Makalah Seminar PAI
Makalah Seminar PAI
Makalah Seminar PAI
Disusun oleh:
SINDI RAHMASARI
20514001
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan ................................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 25
B. Saran ................................................................................................................................ 25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan antara sains dan Islam dapat diketahui melalui banyak sudut pandang.
Keduanya ini mempunyai pengaruh pada manusia, di antaranya: Islam dan sains sama-
sama memberikan kekuatan, sains memberi manusia peralatan dan mempercepat laju
kemajuan, Islam menetapkan maksud tujuan upaya manusia dan sekaligus mengarahkan
upaya tersebut. Sains membawa revolusi lahiriah (material), Islam membawa revolusi
batiniah (spiritual). Sains memperindah akal dan pikiran, Islam memperindah jiwa dan
perasaan. Sains melindungi manusia dari penyakit, banjir, badai, dan bencana alam lain.
Islam melindungi manusia dari keresahan, kegelisahan dan rasa tidak nyaman. Sains
mengharmoniskan dunia dengan manusia dan Islam menyelaraskan dengan dirinya.
Al-Qur'an sebagai wahyu Allah SWT yang bersumber langsung dari Allah SWT telah
memberikan informasi-informasi tentang alam semesta, khususnya yang berhubungan
dengan matahari, bulan dan bumi. Ada 20 ayat yang menyebut kata matahari, dan ada 463
ayat yang menyebut kata bumi serta ada 5 ayat yang menyebut kata bulan. Belum lagi ayat
yang menjelaskan tentang langit, pergantian siang dan malam, serta ayat yang menyebut
tentang bintang-bintang.
Dalam hal ini Islam secara terang melalui Al-Qur’an mendorong umatnya untuk
senantiasa melakukan pembaharuan di berbagai aspek kehidupan. Sebab dengan
mempelajari dan mengembangkan sains (ilmu pengetahuan) umat Islam dapat mencapai
kesadaran akan keagungan Allah SWT, dan sains dapat mengharmoniskan dunia dengan
manusia, dan Islam menyelaraskan dengan dirinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hubungan antara sains dan Islam?
2. Bagaimana perkembangan sains pada masa kejayaan Islam?
3. Bagaimana pandangan Islam tentang perkembangan sains dan teknologi?
4. Apa saja peran Islam dalam kemajuan sains dan teknologi modern?
C. Tujuan
1. Mengetahui hubungan antara sains dan Islam.
2. Mengetahui perkembangan sains pada masa kejayaan Islam.
3. Mengetahui pandangan Islam tentang perkembangan sains dan teknologi.
4. Mengetahui peran Islam dalam kemajuan sains dan teknologi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Sains dan Islam
Sains dalam Webste’s New Word Dictonary berasal dari bahasa latin yakni scire,
yang artinya mengetahui. Jadi secara bahasa sains adalah keadaan atau fakta
mengetahui. Sains juga sering digunakan dengan arti pengetahuan scientia. Secara
istilah sains berarti mempelajari berbagai aspek dari alam semesta yang teroganisir,
sistematik dan melalui berbagai metode saintifik yang terbakukan. Ruang lingkup sains
terbatas pada beberapa yang dapat dipahami oleh indera (penglihatan, sentuhan,
pendengaran, rabaan, dan pengecapan) atau dapat dikatakan bahwa sains itu
pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian.
Kata Islam memiliki konseptual yang luas, sehingga ia dipilih menjadi nama
agama (din) yang diwahyukan Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW. Kata Islam
secara umum mempunyai dua kelompok kata dasar yaitu selamat, bebas, terhindar,
terlepas dari, sembuh, meninggalkan. Bisa juga berarti: tunduk, patuh, pasrah,
menerima. Kedua kelompok ini saling berkaitan dan tidak dapat terpisah satu sama lain.
Adapun kata Islam secara terminologi dalam Ensiklopedi Agama dan Filsafat
dijelaskan bahwa Islam adalah agama Allah SWT yang diperintahkan-Nya kepada Nabi
Muhammad SAW untuk mengajarkan tentang pokok-pokok ajaran Islam kepada
seluruh manusia dan mengajak mereka untuk memeluknya.
Harun Nasution menerangkan bahwa Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan kepada seluruh masyarakat melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul.
Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi
saja tetapi mengenai bebagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran
yang mengandung berbagai aspek itu ialah Al-Qur’an dan Hadist.
B. Asal Ilmu Pengetahuan Menurut Pandangan Islam
Ada sebuah pertanyaan tentang pengetahuan manusia, apakah dalam diri
manusia terdapat sejumlah pengetahuan yang bersifat fitri? Ada tiga teori untuk
menjawabnya. Teori pertama, dalam diri setiap manusia terdapat banyak konsep dan
banyak pula hal-hal yang muktasabah (diperoleh melalui usaha). Seperti yang
diterangkan Allah SWT dalam Q.S an-Nahl: 78 yang artinya: “Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun,
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
2
Secara lahiriyah ayat tersebut menerangkan bahwa “Sesungguhnya ketika kamu
dilahirkan, kamu belum mengetahui sesuatu apapun.” Artinya lembaran hati manusia
masih dalam keadaan putih bersih, maka manusia diberi penglihatan, pendengaran, dan
hati agar manusia dapat menuliskan berbagai hal dalam lembarannya hatinya.
Teori kedua, sesungguhnya manusia ketika dilahirkan sudah mengetahui segala
sesuatu tanpa terlewatkan. Sebagai penjelasan, roh manusia sebelum ditempatkan di
badan, ia berada di alam lain, yakni alam ide. Ide adalah hakikat dari segala sesuatu
yang ada di alam semesta dan roh telah mengetahuinya. Ketika roh itu dimasukkan ke
dalam badan maka muncullah penghalang yang memisahkan roh dari pengetahuan-
pengetahuan ide tersebut. Rupanya teori kedua ini terpengaruh dari teori plato tentang
ide, ia mencontohkan seorang bayi dilahirkan telah mengetahui segala sesuatu, adapun
kemudian adanya proses pembelajaran adalah untuk mengingatkan sesuatu yang
terlupakan.
Teori ketiga, manusia mengetahui sesuatu melalui fitrahnya. Sehingga
pengetahuan yang diperoleh melalui cara ini sangat sedikit, prinsip berfikir itu bersifat
fitrah. Dalam prinsip berfikir ini manusia membutuhkan guru untuk membuat bangunan
intelektualitas manusia agar sedemikian rupa. Sehingga cukup dengan menyodorkan
beberapa hal saja sudah cukup baginya untuk mengetahui tanpa harus ada dalil dan
bukti. Teori ketiga inilah yang umumnya dipakai oleh para filsuf muslim.
C. Dinamika Pemikiran di Abad Pertengahan
Ketika dunia barat mengalami masa kegelapan, khususnya di bidang ilmu
pengetahuan akibat doktrin dari gereja, pada saat yang sama, geliat keilmuan Islam
mengalami kemajuan seiring banyaknya pengkajian (research) dan pengembangan
ilmu pengetahuan yang begitu pesat sehingga melahirkan peradaban yang bernilai
tinggi. Ada dua faktor yang mempengaruhi kemajuan ini: pertama, faktor internal
bahwa Islam sangat mendorong umatnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
ditandai dari wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW adalah perintah
iqra’ yang menunjukkan bahwa dunia Islam memberikan perhatian yang besar terhadap
research dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Dorongan faktor eksternal ialah diperoleh melalui kekuatan sistem pendidikan
yang integral dan dinamis, di antaranya ketersediaan perpustakaan yang memadai pada
setiap lembaga pendidikan. Kuatnya dukungan dari penguasa yakni menyediakan
sarana yang lengkap untuk para ilmuan dalam mengembangkan teori-teori bahkan akan
menghargai dengan sangat tinggi setiap temuan-temuan yang ada.
3
Pembahasan diatas membuktikan bahwa pada saat Eropa berada pada abad
pertengahan (zaman kegelapan), umat Islam tengah mengalami kejayaan dan kemajuan
peradabannya, kemajuan inipun dirasakan nonmuslim termasuk Barat. Seiring dengan
mundurnya umat Islam di akhir abad pertengahan, sentuhan dunia barat dengan Islam
pada akhirnya memunculkan tranformasi intelektual dari dunia Islam ke dunia Barat,
sehingga melahirkan gerakan renaissance, reformasi, rasionalisme,dan aufklarung di
dunia Barat.
Dengan demikian, kemajuan sains dan teknologi serta semangat intelektualisme
yang berkembang begitu pesat di Barat pada saat ini, tidak terlepas dari kontribusi
kemajaun umat Islam pada masa sebelumnya.
Salah satu faktor utama bagi timbulnya majunya peradaban Islam ketika abad
pertengahan adalah membanjirnya proses penerjemahan berbagai literatur ke dalam
bahasa Arab. Di antara literatur yang diterjemahkan tersebut adalah buku-buku India,
Iran, dan buku Suriani-Ibrani, terutama sekali buku-buku Yunani. Pada pusat-pusat
kebudayaan seperti Syria, Mesir, Persia, juga Mesopotamia, pemikiran filsafat Yunani
ditemukan oleh orang muslim. Namun kota Baghdad yang menjadi pusat kekuasaan
Dinasti Abbasiyah menjadi jalur utama masuknya filsafat Yunani ke dalam Islam, dan
di sinilah timbul gerakan penerjemahan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab.
Berkat adanya usaha-usaha penerjemahan tersebut, umat Islam telah mampu mewarisi
tradisi intelektual dari tiga jenis kebudayaan yang sangat maju, yakni Yunani, Persia,
dan India. Warisan intelektual tersebut dimanfaatkan dalam membangun suatu
kebudayaan ilmu pengetahuan yang lebih maju, seperti yang terlihat dalam berbagai
bidang ilmu dan mazhab filsafat pemikiran Islam.
Di Bagdad, dibuka jasa penerjemahan. Bagi penerjemah buku-buku bahasa
asing, akan dibayar dengan emas seberat buku yang diterjemahkan. Selain itu, di Baitul
Hikmah, terdapat 400 ribu judul buku. Fenomena ini kemudian melahirkan
cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai
disiplin ilmu pengetahuan. Berhasilnya pencapaian kemajuan Islam di berbagai bidang,
khususnya ilmu pengetahuan yang demikian pesat dan beragam itu adalah berkat
dorongan internal (faktor teologis) dan faktor eksternal yang antara lain berupa
sentuhan dengan peradaban dan budaya luar yang berupa kontak intelektual dengan
filsafat dan budaya Yunani pada masa itu. Persentuhan antar kebudayaan dimaksud
sebenarnya sudah berlangsung sejak masa Umayyah, namun kemudian mencapai
4
puncaknya pada era Abbasiyah berkat terlembagakannya upaya-upaya penterjemahan,
yang kemudian dikenal dengan nama Khizāna al-Ḥikmah maupun Bait al-Ḥikmah.
Menurut Iqbal Dawami mengutip Myer, setidaknya ada empat hal yang menjadi
akar atau potensi munculnya peradaban Islam dalam hal ilmu pengetahuan:
1. Di tengah kemunduran Yunani dan munculnya Islam, berkembanglah sebuah
kebudayaan yang memainkan peranan penting setelah kebudayaan Yunani dan juga
merupakan sebuah perpaduan dari elemen-elemen timur, yaitu peradaban
Helenisme, yang mulai muncul di permukaan setelah 300 SM. Tempat yang
menjadi pusat intelektualnya adalah Alexandria. Sebuah institusi penelitian yang
besar, de museum, telah dibangun di kota ini.
2. Filsafat Yunani mengalami stagnasi sejak tahun 529 M seiring dengan penutupan
Akademi Athena secara resmi oleh Justianian.
3. Akademi Jundishapur di Parsi, sebuah akademi yang menjadi pusat pertukaran dan
sinkretisme pengetahuan terbesar pada abad ke-7 M. Institusi ini menjadi surga bagi
para Nestorian (pengikut Nestorius) yang diusir dari Edessa pada tahun 489 M dan
juga bagi para Platonis yang terusir. Para Nestorian itu membawa bersama mereka
ke Jundishapur terjemahan-terjemahan Syiria dari berbagai macam karya,
khususnya karya-karya dalam bidang pengobatan. Di Jundishapur pula Kisra
Anushirwan memerintahkan penerjemahan karya-karya Aristoteles dan Plato ke
dalam bahasa Parsi.
4. Aktivitas para Nestorian. Pada pertengahan pertama abad kelima masehi, pendeta
Suriah, Nestorius, dipecat dan diusir dari kota Antioch ke wilayah Arab dan
kemudian ke Mesir. Para pengikutnya dengan tulus dan penuh dedikasi mereka
pindah sambil mengajarkan ilmunya ke wilayah Timur, tepatnya kota Edessa. Di
sana terdapat sebuah akademi kedokteran yang sedang berkembang. Akademi itu
menjadi pusat bagi aktivitas Nestorian dan memperoleh dukungan dari Akademi
Nisbis di Mesopotamia dan juga dari Akademi Jundishapur.
Selain hal-hal di atas, munculnya akar peradaban Islam boleh jadi lantaran semangat
keagamaan yang tinggi dalam memajukan ilmu pengetahuan, karena ayat suci Al-
Qur’an sendiri telah memotivasi kaum muslimin agar mereka selalu membaca dan
membaca.
D. Perkembangan Sains pada Zaman Keemasan (Daulah Abbasiyah)
Perkembangan sains dalam Islam mencapai puncak keemasannya pada masa
Daulah Abbasiyah. Sesuai dengan watak sosialnya, bahwa sains akan berkembang jika
5
ada sikap keterbukaan, inklusif, akomodatif, selektif dan kreatif. Artinya, Islam terbuka
dan akomodatif dalam menerima berbagai ilmu pengetahuan (sains), budaya, peradaban
dari luar, tetapi juga selektif hanya menerima sesuatu yang tidak ada pertentangan
dengan Al-Qur’an dan Hadist serta bersikap kreatif dalam mengakulturasi segala
sesuatu yang berasal dari luar Islam agar tetap selaras dan harmonis dengan jati diri
Islam sebagai agama keselamatan untuk umat manusia di muka bumi.
Pemicu yang menunjang kemajuan sains dalam dunia Islam masa keemasan
tidak terlepas dari kegiatan penerjemahan manuskrip-manuskrip karya maestro Yunani
Klasik seperti Thales, Socrates, Plato dan Aristoteles. Manuskrip-manuskrip klasik
yang diterjemahkan terdiri atas berbagai bahasa seperti bahasa Yunani, Suryani, Persia,
Ibrani, Qibti, India, Nibti dan Latin. Dari kegiatan penerjemahan ini, selanjutnya
muncul lembaga-lembaga pendidikan seperti maktab/kuttab dan masjid yang pada
gilirannya melahirkan para saintis muslim generasi unggul yang mewarnai dan
membangun peradaban Islam yang maju dalam berbagai bidang keilmuan.
Proses transformasi sains dari Yunani Klasik ke dalam peradaban Islam melalui
pendidikan dan pengkajian terhadap manuskrip-manuskrip Yunani Klasik yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dari hasil pendidikan tersebut, muncullah para
filsuf dan saintis muslim yang ahli dalam berbagai bidang keilmuan. Misalnya dalam
bidang filsafat muncul dan berkembang gerakan pemikiran filosofis dan ilmiah
cemerlang yang menghasilkan karya orisinil dan bernilai tinggi. Adapun filsuf muslim
yang masyhur dalam bidang ilmu filsafat antara lain al Kindi (801-866 M), alFarabi
(850-950 M), ar-Razi (864-926 M), Ibnu Sina (908-1037 M), Ibnu Miskawaih (941-
1030 M) dan al-Ghazali (1051-1111 M).
Dalam ilmu pengetahuan alam (kimia), terdapat saintis muslim yang terkenal
sebagai tokoh ahli kimia muslim pada awal perkembangan ilmu kimia yaitu Jabir Ibnu
Hayyan. Aktivitas ilmiah yang dilakukannya dalam bidang kimia sudah menggunakan
metode ilmiah berupa eksperimen dan membuat catatan yang sistematis dan terstruktur
atas observasi dan eksperimen yang telah dilakukan. Karena kecintaan dan jasanya
dalam bidang kimia, Jabir Ibnu Hayyan mendapat gelar sebagai “Bapak Kimia Islam”.
Kemudian dalam ilmu pasti dan ilmu pengetahuan alam terdapat berbagai tokoh
terkenal seperti al-Khawarizmi (780-850 M), al-Biruni (973-1051 M), alKhayyani
(1045-1123 M), dan Nashirudin alThusi (1200-1274 M). Selanjutnya dalam ilmu
kedokteran tokoh-tokohnya adalah Ali bin Rabban at-Tabari, ar-Razi, Ali bin al-Abbas,
Ibnu Sina, al-Kindi dan al-Farabi.
6
Selanjutnya ilmu astronomi (Falak), dikembangkan oleh para saintis muslim
dikarenakan ilmu tersebut berkaitan erat dengan beberapa pelaksanan kegiatan
keagamaan umat Islam, seperti penentuan ibadah sholat maktubah, penentuan arah
kiblat, penentuan awal dan akhir bulan. Selain itu, para saintis muslim juga
mengembangan ilmu astronomi untuk mengukur jarak antara bumi dan matahari,
membuat jadwal pergerakan bulan dan bintang, menjelaskan sistem geologi bumi serta
pengaruh bulan dan matahari terhadap pergantian musim. Adapun para saintis muslim
yang berjasa dalam bidang ilmu ini antara lain: al-Biruni, Nasirudin at-Tusi al-
Khawarizmi, al-Fazari dan lain sebagainya.
Pada bidang arsitektur dan seni rupa memiliki berbagai gagasan dan
karakteristik khas Islam yang meliputi: (a) naturalistis, berfokus kepada alam dan
sedikit tentang makhluk hidup. (b) Struktur modular, campuran berbagai bentuk yang
melahirkan karya baru sebagai sebuah entitas yang distingtif dalam bingkai estetis. (c)
Integrasi, perpaduan secara runtut untuk menghasilkan karya seni yang bernilai tinggi.
(d) Pengulangan tingkat tinggi dan dinamis. Arsitektur dan seni rupa dalam Islam
memiliki kontribusi yang besar dalam mendukung dan memajukan peradaban terutama
dalam corak bangunan yang khas dan dijiwai filosofi Islam terhadap hasil karya tersebut
dalam menunjang terciptanya tempat ibadah yang nyaman & estetik.
1. Faktor Pendukung Kemajuan Sains Masa Daulah Abbasiyah
Kemajuan sains masa keemasan Islam (Daulah Abbasiyah) pasti memiliki banyak
faktor yang melingkupinya. Faktor-faktor tersebut yang menjadikan sains
mengalami kemajuan yang sangat pesat pada masa Daulah Abbasiyah. Adapun
faktor-faktor pendukung kemajuan sains zaman keemasan pada masa Daulah
Abbasiyah yaitu sebagai berikut:
a) Asimilasi Kebudayaan
Adanya asimilasi yang terjadi pada kalangan Arab dengan bangsa lain
mengakibatkan semakin meluasnya ilmu pengetahuan, kultur, sosial
kemasyarakatan dan lain sebagainya. Dalam catatan sejarah dikemukakan
bahwa pada saat kepemimpinan Daulah Abbasiyah banyak pemeluk agama
Islam berasal dari kalangan bukan Arab. Hal inilah yang menjadikan proses
asimilasi dapat berjalan dengan baik antara kalangan bangsa Arab dan non Arab,
sehingga dari proses asimilasi tersebut akan memunculkan rasa kesamaan sikap
yang dibingkai dalam semangat keagamaan dan keilmuan.
b) Gerakan Penerjemahan Manuskrip Klasik
7
Ada tiga fase dalam gerakan intensif dalam kegiatan penerjemahan bermacam
literatur klasik yang meliputi: (a) Masa pemerintahan Al Mansur sampai Harun
al Rasyid. Dalam fase ini yang banyak diterjemahkan ialah manuskrip-
manuskrip dalam bidang mantik dan astronomi. (b) Masa Khalifah Al Mansur
sampai tahun 300 hijriyah. Pada masa ini lebih banyak menerjemahkan naskah-
naskah dalam bidang kedokteran dan filsafat. (c) Masa setelah tahun 300
hijriyah. Fase ini kegiatan penerjemahan lebih semarak lagi dengan
ditemukannya proses pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang
diterjemahkan melalui manuskrip klasik semakin meluas dibanding masa
sebelumnya. Masa ini sangat semarak sekali dalam pengkajian ilmu
pengetahuan dan keagamaan oleh segenap elemen masyarakatnya.
c) Dukungan Penuh Penguasa
Adanya dukungan penuh dari penguasa menjadikan eksistensi sains pada masa
Daulah Abbasiyah semakin menghegemoni masyarakatnya. Peran aktif dan
kesadaran para khalifah Daulah Abbasiyah dalam memajukan peradaban
melalui ilmu pengetahuan patut dicontoh oleh generasi setelahnya. Khalifah-
khalifah yang sangat berjasa ini antara lain Al Mansur, Harun al Rasyid dan Al
Makmun. Mereka sangat mencurahkan perhatian dengan sepenuh hati dan jiwa
guna bertumbuhkembangnya ilmu pengetahuan dan filsafat di zamannya.
Dengan pertumbuhan dan perkembangan sains akan menjadikan suatu bangsa
dapat membangun dirinya dengan baik serta menopang peradaban guna
tercapainya kemakmuran bagi segenap elemen bangsa dan negara.
2. Lembaga Pendidikan
Adapun lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada zaman keemasan
Islam (Daulah Abbasiyah) yaitu sebagai berikut:
a) Kuttab
Kuttab ialah lembaga pendidikan tingkat dasar nonformal yang terintegrasi
dengan masjid atau memfungsikan masjid sebagai madrasah. Materi yang
diajarkan kepada para murid berupa baca tulis al Qur’an, tata bahasa arab, kisah
para nabi dan juga sastra. Pada masa ini, fungsi masjid tidak hanya sebagai
tempat ibadah, melainkan juga sebagai pusat transmisi ilmu pengetahuan
(sains). Melalui lembaga ini, para murid diharapkan memiliki kepandaian dalam
bidang Al-Qur’an, tata bahasa Arab, sastra serta mampu mengamalkannya
8
dalam kehidupan sehari-hari dan mempersiapkan dirinya ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
b) Madrasah Menengah
Madrasah Menengah pada masa kepemimpinan Daulah Abbasiyah merupakan
lembaga pendidikan lanjutan dari pendidikan jenjang tingkat dasar. Materi yang
diajarkan pada tingkat ini berbeda dengan jenjang pendidikan dasar. Materi
yang diajarkan pada tingkat menengah (madrasah) berupa Al-Qur’an, bahasa
Arab dan sastra, tafsir, Fiqih, Hadist dan ilmu tata bahasa. Materi yang diajarkan
pada tingkat ini merupakan kelanjutan dari jenjang sebelumnya. Artinya, ada
kesinambungan materi pendidikan dari berbagai jenjang untuk mencapai tujuan
pendidikan yang dicita-citakan. Tujuan pendidikannya yaitu terciptanya insan
yang beriman, bertakwa, berwawasan luas serta memiliki akhlak yang mulia.
c) Pendidikan Tinggi (Madrasah Nizhamiyyah)
Madrasah Nizhamiyah merupakan sebuah prototype dalam lembaga pendidikan
tinggi Islam, tonggak baru bagi penyelenggaraan pendidikan Islam serta
memiliki karakteristik tradisi pendidikan Islam formal dengan sistem asrama.
Materi yang diajarkan pada jenjang pendidikan tinggi meliputi ilmu-ilmu agama
(Al-Qur’an, Hadist, Tafsir), filsafat, bahasa, sastra dan lain sebagainya. Para
pencari ilmu mempelajari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan (sains)
tersebut berdasarkan peminatan yang dipilihnya. Materi keagamaan dijadikan
dasar dan pokok dalam kegiatan pembelajaran di lembaga pendidikan ini. Maka
tidak heran jika pada masa ini, banyak melahirkan ilmuwan yang tidak hanya
pandai dalam ilmu agama, namun juga menguasai ilmu-ilmu umum (natural
science dan social science) yang memiliki kontribusi besar bagi perkembangan
dan kemajuan pada masa keemasan Islam (Daulah Abbasiyah).
d) Perpustakaan dan Observatorium
Perpustakaan dan observatorium digunakan sebagai tempat riset dan pusat
kajian ilmiah mengenai ilmu keagamaan, kealaman, sosialkemasyarakatan dan
kebudayaan. Tempat-tempat tersebut digunakan juga sebagai tempat kegiatan
pembelajaran bagi para pencari ilmu dari segenap penjuru negeri. Kegiatan
pembelajaran dilakukan melalui metode diskusi, membaca referensi dan
bekerjasama dalam mendapatkan segenap ilmu pengetahuan pada berbagai
bidang. Pada zaman ini, di setiap sudut yang berisi perkumpulan orang biasanya
membahas mengenai ilmu. Tiada hari tanpa bertambahnya ilmu dan
9
kemanfaatan bagi diri dan masyarakatnya. Maka tidak heran jika masyarakat
dan penguasa masa Daulah Abbasiyah dikenal juga sebagai bangsa yang cinta
dan mengagungkan ilmu pengetahuan.
3. Rekonstruksi Sains
Peradaban Islam mencapai puncak zaman keemasan pada masa Daulah
Abbasiyah, dikarenakan pada masa itu tidak ada dikotomi antara ilmu pengetahuan
(sains) dan agama. Dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa hubungan sains dan
agama sangat dekat dan tidak ada dikotomisasi keilmuan yang saling bersinergi satu
sama lain. Umat Islam dianjurkan untuk mentadaburi berbagai ayat Al-Qur’an agar
belajar dari alam semesta (bumi dan langit) (QS.3:190-191), beberapa fakta ilmiah
seperti dalam disiplin ilmu seperti Biologi (QS.21:30, QS.6:99, QS.22:5), Psikologi
(QS.23:12-14), Ilmu Fisika (QS.24:35), Kimia (QS.57:25), Geologi (QS.79:32).
Dari berbagai ayat kauliyah tersebut mengajak kepada para umat Islam untuk
melakukan aktivitas ilmiah seperti pengamatan terhadap fenomena alam dan
mengeksplorasi secara rinci terhadap ayat-ayat kauniyah yang disemaikan di alam
raya ini.
Generasi islam masa kini perlu menghidupkan kembali gerakan dalam bidang
ilmu pengetahuan (sains) seperti melalui pengokohan landasan filosofis keilmuan
Islam yang khas dalam ranah epistemologi. Ranah epistemologi ini antara lain
meliputi sumber pengetahuan, metode dan instrumen pengetahuan. Mengenai
sumber ilmu pengetahuan dalam Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis yang
dipahami melalui alam, rasio, dan sejarah. Metode dalam memperoleh pengetahuan
diantaranya yaitu menggunakan metode dialektik serta instrumen/alat yang
digunakan untuk memperoleh pengetahuan dalam Islam antara lain berupa indra,
akal dan hati.
Revolusi saintifik juga dapat digunakan dalam merekonstruksi pendidikan
Islam di era kekinian. Revolusi saintifik dilakukan dengan cara proses kritis dalam
mendapatkan pengetahuan terhadap fenomena yang berupa fakta di lapangan (alam
semesta) dilandasi nalar epistemologis berbasis Islam. Krisis epistemologis yang
melanda dunia pemikiran dan pendidikan Islam bisa diatasi dengan mengubah
paradigma filosofis dan pendidikan. Pengubahan Paradigma filosofis dan
pendidikan dilakukan dengan cara medekonstruksi alat, sumber dan metode yang
digunakan dalam mendapatkan sebuah pengetahuan. Pedekonstrusian hal-hal
tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pandangan Islam terhadap ilmu
10
pengetahuan dan pendidikan. Pada akhirnya proses-proses pendekonstruksian
paradigma akan melahirkan paradigma baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan zaman. Paradigma yang dimaksud akan berbentuk paradigma
yang bercorak teo-antroposentris. Paradigma bercorak teo-antroposentris
merupakan sebuah pandangan dalam berfikir dan bertindak yang dilandasi oleh
proses dialektis antara teosentrisme dan antroposentrisme.
E. Sains dan Ayat-Ayat Al-Qur’an
Begitu tingginya nilai ilmu dalam peradaban manusia, Allah SWT menegaskan
dalam Al-Qur‘an bahwa akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu dan
beriman sebagaimana dalam surah Al-Mujadalah ayat 11 Allah SWT berfirman:
Ayat di atas menunjukkan kepada kita betapa Islam memberikan perhatian yang
besar terhadap ilmu. Apapun bentuk ilmu itu, selama bisa memberikan kemanfaatan,
maka ilmu tersebut harus dicari. Allah SWT dan Rasul-Nya tidak menyebut suatu
disiplin ilmu tertentu yang menjadi penyebab seseorang akan diangkat derajatnya oleh
Allah SWT, demikian juga tidak menyebut dengan menunjuk ilmu-ilmu tertentu untuk
dipelajari.
Islam dan sains tidak saling bertentangan, bahkan sebaliknya yakni memiliki
keselarasan. Ada banyak ayat yang telah ditafsirkan oleh cendekiawan atau pengkaji
Al-Qur’an terkait dengan kesesuaiannya dengan sains.
Salah satu yang telah diteliti untuk menguatkan argumentasi di atas adalah ayat-
ayat Al-Qur’an yang memiliki kesesuaian dengan teori Heliosentris. Teori ini
beranggapan bahwa matahari adalah merupakan pusat planet-planet, termasuk di
dalamnya adalah bumi, sedangkan bulan adalah mengelilingi bumi yang kemudian
11
bersama-sama bumi berputar mengelilingi matahari. Sedangkan matahari hanyalah
berputar mengelilingi sumbunya saja.
Al-Qur'an sebagai wahyu Allah SWT yang bersumber langsung dari Allah SWT
telah memberikan informasi-informasi tentang alam semesta, khususnya yang
berhubungan dengan matahari, bulan dan bumi. Ada 20 ayat yang menyebut kata
matahari, dan ada 463 ayat yang menyebut kata bumi serta ada 5 ayat yang menyebut
kata bulan. Belum lagi ayat yang menjelaskan tentang langit, pergantian siang dan
malam, serta ayat yang menyebut tentang bintang-bintang.
Terkait dengan teori Heliocentris, ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang
gerak matahari, bulan dan bumi pada surah Yunus: 5, surah Yasin: 38, dan surah an-
Naml: 88.
Allah SWT berfirman dalam surah Yunus ayat 5:
ّٰللاُ ذلِكَ ا ََِّّل ِبا
ب ۚ َما َخلَقَ ه َ السنِيْنَ َوا ْل ِح
َ سا ِ َض َيا ٓ ًء َّوا ْلقَ َم َر نُ ْو ًرا َّوقَد ََّر ٗه َمنَا ِز َل ِلت َ ْعلَ ُم ْوا َعدَدِ س َّ ي َج َع َل ال
َ ش ْم ْ ه َُو الَّ ِذ
ِ ص ُل ْاَّل ي
َت ِلقَ ْوم َّي ْعلَ ُم ْون ِ َـق ۚ يُف ِ ْل َح
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang
menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan
perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan
benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang
mengetahui.” (QS. Yunus 10: Ayat 5)
Secara khusus Allah menjelaskan perjalanan matahari dalam surat Yāsīn ayat 38:
Allah SWT berfirman:
ي ِل ُم ْستَقَر لَّ َها ۚ ذلِكَ ت َ ْق ِدي ُْر ْالعَ ِزي ِْز ْالعَ ِلي ِْم
ْ س تَجْ ِر َّ َوا ل
ُ ش ْم
Sedangkan mengenai gerak bumi, sebagaimana dijelaskan dalam surat an-Naml: 88:
Allah SWT berfirman:
َش ْيء ۚ اِنَّهٗ َخبِيْر بِ َما ت َ ْفعَلُ ْون ْ ٰۤ ّٰللاِ الَّ ِذ
َ ي اَتْقَنَ ُك َّل ص ْن َع ه
ُ ۚب َ َْوت ََرى ْال ِجبَا َل تَح
َ سبُ َها َجا ِمدَة ً َّوه
َّ ِي ت َ ُم ُّر َم َّر ال
ِ س َحا
“Dan engkau akan melihat gunung-gunung, yang engkau kira tetap di tempatnya,
padahal ia berjalan (seperti) awan berjalan. (Itulah) ciptaan Allah yang mencipta
dengan sempurna segala sesuatu. Sungguh, Dia Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”(QS. An-Naml 27: Ayat 88)
12
Selain itu, ada juga kajian yang telah menafsirkan ayat Al-Qur’an yang memiliki
kesesuaian dengan ilmu geologi yang ditulis oleh Izzatul Laila. Ia mengatakan bahwa
lempeng-lempeng litosfer bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. Pada tempat-
tempat tertentu saling bertemu dan pertemuan lempengan ini menimbulkan gempa
bumi. Sebagai contoh adalah Indonesia yang merupakan tempat pertemuan tiga
lempeng: Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia. Bila dua lempeng bertemu maka terjadi
tekanan (beban) yang terus menerus. Dan bila lempengan tidak tahan lagi menahan
tekanan (beban) maka lepaslah beban yang telah terkumpul ratusan tahun itu akhirnya
dikeluarkan dalam bentuk gempa bumi. Sebagaimana termaktub dalam Surah Al-
Zalzalah, 99: 1–4:25
Allah SWT berfirman:
ُ سا نُ َما لَ َها يَ ْو َمئِذ ت ُ َحد
ِث اَ ْخ َبا َرهَا ِ ْ ض اَثْقَا لَ َها َوقَا َل
َ اَّل ْن ِ ض ِز ْلزَ ا لَ َها َا َ ْخ َر َج
ُ ت ْاَّلَ ْر ِ َاِذَا ُز ْل ِزل
ُ ت ْاَّلَ ْر
Beban berat yang dikeluarkan dalam bentuk gempa bumi merupakan suatu
proses geologi yang berjalan bertahun-tahun. Begitupun seterusnya, setiap selesai
beban dilepaskan, kembali proses pengumpulan beban terjadi. Proses geologi atau
‘berita geologi’ ini dapat direkam baik secara alami maupun dengan menggunakan
peralatan geofisika ataupun geodesi. Sebagai contoh adalah gempa-gempa yang
beberapa puluh atau ratus tahun yang lalu, peristiwa pelepasan beban direkam dengan
baik oleh terumbu karang yang berada dekat sumber gempa. Pada masa modern,
pelepasan energi ini terekam oleh peralatan geodesi yang disebut GPS (Global Position
System).
F. Ilmuan Islam Perintis Sains Modern
1. Jabir Ibnu Hayyan / Geber (721-815) Bapak Kimia (The Father of Modern
Chemistry) sebagai Peletak dasar dan Perintis Laboratorium Kimia modern.
Jabir bin Hayyan atau dikenal dengan nama Geber di dunia barat adalah seorang
pemikir dan ilmuan muslim dari periode awal aba pertengahan. Ia melahirkan
sejumlah karya besar dari bidang kimia, alkimia, dan filosofi. Banyak karya-
karyanya itu diterjemahkan dan didistribusikan ke seluruh pusat pembelajaran di
Eropa. Berkat kontribusinya yang sangat besar dan dianggap telah meletakan dasar-
13
dasar kimia modern, Jabir bin Hayyan kemudian dikenal sebagai bapak kimia
modern.
Jabir bin Hayyan lahir di Khurasan, Iran pada 100 H atau 721 M dengan nama
lengakap Abu Musa Jabir bin Hayyan Al-Shufiy Al-Azadiy. Ayahnya Hayyan
adalah seorang ahli obat-obatan yang terlibat intrik politik hingga akhirnya
dieksekusi tidak lama setelah lahirnya Jabir. Setelah itu, keluarganya berpindah ke
Arab, dimana Jabir belajar dibawah bimbingan ulama Harbi Al-Himyari. Pada
tahun-tahun berikutnya, ia menjadi murid Imam Ja’far bin Muhammad As Shadiq,
imam Syiah dan juga keturunan dari Nabi Muhammad SAW.
Jabir bin Hayyan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam bidang kimia dan
alkimia (cabang ilmu pengetahuan yang fokus terhadap transmutasi unsur).
Penemuannya membuka jalan bagi sebagian besar ahli kimia dan alkemis Islam
setelahnya, termasuk Razi, Tughrai, dan Al Iraqi. Ia menerapkan pengetahuannya
di bidang kimia dan alkimia untuk meningkatkan banyak proses manufaktur, seperti
misalnya dalam pembuatan baja dan logam lainnya, mencegah karat, mengukir
emas, mewarnai dan anti air kain, penyamakan kulit, dan analisis kimia pigmen dan
zat lainnya. Jabir bin Hayyan mencatat bahwa anggur mendidih melepaskan uap
yang mudah terbakar, sehingga membuka jalan bagi penemuan etanol oleh Al-Razi.
Jabir bin Hayyan menekankan pentingnya eksperimen dalam kimia. Ia diketahui
memiliki laboratorium kerja di Kufah, yang reruntuhannya baru ditemukan dua
abad setelah kematiannya. Dari penelitiannya, Jabir bin Hayyan memperkenalkan
sejumlah peralatan laboratorium, seperti penangas air, tungku pembakaran, serta
sistem untuk filtrasi dan distilasi. Kemudian, namanya dikaitkan dengan pengenalan
metodologi eksperimental ke dalam alkimia dan penemuan beberapa proses kimia
yang digunakan hingga saat ini. Misalnya, kristalisasi, kalsinasi, sublimasi dan
penguapan, sintesis asam, dan distilasi. Selain itu, Jabir dapat dianggap sebagai
perintis ditemukannya hukum perbandingan tetap. Kontribusi Jabir bin Hayyan
yang luas terhadap perkembangan ilmu pengetahuan kimia membuatnya dijuluki
sebagai Bapak Ilmu Kimia Modern.
Selama mengabdikan dirinya dalam ilmu pengetahuan di bidang kimia dan
alkimia, Jabir hin Hayyan diduga telah menulis ratusan karya. Buku-bukunya tidak
hanya menjadi acuan para cendekiawan muslim, tetapi juga sangat memengaruhi
para alkemis Eropa abad pertengahan. Karya-karya Jabir bin Hayyan diantaranya
Kitab Al-Kimya, Kitab Al-Sab'in, Kitab Al Rahmah, Al Tajmi, Al Zilaq al Sharqi,
14
dan masih banyak lagi. Jabir bin Hayyan menghabiskan sisa hidupnya di Kufah. Ia
diperkirakan meninggal pada sekitar awal abad ke-10.
2. Al-Kindi/Al Kindus (801 M) Filsuf Peletak dan pengembang berbagai
Laboratorium modern (801 M - 873 M) Pembuat parfum pertama.
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Yaqub bin Ishaq bin Shabbah bin Imran
bin Ismail bin Muhammad bin al-Asy'ath bin Qais al-Kindi. Al-Kindi lahir di Kufah,
Irak, pada 801 M dan meninggal pada 866 M. Dia adalah salah seorang ilmuwan
besar dalam bidang kedokteran dan pemilik pemikiran terbesar yang dikenal
sepanjang peradaban manusia. Al-Kindi ahli dalam berbagai bidang, seperti:
geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik (yang dibangunnya dari berbagai
prinsip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik. Dia diangkat
menjadi guru dan tabib kerajaan. Menurut Al-Nadhim, selama berkutat dan bergelut
dengan ilmu pengetahuan di Baitul-Hikmah, Al-Kindi telah mehasilkan 260 karya.
a) Penemuan di Bidang Astronomi
Al-Kindi mengamati posisi bintang, planet dan letaknya dari bumi. Seorang
orientalis berkebangsaan Belanda, De Bour takjub dan berpendapat setelah
melihat tesis Al-Kindi bahwa hepotesisnya tentang air pasang dan surut tentu
didasarkan pada eksprimen.
b) Penemuan di Bidang Ilmu Alam dan Fisika
Al-Kindi membuat tesis tentang warna biru langit. Dia menjelaskan bahwa warna
biru bukanlah warna langit itu sendiri, melainkan warna dari pantulan cahaya lain
yang berasal dari penguapan air dan butir-butir debu yang bergantung di udara.
c) Penemuan di Bidang Teknik Mesin
Al Kindi juga menguasai ilmu mekanik dalam istilah industri dan teknik saat ini,
atau ilmu yang secara khusus berhubungan dengan alat-alat, rangkaian, dan
menjalankan fungsinya. Dia telah menjadi insinyur peradaban Islam dan turut
serta dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan seperti proyek penggalian
kanal untuk membuka jaringan sungai Dajlah dan Furat.
d) Temuan di Bidang Kimia, Industri Kimia dan Ilmu Perlogaman
Dia menguasai berbagai macam ilmu kimia, seperti dalam pembuatan parfum,
aroma kimia, kimia untuk membuat kaca, warna, dan besi. Tesisnya berhubungan
dengan pembuatan parfum secara kimiawi dan menciptakan berbagai jenis aroma
parfum itu, seperti pembuatan minyak kasturi (misk), aroma bunga mawar dan
aroma bunga jasmin. Dia menyebutkan bahan-bahannya, cara penyulingannya
15
dan cara pencampurannya. Al-Kindi juga menjelaskan secara ilmiah berbagai
proses kimiawi penting, seperti penyaringan dan penyulingan.
e) Penemuan di Bidang Matematika
Al-Kindi percaya kepada pendapat para ilmuwan bangsa Yunani yang
menjadikan ilmu matematika sebagai pengantar yang paling tepat bagi ilmu
filsafat dan logika. Hal ini karena ilmu matematika melatih akal untuk berpikir
benar dan teratur. Karya Al-Kindi dalam ilmu matematika mencapai 43 buku. 11
buku diantaranya tentang ilmu hitung dan 32 buku tentang ilmu geometri.
f) Penemuan di Bidang Kedokteran dan Farmasi
Al-Kindi adalah seorang dokter terkemuka. Dia telah menulis sebanyak 22 buku
di bidang kedokteran dan banyak memisah-misahkan spesialisasi dalam bidang
kedokteran yang penting, sebagaimana dia juga telah mendahului penggunaan
musik sebagai salah satu alat untuk mengobati beberapa penyakit.
3. Al Battani ( 850 – 923) Perintis Laboratorium Astronomi modern dan matematika
Al-Battani lahir sekitar tahun 850, di Harran. Nama lengkapnya Abu
Abdullah Muhammad ibn Jabir ibn Sinan al-Raqqi al-Harrani al-Sabi al-Battani.
Orang Eropa menyebut Al-Battani dengan sebutan Albategnius. Dia adalah anak
dari ilmuwan astronomi, Jabir Ibn San'an Al-Battani. Sejak kecil, dia sudah
menunjukkan ketertarikannya pada bidang keilmuan yang digeluti ayahnya.
Ketertarikan pada bendabenda yang ada di langit membuat Al-Battani kemudian
menekuni bidang astronomi tersebut. Al-Battani terpesona dengan teori kosmologi
geosentris yang berkembang pertama kali di Yunani. Meskipun Al-Battani adalah
pengikuti teori kosmologi geosentris Ptolomeus, namun data observasinya berjasa
bagi Nicholas Copernicus untuk mengembangkan teori kosmologi heliosentris
yang turut mempelopori revolusi sain pada abad ke-16 dan 17. Dia juga melakukan
pengamatan lebih akurat mengenai ekuinoks (saat matahari tepat melewati garis
ekuator bumi) pada awal musim gugur. Melalui pengamatan inilah Al-Battani
mampu menemukan bahwa dalam setahun ada 365,24 hari. Salah satu
pencapaiannya yang terkenal adalah tentang penentuan tahun matahari sebagai 365
hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik. Al Battani juga menemukan sejumlah persamaan
trigonometri: Al-Battani, Ulama Ahli Astronomi. La Lande, ahli Astronomi dari
Perancis mengatakan bahwa Al-Battani termasuk salah seorang dari 20 orang besar
ahli astronomi dalam sejarah manusia.
G. Pengaruh Sains Islam Terhadap Barat
16
Bisa dikatakan jika hubungan Islam dengan masyarakat Eropa diawali dengan
sesuatu yang tidak mengenakkan bagi mereka. Hal ini tidak lain karena perkenalan
mereka secara masif diawali ujung pedang yakni dengan ditaklukkan Spanyol tahun
711 M. Pasang surut hubungan Islam–Kristen di Spanyol nampak telah membawa
blessing in disguise bagi masyarakat Spanyol dimana mereka dapat kembali berkenalan
dengan pengetahuan ilmiah yang telah dikembangkan oleh muslim.
Tercatat selama terjadinya kontak dengan Islam, banyak karya yang berkaitan
dengan studi Islam. Pada awal studi Islam karya-karya seperti Propugnaculum karya
Florentino Ricoldo da Monte Croce yang mengkaji bahasa dan agama Arab sekitar
tahun 1290 di Baghdad, Thomas Erpenius yang mengkaji geografi Abu Fida, Babad
Persia karya Mirkhwand, Jacobus Golius mengarang kamus Arab-Latin dan
sebagainya. Kajian-kajian keislaman ini pada akhirnya mengarahkan mereka pada studi
orientalisme di abad modern.
Term orientalis pertama kali muncul di Inggris tahun 1779 dalam hadirnya
sebuah esai tentang Edward Pecock pada tahun 1791 “orientaliste” muncul di Perancis;
pada tahun 1838 “orientalisme” telah menjadi objek dalam sebuah artikel pada
dictionaire de’l Academie Francoise. Untuk pertama kalinya term ini dimaknai sebagai
studi tentang ketimuran baik di Timur jauh dan Timur dekat. Kajian ini telah mengarah
menjadi suatu disiplin ilmu dengan didirikannya sekolah dibawah bimbingan Silvester
de Sacy (1758-1838) seorang ahli tata bahasa Arab dan juga sejarah Persia. Ia
mempunyai murid dari berbagai negara Eropa, tercatat ada Wilhem Freytag, Heinrich
Leberecht Fleisher dari Jerman, Carl Johan Tombergm dari Swedia, Don Pascual de
Gayangos dari Spanyol, dan William MacGuckin de Slane dari Irlandia.
Hal lain yang perlu dijelaskan adalah kontribusi Islam dalam kebangkitan
intelektual Eropa. Sebagaimana dijelaskan oleh Mehdi Nakosteen, bahwa salah satu
sebab kemunduran Islam adalah banyaknya perpustakaan Islam yang dihancurkan oleh
tentara Mangol sementara itu di Barat banyak buku yang tidak ikut hancur karena
banyak perpustakaan yang letaknya jauh dari jangkauan penghancur. Banyak
perpustakaan pribadi memiliki beberapa salinan buku penting. Bagaimanapun karya-
karya terbaik tersebut telah diselamatkan oleh para mahasiswa Latin dari Eropa melalui
beberapa terjemahan ke dalam bahasa Latin, Hebrew, Spanyol, Italia, Catalan dan
Bahasa lain selama abad ke-12 dan 13.
H. Ilmu Pengetahuan dan Agama Islam
17
Hubungan antara Islam dan sains dapat diketahui dengan dua sudut pandang.
Pertama, apakah konsepsi dalam Islam melahirkan keimanan dan sekaligus rasional,
atau semua gagasan ilmiah itu bertentangan dengan agama. Sudut pandang kedua,
merupakan landasan dalam membahas hubungan antara Islam dan sains, yakni
bagaimana keduanya ini berpengaruh pada manusia.
Agama dan sains sama-sama memberikan kekuatan, sains memberi manusia
peralatan dan mempercepat laju kemajuan, agama menetapkan maksud tujuan upaya
manusia dan sekaligus mengarahkan upaya tersebut. Sains membawa revolusi lahiriah
(material), agama membawa revolusi batiniah (spiritual). Sains memperindah akal dan
pikiran, agama memperindah jiwa dan perasaan. Sains melindungi manusia dari
penyakit, banjir, badai, dan bencana alam lain. Agama melindungi manusia dari
keresahan, kegelisahan dan rasa tidak nyaman. Sains mengharmoniskan dunia dengan
manusia dan agama menyelaraskan dengan dirinya.
Muhammad Iqbal menerangkan bahwa manusia membutuhkan tiga hal:
pertama, interpretasi spiritual tentang alam semesta. Kedua, kemerdekaan spiritual.
Ketiga, prinsip-prinsip pokok yang memiliki makna universal yang mengarahkan
evolusi masyarakat manusia dengan berbasiskan rohani.
Mengingat hal tersebut, Eropa modern membangun sebuah sistem yang realistis,
bahwa pengalaman yang diungkapkan dengan menggunakan akal saja tidak mampu
memberikan semangat yang ada dalam keyakinan hidup, dan ternyata keyakinan itu
hanya dapat diperoleh dari pengetahuan personal yang bersifat spiritual. Hal inilah yang
kemudian membuat akal semata tidak memberikan pengaruh pada manusia, sementara
agama selalu meninggikan derajat orang dan mengubah masyarakat.
Dasar dari gagasan-gagasan tinggi kaum muslim adalah wahyu, wahyu berperan
menginternalisasi (menjadikan dirinya sebagai bagian dari karakter manusia dengan
cara manusia memperlajarinya) aspek-aspek lahiriahnya sendiri. Bagi intelektual
muslim, basis spiritual dari kehidupan adalah tentang keyakinan. Demi keyakianan
inilah seroang muslim yang kurang tercerahkan pun dapat mempertaruhkan jiwanya.
Will Durant (Penulis History of Civilization) pernah mengatakan “Harta itu
membosankan, akal dan kearifan hanyalah sebuah cahaya redup yang dingin. Hanya
dengan cintalah kelembutan yang terlukiskan dapat menghangatkan hati.”
Bisakah sains dan agama saling menggantikan posisi masing-masing?
Pengalaman sejarah telah menunjukkan bahwa akibat dari memisahkan keduanya telah
membawa kerugian yang tidak dapat ditutup. Agama harus dipahami dengan
18
perkembangan sains, sehingga terjadi pembaruan agama dari cengkrama mitos-mitos.
Agama tanpa sains berakhir dengan kemandekan. Sehingga apabila agama tanpa sains
hanya akan dijadikan alat orang-orang munafik mencapai tujuannya.
Sains tanpa agama bagaikan lampu terang yang dipegang pencuri yang
membantu pencuri lain untuk mencuri barang berharga di tengah malam, atau bahkan
sains tanpa agama adalah pedang tajam ditangan pemabuk yang kejam.
I. Kedudukan Sains dalam Islam
Ilmu pengetahuan (sains) dalam Islam memiliki posisi yang sangat urgen dan
strategis. Hal ini bisa dilihat dari literatur utama dalam Islam (Al-Qur’an dan Hadist)
yang menyebutkan bahwa manusia yang berilmu akan diangkat derajatnya (QS.58:11).
Oleh karena itu, sains dapat dijadikan standar kualitas manusia (QS.39:9). Selain itu,
sains memiliki kedudukan tinggi dalam pandangan Islam antara lain meliputi:
1. Sains adalah Alat untuk Mencari Kebenaran
Penggunaan akal yang dibimbing hati akan menuntun manusia untuk senantiasa
menemukan kebenarankebenaran dalam hidupnya. Keyakinan akan adanya
kebenaran mutlak dapat dicapai oleh manusia ketika dirinya telah benar-benar
memahami seluruh alam semesta dan mengenali dirinya secara komprehensif.
Sebelum memahami alam semesta, seorang individu sebaiknya memahami dirinya
sendiri. Karena pada hakikatnya manusia ialah alam semesta kecil (mikro kosmos)
yang merupakan bagian dari alam semesta (makro kosmos). Sehingga dengan
mengenali diri sendiri merupakan jalan terbaik untuk menuju pada pengenalan alam
semesta yang tujuan akhirnya pengenalan kepada Tuhan yang menciptakan dirinya
serta mampu mendayagunakan segenap potensi yang dimiliki untuk
kebermanfaatan diri dan masyarakatnya. Pada akhirnya diharapkan dapat tercipta
kehidupan yang aman, damai dan sejahtera.
2. Sains sebagai Prasyarat Amal Shalih
Hanya manusia yang dibimbing oleh sains yang dapat berjalan di atas kebenaran
yang pada akhirnya akan membawa kepada sang pencipta yaitu Allah SWT
(QS.35:28) serta dengan iman dan penguasaan sains menjadikan manusia mencapai
puncak kemanusiaan yang tinggi (QS.3:28). Seorang insan yang berbuat amal shalih
tanpa didasari ilmu pengetahuan (sains) akan mendapatkan yang tidak terlalu
banyak, jika dibandingkan dengan insan yang melakukan sesuatu didasari oleh ilmu
pengetahuan (sains). Dari sini dapat dilihat bahwa ketika seseorang yang memiliki
19
pengetahuan akan mendapatkan banyak keutamaan dari perbuatan yang
dilakukannya.
3. Sains adalah Alat untuk Mengelola Sumber-sumber Alam guna Mendapat Ridho
Allah SWT
Sains merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diamanatkan Allah SWT kepada
makhluk-Nya yaitu menyejahterakan diri dan sesamanya. Kesejahteraan dapat
diperoleh jika manusia mengelola sumber daya alam (natural resources) dengan
mengetahui hukum-hukum yang memung kinkan manusia dapat mengelola dan
memanfaatkan bumi beserta seisinya dengan bijak dan santun (QS.31:10). Hal ini
hanya mungkin terjadi jika manusia tersebut berbekal sains dan iman yang pada
gilirannya tidak akan terjadi kerusakan lingkungan di berbagi tempat di segenap
belahan dunia.
4. Sains sebagai Alat Pengembangan Daya Pikir
Sains dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu sebagai produk berpikir ataupun
kegiatan ilmiah dan pengembangan daya pikir. Sebagai pengembangan daya pikir,
sains merupakan alat untuk memahami dan membiasakan diri untuk berpikir secara
sistematis dan mempertajam daya pikir manusia. Selain itu, manusia juga dikenal
sebagai makhluk yang berpikir, dari lahir sampai liang lahat. Hampir semua
kegiatan manusia tidak terlepas dari kegiatan berpikir. Berpikir pada dasarnya
merupakan sebuah serangkaian gerak akal dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu
yang pada akhirnya sampai kepada sebuah kesimpulan yang berupa ilmu
pengetahuan (sains). Penggunaan akal selalu dianjurkan oleh Allah SWT guna
menghasilkan sains yang dapat bermanfaat bagi sesamanya (QS.2:30, 39:9, 58:11).
J. Pandangan Islam Terhadap Sains dan Teknologi
Pandangan Islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa Islam tidak pernah
mengekang umatnya untuk maju dan modern. Peradaban Islam memiliki ciri-ciri yang
menonjol yaitu rasa ingin tahu yang bersifat ilmiah dan penyelidikan-penyelidikan
ilmiah yang sistematis. Islam sangat mendukung umatnya untuk melakukan penelitian
dalam bidang apapun, termasuk sains dan teknologi. Masyarakat modern telah berhasil
mengembangkan sains dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah
kehidupannya, namun disisi lain sains dan teknologi canggih tersebut tidak mampu
menumbuhkan moralitas (akhlak) yang mulia. Gagasan Islamisasi sains dan teknologi
bertujuan agar sains dan teknologi dapat membawa kesejahteraan bagi umat manusia.
20
Epistimologi Islam tersebut pada hakikatnya menghendaki, bahwa sains dan teknologi
harus mengakui adanya nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Al-Quran memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah
diketahui maupun belum diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi
disebutkan berulang-ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan
nazhar. Memahami lebih dalam tentang sains dan teknologi adalah satu-satunya alat
untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang Allah swt dan
menyelesaikan berbagai permasalahan masyarakat Islam.
Oleh sebab itu sains dipelajari untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT dengan
mencoba memahami ayat-ayat-Nya. Dalam pandangan Islam sains dan teknologi juga
di gambarkan sebagai cara mengubah suatu sumber daya menjadi sumber daya lain
yang lebih tinggi nilainya hal ini tercermin dalam surat Ar Ra'd ayat 11 yaitu :
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya Al-Quran telah
mendorong manusia untuk berteknologi agar kehidupan mereka meningkat. Upaya ini
merupakan rasa syukur atas keberhasilannya dalam merubah nasibnya yang
dimanifestasikan dengan mengembangkan terus keberhasilan itu dari waktu kewaktu.
Arti penting ilmu pengetahuan dan pengamalannya, serta menjamin kebebasan berfikir
dan berekspresi, memberi hak untuk berfikir bebas juga mengambil pelajaran dari
segala sesuatu yang yang mendatangkan pencerahan kepadanya diberikan ruang oleh
Islam.
Karena itu diantara faktor-faktor yang menyebabkan kemajuan peradaban sains
dan teknologi Islam diantaranya: 1) Penggalian ilmuwan muslim terhadap Al-Qur’an,
2) Peleburan antara bangsa Arab dan non Arab, 3) Penyelenggaraan pemerintahan yang
moderat, 4) Pengaruh kejayaaan ekonomi, 5) Budaya menerjemah dikalangan ilmuwan
muslim, 6) Maraknya pembangunan perpustakaan, dan 7) Menyambung mata rantai
peradaban Yunani, Babilonia dan Persia.
Ilmuwan muslim menaruh perhatian pada ajaran agama baik ketika akan
melakukan riset, menerima teori atau mengembangkan sains dan teknologi sebab apa
yang dihasilkannya sepenuhnya untuk kebutuhan manusia, sedangkan agama (Islam)
suatu sistem nilai hidup di dunia yang mengantarkan hidup yang kekal dan
sesungguhnya kehidupan. Konsep sains apa pun dan teknologi yang dikembangkan,
harus sesuai dengan Al-Qur”an dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan Al-
21
Qur’an dan al-Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan Al-Qur’an dan
Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Maka paradigma Islam ini menyatakan
bahwa aqidah Islam harus dijadikan landasan pemikiran bagi seluruh bangunan ilmu
pengetahuan.Ini bukan berarti menjadi aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu
pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan.
Manusia yang beriman dan bertaqwa akan memanfaatkan kemajuan sains dan
teknologi, menjaga, memelihara, melestarikan, keberlangsungan hidup manusia dan
keseimbangan ekologi dan bukan untuk kerusakan di bumi. Pada dasarnya sains dan
teknologi dalam Islam di arahkan untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan. Sains dan
teknologi merupakan alat atau media bukan tujuan. Untuk itu diperlukan upaya untuk
menyertakan nilai-nilai ke dalam sains dan teknologi yang disebut dengan Islamisasi
ilmu pengetahuan. Ada dua prinsip utama yang saling terkait muncul sebagai filsafat
sains Al-Qur’an: 1) Eksplorasi alam, yang mencakup mulai dari sekedar observasi
hingga penelitian yang serius, harus secara jelas menunjukan keteraturan dan tujuan
kosmos, dan 2) Kajian terhadap alam semesta harus mengarah kepada satu kesatuan
tertentu yang menuntun pada keimanan terhadap Sang Pencipta.
K. Memahami Sains dan Agama
Dalam kenyataan istilah sains dan agama sangat lekat dalam kehidupan ini dan
seringkali menimbulkan pemahaman yang distortif. Tidak jarang orang memahami
sains sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat empiris, positif, terukur, dan dapat diuji
atau dieksperimentasikan. Sebaliknya, agama dipandang sebagai sesuatu yang
mewakili hal-hal yang supra ilmiah, sesuatu yang melampaui fisik, empiris, dan meta
positif. Tidak salah jika agama seringkali dianggap sebagai sesuatu yang menguasai
ruang pembahasan yang bersifat metafisik, metaempiris dan metapositif.
Dalam beberapa literatur ada banyak definisi yang dikemukakan oleh beberapa
pemikir seperti menurut antropolog B.Taylor. Ia mengatakan bahwa “religion is the
belief in spiritual being” (Agama ialah kepercayaan kepada hal-hal yang ghaib).
Menurut Emile Durkheim agama dipahami sebagai suatu keseluruhan yang bagian-
bagiannya saling berkaitan yang satu dengan lainnya, terdiri dari kepercayaan dan
penyembahan, yang semuanya dihubungkan dengan hal-hal yang suci dan mengikat
pengikutnya dalam suatu masyarakat. Sedangkan Poerwadarminta menjelaskan bahwa
agama adalah segenap kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa, dan sebagainya) serta
dengan kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.
22
Dalam paparan ini kita telah memberikan penjelasan tentang makna agama.
Namun, hal yang tidak boleh disilapkan adalah bahwa yang dimaksud agama dalam
konteks ini adalah agama sebagai peradaban dan pengetahuan (religion as a civilization
and knowledge). Agama sebagai peradaban tidak dapat dinafikan berkaitan dengan
problem pengetahuan. Kata agama yang disandingkan dengan kata sains dalam konteks
ini mempunyai maksud sebagai ilmu agama dan ilmu pengetahuan non-agama yang
biasa diklaim sebagai “sains” dewasa ini.
L. Peran Islam dalam Sains Modern
Sejarah telah membuktikan, bahwa kemajuan ilmu pengetahuan di dunia
modern menjadi fakta sejarah yang tidak terbantahkan, bahkan banyak yang
berpendapat bahwa ilmu pengetahuan bermula dari dunia Islam yang kemudian
mengalami transmisi (penyebaran) dan poliferasi (pengembangan) ke dunia Barat yang
sebelumnya dunia Barat dilanda dark ages (masa kegelapan) sehingga muncul zaman
enlightenment (yang cerah) di Eropa (Eaton, 1985). Melalui dunia Islam mereka
mendapat akses untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan modern
sebagaimana diungkapkan Gore Barton bahwa orang-orang Barat dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan tidak merujuk sepenuhnya kepada sumber-sumber
Yunani melainkan kepada sumber-sumber Arab.
Islam juga hadir di tengah kerasnya peradaban Jahiliyah di Jazirah Arab
sehingga mampu merubah peradaban Jahiliyah yang ada di Jazirah Arab saat itu, maka
dalam perspektif historis Islam sudah banyak memainkan peran yang signifikan dalam
perkembangan beberapa aspek peradaban dunia. Mulai dari masa kenabian sampai
dengan wafatnya Rasulullah SAW perkembangan dan pemikiran peradaban Islam terus
mengalami berbagai varian berupa metode, dan kerangka berpikir yang berbeda.
Bahkan dalam catatan sejarah, misi ekspansi umat Islam semata-mata tidak hanya untuk
mengambil keuntungan materi sebanyak-banyaknya dari daerah-daerah yang telah
dikuasai, melainkan mewujudkan keadilan serta ikut membangun dan memajukan
peradaban yang ada.
Pada saat ini, sebagian ilmuwan berpendapat bahwa teknologi dan sains
(saintek) dinilai bebas diambil darimana saja, sedangkan, sebagian ilmuwan lainnya
terutama orang muslim berpendapat bahwa saintek harus difilter terlebih dahulu
sebelum dikembangkan lebih lanjut secara kreatif oleh para ilmuwan muslim. Hal ini
berdasarkan asumsi bahwa saintek yang bersandar di luar Islam terbukti bermasalah
yang mana hal ini berhubungan dengan tiga aspek filsafat ilmu yakni ontologi,
23
epistemologi, dan aksiologi. Ontologi membahas hal-hal yang berkaitan dengan
mengapa penelitian tersebut dilakukan. Epistemologi membahas tentang tata cara suatu
penelitian tersebut dilakukan. Aksiologi membahas tentang sejauh mana hasil penelitian
bisa digunakan.
Pada dasarnya, mayoritas ilmuwan muslim, dalam penelitiannya selalu
mengedepankan kebutuhan yang berhubungan dengan tujuan syari’ah, namun ada pula
penelitian yang terinspirasi dari ayat Al-Qur’an yang dapat dikaji lebih lanjut secara
ilmiah dan berkaitan dengan saintek. Seperti halnya Al-Khawarizmi, beliau
mengembangkan aljabar karena ingin membantu memudahkan manusia khususnya
umat Islam dalam membagi hak waris secara akurat. Adapun ditemukan banyak sekali
ayat-ayat Al-Qur’an yang memberikan inspirasi tentang penelitian saintek, salah
satunya ada pada surah Al-Insan ayat 17 yang berbunyi: “Di surga itu mereka diberi
segelas minum yang campurannya adalah jahe.”
Berdasarkan kutipan ayat tersebut, munculah pertanyaan dikalangan ilmuwan
muslim tentang jahe yang disebut sebagai minuman ahli surga, sehingga para ilmuwan
muslim melakukan riset terhadap kandungan serta manfaat jahe. Jahe memiliki
beberapa manfaat antara lain sebagai anti oksidan yang tinggi, jahe mampu melawan
kanker dan juga mengandung zat anti aging. Hal tersebut menjadi salah satu bukti
bahwa Islam sangatlah berkesinambungan dengan perkembangan saintek pada masa
kini.
Adanya peranan dari ilmuwan-ilmuwan muslim, mulai ilmu agama sampai
kepada ilmu pengetahuan alam dari sini terlihat bahwa Islam sangat berjasa dalam
rangka menyatukan akal dengan alam, menetapkan kemandirian akal, menetapkan
keberadaan hukum alam yang pasti atas kehendak Allah SWT, serta telah mampu
mendamaikan akal dengan iman dan filsafat dengan agama sedangkan bangsa Barat
masih membuat stereotip yang memisahkan antara akal dan iman serta filsafat dengan
agama. Bahkan di dunia ilmu hukum, hukum Islam juga tidak dapat dibantahkan turut
serta memberikan kontribusi dalam pembentukkan dan perkembangan hukum di zaman
modern saat ini.
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa antara Islam dan
sains tidak bertentangan satu sama lain. Bahkan, antara Islam dan sains memiliki
keselarasan dan dapat mempertegas antara satu dan yang lainnya. Keselarasan Islam
dan sains dapat dibuktikan dengan banyak hal. Salah satunya dengan produk berupa
tokoh-tokoh Islam yang cemerlang dan memiliki kontribusi dalam bidang sains.
Beberapa nama terkenal Islam tersebut diantaranya Al-Kindi ahli dalam berbagai
bidang, seperti: geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik (yang dibangunnya
dari berbagai prinsip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik.
Selain itu juga, ayat-ayat Al-Qur’an, sumber utama dalam Islam, memiliki
keselarasan dengan penemuan-penemuan sains masa kini. Beberapa diantaranya seperti
ayat-ayat tentang bulan, bintang, dan matahari. Al-Qur’an telah lama memuat ayat-ayat
yang berbicara tentang hal tersebut, dan telah dibuktikan kebenarannya oleh sains
modern.
B. Saran
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan, namun saya telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan yang terbaik. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat saya harapkan supaya
ke depannya nanti akan menjadi lebih baik.
25
DAFTAR PUSTAKA
Arini,M.A.D., & Rahayu,P.,(2021). Kontribusi Islam terhadap Perkembangan Sains dan
Teknologi Abad 21. Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, dan Sosial budaya. 27(01). 93-
99.
Mustika,R., & Setiadi,Y.,(2019). Keselarasan Islam dan Sains. E-Journal UIN Jakarta.
Pribadi,S.A.T., & Sestari,E.,(2020). Islam dan Sains Teknologi Modern. Jurnal Ilmiah
Teknologi & Informasi. 01(01). 26-32.
26
iv