Perda 8 TH 2016 Pengelolaan Pohon
Perda 8 TH 2016 Pengelolaan Pohon
Perda 8 TH 2016 Pengelolaan Pohon
TENTANG
PENGELOLAAN POHON PADA RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK, JALUR
HIJAU JALAN DAN TAMAN
Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi hak atas lingkungan yang baik dan
sehat bagi masyarakat perlu dilakukan pengelolaan pohon
pada ruang publik khususnya ruang terbuka hijau, jalur
hijau jalan dan taman;
b. bahwa Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Semarang Nomor 15 Tahun 1981 tentang Pengaturan
Penghijauan/Pertamanan dalam Wilayah Kotamadya Daerah
Tingkat II Semarang sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebutuhan yang ada saat ini dan Peraturan
Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2010 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau belum mengatur tentang
pengelolaan pohon pada ruang publik khususnya ruang
terbuka hijau, jalur hijau jalan dan taman kota, sedangkan
Kota Semarang menghadapi persoalan penebangan pohon
pada ruang publik tersebut yang sulit dikendalikan dan
perlu diatur untuk mendukung upaya pengendalian
pencemaran udara;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana disebutkan
dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan
Daerah Kota Semarang tentang Pengelolaan Pohon pada
Ruang Terbuka Hijau Publik, Jalur Hijau Jalan dan Taman.
1
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3419);
5. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Indonesia Tahun 2004 Nomor 132,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4444);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5041);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1976 tentang
Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor
25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3079)
2
12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3258), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
90 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5145 );
13. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1992 tentang
Pembentukan Kecamatan di Wilayah Kabupaten-kabupaten
Daerah Tingkat II Purbalingga, Cilacap, Wonogiri, Jepara
dan Kendal serta penataan Kecamatan di Wilayah
Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang dalam Wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 89);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5285);
16. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 199);
17. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 3 Tahun 1988
Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Pemerintah Kota Semarang (Lembaran Daerah Kota
Semarang Tahun 1998 Nomor 4 Seri D Nomor 2);
18. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pengendalian Lingkungan Hidup (Lembaran
Daerah Kota Semarang Tahun 2007 Nomor 2 Seri E,
Tambahan Lembaran Daerah Nomor 2);
19. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) Kota Semarang Tahun 2005 – 2025 (Lembaran
Daerah Kota Semarang Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Daerah Nomor 43);
3
20. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2010
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (Lembaran Daerah
Kota Semarang Tahun 2010 Nomor 4, Tambahan Lembaran
Daerah Nomor 39);
21. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Tahun 2011 - 2031 (Lembaran Daerah Kota Semarang
Tahun 2011 Nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah
Nomor 61).
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
4
8. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang, atau badan.
9. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik
daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap.
10. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun sengaja ditanam.
11. Ruang Terbuka Hijau Publik yang selanjutnya disingkat RTH Publik
adalah ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah
yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
12. Jalur hijau jalan adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap
lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan, maupun di dalam ruang
pengawasan jalan.
13. Taman adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai
sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain.
14. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
15. Jalan lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata
rendah.
16. Pohon adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras
yang tumbuh secara alami atau ditanam pada ruang terbuka hijau jalur
hijau jalan dan taman.
17. Vegetasi/tumbuhan adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan
baik yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi
pohon, perdu, semak, dan rumput.
18. Inventarisasi pohon adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk
mengetahui keadaan dan potensi pohon serta lingkungannya secara
lengkap.
19. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan
penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah, Peraturan Walikota
dan Keputusan Walikota.
20. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup yang selanjutnya
disingkat PPNS Lingkungan Hidup adalah penyidik pegawai negeri sipil
yang diangkat oleh Menteri Kehakiman dan HAM yang tugas dan
fungsinya melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
5
Bagian Kedua
Asas, Maksud, Tujuan dan Ruang Lingkup
Pasal 2
Pengelolaan pohon dilaksanakan berdasarkan asas:
a. manfaat dan lestari;
b. kesesuaian;
c. keterpaduan;
d. keadilan;
e. partisipatif; dan
f. kehati-hatian.
Pasal 3
(1) Pengelolaan pohon dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam
pengelolaan pohon pada RTH Publik, Jalur Hijau Jalan dan Taman.
(2) Pengelolaan pohon bertujuan:
a. untuk menjaga fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis; dan
b. untuk menjaga fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi sosial budaya,
ekonomi dan estetika.
Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan pengelolaan pohon meliputi:
a. perencanaan;
b. penanaman dan pemeliharaan;
c. pemanfaatan;
d. pengendalian dan pengawasan; dan
e. perlindungan.
Pasal 5
Obyek pengelolaan pohon dalam Peraturan Daerah ini adalah:
a. pohon di jalur hijau jalan meliputi pohon di tepi jalan dan median jalan
kecuali pohon di ruang milik jalan tol;
b. pohon di taman.
BAB II
PERENCANAAN
Pasal 6
Perencanaan pengelolaan pohon meliputi kegiatan:
a. inventarisasi;
b. penandaan pohon;
c. pemetaan; dan
d. penyusunan rencana kegiatan pengelolaan pohon.
6
Bagian Kesatu
Inventarisasi
Pasal 7
(1) Inventarisasi sebagaimana dimaksud Pasal 6 huruf a meliputi kegiatan
inventarisasi pohon dan inventarisasi kondisi lingkungan.
(2) Inventarisasi pohon sebagaimana dimaksud ayat (1) diarahkan untuk
mendapatkan data dan informasi secara lengkap mengenai jenis,
potensi/manfaat dan kondisi pohon.
(3) Inventarisasi kondisi lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1)
diarahkan untuk mendapatkan data dan informasi secara lengkap
mengenai kondisi lingkungan jalur hijau jalan dan/atau taman, yang
berkenaan dengan:
a. jenis tanah, topografi jalan dan/atau taman;
b. hidrologi (tata air) dan gejala-gejala alam setempat;
c. jenis jaringan layanan publik yang tertanam/melintasi jalan dan/atau
taman; dan
d. peruntukan lahan di sekitar jalur hijau jalan dan/atau taman.
(4) Hasil kegiatan Inventarisasi kondisi lingkungan sebagaimana dimaksud
ayat (3) menjadi bahan dalam menetapkan jenis pohon yang sesuai.
(5) Tata cara inventarisasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 8
(1) Inventarisasi pohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a,
dilaksanakan paling sedikit satu kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Hasil inventarisasi pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselesaikan dalam waktu 2 (dua) tahun setelah berlakunya Peraturan
Daerah ini.
Pasal 9
(1) Data dan informasi hasil inventarisasi pohon disajikan dalam bentuk
uraian, penomoran/angka dan peta berbasis Teknologi Informasi.
(2) Hasil inventarisasi pohon dipergunakan sebagai bahan penyusunan Basis
data pohon dan dasar penyusunan rencana pengelolaan pohon.
Pasal 10
(1) Basis data pohon sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2) paling
sedikit memuat data dan informasi tentang:
a. jumlah pohon pada masing-masing lajur, blok dan/atau zona yang
telah ditetapkan;
b. jenis pohon dan jumlah masing-masing; manfaat masing-masing jenis
pohon;
c. sebaran pohon pada setiap lajur, blok atau zona; dan
d. tanggal penanaman, khusus untuk pohon yang ditanam setelah
berlakunya Peraturan Daerah ini.
7
(2) Basis data pohon harus di diperbaharui setiap kali terjadi perubahan
karena pengurangan atau penambahan jumlah pohon.
(3) Untuk pohon yang mati atau ditebang, dalam basis data yang
bersangkutan harus dicatat sebab-sebab kematiannya atau alasan
penebangannya, dan nomor urut pohon yang bersangkutan tidak
digunakan lagi untuk nomor urut pohon yang baru ditanam.
Bagian Kedua
Penandaan Pohon
Pasal 11
(1) Setiap pohon pada jalur hijau jalan dan taman kota yang pengelolaanya
menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah diberi tanda khusus berupa
label nomor urut pohon.
(2) Penandaan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk
pengukuhan pohon yang bersangkutan sebagai pohon milik Pemeritah
Daerah.
Bagian Ketiga
Pemetaan
Pasal 12
(1) Pemetaan dalam rangka kegiatan pengelolaan pohon dilakukan melalui
proses penetapan pembagian jalur hijau jalan dan taman ke dalam jalur,
blok dan/atau zona.
(2) Setiap jalur, blok, dan/atau zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberi nama sesuai nama jalan atau nama taman yang sudah ada.
(3) Penetapan pembagian jalur hijau jalan dan taman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilengkapi dengan penatagunaan pohon pada masing-
masing jalur, blok, dan/atau zona.
(4) Pemetaan pengelolaan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 13
Penetapan pembagian Jalur hijau jalan dan taman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Bagian Keempat
Penyusunan Rencana Kegiatan Pengelolaan.
Pasal 14
(1) Rencana pengelolaan pohon disusun dalam Program Kegiatan Dinas.
(2) Program Kegiatan Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersusun
dalam Rencana Kegiatan Pengelolaan Pohon Jangka Pendek, Jangka
Menengah dan Jangka Panjang.
8
BAB III
PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN
Bagian Kesatu
Penanaman
Pasal 15
(1) Pelaksanaan penanaman merupakan teknik penanaman untuk memenuhi
fungsi yang direncanakan dengan teknik untuk mengurangi pencemaran
udara, keindahan, kenyamanan, keharmonisan dan tidak mengabaikan
faktor keselamatan, serta memperhatikan benih atau bibit tanaman.
(2) Kegiatan penanaman pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang jelas yang meliputi:
a. lokasi penanaman;
b. jenis tanaman yang akan ditanam;
c. cara penanaman;
d. cara pemeliharaan;
e. peralatan; dan
f. rencana biaya serta jadwal/ waktu.
(3) Perencanaan penanaman pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilengkapi dengan gambar, peta, foto dan daftar yang menunjukkan
lokasi dan daerah-daerah jalan yang akan ditanami dan jenis tanaman.
Bagian Kedua
Pemeliharaan
Pasal 16
(1) Pemeliharaan pohon dilakukan dalam tahapan:
a. pemeliharaan pasca tanam; dan
b. pemeliharaan rutin.
(2) Pemeliharaan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyiraman;
b. pendangiran dan penyiangan;
c. pemangkasan;
d. pemupukan;dan
e. penggantian tanaman/penyulaman.
Pasal 17
Dinas menyusun pedoman teknis kegiatan penanaman dan pemeliharaan
pohon sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PEMANFAATAN
Pasal 18
(1) Pemanfaatan kegiatan pengelolaan pohon pada jalur hijau jalan dan
taman meliputi pemanfaatan ekologis, sosiologis, estetis, dan ekonomis.
(2) Pemanfaatan kegiatan pengelolaan pohon sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) satu sesuai dengan Perencanaan pengelolaan pohon.
9
BAB V
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 19
(1) Pengendalian dan pengawasan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan
pengelolaan pohon yang telah disusun Dinas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf d.
(2) Pengendalian dan pengawasan dilaksanakan melalui:
a. perijinan penebangan pohon pada jalur hijau jalan dan taman;
b. monitoring dan evalusi.
Bagian Kedua
Perizinan
Pasal 20
(1) Setiap kegiatan penebangan pohon pada jalur hijau jalan dan taman
wajib memiliki Izin Penebangan Pohon dari Walikota.
(2) Dinas dapat melaksanakan penebangan pohon dengan alasan:
a. pelaksanaan pemeliharaan pohon;
b. mengganggu atau membahayakan keselamatan umum;
c. pembangunan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Kota; dan/atau
d. kepentingan umum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
(1) Setiap orang/badan yang akan melakukan penebangan pohon pada jalur
hijau jalan dan taman wajib memiliki Izin Penebangan Pohon.
(2) Permohonan Izin Penebangan Pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan kepada Walikota.
(3) Walikota berwenang mengabulkan atau menolak Izin Penebangan Pohon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam mengabulkan atau menolak Izin Penebangan Pohon Walikota
membentuk tim verifikasi yang terdiri dari instansi terkait.
(5) Tim verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Walikota.
Pasal 22
(1) Permohonan Izin Penebangan Pohon, harus dilengkapi dengan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari:
permohonan tertulis; mengisi formulir Permohonan Izin Penebangan
Pohon;
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku atau bagi
permohonan yang dikuasakan wajib dilengkapi dengan Surat Kuasa
beserta foto copy Kartu Tanda Penduduk pemberi dan penerima
kuasa;
10
b. fotokopi Surat Keputusan tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
beserta lampiran gambarnya apabila rencana kegiatan penebangan
pohon berkaitan dengan kegiatan mendirikan bangunan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. fotokopi izin usaha/ SIUP bagi pelaku usaha;
d. fotocopy izin penyambungan jalan masuk; dan
e. menandatangani surat pernyataan akan memenuhi semua kewajiban
dalam pemberian Izin Penebangan Pohon.
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. uraian tentang maksud dan tujuan penebangan pohon;
b. lokasi penebangan pohon;
c. jumlah dan jenis pohon yang akan ditebang;
d. peralatan yang akan digunakan dalam penebangan pohon;
e. pelaksana dan waktu kegiatan penebangan pohon;
f. rencana jumlah dan jenis pohon pengganti beserta pemeliharaan
pohon; dan
g. gambar/foto lokasi beserta pohon yang akan ditebang.
(4) Izin Penebangan Pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
digunakan untuk 1 (satu) kali penebangan pohon, dengan lokasi dan
jumlah pohon yang telah ditetapkan dalam Izin Penebangan Pohon.
(5) Persyaratan dan tata cara Perizinan Penebangan Pohon diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Walikota.
Pasal 23
Jangka waktu dan proses penerbitan Izin ditetapkan 10 (sepuluh) hari kerja
setelah seluruh persyaratan dinyatakan lengkap dan benar.
Bagian Ketiga
Monitoring dan Evaluasi
Pasal 24
(1) Dinas wajib melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pengelola melalui penilaian
kegiatan pengelolaan secara menyeluruh.
(3) Kepala Dinas menugaskan petugas pengawas untuk melaksanakan
kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Monitoring dan evaluasi dilakukan secara periodik.
(5) Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Hasil penilaian kegiatan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dipergunakan sebagai bahan penyempurnaan terhadap pengelolaan
pohon.
Pasal 25
Petugas Pengawas berwenang:
a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan;
c. membuat catatan yang diperlukan;
11
d. memeriksa kesesuaian antara Izin Penebangan Pohon dengan kegiatan
penebangan pohon;
e. memotret;
f. memeriksa peralatan/mesin yang digunakan untuk menebang pohon; dan
g. memerintahkan untuk melakukan pembersihan setelah penebangan pohon.
Pasal 26
Petugas Pengawas menyusun laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas atas
hasil pengawasan di lapangan yang telah dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari
kerja setelah dilakukan pengawasan.
Pasal 27
Hasil pengawasan di lapangan yang dilakukan Petugas Pengawas menjadi
dasar penegakan hukum berupa penjatuhan sanksi hukum apabila ditemukan
adanya pelanggaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
BAB VI
PERLINDUNGAN POHON
Pasal 28
(1) Perlindungan pohon menjadi kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah
Daerah.
(2) Kegiatan perlindungan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Dinas.
Pasal 29
Penyelenggaraan perlindungan pohon bertujuan untuk menjaga pohon serta
lingkungannya agar dapat berfungsi secara optimal dan lestari.
Pasal 30
Prinsip perlindungan pohon, yaitu mencegah dan membatasi kerusakan pohon
yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, daya-daya alam, hama,
serta penyakit.
Pasal 31
Untuk mencegah dan mengendalikan kerusakan pohon yang disebabkan oleh
perbuatan manusia sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 maka Pemerintah
Daerah:
a. melakukan inventarisasi permasalahan;
b. meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan pohon;
c. meningkatkan efektivitas koordinasi antar Dinas maupun dengan Badan
yang kegiatannya berpotensi menimbulkan gangguan keamanan pohon;
d. meningkatkan efektivitas pelaporan terjadinya gangguan keamanan
pohon; dan/atau
e. mengambil tindakan yang diperlukan terhadap gangguan keamanan
pohon.
12
Pasal 32
(1) Daya-daya alam yang berpotensi menyebabkan kerusakan pohon pada
jalur hijau jalan dan/atau taman, yaitu tanah longsor, banjir, dan/atau
badai.
(2) Untuk mencegah dan membatasi kerusakan pohon yang disebabkan oleh
tanah longsor dilakukan dengan menanam jenis pohon yang mempunyai
daya transpirasi yang tinggi dan mempunyai perakaran yang dalam dan
melebar pada lahan-lahan yang miring atau curam.
(3) Untuk mencegah dan membatasi kerusakan pohon yang disebabkan oleh
banjir, Dinas mengadakan koordinasi antar instansi yang berwenang
dalam penanganan masalah sumber daya air terutama dalam hal
pemantauan perilaku air sungai, serta normalisasi aliran sungai.
(4) Untuk mencegah dan membatasi kerusakan pohon yang disebabkan oleh
badai dilakukan dengan menanam jenis pohon yang berakar kuat dengan
ranting yang tidak mudah patah, atau memasang penyangga tegakan
terutama untuk pohon yang masih muda.
Pasal 33
Untuk mencegah dan membatasi kerusakan pohon yang disebabkan oleh
hama dan penyakit, Dinas:
a. menyelenggarakan penelitian hama dan penyakit pohon/tumbuhan;
dan/atau
b. mengendalikan hama dan penyakit dengan metode biologis, mekanis,
kimiawi, atau terpadu.
BAB VII
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Pasal 34
Setiap pemegang Izin Penebangan Pohon sebagaimana diatur dalam Peraturan
Daerah ini berhak melaksanakan kegiatan penebangan pohon sebagaimana
termuat dalam Izin Penebangan Pohon.
Pasal 35
(1) Setiap pemegang Izin Penebangan Pohon berkewajiban untuk:
a. melaksanakan penanaman penggantian atas pohon yang ditebang
sesuai yang ditetapkan dalam Izin Penebangan Pohon
b. memelihara dan merawat pohon pengganti yang ditanam sampai batas
waktu yang ditetapkan Dinas;
c. mempertahankan keserasian/keindahan pohon dalam melakukan
kegiatan penebangan pohon;
d. melakukan penebangan sesuai dengan Izin Penebangan Pohon yang
telah dimiliki;
e. melaksanakan penebangan dibawah petunjuk dan pengawasan petugas
pengawas;
f. mentaati semua persyaratan yang telah ditetapkan dalam Izin
Penebangan Pohon; dan
g. pemegang izin penebangan pohon bertanggungjawab atas resiko yang
timbul akibat penebangan pohon.
13
(2) Kewajiban penggantian pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, ditetapkan sebagai berikut :
a. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter sampai dengan
10 cm (sepuluh sentimeter), jumlah penggantian paling sedikit
sebanyak 10 (sepuluh) pohon dengan diameter paling kecil 10 cm
(sepuluh sentimeter);
b. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter lebih dari 10
cm (sepuluh sentimeter) sampai dengan 30 cm (tiga puluh sentimeter),
jumlah penggantian sebanyak 15 (lima belas) pohon dengan diameter
10 cm (sepuluh sentimeter);
c. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter lebih dari 30
cm (tiga puluh sentimeter) sampai dengan 50 cm (lima puluh
sentimeter), jumlah penggantian sebanyak 20 (dua puluh) pohon
dengan diameter 10 cm (sepuluh sentimeter); atau
d. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter lebih dari 50
cm (lima puluh sentimeter), jumlah penggantian sebanyak 30 (tiga
puluh) pohon dengan diameter 10 cm (sepuluh sentimeter).
(3) Kewajiban penggantian pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikecualikan apabila ditetapkan Dinas dengan mempertimbangkan hasil
pengawasan di lapangan yang dilakukan Petugas Pengawas.
Pasal 36
Setiap pemegang Izin Penebangan Pohon dilarang:
a. menebang jenis dan jumlah pohon selain yang telah ditetapkan dalam Izin
Penebangan Pohon;
b. menebang pohon menggunakan peralatan selain yang telah ditetapkan
dalam Izin Penebangan Pohon;
c. menebang pohon pada lokasi selain yang telah ditetapkan dalam Izin
Penebangan Pohon;
d. menebang pohon dengan cara-cara yang dapat membahayakan pengguna
jalan dan taman; dan/atau
e. menebang pohon dengan cara-cara yang dapat merusak pohon lainnya di
sekitarnya dan/atau mencemari tanah di sekitar pohon yang ditebang.
Pasal 37
(1) Setiap orang berhak atas manfaat fungsi pohon yang meliputi fungsi
ekologis, sosial, dan estetika kota sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Setiap orang berhak mendapatkan ganti rugi yang diakibatkan pohon
tumbang dan/atau ranting dan/atau dahan tumbang.
(3) Setiap orang berkewajiban terlibat secara aktif dalam kegiatan
pengelolaan pohon pada jalur hijau jalan dan taman sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Setiap orang dilarang:
a. menebang pohon pada jalur hijau jalan dan/atau taman tanpa memiliki
Izin Penebangan Pohon;
b. merusak/membakar/mematikan pohon yang berada pada jalur hijau
jalan dan/atau taman;
14
c. memotong ranting pohon yang berada pada jalur hijau jalan dan/atau
taman kota tanpa Izin Penebangan Pohon;
d. memasang reklame/iklan/spanduk dan sejenisnya pada pohon yang
berada pada jalur hijau jalan dan/atau taman dengan cara-cara yang
dapat merusak pohon;
e. merusak/mencemari tanah pada jalur hijau jalan dan/atau taman
tempat pohon ditanam/akan ditanam; dan/atau
f. melepas/merusak label nomor urut pohon.
BAB VIII
PERANSERTA MASYARAKAT
Pasal 38
(1) Pemerintah Daerah mendorong peran serta masyarakat dalam pengelolaan
pohon.
(2) Peningkatan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (1)
dilakukan melalui:
a. pendidikan dan pelatihan;
b. penyuluhan; dan/atau
c. bantuan teknis.
Pasal 39
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dapat
berbentuk:
a. menjaga, memelihara dan meningkatkan fungsi pohon;
b. penyandang dana dalam rangka pengelolaan pohon;
c. pemberian bantuan dalam mengidentifikasi berbagai potensi dalam
masalah pengelolaan pohon;
d. kerjasama dalam penelitian dan pengembangan;
e. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam
pengelolaan pohon;
f. penanaman pohon pada jalur hijau jalan dan/atau taman;
g. bantuan keahlian dalam pengelolaan pohon;
h. bantuan dalam perumusan rencana pengelolaan pohon;
i. pengawasan;
j. melaporkan kepada Dinas apabila mengetahui ada masyarakat yang
melakukan penebangan/merusak pohon pada jalur hijau jalan
dan/atau taman; dan/atau
k. melaporkan kepada Dinas mengenai kondisi pohon yang memerlukan
tindakan.
(2) Masyarakat yang akan melakukan kegiatan penanaman pohon pada jalur
hijau jalan dan/atau taman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
wajib berkoordinasi dengan Dinas.
(3) Pohon yang ditanam oleh masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (2)
menjadi milik Pemerintah Daerah.
(4) Tata cara peran serta masyarakat dalam pengelolaan pohon diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Walikota.
15
BAB IX
KERJASAMA DAN KEMITRAAN
Pasal 40
(1) Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerjasama dengan Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota
lainnya dalam kegiatan pengelolaan pohon pada jalur hijau jalan dan
taman.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
(1) Pemerintah Daerah dapat mengembangkan program kemitraan dengan
badan usaha, perguruan tinggi dan/atau masyarakat dalam kegiatan
pengelolaan pohon pada jalur hijau jalan dan taman.
(2) Program kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 42
Pembiayaan untuk pelaksanaan pengelolaan pohon sebagaiman dimaksud
dalam Peraturan Daerah ini, termasuk pengadaan sarana pengelolaan pohon,
bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); dan
b. sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 43
(1) Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pemegang
Izin Penebangan Pohon atau setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), Pasal 35 ayat (1), Pasal
36, dan Pasal 37 ayat (4) Peraturan Daerah ini.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. teguran/peringatan;
b. paksaan pemerintah; dan/atau
c. pencabutan/pembatalan Izin Penebangan Pohon.
Pasal 44
(1) Walikota dapat melimpahkan kewenangan penjatuhan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 kepada Kepala
Dinas.
(2) Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata
cara penjatuhan sanksi administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Walikota.
16
BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 45
Apabila terjadi sengketa dalam kegiatan penebangan pohon, para pihak dapat
menyelesaikan sengketa dengan cara di luar pengadilan atau melalui
pengadilan sesuai dengan kompetensi lembaga peradilan dan ketentuan
Hukum Acara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
PENYIDIKAN
Pasal 46
(1) PPNS tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus
sebagai penyidik untuk melakukan tindak pidana pelanggaran Peraturan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara
Pidana.
(2) Wewenang penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya
tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. melakukan penyitaan benda atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dan
penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut
bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik
memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya; dan/atau
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada
Penuntut Umum, melalui penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang
Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Pasal 47
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 wajib melibatkan PPNS Lingkungan
Hidup apabila kegiatan penebangan pohon diduga terjadi tindak pidana dalam
bidang lingkungan hidup.
17
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 48
(1) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
telah dijatuhkan, pemegang Izin Penebangan Pohon atau setiap orang
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam sanksi
administratif, maka diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama
6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling
lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 50
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kotamadya
Daerah Tingkat II Semarang Nomor 15 Tahun 1981 tentang Pengaturan
Penghijauan/Pertamanan dalam Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II
Semarang (Lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Tahun
1983 Seri C Nomor 1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 51
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Semarang.
Ditetapkan di Semarang
pada tanggal 2 November 2016
WALIKOTA SEMARANG
HENDRAR PRIHADI
diundangkaan di Semarang
pada tanggal 2 November 2016
SEKRETARIS DAERAH KOTA SEMARANG
18
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG
NOMOR 7 TAHUN 2016
TENTANG
PENGELOLAAN POHON PADA RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK, JALUR
HIJAU JALAN DAN TAMAN
I. UMUM
19
Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2010 tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) yang telah dibentuk oleh Pemerintah Kota Semarang belum
mengatur secara teknis tentang pengelolaan pohon khususnya pada ruang
terbuka hijau jalur hijau jalan dan taman kota.
Oleh karena itu Pemerintah Kota Semarang Ruang memandang perlu
untuk mengatur perlindungan dan pengelolaan pohon pada Ruang Terbuka
Hijau (RTH) publik khususnya pada jalur hijau jalan dan taman. Peraturan
daerah ini berfungsi sebagai dasar hukum bagi Pemerintah dan masyarakat
Kota Semarang dalam rangka menjaga kelestarian, keserasian dan
keseimbangan ekosistem yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya.
Pengelolaan pohonpada Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik khususnya pada
jalur hijau jalan dan taman kota dimaksudkan antara lain untuk memperbaiki
dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika Kota;menekan/mengurangi
pencemaran udara (kadar karbonmonoksida, ozon, karbondioksida, oksida
nitrogen, belerang dan debu); dan memberikan kenyamana kepada pengguna
jalan/taman kota.
Peraturan Daerah ini mengatur:
a. pengelolaan pohon pada jalur hijau jalan yang meliputi pohon di tepi jalan
dan median jalan; dan
b. pengelolaan pohon pada taman.
Perlindungan dan pengelolaan pohon tersebut meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dan pengawasan, dan penegakan
hukum.
20
Huruf d
Pengelolaan pohon dilaksanakan berdasarkan asas “keadilan”,
dimaksudkan agar pengelolaan pohon harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
Huruf e
Pengelolaan pohon dilaksanakan berdasarkan asas “partisipatif”,
dimaksudkan bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan
pelaksanaan pengelolaan pohon, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Huruf f
Pengelolaan pohon dilaksanakan berdasarkan asas “kehati-
hatian”, dimaksudkan agar dalam pengelolaan pohon baik dalam
pemilihan jenis vegetasi maupun dalam pemeliharaannya
senantiasa mengutamakan keselamatan manusia, hewan dan
harta benda serta lingkungan.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis :
memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari
sistem sirkulasi udara (paru-paru kota);
mengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air
secara alami dapat berlangsung lancar;
sebagai peneduh;
produsen oksigen;
penyedia habitat satwa;
penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
penahan angin.
Huruf b
Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu :
Fungsi sosial budaya :
- menggambarkan ekspresi budaya lokal;
- merupakan media komunikasi warga kota;
- tempat rekreasi;
- wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam
mempelajari alam.
Fungsi ekonomi :
- sumber produk yang bisa di jual, seperti tanaman bunga,
buah, daun, sayur mayur;
- bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan,
kehutanan dan lain-lain.
21
Fungsi estetika :
- Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota
baik dari skala mikro : halaman rumah, lingkungan
permukiman, maupun makro : lansekap kota secara
keseluruhan;
- Mensimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
- Pembentuk faktor keindahan arsitektural;
- Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area
terbangun dan tidak terbangun.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pohon di jalur hijau jalan meliputi pohon
di tepi jalan dan median jalan” adalah pohon ditanam pada lokasi
penanaman jalan sesuai ketentuan teknis di bidang jalan dan
lokasi penanaman harus berada di dalam area jalur penanaman.
Yang dimaksud dengan “jalan” adalah semua jalan yang
merupakan kewenangan Pemerintah Daerah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Taman” adalah taman yang berada di
wilayah Pemerintah Daerah.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Yang dimaksud jaringan layanan publik, misalnya jaringan listrik,
kabel bawah tanah, jaringan air minum, dan lainnya.
Huruf d
Yang dimaksud peruntukan lahan, misalnya untuk permukiman,
kawasan industri, perkantoran, dan lainnya.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Data dan informasi hasil inventarisasi pohon yang disajikan dalam
bentuk uraian, penomoran/angka dan peta berbasis Teknologi
Informasi dan mudah diakses masyarakat.
22
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Penetapan penatagunaan pohon disesuaikan dengan tujuan
pengelolaan pohon pada jalur hijau jalan dan taman, fungsi
(potensi) pohon, lingkungan di sekitarnya dan karakteristik pohon,
antara lain sebagai berikut.
a. Jalur hijau jalan atau taman yang berdekatan dengan kawasan
permukiman dapat berfungsi sebagai penghasil oksigen,
penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, peredam
kebisingan. Karakteristik pepohonannya: pohon-pohon dengan
perakaran kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak mudah
gugur.
b. Jalur hijau jalan atau taman yang berdekatan dengan kawasan
industri dapat berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan
kebisingan, yang ditimbulkan dari kegiatan industri.
Karakteristik pepohonannya: pohon-pohon berdaun lebar dan
rindang, berbulu dan yang mempunyai permukaan
kasar/berlekuk, bertajuk tebal, tanaman yang menghasilkan
bau harum.
c. Jalur hijau jalan atau taman dapat berfungsi sebagai
pemenuhan kebutuhan rekreasi dan keindahan. Karakteristik
pepohonannya: pohon-pohon yang indah dan atau penghasil
bunga/buah (vector) yang digemari oleh satwa, seperti burung,
kupu-kupu dan sebagainya.
d. Jalur hijau jalan atau taman dapat berfungsi sebagai pelestari
plasma nutfah, khususnya vegetasi secara insitu dan atau
sebagai habitat, khususnya untuk satwa yang dilindungi.
Karateristik pepohonannya: pohon-pohon langka dan/atau
Jalur hijau jalan atau taman yang berdekatan dengan kawasan
permukiman dapat berfungsi sebagai penghasil oksigen,
penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, peredam
kebisingan. Karakteristik pepohonannya: pohon-pohon dengan
perakaran kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak mudah
gugur.
e. Jalur hijau jalan atau taman yang berdekatan dengan kawasan
industri dapat berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan
kebisingan, yang ditimbulkan dari kegiatan industri.
Karakteristik pepohonannya: pohon-pohon berdaun lebar dan
rindang, berbulu dan yang mempunyai permukaan
kasar/berlekuk, bertajuk tebal, tanaman yang menghasilkan
bau harum.
23
f. Jalur hijau jalan atau taman dapat berfungsi sebagai
pemenuhan kebutuhan rekreasi dan keindahan. Karakteristik
pepohonannya: pohon-pohon yang indah dan atau penghasil
bunga/buah (vector) yang digemari oleh satwa, seperti burung,
kupu-kupu dan sebagainya.
g. Jalur hijau jalan atau taman dapat berfungsi sebagai pelestari
plasma nutfah, khususnya vegetasi secara insitu dan atau
sebagai habitat, khususnya untuk satwa yang dilindungi.
Karateristik pepohonannya: pohon-pohon langka dan/atau
unggulan yang menjadi penciri Kota Semarang, misalanya pohon
asem.
h. Jalur hijau jalan atau taman dapat berfungsi sebagai
perlindungan untuk:
1) mencegah atau mengurangi bahaya erosi dan longsor pada
daerah dengan kemiringan cukup tinggi dan sesuai karakter
tanah;
2) melindungi daerah pantai dari gempuran ombak (abrasi);
dan/atau
3) melindungi daerah resapan air untuk mengatasi masalah
menipisnya volume air tanah dan atau masalah instrusi air
laut.
Karakteristik pepohonannya: pohon-pohon yang memiliki daya
evapotranspirasi yang rendah dan/atau pohon-pohon yang
dapat berfungsi mengurangi bahaya abrasi pantai seperti pohon-
pohon yang berakar kuat.
i. Jalur hijau jalan atau taman dapat berfungsi untuk
meningkatkan keamanan pengguna jalan pada jalur kendaraan.
Karakteristik pepohonannya: pohon-pohon yang berakar kuat
dengan ranting yang tidak mudah patah.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Rencana Kegiatan Pengelolaan Pohon
Jangka Pendek, Jangka Menengah dan Jangka Panjang” adalah
Rencana kegiatan yang disusun berdasarkan peraturan
perundang-undangan sistem perencanaan pembangunan. Rencana
kegiatan tersebut disusun misalnya: Rencana kegiatan jangka
pendek ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun; rencana
jangka menengah ditetapkan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun;
dan rencana jangka panjang ditetapkan untuk untuk jangka
waktu 25 (dua puluh lima) tahun.
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
24
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan “mengganggu atau membahayakan
keselamatan umum” adalah keadaan yang dapat
membahayakan masyarakat misalnya keselamatan pengguna
jalan dan/atau taman kota terhadap tumbangnya pohon pada
jalur hijau jalan dan/atau taman.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “tim verifikasi yang terdiri dari Dinas
terkait” adalah tim yang dibentuk oleh Walikota yang berkaitan
dengan kegiatan penebangan pohon antara lain:
a. Dinas yang bertanggung jawab dalam bidang pengelolaan
pohon;
b. Dinas yang bertanggung jawab dalam bidang jalan;
c. Dinas yang bertanggung jawab dalam bidang tata kota;
d. Dinas yang bertanggung jawab dalam bidang perhubungan.
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Yang dimaksud dengan “Standart Pelayanan Publik” adalah standar
pelayanan minimum yang telah ditetapkan oleh Walikota dalam prosedur
pemberian izin penebangan pohon.
25
Pasal 24
Ayat (1)
Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara periodik
mingguan, bulanan, dan tahunan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Yang dimaksud “daya-daya alam” antara lain, yaitu letusan gunung
berapi, tanah longsor, banjir, badai, kekeringan dan gempa.
Pasal 31
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan “antar Dinas“ adalah Dinas yang bertanggung
jawab dalam bidang pengelolaan pohon, misalnya dengan Dinas yang
bertanggung jawab dalam bidang jalan, dinas yang bertanggung jawab
dalam Pengelolaan Sumber Daya Air.
Yang dimaksud dengan “Badan”, misalnya PT PLN, PDAM, dan lain-
lain.
Huruf d
Untuk meningkatkan efektivitas pelaporan, maka Dinas melaksanakan
saluran telepon khusus, website, dan sosialisasi mekanisme
pelaporan.
26
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Huruf a
Dalam penelitian hama dan penyakit pohon/tumbuhan, Pemerintah
Daerah dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi.
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Hak untuk mendapatkan ganti kerugian dilaksanakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan, misalnya: ketentuan
tentang penanggulangan bencana, pengelolaan dana bantuan sosial,
asuransi, dan/atau gugatan melalui pengadilan sesuai ketentuan
hukum acara perdata.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Peran serta masyarakat meliputi pula setiap anggota masyarakat di
tingkat kelurahan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
27
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Yang dimaksudkan dengan “melaporkan kepada Dinas”, dapat
dilakukan melalui berbagai cara antara lain melalui saluran
komunikasi yang dikelola Dinas misalnya saluran telepon.
Huruf k
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa di luar pengadilan”
meliputi: negoisasi, mediasi, dan arbitrase.
Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa melalui pengadilan, yaitu
melalui Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara sesuai
kompetensi Lembaga Peradilan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
28
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
29