Bab I - 3 Fix
Bab I - 3 Fix
Bab I - 3 Fix
BAB I
PENDAHULUAN
Tanaman lain yang dinilai mampu memodulasi sistem imun yang berasal
dari genus curcuma adalah temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) (Rahman,
2016). Bagian rimpang temu hitam telah digunakan sejak lama sebagai obat
tradisional atau jamu oleh masyarakat Indonesia untuk mengobati berbagai
penyakit seperti peradangan, jamur, infeksi oleh bakteri, asma dan tumor (Simoh
& Zainal, 2015). Ekstrak etanol temu hitam dinilai mampu mempertahankan
keutuhan organ limpa tikus yang diinduksi sel kanker, meningkatkan aktivitas
imunosurveilans tikus dengan meningkatkan produksi sitokin dan mampu
menekan angka insidensi tumor (Nurhasanah, 2016). Bau aromatik yang
dikeluarkan pada rimpang temu hitam dipercaya mengindikasikan adanya
kandungan minyak atsiri di dalamnya. Minyak atsiri pada rimpang temu hitam
mengandung senyawa golongan terpenoid dan polifenol yang dinilai bertanggung
jawab dalam meningkatkan imunitas tubuh (George & Britto, 2015).
kombinasi ekstrak etanol rimpang temu hitam (Curcuma aerginosa Roxb.) dan
fraksi air herba meniran (Phyllanthus niruri L.) yang berasal dari ekstrak etanol
herba meniran. Kombinasi kedua tanaman tersebut diharapkan mampu
menghasilkan aktivitas imunostimulan yang sinergis.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, apakah fraksi air dari
ekstrak etanol herba meniran (Phyllanthus niruri L.) dan ekstrak etanol rimpang
temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) memiliki aktivitas sebagai
imunostimulan?
1.4 Hipotesis
Kombinasi fraksi air herba meniran (Phyllanthus niruri L.) dan ekstrak
etanol rimpang temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) dapat mempengaruhi
histopatologi limpa, indeks limpa dan titer antibodi tikus putih jantan galur
Sprague – Dawley yang diinduksi Sel Darah Merah Domba (SDMD).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Taksonomi
Meniran tumbuh tegak dengan tinggi 50 cm – 1 m dan memiliki
percabangan yang terpencar. Batang tumbuhan berwarna hijau pucat atau
kemerahan. Pada setiap cabang terdapat daun tunggal yang berseling dan tumbuh
mendatar dari batang utama. Daun meniran berukuran kecil dan berbentuk bulat
telur sampai bundar memanjang. Setiap cabang atau ranting terdiri dari 8 – 25
helai daun. Meniran memiliki akar tunggang dan sepasang bunga yaitu bunga
jantan dan bunga betina. Bunga keluar dari ketiak daun; bungan jantan terletak di
bawah ketiak daun, berkumpul 2 – 4 bunga, gagang bunga berukuran 0,75 mm – 1
mm, helaian mahkota bunga berbentuk bundar telur sampai bundar memanjang
dengan tepi berwarna hijau muda. Buah tumbuhan ini bertekstur licin, bulat pipih,
dengan diameter 2 – 2,5 cm dengan warna hijau kekuningan hingga kuning
kecoklatan. Kepala sari meniran yang sudah matang akan pecah secara membujur
(Depkes, 1978).
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Famili : Phyllanthaceae
Genus : Phyllanthus
Spesies : Phyllanthus niruri L.
2.1.3 Kandungan
Komponen aktif metabolit sekunder pada herba meniran yaitu flavonoid,
terpenoid, lignan, isolignan dan alkaloid (Sasmito, 2017). Golongan flavonoid
terdiri atas rutin, kuersetin, kuersitrin, astralgin dan katekin. Golongan terpenoid
terdiri atas limonen, p – cymene, lupeol, kumarin, dan metil breviolin karboksilat.
Golongan tanin terdiri atas asam repandusinat, geraniin, dan korilagin. Golongan
lignan utamanya terdiri filantin dan hipofilantin. Senyawa alkaloid terdiri dari
norsekurinin. Senyawa yang dinilai bertanggung jawab terhadap aktivitas
2.2.2 Klasifikasi
Gambar 2.2 Tanaman temu hitam (kiri) dan rimpang temu hitam (kanan)
Sumber : (Dalimartha, 2003)
mahkota bunga dan berbentuk bundar telur sunsang atau bundar telur jorong
dengan warna merah, ungu atau putih dengan sebagian dari ujungnya berwarna
ungu, bagian bawah berwarna hijau atau keputihan. Buah tanaman ini berbulu
dengan panjang 2 cm (Depkes, 1978).
Kingdom : Plantae
Divisi : Mangnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma aeruginosa Roxb
2.2.3 Kandungan
Rimpang temu hitam mengandung senyawa – senyawa bioaktif seperti
saponin, flavonoid, polifenol, triterpenoid, dan glukan (Sweetymol & Thomas,
2014; Kitamura et al., 2007). Rimpang temu hitam mengandung minyak atsiri,
tannin, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton,
germakron, α-Elemene, βElemene, γElemene, linderazulekurkurmin,
demethyoxykurkumin, bisdemethyoxykurkumin (Dalimartha 2004). Minyak atsiri
yang terkandung di dalam minyak atsiri yang terkandung pada rimpang temu
hitam mengandung 18 senyawa metabolit sekunder aktif. Senyawa yang dinilai
berperan terhadap aktivitas yang dapat meningkatkan sistem imun ialah senyawa
Naftalen 1,2,3,4,4a,5,6,8a-oktahidro-1,8a-dimetil-7-(1-metiletenil) dan
Benzofuran 6-etenil 4,5,6,7-tetrahidro-3,6-dimetil-5-isopropenil-,trans (George &
Britto, 2015).
(Srivastava et al., 2006), antivirus pada HIV – 1 (Otake et al., 1995) dan
antioksidan (Nurcholis et al., 2015). Rimpang temu hitam juga berfungsi sebagai
pengobatan gastrointestinal seperti diare, infeksi jamur dan antiandrogenik
(Suphorm et al., 2012).
2.3.2 Antibodi
Antibodi merupakan suatu protein (imunoglobulin) yang dibuat oleh tubuh
sebagai respon terhadap masuknya antigen. Antibodi dapat mengenali dan
mengikat antigen secara spesifik sehingga antibodi mampu membantu proses
perusakan dan pemusnahan antigen. Antibodi bersifat spesifik dalam mengenali
determinan antigenik dari suatu antigen sesuai dengan epitop yang dimiliki oleh
IgD Belum jelas, inisiasi respon imun Reseptor sel B, darah 0,2%
dan kelenjar limfe
IgE Menimbulkan alergi, syok anafilaksis. Terikat pada sel 0,002%
Pertahanan terhadap parasit dan cacing mastosit, basofil
seluruh tubuh dan
darah
2.3.3 Hemaaglutinasi
Hemaaglutinasi berdasarkan penyebab terjadinya digolongkan ke dalam
dua jenis yaitu hemaaglutinasi imun dan hemaaglutinasi non – imun (Hartanto,
Nisa, 2001). Hemaaglutinasi imun merupakan cara untuk menemukan antibodi
atas dasar aglutinasi sel darah merah. Sebagai antigen, dapat digunakan sel darah
merah atau antigen yang mensensitasi sel darah merah. Hemaaglutinasi terbagi
menjadi uji direk (secara langsung) dan indirek (tidak langsung) (Baratawidjaja,
2014).
Pada uji hemaaglutinasi direk, sel darah merah akan bereaksi dengan
antibodi menghasilkan reaksi aglutinasi. Uji hemaaglutinasi direk dilakukan untuk
menentukan antigen selular antara lain antigen yang berada pada sel darah merah,
bakteri dan jamur. Uji hemaaglutinasi indirek dilakukan terhadap antibodi yang
tidak efektif mengaglutinasi sel darah merah. Cara ini efektif digunakan terhadap
antigen yang bukan berasal dari sel darah merah. IgM dalam cairan biologis akan
diikat oleh antigen spesifik pada sel darah merah meskipun ada muatan negatif
pada sel darah merah (Baratawidjaja, 2014).
2.4.1.2 Biokimia
Lisozim dalam keringat, ludah, air mata, air susu ibu merupakan
pertahanan biokimia untuk melindungi tubuh terhadap mikroba gram positif
dengan cara menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri. Saliva
mengandung enzim laktooksidase yang mampu merusak dinding mikroba serta
mengandung antibodi serta komplemen yang dapat berfungsi sebagai opsonin
dalam sel mikroba. Asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibodi
dan empedu dalam usus halus menciptakan lingkungan asam yang mencegah
infeksi mikroba (Sudianto, 2014).
2.4.1.3 Humoral
Pertahanan humoral sistem imun nonspesifik menggunakan berbagai
molekul larut tertentu yang diproduksi di tempat infeksi atau cidera yang
berfungsi lokal pada area bersangkutan. Molekul tersebut antara lain adalah
peptida anti mikroba, seperti defensin, katelisidin dan IFN. Faktor larut lainnya
diproduksi di tempat yang lebih jauh dan dikerahkan di jaringan sasaran melalui
sirkulasi seperti komplemen, protein fase akut, sitokin dan mediator asal
fosfolipid (Bratawidjaja, 2014).
2.4.1.4 Selular
Fagosit, sel NK, sel mast dan eosinofil berperan dalam sistem imun
nonspesifik selular. Sel – sel ini dapat ditemukan dalam dalam sirkulasi atau
jaringan. Sel yang ditemukan dalam sirkulasi adalah neutrofil, eosinofil, basofil,
monosit, sel T, sel B, sel NK, sel darah merah dan trombosit. Contoh sel dalam
jaringan adalah eosinofil, sel mast, makrofag, sel T, sel plasma, dan sel NK
(Bratawidjaja, 2014).
lapisan mukosa – meskipun tidak spesifik dan imunologik, namun sawar tersebut
merupakan komponen vital pertahanan tubuh (Subowo, 2010).
Semua lapisan mukosa yang selalu basah terjadi karena adanya lapisan
lendir yang secara berkesinambungan disekresi. Aktivitas ini menyebabkan
mikroba tidak mudah untuk menempel langsung pada sel. Mikroba akan
terperangkap dan tertahan pada lapisan lendir pada lapisan mukosa, terlebih
dengan adanya gerakan silia yang terdapat di bawah lapisan lendir secara
terkoordinasi yang dapat mengeluarkan patogen dari dalam tubuh. Pengusiran
tersebut dipermudah dengan adanya refleks batuk dan bersin dalam organ saluran
pernapasan atau gerak peristaltik pada saluran pencernaan (Subowo, 2010).
2. Radang
Peradangan adalah reaksi pertahanan utama yang diawali oleh infeksi atau
kerusakan jaringan. Imunoglobulin dan sel – sel fagosit berperan besar dalam
pertahanan tubuh pada permukaan luar meskipun kedua komponen tersebut juga
berperan dalam pertahanan tubuh sistemik. Mediator pertama yang mengawali
terjadinya peradangan dilepaskan untuk mengatur adhesi pada sel – sel endotel
dan leukosit. Pengaturan ini menyebabkan tahapan – tahapan ekstravasasi leukosit
yang diawali dengan gerakan menggelinding sepanjang permukaan dinding
pembuluh darah yang diakhir dengan keluarnya dari pembuluh darah sampai
perpindahan sel – sel radang melalui gerakan kemotaktik menuju tempat
peradangan. Proses peradangan selanjutnya dipertahankan yang melibatkan IL-1,
TNF dan kemokin seperti IL-8. Peradangan diatur oleh protein regulator sistem
komplemen, PGE-2, TGF-β, glukokortikoid dan IL-10.
2.4.3.2 Imunologik
Pertahanan imunologik terhadap infeksi salah satunya dilakukan oleh
antibodi. Antibodi memberikan fungsi penting dalam pertahanan tubuh, baik
sendiri maupun bekerja sama dengan efektor nonspesifik. Molekul antibodi tidak
dapat membunuh mikroba secara langsung di dalam tubuh yang mengalami
infeksi. Kematian mikroba dengan keterlibatan antibodi terjadi dengan adanya
fagositosis. Fagositosis dengan bantuan molekul antibodi disebut dengan
opsoniasi. Opsoniasi berlangsung dengan bantuan sistem komplemen (C3b)
karena pada permukaan sel makrofag terdapat reseptor molekul C3b (CR1) dan Fc
dari antibodi FcR. Fungsi antibodi diantaranya netralisasi aktivitas biologik
toksin mikroba (mekanisme proteksi vaksin toksoid tetanus dan difteri),
menghambat aktivitas enzim patogen menghalangi pelekatan mikroba pada
permukaan mukosa dan menghambat pertumbuhan prokariot (Subowo, 2010).
2.5 Imunostimulan
Imunomodulator adalah bahan alami atau sintetis yang mengatur sistem
kekebalan tubuh dan menginduksi mekanisme sistem imun bawaan dan adaptif.
Zat ini diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu imunostimulan dan
imunosupresan (Shahbazi & Bolhassani, 2017). Imunostimulan digunakan pada
pengobatan penyakit infeksi, kanker dan penyakit imunodefisiensi (Goodman &
Gillman, 2008). Sebaliknya, zat yang berfungsi sebagai imunostimulan
kontraindikasi terhadap penyakit autoimun, reaksi hipersensitifitas dan
transplantasi organ (Hoffman, 2003).
2.5.1 Biologis
2.5.1.1 Hormon Timus
Hormon timus ditemukan dalam darah dan kadarnya menurun pada
berbagai penyakit imun, usia lanjut atau bila organ timus diangkat. Terdapat
empat jenis hormon timus, yaitu timosin alfa, timostimulin, timopoetin dan faktor
humoral timus. Jenis hormon tersebut dapat diperoleh dari sapi dan dapat
disintesis dengan rekayasa genetika. Hormon tersebebut meningkatkan jumlah,
fungsi dan reseptor sel T dan beberapa aspek imunitas selular. Efek samping yang
dapat terjadi berupa reaksi alergi lokal atau sistemik (Baratawidjaya, 2014).
2.5.1.2 Limfokin
Limfokin atau sitokin merupakan kelompok protein yang diproduksi oleh
leukosit dan sel – sel yang berkaitan dan memiliki peran penting dalam respons
imun selular. Beberapa jenis limfokin seperti IL–2 dan TNF yang diproduksi
makrofag dapat disintesis dengan rekayasa genetik (Baratawidjaya, 2014).
2.5.1.3 Interferon
Interferon terbagi atas tiga jenis, yaitu IFN-α, IFN-β, dan IFN-γ. Semua
jenis IFN dapat menghambat replikasi virus DNA dan RNA, sel normal, sel ganas
serta memodulasi sistem imun. Pada dosis tinggi IFN dapat menghambat
proliferasi sel B dan sel T sehingga menurunkan respons imun selular dan
humoral. Pada dosis rendah, IFN merangsang sistem imun dengan meningkatkan
aktivitas sel Natural Killer (NK), makrofag, sel T dan mengatur produksi
antibodi. Dalam klinik, IFN digunakan pada terapi berbagai kanker seperti
melanoma, karsinoma sel ginjal, leukemia mielostik kronik dan Kaposi’s
sarcoma. Efek samping yang dapat ditimbulkan pada pemberian pemberian IFN
adalah sindrom flu, emesis, diare, leukopeni, trombositopeni dan aritmia
(Nafriadi, 2012).
2.5.1.4 Antibodi Monoklonal
Antibodi monoklonal dapat mengikat komplemen, membunuh sel tumor
manusia dan tikus pada pengujian in vivo. Antibodi monoklonal diperoleh dari
penggabungan dua sel; satu sel yang dapat membentuk antibodi dan sel lain yang
dapat hidup berkesinambungan untuk membiakan antibodi. Antibodi monoklonal
dapat memacu respons anti tumor (Baratawidjaya, 2014).
2.5.1.5 Ekstrak Leukosit
Berbagai ekstrak leukosit yaitu dialysed leukocyte extract dan transfer
factor telah digunakan dalam imunostimulasi pada penyakit kandidiasis
mukokutan kronik, koksidiodomikosis, lepra lepromatosa, tuberkulosis, vaksinia
gangrenosa (melalui transfusi leukosit) (Baratawidjaya, 2014).
2.5.1.6 Lymphokine – Activated Killer cells
Lymphocyte Activated Killer cells adalah sel T sitotoksik syngeneic yang
dihasilkan in vitro dengan menambahkan sitokin seperti IL-2 ke sel – sel
seseorang yang kemudian diinfuskan kembali. Prosedur tersebut merupakan
imunoterapi terhadap keganasan (Baratawidjaya, 2014).
2.5.1.7 Bahan Asal Bakteri dan Bahan Asal Jamur
Bahan asal bakteri imunostimulan biologis salah satunya adalah Bacillus
Calmette Guerin (BCG) yang merupakan mikobakterium bovis hidup yang
dilemahkan dan dapat mengkatifkan sel T, memperbaiki produksi limfokin dan
mengaktifkan sel NK. Bahan asal jamur dihasilkan dari berbagai bahan seperti
lentinan, krestin, glukan dan schizophyllan. Bahan – bahan tersebut dapat
meningkatkan fungsi makrofag (Baratawidjaya, 2014).
2.5.2 Sintetik
2.5.2.1 Levamisol
Levamisol adalah obat sintetis yang menginduksi limfosit B dan T,
monosit, dan makrofag. Levamisol digunakan dalam terapi ajuvan dengan 5-
fluorourasil setelah reseksi bedah pada pasien dengan stadium C kanker kolon.
Efek samping yang ditimbulkan dalam penggunaannya adalah alergi, mual, flu
dan nyeri otot. Levamisol juga telah berhasil digunakan dalam kombinasi dengan
polimer untuk pengobatan gangguan dermatologis (Biswajit, 2014).
2.5.2.2 Isoprisonin
Isoprinosin merupakan bahan sintetis dapat meningkatkan kadar sitokin
termasuk IL-1, IL-2, dan IFN-γ. Isoprinosin meningkatkan proliferasi limfosit
terhadap rangsangan mitogenik atau antigenik. Selain itu, isoprinosin menambah
sel T yang aktif dan penanda permukaan sel T yang diinduksi pada
prothymocytes. Obat ini digunakan untuk mengobati infeksi herpes simpleks,
epstein-barr dan virus campak. Efek samping yang mungkin ditimbulkan dari
penggunaannya adalah depresi minor sistem syaraf pusat, mual dan peningkatan
kadar asam urat dalam serum dan urin (Patil, Jaydeokar, & Bandawane, 2012).
2.5.2.3 Thalidomide
Thalidomide dapat menurunkan sirkulasi TNF-α pada pasien dengan
eritema nodosum leprosum. Sebaliknya, thalidomide meningkatkan TNF-α pada
pasien dengan HIV-positif. Selanjutnya, efek terapeutiknya ditemukan juga pada
rheumatoid arthritis yang parah dan angiogenesis (Patil et al., 2012).
2.5.2.4 Muramil Dipeptida
Muramil dipeptida merupakan komponen aktif terkecil dari dinding sel
mikobakteri yang telah dapat disintesis. Pada pemberian oral, MDP dapat
meningkatkan sekresi enzim dan monokin. Bila diberikan dengan minyak dan
antigen, MDP dapat meningkatkan respons imun selular maupun humoral. MDP
dapat diberikan dengan vaksin pengobatan tumor untuk mencegah infeksi dan
kejadian tumor berulang (Baratawidjaya, 2014).
2.5.2.5 Biological Respons Modifier (BRM)
Biologic Respons Modifier (BRM) adalah molekul dengan spektrum luas
yang dapat meningkatkan fungsi sistem imun penjamu, misalnya IFN dan TNF
untuk limfosit B, limfotoksin, MAF dan faktor kemotaktik. Terapi ini digunakan
untuk menyingkirkan infeksi atau penyakit (Baratawidjaya, 2014).
2.5.2.6 Arginin
Arginin merupakan asam amino yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan nitrogen dan menunjukan fungsi imunomodulasi (Baratadwidjaya,
2014).
2.5.2.7 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang menghambat oksidasi molekul lain.
Reaksi oksidasi dapat menimbulkan radikal bebas yang dapat merusak atau
mematikan sel. Antioksidan mengakhiri rantai reaksi ini dengan mengeluarkan
radikal bebas intermediat dan mencegah reaksi oksidasi lain (Baratawidjaya,
2014). Antioksidan terbagi atas dua sistem yaitu sistem enzimatik dan sistem
nonenzimatik (Hoffman, 2003).
2.6 Limpa
2.6.1 Fungsi
Sistem limfatik terdiri atas organ limfoid primer dan organ limfoid
sekunder. Organ limfoid primer merupakan organ yang meproduksi komponen sel
dari sistem imun. Kelompok organ limfoid primer meliputi sumsum tulang dan
organ timus. Organ limfoid sekunder merupakan tempat dimana respon imun
terjadi. Organ limfoid sekunder terdiri dari kelenjar getah bening, tonsil dan limpa
(Kierszenbaum, A. L., Tres, L. L., 2012).
Fungsi utama limpa terletak pada sirkulasi sistemik. Oleh karena itu, limpa
memiliki banyak pembuluh limfatik. Dua bagian limpa yaitu pulpa merah dan
pulpa putih memiliki fungsi yang berbeda. Pulpa merah berfungsi sebagai
penyaring darah dan menghilangkan benda yang dianggap asing serta eritrosit
yang telah rusak. Pada hewan pengerat, pulpa merah berfungsi sebagai tempat
hematopoesis, terutama pada fetus dan neonatus. Fungsi limpa sebagai
penginisiasi respon imun yang disebabkan oleh blood – borne antigen diperankan
pada bagian pulpa putih (Cesta, 2006).
Komponen sel dari pulpa putih mirip dengan sel pada kelenjar getah
bening, kecuali bila antigen memasuki limpa dari darah bukan dari sel getah
bening. Bagian pulpa merah merupakan bagian yang menfiltrasi sel darah merah
yang telah rusak dan mikroorganisme dari sirkulasi darah. Bagian ini juga
menyimpan sel darah merah. Bakteri dapat diidentifikasi oleh makrofag pada
pulpa merah dan dimusnahkan secara langsung atau dengan melibatkan protein
komplemen yang disintesis di hati dan imunoglobulin yang diproduksi di bagian
pulpa putih (Kierszenbaum, A. L., Tres, L. L., 2012).
2.6.2 Histologi
Organ limpa berwarna merah tua higga biru kehitaman dengan bentuk
memanjang. Limpa terletak di bagian kranial abdomen kiri. Bagian terluar dari
limpa tersusun atas sel mesotelial yang umumnya tidak tampak pada pengamatan
histologi. Limpa dibungkus oleh kapsula yang tersusun atas jaringan fibroelastis
dan otot halus. Perpanjangan kapsula ke dalam parenkim limpa ialah trabekula
bercabang yang tersusun atas otot halus dan jaringan fibroelastis. Trabekula terdiri
atas arteri, vena, saraf, dan pembuluh limfe (Aughey, Frye, 2001). Trabekula yang
membawa pembuluh darah membentuk pulpa merah. Trabekula yang terpotong
melintang terlihat bulat dan nodular. Limpa tidak memiliki korteks dan medula,
tetapi bagian stroma pada limpa terdiri atas jejaring retikular.
Diatara pulpa merah dan pulpa putih terdapat zona marginal sinus yang
menerima arteriol radial dari arteri sentral atau arteriol. Zona marginal sinus
terhubung pada sinusoid kecil yang berlokasi pada bagian terluar zona marginal.
Pada bagian zona marginal, darah terhubung dengan jaringan parenkim yang
mengandung makrofag fagositik dan APC. Sel T dan Sel B memasuki limpa dan
disegregasikan di bagian spesifik pada limpa (Kierszenbaum, A. L., Tres, L. L.,
2012).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan selama 6 bulan, yaitu dari bulan Februari
hingga bulan Agustus 2019. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengembangan
Teknologi Industri Agro dan Biomedika (LAPTIAB) Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan Puspitek Serpong.
Alat gelas (Labu Erlenmeyer, Gelas Ukur, Labu Ukur, Lumpang, Alu,
Tabung Reaksi, Corong, Cawan Penguap dan Batang Pengaduk), Tanur (Furnace
1400), Titrator Karl Fischer, Moisture Analyzer, Oven (Memmert), Desikator,
Lemari Asam, Spektrofotometer (Helios), Kuvet, Vortex (VELP Scientica),
Sonikator (Elmasonic S15), kelengkapan hewan uji (Sonde Oral, Kandang Hewan
Uji dan Tempat Pakan), Sentrifus (Hettich Micro 22), Sentrifus Besar (Universal
320 R), Pipa Kapiler, Syringe, Hemasitometer (Nebauer), Timbangan Analitik
(Radwag), Microplate 96 (Costar), Mikropipet (Eppendorf), alat bedah hewan uji
(Papan Bedah, Pisau Bedah, Gunting Bedah, Pins dan Pinset), alat fiksasi limpa
(Cawan Petri, Pinset, Pot Plastik dan Kertas Saring) dan alat pengamatan
histopatologi limpa (Mikroskop Cahaya (Zeiss) yang terhubung Kamera (Zeiss
Axiocam), Kaca Objek dan Cover Glass).
3.2.2 Bahan
3.2.2.1 Tanaman Uji
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba meniran dan
rimpang temu hitam. Tanaman temu hitam diperoleh dari koleksi kebun Djamoe
Organik Martha Tilaar, Cikarang. Tanaman meniran diperoleh dari Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO), Bogor.
Bahan uji yang digunakan antara lain adalah kombinasi fraksi air ekstrak
etanol meniran dan ekstrak etanol rimpang temu hitam (FMTH) yang diperoleh
dari Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika
(LAPTIAB) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong,
sediaan meniran komersil, Sel Darah Merah Domba (SDMD) yang diperoleh dari
darah domba (Ovis aries) yang dimiliki oleh Pusat Teknologi Produksi Pertanian
(PTPP) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong, Na – CMC
0,5% (Natrium Karboksil Metil Selulosa), NaCl 0,9% (Natrium Klorida) dan
larutan alsever.
Bahan kimia yang digunakan antara lain aquadest destilata, pereaksi dalam
penapisan fitokimia: Amoniak 30%, HCl 2% (asam klorida), kloroform, pereaksi
Mayer, pereaksi Dragendorff, eter, pereaksi Liebermann-Bouchard, Asam Asetat
Anhidrat, Asam Sulfat Pekat, FeCl3 1%, Serbuk Magnesium, HCl 25% (asam
klorida) dan amilalkohol, pereaksi dalam analisis kadar total flavonoid dan
fenolik: metanol, AlCl 3% (alumunium klorida), CH3COOK 1 M (kalium asetat),
Folin Ciocalteu 1% dan Na2CO3 6% (Natrium Karbonat), pereaksi dalam
penetapan parameter spesifik dan nonspesifik sampel: pereaksi Karl Fischer dan
HCl 10% (asam klorida), BNF 10% (Buffer Neutral Formaline), etanol 70%,
etanol 85%, etanol 95%, etanol 100%, xylol dan pewarna Hematoksilin – Eosin.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan
galur Sprague – Dawley sehat yang diperoleh dari Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM), Jakarta. Ethical Clearance diperoleh dari Komite Etik FKUI-
RSCM Salemba.
rumus federer yang dapat dilihat pada Lampiran 1 (Federer W, 1991). Sebanyak
tiga puluh ekor tikus dibagi ke dalam 6 kelompok yaitu: kelompok kontrol normal
(N), kelompok kontrol positif (KP), kelompok kontrol negatif (KN), kelompok
FTMH 1 dosis 10mg/kgBB, kelompok FMTH 2 dosis 20mg/kgBB dan kelompok
FMTH 3 dosis 40mg/kgBB (n=5).
Kombinasi fraksi air ekstrak etanol herba meniran dan ekstrak rimpang
temu hitam didapatkan dari Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri
Agro dan Biomedika (LAPTIAB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) Serpong.
2. Flavonoid
3. Saponin
4. Polifenol
Sebanyak 200 mg sampel uji dimasukan ke dalam tabung reaksi lalu
ditambahkan dengan 1 mL larutan FeCl3 10%. Jika terbentuk warna biru tua, biru
kehitaman atau hitam kehijauan menunjukkan adanya senyawa polifenol dan tanin
(Robinson, 1995; Jones dan Kinghorn, 2006).
6. Minyak Atsiri
Sejumlah 200 mg sampel uji ditambahkan 10 mL petroleum eter dan
dipasang corong glass (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air)
pada mulut tabung, dipanaskan selama 20 menit di atas penangas air. Kemudian
didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh, diuapkan pada cawan penguap.
Residu dilarutkan dengan 5 mL alkohol dan disaring. Filtrat yang diperoleh,
diuapkan pada cawan penguap. Hasil positif adanya minyak atsiri ditandai dengan
residu yang berbau aromatic (Depkes RI, 1995).
2. Organoleptis
Penentuan parameter ekstrak dengan menggunakan panca indera yang
mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa.
𝑾𝟐−𝑾𝟎
% Kadar Abu Total = 𝑾𝟏−𝑾𝟎 𝒙 𝟏𝟎𝟎
𝑾𝟐−𝑾𝟎
% Kadar Abu Tidak Larut Asam = 𝒙 𝟏𝟎𝟎
𝑾𝟏−𝑾𝟎
3. Susut Pengeringan
Ditimbang sampel uji secara seksama sebanyak ±200 mg dan dimasukkan
ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada
suhu 105 ºC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang ekstrak
diratakan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol hingga terbentuk
lapisan tipis. Kemudian dimasukkan kedalam eksikator dalam keadaan tutup
terbuka, dikeringkan pada suhu 105 ºC hingga bobot tetap. Sebelum setiap
pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator
hingga suhu kamar. Dikeringkan kembali hingga bobot tetap (Depkes, 2000).
4. Kadar Air
Sejumlah ±500 mg sampel uji ditetapkan kadar airnya dengan
menggunakan metode titrimeter karl fischer. Prinsip penetapannya yaitu sampel
dititrasi dengan larutan iodine dalam methanol. Reagen lain yang digunakan
adalah sulfur dioksida dan piridin. Rasio mutlak antara air dengan iod adalah 1:1
(titik akhir titrasi), sekali konsenterasi iod dalam pereaksi karl fischer ditetapkan,
konsentrasi iod dalam peaksi fischer ditetapkan, konsentrasi air dalam contoh
dapat ditetapkan secara elektrometrik (Gangga, Purwati, & Farida, 2017).
6. Cemaran Mikroba
Percobaan dilakukan dengan metode media agar padat (Angka Lempeng
Total dan Angka Kapang Khamir) dengan cara disiapkan 5 tabung reaksi yang
masing-masing berisi 9 mL pengencer larutan dapar fosfat. Dari hasil
homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet 1 mL pengenceran 10-1 ke dalam
tabung pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dihomogenkan, lakukan
prosedur yang sama hingga pengenceran 10-6. Dari setiap pengenceran dipipet 1
mL ke dalam cawan petri dan dibuat triplo. Ke dalam cawan petri dituang 15-20
mL Nutrient Agar cair (45±1 oC) untuk angka lempeng total dan 15-20 mL Potato
Dextrose Agar cair (45±1 oC) untuk angka kapang kamir, lalu dihomogenkan.
Dibiarkan memadat pada suhu ruangan, kemudian diinkubasi pada suhu 35oC -
37oC untuk media Nutrient Agar selama 24 - 48 jam dan 25oC untuk media Potato
Dextrose Agar selama 1-7 hari (Gangga, et al 2017).
tujuan untuk mengadaptasi hewan coba dengan lingkungan baru dan memperkecil
pengaruh stress terhadap metabolisme yang dapat mengganggu hasil pengamatan.
Hewan coba di tempatkan pada kandang yang diisi 6 ekor dengan suhu ruangan
20 – 26oC (Air Conditioner), kelembaban udara (Rh) 60 – 70% dengan perlakuan
12 jam gelap dan terang dengan bebas akses makanan dan minum (Rahman,
2016).
Dilakukan pengamatan pengenceran tertinggi dan serum darah tikus jantan yang
masih dapat mengaglutinasi sel darah merah domba (Mukhriani, et al 2015).
2 Log (titer) + 1
Pengelompokan Tikus
Aklimatitasi selama 2 minggu
Menjadi 6 Kelompok Secara
Acak (5 ekor/kelompok)
Pemberian Na
Pemberian Dosis 1 : 10 mg/kgBB; Dosis 2 : 20 Pemberian Meniran CMC 0,5%
mg/kgBB; Dosis 3 : 40 mg/kgBB selama14 hari Komersil selama 14 hari selama 14 hari
Imunisasi
Imunisasi SDMD dengan rute Intraperitoneal pada hari ke - 7, 9 dan 12 NaCl 0,9%
Pengambilan Darah dari Sinus Orbital dan Isolasi Serum Pada Hari ke 14
Pembedahan dan
Isolasi Limpa pada Penimbangan Pembuatan Preparat Pengujian
hari ke 14 Organ Limpa Histologi Limpa Titer Antibodi
Pengamatan
Histologi
Analisis Data
tata