuan dan anak yang mengalami kekerasan (Rosyadia dan
Manundyaning, 2017)
Untuk mempermudah mendapatkan laporan dari tingkat bidan di desa,
Puskesmas, kabupaten, maupun propinsi, kini proses pencatatan, pengolahan dan
pelaporan dapat dilakukan secara komputerisasi yang prosesnya dimulai dari
tingkat bidan di desa. Proses komputerisasi ini merupakan proses pengisian kartu
ibu dan kartu bayi secara langsung dari lapangan yang dilakukan oleh bidan di desa
dan diserahkan kepada data operator di tingkat puskesmas (Rosyadia dan
Manundyaning, 2017)
Setelah data masuk di tingkat Puskesmas dan di olah secara komputerisasi,
Bidan di desa, Bidan koordinator dan kepala Puskesmas dapat dengan mudah dan
langsung melihat data secara cepat setiap bulan dan menggunakan data tersebut
untuk meningkatkan kualitas program KIA. Laporan yang keluar dari tingkat
puskesmas akan diproses sedemikian rupa pula untuk dapat menjadi konsumsi di
tingkat kabupaten, propinsi dan pusat. Secara lengkap proses operasional sistim
komputerisasi dari PWS KIA ini dapat dilihat pada modul operasional
komputerisasi PWS KIA yang ada di dalam Software PWS KIA (Rosyadia dan
Manundyaning, 2017)
18
B. Asuhan Kebidanan Continuity of Care
1. Definisi Asuhan Kebidanan Continuity of Care
Continuity of care dalam kebidanan adalah serangkaian kegiatan peladenan
yang berkelanjutan dan menyeluruh mulai dari kehamilan, persalinan, nifas,
pelayanan bayi baru lahir serta pelayanan keluarga berencana yang
menghubungkan kebutuhan kesehatan perempuan khususnya dan keadaan pribadi
setiap individu (Ningsih, 2017). Filosofi model continuity of care menekankan
pada kondisi alamiah yaitu membantu perempuan agar mampu melahirkan dengan
intervensi minimal dan pemantauan fisik, kesehatan psikologis, spiritual dan sosial
perempuan dan keluarga (Ningsih, 2017)
2. Pelaksanaan Asuhan Kebidanan Berkesinambungan
Continuity Of Care yang dilakukan oleh bidan pada umumnya berorientasi
untuk meningkatkan kesinambungan pelayanan dalam suatu periode. Continuity Of
Care memiliki tiga jenis pelayanan yaitu managemen, informasi dan hubungan.
Kesinambungan managemen melibatkan komunikasi antar perempuan dan bidan.
Kesinambungan informasi menyangkut ketersediaan waktu yang relevan. Kedua
hal tersebut penting untuk mengatur dan memberikan pelayanan kebidanan
(Pratami, 2017)
Pemberian informasi kepada perempuan memungkinkan dan memberdayakan
mereka dalam melakukan perawatan untuk mereka sendiri dan muncul sebagai
dimensi secara terus menerus sebagai informasi dan kemitraan. Perawatan
berencana tidak hanya menopang bidan dalam mengkoordinasikan layanan
komprehensif mereka tetapi juga menimbulkan rasa aman serta membuat
keputusan bersama. Tidak semua pasien dapat mengasumsikan keaktifan perannya
namun mereka dapat membuat akumulasi pengetahuan dari hubungan yang
berkesinambungan untuk bisa mengerti terhadap pelayanan yang mereka terima
(Pratami, 2017)
19
3. Antenatal Care
a. Definisi
Antenatal Care atau Pelayanan Kesehatan Masa Hamil adalah setiap
kegiatan dan/ atau serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa
konsepsi hingga melahirkan. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil bertujuan untuk
memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan kesehatan yang
berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin
dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas (Kemenkes,
2016)
b. Kunjungan Pemeriksaan Antenatal
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 21 Tahun 2022 Pelayanan
Kesehatan Masa Hamil dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) kali selama
masa kehamilan yang dilakukan: 1 (satu) kali pada trimester pertama, 2 (dua)
kali pada trimester kedua; dan 3 (tiga) kali pada trimester ketiga. Dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan, sesuai
standar dan dicatat dalam buku KIA dan paling sedikit 2 (dua) kali oleh dokter
atau dokter spesialis kebidanan dan kandungan pada trimester pertama dan
ketiga.
Pelayanan kesehatan pada ibu hamil tidak dapat dipisahkan dengan
pelayanan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
Kualitas pelayanan antenatal yang diberikan akan mempengaruhi kesehatan ibu
hamil dan janinnya, ibu bersalin dan bayi baru lahir serta ibu nifas (Kemenkes,
2016). Menurut Sulistyawati, (2013), jadwal pemeriksaan kehamilan yang ideal
adalah:
1) Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin ketika haidnya
terlambat 1 bulan
2) Periksa ulang tiap 1 bulan sekali sampai umur kehamilan 7 bulan (28
minggu)
3) Pemeriksaan ulang tiap 2 kali sebulan yaitu tiap 2 minggu sekali mulai
umur kehamilan 28 minggu sampai 36 minggu (7 bulan-9 bulan)
4) Pemeriksaan kehamilan tiap minggu setelah umur kehamilan 36 minggu
lebih
20
5) Periksa ulang khusus sewaktu-waktu apabila ada keluhan selama kehamilan
21
3) Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK) d.
Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia
4) Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)
5) Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK)
6) Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta
7) Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)
8) Penanggulangan Gangguan Intelegensia pada Kehamilan (Kemenkes,
2014)
d. Standar ANC 10 T
Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus
Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar, sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 97 Tahun 2014 Tentang
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan Dan Masa
Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan
Seksual, yang terdiri dari:
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2) Ukur Tekanan darah
3) Nilai status Gizi (Ukur lingkar lengan atas /LiLA)
4) Ukur Tinggi fundus uteri
5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6) Skrining Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) bila diperlukan
Pemberian imunisasi TT tidak mempunyai interval maksimal, hanya
terdapat interval minimal. Interval minimal pemberian imunisasi TT dan
lama perlindungannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Jadwal Imunisasi Tetanus Toksoid
Imunisasi Selang waktu Lama Perlindungan
TT minimal pemberian
imunisasi
TT1 Langkah awal pembentukan
kekebalan tubuh terhadap
penyakit tetanus
TT2 1 bulan setelah TT1 3 tahun
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun
TT4 12 bulan setelah TT3 10 tahun
22
TT5 12 bulan setelah TT5 ≥25 tahun
Sumber: Kemenkes (2016)
23
f. Deteksi Dini Masalah, Penyakit dan Penyulit/ Komplikasi Kehamilan
Pemeriksaaan dan pengawasan pada ibu hamil sangat diperlukan, hal ini
bertujuan untuk menyiapkan fisik dan psikologis ibu dalam menjalani
kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir sehingga diharapkan ibu dan
bayi dalam keadaan sehat, serta mendeteksi dini adanya komplikasi/ gangguan
pada ibu sehingga dapat ditangani sedini mungkin. Setiap ibu hamil memiliki
risiko akan terjadi komplikasi atas kehamilannya, maka setiap ibu hamil
dianjurkan untuk datang ke tenaga kesehatan untuk memeriksakan
kehamilannya sejak dirinya merasa hamil atau telat haid (Kemenkes, 2016)
Kader dapat melakukan deteksi dini tanda bahaya dan masalah pada ibu
hamil sebagaimana tertuang pada BUKU KIA dan segera merujuk ibu hamil ke
fasilitas pelayanan kesehatan untuk ditentukan tingkat kegawatdaruratan. Pada
fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas dan jaringannya serta
bidan/dokter praktik swasta menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang
ditemui. Sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus
menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang
harus dirujuk (Kemenkes, 2016). Sebelum merujuk bidan/dokter praktek swasta
melakukan persiapan sebagai berikut
1) Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih dahulu
atau dilakukan stabilisasi dan dipertahankan selama perjalanan. Surat
rujukan harus dipersiapkan sesuai format rujukan dan seorang bidan harus
mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke tempat rujukan
2) Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya. Klien dan
keluarga perlu diberikan informasi tentang perlunya penderita segera
dirujuk untuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan
yang lebih mampu
3) Menentukan tempat tujuan rujukan ke fasilitas pelayanan yang mempunyai
kemampuan dan kewenangan, terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta
dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita. Diawali
dengan mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju melalui
telepon atau radio komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
(Kemenkes, 2016)
24
Menurut Sulistyawati (2013), selama kehamilan beberapa tanda bahaya
yang dialami dapat dijadikan sebagai data dalam deteksi dini komplikasi akibat
kehamilan. Jika ibu hamil mengalami tanda-tanda bahaya ini maka sebaiknya
segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan tindakan antisipasi untuk
mencegah terjadinya kematian ibu dan janin. Beberapa tanda bahaya yang
penting untuk disampaikan kepada ibu hamil dan keluarga adalah:
1) Perdarahan pervaginam
Tiap perdarahan yang keluar dari liang senggama pada ibu hamil setelah
28 minggu disebut perdarahan antepartum. Perdarahan pervaginam pada
kehamilan lanjut yang termasuk kriteria tanda bahaya adalah perdarahan
yang banyak, berwarna merah, dan kadang-kadang tetapi tidak selalu
disertai dengan nyeri, yang mungkin disebabkan oleh plasenta previa dan
solusio plasenta
2) Sakit kepala yang hebat
Sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah yang serius adalah sakit
kepala hebat yang menetap dan tidak hilang dengan beristirahat. Kadang-
kadang dengan sakit kepala yang hebat tersebut ibu mungkin menemukan
bahwa penglihatannya menjadi kabur atau berbayang, yang mungkin adalah
gejala preeklampsi
3) Penglihatan kabur
Masalah visual yang mengindikasikan keadaan yang mengancam jiwa
ibu adalah perubahan visual mendadak, misalnya pandangan kabur atau
berbayang. Perubahan penglihatan ini mungkin disertai dengan sakit kepala
yang hebat, yang mungkin adalah gejala preeklampsia
4) Bengkak di wajah dan jari
Bengkak bisa menunjukkan adanya masalah yang serius jika muncul
pada muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat, dan disertai
keluhan fisik lain, yang mungkin adalah gejala anemia, gagal jantung dan
preeklampsia
25
5) Keluar cairan pervaginam
Pecahnya selaput ketuban janin dalam kehamilan merupakan tanda
bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya infeksi langsung pada janin.
Pecahnya selaput ketuban juga dapat diikuti dengan keluarnya bagian kecil
janin seperti tali pusat, tangan atau kaki. Oleh karena itu bila saat hamil
ditemukan adanya pengeluaran cairan, assesment yang mungkin adalah
Ketuban Pecah Dini (KPD)
6) Gerakan janin tidak terasa
Janin harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam 3 jam, gerakan janin
akan lebih mudah terasa jika ibu berbaring atau beristirahat dan jika ibu
makan dan minum dengan baik
7) Nyeri perut yang hebat
Nyeri perut yang hebat termasuk dalam tanda bahaya kehamilan.
Apabila perut ibu sangat nyeri secara tiba-tiba bahkan jika disentuh sedikit
saja dan terasa sangat keras seperti papan serta disertai perdarahan
pervaginam, ini menandakan terjadinya solusio plasenta
26
g. Identifikasi Komplikasi Kehamilan dan Rujukan
Table 2.3 Penanganan dan Tindak Lanjut Kasus
No Hasil pemeriksaan Penanganan dan tindak lanjut
kasus
1 Ibu hamil dengan perdarahan Keadaan emergency, rujuk untuk
antepartum penanganan perdarahan sesuai
standar
2 Ibu hamil dengan demam Tangani demam sesuai standar.
Jika dalam 2 hari masih demam
atau keadaan umum memburuk
segera rujuk.
3 Ibu hamil dengan hipertensi Tangani hipertensi sesuai standar
ringan (tekanan darah 140/90 Periksa ulang dalam 2 hari. Jika
mmHg) tanpa protein urin tekanan darah meningkat, segera
rujuk
Jika ada gangguan janin, segera
rujuk
Konseling gizi, diet makanan
untuk hipertensi dalam
kehamilan.
4 Ibu hamil dengan hipertensi Rujuk untuk penanganan
berat (diastole ≥110 mmHg) hipertensi berat sesuai standar.
tanpa proteinuria
5 Ibu hamil dengan pre- Keadaan emergency, rujuk untuk
eklamsia Hipertensi disertai penanganan pre-eklamsia sesuai
Edema wajah atau tungkai standar.
bawah, dan atau
Proteinuria (+)
6 Ibu hamil berat badan Rujuk untuk penanganan ibu
kurang (kenaikan ≤ 1 hamil risiko KEK sesuai standar.
kg/bulan) atau hamil risiko
KEK (LILA ≤ 23.5 cm).
7 Ibu hamil BB lebih Rujuk untuk pemeriksaan lebih
(kenaikan BB ≥ 2 kg/bulan). lanjut
8 TFU tidak sesuai dengan Rujuk untuk penanganan
umur kehamilan gangguan pertumbuhan janin
9 Kelainan letak pada janin Rujuk untuk penanganan
trimester III kehamilan dengan kelainan letak
10 Gawat janin Rujuk untuk penanganan gawat
janin
11 Ibu hamil dengan anemia Rujuk untuk penanganan anemia
sesuai standar
Konseling gizi, diet makanan
kaya zat besi dan protein
27
12 Ibu hamil dengan diabetes Rujuk untuk penanganan DM
sesuai standar
Konseling gizi, diet makanan
untuk ibu hamil DM
13 Ibu hamil dengan malaria Konseling tidur menggunakan
kelambu berinsektisida
Memberikan pengobatan sesuai
kewenangan
Rujuk untuk penanganan lebih
lanjut
14 Ibu hamil dengan TBC Rujuk untuk penanganan TBC
sesuai standar
Konseling gizi, diet makan untuk
ibu hamil TB
Pemantauan minum obat TB
15 Ibu hamil dengan sifilis Rujuk untuk penanganan sifilis
pada ibu hamil dan suami sesuai
standar
16 Ibu hamil dengan HIV Konseling rencana persalinan
Rujuk untuk penanganan HIV
sesuai standar
Konseling gizi, diet makanan
untuk ibu HIV
Konseling pemberian makanan
bayi yang lahir dari ibu dengan
HIV
17 Ibu hamil kemungkinan ada Rujuk untuk pelayanan kesehatan
masalah kejiwaan jiwa
Pantau hasil rujukan balik
Kerja sama dengan fasilitas
rujukan selama kehamilan.
18 Ibu hamil yang mengalami Rujuk ke rumah sakit yang
kekerasan dalam rumah memiliki fasilitas pusat pelayanan
tangga terpadu (PPT) terhadap korban
kekerasan
28
4. Asuhan Persalinan
a. Definisi
Pelayanan Kesehatan Masa Melahirkan atau persalinan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan pada ibu sejak
dimulainya persalinan hingga 6 (enam) jam sesudah melahirkan (Kemenkes,
2016);
1) Semua persalinan harus dihadiri dan dipantau oleh petugas kesehatan
terlatih
2) Rumah bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitas memadai untuk
menangani kegawatdaruratan obstetri dan neonatal harus tersedia 24 jam
3) Obat-obatan esensial, bahan dan perlengkapan harus tersedia bagi seluruh
petugas terlatih
Menurut Permenkes No 97 Tahun 2014, setiap persalinan harus dilakukan
di fasilitas pelayanan kesehatan dan sesuai dengan standart Asuhan Persalinan
Normal (APN). Pelayanan persalinan yang diberikan kepada ibu bersalin dalam
bentuk 5 (lima) aspek dasar meliputi:
1) Membuat keputusan klinik;
Membuat keputusan klinik merupakan proses yang menentukan untuk
menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang diperlukan oleh klien.
Keputusan itu harus akurat, komprehensif dan aman, baik bagi pasien dan
keluarganya maupun petugas yang memberikan pertolongan (JNPK-KR,
2017)
Membuat keputusan klinik tersebut dihasilkan melalui serangkaian
proses dan metode yang sistematik menggunakan informasi dan hasil olah
kognitif dan intuitif serta dipadukan dengan kajian teoritis dan intervensi
berdasarkan bukti (evidance base), keterampilan dan pengalaman yang
dikembangkan melalui berbagai tahapan yang logis dan diperlukan dalam
upaya untuk menyelesaikan masalah dan terfokus pada pasien. Tujuh
langkah dalam membuat keputusan klinik:
a) Pengumpulan data utama dan relevan untuk membuat keputusan
b) Menginterpretasikan data dan mengidentifikasi masalah
c) Membuat diagnosa atau menentukan masalah yang terjadi/dihadapi
29
d) Menilai adanya kebutuhan dan kesiapan intervensi untuk mengatasi
masalah
e) Menyusun rencana pemberian asuhan atau intervensi untuk solusi
masalah
f) Melaksanakan asuhan/ intervensi terpilih
g) Memantau dan mengevaluasi efektifitas asuhan atau intervensi (JNPK-
KR, 2017)
2) Asuhan sayang ibu dan sayang bayi;
Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan sang ibu. Beberapa prinsip dasar asuhan sayang
ibu adalah dengan mengikut sertakan suami dan keluarga selama proses
persalinan dan kelahiran bayi serta mengetahui dengan baik mengenai
proses persalinan dan asuhan yang akan mereka terima, mereka akan
mendapatkan rasa aman dan hasil yang lebih baik disebut pula bahwa hal
tersebut diatas dapat mengurangi terjadinya persalinan dengan vakum,
cunam, dan seksio sesar, dan persalinan berlangsung lebih cepat (JNPK-
KR, 2017). Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan;
a) Panggil ibu sesuai namanya, hargai dan perlakukan ibu sesuai
martabatnya
b) Jelaskan semua asuhan dan perawatan kepada ibu sebelum memulai
asuhan tersebut
c) Jelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya
d) Anjurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau
khawatir
e) Dengarkan dan tanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu
f) Berikan dukungan, berdasarkan hatinya dan tentramkan hati ibu beserta
anggota-anggota keluarganya
g) Ajarkan ibu untuk ditemani suami dan/atau anggota keluarga yang lain
selama persalinan dan kelahiran bayinya
h) Ajarkan suami dan anggota-anggota keluarga mengenai cara-cara
bagaimana mereka dapat memperhatikan dan mendukung ibu selama
persalinan dan kelahiran bayinya
30
i) Secara konsisten lakukan praktik-praktik pencegahan infeksi yang baik
j) Hargai privasi ibu
k) Anjurkan ibu untuk mencoba berbagai posisi selama persalinan dan
kelahiran bayi
l) Anjurkan ibu untuk minum dan makan makanan ringan sepanjang ia
menginginkannya
m) Hargai dan perbolehkan praktik praktik tradisional yang tidak
merugikan kesehatan ibu
n) Hindari tindakan berlebihan dan mungkin membahayakan seperti
episiotomi, pencukuran dan klisma
o) Anjurkan ibu untuk memeluk bayinya sesegera mungkin
p) Membantu memulai pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah
bayi lahir
q) Siapkan rencana rujukan (bila perlu)
r) Mempersiapkan persalianan dan kelahiran bayi dengan baik dan bahan-
bahan, perlengkapan dan obat-obatan yang diperlukan. siap untuk
melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap kelahiran bayi (JNPK-
KR, 2017)
3) Pencegahan infeksi;
Pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam
asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan
dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga,
penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya untuk mengurangi
infeksi karena bakteri, virus, dan jamur (JNPK-KR, 2017). Yang
diperhatikan dalam pencegahan infeksi:
a) Kewaspadaan Standar
b) Mencegah terjadinya dan transmisi penyakit
c) Proses Pencegahan Infeksi Instrumen dan Aplikasinya dalam Pelayanan
d) Barier Protektif
e) Budaya Bersih dan Lingkungan yang Aman (JNPK-KR, 2017)
31
4) Pencatatan (rekam medis) asuhan persalinan;
Catat semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu dan/atau bayinya.
Jika asuhan tidak dicatat, dapat dianggap bahwa hal tersebut tidak
dilakukan (JNPK-KR, 2017). Yang diperhatikan dalam pencatatan adalah:
a) Kelengkapan status klien
b) Anamnesis, prosedur dan hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, dan uji
atau penapisan tambahan lainnya
c) Partograf sebagai instrumen membuat keputusan dan dokumentasi klien
d) Kesesuaian kelaikan kondisi klien dan prosedur klinik terpilih
e) Upaya dan Tatalaksana Rujukan yang diperlukan (JNPK-KR, 2017)
5) Rujukan pada kasus komplikasi ibu dan bayi baru lahir
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan atau
fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan mampu
menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir. Meskipun sebagian besar
ibu akan mengalami persalinan normal namun sekitar 10-15% diantaranya
akan mengalami masalah selama proses persalinan dan kelahiran bayi
sehingga perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan (JNPK-KR, 2017).
Yang diperhatikan dalam rujukan adalah:
a) Alasan keperluan rujukan
b) Jenis rujukan (darurat atau optimal)
c) Tatalaksana Rujukan
d) Upaya yang dilakukan selama merujuk
e) Jaringan pelayanan dan pendidikan
f) Menggunakan Sistem Umum atau Sistem Internal Rujukan Kesehatan
(JNPK-KR, 2017)
32
b. Fase dan Proses Persalinan (Kala I s.d IV)
(a) Kala I Persalinan
a) Pengertian
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan
pembukaan servix hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm).
Persalinan kala I berlangsung 18 – 24 jam dan terbagi menjadi dua fase
yaitu fase laten dan fase aktif.
(1) Fase laten persalinan
(a) Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan servix secara bertahap
(b) Pembukaan servix kurang dari 4 cm
(c) Biasanya berlangsung di bawah hingga 8 jam
(2) Fase aktif persalinan Fase ini terbagi menjadi 3 fase yaitu akselerasi,
dilatasi maximal, dan deselerasi
(a) Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat
(kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi 3 kali atau
lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik
atau lebih
(b) Servix membuka dari 4 ke 10 cm biasanya dengan kecepatan 1
cm atau lebih perjam hingga permbukaan lengkap (10 cm)
(c) Terjadi penurunan bagian terendah janin
b) Fisologi Kala I
(1) Uterus: Kontraksi uterus mulai dari fundus dan terus menyebar ke
depan dan ke bawah abdomen. Kontraksi berakhir dengan masa
yang terpanjang dan sangat kuat pada fundus. Selagi uterus
kontraksi berkontraksi dan relaksasi memungkinkan kepala janin
masuk ke rongga pelvik
33
(2) Serviks Sebelum onset persalinan, serviks berubah menjadi lembut:
(a) Effacement (penipisan) serviks berhubungan dengan kemajuan
pemendekan dan penipisan serviks. Panjang serviks pada akhir
kehamilan normal berubah – ubah (beberapa mm sampai 3 cm).
Dengan mulainya persalinan panjangnya serviks berkurang
secara teratur sampai menjadi pendek (hanya beberapa mm).
Serviks yang sangat tipis ini disebut sebagai menipis penuh
(b) Dilatasi berhubungan dengan pembukaan progresif dari serviks.
Untuk mengukur dilatasi/diameter serviks digunakan ukuran
centimeter dengan menggunakan jari tangan saat peeriksaan
dalam. Serviks dianggap membuka lengkap setelah mencapai
diameter 10 cm
(c) Blood show (lendir show) pada umumnya ibu akan
mengeluarkan darah sedikit atau sedang dari serviks
(Kemenkes, 2016)
(b) Kala II Persalinan
a) Pengertian
Pengertian Persalinan kala II dimulai dengan pembukaan lengkap
dari serviks dan berakhir dengan lahirnya bayi. Proses ini berlangsung 2
jam pada primi dan 1 jam pada multi
b) Tanda dan gejala kala II
(1) Ibu ingin meneran
(2) Perineum menonjol
(3) Vulva vagina dan sphincter anus membuka
(4) Jumlah pengeluaran air ketuban meningkat
(5) His lebih kuat dan lebih cepat 2-3 menit sekali
(6) Pembukaan lengkap (10 cm)
(7) Pada Primigravida berlangsung rata-rata 1.5 jam dan multipara rata-
rata 0.5 jam
c) Pemantauan
(1) Tenaga atau usaha mengedan dan kontraksi uterus
34
(2) Janin yaitu penurunan presentasi janin dan kembali normalnya detak
jantung bayi setelah kontraksi
(3) Kondisi ibu sebagai berikut:
(a) Kemajuan persalinan; usaha mengedan, palpasi kontraksi uterus
(kontrol tiap 10 menit), frekuensi, lamanya dan kekuatan
(b) Kondisi ibu; periksa nadi dan tekanan darah selama 30 menit.
Respons keseluruhan pada kala II, keadaan dehidrasi, perubahan
sikap/perilaku, tingkat tenaga (yang memiliki)
(c) Kondisi janin, periksa detak jantung janin setiap 15 menit atau
lebih sering dilakukan dengan makin dekatnya kelahiran,
penurunan presentasi dan perubahan posisi dan warna cairan
tertentu
d) Fisiologi Kala II
(1) His menjadi lebih kuat, kontraksinya selama 50 -100 detik,
datangnya tiap 2-3 menit
(2) Ketuban biasanya pecah pada kala ini ditandai dengan keluarnya
cairan kekuningkuningan sekonyong-konyong dan banyak
(3) Pasien mulai mengejan
(4) Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai di
dasar panggul, perineum menonjol, vulva menganga dan rectum
terbuka
(5) Pada puncak his, bagian kecil kepala nampak di vulva dan hilang
lagi waktu his berhenti, begitu terus hingga nampak lebih besar
(6) Pada akhirnya lingkaran terbesar kepala terpegang oleh vulva
sehingga tidak bisa mundur lagi, tonjolan tulang ubun-ubun telah
lahir dan subocciput ada di bawah symphisis
(7) Pada his berikutnya dengan ekstensi maka lahirlah ubun-ubun
besar, dahi dan mulut pada commissura posterior. Saat ini untuk
primipara, perineum biasanya akan robek pada pinggir depannya
karena tidak dapat menahan regangan yang kuat tersebut
(8) Setelah kepala lahir dilanjutkan dengan putaran paksi luar,
sehingga kepala melintang, vulva menekan pada leher dan dada
35
tertekan oleh jalan lahir sehingga dari hidung anak keluar lendir
dan cairan
(9) Pada his berikutnya bahu belakang lahir kemudian bahu depan
disusul seluruh badan anak dengan fleksi lateral, sesuai dengan
paksi jalan lahir
(10) Setelah anak lahir, sering keluar sisa air ketuban, yang tidak keluar
waktu ketuban pecah, kadang-kadnag bercampur darah
(11) Lama kala II pada primi 50 menit pada multi 20 menit
(Kemenkes, 2016)
(c) Kala III Persalinan
a) Pengertian
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Berlangsung tidak lebih
dari 30 menit. Disebut dengan kala uri atau kala pengeluaran plasenta.
Peregangan Tali pusat Terkendali (PTT) dilanjutkan pemberian
oksitosin untuk kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan
(Kemenkes, 2016)
b) Tanda-tanda pelepasan plasenta; perubahan ukuran dan bentuk uterus.
Uterus menjadi bundar dan uterus terdorong ke atas karena plasenta
sudah terlepas dari Segmen Bawah Rahim, tali pusat memanjang da
nada semburan darah tiba tiba (Kemenkes, 2016)
c) Fisiologi Kala III
Segera setelah bayi dan air ketuban sudah tidak lagi berada di dalam
uterus, kontraksi akan terus berlangsung dan ukuran rongga uterus akan
mengecil. Pengurangan dalam ukuran uterus ini akan menyebabkan
pengurangan dalam ukuran tempat melekatnya plasenta. Oleh karena
tempat melekatnya plasenta tersebut menjadi lebih kecil, maka plasenta
akan menjadi tebal atau mengkerut dan memisahkan diri dari dinding
uterus. Sebagian dari pembuluh-pembuluh darah yang kecil akan robek
saat plasenta lepas (Kemenkes, 2016)
36
Tempat melekatnya plasenta akan berdarah terus hingga uterus
seluruhnya berkontraksi. Setelah plasenta lahir, dinding uterus akan
berkontraksi dan menekan semua pembuluh-pembuluh darah ini yang
akan menghentikan perdarahan dari tempat melekatnya plasenta
tersebut. Sebelum uterus berkontraksi, wanita tersebut bisa kehilangan
darah 350-360 cc/menit dari tempat melekatnya plasenta tersebut.
Uterus tidak bisa sepenuhnya berkontraksi hingga plasenta lahir dahulu
seluruhnya. Oleh sebab itu, kelahiran yang cepat dari plasenta segera
setelah ia melepaskan dari dinding uterus merupakan tujuan dari
manajemen kebidanan dari kala III yang kompeten (Kemenkes, 2016)
d) Pemantauan Kala III
(1) Palpasi uterus untuk menentukan apakah ada bayi yang kedua. Jika
ada maka tunggu sampai bayi kedua lahir
(2) Menilai apakah bayi beru lahir dalam keadaan stabil, jika tidak
rawat bayi segera (Kemenkes, 2016)
(d) Kala IV Persalinan
a) Pengertian
Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu.
Paling kritis karena proses perdarahan yang berlangsung, terutama masa
1 jam setelah plasenta lahir. Pemantauan dilakukan 15 menit pada jam
pertama setelah kelahiran plasenta, 30 menit pada jam kedua setelah
persalinan, jika kondisi ibu tidak stabil, perlu dipantau lebih sering.
Observasi intensif karena perdarahan yang terjadi pada masa ini.
Observasi yang dilakukan; tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan
tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan, dianggap masih normal bila
jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc.
b) Fisiologi Kala IV
Setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari dibawah
pusat. Otot-otot uterus berkontraksi, pembuluh darah yang ada diantara
anyaman-anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan.
37
c) Pemantauan Kala IV
(1) Kontraksi rahim
Kontraksi dapat diketahui dengan palpasi. Setelah plasenta lahir
dilakukan pemijatan uterus untuk merangsang uterus berkontraksi.
Dalam evaluasi uterus yang perlu dilakukan adalah mengobservasi
kontraksi dan konsistensi uterus. Kontraksi uterus yang normal
adalah pada perabaan fundus uteri akan teraba keras. Jika tidak
terjadi kontraksi dalam waktu 15 menit setelah dilakukan pemijatan
uterus akan terjadi atonia uteri
(2) Perdarahan; ada/tidak, banyak/biasa
(3) Kandung kencing; harus kosong, kalau penuh ibu diminta untuk
kencing dan kalau tidak bisa lakukan kateterisasi. Kandung kemih
yang penuh mendorong uterus keatas dan menghalangi uterus
berkontraksi sepenuhnya
(4) Luka-luka
Jahitannya baik/ tidak, ada perdarahan/ tidak Evaluasi laserasi
dan perdarahan aktif pada perineum dan vagina. Nilai perluasan
laserasi perineum. Derajat laserasi perineum terbagi atas;
(a) Derajat I; meliputi mukosa vagina, fourchette posterior dan kulit
perineum. Pada derajat I ini tidak perlu dilakukan penjahitan,
kecuali jika terjadi perdarahan
(b) Derajat II; meliputi mukosa vagina, fourchette posterior, kulit
perineum dan otot perineum. Pada derajat II dilakukan
penjahitan dengan teknik jelujur
(c) Derajat III; meliputi mukosa vagina, fourchette posterior, kulit
perineum, otot perineum dan otot spingter ani external
(d) Derajat IV; derajat III ditambah dinding rectum anterior. Pada
derajat III dan IV segera lakukan rujukan karena laserasi ini
memerlukan teknik dan prosedur khusus
38
Gambar 2.2 Laserasi Perineum
Sumber: Kemenkes (2016)
39
9) Preeklamsia berat/Eklamsia
10) Tinggi fundus uteri > 40 cm dan < 25 cm
11) Demam > 380C
12) Gawat janin
13) Presentase bukan belakang kepala
14) Tali pusat menumbung
15) Gemeli
16) Presentase majemuk
17) Primipara fase aktif palpasi 5/5
18) Shock
19) Hipertensi
20) Kehamilan dengan penyulit sistemik (asma, DM, Jantung, Kelainan Darah)
21) Tinggi badan < 140 cm
22) Kehamilan diluar kandungan
23) Posterm pregnancy
24) Partus tak maju (Kala I lama, Kala II lama, Kala II tak maju)
25) Kehamilan dengan mioma uteri
26) Kehamilan dengan riwayat penyakit tertentu (Hepatitis, HIV) (JNPK-KR,
2017)
40
d. Partograf
Partograf harus digunakan untuk semua ibu dalam fase aktif kala I
persalinan dan merupakan elemen penting dari asuhan persalinan. Partograf
sangat membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan
membuat keputusan klinik. Selama proses persalinan dan kelahiran bayi
disemua tempat (rumah, puskesmas, polindes, pos kesehatan, rumah sakit dan
lain-lain), secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan
asuhan persalinan (JNPK-KR, 2017). Tujuan utama dari penggunaan partograf
adalah untuk;
1) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui periksa dalam, menilai kualitas kontraksi uterus
dan penurunan bagian terbawah
2) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan normal, dengan demikian
juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama
3) Partograf merupakan data pelengkap yang terkait dengan pemantauan
kondisi ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan
medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat
keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu
dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi
baru lahir
Menurut JNPK-KR (2017), kondisi ibu dan bayi yang harus dinilai dan
dicatat dengan seksama dalam partograf, yaitu;
1) Denyut jantung janin setiap ½ jam
2) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap ½ jam
3) Nadi setiap ½ jam
4) Pembukaan serviks setiap 4 jam
5) Penurunan bagian terbawah janin setiap 4 jam
6) Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam
7) Produksi urin, aseton dan protein setiap 2-4 jam
41
Gambar 2.3 Partograf
Sumber; JNPK-KR (2017)
42
kembali dipartus set/ wadah desinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa
mengkontaminasi tabung suntik
f) Memastikan Pembukaan Lengkap Dan Keadaan Janin Baik
(1) Membersihkan vulva dan perineum menyekanya dengan hati-hati
dari depan kebelakang dengan mengunakan kapas atau kasa yang
sudah dibasahi air desinfeksi tingkat tinggi, juga mulut vagina.
Perineum atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu,
membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan
kebelakang, kasa yang terkontaminasi (meletakkan kedua tangan
tersebut dengan benar didalam larutan dekontaminasi)
(2) Dengan mengunakan tehnik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap
(3) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5
% dan melepaskan dalam keadaan terbalik serta merendamnya
didalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit mencuci kedua tangan
(4) Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 kali
permenit). Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
(5) Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dalam DJJ dan semua hasil-
hasil penilaian serta asuhan lainya pada partograf
3) Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Pimpinan meneran
a) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik
b) Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya
c) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan sesuai keinginannya
d) Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin
sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan
temuan-temuan
e) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat
mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran
g) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran
(pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan
43
ia merasa nyaman). Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai
dorongan yang kuat untuk meneran;
h) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk
meneran
i) Mendukung dan memberikan semangat atas usaha ibu untuk meneran
j) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak
meminta ibu berbaring terlentang)
k) Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
l) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada
ibu
m)Memberikan asupan cairan peroral
n) Menilai DJJ setiap 5-10 menit
o) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum terjadi segera dalam
waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60 menit (1
jam) untuk ibu multipara, merujuk segera
p) Jika Ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran
q) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkoklah atau mengambil
posisi yang nyaman pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan
beristirahat di antara kontraksi.
r) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera
setelah 60 menit meneran pada ibu primipara dan 30 menit pada ibu
multipara, merujuk ibu dengan segera
s) Anjurkan ibu untuk berjalan dan berjongkok atau mengambil posisi
yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran
dalam 60 menit
4) Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
a) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
meletakkan handuk bersih diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi
b) Meletakkan kain yang bersih dilipatkan 1/3 bagian, dibawah bokong ibu
c) Membuka partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat
d) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan
44
5) Menolong Kelahiran Bayi
a) Saat kepala bayi tampak didepan vulva dengan diameter 5-6 cm,
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan
tangan yang lain dikepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan
tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar
perlahan-lahan
b) Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat
saat kepala kepala lahir
c) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi.
Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian
atas kepala bayi. Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar,
lepaskan lewat bagian atas kepala bayi. Jika tali pusat melilit leher bayi
dengan erat, klem kan didua tempat dan memotongnya
d) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan
e) Lahirnya Bahu
(1) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua
tangan dimasing-masing sisi muka bayi, menganjurkan ibu meneran
saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya kearah bawah
dan kearah luar hingga bahu anterior muncul kebawah arkus pubis
dan kemudian dengan lembut menarik kearah atas dan kearah luar
untuk melahirkan bahu posterior lahirnya badan dan tungkai
(2) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala
bayi yang berada dibagian bawah kearah perineum tangan,
membiarkan bahu dan lengan posterior lahir kerangan tersebut.
Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati
perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangganya
tubuh bayi saat dilahirkan. Mengunakan tangan anterior (bagian
45
atas) untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat
keduanya lahir
(3) Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada
diatas (anterior) saat punggung kaki bayi untuk menyangganya saat
punggung dan kaki lahir, memegang kedua mata kaki bayi dan
dengan hati-hati membantu kelahiran kaki
6) Penanganan Bayi baru Lahir
a) Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakan bayi diatas perut ibu
dengan posisi kepala bayi sedikit rendah dari rendah dari tubuhnya (bila
tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi ditempatkan yang
memungkinkan)
b) Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali
bagian tali pusat
c) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam
uterus (hamil tunggal)
d) Beritahu ibu bahwa akan disuntikan oksitosin agar uterus berkontraksi
baik
e) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM di
1/3 paha atas bagian distal lateral ( lakukan aspirasi sebelum
menyuntikan oksitosin)
f) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira
3 cm dari pusat bayi. Mendorong tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit
kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama
7) Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a) Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah di jepit (lindungi perut
bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem
b) Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi
kemungkinan melingkarkan benang tersebut dan mengikatnya dengan
simpul kunci pada sisi lainnya
46
c) Lepaskan klem dan masukan dalam wadah yang telah
disediakanLetakan bayi agar ada kontak ibu ke kulit bayi. Letakan bayi
tengkurap didada ibu
d) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi
47
f) Mengulangi perengangan tali pusat selama 15 menit berikutnya
g) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir lebih dari 30 menit sejak kelahiran
bayi
48
12) Evaluasi
a) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam
setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30
menit sekali pada jam kedua pada pasca persalinan. Jika uterus tidak
berkontraksi dengan baik, lakukan perawatan yang sesuai untuk
penatalaksanan atonia uteri. Jika ditemukan laserasi yang memerlukan
penjahitan dengan anastesi lokal dan mengunakan tehnik yang sesuai
b) Ajarkan ibu dan keluarga cara melakukan massase uterus dan menilai
kontraksi. Massase fundus uteri untuk merangsang kontraksi uterus
selama 15 detik
c) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
d) Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15
menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit
selama jam kedua pasca persalinan. Memeriksa temperatur tubuh ibu
sekali setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan. Melakukan
tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
e) Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik
(40-60 x/ menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5ºC)
13) Kebersihan Dan Keamanan
a) Menempatkan semua peralatan didalam larutan klorin 0,5 % untuk
dekontaminasi selama 10 menit. Mencuci dan membilas peralatan
setelah didekontaminasi
b) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi kedalam tempat sampah
yang sesuai
c) Membersihkan ibu dengan mengunakan air desinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan cairan ketuban, lender dan darah. Membantu ibu
memakai pakaian yang bersih dan kering
d) Memastikan ibu nyaman, membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minum dan makan yang
diinginkannya
e) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan
larutan klorin 0,5 % dan membilasnya dengan air bersih
49
f) Mencelupkan sarung tangan kotor kedalam klorin 0.5 %. Membalikkan
bagian dalam kamar dan merendamkannya dalam larutan klorin 0.5 %
selama 10 menit
g) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
14) Dokumentasi
Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang) periksa tanda vital dan
asuhan kala IV
5. Asuhan Bayi Baru Lahir (BBL)
a. Definisi
Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan,
melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai bentuk
upaya pencegahan dan penangulangan dini terhadap faktor-faktor yang
memperlemah kondisi ibu hamil perlu diprioritaskan, seperti gizi rendah,
anemia, dekarnya jarak antar kehamilan, dan buruknya hygiene (Kemenkes,
2016)
Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50 % kematian bayi terjadi dalam
periode neonatal yaitu pada bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya
penanganan bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan
yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian (Kemenkes,
2016)
Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dilakukan dengan melakukan
kunjungan ulang, pada : usia 6-48 jam (kunjungan neonatal 1), usia 3-7 hari
(kunjungan neonatal 2), dan pada usia 8-28 hari (kunjungan neonatal 3)
(Kemenkes, 2016)
b. Asuhan/ Penanganan Bayi Baru Lahir
Dengan asuhan kebidanan yang diberikan berupa:
1) Melakukan pemeriksaan fisik, timbang berat, periksa suhu, dan kebiasaan
makan bayi
2) Memeriksa tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir
3) Memeriksa tanda-tanda infeksi kulit superfisial, seperti nanah keluar dari
umbilicus, kemerahan pada umbilikus, adanya lebih dari 10 pustula di kulit,
pembengkakan, kemerahan dan pengerasan di kulit
50
4) Bila ada tanda bahaya, rujuk bayi ke fasilitas kesehatan
5) Pastikan ibu memberikan ASI Eksklusif
6) Tingkatkan kebersihan, rawat kulit, mata dan serta tali pusat dengan baik
7) Ingatkan orang tua untuk mengurus akte kelahiran bayinya
8) Rujuk bayi untuk mendapatkan imunisasi pada waktunya
9) Jelaskan kepada orang tua untuk waspada terhadap tanda bahaya pada
bayinya
c. Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir
Menurut Saifuddin (2014), yang harus diwaspadai pada bayi baru lahir adalah:
1) Pernapasan – sulit atau lebih dari 60 kali/ menit
2) Kehangatan – terlalu panas (> 38 ºC atau terlalu dingin < 36ºC)
3) Warna – kuning (terutama pada 24 jam pertama) biru atau pucat, memar
4) Pemberian makan – hisapan lemah, mengantuk berlebihan, banyak muntah
5) Tali pusat – merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk, berdarah
6) Infeksi – suhu tubuh meningkat, merah bengkak, keluar cairan (nanah), bau
busuk, pernapasan sulit
7) Tinja/ kemih – tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek, sering, hijau tua,
ada lendir, darah pada tinja
8) Aktivitas – menggigil, atau tangis tidak biasa, sangat mudah tersinggung,
lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang, kejang halus, tidak bisa tenang,
menangis terus menerus
6. Asuhan Nifas
a. Definisi
Menurut Kemenkes (2018), ada beberapa definisi/ pengertian tentang masa
nifas adalah sebagai berikut:
1) Masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung kira-kira 6 minggu, akan tetapi, seluruh alat genital baru
pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil dalam waktu 3 bulan
2) Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu. selama
masa ini, fisiologi saluran reproduktif kembali pada keadaan yang normal
51
3) Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa
nifas 6-8 minggu
4) Masa puerperium atau masa nifas dimulai setelah persalinan selesai, dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu
5) Periode pasca partum (Puerperium) adalah masa enam minggu sejak bayi
lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum
hamil
Dari berbagai uraian yang menjelaskan tentang pengertian masa nifas, dapat
disimpulkan bahwa masa nifas adalah dimulai setelah persalinan selesai dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil
yang berlangsung selama 6 minggu
b. Kunjungan Nifas
Menurut PMK No 21 Tahun 2021 Pelayanan pascapersalinan dilakukan
oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat) sesuai kompetensi dan
kewenangan. Pelayanan pascapersalinan dilaksanakan minimal 4 (empat) kali
dengan waktu kunjungan ibu dan bayi baru lahir bersamaan yaitu:
1) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6 jam sampai dengan 2 hari
setelah persalinan
2) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah persalinan.
3) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah persalinan.
4) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah persalinan
untuk ibu
52
Tabel 2.4 Asuhan Selama Kunjungan Masa Nifas
53
c. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Menurut Kemenkes (2018), tujuan asuhan masa nifas adalah;
5) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun pisikologis dimana
dalam asuhan pada masa ini peranan keluarga sangat penting, dengan
pemberian nutrisi, dukungan psikologi maka kesehatan ibu dan bayi selalu
terjaga
6) Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh) dimana bidan
harus melakukan manajemen asuhan kebidanan pada ibu masa nifas secara
sistematis yaitu mulai pengkajian, interpretasi data dan analisa masalah,
perencanaan, penatalaksanaan dan evaluasi. Sehingga dengan asuhan
kebidanan masa nifas dan menyusui dapat mendeteksi secara dini penyulit
maupun komplikasi yang terjadi pada ibu dan bayi
7) Melakukan rujukan secara aman dan tepat waktu bila terjadi penyulit atau
komplikasi pada ibu dan bayinya, ke fasilitas pelayanan rujukan
8) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan nifas dan
menyusui, kebutuhan nutrisi, perencanaan pengaturan jarak kelahiran,
menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, perawatan bayi sehat serta
memberikan pelayanan keluarga berencana, sesuai dengan pilihan ibu
d. Tanda Bahaya Nifas
1) Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum dapat dibedakan menjadi;
a) Perdarahan postpartum primer (Early Postpartum Hemorrhage) adalah
perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir,
atau perdarahan dengan volume seberapapun tetapi terjadi perubahan
keadaan umum ibu dan tanda-tanda vital sudah menunjukkan analisa
adanya perdarahan. Penyebab utama adalah atonia uteri, retensio
placenta, sisa placenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam
pertama
54
b) Perdarahan postpartum sekunder (Late Postpartum Hemorrhage) adalah
perdarahan dengan konsep pengertian yang sama seperti perdarahan
postpartum primer namun terjadi setelah 24 jam postpartum hingga
masa nifas selesai. Perdarahan postpartum sekunder yang terjadi setelah
24 jam, biasanya terjadi antara hari ke 5 sampai 15 postpartum.
Penyebab utama adalah robekan jalan lahir dan sisa placenta
(Kemenkes, 2018)
Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin didefinisikan
sebagai perdarahan postpartum, namun dari beberapa kajian evidence based
menunjukkan terdapat beberapa perkembangan mengenai lingkup definisi
perdarahan postpartum. Sehingga perlu mengidentifikasi dengan cermat
dalam mendiagnosis keadaan perdarahan postpartum sebagai berikut;
a) Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya,
kadang-kadang hanya setengah dari biasanya. Darah tersebut bercampur
dengan cairan amnion atau dengan urine, darah juga tersebar pada spon,
handuk dan kain di dalam ember dan lantai
b) Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan
kadar hemoglobin ibu. Seorang ibu dengan kadar Hb normal
kadangkala dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah, namun
kehilangan darah dapat berakibat fatal pada keadaan anemia. Seorang
ibu yang sehat dan tidak anemia pun dapat mengalami akibat fatal dari
kehilangan darah
c) Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa
jam dan kondisi ini dapat tidak dikenali sampai terjadi syok (Kemenkes,
RI. 2018)
Penanganan aktif kala III sebaiknya dilakukan pada semua ibu yang
bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pasca
persalinan akibat atonia uteri. Semua ibu postpartum harus dipantau
dengan ketat untuk mendiagnosis perdarahan postpartum (Kemenkes,
2018)
55
Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan, Infeksi
masa nifas masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
ibu. Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang
meluas kesaluran urinari, payudara, dan pasca pembedahan merupakan
salah satu penyebab terjadinya AKI tinggi. Gejala umum infeksi berupa
suhu badan panas, malaise, denyut nadi cepat. Gejala lokal dapat berupa
uterus lembek, kemerahan dan rasa nyeri pada payudara atau adanya disuria
(Kemenkes, 2018)
3) Lochea yang berbau busuk (bau dari vagina)
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina dalam
masa nifas sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah
dan lendir waktu menstruasi dan berbau anyir (cairan ini berasal dari bekas
melekatnya atau implantasi placenta). Lochea dibagi dalam beberapa jenis,
antara lain sebagai berikut;
a) Lochea rubra (cruenta): berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban,
sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum, selama 2 hari
pasca persalinan
b) Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir
hari ke 3-7 pasca persalinan
c) Lochea serosa: berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari
ke 7-14 pasca persalinan
d) Lochea alba: cairan putih, setelah 2 minggu
e) Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk
f) Lochiostasis: lochea tidak lancar keluarnya (Kemenkes, 2018)
Apabila pengeluaran lochea lebih lama dari pada yang disebutkan di
atas kemungkinan dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut;
a) Tertinggalnya placenta atau selaput janin karena kontraksi uterus yang
kurang baik
b) Ibu yang tidak menyusui anaknya, pengeluaran lochea rubra lebih
banyak karena kontraksi uterus dengan cepat
56
c) Infeksi jalan lahir, membuat kontraksi uterus kurang baik sehingga lebih
lama mengeluarkan lochea dan lochea berbau anyir atau amis
d) Bila lochea bernanah dan berbau busuk, disertai nyeri perut bagian
bawah kemungkinan analisa diagnosisnya adalah metritis. Metritis
adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu
penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang
adekuat dapat menjadi abses pelvik, peritonitis, syok septik (Kemenkes,
2018)
4) Sub involusi uterus (Pengecilan uterus yang terganggu)
Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana
berat rahim dari 1000gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 mg pada 6
minggu kemudian. Bila pengecilan ini kurang baik atau terganggu di sebut
sub involusi. Faktor penyebab sub involusi, antara lain: sisa plasenta dalam
uterus, endometritis, adanya mioma uteri (Kemenkes, 2018)
Pada keadaan sub involusi, pemeriksaan bimanual di temukan uterus
lebih besar dan lebih lembek dari seharusnya, fundus masih tinggi, lochea
banyak dan berbau, dan tidak jarang terdapat pula perdarahan. Pengobatan
di lakukan dengan memberikan injeksi Methergin setiap hari di tambah
dengan Ergometrin per oral. Bila ada sisa plasenta lakukan kuretase.
Berikan Antibiotika sebagai pelindung infeksi (Kemenkes, 2018)
5) Nyeri pada perut dan pelvis
Tanda-tanda nyeri perut dan pelvis dapat merupakan tanda dan gejala
komplikasi nifas seperti Peritonitis. Peritonitis adalah peradangan pada
peritonium, peritonitis umum dapat menyebabkan kematian 33% dari
seluruh kematian karena infeksi (Kemenkes, RI. 2018). Gejala klinis
peritonitis dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut;
a) Peritonitis pelvio berbatas pada daerah pelvis; tanda dan gejalanya
adalah demam, nyeri perut bagian bawah tetapi keadaan umum tetap
baik, pada pemeriksaan dalam kavum dauglas menonjol karena ada
abses
57
b) Peritonitis umum; tanda dan gejalanya adalah suhu meningkat nadi
cepat dan kecil, perut nyeri tekan, pucat muka cekung, kulit dingin,
anorexia, kadang-kadang muntah (Kemenkes, 2018)
6) Pusing dan lemas yang berlebihan, sakit kepala, nyeri epigastrik, dan
penglihatan Kabur
Pusing bisa disebabkan oleh tekanan darah tinggi (Sistol ≥140 mmHg
dan distolnya ≥90 mmHg). Pusing yang berlebihan juga perlu diwaspadai
adanya keadaan preeklampsi/eklampsi postpartum, atau keadaan hipertensi
esensial. Pusing dan lemas yang berlebihan dapat juga disebabkan oleh
anemia bila kadar haemoglobin <10 gr% (Kemenkes, 2018)
7) Suhu tubuh ibu >380C
Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit
meningkat antara 37,20C-37,80C oleh karena reabsorbsi proses perlukaan
dalam uterus, proses autolisis, proses iskemic serta mulainya laktasi, dalam
hal ini disebut demam reabsorbsi. Hal ini adalah peristiwa fisiologis apabila
tidak diserta tanda-tanda infeksi yang lain. Namun apabila terjadi
peningkatan melebihi 380C berturut-turut selama 2 hari kemungkinan
terjadi infeksi (Kemenkes, 2018)
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-
alat genetalia dalam masa nifas. Penanganan umum bila terjadi demam
adalah sebagai berikut;
a) Istirahat baring
b) Rehidrasi peroral atau infus
c) Kompres hangat untuk menurunkan suhu
d) Jika ada syok, segera berikan pertolongan kegawatdaruratan maternal,
sekalipun tidak jelas gejala syok, harus waspada untuk menilai berkala
karena kondisi ini dapat memburuk dengan keadaan ibu cepat
(Kemenkes, 2018)
8) Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit
58
Keadaan ini dapat disebabkan oleh payudara yang tidak disusu secara
adekuat, puting susu yang lecet, BH yang terlalu ketat, ibu dengan diet yang
kurang baik, kurang istirahat, serta anemia. Keadaan ini juga dapat
merupakan tanda dan gejala adanya komplikasi dan penyulit pada proses
laktasi, misalnya pembengkakan payudara, bendungan ASI, mastitis dan
abses payudara (Kemenkes, 2018)
9) Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama
Kelelahan yang amat berat setelah persalinan dapat mempengaruhi
nafsu makan, sehingga terkadang ibu tidak ingin makan sampai kelelahan
itu hilang. Hendaknya setelah bersalin berikan ibu minuman hangat, susu,
kopi atau teh yang bergula untuk mengembalikan tenaga yang hilang.
Berikanlah makanan yang sifatnya ringan, karena alat pencernaan perlu
proses guna memulihkan keadaanya kembali pada masa postpartum
(Kemenkes, 2018)
10) Rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan di wajah maupun ekstremitas
Selama masa nifas dapat terbentuk thrombus sementara pada vena-vena
di pelvis maupun tungkai yang mengalami dilatasi. Keadaan ini secara
klinis dapat menyebabkan peradangan pada vena-vena pelvis maupun
tungkai yang disebut tromboplebitis pelvica (pada panggul) dan
tromboplebitis femoralis (pada tungkai). Pembengkakan ini juga dapat
terjadi karena keadaan udema yang merupakan tanda klinis adanya
preeklampsi/eklampsi (Kemenkes, 2018)
11) Demam, muntah, dan rasa sakit waktu berkemih
Pada masa nifas awal sensitifitas kandung kemih terhadap tegangan air
kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan serta
analgesia epidural atau spinal. Sensasi peregangan kandung kemih juga
mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman, yang ditimbulkan oleh
episiotomi yang lebar, laserasi, hematom dinding vagina (Kemenkes, 2018)
12) Ibu mengalami depresi (antara lain menangis tanpa sebab dan tidak perduli
pada bayinya)
Periode nifas juga merupakan waktu dimana ibu dapat mengalami stres
yang terjadi pasca persalinan, terutama pada ibu yang baru melahirkan
59
untuk pertama kali. Tanda adanya depresi pasca persalinan antara lain
perasaan sedih, kecewa, sering menangis, gelisah, cemas, kehilangan
ketertarikan terhadap hal menyenangkan, nafsu makan berkurang,
kehilangan energi dan kehilangan motivasi, dan tidak bisa tidur. Depresi ini
merupakan salah satu bahaya masa nifas yang sering tak disadari, padahal
kondisi ini harus diwaspadai karena dapat mempengaruhi ibu sehingga ibu
mungkin akan mengabaikan si bayi (Kemenkes, 2018)
60
7. Asuhan Neonatus
a. Definisi
Neonatus adalah bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari. Pada masa
tersebut terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim dan
terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem (Kemenkes, 2016)
b. Kunjungan Neonatus
Kunjungan neonatus adalah pelayanan kesehatan kepada neonatus
sedikitnya 3 kali yaitu kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan
48 jam setelah lahir, kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 sampai
dengan 7 hari, kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari.
Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter/bidan/perawat, dapat
dilaksanakan di puskesmas atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan yang
diberikan mengacu pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
pada algoritma bayi muda (Manajemen Terpadu Bayi Muda/ MTBM) termasuk
ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, perawatan talipusat,
penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi HB-0 diberikan pada saat kunjungan
rumah sampai bayi berumur 7 hari (bila tidak diberikan pada saat lahir)
(Kemenkes, 2016)
c. Tanda Bahaya
Tanda dan gejala sakit berat pada bayi baru lahir dan bayi muda sering tidak
spesifik. Tanda ini dapat terlihat pada saat atau sesudah bayi lahir, saat bayi
baru lahir datang atau saat perawatan di rumah sakit. Pengelolaan awal bayi
baru lahir dengan tanda ini adalah stabilisasi dan mencegah keadaan yang lebih
buruk. Tanda ini mencakup:
1) Tidak bisa menyusu
2) Kejang
3) Mengantuk atau tidak sadar
4) Frekuensi napas < 20 kali/menit atau apnu (pernapasan berhenti selama
5) >15 detik)
6) Frekuensi napas > 60 kali/menit
7) Merintih
8) Tarikan dada bawah ke dalam yang kuat (Kemenkes, 2016)
61
C. Evidence Based Midwifery Kebidanan Komunitas Dalam Konteks
Continuity of Care
1. Continuity of Care Kebidanan
Continuity of Care dalam pelayanan kebidanan merupakan layanan melalui
model pelayanan berkelanjutan pada perempuan sepanjang masa kehamilan,
kelahiran serta masa post partum, pelayanan bayi baru lahir serta pelayanan
keluarga berencana yang menghubungkan kebutuhan kesehatan perempuan
khususnya dan keadaan pribadi setiap individu. Karena semua perempuan berisiko
terjadinya komplikasi selama masa prenatal, natal dan post natal. Permasalahan
yang sering timbul dengan adanya pengalaman negatif pada perempuan karena
kurangnya kualitas dukungan dan interaksi antara bidan dengan perempuan
(Ningsih, 2017)
Mengembangkan hubungan yang berkualitas dengan perempuan merupakan
aspek penting dalam pelayanan maternal. Meskipun ada beberapa aspek asuhan
pelayanan kebidanan yang berdampak pada perempuan, kualitas hubungan bidan
dan perempuan adalah landasan yang paling substansial. Continuity Of Care
memiliki tiga jenis pelayanan yaitu managemen, informasi dan hubungan.
Kesinambungan managemen melibatkan komunikasi antar perempuan dan bidan.
Kesinambungan informasi menyangkut ketersediaan waktu yang relevan. Kedua
hal tersebut penting untuk mengatur dan memberikan pelayanan kebidanan.
Pemberian informasi kepada perempuan memungkinkan dan memberdayakan
mereka dalam melakukan perawatan untuk mereka sendiri dan muncul sebagai
dimensi secara terus menerus sebagai informasi dan kemitraan. Perawatan
berencana tidak hanya menopang bidan dalam mengkoordinasikan layanan
komprehensif mereka tetapi juga menimbulkan rasa aman serta membuat
keputusan bersama. Tidak semua pasien dapat mengasumsikan keaktifan perannya
namun mereka dapat membuat akumulasi pengetahuan dari hubungan yang
berkesinambungan untuk bisa mengerti terhadap pelayanan yang mereka terima
(Ningsih, 2017)
Perempuan yang mendapat pelayanan yang berkelanjutan dari bidan hampir
delapan kali lipat lebih besar untuk melakukan persalinan di bidan yang sama.
melaporkan kepuasan lebih tinggi terkait infomasi, saran, penjelasan, tempat
persalinan, persiapan persalinan, pilihan untuk menghilangkan rasa sakit dan
62
pengawasan oleh bidan, mendapatkan pengalaman baik, mengurangi morbiditas
maternal, mengurangi penggunaan intervensi pada saat persalinan termasuk operasi
Caesar, meningkatkan jumlah persalinan normal dibandingkan dengan perempuan
yang merencanakan persalinan dengan tindakan (Ningsih, 2017)
2. Pengaruh Continuity of Care (CoC) pada Asuhan Kebidanan Masa
Postpartum Terhadap Kecenderungan Depresi Postpartum pada Ibu Nifas
Pada masa nifas seorang ibu akan mengalami adaptasi fisiologis dan psikologis.
Adaptasi psikologis ibu nifas merupakan penyesuaian diri ibu dalam hal kejiwaan
terhadap peran barunya sebagai ibu. Selama fase taking-hold, 40% sampai 80% ibu
mengalami postpartum blues dan selanjutnya setelah hari kesepuluh, ibu nifas
berada pada fase terakhir yaitu letting-go, dimana ibu sudah mulai bekerja dan
kembali fokus pada hubungannya dengan suami. Pada fase inilah biasanya terjadi
depresi postpartum. Depresi postpartum merupakan bentuk adaptasi psikologis
masa nifas yang tidak normal. Namun, postpartum blues pun perlu dipantau
kembali karena 20% dari kejadian ini berkembang menjadi depresi postpartum
(Insani et all., 2019)
Selama masa nifas, bidan tidak hanya menilai pemeriksaan fisik dan proses
menyusui, tetapi juga harus menilai kesejahteraan emosional dan dukungan sosial
yang diperoleh ibu nifas. Continuity of Care (CoC) merupakan salah satu model
asuhan kebidanan untuk membantu wanita membangun hubungan dengan pemberi
asuhan yang sama selama hamil, bersalin dan nifas. CoC telah menjadi cara untuk
mengurangi hampir setengah juta kematian ibu setiap tahunnya, empat juta
kematian bayi baru lahir dan enam juta kematian anak. CoC ini sangat dibutuhkan
disetiap siklus kehidupan salah satunya pada masa nifas dan menyusui.
Pelaksanaan continuity of midwifery care dapat dievaluasi melalui outcome klinis
pada ibu yaitu komplikasi postnatal (Insani et all., 2019)
Asuhan yang lebih mengutamakan adanya kesinambungan pelayanan
(continuity of care), dimana sangat berperan penting bagi wanita untuk
mendapatkan pelayanan dari seorang profesional yang sama atau dari satu team
kecil, sebab dengan adanya pelayanan yang berkesinambungan maka
perkembangan kondisi mereka setiap saat akan terpantau dengan baik selain juga
mereka menjadi lebih percaya dan terbuka karena merasa sudah mengenal si
63
pemberi asuhan. Pelayanan yang berkesinambungan juga merupakan salah satu
filosofi dari asuhan kebidanan, dimana filosofi ini menggambarkan keyakinan yang
dianut oleh bidan dan dijadikan sebagai panduan yang diyakini dalam memberikan
asuhan kebidanan pada klien (Insani et all., 2019)
Salah satu bentukdari CoC yang dilakukan di komunitas pada masa nifas adalah
pelaksanaan kunjungan nifas. Sesuai standar, kunjungan masa nifas dapat
dilakukan sebanyak 4 kali, pada setiap kunjungannya diberikan asuhan yang
berbeda oleh seorang bidan. Kunjungan ke-1 dilakukan dalam 6-8 jam pertama,
kunjungan ke-2 dalam 2-6 hari postpartum dan kunjungan ke -3 dilaksanakan pada
mingguke 2 postpartum. Pada kunjungan ke-3, bidan memastikan ibu mendapatkan
cukup makanan, cairan, dan istirahat, memastikan ibu menyusui dengan baik dan
memperlihatkan tanda-tanda penyulit yang dihadapi ibu. Selain itu bidan juga
memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, seperti perawatan tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. Jadi dengan adanya
kunjungan yang berkelanjutan pada masa nifas, bidan dapat memberikan konseling
dan dukungan psikologis untuk setiap masalah yang dialami agar ibu dapat
melawati fase postpartum dengan baik (Insani et all., 2019)
3. Pendampingan Ibu Hamil Melalui Program One Student One Client (OSOC)
Program One Student One Client (OSOC) merupakan program yang
diluncurkan di Provinsi Jawa Tengah dalam upaya penurunan AKI. Program OSOC
ini menggunakan pendekatan continuity of care pada ibu dan bayi merupakan
kegiatan pendampingan ibu mulai dinyatakan hamil sampai masa nifas selesai
bahkan dimulai sejak persiapan calon ibu, sehingga mengarah pada pendampingan
kesehatan bagi keluarga. Selain itu, program OSOC ini juga sebagai bentuk atau
upaya optimalisasi tumbuh kembang ketika anak lahir untuk persiapan generasi
yang sehat. Persiapan untuk generasi yang sehat merupakan program yang
berkesinambungan. Program OSOC ini merupakan bagian penting untuk
menggerakkan kader yang kompeten melalui inovasi mahasiswa berbasis
keperawatan komunitas bersama kader. Program asuhan keperawatan yang
terlaksana tersebut merupakan bagian dari continuity of care sebagai wujud nyata
manajemen keperawatan dalam pelayanan kesehatan secara langsung kepada
masyarakat terutama ibu hamil berisiko tinggi (Wuriningsih et al., 2017)
64
Program OSOC dimulai sejak ibu diketahui hamil, melahirkan sampai masa
nifas. Pendekatan yang digunakan melalui proses keperawatan. Sedangkan
pelaksanaan program berkolaborasi dengan profesi kesehatan lain dan kerjasama
multisektoral. Ruang lingkup kegiatan, meliputi: pelatihan kader kesehatan ibu dan
bayi (peran kader kesehatan ibu dan bayi, deteksi kehamilan risiko, tanda bahaya
ibu hamil dan nifas); pendampingan ibu hamil (fisiologi kehamilan, deteksi
kehamilan risiko, pengkajian antenatal, pendidikan kesehatan, monitoring
kesehatan dan kesejahteraan ibu dan janin); kelas prenatal (kelas I, II, III, dan IV);
pendampingan ibu nifas dan bayi (pengkajian ibu nifas dan bayi, skrining ibu nifas
berisiko, skrining bayi berisiko, pendidikan kesehatan, dan pendampingan ibu
menyusui) (Wuriningsih et al., 2017)
Pendampingan ibu hamil melalui program OSOC berdasarkan continuity of
care dapat membantu meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kesejahteraan ibu
serta janin. Kesinambungan model keperawatan atau continuity of care (CoC) pada
ibu dan bayi merupakan cara untuk memastikan bahwa ibu dan bayi mendapatkan
perawatan terbaik dari perawat secara berkesinambungan mulai dari pre, intra, dan
post natal. Kesadaran terhadap pentingnya kesehatan pada ibu hamil, nifas dan bayi
baru lahir juga semakin meningkat secara signifikan. Selain itu, ibu hamil dengan
risiko tinggi lebih dapat dikontrol kondisi kesehatannya(Wuriningsih et al., 2017)
Menurut Fauziah (2018), tujuan adanya kegiatan pendampingan OSOC ini
adalah:
a. Adanya upaya preventif dan promotif dalam rangka meningkatkan kesehatan
ibu dan anak
b. Adanya pendampingan secara berkelanjutan terhadap seorang perempuan sejak
diketahui hamil, persalinan hingga 40 hari masa nifas
c. Adanya deteksi dini terhadap faktor risiko maupun komplikasi yang terjadi
pada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas untuk dilakukan penanganan
secara cepat dan tepat
d. Adanya koordinasi dan kerja sama yang baik antara institusi pendidikan dengan
institusi pelayanan kesehatan khususnya maternitas
65
4. Program One Student One Client (OSOC) Dan Kepuasan Ibu Hamil
Bidan sebagai pemberi asuhan kehamilan, memiliki posisi strategis untuk
berperan dalam upaya percepatan penurunan AKI dan AKB, sehingga bidan tidak
hanya cukup memberikan asuhan sesuai standar saja, tetapi jugaharus memiliki
kualifikasi berdasarkan atas filosofi asuhan kebidanan yang menekankan
asuhannya terhadap perempuan (women centred care). Salah satu upaya yang dapat
digunakan bidan untuk meningkatkan kualifikasi bidan adalah dengan menerapkan
model asuhan kebidanan berkelanjutan (Continuity of Care/CoC). Upaya ini dapat
melibatkan berbagai sektor untuk melaksanakan pendampingan pada ibu hamil
sebagai upaya promotif dan preventif yang dimulai sejak ibu dinyatakan hamil
hingga masa nifas berakhir melalui konseling, informasi dan edukasi (KIE) serta
kemampuan identifikasi resiko pada ibu hamil (Jannah dan Meiranny, 2019)
Kepuasan ibu hamil saat ini menjadi salah satu fokus utama dalam layanan
kesehatan maternal dan bidan harus mampu meningkatkan kepuasan tersebut.
Salah satunya dengan pendampingan metode OSOC, yaitu pendampingan selama
kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir sampai keluarga berencana agar
kesehatan ibu dan bayi meningkat. Ibu hamil tidak hanya membutuhkan hal-hal
yang bersifat fisik saja, tetapi juga asfek psikologis, yaitu mendapatkan dukungan,
pendampingan keluarga dan bidan. Adanya pendampingan Bidan diharapkan juga
dapat meningkatkan hubungan dan komunikasi terapeutik dengan ibu dan keluarga
(Jannah dan Meiranny, 2019)
Kepuasan didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana kebutuhan dasar manusia
yang bersifat individual dan holistik telah terpenuhi, dengan terpenuhinya kepuasan
dapat menyebabkan perasaan sejahtera pada diri individu tersebut. Pelayanan
dinilai memuaskan bila bidan dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pasiennya.
Terdapat beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan oleh pasien dalam menilai
suatu pelayanan, yaitu: ketepatan waktu, dapat dipercaya, kemampuan teknis,
diharapkan, berkualitas dan harga yang sepadan (Jannah dan Meiranny, 2019)
66
Pendampingan ibu hamil melalui program OSOC berdasarkan continuity of
care dapat membantu meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kesejahteraan ibu
serta janin. Kesinambungan model keperawatan atau continuity of care (CoC) pada
ibu dan bayi merupakan cara untuk memastikan bahwa ibu dan bayi mendapatkan
perawatan terbaik dari perawat secara berkesinambungan mulai dari pre, intra, dan
postnatal. Berdasarkan hasil uji statistic, ibu hamil yang didampingi dengan OSOC
selama trimester III merasakan kepuasan 4,741 kali dibandingkan dengan ibu hamil
yang tidak didampingi (Jannah dan Meiranny, 2019)
5. Pegaruh continuity of care pada persalinan
menekankan pada kondisi alamiah yaitu membantu perempuan agar
mampu melahirkan dengan intervensi minima dan pemantauan fisik, kesehatan
psikologis, spiritual dan sosial perempuan dan keluarga Dampak yang akan timbul
jika tidak dilakukan asuhan kebidanan yang berkesinambungan adalah dapat
meningkatkan resiko terjadinya komplikasi pada ibu yang tidak ditangani
sehingga menyebabkan penanganan yang terlambat terhadap komplikasi dan
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas Komplikasi yang mungkin
timbul pada persalinan meliputi distosia, inersia uteri, presentasi bukan belakang
kepala, prolap tali pusat, ketuban pecah dini (KPD), dan lain-lain.Siklus
persalinan merupakan paket pelayanan yang meliputi pelayanan yang
berkelanjutan selama hamil, bersalin dan pasca persalinan.Memberikan
informasi dan arahan perseorangan kepada perempuan.Sehingga perawatan yang
dilakukan oleh bidan terpercaya selama persalinan dan nifas serta
mengidentifikasi dan merujuk apabila membutuhkan perawatan lanjutan ke
spesialis obstetri atau spesialis lainnya Perempuan yang mendapat pelayanan yang
berkelanjutan dari bidan hampir delapan kali lipat lebih besar untuk melakukan
persalinan di bidan yang sama dan tanpa mengalami komplikasi Perempuan
dengan model pelayanan berkesinambungan yang dilakukan oleh bidan
melaporkan kepuasan lebih tinggi terkait infomasi,saran, penjelasan, tempat
persalinan,persiapan persalinan, pilihan untuk menghilangkan rasa sakit dan
pengawasan oleh bidan Penelitian yang dilakukan oleh Homer et al.,(2013) bahwa
tingkat oeparasi saesar lebih tinggi daripada negara-negara lainnya dan kurangnya
dukunganuntuk melahirkan secara normal. Maka dengan continuity of care
67
dapatmeningkatkan VBAC serta memberikan rasa aman ibu dan bayi Perempuan
yang melakukan persalinan mempunyai kebutuhan yang mendalam terkait rasa
persahabatan, empati dan pertolongan baik fisik maupun psikologis secara kontinu
dari bidan. Dukungan tampaknya memiliki dampak yang lebih besar daripada
dukungan intermiten sehingga adanya harapan perempuan yang mayoritas
condong kearah kepuasan terhadap pengalaman melahirkan yang efektif
dengan managemen rasa sakit Perawatan berkesimbungan dikaitkan dengan
fakta bahwa perempuan merasa lebih siap untuk melahirkan dan lebih percaya
diri untuk menjalani proses persalinan secara positif Model asuhan secara terus
menerus dan berkelanjutan (continuity of care / COC) merupakan sebuah contoh
praktik terbaik karena mampu meningkatkan kepercayaan perempuan terhadap
bidan, menjamin dukungan terhadap perempuan secara konsisten sejak hamil,
persalinan dan nifas Setelah diberikan asuhan berkesinambungan klien lebih
terbuka dalam mengutarakan keluhan, serta merasa tenang ada yang mendampingi
dalam pemeriksaan dan memantau tentang kondisi klien dan janin, mendapatkan
pengetahuan yang lebih.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa Continuity of care terbukti
berpengaruh terhadap kesehatan ibu bersalin, dengan resiko saat bersalin bisa di
minimalkan karena jika ada kelainan sudah bisa terdeteksi dari awal sebelum
persalinan (Liberty Barokah 2022)
68
69
DAFTAR PUSTAKA
Barokah, L., Agustina, S. A., & Zolekhah, D. (2022). Pengaruh Continuity of Care
Terhadap Persalinan. Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI), 5(3),
272-275.
Insani, A. A., Yulizawati, Y., Halida, E. M., & Andriani, F. (2019). Pengaruh Continuity of
Care (CoC) pada Asuhan Kebidanan Masa Postpartum Terhadap Kecenderungan
Depresi Postpartum pada Ibu Nifas. 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET
KESEHATAN, 9(1), 32-37.
Jannah, M., & Meiranny, A. (2019). Pengaruh Pendampingan OSOC Terhadap Kepuasan
Ibu Hamil Trimester III. Jurnal Kesehatan Prima, 13(1), 60-67.
Ningsih, D. A. (2017). Continuity Of Care Kebidanan. Oksitosin: Jurnal Ilmiah
Kebidanan, 4(2), 67-77.
Wuriningsih, A. Y., Wahyuni, S., Rahayu, T., Distinarista, H., Astuti, I. T., Khasanah, N.
N., ... & Puspitasari, D. W. (2017, September). Pendampingan Ibu Hamil Melalui
Program One Student One Client (Osoc) Di Wilayah Kerja Puskesmas Genuk
Semarang. In Prosiding Seminar Nasional & Internasional (Vol. 1, No. 1).
70