Model Pembelajaran ICHA
Model Pembelajaran ICHA
Model Pembelajaran ICHA
Dosen pengampu :
Disusun oleh :
PROGRAM STRATA I
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya,
seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah SWT. Dengan kebaikan beliau
telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 13
B. Saran ................................................................................................................... 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terlepas dari mana yang benar, fenomena yang muncul dalam sistem persekolahan yang
ada sekarang ini cenderung memperlakukan siswa secara kurang adil dan kurang humanistis.
Siswa pandai diberi label unggul dengan segala fasilitas yang diberikannya, sementara siswa yang
di kelas tak unggul memperoleh label kurang dan predikat negatif yang lain. Siswa pada kelompok
unggul berkompetisi secara keras dan cenderung individualistik. Sementara siswa di kelas tidak
unggul merasa tidak mampu, frustasi dan selanjutnya menerima keadaan itu.
Persoalan lain yang menunjukan aspek kompetitif dan individualistik dalam pendidikan
kita adalah model pembelajaran langsung (model pembelajaran konvensional). Pada pembelajaran
konvensional, guru menjadi pusat pembelajaran, berperan mentransfer dan meneruskan (transmit)
informasi sehingga siswa tidak perlu mengkonstruksi ide-idenya. Tingkat partisipasi siswa sangat
terbatas karena arus interaksi didominasi oleh guru. Bentuk penugasan dalam pembelajaran ini
bersifat individual. Sebagai konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan dikelaspun juga individual.
Dalam hal ini, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana
siswa dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan
kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi
belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Keberhasilan dalam proses pembelajaran
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor
yang berkaitan dengan diri siswa, diantaranya adalah kemampuan, minat, motivasi, keaktifan
belajar dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, diantaranya
adalah model pembelajaran.
Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar.
Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan model
pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat
berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan
kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Wagitan menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi salah satu alternatif
karena banyak pendapat yang menyatakan bahwa pembelajaran aktif termasuk kooperatif mampu
1
meningkatkan efektivitas pembelajaran. Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama antar
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif dapat
mengubah peran guru, dari yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-
kelompok kecil. Model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang
kompleks, dan yang lebih penting lagi, dapat membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang berdimensi sosial dan hubungan antar manusia.
Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam
memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya. Hal ini
dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk aktif dalam belajar
melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Johnson & Johnson menyatakan bahwa “pengertian model pembelajaran kooperatif yaitu
mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja
sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam
kelompok tersebut”.2
Sugandi menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok
atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang
bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan
yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok”.7
learning.html)
4 Lie, Anita. 2002. Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
5 Isjoni. 2009. Coomperative Learning. Bandung: Alfabeta.
6 Pandoyo. 1992. Setrategi Belajar Mengajar. Semarang: IKIP Semarang Press.
7 Isjoni. 2009. Coomperative Learning. Bandung: Alfabeta.
3
Menurut Sugiyanto “pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”.8
Dari beberapa definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling
bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran
kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
4
bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Karena tiap
siswa mendapat tugas yang berbeda secara otomatis siswa tersebut harus
mempunyai tanggung jawab untuk mengerjakan tugas tersebut karena tugas setiap
anggota kelompok mempunyai tugas yang berbeda sesuai dengan kemampuannya
yang dimiliki setiap individu.
c. Interaksi Tatap Muka. Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok
dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melalukan dialog, tidak hanya
dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam ini
memungkinkan siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar
lebih bervariasi dan ini juga akan lebih memudahkan siswa dalam belajar. Adanya
tatap muka, maka siswa yang kurang memiliki kemampuan harus dibantu oleh
siswa yang lebih mampu me- ngerjakan tugas individu dalam kelompok tersebut,
agar tugas kelompoknya dapat terselesaikan.
d. Komunikasi antar Anggota Kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif
keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik
ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahan pikiran logis, tidak
mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam
menjalin hubungan antar pribadi sengaja diajarkan dalam pembelajaran kooperatif
ini. Unsur ini juga menghendaki agar para siswa dibekali de- ngan berbagai
keterampilan berkomunikasi.Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru
perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi, karena tidak semua siswa
mempuanyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok
tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk sa- ling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Adakalanya siswa
perlu diberitahu secara jelas mengenai cara menyanggah pendapat orang lain tanpa
harus menyinggung perasaan orang lain.
e. Evaluasi Proses Kelompok. Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka
agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak
perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa
waktu setelah beberapa pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran
cooperative learning.
2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
a. Dalam kelompoknya, siswa haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup
sepenanggungan”.
b. Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompok, di
samping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi
yang dihadapi.
c. Siswa haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama.
5
d. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota
kelompoknya.
e. Siswa akan diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap
evaluasi seluruh anggota kelompok.
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama selama proses belajarnya.
g. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani di dalam kelompoknya.
6
bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian
pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya guru meminta
kepada para siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh
guru atau apa yang telah dibaca. Tahapan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
adalah sebagai berikut.
a. Berpikir (Think): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan
pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut
secara mandiri.
b. Berpasangan (Pair): Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan
mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini
dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau
penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru
mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
c. Berbagi (Share): Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut
untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa
yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru
berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat
atau setengah dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk
melapor.
3. Tipe Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan
teman-temannya di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-
teman di Universitas John Hopkins. Arends dalam bukunya menyimpulkan dengan kutipan
sebagai berikut.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri
dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara
heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas
ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi
tersebut kepada anggota kelompok.
4. Tipe NHT (Numbered Heads Together)
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together (Kepala bernomor)
dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Maksud dari kepala
bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor mendapatkaan
kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam menguasai materi.
7
Dengan menggunakan model ini, siswa tidak hanya sekedar paham konsep yang
diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya,
belajar mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat teman, rasa kepedulian pada
teman satu kelompok agar dapat menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi
ilmu dan informasi, suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak terdapatnya
siswa yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki
peluang yang sama untuk tampil menjawab pertanyaan. Adapun langkah-langkah model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together antara lain:
a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat
nomor.
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok me- ngerjakannya.
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota
kelompok dapat mengerjakannya/menge-tahui jawabannya.
d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan
hasil kerjasama mereka.
e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain. 12
5. Tipe GI (Group Investigation)
Pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John Dewey tentang
pendidikan yang menyimpulkan bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi
sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan
mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Pada dasarnya model ini dirancang
untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai hal
mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan menguji
hipotesis. Tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai
berikut:
a. Tahap Pengelompokan (Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk
kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada tahap
ini, yang pertama siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan
kategori- kategori topik permasalahan kemudian siswa bergabung pada kelompok-
kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk
diselidiki, lalu guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4
sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
b. Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini
siswa bersama-sama merencanakan tentang: Apa yang mereka pelajari? Bagaimana
mereka belajar? Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut?
c. Tahap Penyelidikan (Investigation)
8
Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap
ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut: pertama siswa mengumpulkan
informasi, menganalisis data dan membuat simpulkan terkait dengan
permasalahan-permasalahan yang diselidiki, kemudian masing-masing anggota
kelompok memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok, lalu siswa saling
bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat.
d. Tahap Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut:
pertama anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam proteknya
masing-masing, kemudian anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka
laporkan dan bagaimana mempresentasikannya, lalu wakil dari masing-masing
kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.
e. Tahap Presentasi (Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan pembelajaran di
kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut: pertama, penyajian kelompok pada
keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian, kelompok yang tidak
sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar, kemudian pendengar
mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan
terhadap topik yang disajikan.
f. Tahap Evaluasi (Evaluating)
Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada
tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut: pertama
siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang telah
mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya, kemudian guru
dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah
dilaksanakan, dan penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat
pemahaman siswa. 13
6. Tipe CIRC (Cooperatif Integrated Reading And Composition)
Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish.
Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model
pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh
kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting.
Dalam model pembelajaran ini, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil
yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam kelompok ini terdapat siswa yang
pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama
lain. Dalam kelompok ini tidak dibedakan jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat
kecerdasan siswa. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan siswa dapat meningkatkan
pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Sebelum dibentuk
9
kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok. Siswa diajari
menjadi pendengar yang baik, siswa juga dapat memberikan penjelasan kepada teman
sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat
teman lain, dan sebagainya. Model pembelajaran ini, dibagi menjadi beberapa fase:
a. Fase Orientasi
Pada fase ini, guru memberikan pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan
diberikan. Selain itu guru juga memaparkan tujuan pembelajaran yang akan
dilakukan kepada siswa.
b. Fase Organisasi
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dengan memperhatikan
keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan tentang materi yang akan
dibahas kepada siswa. Selain itu menjelaskan mekanisme diskusi kelompok dan
tugas yang harus diselesaikan selama proses pembelajaran berlangsung.
c. Fase Pengenalan Konsep
Dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang mengacu pada hasil
penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru,
buku paket, film, kli- ping, poster atau media lainnya.
d. Fase Publikasi
Siswa mengkomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan,
memperagakan tentang materi yang dibahas baik dalam kelompok maupun di
depan kelas.
e. Fase Penguatan dan Refleksi
Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan materi yang
dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi kesempatan untuk mere-
fleksikan dan mengevaluasi hasil pembelajarannya. 14
7. Tipe Make A Match (Membuat Pasangan)
Metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna
Curran tahun 1994. Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-
langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
cocok untuk sesi pemilihan, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu
jawaban.
b. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
d. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
10
f. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah
disepakati bersama.
g. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda
dari sebelumnya, demikian seterusnya.
h. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu
yang cocok.
i. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi
pelajaran.15
8. Tipe Two Stay Two Stray (TS-TS)
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) dikembangkan oleh
Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua
tingkatan usia. Metode pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray merupakan
sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerjasama,
bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk
berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik. Langkah-
langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray seperti yang
diungkapkan, antara lain:
a. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri
dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen
seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang bertujuan
untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan dan saling
mendukung.
b. Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas
bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
c. Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan
untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam
proses berpikir.
d. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
e. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi mereka ke tamu mereka.
f. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain.
g. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
h. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka. 16
sekai.wordpress.com/2011/09/07/pembelajaran-kooperatif-tipe-two-stay-two-stray.html)
11
D. Kelebihan dan Kekurangan dari Pembelajaran Kooperatif
a. Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru,
tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi
dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
b. Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan, mengungkapkan ide
atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang
lain.
c. Model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk menhargai orang lain dan
menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d. Model pembelajaran kooperatif dapat memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar.
e. Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan
rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain, mengembangkan
keterampilan, dan sikap positif terhadap sekolah.
f. Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji
ide dan pemahaman sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat memecahkan masalah
tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab
kelompoknya.
g. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa mengelola
informasi dan kemampuan belajar abs- trak menjadi nyata.
h. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan
rangsangan berfikir. Hal ini berguna untuk pendidikan jangka panjang.
a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di- samping itu memerlukan
lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.
b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat
dan biaya yang cukup memadai.
c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan
yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
d. Saat diskusi terkadang didominasi seseorang, hal ini meng-akibatkan siswa yang lain
menjadi pasif.
e. Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak
mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip
membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
• Untuk para pengajar dalam proses pembelajaran lebih baik menggunakan strategi
kooperatif dengan berbagai tipe seperti penjelasan di atas karena dapat membuat siswa
lebih cepat menerima daripada menggunakan strategi yang konvensional.
• Apabila menggunakan pembelajaran kooperatif guru harus selalu membimbing siswa
dalam berdiskusi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
13
DAFTAR PUSTAKA
14