Bab 1,2,3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah kesehatan di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu penyakit

yang menular atau tidak menular dan penyakit akut atau kronik. Untuk

penyakit tidak menular salah satunya adalah diabetes melitus, sebagai salah

satu masalah kesehatan yang sangat penting di Indonesia. Dimana diabetes

melitus merupakan salah satu dari empat penyakit tidak menular yang di

prioritaskan di dunia. Diabetes melitus merupakan penyakit kronik atau

penyakit yang rentang waktunya menahun dan penyakit yang tidak menular

(Infodatin Diabetes Melitus, 2020).

Menurut International Diabetes Federation (IDF) (2021), mencatat

bahwa penderita diabetes melitus di seluruh dunia sangat tinggi dan

mengalami pelonjakan setiap tahunnya. Pada tahun 2018, lebih dari 422 juta

orang dewasa hidup dengan penyakit diabetes melitus. Pada tahun 2019,

IDF memperkirakan sedikitnya terdapat 463 juta orang dengan usia 20

tahun sampai dengan 79 tahun di dunia menderita penyakit diabetes melitus.

Pada tahun 2021 IDF mencatat 537 juta orang dewasa dengan usia 20 tahun

sampai dengan 79 tahun di dunia menderita penyakit diabetes melitus.

Prevalensi diabetes melitus diprediksi akan meningkat seiring bertambahnya

umur penduduk, angka diprediksi terus meningkat sampai dengan 578 juta

di tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045.

1
Prevalensi penderita diabetes melitus tertinggi di dunia pada tahun 2021

menurut organisasi International Diabetes Federation (IDF) yaitu Cina

dengan jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 140,9 juta. Kedua yaitu

India dengan jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 74,2 juta. Yang

ketiga yaitu Pakistan dengan jumlah penderita sebanyak 33,0 juta

(International Diabetes Federation, 2021).

Prevalensi penderita penyakit diabetes melitus di Asia Tenggara

berjumlah 78,3 juta penderita. Dimana dari negara-negara yang ada di Asia

Tenggara, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang masuk kedalam

daftar 10 besar jumlah penderita diabetes melitus tertinggi di dunia, dengan

jumlah penderita sebanyak 19,5 juta penderita. Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) mencatat pada tahun 2018 data penderita diabetes melitus

berusia  15 tahun. Menurut diagnosa dokter pada usia  15 tahun sebesar

2%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan prevalensi diabetes

melitus pada penduduk berusia  15 tahun, pada hasil Riskesdas tahun 2013

sebesar 1,5%. Tetapi prevalensi penderita diabetes melitus menurut hasil

pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada tahun 2013, menjadi

8,5% pada tahun 2018. Dari hasil ini menunjukkan bahwa hanya sekitar

25% penderita diabetes melitus yang mengetahui bahwa dirinya menderita

diabetes melitus.

Di Indonesia terdapat empat provinsi dengan prevalensi tertinggi pada

tahun 2013 dan 2018, yaitu DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Sulawesi Utara,

2
dan Kalimantan Timur. Pada tahun 2018, Gorontalo merupakan salah satu

daerah yang mengalami peningkatan prevalensi tertinggi sebesar 0,9%,

disamping Riau, DKI Jakarta, Banten, dan Papua Barat (Riskesdas, 2018).

Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo mencatat penderita diabetes

melitus pada tahun 2020 sebanyak 3.908 penderita, pada tahun 2021 terjadi

peningkatan yang sangat signifikan sebanyak 17.895 penderita, dan pada

tahun 2022 dengan jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 13.678

penderita. Dimana data ini terdiri dari satu Kota Gorontalo dan dari lima

Kabupaten. Jumlah penderita diabetes melitus terbanyak di Provinsi

Gorontalo pada tahun 2022 yaitu di Kabupaten Bone Bolango dengan

jumlah 9.513 penderita, kedua di Kabupaten Gorontalo sebanyak 1.964

penderita, dan ketiga di Kabupaten Boalemo sebanyak 1.058 penderita.

Menurut Dinas Kesehatan Bone Bolango, Puskesmas Tapa merupakan

tertinggi kedua penderita diabetes melitus dengan jumlah penderita

sebanyak 283 penderita.

Di Indonesia kasus diabetes melitus terhitung tinggi dimana

dipengaruhi oleh beberapa penyebab yaitu, keturunan atau genetik bila

diantara anggota keluarga memiliki riwayat diabetes melitus maka sangat

mungkin meningkatkan faktor terjadinya diabetes pada seseorang. Usia,

dimana terjadi penurunan fungsi organ. Gaya hidup, meliputi pola makan

yang tidak sehat, jarang berolahraga atau beraktivitas fisik, dan obesitas.

Diabetes melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan

3
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak

dan protein yang terjadi ketika pankreas tidak mampu menghasilkan insulin

yang diperlukan ataupun ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin

secara efektif, sehingga terjadinya peningkatan kadar gula darah.

Peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemi yang tidak terkontrol dapat

menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh, dan dapat menyebabkan

komplikasi (Korengkeng, 2022).

Dalimartha (2004), menjelaskan bahwa penderita diabetes melitus bisa

berasal dari semua lapisan umur serta tidak membedakan orang kaya

ataupun miskin. Kadar gula darah yang melebihi nilai normal

(Hiperglikemi) yang diakibatkan oleh tubuh kekurangan insulin baik absolut

maupun relatif merupakan gejala yang timbul pada penderita diabetes

melitus. Gejala yang sering dirasakan yaitu rasa haus, sering kencing,

banyak makan tetapi terjadi penurunan berat badan, gatal-gatal, dan badan

terasa lemah.

PERKENI (2021), menjelaskan penatalaksanaan penyakit diabetes

melitus dapat dikelompokkan dalam empat pilar, yaitu edukasi, terapi nutrisi

medis, latihan fisik, dan farmakologis. Terapi nutrisi medis merupakan

suatu prinsip pengaturan makanan yang baik dan bagian yang sangat

penting dalam penatalaksanaan diabetes melitus secara total. Terapi nutrisi

medis bertujuan untuk mempertahankan kadar gula darah menjadi normal

dan mengusahakan agar berat badan penderita dalam batasan normal.

4
Terapi nutrisi medis atau diet merupakan perencanaan pola makan yang

seimbang dan sesuai dengan kadar kalori dan zat gizi masing-masing

penderita. Penderita diabetes melitus ditekankan dapat memahami

keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.

Oleh karena itu, penderita diabetes melitus banyak yang merasakan jenuh

dan stres karena harus menaati program diet yang harus diterapkan selama

hidupnya. Dengan adanya terapi nutrisi medis dapat mengubah gaya hidup

penderita diabetes melitus (PERKENI, 2021).

Ketika terjadi penekanan untuk menaati program diet maka akan

menyebabkan terjadinya stres yang disebabkan oleh pembatasan jadwal

makan, jenis makanan yang dikonsumsi, dan jumlah makanan yang harus

dikonsumsi. Dimana terjadi perubahan yang sangat signifikan antara pola

kebiasaan makan sebelum sakit dan pola makan saat sakit. Keberhasilan

menjalankan program diet dan pengendalian kadar gula darah dapat

dipengaruhi oleh cara menangani stres yang terjadi (Nurkamilah &

Widayati, 2018).

Hasil penelitian Setyorini (2017), pada dasarnya para penderita diabetes

melitus sudah banyak yang mengetahui anjuran untuk diet, akan tetapi tidak

mematuhinya. Penderita diabetes melitus banyak yang menganggap bahwa

makanan diet banyak yang tidak menyenangkan atau tidak enak sehingga

mereka makan sesuai dengan kemauan mereka sebelum menunjukkan gejala

yang serius. Diperlukan pengetahuan yang wajib dimiliki oleh penderita

5
diabetes melitus tersebut, dikarenakan bahwa pengetahuan ialah dasar untuk

melaksanakan tindakan, sehingga setiap penderita yang akan melaksanakan

tindakan diawali dengan tahu, selanjutnya memiliki inisiatif untuk

melaksanakan tindakan berdasarkan pengetahuan yang dipelajari.

Pengetahuan yang baik dapat mewujudkan perilaku yang baik, namun

pengetahuan yang tidak baik dapat mewujudkan perilaku yang tidak baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Sundari (2018), mengatakan bahwa

tingkat pengetahuan dengan tingkat stres menjalani diet memiliki hubungan,

diartikan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan semakin rendah tingkat

stres pada penderita diabetes melitus dalam menjalani diet, begitupun

sebaliknya dalam menjalankan diet. Penderita diabetes melitus memiliki

tingkat stres yang tinggi, yang berkaitan dengan treatment yang harus

dilaksanakan untuk pencegahan terjadinya kadar gula darah yang tidak

terkontrol dan terjadinya komplikasi. Penderita diabetes melitus harus

merubah pola hidup dan diet, hal ini sulit untuk dijalankan dikarenakan

sama dengan mengubah kebiasaan-kebiasaan yang telah mereka jalankan

selama hidup, dan kemudian harus diubah secara drastis. Stres yang dialami

penderita diabetes melitus dalam waktu lama dapat memperburuk kondisi

kesehatan mereka. Dengan adanya pengetahuan tentang diet atau terapi

nutrisi medis dapat menangani stres yang terjadi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di

Puskesmas Tapa yang didapatkan dari wawancara dengan salah satu petugas

6
kesehatan, pada tahun 2022 jumlah penderita diabetes melitus yang dilayani

sesuai standar sebanyak 224 penderita. Petugas kesehatan mengatakan

bahwa dari 8 penderita diabetes melitus, enam penderita diantaranya

merasakan stres dengan anjuran yang diberikan oleh dokter dengan tanda

merasa bingung dengan apa yang akan dikonsumsi dan dihindari, dan

kadang bosan dengan apa yang dikonsumsi. Dua penderita lainnya merasa

jera karena tidak mematuhi anjuran dokter dan menyebabkan peningkatan

kadar gula darahnya, dan pernah merasakan stres dengan anjuran tersebut,

tetapi lama kelamaan sudah bisa menjalankan diet yang dianjurkan.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

meneliti tentang hubungan pengetahuan tentang diet dengan tingkat stres

menjalani diet pada penderita diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas

Tapa.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Menurut International Diabetes Federation (IDF), mencatat bahwa

penderita diabetes melitus di seluruh dunia sangat tinggi dan mengalami

pelonjakan setiap tahunnya.

2. Prevalensi penderita penyakit diabetes melitus di Asia Tenggara berjumlah

78,3 juta penderita. Dari negara-negara yang ada di Asia Tenggara,

Indonesia menjadi satu-satunya negara yang masuk kedalam daftar 10 besar

jumlah penderita diabetes melitus tertinggi di dunia, dengan jumlah

penderita sebanyak 19,5 juta penderita.

7
3. Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo mencatat penderita diabetes melitus

pada tahun tahun 2022 jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 13.678

penderita.

4. Berdasarkan data jumlah penderita terbanyak di Provinsi Gorontalo pada

tahun 2022 yaitu di Kabupaten Bone Bolango dengan jumlah 9.513

penderita.

5. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas

Tapa yang didapatkan dari wawancara dengan salah satu petugas kesehatan,

pada tahun 2022 jumlah penderita diabetes melitus yang dilayani sesuai

standar sebanyak 224 penderita, pelayanan yang berupa pengukuran gula

darah minimal satu kali dalam sebulan, edukasi perubahan gaya hidup dan

terapi nutrisi medis, dan melakukan rujukan jika perlu. Di dapatkan enam

dari delapan penderita diabetes melitus merasakan stres dengan anjuran

yang diberikan oleh dokter dengan tanda merasa bingung dengan apa yang

akan dikonsumsi dan dihindari, dan kadang bosan dengan apa yang

dikonsumsi.

1.3. Rumusan Masalah

”Apakah ada hubungan antara pengetahuan tentang diet dengan tingkat

stres menjalani diet pada penderita diabetes melitus di wilayah kerja

Puskesmas Tapa?”

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

8
Tujuan umum dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan

antara pengetahuan tentang diet dengan tingkat stres menjalani diet pada

penderita diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Tapa.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi pengetahuan tentang diet pada penderita

diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Tapa.

2. Untuk mengidentifikasi tingkat stres menjalani diet pada penderita

diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Tapa.

3. Untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan tentang diet dengan

tingkat stres menjalani diet pada penderita diabetes melitus di wilayah

kerja Puskesmas Tapa.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang hubungan

pengetahuan diet dengan tingkat stres menjalani diet pada penderita

diabetes melitus sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan dan acuan pengembangan penelitian

dalam praktik keperawatan khususnya pengembangan ilmu keperawatan

medikal bedah yang berhubungan dengan diabetes melitus.

1.5.2. Praktis

9
1. Responden

Penderita dapat memiliki pengetahuan tentang diet dan tingkat stres

menjalani diet pada penderita diabetes melitus.

2. Puskesmas

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi tenaga

kesehatan baik perawat, dokter, ahli gizi di puskesmas dalam

memberikan pendidikan kesehatan mengenai pengetahuan diet dan

kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus.

3. Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar atau bahan rujukan

untuk mengembangkan penelitian selanjutnya terkait dengan hubungan

pengetahuan diet dengan tingkat stres menjalani diet pada penderita

diabetes melitus.

10
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

2.1. Konsep Stres

2.1.1. Pengertian Stres

Menurut WHO (2020), stres merupakan segala jenis perubahan

yang menyebabkan ketegangan fisik, emosional, atau psikologis. Stres

merupakan suatu bentuk respon tubuh terhadap apapun yang

membutuhkan perhatian ataupun tindakan. Setiap orang memiliki cara

merespon stres yang berbeda-beda.

Menurut Taylor (2018), stres merupakan pengalaman emosional

negatif yang disertai dengan perubahan biokimia, fisiologis, kognitif, dan

perilaku yang dapat diprediksi yang diarahkan untuk mengubah peristiwa

stres atau mengakomodasi efeknya. Stres merupakan realita sehari-hari

yang selalu ada di tengah-tengah masyarakat, pada dasarnya bukan hanya

yang bersifat negatif yang dapat menyebabkan stres tetapi hal positif juga

dapat menyebabkan stres.

Menurut Anggawijayanto (2019), stres merupakan pengalaman

psikologi yang mudah mempengaruhi fungsi-fungsi tubuh. Stres juga

11
sebagai hasil dari permintaan yang dirasakan pada organisme yang

melebihi sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Stres merupakan segala bentuk perubahan yang dapat berdampak

pada fisik, emosional, atau psikologis. Stres merupakan perasaan yang

umumnya dapat kita rasakan saat berada dibawah tekanan, merasa

kewalahan, atau kesulitan menghadapi suatu situasi.

2.1.2. Faktor Penyebab Stres

Menurut Lukaningsih (2011), stres dapat disebabkan oleh beberapa

faktor yaitu:

1. Kondisi biologis

Berbagai penyakit infeksi, trauma fisik dengan kerusakan organ

biologis, malnutrisi, kelelahan fisik, serta kekacauan fungsi biologis

yang berkelanjutan.

2. Kondisi psikologis

1) Berbagai konflik dan frustasi yang berhubungan dengan kehidupan

modern.

2) Berbagai kondisi yang mengakibatkan sikap atau perasaan rendah

diri, seperti kegagalan mencapai sesuatu yang sangat di idam-

idamkan.

3) Berbagai kehidupan kehilangan seperti posisi, keuangan, kawan,

atau pasangan hidup yang sangat dicintai.

12
4) Berbagai kondisi kekurangan yang dihayati sebagai sesuatu cacat

yang sangat menentukan, sepertu penampilan fisik, jenis kelamin,

usia, intelegensia, dan lain-lain.

5) Berbagai kondisi perasaan bersalah terutama yang menyangkut kode

moral etika yang dijunjung tinggi tetapi gagal dilaksanakan.

3. Kondisi sosio-kultural

Kehidupan modern telah menempatkan manusia kedalam suat

kancah stres sosio kultural yang cukup berat. Perubahan sosio ekonomi

dan sosio budaya yang datang secara cepat dan bertubi-tubi

memerlukan suatu mekanisme pembelaan diri yang memadai.

2.1.3. Gejala Stres

Menurut Agung (2014), gejala stres dapat dilihat dengan cara

sebagai berikut:

1. Gejala fisiologis, yaitu: Denyut jantung bertambah cepat, banyak

berkeringat (terutama keringat dingin), pernafasan terganggu, otot

terasa tegang, sering ingin buang air kecil, sulit tidur, gangguan pada

pencernaan, dan sebagainya.

2. Gejala psikologis, yaitu: Resah, sering merasa bingung, sulit

berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan, perasaan tidak enak, dan

sebagainya.

13
3. Gejala perilaku, yaitu: Berbicara cepat, menggigit kuku, menggoyang-

goyangkan kaki, tick, gemetar, perubahan nafsu makan (bertambah atau

berkurang).

2.1.4. Tingkat Stres

Menurut Priyoto (2014), stres dapat dibedakan menjadi tiga

tingkatan yaitu:

1. Stres ringan

Stres ringan merupakan stressor yang dihadapi setiap orang secara

teratur, seperti banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan.

Situasi stres ringan berlangsung beberapa menit saja atau jam saja.

Ciri-ciri stres ringan yaitu semangat meningkat, penglihatan

tajam, energi meningkat namun cadangan energi menurun, kemampuan

menyelesaikan pelajaran meningkat, sering merasa letih tanpa sebab,

kadang-kadang terdapat gangguan sistem seperti pencernaan, otak,

perasaan tidak santai. Stres ringan berguna karena dapat memacu

seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih tangguh menghadapi

tantangan hidup.

2. Stres sedang

Stres sedang berlangsung lebih lama dari pada stres ringan.

Penyebab dari stres sedang ini yaitu situasi yang tidak terselesaikan

dengan rekan, anak yang sakit, atau ketidakhadiran yang lama dari

14
anggota keluarga. Ciri-ciri dari stres sedang ini seperti sakit perut,

mules, otot-otot terasa tegang, perasaan tegang, gangguan tidur, badan

terasa ringan.

3. Stres berat

Stres berat merupakan situasi yang lama dirasakan oleh seseorang

dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, seperti

perselisihan perkawinan secara terus menerus, kesulitan finansial yang

berlangsung lama karena tidak ada perbaikan, berpisah dengan

keluarga, berpindah tempat tinggal, mempunyai penyakit kronis , dan

termasuk perubahan fisik, psikologis sosial pada usia lanjut.

Ciri-ciri dari stres ini yaitu sulit beraktivitas, gangguan hubungan

sosial, sulit tidur, perasaan negatif, penurunan konsentrasi, takut tidak

jelas, keletihan meningkat, tidak mampu melakukan pekerjaan

sederhana, gangguan sistem meningkat perasaan takut meningkat.

2.1.5. Jenis Stres

Menurut Ibrahim (2003), jenis stres dapat dibedakan menjadi tiga

yaitu:

1. Stres fisik merupakan stres yang diakibatkan oleh suhu atau temperatur

yang terlalu tinggi atau rendah, suara ruangan yang bising, dan cahaya

yang terlalu terang.

2. Stres kimiawi merupakan stres yang diakibatkan oleh asam-basa kuat,

obat-obatan, zat beracun, hormon, atau gas. Stres mikrobiologik

15
disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan

penyakit.

3. Stres fisiologis merupakan stres yang diakibatkan oleh gangguan

struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan

fungsi tubuh tidak normal. Stres proses pertumbuhan dan

perkembangan.

2.1.6. Faktor Risiko Stres pada Penderita Diabetes Melitus

Menurut Robinson (2018) dalam Sundari (2018), terdapat beberapa

faktor risiko stres pada penderita diabetes melitus.

1. Perempuan, Perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk

mengalami depresi, kecemasan, dan stres daripada laki-laki.

2. Remaja atau dewasa muda dan dewasa menegah

Anak-anak dan remaja dengan DM tipe 1 memiliki risiko yang

tinggi untuk masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan,

gangguan makan dan gangguan perilaku. Risikonya meningkat selama

masa remaja. Studi menunjukkan bahwa gangguan kesehatan mental

diprediksi dengan adanya manajemen dan kontrol diabetes yang buruk

dan buruknya hasil medis. Seperti kontrol gula darah yang memburuk,

karena kemungkinan masalah kesehatan mental meningkat.

3. Kemiskinan, stres kehidupan, dan kurangnya dukungan sosial

4. Pengontrolan gula darah yang tidak baik

16
5. Beban penyakit yang lebih banyak dan lamanya menderita diabetes

melitus

6. Adanya komplikasi jangka panjang.

2.1.7. Stres dalam Melaksanakan Diet Diabetes Melitus

Stres merupakan kondisi dimana kita tidak dapat mengatasi

ancaman yang datang oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual

manusia, yang nantinya dapat berpengaruh pada kesehatan fisik. Keadaan

ini sering dijumpai pada penderita ketika sedang melaksanakan terapi

diet yang telah dianjurkan. Penyakit diabetes melitus ini tidak bisa

disembuhkan secara total, sehingga membutuhkan kedisiplinan,

kepatuhan dan motivasi untuk menjalankan terapi diet ini dengan

mengonsumsi makanan yang seimbang (Sundari, 2018).

Terjadi peningkatan stimulus simpatoadrenal dapat menyebabkan

peningkatan kadar gula darah dimana dapat mengakibatkan stres secara

emosional. Dimana ketika stres juga dapat meningkatkan selera makan

dan membuat penderita sangat lapar khususnya pada makanan kaya

karbohidrat dan lemak, sehingga stres dapat menjadi musuh yang paling

berbahaya bagi pelaksanaan diet. Oleh karena itu, penderita perlu selalu

memahami bahwa stres merupakan pemicu kenaikan kadar glukosa darah

sehingga mereka harus selalu berupaya untuk meredamnya. Mereka

dapat memodifikasi diet, akan tetapi tetap memperhatikan aturan- aturan

yang dianjurkan, misalnya menetapkan menu sehari-hari sesuai dengan

17
makanan yang disenangi tetapi tetap memperhatikan aturan diet yang

dianjurkan dengan jalan berkonsultasi dengan perawat, dokter atau ahli

gizi, dan agar tidak merasakan jenuh dalam menjalankan terapi diet.

Berbagi pengalaman dengan penderita lain yang berhasil mematuhi diet

juga akan bermanfaat bagi penderita diabetes (Widodo, 2012).

2.2. Konsep Pengetahuan Diet Diabetes Melitus

2.2.1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan hasil tahu

yang terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu

objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu

penglihatan, pendengaran, penghidu, perasa, dan peraba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau

kognitif menjadi domain penting dalam seseorang melakukan tindakan.

Menurut Efendi dan Makhfudli (2013), sebelum seseorang

berperilaku yang baru, maka dalam diri seseorang tersebut akan terjadi

sebuah tahap-tahap, yakni sebagai berikut:

1. Timbul kesadaran (Awareness), yakni dimana seseorang menyadari,

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus/ objek.

2. Ketertarikan (Interest), dimana seseorang mulai menaruh perhatian

dan tertarik pada stimulus.

18
3. Menimbang-nimbang (Evaluation), ketika seseorang dapat

mempertimbangkan baik buruknya tindakan yang akan terjadi bagi

dirinya.

4. Mulai mencoba (Trial), dimana seseorang memutuskan untuk mulai

mencoba perilaku baru.

5. Mengadaptasi (Adaption), dimana seseorang telah berperilaku baru

sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap

stimulus.

2.2.2. Tingkat Pengetahuan

Setiap orang memiliki tingkatan pengetahuan atau memiliki

pengetahuan yang berbeda-beda dikarenakan pengindraan setiap orang

terhadap suatu objek itu berbeda-beda. Adapun enam tingkatan

pengetahuan menurut Notoatmodjo (2012).

1. Tahu (Know)

Tingkat pengetahuan yang paling rendah ini hanya sebatas

mengingat kembali pelajaran yang telah didapatkan sebelumnya,

seperti mendefinisikan, menyatakan, menyebutkan, dan menguraikan.

2. Memahami (Comprehension)

Pada tahap ini pengetahuan yang dimiliki sebagai keterampilan

dalam menjelaskan mengenai objek ataupun sesuatu dengan tepat.

Seseorang mampu menjelaskan, menyimpulkan, dan menginterpretasi

objek atau sesuatu yang telah dipahami sebelumnya.

19
3. Aplikasi (Application)

Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini yaitu ketika dimana

objek yang telah dipahami sebelumnya dan sudah menjadi materi,

selanjutnya diaplikasikan atau diterapkan pada keadaan atau

lingkungan yang sebenarnya.

4. Analisis (Analysis)

Pada tahap ini pengetahuan yang dimiliki yaitu dapat

mengelompokan suatu objek ke dalam unsur yang memiliki

keterkaitan satu sama lain serta dapat menggambarkan dan

membandingkan atau membedakan.

5. Sintesis (Synthesis)

Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini berupa dapat

merencanakan dan menyusunan kembali komponen pengetahuan ke

dalam suatu pola baru yang komprehensif.

6. Evaluasi (Evaluation)

Tahap ini merupakan tahap akhir dalam tingkatan pengetahuan

yaitu berupa penilaian terhadap suatu objek serta dideskripsikan

sebagai sistem perencanaan, perolehan, dan penyediaan data guna

menciptakan alternatif keputusan.

20
2.2.3. Tujuan Terapi Diet Diabetes Melitus

Menurut Ningtiyas (2020), menjelaskan tujuan dari terapi diet

diabetes melitus yaitu:

1. Dapat membertahankan kadar gula darah agar normal dengan

menyeimbangkan asupan makanan dan insulin, obat penurun gula

darah dan aktivitas fisik.

2. Dapat mencapai dan dapat mempertahankan kadar lipida serum dalam

ambang normal.

3. Memberikan energi yang cukup untuk mempertahankan atau

mencapai berat badan yang ideal.

4. Menghindari atau menangani komplikasi akut penderita serta masalah

yang berhubungan dengan latihan jasmani.

5. Meningkatkan derajat kesehatan serta keseluruhan melalui gizi yang

optimal.

2.2.4. Syarat Diet Diabetes Melitus

Prinsip pengaturan pola makan pada penderita diabetes melitus

hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu

makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi

masing-masing individu. Menurut International Diabetes Federation

(IDF) (2017) merekomendasikan syarat diet yang sehat yaitu:

1. Tidak mengonsumsi kopi, jus buah, teh, soda, dan minuman manis

lainnya dan memilih menggantikannya dengan air.

21
2. Dalam satu hari makan tiga kali sehari dengan mengonsumsi sayur

dan buah-buahan.

3. Ketika ingin mengemil lebih memilih kacang, buah segar atau yoghurt

yang tidak manis untuk dikonsumsi.

4. Menghindari minuman yang beralkohol.

5. Tidak memilih unggas dan seafood untuk dikonsumsi, melaainkan

memilih daging yang mengandung sedikit lemak.

6. Memilih makan nasi merah dari pada nasi putih.

7. Tidak memilih mentega, minyak hewani ataupun minyak kelapa,

tetapi lebih memilih minyak rendah lemak.

2.2.5. Pedoman Diet dengan 3J (Jadwal, Jenis, Jumlah)

Diet 3J merupakan pengaturan pola makan yang sesuai yang terdiri

dari jadwal makan, jumlah makan, dan jenis makanan. Dalam

melaksnakan terapi ini penderita harus dalam keadaan sikap positif.

Menurut PERKENI (2021) menjelaskan terkait dengan 3J, sebagai

berikut:

1. Jadwal

Secara umum, pengaturan makanan sehat bagi penderita

diabetes melitus terbagi dalam 3 porsi besar, yaitu makan pagi sebesar

22
20%, makan siang sebesar 30%, dan sore sebesar 25%, serta 2-3 porsi

makanan ringan sebesar 10-15% diantaranya.

2. Jenis

Menurut PERKENI (2021), jenis atau komposisi makanan yang

dianjurkan dalam terapi ini yaitu:

1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Terutama karbohidrat yang memiliki tinggi serat.

2) Lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

3) Protein yang anjurkan 10-20% total asupan energi.

4) Natrium yang dianjurkan untuk penderita diabetes melitus sama

dengan orang sehat yaitu <1500 mg perhari.

5) Penderita diabetes melitus dianjurkan mengonsumsi serat dari

kacang-kacangan, buah, sayuran, dan sumber karbohidrat yang

tinggi serat.

6) Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas

aman (Accepted Daily Intake/ADI).

3. Jumlah

Terdapat beberapa cara dalam menentukan jumlah kalori yang

dibutuhkan oleh penderita diabetes melitus, yang dimana harus sesuai

dengan kebutuhan energi hariannya. Ketika terjadi kelebihan asupan

energi dapat mengakibatkan kegemukan, dan jika terjadi

23
ketidakcukupan energi secara berangsur-angsur akan mengakibatkan

penurunan berat badan pada penderita diabetes melitus. Besarnya

kebutuhan asupan energi untuk penderita diabetes melitus dapat

dihitung setelah diketahui Berat Badan Ideal (BBI) dan indeks massa

tubuhnya (PERKENI, 2021).

1). Penentuan Berat Badan Ideal (BBI) menggunakan rumus Broca

yang dimodifikasi:

a. Berat badan ideal= 90% x (TB dalam cm-100) x 1 kg

b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di

bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi:

Berat Badan Ideal (BBI) = (TB dalam cm-100) x 1 kg

 BB Normal: BB ideal ±10%

 Kurus: kurang dari BBI -10%

 Gemuk: lebih dari BBI +10%

2). Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh dapat dihitung dengan rumus:

IMT= BB (kg)/ TB (m2)

Klasifikasi IMT:

a. BB kurang <18,5

b. BB Normal 18,5-22,9

c. BB Lebih ≥23,0 =

 Dengan risiko 23-24,9

24
 Obes I 25-29,9

 Obes II ≥30

2.2.6. Faktor-faktor yang Menentukan Kebutuhan Kalori

Menurut PERKENI (2021), menjelaskan faktor-faktor yng

menentukan kebutuhan kalori sebagai berikut:

1. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori basal perhari untuk perempuan sebesar 25

kal/kgBB sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.

2. Umur

1). Penderita usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%

untuk setiap dekade antara 40 dan 59 tahun.

2). Penderita usia di antara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.

3). Penderita usia di atas usia 70 tahun, dikurangi 20%.

3. Aktivitas fisik atau pekerjaan

1). Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas

fisik.

2). Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada

keadaan istirahat.

3). Penambahan sejumlah 20% pada pasein dengan aktivitas ringan

seperti pegawai kantor, guru, ibu rumah tangga.

4). Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang seperti pegawai

industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang.

25
5). Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat seperti petani,

buruh, atlet, militer dalam keadaan latihan.

6). Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat : tukang

becak, tukang gali.

4. Stres metabolik

Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stres metabolik

(sepsis, operasi, trauma).

5. Berat badan

Pasien DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-

30% tergantung kepada tingkat kegemukan. Pasien DM kurus,

kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan

untuk meningkatkan BB. Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit

1000-1200 kal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk

pria.

2.3. Konsep Diabetes Melitus

2.3.1. Pengertian Diabetes Melitus

Menurut American Diabetis Association (ADA) (2020), Diabetes

melitus merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan

kadar gula darah akibat terjadinya gangguan sekresi insulin, kerja dari

insulin, ataupun keduanya. Insulin merupakan hormon yang diproduksi

oleh salah satu organ yaitu pankreas, hormon ini berfungsi untuk

26
membantu penyerapan glukosa dalam sel-sel tubuh untuk mendalikan

kadar gula darah.

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik, progresif yang

dikarakteritikan dengan ketidakmampuan tubuh untu melakukan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein awal terjadinya

hiperglikemia. Diabetes melitus suatu kumpulan gejala yang muncul

pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatankadar

gula darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif

(Hidayah, 2020).

2.3.2. Klasifikasi Diabetes Melitus

1. Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes melitus yang dimana insulin tidak diproduksi dengan baik

atau kurangnya insulsin yang dihasilkan oleh pankreas. Dan terjadi

gangguan sel-sel pada pankreas yang memproduksi insulin, akibatnya

insulin yang ada dalam tubuh tidak cukup atau tidak ada sama sekali

dan dapat menyebabkan penumpukan gula darah di dalam peredaran

darah karena tidak dapat bergerak ke dalam sel. Dimana kondisi seperti

ini disebabkan oleh penyakit autoimun yang merusak sel beta pankreas

(Gayatri dkk, 2019).

2. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 merupakan keadaan dimana terjadi

hiperglikemia yang awalnya dari ketidakmampuan sel-sel tubuh untuk

27
merespon sepenuhnya terhadap insulin, kondisi yang disebut resistensi

insulin. Dengan timbulnya resistensi insulin, hormon kurang efektif dan

mendorong peningkatan produksi insulin. Seiring waktu produksi

insulin yang tidak memadai dapat berkembang sebagai akibat dari

kegagalan sel beta pankreas untuk memenuhi pemenuhannya

(International Diabetes Federation (IDF), 2021).

3. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes melitus gestasional merupakan diabetes melitus yang

terjadi pada saat masa kehamilan. Diabetes melitus jenis ini dapat

disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi insulin

dalam jumlah yang dibutuhkan selama masa kehamilan. Keadaan

tersebut diakibatkan karena adanya pembentukan beberapa hormon

pada wanita hamil yang mengakibatkan resistensi insulin. Diabetes

melitus gestasional ini dapat berkembang menjadi diabetes melitus tipe

2 dan terjadi sekitar 2-5% dari kehamilan. Diabetes melitus gestasional

dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin. Permasalahan yang

ditimbulkan oleh diabetes ini adalah macrosomia (bayi lahir dengan

berat badan lebih dari berat badan normal), kecacatan janin, dan

penyakit jantung bawaan (Gayatri dkk, 2019).

2.3.3. Etiologi Diabetes Melitus

1. Faktor Genetik, jika orangtua atau saudara yang sedarah mempunyai

riwayat penyakit diabetes melitus, yang mana penderita diabetes

28
melitus yang sudah dewasa lebih dari 50% berasal dari keluarga yang

menderita diabetes melitus cenderung diturunkan, tetapi bukan

ditularkan. Tetapi pada DM tipe 1 ketika seseorang itu memiliki tipe

anti gen HLA (Human Leukocyte Antigen).

2. Faktor-faktor Imunologi, dimana terdapat respon otoimun yang

merupakan respon abnomal dimana antibodi terarah pada jaringan

normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing (Hidayah, 2020).

3. Faktor Lingkungan Virus dan Toksin, pada DM tipe 1 dapat

menimbulkan proses autoimun yang dapat menyebabkan destruksi.

4. Faktor Usia, pada orang yang berusia 45 tahun keatas beresiko terkenak

diabetes melitus, dikarenakan orang yang berusia tersebut kurang

melakukan aktivitas fisik, mulai kehilangan massa ototnya, dan adanya

peningkatan berat badan. Tetapi bisa menyerang juga di usia anak-anak,

remaja, dan orang dewasa muda (Haryono dan Susanti, 2019).

5. Obesitas, hal ini dikarenakan persediaan cadangan gula dalam tubuh

mengalami peningkatan level yang tinggi. Penurunan berat badan sering

dikaitkan dengan perubahan sensitivitas insulin yang membaik dan

perbaikan toleransi gula (Hidayah, 2020).

2.3.4. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus

Menurut Marasabessy dkk (2020), tanda dan gejala diabetes

melitus yaitu:

29
1. Sering merasa haus dan minum berlebihan (Polidipsi)

2. Buang air kecil lebih sering dari sebelumnya (Poliuri)

3. Mudah lapar dan makan lebih sering (Poliphagia), tetapi berat badan

turun drastis

4. Penglihatan kabur

5. Cepat merasa tersinggung

6. Sering merasa kesemutan/ kram pada tangan atau kaki

7. Mudah lelah

8. Gatal-gatal pada kulit (Pruiritus)

9. Infeksi pada kulit

2.3.5. Diagnostik Diabetes Melitus

Menurut PERKENI (2021), menjelaskan bahwa pada dasarnya

penentuan diagnosis diabetes melitus ini berdasarkan hasil pemeriksaan

kadar gula darah dan HbA1. Dimana pemeriksaan gula darah yang

dianjurkan yaitu pemeriksaan gula darah secara enzimatik dengan

menggunakan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan

dapat dilakukan dengan menggunakan glukometer. Ketika terjadi

glukosuria belum dapat menegakkan diagnosis. Sebagaimana yang

tertera didalam tabel 2.1. dibawah ini.

Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus


Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL.
Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan glukosa 75 gram.
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL dengan keluhan klasik atau

30
krisis hiperglikemia
Pemeriksaan HbA1 6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi
oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP) dan
Diabetes Control and Complications Trial assay (DCCT).
Sumber: PERKENI (2021)

2.3.6. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Menurut Infodatin Diabetes Melitus (2020), menjelaskan bahwa

faktor risiko terbagi menjadi dua, yang pertama faktor risiko yang tidak

dapat dimodifikasi yaitu ras, etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga

dengan diabetes melitus, riwayat melahirkan bayi>4.000 gram, riwayat

lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR atau < 2.500 gram). Dan

yang kedua faktor risiko yang dapat dimofifikasi yaitu berat badan

berlebih, obesitas abdominal/sentral, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,

dislipdemia, diet tidak sehat dan tidak seimbang (tinggi kalori), dan

merokok.

2.3.7. Komplikasi Diabetes Melitus

Menurut International Diabetes Federation (2017), Komplikasi

diabetes melitus yaitu:

1. Diabetic Eye Disease (DED)

Penyakit mata diabetes terjadi secara langsung yang diakibatkan

oleh kadar glukosa darah tinggi kronis yang mengakibatkan kerusakan

kapiler retina, yang mengarah ke kebocoran dan penyumbatan kapiler.

Akhirnya mengakibatkan hilangnya penglihatan sampai kebutaan.

DED terdiri dari diabetic retinopathy (DR), diabetic macular edema

31
(DME), katarak, glukoma, hilangnya kemampuan fokus mata atau

penglihatan ganda.

2. Chronic Kidney Disease (CKD)

Diabetes adalah salah satu penyebab utama gagal ginjal, tetapi

frekuensinya bervariasi antar populasi dan juga terkait dengan tingkat

keparahan dan lamanya penyakit. CKD pasien diabetes bisa

disebabkan oleh nefropatik diabetik, polineuropati disfungsi kandung

kemih, peningkatan kejadian infeksi kandung kemih atau

macrovascular angiopathy.

3. Penyakit jantung

Faktor risiko penyakit jantung pada penderita DM meliputi

merokok, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi dan obesitas.

Komplikasi yang bisa terjadi seperti angina, Coronary Artery

Diseases (CADs), Myocardial Infarction, stroke, Peripheral Arteri

Disease (PAD), gagal jantung.

4. Neuropati diabetic

Neuropati diabetic mungkin merupakan komplikasi DM yang

paling umum. Faktor risiko utama dari kondisi ini adalah tingkat dan

durasi peningkatan glukosa darah. Neuropati dapat mengakibatkan

kehilangan fungsi otonom, motorik, dan sensorik pada tubuh.

Neuropati diabetik dapat menyebabkan perasaan abnormal dan mati

rasa progresif pada kaku yang menyebabkan timbulnya ulkus karena

32
trauma eksternal atau tekanan internal tulang. Neuropati juga

menyebabkan disfungsi ereksi, masalah saluran pencernaan dan

saluran kencing, serta disfungsi otonom jantung.

5. Oral health

Penderita diabetes mengalami peningkatan risiko radang gusi

(periodontitis) atau hyperplasia gingiva jika glukosa darah tidak

dikelola dengan benar. Kondisi mulut terkait diabetes lainnya

termasuk pembusukan gigi, kandidiasis, gangguan neurosensorik

(burning mouth syndrome), disfungsi saliva.

2.3.8. Pencegahan Diabetes Melitus

Menurut Hidayah (2020), menjelaskan pencegahan diabetes

melitus sebagai berikut :

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditunjukan pada orang-

orang kelompok beresiko tinggi yaitu individu yang belum menderita

tetapi berpotensi untuk menderita diabetes melitus Penyuluhan sangat

penting dalam upaya pencegahan diabetes melitus (Edukasi).

2. Pencegahan sekunder

Upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada

pasien yang telah menderita diabetes melitus dilakukan dengan

pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini sejak

33
awal penyakit diabetes melitus. Salah satunya sering terjadi adalah

penyakit kardiovaskuler yang merupakan penyebab utama kematian

pada pasien diabetes melitus. Pencegahan sekunder dapat dilakukan

dengan :

a. Screening

Screening adalah bentuk deteksi dini untuk penyakit yang

berdampak besar bagi hidup. Screening dilakukan dengan

menggunakan tes urin dan kadar gula darah puasa. Screening

direkomendasikan untuk orang-orang yang mempunyai keluarga

diabetes melitus, orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada

saat hamil, orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler, dan

orang-orang gemuk.

b. Pengobatan

Pengobatan yang dilakukan dengan perencanaan diet atau

terapi nutrisi medik yang merupakan pengobatan utama dan

dilakukan bersama latihan jasmani dan kegiatan fisik bilamana

ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat. Obat

hipoglikemik oral hanya digunakan pelapisan insulin dari sel beta

pankreas atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer

c. Diet

34
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe

diabetes melitus. Makanan yang masuk harus dibagi merata

sepanjang hari dikarenakan sangat penting bagi pasien yang

menerima insulin dikordinasikan antara makanan yang masuk

dengan aktivitas insulin. Modifikasi dari faktor-faktor resiko

sebaiknya menjaga berat badan, menjaga tekanan darah, kadar

kolesterol, berhenti merokok, membiasakan diri untuk hidup sehat,

dan membiasakan diri untuk berolahraga secara teratu.

3. Pencegahan tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang DM

yang mengalami kesulitan dalam upaya mencegah terjadinya

kecacatan. Pada upaya pencegahan ini tetap dilakukan penyuluhan

bagi pasien dan keluarga dengan materi penyuluhan upaya rehabilitasi

yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.

2.3.9. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Menurut PERKENI (2021), penatalaksanaan diabetes melitus

terdiri dari empat pilar dalam mengontrol perjalanan penyakit dan

komplikasi yang dapat terjadi. Empat pilar tersebut adalah edukasi, terapi

nutri medis, latihan fisik, dan terapi farmakologis.

1. Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, sangat penting

dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan sangat penting

35
bagi pengelolaan diabetes melitus secara holistik. Edukasi yang

diberikan berupa pemahaman tentang perjalanan penyakit diabetes

melitus, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan diabetes

melitus secara berkelanjutan, risiko dari diabetes melitus, pentingnya

intervensi obat dan pemantauan gula darah, perlunya latihan fisik yang

teratur, mengetahui gejala dan penanganan awal hipoglikemia,

pentingnya penggunaan fasilitas perawatan kesehatan. Edukasi

bertujuan agar penderita dapat mengontrol gula darah, mengurangi

komplikasi yang dapat terjadi, dan meningkatkan kemampuan

merawat diri sendiri.

2. Terapi nutrisi medis

Prinsip pengaturan makan yang baik merupakan bagian yang

sangat penting dari penatalaksanaan diabetes melitus secara total.

Makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat

gizi masing-masing individu. Penderita diabetes melitus perlu

diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan,

jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang

menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi

insulin itu sendiri. Keberhasilan dari terapi ini adalah keterlibatan

secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas

kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya).

3. Latihan fisik

36
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM

tipe 2. Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3-5 hari

seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit per

minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.

Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan

berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan

memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan. Latihan fisik yang

dianjurkan berupa latihan fisik yang bersifat aerobik dengan intensitas

sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat,

bersepeda santai, jogging, dan berenang.

4. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan

makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis

terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1).Obat anti hiperglikemia oral

2).Obat anti hiperglikemia suntik, yang terdiri dari insulin dan agonis

GLP-1/incretin mimetic.

2.4. Kajian Penelitian yang Relevan

Tabel. 2.2. Kajian Penelitian Yang Relevan


Peneliti dan Metode
Judul Hasil
Tahun Penelitian
Sundari & Hubungan Desain Hasil penelitian
Kusnanto Tingkat penelitian menunjukkan bahwa tingkat
(2018) Pengetahuan yang pengetahuan (p =0,049; r =-
dan Diabetes digunakan 0,192) dan diabetes self-
Self- adalah management (p = 0,000; r =

37
Management penelitian -0,341) memiliki hubungan
dengan Tingkat pendekatan terhadap tingkat stres saat
Stres Pasien cross menjalani diet. Diabetes
Diabetes sectional self-management memiliki
Melitus yang hubungan yang sangat kuat
Menjalani Diet dari pada tingkat
pengetahuan terhadap
tingkat stres pasien diabetes
yang menjalani diet.
Setyorini Stres dan Desain Hasil penelitian ini
(2017) Koping pada penelitian menghasilkan 3 tema dan 12
Pasien dengan yang sub tema terkait gambaran
DM Tipe 2 digunakan dari stres dan koping pada
dalam adalah pasien dengan DM tipe 2
Pelaksanaan pendekatan dalam pelaksanaan
Manajemen diskriptif manajemen diet.
Diet di Wilayah kualitatif,
Puskesmas melalui
Banguntapan II wawancara
Kabupaten yang
Bantul mendalam,
observasi dan
dokumentasi.
Aja dkk Gambaran Desain Hasil penelitian yang
(2018) Tingkat penelitian dianalisis yang menunjukan
Pengetahuan yang bahwa distribusi responden
dan Diabetes digunakan berdasarkan kelompok umur
Self- adalah cross penderita Diabetes Melitus
Management sectional yang menjalani diet lebih
dengan Tingkat study. berisiko tinggi ≥ 60 tahun
Stes pasien sebesar 41 (64.1%),
Diabetes dibandingkan dengan
Melitus yang kelompok umur yang
Menjalani Diet berisiko rendah sebesar 40-
di Puskesmas 49 tahun. Kepada variabel
Gorua pengetahuan menunjukan
Kecamatan bahwa distribusi responden
Tobelo berdasarkan tingkat
Kabupaten pengetahuan penderita
Halmahera Diabetes Melitus yang
Utara menjalani diet yang kurang
sebesar 41 (64.1%),
dibandingkan responden
dengan tingkat pengetahuan

38
yang baik lebih rendah
sebesar 23 (35.9%).
Sedangkan variabel lama
menderita menunjukan
bahwa distribusi responden
berdasarkan lama menderita
dengan Diabetes Melitus
yang menjalani diet yang
kurang > 4-6 tahun lebih
besar 41 (64.1%).
Dibandingkan responden
dengan lama menderita yang
baik ≤ 3 tahun sebesar 23
(35.9%). Dan variabel Self
Management yang baik lebih
besar 38 (59.4%).
Dibandingkan dengan
responden Self Management
yang kurang lebih rendah
sebesar 26 (40.6%).
Sedangkan variabel tingkat
stres menjalani diet yang
berat lebih besar 29 (60.9%).
Dibandingkan dengan
responden tingkat stres
menjalani diet sedang lebih
rendah sebesar 35 (39.1%).
Korengken Hubungan Desain Hasil penelitian yang
g dkk Tingkat penelitian menunjukan bahwa tidak
(2022) Pengetahuan yang terdapat hubungan yang
Dengan Tingkat digunakan signifikan antara tingkat
Stres Menjalani adalah pengetahuan dengan tingkat
Diet Penderita descriptive stres menjalani diet
Diabetes correlation penderita diabetes melitus di
Melitus di dengan faskes tingkat satu Klinik
FASKES pendekatan Carisa Manado dengan nilai
tingkat satu cross p= 0.411. Lebih lanjut data
Klinik Carisma sectional menunjukan bahwa sebagian
Manado besar responden memiliki
tingkat pengetahuan kurang
yaitu sebanyak 28 orang
(80%) tingkat stres ringan
yaitu sebanyak 20 orang
(57,1%).

39
Prabowo Peningkatan Metode yang Hasil pengabdian
dkk (2021) Pengetahuan dilakukan menunjukkan peningkatan
Diet Diabetes, adalah pengetahuan diet diabetes
Self- dengan (rerata peningkatan skor
Management pemberian pengetahuan diet diabetes
Diabetes dan ceramah, adalah 24,5+6,2), self
Penurunan diskusi, dan management diabetes (rerata
Tingkat Stres video peningkatan skor self
Menjalani Diet edukasi. management diabetes 8,2+
Pada Pasien Sebelum dan 4,34), dan penurunan tingkat
Diabetes sesudah stres (rerata penurunan skor
Melitus Tipe 2 pengabdian 14,5+5,32) pada pasien DM
di Rumah Sakit dilakukan tipe 2 anggota persadia di
Universitas pemberian RS UNS. Secara tidak
Sebelas Maret kuesioner langsung kegiatan
pengetahuan pengabdian kepada
diet diabetes, masyarakat ini akan
kuesioner self meningkatkan kualitas hidup
management dan kesejahteraan pada
diabetes, dan pasien DM tipe 2 dalam
kuesioner lingkungan persadia RS
tingkat stres UNS.
dalam
menjalankan
diet.

2.5. Kerangka Berfikir

2.5.1. Kerangka Teori


Diabetes Melitus

Pilar Penatalaksanan Diabetes Melitus

Edukasi Terapi Nutrisi Latihan Fisik Farmakologis


Medis
Tingkat
Pengetahuan Anjuran diet DM
berdasarkan 3J (Jadwal,
Jenis, Jumlah)
Pemahaman
terhadap
informasi
40
Timbul perasaan jenuh,
bosan, dan kesulitan dalam
mengikuti anjuran diet

Stres

Dampak terjadinya stres:


1. Status Gula Darah tidak
terkontrol
2. Komplikasi

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Sumber : PERKENI (2021), Setyorini (2017), Sundari (2018), Widodo (2012)

2.5.2. Kerangka Konsep

Tingkat Stres
Pengetahuan Diet
Menjalani Diet

Keterangan :

: Variabel Independen

: Garis Hubungan

41
: Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian

ini adalah “Ada hubungan antara pengetahuan tentang diet dengan tingkat stres

menjalani diet pada penderita diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Tapa ”.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tapa, dan

akan dilaksanakan pada bulan Maret-April 2023.

3.2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

peelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian cross

sectional adalah suatu penelitian dimana variabel independen dan variabel

dependen dikumpulkan pada saat bersamaan. Dalam penelitian ini dimana

42
peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat

tertentu yang artinya bahwa setiap subjek hanyalah diobservasi satu kali saja

dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan (Adiputra

dkk, 2021).

3.3. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki

seseorang atau sesuatu yang dapat menjadi pembeda atau penciri yang satu

dengan yang lainnya (Anggreni, 2022).

3.3.1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel

lain, ketika variabel independen berubah maka dapat menyebabkan

perubahan pada variabel lain (Anggreni, 2022). Variabel independen

dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang diet.

3.3.2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen, artinya dimana variabel dependen ini dapat berubah

dikarenakan perubahan pada variabel independen (Anggreni, 2022).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat stres menjalani

diet.

3.3.3. Definisi Operasional

43
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada

suatu variabel dengan cara setiap variabel atau hipotesis diberikan

parameter yang spesifik (Adiputra dkk, 2021).

Tabel 3.1. Definisi Operasional


Definisi
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Variabel Pemahaman Kuisioner Hasil kuesioner Ordinal
Independen: responden Knowledge of dan
Pengetahua mengenai Diabetic Diet diklasifikasikan
n tentang diet Questionnaire sebagai berikut:
diet berdasarkan (KDDQ) 1.Pengetahuan
ketepatan Terdiri dari baik, bila >80
jadwal 15 jawaban benar
makan, jenis pertanyaan, 2.Pengetahuan
makanan, skor sedang, bila
dan jumlah penilaian: 60-80
makanan Benar: 1 jawaban benar
yang Salah: 0 3.Pengetahuan
dikonsumsi. kurang, bila
Sumber: <60 jawaban
Diadopsi benar
dari
kuisioner
yang dibuat
oleh
Fitzgerald
(2016) dan
Haskas
(2016)
Variabel Tingkat stres Kuisioner Skor Ordinal
Dependen: Penderita Tingkat stres diklasifikasikan
Tingkat dalam menjalani diet sebagai berikut:
stres pengaturan Skala likert 1.
menjalani diet yaitu, untuk favorable
diet perasaan question (6, 7,
kesulitan 16, dan 17)
dalam dengan kriteria
pengelolaan penilaian:
diet tepat 1.Tidak pernah:
jadwal, jenis, 4
dan jumlah 2.Kadang-

44
yang kadang: 3
dianjurkan, 3.Sering: 2
dan kesulitan 4.Selalu: 1
dalam Untuk
perubahan unfavorable
pola question (1, 2,
kebiasaan 3, 4, 5, 8, 9, 10,
makan 11, 12, 13, 14,
sebelum sakit 15, 18) dengan
dan saat kriteria
sakit. penilaian:
1. Tidak pernah:
1
2. Kadang-
kadang: 2
3. Sering: 3
4. Selalu: 4

Pembagian
Domain
Kuisioner:
1. Beban
emosional: 3,
8, 9, 10, 11,
12, 13, 15.
2. Stres
berkaitan
dengan
tenaga
kesehatan: 1,
2, 16.
3. Stres
berkaitan
dengan
penanganan
dan
perawatan
diabetes
melitus
(diet): 4, 5 ,
6, 7, 14, 12.
4. Stres
interpersonal:
17, dan 18.

45
Sumber:
Diadopsi dari
kuisioner yang
dibuat oleh
(Marcy, Britton
dan Harrison,
2011) dan
(Chin, Lai dan
Chia, 2017).

3.4. Populasi dan Sampel

3.4.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Anggreni,

2022). Populasi dalam penelitian ini adalah 224 penderita diabetes

melitus di wilayah kerja Puskesmas Tapa.

3.4.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi yang secara nyata diteliti dan ditarik kesimpulannya

(Anggreni, 2022). Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah teknik purposive sampling, artinya sampel diambil

secara relevan dengan tujuan penelitian, dengan ciri-ciri khusus, dimana

ciri-ciri tersebut ditentukan oleh peneliti (Anggreni, 2022). Jumlah

46
sampel yang akan dijadikan sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 70

penderita diabetes melitus. Perhitungan sampel menggunakan rumus

slovin

N
n=
1+ N (d)²
224
n=
1+224 (0,1)²
224
n=
1+224 (0,01)
224
n=
1+2,24
224
n= =70
3,24

Keterangan :

n : Jumlah sampel yang dicari

N : Jumlah populasi

d : Nilai presisi atau tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)

Kriteria Sampel :

a. Kriteria Inklusi

1. Terdiagnosa diabetes melitus oleh dokter

2. Penderita diabetes melitus berusia 16-65 tahun

3. Bertempat tinggal di wilayah penelitian

4. Bersedia menjadi responden

5. Lama menderita < 7 tahun

47
b. Kriteria Eksklusi

1. Diabetes melitus dengan komplikasi

3.5. Teknik Pengumpulan Data

3.5.1. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung

dari responden melalui lembar kuesioner meliputi: karakteristik

responden, data pengetahuan dan tingkat stres diperoleh dengan

menggunakan kuisioner yang diisi oleh responden.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber

yang sudah ada. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari

lokasi penelitian yaitu data penderita diabetes melitus tahun 2022 yang

dilayani sesuai standar.

3.5.2. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data pada penelitian

ini adalah lembar kuisioner yang memuat sejumlah pernyataan dan

pertanyaan yang diajukan kepada responden, dimana jawaban dari

pernyataan/pertanyaan tersebut sudah disediakan oleh peneliti. Kuisioner

yang digunakan yaitu Knowledge of Diabetic Diet Questionnaire

(KDDQ), dan kuisioner tingkat stres menjalani diet.

48
1. Knowledge of Diabetic Diet Questionnaire (KDDQ)

Kuesioner tingkat pengetahuan diet diabetes melitus digunakan

untuk mengkaji tingkat pengetahuan penderita diabetes melitus untuk

patuh terhadap diet diabetes melitus. Kuisioner tingkat pengetahuan

diadopsi dari kuisioner yang dibuat oleh Fitzgerald (2016) dan Haskas

(2016). Pemilihan pertanyaan kuisioner berdasarkan dengan data

operasional dari penelitian ini. Kuisioner pengetahuan terdiri dari 15

pertanyaan dengan skor Benar (1) dan salah (0). Hasil penghitungan

skor yang didapat pengetahuan dikatakan baik apabila didapatkan

jawaban benar >80, pengetahuan sedang bila 60-80 jawaban benar,

dan pengetahuan kurang bila <60 jawaban benar.

Uji validitas ini menggunakan SPSS 21 dengan menggunakan

metode Alpha-Cronbach, dengan membandingkan nilai r hitung

dengan r tabel dengan tingkat kepercayaan 95% atau tingkat

signifikansi 5%. Besar r tabel ditentukan sesuai jumlah responden

yang diuji dengan tingkat signifikansi 5% (0,05) yaitu 0,4821. Item

instrumen dianggap valid atau relevan jika r hitung> r tabel yang telah

ditentukan.

2. Tingkat stres menjalani diet

Kuisioner tingkat stres digunakan untuk mengkaji tingkat stres

penderita diabetes melitus dalam menjalani diet diabetes melitus.

Kuisioner ini diadopsi dari kuisioner yang dibuat oleh (Marcy, Britton

49
dan Harrison, 2011) dan (Chin, Lai dan Chia, 2017). Kuisioner tingkat

stres terdiri dari 18 pertanyaan dengan 4-skala likert (skor 4= Tidak

Pernah, 3= Kadang-kadang, 2= Sering dan 1= Selalu) untuk favorable

question (6, 7, 16, dan 17) sedangkan untuk unfavorable question (1,

2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 18), (skor 1= Tidak Pernah, 2=

Kadang- kadang, 3= Sering dan 4= Selalu). Total skor kuisioner ini

yaitu dengan rentang dari 18 sampai 72, dimana semakin besar skor

menandakan bahwa tingkat stres menjalani diet penderita sangat berat.

Penilaian kuisioner ini diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu,

tingkat stres berat (skor 54-72), tingkat stres sedang (skor 36-53), dan

tingkat stres ringan (skor <36). Pembagian Domain Kuisioner: Beban

emosional: 3, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15. Stres berkaitan dengan tenaga

kesehatan: 1, 2, 16. Stres berkaitan dengan penanganan dan perawatan

diabetes melitus (diet): 4, 5 , 6, 7, 14, 12. Stres interpersonal: 17, dan

18.

Uji validitas ini menggunakan SPSS 21 dengan menggunakan

metode Alpha-Cronbach, dengan membandingkan nilai r hitung

dengan r tabel dengan tingkat kepercayaan 95% atau tingkat

signifikansi 5%. Besar r tabel ditentukan sesuai jumlah responden

yang diuji dengan tingkat signifikansi 5% (0,05) yaitu 0,4821. Item

instrumen dianggap valid atau relevan jika r hitung> r tabel yang telah

ditentukan.

50
3.6. Teknik Analisis Data

3.7.1. Teknik Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2012), Pengolahan data ini dapat dilakukan

melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Pengumpulan data (Colection Data)

Pada tahap ini data yang telah dikumpulkan dilakukan

pemeriksaan kejelasan dan kelengkapan pengisian instrumen

pengumpulan data saat penelitian berlangsung. Jika terdapat

ketidaklengkapan data maka diklarifikasi langsung dengan responden

yang bersangkutan saat itu juga. Pengumpulan data ini akan

dilaksanakan mulai pada bulan Maret-April 2023.

2. Memeriksa (Editing)

Tahap editing adalah tahap pertama dalam pengolahan data

penelitian atau data statistik. Editing merupakan proses memeriksa

data yang dikumpulkan melalui alat pengumpulan data (instrumen

penelitian). Pada proses editing ini, umumnya peneliti melakukan

pemeriksaan terhadap data yang terkumpul. Pemeriksaan tersebut

mencakup memeriksa atau menjumlahkan banyaknya lembar

pertanyaan, banyaknya pertanyaan yang telah lengkap jawabannya,

atau mungkin ada pertanyaan yang belum terjawab padahal

pertanyaan tersebut seharusnya ada jawabannya. Editing ini akan

dilakukan pada bulan April 2023.

51
3. Memberi tanda kode (Coding)

Proses coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi bentuk angka/bilangan. (Notoatmodjo,

2012). Coding ini akan dilakukan bersamaan dengan Editing yaitu

pada bulan April 2023.

4. Memproses data (Processing)

Processing adalah memproses data agar data yang sudah di enti

dapat dianalisis. Pemprosesan data dapat dilakukan dengan cara

meng-entri data. Pada tahap ini data diproses untuk keperluan analisa

data. Data diproses menggunakan aplikasi komputer dengan program

SPSS (Statistical Product and Service Solution). Processing ini akan

dilakukan pada bulan April 2023.

5. Tabulasi data (Tabulating)

Tabulating atau penyusunan data ini menjadi sangat penting

karena akan mempermudah dalam analisis data secara statistik, baik

menggunakan statistik deskriptif maupun analisis dengan statistik

inferensial. Tabulasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu

secara manual dan tabulasi menggunakan beberapa software atau

program yang telah ada di komputer maupun software yang dapat di

unduh dan di instal di komputer. Setelah data diproses menggunakan

program SPSS kemudian data dikelompokkan ke dalam tabel kerja,

seperti tabel distribusi karakteristik responden, distribusi jawaban

52
kuesioner responden. Tabulating ini akan dilaksanakan bersamaan

dengan Processing yaitu pada bulan April 2023.

3.7.2. Analisa Data

Dalam melakukan pengujian hipotesis, analisa data yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

1. Analisa Univariat

Analisa univariat ini bertujuan untuk menggambarkan

karakteristik masing-masing variabel penelitian. Pada umumunya

dalam analisis ini hanya menggunakan distribusi dan persen dari tiap

variabel (Notoatmodjo, 2012). Pendeskripsian tersebut dapat dilihat

pada gambaran distribusi frekuensi dari variabel independen (tingkat

pengetahuan) dan variabel dependen (tingkat stres menjalani diet

DM), masing-masing variabel ditampilkan dalam bentuk frekuensi.

Kriteria sampel terdiri dari kriteria inklusi yaitu, terdiagnosa diabetes

melitus oleh doter, penderita diabetes melitus berusia 16-65 tahun,

bertempat tinggal diwilayah penelitian, bersedia menjadi responden,

lama menderita < 7 tahun. Dan kriteria eksklusi yaitu, diabetes melitus

dengan komplikasi.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan atau korelasi (Notoatmodjo, 2012).

Analisa bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara

53
tingkat pengetahuan dengan tingkat stres menjalani diet. Analisa

bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan tingkat stres menjalani diet. Tekhnik yang

digunakan untuk analisa bivariat ini adalah uji Chisquare dengan

derajat kepercayaan 95% (α = 0,05) sehingga jika nilai ρ < 0,05 berarti

menunjukan ada hubungan anatara varibel independen dengan

variabel dependen. Rumus untuk mencari Chi Square yaitu :

Σ(fo −fe)
χ 2=
fe

Keterangan :

x2 : Nilai chi square

fe : Frekuensi yang diharapkan

fo : Frekuensi diobservasi

3.7. Hipotesis Statistik

1. H0 : Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang diet dengan tingkat

stres menjalani diet pada penderita diabetes melitus di wilayah kerja

Puskesmas Tapa. Jika nilai ρ value > 0,05.

54
2. H1 : Ada hubungan antara pengetahuan tentang diet dengan tingkat stres

menjalani diet pada penderita diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas

Tapa. Jika nilai ρ value < 0,05.

3.8. Etika Penelitian

Etik penelitian kesehatan adalah norma moralitas komunikasi peneliti

di bidang kesehatan. Etika penelitian adalah seperangkat aturan atau prinsip-

prinsip etika yang disepakati bersama menyangkut hubungan antara peneliti

disatu sisi dan semua yang terlibat dalam penelitian atau partisipan

penelitian disisi yang lain (Adiputra dkk, 2021).

Terdapat tiga prinsip etik penelitian kesehatan menurut Adiputra dkk.

(2021):

1. Prinsip menghormati harkat martabat manusia (Respect for persons)

Prinsip ini adalah penghormatan dari otonomi seseorang yang

mempunyai kebebaan untuk memutuskan sendiri yang akan menjadi

keputusannya dalam penelitian.

2. Prinsip berbuat baik (Beneficence) dan tidak merugikan (Non-

maleficence)

Prinsip ini adalah prinsip untuk menambah nilai kesejahteraan

manusia, tanpa mencelakainya. Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban

untuk menolong orang lain, yang dilaksanakan dengan mengusahakan

memberikan khasiat yang optimal dengan kerugian minimum. Prinsip

tidak merugikan menjelaskan pabila seseorang tidak bisa melaksanakan

55
hal yang berguna, maka hendaknya janganlah membebani orang lain.

Prinsip ini bertujuan supaya responden tidak hanya diperlakukan sebagai

fasilitas dan sarana, namun juga harus diberikan perlindungan dari

adanya tindakan penyalahgunaan apapun.

3. Prinsip keadilan (Justice)

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan

secara professional. Prinsip keadilan mengandung makna bahwa

penelitian memberikan keuntungan dan bebas secara merata sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuan responden.

3.9. Alur Penelitian

Studi Pendahuluan

Permohonan penelitian

56
Mengantar surat permohonan penelitian
kepada KESBANGPOL dan Dinas
Kesehatan Provinsi

Mengantar Surat Permohonan Penelitian ke


Puskesmas Tapa

Informed Consent dengan


Responden

Proses penelitian : mengedarkan


kuisioner dan mewawancarai responden

Pengumpulan data dan


pengolahan data

Hasil penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian

57

Anda mungkin juga menyukai