Henokh Anjulius Turnip
Henokh Anjulius Turnip
Henokh Anjulius Turnip
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
Rahmat dan Anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan draft Skripsi yang
semaksimal mungkin untuk menyusun setiap lembar bab skripsi sesuai dengan
kaedah penulisan penelitian ilmiah dan ketentuan yang telah di tetapkan oleh
naskah skripsi ini mungkin di temukan kesalahan dan kekurangan. Oleh karena
Penulis menyadari pula bahwa dalam proses studi maupun dalam proses
penulisan dan penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang membantu. Sehubungan
dengan itu secara khusus pada lembaran ini penulis mengucapkan kekaguman dan
terimakasih kepada:
iv
3. Bapak Dr.Ranggi Ade Febrian,S.IP.,M.Si. selaku ketua ketua prodi
ilmu pemerintahan fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, yang telah
pemerintahan.
8. Bapak dan ibu dosen fakultas ilmu sosial dan ilmu politik Universitas
mudah mudahan ilmu yang bapak dan ibu berikan dapat bermanfaat
dengan baik
9. Bapak dan ibu dan seluruh staff, dan karyawan tata usaha (TU)
fakultas imu sosial dan ilmu politik Universitas Islam Riau yang telah
v
membantu penulis dalam penyelesain persyaratan-persyaratan baik
kehidupan.
11. Kepada kedua kakak saya Lasmaria Pilijaya, dan Mai Yena Mawar
Penulis memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga jasa baik mereka di
Npm : 177310452
vi
DAFTAR ISI
ABSTRACT .................................................................................................... xv
vii
7. Konsep Kebakaran Hutan dan Lahan ................................... 47
B. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 49
C. Kerangka Pikir ................................................................................ 51
D. Konsep Operasional ......................................................................... 53
E. Konsep Variabel ............................................................................. 54
viii
1. Faktor-faktor pendukung ..................................................... 102
2. Factor-faaktor penghambat .................................................. 103
Bab VI Penutup .............................................................................................. 105
A. Kesimpulan ...................................................................................... 105
B. Saran ................................................................................................ 106
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
SURAT PERNYATAAN
Saya mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam
Riau peserta ujian konferehensif Skripsi yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Henokh Anjulius Turnip
NPM : 177310452
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Jenjang Pendidikan : Strata Satu (S.1)
Judul Skripsi : Collaborative Governance menangani masalah
kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau
Atas naskah yang didaftarkan pada ujian Skripsi ini beserta seluruh
dokumen persyaratan yang melekat padanya dengan ini saya menyatakan:
1. Bahwa naskah skripsi ini adalah benar hasil karya saya sendiri (tidak
plagiat) yang saya tulis sesuai dan mengacu kepada kaida-kaidah
metode penelitian ilmiah dan penulisan karya ilmiah.
2. Bahwa, keseluruhan persyaratan administratif, akademik dan keuangan
yang melekat padanya benar telah saya penuhi sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh Fakultas dan Universitas.
3. Bahwa, apabila dikemudian hari ditemukan dan terbukti secara sah
bahwa saya melanggar dan belum memenuhi sebagian atau keseluruhan
atas pernyataan butir 1 dan 2 tersebut di atas, maka saya manyatakan
bersedia menerima sanksi pembatalan hasil ujian skripsi yang telah saya
ikuti serta sanksi lainya sesuai dengan ketentuan Fakultas dan
Universitas serta Hukum Negara RI.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa
tekanan dari pihak manapun juga.
xiii
COOLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PENANGANAN MASALAH
KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI RIAU
ABSTRAK
xiv
COLLABORATIVE GOVERNANCE IN HANDLING THE PROBLEM OF
FOREST AND LAND FIRES IN THE PROVINCE OF RIAU
ABSTRACT
Forest and land fires in Riau Province are still a serious problem and are
still massive, even though in the Riau Governor Regulation Number 61 of 2015
concerning the prevention and control of forest and land fires, collaborative work
has been formed in the form of the Dalkarhutla task force, but cases of forest and
land fires still occur every year. This study aims to see the collaborative process
that occurs in the Dalkarhutla task force in Riau Province with the analytical knife
of the collaborative governance regime theory proposed by Emerson, Nabatchi
and Baloqh in that theory there are three assessment indicators, namely the scope,
dynamics of collaborative action and collaboration dynamics. This study uses
qualitative methods and data collection techniques through direct interviews with
the relevant offices, the Regional Disaster Management Agency, the Environment
and Forestry Service, the Riau Regional Police, and the Natural Resources
Conservation Center. The researcher found that the process of sharing resources
had been carried out well, but there were agencies that did not understand the
common principles in this collaborative work, and there were indications of
intimidation from certain parties during the forest and land fire prevention
process. The conclusion of this researcher based on the collaborative governance
regime theory within the framework of the Dalkarhutla task force collaboration is
quite ready in its implementation. Suggestions from researchers is that each
agency should understand the common principle in collaborating then
socialization and education to every level of society must be massively carried
out.
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dunia, alasan Indonesia menjadi salah satu negara paru-paru dunia adalah karena
sekitar 884.950 km2 wilayah Indonesia merupakan kawasan hutan. Negara dengan
luas hutan terbesar adalah Rusia luas wilayah hutan di Rusia mencapai 7.762.602
km2, kemudian pada posisi kedua disusul oleh Brasil dengan luas kawasan hutan
Polemik yang sering terjadi dalam hal kehutanan adalah kebakaran hutan
dan lahan, di Indonesia hal ini sudah sering terjadi sejak pengalihan fungsi hutan
ketika mendekati musim kemarau. Provinsi Riau sebagai salah satu provinsi yang
memiliki tanah jenis gambut sangat mudah terbakar ketika di musim kemarau,
faktor penyebab dari karhutla selain dari alam adalah dari manusia. Masyarakat
yang tidak sengaja membuang puntung rokok tanpa mematikan bara dari rokok
juga dapat menyulut api, dan faktor lain adalah pembukaan lahan untuk ditanam
kelapa sawit dilakukan oleh individu, kelompok, dan korporat. Menurut data dari
BNPB 80% hutan yang terbakar beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit.
nasional dan global, alasannya adalah karena dampak yang di timbul dari
kebakaran hutan ini sudah di rasakan oleh beberapa negara tetangga dan gas hasil
1
2
sebanyak 28 provinsi, dampak yang timbul akibat kebakaran ini bukan hanya
dirasakan pada wilayah yang terbakar tetapi juga sampai ke negeri jiran yaitu
dan Kehutanan (KLHK) provinsi Riau sebagai salah satu penyumbang kebakaran
hutan, kualitas Indeks Standar pencemar Udara (ISPU) menunjukkan angka yang
269, Dumai 170, Rokan Hilir 141, siak 125, Bengkalis 121, dan Kampar 113.
(Fanani, 2019).
sepanjang 2019:
Sumatera utara
Kalimantan barat
Sulawesi selatan
Sumatera selatan
kalimantan timur
kalimantan selatan
Aceh
Riau
Kalimantan tengah
0 10 20 30 40 50
sumber: databoks.co.id 2019
3
Dapat dilihat bahwa provinsi Riau berada pada posisi nomor 2, dengan
Dari tabel diatas terlihat beberapa pulau kalimantan masuk kedalam daftar
yang rawan terhadap kebakaran hutan, kebakaran hutan dan lahan gambut di
Kalimantan Tengah sudah menjadi kejadian rutin setiap tahun. Pembukaan lahan
dengan pembajaran secara besar-besaran untuk HTI dan adanya Proyek di Lahan
Gambut (PPLG) dengan luas lebih dari 1 juta hektaer menjadi salah satu penyebab
(Wangke, 2011)
4
lahan ini menurut KLHK berdasarkan faktor alam karena adanya badai El-Nino,
dan faktor manusia karena masih banyaknya petani sawit dan pelaku industrial
sawit yang nakal memanfaatkan musim kemarau untuk membuka lahan dengan
cara di bakar. Ada 79 perusahaan yang melakukan pembakaran hutan dan lahan
hutan tanam industri, 3 hak pengusahaan hutan, yang terakhir adalah 1 restorasi
Dalam upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2019
Cassa 212 (A-2105) dan Cassa 212 (A-2101, Cassa 212 (A-2105) bergerak di
Lanud Roesmin Nurjadin, sementara jenis Cassa 212 (A-2101) di wilayah Ogam
Kemering Ilir, masing-masing menaburkan bahan kimia jenis CaO 800 kg.
Pemadaman jalur udara tidak hanya dengan modifikasi cuaca saja tetapi juga
dengan cara water bombing dengan menggunakan 49 pesawat yang membawa air
Kerugian material yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan pada
tahun 2019 menurut catatan World Bank alokasi pengeluaran dana untuk
dan hutan mencapai 5,2 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 72,95 triliun pada
kurs Rp 14.000. Selain dari kerugian material, beberapa dampak yang muncul
1. Terancamnya habitat flora dan fauna, hutan yang menjadi rumah bagi
sejumlah flora dan fauna menjadi terancam karena rumah yang menjadi
spesies umum flora dan fauna, juga menjadi rumah bagi beberapa spesies
endemik bagi beberapa daerah. Jika hutan yang menjadi rumah bagi
mereka selalu terbakar setiap tahun secara perlahan namun pasti maka
3. Potensi bencana, akibat hutan yang memiliki banyak jumlah pohon habis
terbakar dan tanah yang tidak mampu menahan jumlah air terlalu banyak
Akar pohon yang mengambil peran dalam proses penyerapan air dan
4. Meningkatnya potensi pemanasan global dan kabut asap, selama ini kita
Selain dampak buruk bagi lingkungan dan material yang timbul akibat
bencana kebakaran hutan, ada juga dampak sosial bagi masyarakat lokal yaitu
perasaan diabaikan dan putus asa karena tidak mendapatkan perhatian serius dari
tersebut, dampak lokal sosial budaya ini apabila terus diabaikan oleh pemerintah
7
serius. (Tacconi, 2003). Untuk itu sesuai dengan salah satu fungsi pemerintah
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kond isi tidak
kebakaran hutan dan lahan maka perlu perencanaan program yang tepat agar
sebagai upaya sadar yang dirancang atau dirumuskan guna tercapainya tujuan
program yang akan dibuat tetapi ada faktor lain yang harus diperhatikan juga,
perilaku, dll; (2). Identifikasi mengenai key individual atau tokoh yang memiliki
pengaruh dalam struktur sosial masyarakat dimulai dari tokoh agama, kepala
suku, tetua adat, dsb; (3). Penerimaan tujuan program oleh key individual; (4).
Peran serta secara aktif key individual dan individu dalam masyarakat; (5).
kebakaran hutan;
kebakaran hutan;
1997)
peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, memuat salah satu pasal
yaitu untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan perlu ada kerjasama
dan saling berkoordinasi antar lembaga pemerintah dari pusat, daerah provinsi,
dan daerah kabupaten serta mengikut sertakan elemen masyarakat dalam upaya
di sini yaitu lembaga yang secara khusus menangani terkait hutan dan alam,
dalam hal ini yang dimaksud adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan
Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah seharusnya menarik garis koordinasi dan
kehutanan”.
Berdasarkan tugas dan fungsi diatas dan merujuk pada pasal 47 tahun
1999 tentang kehutanan, perlindungan hutan dan kawasan hutan maka pada tahun
menangani kebakaran hutan yang bernama Manggala Agni atau juga bisa disebut
menangani kebakaran hutan dan lahan pada tingkatan pusat, daerah provinsi
dan
Pemerintahan Daerah pada pasal 12 ayat (3), dalam hal pembagaian urusan
bertanggung jawab mengenai kebakaran hutan dan lahan dua diantaranya adalah
penanganan masalah karhutla di setiap daerah maka satuan kerja Manggala Agni
juga mendapatkan porsi pembagian tingkatan kerja dan tanggung jawab, pada
Regional bertanggung jawab kepada Manggala Agni pusat, dan tingkat daerah
tergolong banyak akan tetapi ketersediaan personil di setiap Daerah Operasi masih
minim, hanya beberapa kabupaten/kota saja yang tersedianya tim Manggala Agni.
Riau-02
disetiap daerah terdapat Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup sesuai dengan
13
hidup;
bidang kehutanan;
lingkungan hidup;
lembaga ini bersifat koordinatif. Lembaga negara non kementerian ini juga
memiliki peran dalam bidang penanganan dan pencegahan kebakaran hutan dan
bencana kebakaran hutan dan lahan di masing-masing provinsi. Adapun tugas dan
bencana (hotspot).
dalam pengendalian
kebakaran hutan dan
lahan di lapangan
Masyarakat peduli api Relawan perbantuan regu
dalkarhutla yang sudah
dibekali pemahaman
pengendalian karhutla
Badan Penanggulangan TNI AD Regu perbantuan
Bencana daerah pengendali karhutla jalur
darat
TNI AU Regu perbantuan
pengendali karhutla
melalui jalur udara
POLRI -Penegakkan hukum
terkait kebakaran hutan
dan lahan
-Regu perbantuan
pengendali kebakaran
hutan
LAPAN Pemetaan jumlah dan
sebaran hotspot
BMKG -Pemantauan cuaca
-Modifikasi cuaca
sumber: Peraturan Gubernur Riau Nomor 61 tahun 2015 bab II/diolah penulis
2020.
evaluasi.(Noor, 2010).
2014). Pemimpin dalam hal ini adalah pemerintah pusat dan daerah dapat
secara efektif dan melaksanakan tugasnya dengan efektif pula, untuk itu
hutan dan lahan ini adalah proses kolaborasi dalam bentuk satuan tugas yang
berbagi sumber daya, memiliki dasar hukum, dan memahami prinsip kerja sama.
Sudah seharusnya setiap perangkat daerah yang terlibat memahami konsensus dan
prinsip kerjasama, dan sudah seharusnya juga berbagi sumber daya manusia dan
modal (sarana dan prasarana) dan mengingat Indonesia sebagai negara hukum
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang diatas maka masalah yang akan
Riau”
C. Tujuan Penelitian
di Provinsi Riau.
D. Kegunaan Penelitian
pemerintahan.
sama.
18
3. Praktis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menjadi masukkan bagi
A. Studi Kepustakaan
1. Konsep Pemerintahan/Governance
menjalankan tugas dan fungsi pemerintah ada empat fungsi menurut Ryass Rasyid
yaitu :
19
20
mencakup:
sosial.
masyarakat umum.
melindungi kebutuhan dan tuntutan tiap orang akan jasa publik dan pelayanan
kekuasaan dan kewenangan, menurut C.F. Strong pemerintahan dalam arti luas
menjalankan tugas, fungsi dan wewenang, dan kedua adalah cara atau sistem
pemerintahan.(Surianingrat, 1990).
yang lebih baik dan tidak merugikan orang lain. (Labolo, 2006)
fungsi melalui asas-asas tertentu untuk mencapai tujuan suatu negara. (Haboddin,
2015).
(Habbodin, 2015)
pengawasan, atau bisa juga dikatakan bahwa masyarkat memberi masukan dalam
dan fungsi sesuai undang-undang yang berlaku, yaitu sekelompok orang yang
mengajak seluruh warga negara untuk mencapai tujuan negara yang telah
disepakati bersama.
peraturan, terdapat berbagai aktor atau organisasi dan tidak ada sistem aturan
kebijakan formal yang dapat mengikat dalam hubungan antar aktor dan organisasi
administrasi publik yang semula efektif dan efesien berubah menjadi nilai
suatu organisasi yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dan menjalankan
tugas dan fungsi nya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dalam
2. Konsep Kolaborasi/Collaborative
kolaborasi mulai banyak di gunakan pada abad ke-19 pada saat era industri mulai
kepada orang lain sampai taraf tertentu dengan kepatuhan dan keterlibatan
mereka, kelima kolaborasi dapat melibatkan komitmen dan niat masa depan
2008)
menyatukan beberapa pihak untuk mencapai tujuan yang sama melalui konsensus,
yang saling membantu dalam pengerjaan tugas untuk mencapai tujuan yag telah
disepakati.(Blismas, 2010)
konsensus dalam pengambilan keputusan. (La Ode Syaiful Islamy H., 2018).
25
pemerintah.(Dewi, 2012).
kolaborasi ditandai dengan adanya tujuan bersama, struktur yang setara melalui
mencapai tujuan bersama. Ini adalah proses sosial yang paling dasar. Kolaborasi
melibatkan pembagian tugas dimana setiap orang bertanggung jawab atas tugas
2015-2016, 2017).
1. Menghormati orang lain, ini menjadi nilai yang utama dalan hal
lain tanpa menaruh rasa curiga maka tugas dan tanggung jawab
jawab antar pihak yang kegiatannya memiliki hubungan. Dalam sektor publik
memenuhi berbagai kebutuhan dan hak publik pihak yang melakukan kolaborasi
kolaborasi yaitu:
Carpenter adalah, (1) Partisipasi maupun partisipan tidak dibatasi dan tidak
pencapaian tujuan yang telah di tetapkan, (3) Tujuan yang masuk akal, (4) Adanya
penjelasan masalah yang ingin diselasaikan, (5) Partisipan saling mengajari satu
sama lain, (6) Adanya indentifikasi dan pengujian terhadap berbagai pilihan, (7)
Implementasi solusi dari masalah yang ada dibagikan kepada partisipan yang
pembagian kerja antar lembaga sesuai dengan porsi masing-masing, (2) faktor
lead agency, (3) faktor service delivery, dan (4) faktor infrasturktur. (Muhhamad,
2018)
ada tiga hal penting yang menjadi kunci keberhasilan dalam proses kolaborasi
diantaranya adalah:
pribadi)
2020)
3. Visi yang strategis, prinsip dasar pemandu dan tujuan keseluruhan dari
pemerintahan yang dikelola oleh tim yang terlibat dalam kolaborasi dari
intern yang melihat organisasi sebagai pelanggan dan fokus pada kualitas
Dari berbagai penjelasan para ahli yang telah dipaparkan diatas maka
secara bersamaoleh pihak-pihak yang terlibat dan kemudian pada tindakan yang
baru dalam proses tata kelola pemerintahan yang membuat berbagai aktor
pemerintah dapat berkumpul di sebuah forum yang sama dan membuat suatu
sebagai suatu aransemen tata kelola pemerintahan yang ikut melibatkan pihak
untuk membuat adan menerapkan kebijakan publik, mengelola program dan aset
lembaga yang ikut terlibat dalam proses kolaborasi harus mengakui legitimasi
31
yang dimiliki oleh lembaga lain yang ikut terlibat. Ketika lembaga-lembaga
sepakat dan berkomitmen untuk melakukan kolaborasi maka perlu dibangun rasa
terjadi.(Irmadella)
disepakati. (Prasetyo)
hubungan yang lebih baik dengan cara melihat sudut pandang dari masing-masing
masing sudut pandang yang berbeda kemudian akan sampai pada sebuah
konsensus, hal ini sebagai perwujudan bahwa dalam proses kolaborasi semua
mitra dilakukan setara tidak ada hal yang menjadikan para mitra berbeda.
Kemudian pemimpin dalam hal ini adalah pemerintah selama proses kolaborasi
akan beruah sekaligus menjaga agar tujuan dari kolaborasi tetap terlihat.
sengajaan akan tetapi karena ada alasan tertentu, seperti yang diungkapkan oleh
jaringan kolaborasi tidaklah muncul secara spontan akan tetapi wajib untuk
mengambil pilihan atas dasar dari permasalahan dan alasan tertentu, adapun
3. Mobilisasi kepentingan
Dalam proses penerapannya Head (2008: 739) yang dikutip dalam John R.
Butcher terdapat delapan proses dan isu yang saling berhubungan untuk mencapai
yang cukup untuk proses bekerja dan belajar sebagai orang yang memiliki
masyarakat.(John D, 2011).
oleh beberapa negara didunia yang menganut sistem negara demokrasi sebagai
jalan keluar terhadap isu publik, yang pertama ialah keikutsertaan masyarakat dan
adaptasi yang sementara (Khusna, 2017). Masih dari teori Emerson, Nabatchi, dan
Baloqh yang dikutip dari (Febrian, 2016) teori yang mereka sampaikan mencakup
yakni:
situasional);
dalam kolaborasi.
dan konsep.
diandalkan.
37
sudah disepakati.
bersama oleh pihak-pihak yang terlibat, kemudian pada tindakan yang nyata untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati dalam hal ini adalah penanganan kebakaran
4. Konsep Kebakaran
bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena
pancaran api sejak awal kebakaran hingga penjalaran api yang menimbulkan asap
dan gas.
fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis dan bereaksi
secara kimia dengan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas, nyala
api, cahayaa, asap, uap air, karbon monoksida, karbondioksida, atau produk dan
efek lain.
39
api tidak terjadi begitu saja tetapi merupakan suatu proses kimiawi antara uap
bahan bakar dengan oksigen dan bantuan panas. Teori ini dikenal dengan segitiga
api (fire triangle). Menurut teori ini kebakaran terjadi karena adanya tiga faktor
• Bahan bakar, yaitu unsur bahan bakar baik padat, cair atau gas yang
dari udara.
Kebakaran biasanya dimulai dari api yang kecil kemudian membesar dan
menjalar ke daerah sekitarnya. Penjalaran api menurut Ramli (2010) dapat melalui
2. Konduksi Api juga dapat menjalar melalui fluida, misalnya air, udara
api. Dalam proses radiasi ini, terjadi proses perpindahan panas (heat
adalah:
Kebakaran adalah timbulnya titik api pada benda tertentu yang memiliki
unsur kimia dan kemudian dari titik api kecil menjadi titik api besar dan menyebar
5. Konsep Hutan
bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi
41
sumber daya alam hayati yang di dominasi jenis atau pepohonan yang menyatu
Dari aspek legal dalam konteks hukum formal maka hutan adalah wilayah
lahan hutan yang sudah di tentukan oleh undang-undang kehutanan dan peraturan
lain mengenai kehutanan seperti; hutan lindung, hutan produksi, hutan desa, hutan
yang menutupi suatu wilayah yang luas sampai terbentuknya iklim kecil dengan
kondisi ekologi yang berbeda dengan wilayah lain dan memiliki sifat yang unik.
dan fauna dan membentuk sistem ekologis dan organisme yang saling
dengan mayoritas pohon-pohon berkayu yang tumbuh secara bersama dan berjajar
rapat.
penutupan berbagai pepohonan secara luas dan rapat. Selain itu terdiri dari
ekosistem berupa tegak-tegakkan yang terdiri atas aneka ragam sifar, baik
struktur, kelas umur, komposisi, jenis serta beberapa proses tertentu yang saling
terkait. Hutan juga meeliputi atas sungai, ikan, satwa liar, padang rumput dan
bahkan hutan terbentuk dari bentukan khusu, seperti hutan tanaman hutan publik,
hutan lindung, hutan kota dan bahkan hutan industri maupun non-industri.
42
kumpulan beberapa bidang lahan yang ditumbuhi oleh tumbuhan berbentuk pohon
dimana dikelola sebagai suatu kesatuan yang utuh demi mencapai tujuan yang di
sebidang lahan yang ditutupi oleh peohonan yang membentuk iklim tegakkan atau
mikro didalamnya, seperti lahan bekas tebangan atau lahan yang sengaja di tebang
tahun 1999 hutan negara adalah hutan yanng berstatus milik negara, untuk
pengelolaan hutan milik negara perlu adanya izin khusus dari negara.
Nomor 41 tahun 1999 hutan hak merupakan hutan yanng berstatus milik
adat.
kawasan suaka alam memiliki luas 27,4 juta ha, (2) kawasan
Hutan Tanaman Industri memiliki luas 6,23 juta ha, serta berbagai
maka dapat di simpulkan bahwa hutan merupakan suatu wilayah yang ditumbuhi
44
6. Konsep Lahan
Lingkungan fisis meliputi relief (topografi), iklim, tanah, dan air. Sedangkan
lingkungan biotik meliputi hewan, tumbuhan, dan manusia yang semuanya secara
Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi
oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat
sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau
tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu. Penggunaan yang optimal
tanah yang dapat diolah untuk menjadi lahan perkebunan atau pertanian, bagi
bagi seorang ahli penataan ruang (planner) lahan diartikan sebagai sumberdaya
alam tempat segala kegiatan manusia di tata didalamnya. Menurut Prof. I Made
45
Sandy dikutip oleh Ir. Bambang Deliyanto, M.Si., seorang ahli geografi, lahan
adalah istilahtanah dalam ukuran luas (berdimensi dua), yaitu Ha, m2, tumbak,
bahu atau lainnya Memang tanah sebagai sumberdaya alam bisa mempunyai
2. Tanah juga bisa dilihat sebagai benda yang dapat diukur dengan
ukuranberat atau volume (tiga dimensi), misalnya berat satu ton atau
luas(Ha, m2, tumbak, dan lain-lain). Tanah dalam ukuran luas inilah
daya alam yang abstrak dan yang nyata (bukan abstrak) seperti yang
bumi;
2) air, yang terdiri atas air laut, air permukaan, dan air tanah
atau airdasar;
dansebagainya;
sumberkemakmuran.
47
Secara lebih rinci, istilah lahan atau land dapat didefinisikan sebagai suatu
dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah
tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan
hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu
dan sekarang yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh
manusia pada saat sekarang dan di masa mendatang (Brinkman dan Smyth, 1973;
dan FAO, 1976). Lahan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun atas
fungsional yang sering disebut kualitas lahan. Kualitas lahan ini pada hakekatnya
yaitu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan
adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan dan keduanya bisa terjadi
bervegetasi yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan
(Syaufina, 2008).
dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang
penjalaran apinya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti
serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati yang tetap berdiri, log, tunggak
Kebakaran hutan dan lahan merupakan peristiwa yang unik dan berbeda
dari peristiwa kebakaran yang lain, kebakaran hutan yang terjadi secara buatan
lahan yang terjadi secara buatan karena ingin membuka lahan perkebunan dengan
49
kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia memiliki motif yang sama
kebakaran hutan dan lahan merupakan kejadian dengan siklus yang sama akan
B. Penelitian Terdahulu
Provinsi Riau.
C. Kerangka Pikir
Dengan menggunakan konsep teori dari Emerson, Nabatchi dan Baloqh agar
tidak terjadi kesalahan pemikiran dalam penelitian ini maka penulis akan
menyajikan gambar dari kerangka pikir dari teori tersebut. Dibawah ini adalah
52
Pemerintah
Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Pengendalian
Kebakaran Hutan dan Lahan
Collaborative Governance
Kebakaran Hutan dan Lahan
(Berdasarkan lokasi yang
menjadi fokus penelitian
penulis)
1. BPBD
Teori collaborative governance 2. DLHK (Manggala Agni)
menurut Emerson, Nabatchi dan 3. BBKSDA (Polisi Hutan)
Baloqh. 4. POLDA Riau.
1. Ruang lingkup
2. Dinamika dari aksi
kolaborasi.
3. Dinamika kolaborasi
4. Dampak dan adaptasi
sementara dalam
kolaborasi
Sumber: google;gambar kerangka teori Emerson, Nabatchi dan Baloqh,2020
53
D. Konsep Operasional
disepakati bersama.
benda tertentu yang memiliki unsur kimia dan kemudian dari titik
api kecil menjadi titik api besar dan menyebar ke benda lain yang
disekitarnya.
abiotik.
titik api didalam kawasan hutan dan lahan yang terjadi secara alami
E. Konsep Variabel
ini sudah disiapkan tabel variabel dalam penelitian berdasarkan teori Emerson,
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
sekelompok orang yang berasal dari masalah sosial. Penelitian kualitatif secara
tingkah laku, konsep atau fenomena, masalah sosial, dan lain - lain. Peneliti
penelitian ini berupa dokumen, catatan, dan data - data yang bersifat kualitatif.
kepercayaan terhadap objek yang akan diteliti. Semua data yang dibutuhkan
tersebut bukanlah termasuk data yang berbentuk angka, penelitian ini bertujuan
B. Lokasi Penelitian
Melihat permasalahan yang akan diteliti oleh penulis maka tempat yang
Riau yang berada di Jalan Jendral Sudirman No 438, Pekanbaru dan kantor Dinas
56
57
468, Pekanbaru. Mengingat tanggung jawab kerja vertikal dari satuan Manggala
Agni adalah kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan yang dibawah naungan
C. Informan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Penelitian ini
1. Data primer
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari
secara umum.
c. Struktur organisai
administrasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini
dilaksanakan.
Teknik analisis data yang digunakan dalam pelitian ini adalah teknik analisa
tidak terlepas dari keseluruhan penelitian, maka analisa data dapat dilakukan
60
dilapangan bersama dengan pengumpulan data. Ada empat tahapan analisa data
yaitu :
1) Analisa Domein
2) Analisa Taksonomi
3) Analisa Komponen
pertanyaan kontras.
4) Analisa Tema
Persiapan dan
1 x X x x x x x x x x x x x x x
penyusunan UP
2 Seminar UP x
3 Perbaikan UP x
Pengurusan
4 rekomendasi
penelitian (riset)
Penelitian
5
Lapangan
Penelitian dan
6
analisis data
Penyusunan
7 laporan Peneltian
(Skripsi)
Konsultasi
8
Perbaikan Skripsi
9 Ujian Skripsi
Refisi dan
10 Pengesahan
skripsi
Penggandaan
11 serta Penyerahan
skripsi
Sumber : data olahan penulis 2020
BAB IV
sumatera, Pekanbaru sebagai ibukota dari provinsi Riau, dalam sensus penduduk
yang dilakukan pada tahun 2020 menunjukan hasil jumlah penduduk 6.394.090
jiwa, kepadatan penduduk 96,46 jiwa/km². Dasar Hukum Dari Berdirinya Provinsi
Daerah-Daerah Swatantra Tingkat 1 Sumatera Barat, Jambi Dan Riau, pada awal
pinang, melalui keputusan Menteri Dalam Negeri No. 1/44 pada 20 januari 1959
258/M/1958 yaitu Mr. SM Amin. Letak geografis dari Provinsi Riau secara
Wilayah Provinsi Riau mulai dari 01005'00 '' Lintang Selatan sampai 02025'00 ''
Lintang Utara dan 100000'00 '' hingga 105005'00 '' Bujur Timur. Adapun batas
Sumatera Barat
62
63
daya alam yang di miliki adalah minyak, gas bumi dan kehutanan, kemudian
sumber daya alam yang diusahakan oleh manusia meliputi perkebunan karet,
perkebunan kelapa sawit, dan perkebunan serat. Akan tetapi seiring berjalan nya
waktu deforestasi dan pengalihan fungsi lahan semakin merajalela selain untuk
perkebunan, pada tahun 2020 luas kawasan hutan di Riau seluas 1.442.669 ha,
dibandingkan pada tahun 1982 sebesar 6.727.546ha, sementara itu luas kawasan
perkebunan kelapa sawit pada tahun 2020 data yang bersumber dari badan pusat
statistik berjumlah 2.850.003ha, dengan lahan seluas ini Provinsi Riau memuncak
dinas, badan dan balai, berikut akan digambarkan secara umum mengenai dinas
tersebut;
Provinsi Riau
sejarah yang cukup panjang dan sudah berulang kali mengganti nama, terbentuk
pada 20 Agustus 1945 pada saat itu fokus kerja hanya kepada keluarga dari
korban perang sehingga diberi nama menjadi Badan Penolong Keluarga Korban
Perang (BPKKP), pasca perang fokus dari kerja lembaga ini juga beralih kepada
bencana alam, pada tahun 1966 yang mana konstitusi Indonesia pada saat itu
sudah cukup jelas presiden mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 256
Pusat(BP2BAP) yang bertanggung jawab terhadap lembaga ini pada saat itu
adalah menteri sosial, kemudian pada tahun 1967 lembaga ini ditingkatkan
PBA). Kemudian pada tahun 2004 muncul tragedi yang tidak diharapkan yaitu
gempa bumi dan tsunami Aceh, dengan buruknya kualitas penangan bencana alam
65
di Indonesia pada saat itu kemudian dikeluarkan lah UU Nomor 8 Tahun 2008
perubahan terhadap unsur penanggung jawab yang mana menteri sosial tidak lagi
yaitu peraturan kepala Badan Nasioal Penanggulan Bencana Nomor 3 Tahun 2008
Provinsi Riau BPBD terbentuk pada tahun 2010 melalui Perda Nomor 6 Tahun
fungsi, dan tata kerja mengenai Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi
Riau Dalam Menghadapi Bencana”. Sementara itu misi BPBD Provinsi Riau
penanggulangan bencana.
yang diamanatkan oleh Peraturan Gubernur Nomor 43 tahun 2015 Tentang rincian
tugas,fungsi, serta tata kerja Badan Penanggulan Bencana Daerah, adapun tugas
berlaku.
dan rekonstruksi;
menyuluruh;
Daerah;
swasta;
KEPALA
BADAN
UNSUR KEPALA
PENGARAH PELAKSANA
SEKRETARIS
Kelompok jabatan
SATGAS
69
Riau
Salah satu sektor unggulan yang ada di Riau adalah sektor hutan yang
dibentuknya provinsi Riau pada tahun 1958 hal tersebut mengartikan kementerian
hal tersebut Gubernur Riau mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor
15 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas
jalan sudirman lokasi yang berada pada lingkungan perkantoran dinas Provinsi
Riau. Visi dan misi yang dimiliki oleh DLHK Provinsi Riau adalah :
Misi :
sesuai dengan kapasitas di bidangnya, adapun tugas dan fungsi sesuai dengan
bidangnya adalah:
lingkungan hidup.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan berada pada Bidang Perubahan Iklim,
menangani kebakaran hutan dan lahan. Adapun tugas dan fungsi khusus pada
lahan;
dan lahan;
KEPALA DINAS
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKRETARIAT
Bidang Penaatan & Penataan Bidang Perubahan Iklim, Bidang Pengendalian Bidang Perencanaan & Bidang Pengelolaan Daerah
Lingkungan Hidup & Kehutanan Pengelolaan Limbah Padat Pencemaran, Kerusakan Pemanfaat Hutan Aliran Sungai, Restorasi
Domestik & Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup & Kehutanan Gambut dan Perhutanan Sosial
(BBKSDA)
provinsi yaitu Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Total Kawasan konservasi
Taman buru, dan 1 Taman nasional zamrud. Merujuk pada Peraturan Menlhk No
Tugas:
taman buru serta koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan
taman buru;
kawasan;
ekosistem esensial;
konservasi;
hutan dan lahan adalah salah satunya melalui unit Polisi Hutan yang bekerja
dibawah naungan BBKSDA, adapun tugas dan fungsi PolHut terkait upaya
kehutanan.
Untuk mencapai tugas dan fungsi tersebut ada beberapa cara yaitu melalui
BALAI BESAR
KSDA
BAGIAN
TATAUSAHA
Kelompok Jabatan
Fungsional
79
instansi kepolisian juga turut hadir dan pada saat Riau berdiri terjadi puncak
ditahun yang sama juga untuk mengisi kekosongan pimpinan kepolisian daerah
penetapan secara formal mengenai ibukota provinsi Riau yaitu Pekanbaru, yang
pindahkan ke Pekanbaru.
1961 cakupan wilayah seluas 94.562 Km2, dengan jumlah penduduk 1.234.338
namanya berubah menjadi Komando Daerah Kepolisian Riau pergantian nama ini
perubahan nama ini sekaligus pemberian anugerah pataka yaitu “Tuah Sakti
Hamba Negeri” apabila kalimat tersebut dibedah dapat memiliki makna yaitu :
a) Tuah, berarti pemberian sesuatu yang istimewa dan khusus dari Tuhan
kepada makhluknya;
Keberadaan anugerah pataka ini dikutip tidak terlepas dari falsafah melayu
yang pernah di utarakan oleh pahlawan melayu yaitu Laksamanah Hangtuah yaitu
“untuk apa mencari Tuah, untuk apa mencari Sakti kalau tidak berguna bagi
“tuah” gagah berani dalam menjalankan setiap tugas yang telah diamanatkan
“sakti” dan wajib mengabdikan diri untuk negera dan seluruh lapisan masyarakat.
Untuk mewujudkan anugerah pataka tersebut Polda Riau memiliki visi dan misi
nya yaitu:
Visi
Asasi Manusia.
81
Misi
preventif;
terpuji.
82
POLRES
BAB V
A. Indentitas Informan
1 Laki-laki 2 50%
2 Perempuan 2 50%
Jumlah 4 100%
83
84
2) Usia Narasumber
Usia merupakan salah satu faktor yang menentukan kebenaran informasi yang
sesuai dengan kondisi dan kenyataan untuk pengumpulan data primer penelitian
agar data tersebut dapat dinilai valid. Apabila usia narasumber disusun dalam
1 31-40 3 90 %
2 40-50 1 10%
Jumlah 100%
Berdasarkan teori dari Emerson, Nabatchi dan Baloqh (2012), ruang lingkup
itu, sumber daya manusia, modal (anggaran), dan sarana dan prasarana
kebutuhan akan sumber daya akan dapat terpenuhi, berdasarkan data yang
dihimpun dari kantor BPBD (2017-2020) berbagi sumber daya dalam hal ini
oleh BPBD, DLHK, TNI dan Polisi ada juga dari pihak perusahaan swasta yaitu:
Berikutnya adalah konflik antar kepentingan hal ini dapat dilihat dari
dalkarhutla. Sub indikator berikutnya adalah kegagalan pada fase awal tidak dapat
dipungkiri ketika lebih dari dua instansi berkolaborasi dalam bentuk satuan tugas
yang terlibat. Kemudian sub indikator yang terakhir adalah dinamika politik,
politik yang memiliki sifat dinamis mengikuti pihak mana yang memegang
dalam menjalankan tugas nya sebagai pemerintah, baik itu kebijakan anggaran,
perwakilannya yaitu Bapak Logi Plestisa pada sub indikator sumber daya:
Kemudian sub indikator dari ruang lingkup yang berikutnya adalah mengenai
kebijakan dan kerangka hukum dari kolaborasi dalam bentuk satgas ini masih dari
fase awal:
Kemudian sub indikator terakhir dari indikator ruang lingkup yang peniliti
pencegahan dan pengendalian, adapun informasi yang didapat dari kantor DLHK
informan yaitu Ibu Ina Mulyani pada sub indikator yang sumber daya adalah :
“untuk sumber daya manusia kami rasa sudah cukup hal itu
dikarenakan dari KLHK maupun DLHK sudah memiliki Brigade
pencegahan yang dikenal dengan Manggala Agni. Manggala Agni ini
secara struktural berada dibawah naungan Ditjen PPI berdasarkan
Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam Nomor:P/3/IV-SET/2014, setiap anggota Manggala Agni dilatih
untuk melakukan pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan dan
lahan dalam segala kondisi, kondisi dalam artian kondisi lapangan
maupun kondisi alam, selain mengandalkan Brigade tersebut KLHK
maupun DLHK menginstruksikan untuk membina masyarakat sipil
dalam bentuk organisasi non-laba yaitu masyarakat peduli api,
masyarakat peduli ini dibentuk melalui bidang kami Ditjen PPI dan
dibina oleh Manggala Agni, mereka dibentuk dengan harapan upaya
pencegahan dan pengendaliann di desa mereka masing-masing,
89
Kemudian pada sub indikator mengenai kebijakan dan kerangka hukum hasil
“Kalau payung hukum untuk satgas dalkarhutla ini sudah ada dalam
skala pusat maupun daerah” (Ina Mulyani Kantor DLHK Provinsi
Riau, pada 3 Maret 2021)
Kemudian untuk sub indikator terakhir dari indikator ruang lingkup yang
Polda Riau bertanggung jawab dalam penegakan hukum, adapun hasil wawancara
Adapun dampak yang dirasakan dengan adanya kolaborasi ini terkait dengan
Mengacu pada sub indikator terkait dengan dinamika politik dalam penegakan
Kesimpulan dari indikator ruang lingkup ini adalah secara sumber daya setiap
unsur yang terlibat dalam pencegahan dan pengendalian karhutla sudah tercukupi
92
ditinjau dari SDM, akan tetapi untuk kebutuhan saran dan prasarana
terbantu, kemudian untuk membangun komunikasi dan koordinasi pada fase awal
cukup kesullitan, adapun konflik antar kepentingan instansi yang terlibat tidak
cukup terlihat apabila ditinjau dari tupoksi dan beban tanggung jawab, seharusnya
serta konflik perusahan tergantung dari aktor politik yang berkuasa apakah aktor
akibat dari adanya interaksi terhadap dua atau lebih individu maupun kelompok
dinamika ini dapat terjadi apabila adanya interaksi sosial, kelompok sosial dan
strata sosial. Dalam kolaborasi dapat dimaknai dengan perubahan yang terjadi
pada tiap unsur-unsur yang terlibat dalam satgas sebagai akibat dari adanya
tindakan nyata pada kegiatan tertentu yang dilakukan secara individu maupun
kelompok. Sehingga pada indikator ini dapat dipahami perubahan yang timbul
sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan oleh instansi dalam satgas dalkarhutla
Riau. Berdasarkan teori dari Emerson, Nabatchi dan Baloqh (2012) yang peneliti
93
incentive (konsekuensi) adalah akibat yang muncul dari kolaborasi bisa berakibat
positif bisa juga negatif, dan Interdependece (dilakukan oleh satu pihak) dalam
Berikut ini hasil wawancara dari kantor BPBD dari bidang pencegahan dan
dalam kolaborasi ini, berikut adalah hasil wawancara masih dengan keyinforman
mengenai socio-culture:
Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan melalui perwakilan informan yaitu Ibu
interdepenece yaitu:
“kalau lembaga yang egois menurut kami tidak ada karena kita di
satgas ini bekerja dalam bentuk tim sehingga tidak dapat bekerja
dengan sendiri-sendiri”. (Ina Mulyani Kantor DLHK Provinsi
Riau, pada 3 Maret 2021)
memiliki inisiatif dalam memulai baik itu pada tahap pencegahan maupun
kekurang sumber daya sehingga kolaborasi dalam bentuk satgas ini di perlukan,
96
intimidasi dalam proses pemadaman memang tidak ada dirasakan sama sekali
pencegahan, karena penelitian ini tidak membahas mengenai evaluasi atau analisis
kinerja instansi dalam penanganan karhutla sehingga peniliti tidak mencari tahu
lebih jauh. Kemudian instansi yang selfish tidak ada menurut pengamatan mereka
perubahan yang terjadi bukan dari eksternal nya akan tetapi lebih ke internal
instansi, dalam teori Emerson, Nabatchi dan Baloqh hal yang mempengaruhi atau
bisa dikatakan sub indikator dari indikator ini adalah, digerakkan oleh prinsip
bersama yaitu hal yang ditekankan secara terus menerus mengenai tujuan dan
keberadaan kolaborasi tersebut hal ini bisa dilakukan dengan cara dialog yang
intens baik secara langsung maupun tidak langsung pemahaman prinsip ini
pihak yang terlibat dalam kolaborasi ini tentunya akan banyak terjadi perbedaaan
pandangan, pendapat dan lain-lain hal tersebut tentu menunjukan kolaborasi yang
mengambil resolusi dari deliberasi yang ada. Motivasi hal ini sebagai proses
penguatan kolaborasi sehingga tindakan yang dilakukan secara bersama tidak ada
unsur paksaan. Dampak sementara serta adaptasi sementara dari aksi kolaborasi
yaitu dampak yang ditimbulkan dari aktivitas kolaborasi pada jangka pendek ke
jangka menengah.
97
Kemudian sub indikator yang tidak kalah penting berikutnya adalah mengenai
Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan melalui perwakilan informan yaitu Ibu
yaitu:
Kemudian dalam hal motivasi bersama yang merupakan salah satu faktor
bersama dari kolaborasi ini dari bidang penegak hukum terkait dengan prinsip
bersama Polda Riau melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus melalui Danit 1
“selain kami mengikuti kalau istilah saya topi payung hukum yaitu
peraturan, peran dan tupoksi kami terkait karhutla ini kami juga ada
namanya SOP pimpinan juga menekankan agar polri lebih
terintegrasi terkait suatu kasus berdasarkan bidang masing-masing,
agar bisa sama-sama saling bertukar informasi mengenai suatu kasus
(kecepatan informasi), dan pemecehan masalah sehingga kalau ada
suatu peristwa anggota tinggal di sprit berangat karena kami ada
satgas yang standby dengan peralatan operasional yang cukup, kami
kemarin baru dapat kendaraan operasional terbaru untuk karhutla, ya
100
mulai dari laporan sampai ke penetapan tersangka dari kurun waktu 2018-2020
perkara kebakaran hutan dan lahan meskipun jumlah Kawasan yang terbakar naik
kolaborasi ini terkait dengan wilayah konservasi dari Balai Besar Konservasi
Sumber Daya Alam bidang Polisi Kehutanan Ahli Pertama melalui perwakilannya
dan dipatuhi, dalam menggerakan tim memanglah harus diarahkan sesuai dengan
tupoksi yang kondisional akan tetapi perlu adanya prinsip kerja. Menyimpulkan
hasil dari rapat koordinasi yang penuh dengan gagasan, ide, konsep dan inovasi
merupakan pilihan sulit yang diambil oleh pimpinan pada jabatan struktural di
satgas dalkarhutla ini pemimpin harus bisa memilih yang terbaik dari terbaik.
berkepentingan.
Lahan
1. Faktor-faktor pendukung
2) Saling berbagi sumber daya manusia dan modal pada satgas udara
2. Faktor-faktor penghambat
dan lahan. Faktor penghambat ini memiliki dua arah yaitu internal dan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Provinsi Riau secara konstruksi sudah baik pihak yang terlibat sudah sesuai
dengan tupoksi dan pemberian motivasi yang dillakukan oleh pimpinan kepada
dalam kolaborasi ini juga melibatkan pihak swasta dan masyarakat kolaborasi
baik itu APL maupun HGU. Kolaborasi ini memiliki kelemahan dimana terdapat
instansi yang tidak memahami prinsip bersama dalam satgas dalkarhutla dan
terdapat perbedaan pandangan satu sisi salah satu instansi yang tidak ingin
bekerja terlalu kaku dan protokoler di sisi lain terdapat instansi yang ingin bekerja
dalam bentuk edukasi kepada masyarakat belum efektif karena masih massif nya
105
106
B. Saran
yaitu :
A. BUKU-BUKU
Adi Nugroho W.C, I. N. (2005).Manual for the Control of Fire in Peatlands and
Peatland Foret. Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia
Project. Bogor: Wetlands International.
Australia: ANU E Press.
Bhatnagar, D. a. (1980). Education and Communication for Development. New
Delhi: Oxford & IBH Publishing CO.
Blismas, J. H. (2010). An Anatomy of Collaboration Within the Online
Environment (pp. 15-32). Heidelberg: Springer International Publshing.
Edwards, M. (2012). Public Sector Governance in Australia (p. 11). Canberra,
Edy Sutrisno, M. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia (p. 219). Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group.
Gilchrist, J. R. (2020). Collaboration for Impact Lesson From the Field (p. 146).
Acton, Australia: ANU Press.
Habbodin, M. (2015). Pengantar ilmu pemerintahan. In M. Habbodin, Pengantar
ilmu pemerintahan (p. 02). Malang: Universitas Brawijaya Press.
Haboddin, M. (2015). pengantar ilmu pemerintahan (p. 4). malang: UB Press.
John D, D. &. (2011). Collaborative Governance: provate roles for public goals
in turbulent times. New Jersey: Princenton University Press.
Kusamasari, B. (2014). Manajamen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal.
yogyakarta: Grava Media.
La Ode Syaiful Islam. (2018). Collaborative Governance konsep dan aplikasi.
Sleman: CV. Budi Utama.
Labolo, M. (2006). Memahami Ilmu pemerintahan . Depok: Grafindo .
Ndraha, T. (2005). Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta : Rineka
Cipta.
Noor, M. (2010). Lahan Gambut. Pengembangan, Konservasi dan Perubahan
Iklim. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Parsonns, T. (1951). The Social System . New York : The Free Press.
Sanders, H. (1966). The Cooperation Extension Service . New Jersey : Prentice
Hall Inc.
107
108
B. JURNAL-JURNAL
Arrozaq, D. L. (n.d.). collaborative governance. studi tentang kolaborasi antar
stakeholders dalam pengembangan kawasan minapolitan di kabupaten
sidoarjao.
Dewi, r. t. (2012). faktor-faktor yang mempengaruhi collaborative governance
dalam pengembangan industri kecil. faktor-faktor yang mempengaruhi
collaborative governance dalam pengembangan industri kecil, 68.
Febrian, r. a. (2016). collaborative governance dalam pembangunan kawasan
pedesaan (tinjauan konsep dan regulasi). 4.
Irmadella, A. (n.d.). Model kolaborasi stakeholders dalam pengelolaan ruang
terbuka hijau di taman bungkul kota surabaya. Model kolaborasi
stakeholders dalam pengelolaan ruang terbuka hijau di taman bungkul
kota surabaya, 4.
Muhhamad, A. S. (2018). collaborative governance dalam pengelolaan kawasan
perbatasan antar negara di Kepulauan Riau. collaborative governance
109
C. INTERNET
Dickson. (2019). 10 Negara yang memiliki kawasan Hutan Terbesar di Dunia.
Retrieved from Ilmu pengetahuan umum:
https://ilmupengetahuanumum.com/10-negara-yang-memiliki-kawasan-
hutan-terbesar-di-dunia/
Fanani, f. (2019, 10 9). liputan 6. Retrieved from liputan 6.
ilmugeografi.com. (2020). Retrieved from ilmugeografi.com:
https://ilmugeografi.com/ilmu-sosial/dampak-kebakaran-hutan
rimbakita.com. (2019). Retrieved from rimbakita.com:
https://rimbakita.com/hutan
Sani, A. (2019, september 8). liputan 6. Retrieved from liputan 6:
https://m.liputan6.com/news/read-hektare-lahan-terbakar-di-seluruh-riau-
sejak-januari-2019
Saturi, s. (2019, 11). mongabay. Retrieved from mongabay.co.id:
www.mongabay.co.id.20191011-kebakaran-hutan-dan-lahan-sampai-
september-2019-hampir-900ribu-hektareamp
110
SKRIPSI
Oleh :