Isu Dalam Manajemen Kurikulum
Isu Dalam Manajemen Kurikulum
Isu Dalam Manajemen Kurikulum
Disusun Oleh:
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah nya,
Penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berudul “Isu dalam Manajemen
Kurikulum” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Kurikulum dan Program Pendidikan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah
wawasan tentang Isu dalam Manajemen Kurikulum bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Khairul Anam S.Pd.I.,
M.Pd. selaku Dosen mata kuliah Manajemen Kurikulum dan Program Pendidikan.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen kurikulum merupakan aspek penting dalam pengembangan
pendidikan yang mempengaruhi proses pembelajaran dan pencapaian tujuan
pendidikan. Dalam konteks ini, terdapat beberapa isu yang sering dihadapi
dalam manajemen kurikulum yang perlu dipahami dan diatasi untuk
meningkatkan kualitas pendidikan.
Keterlibatan masyarakat dalam manajemen kurikulum dimaksudkan
agar dapat memahami, membantu, dan mengontrol implementasi kurikulum,
sehingga lembaga pendidikan selain dituntut kooperatif juga mampu mandiri
dalam mengidentifikasi kebutuhan kurikulum, mendesain kurikulum,
mengendalikan serta melaporkan sumber dan hasil kurikulum, baik kepada
masyarakat maupun pemerintah.
Manajemen kurikulum juga harus memperhatikan produktivitas, hasil
yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum, serta demokratisasi, yang
menekankan bahwa pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan
demokrasi dan membutuhkan kerja sama yang positif dari berbagai pihak yang
terlibat.
Selain itu, peran penting manajemen dan pengembangan kurikulum
berbasis riset juga menjadi tantangan dalam manajemen kurikulum.
Pengembangan kurikulum berbasis riset memerlukan pendekatan yang berbeda
dalam pelaksanaannya, termasuk penggunaan timeline riset, workshop, dan
evaluasi yang komprehensif.
Dengan memahami isu-isu tersebut, lembaga pendidikan dapat
mengambil langkah-langkah konkret untuk meningkatkan kualitas pendidikan
dan mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Dengan demikian,
manajemen kurikulum dapat menjadi lebih efektif dan responsif terhadap
dinamika pendidikan yang terus berkembang.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Manajemen Kurikulum?
2. Seperti apa Isu dalam Manajemen Kurikulum ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengertian Manajemen Kurikulum.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis Isu dalam Manajemen Kurikulum.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pemimpin. Menurut Shrode dan Voich, target tujuan manajemen yaitu rasa puas
dan produktivitas (Usman, 2017). Tujuan ini kelak yang akan mendorong suatu
organisasi dalam pengelolaannya. Maka dari itu tak ada suatu usaha yang tak
memiliki tujuan.
Dalam pengelolaanya, tugas pokok harus dijalankan oleh pemimpin
dalam organisasi itu. Sedangkan menurut S. P. Siagian, sebagaimana yang telah
dibaca oleh Soebagio Atmodiwirio, dalam manajemen yang dimaksud dengan
fungsi adalah semua tugas yang dapat dikerjakan dengan diri sendiri (Usman,
2017). Tentang fungsi manajemen bila dikaitkan dengan manajemen pendidikan
memiliki peran penting dalam faktor kepemimpin, berikut fungsi fungsi dari
seorang pemimpin, yaitu :
1. Planning (perencanaan), merupakan fungsi awal dalam menentukan
tujuan yang akan dicapai. Dalam perencanaan ini meliputi menetapkan
tujuan sesuai pada visi dan misi, mengkaji kekuatan dan kelemahan,
memperhatikan kebutuhan pengguna, memperhatikan isu-isu strategis
dan menentukan strategi.
2. Organizing (pengorganisasian), merupakan fungsi yang harus dimiliki
dalam menentukan struktur, fungsi dan hubungan. Organisasi ini untuk
mengatur seberapa besar tanggung jawab yang saling mempengaruhi
dalam melaksanakan perencanaan yang telah disusun dalam perencanaan.
3. Motivating (motivasi), merupakan fungsi dorongan yang mempengaruhi
semangat untuk bertindak dalam menjalankan program yang telah
direncanakan. Motivasi yang kuat menjadi modal yang mempengaruhi
kinerja seseorang untuk mencapai keberhasilannya.
4. Actuating (penggerakan), merupakan fungsi menggerakan seseorang
untuk melaksanakan tugasnya dengan antusias dan penuh semangat
dalam mencapai tujuan.
5. Facilitating (memfasilitasi), merupakan pemberian fasilitas dalam
pengertian yang luas, yaitu memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk berkembang baik dan diharapkan dapat memunculkan ide-ide yang
inovatif dan kreatif.
4
6. Empowering (pemberdayaan), merupakan fungsi manajemen yang
berkaitan dengan pemberdayaan SDM yang dimiliki dalam lembaga
Madrasah. SDM harus dioptimalkan sedemikian rupa sehingga nantinya
akan bermanfaat juga kelak.
7. Controlling (pengawasan), merupakan suatu kegiatan yang berusaha
untuk mengendalikan agar pelaksanaan sesuai dengan rencana dan tidak
terjadi kesalahan yang tidak diinginkan.
8. Evaluating (evaluasi), merupakan fungsi manajemen yang terakhir
sebagai proses pengukuran untuk meneliti terhadap hasil-hasil pekerjaan
yang telah dilaksanakan. Tujuannya agar dapat mengetahui mengenai
kekurangan dan kelebihan dari pelaksanaan pendidikan ini agar
kedepannya dapat memberikan perkembangan-perkembangan yang lebih
memuaskan.
Selain manajemen, hal yang harus diperhatikan lebih dalam
pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum merupakan jantungnya pendidikan,
setiap pendidikan tergantung dalam kurikulum yang dijalankan. Definisi
kurikulum sebagaimana dijelaskan dalam UU No 20 tahun 2013 tentang sistem
pendidikan nasional adalah “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
berlangsungnya kegiatan pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan
tertentu”.
Manajemen kurikulum pendidikan Islam dapat diartikan sebagai
usaha seseorang yang dilakukan untuk melalui aktivitas perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum yang didasari nilai-nilai
islam agar peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien
(Fitri, 2013). Maka dari itu perlunya pemberdayaan manajemen kurikulum
agar mendapatkan hasil yang lebih baik dalam pengelolaannya.
Pengembangan kurikulum dalam Islam, mengharuskan adanya dua
muatan materi kurikulum yang memiliki jangkauan yang jauh. Tak hanya
membekali peserta didik kesiapan pada duniawi (siap kerja) yang memiliki
skill, ilmu yang luas dan kecakapan. Akan tetapi kesiapan ukhrowi juga
5
(akhirat). Sehingga jangkauan yang dimiliki oleh kurikulum islam memiliki
cakupan yang luas.
Apabila konteks manajemen kurikulum secara umum didekati oleh
nilai-nilai islami, maka fungsinya akan menjadi lebih substansial, yaitu :
1. Pemanfaatan sumber daya kurikulum secara efektif dan efisien dengan
menggali potensi yang diberikan oleh Allah SWT.
2. Menyeimbangkan aktivitas duniawi dan ukhrowi dengan dilandasi niat
beribadah dalam semua aktivitas kehidupan.
3. Meningkatkan efektifitas belajar mengajar sebagai kewajiban menuntut
ilmu dan menyampaikan.
4. Meningkatkan semangat evaluasi diri bagi semua pihak untuk
melaksanakan perbaikan dan meningkatkan kualitas insani yang terus
menerus mencapai tujuan pendidikan.
Adapun demi menghadap perkembangan iptek sekarang ini dan tuntutan
masyarakat kepada Madrasah. Maka perlunya pengembangan manajemen
kurikulum. Antara Madrasah dan manajemen kurikulum memiliki hubungan
yang erat sekali dalam mensukseskan keberlangsungan pendidikan di
Madrasah. Sehingga Madrasah dapat mencapai tujuan yang telah direncanakan
dan mencetak generasi islami yang memiliki pengetahuan yang luas.
B. Isu Dalam Manajemen Kurikulum
Berbicara masalah isu berarti berbicara hubungan sekolah dengan
masyarakat karena lembaga sekolah yang baik adalah lembaga sekolah yang
memiliki dan mengikat hubungan yang baik dengan masyarakat lingkungan di
sekitarnya. Sekolah harus mengenal lingkungan sosialnya. Sekolah harus
mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat karena
sekolah merupakan wadah pembinaan karakter mayarakat. Sekolah yang
mampu menjaga hubungan dengan masyarakat pada akhirnya akan mendapat
perhatian dari masyarakat.
Dengan adanya hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat,
maka masyarakat dapat menjadikan sekolah sebagai wadah untuk
pengembangkan diri dalam berbagai hal, terutama dalam hal peningkatan
6
ekonomi masyarakat. Dari lembaga pendidikan, masyarakat dapat memperoleh
pengetahuan pemberdayaan ekonomi, cara bertani yang baik, cara berusaha,
cara bagaimana mendapatkan modal usaha dan lain sebagainya. Agar lembaga
pendidikan menjadi lebih baik dan berkembang sesuai dengan harapan
masyarakat maka sekolah itu harus merencanakan hubungan antara sekolah
dengan masyarakat. Sekolah harus membuka diri untuk menerima unsur-unsur
yang baru dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini bisa dilakukan
sekolah tanpa harus membuang unsur-unsur pokok yang telah ada pada
kurikulum sekolah.
Tiga hal pokok dari proses pembelajaran yang harus diubah dari model
sekolah konvensional ke sekolah masa depan yaitu materi ajar (konten), proses
pendidik mengajar dan proses belajar peserta didik. Di sini pendidik tidak lagi
bertindak sebagai pusat belajar (teacher centre), tetapi pendidik bertindak
sebagai fasilitator (what student does no what teacher does), pendidik,
pembimbing, pengarah, pemotivasi peserta didik, agar anak didik dapat belajar
secara aktif dalam mengembangkan potensi dirinya secara penuh.
Melihat keadaan masyarakat saat ini maka dapat disimpulkan bahwa isu
kurikulum adalah menyangkut pendidikan anak berkebutuhan khusus,
pendidikan sex, pendidikan multi budaya, sekolah seperti apa yang mereka
inginkan, suasana sosial dan politik seperti apa yang mereka pilih. Hal-hal
tersebut mengharuskan perancang kurikulum membuat kurikulum pengganti,
menyensor kurikulum, mengubah ketidaksesuain kurikulum atau kurikulum
yang sudah tidak relevan dan kurikulum yang diperlukan berdasarkan
kebutuhan masyarakat di era disrupsi dan Revolusi Industri 4.0.
1. Kurikulum Yang di Sensor
Sensor kurikulum selalu ada, ini bukan karena kebijakan atau
aturan tapi lebih pada penyesuaian kebutuhan masyarakat. Kurikulum itu
jangan dibuat atas kepentingan kelompok tetapi harus melihat kebutuhan
pasar, oleh karena itu pemerintah harus menyeleksi tim perumus
kurikulum. Suksesnya kurikulum itu jika dapat menjawab kebutuhan
pasar.
7
2. Kurikulum Pengganti/Compensatory Curriculum
Penggantian kurikulum ini dimulai pada tahun 1960-1968. Tahun
1950 ada kurikulum SD yang disebut “Rencana Pelajaran Terurai”. Pada
tahun 1960 muncul “Kurikulum Kewajiban Belajar Sekolah Dasar”.
Tahun 1968 dikenal “Kurikulum 1968” pengganti “Kurikulum 1950”.
Lalu tahun 1970 muncul “Kurikulum Berhitung” diganti dengan pelajaran
Matematika modern. Tahun 1975 disebut “Kurikulum 1975” yang fokus
pada pelajaran Matematika dan Pendidikan Moral Pancasila serta
Pendidikan Kewarnegaraan. Pada tahun 1984 menyempurnakan
Kurikulum 1975 dengan “Cara Belajar Siswa Aktif” (CBSA). Tahun 1991
CBSA dihentikan lalu muncul “Kurikulum 1994”. Tahun 2004 dikenal
“Kurikulum Berbasis Kompetensi” (KBK), yang dipelesetkan jadi
Kurikulum Berbasis Kebingungan. Tahun 2006 muncul “Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan” (KTSP). Terakhir datanglah Kurikulum 2013
(Kemendikbud, 2012).
Program pengganti dikategorikan kepada 1) target population
(Taman Kanak-Kanak, peserta didik, pendidik); 2) ancamannya
(remedial, pengayaan, terapi); 3) pelayanan (kurikulum, pembelajaran,
lingkungan sekolah dan kelompok); 4) aturan (masyarakat kota dan
pinggir); dan 5) kebijakan (lokal, kabupaten/daerah, nasional).
Kebanyakan program-program pengganti menjadi pengalaman
sementara, dan tidak dirancang untuk pembaharuan yang fundamental
termasuk juga sistemnya, mereka operasikan dari teori dasar pemikiran,
sosial dan perkembangan jiwa sebagai konsekuensi pokok dari pengaruh
linkungan yang dapat memutar apapun keberadaan dan kekurangan
pelajaran. Pada kurikulum pengganti lebih condong kepada
menambahkan dan menguji, tidak mengubah secara dasar. Program antara
lain 1) Pendidikan Dasar/Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); 2)
Pendidikan Awal Anak; 3) program keterampilan dasar; 4) materi dan
media pembelajaran; 5) pendekatan pembelajaran; 6) program konseling;
7) program tutor; 8) penabahan personal sekolah; 9) program
8
pengikutsertaan orang tua; 10) organisasi sekolah; 11) program
pemusatan kelompok/masyarakat; 12) pencegahan drop out dan program
kejuruan; 13) program pendidikan tinggi; dan 14) program pendidikan
orang dewasa.
Masalah-masalah dan harapan (problem and prospects), pada
dasarnya ada empat kegagalan yang cenderung terjadi 1) kebanyakan
program; 2) program kurang mencapai daerah sasaran, sehingga
hubungan output dengan input tidak terjadi dengan baik; 3) beberapa
program dinyatakan “menghilang”; dan 4) kebanyakan keberhasilan
didasarkan tidak pada data, tetapi banyak kasus-kasus kecurangan. Bila
dievaluasi, kebanyakan program ini dibuktikan tidak efektif.
Pada umumnya pendidikan pengganti mendapat kritikan antara
lain 1) perencanaan yang gegabah dan sangat lambat; 2) pengaturan yang
salah dan termasuk pengaturan dana juga salah; 3) ketergantungan, orang-
orang yang terhormat bersembunyi di bawah kepemimpinan mereka; 4)
biaya konsultasi yang besar bila dinilai dari pekerjaan yang sering tidak
selesai atau hasil kerja yang buruk; 5) miskin kegunaan; 6) gaji yang besar
untuk membayar orang-orang yang bekerja pada tingkat administrasi; 7)
kurangnya partisipasi pendidik; 8) tujuan yang samar-samar; 9) prosedur
penilaian yang tidak jelas; 10) mutu layanan yang tidak baik; dan 11)
banyak program-program yang di danai tidak berjalan dengan efektif.
Pada lain pihak para oposisi telah mengkritik tingkah laku para pendidik,
di mana uang yang mereka peroleh dari sertifikasi untuk kegunaan lain.
Para pembela dari tuntutan kurikulum pengganti mengharapkan masalah-
masalah ini dapat diperbaiki walaupun dalam waktu yang panjang, karena
masalah yang sebenarnya adalah berkenaan dengan anak-anak yang
sering dirugikan dan keberhasilan yang tidak diperhatikan. Munculnya
baru-baru perubahan dari program pengganti 1) tujuan dan pernyataan
yang jelas; 2) adanya penemuan-penemuan baru; 3) iklim yang tinggi,
realistik, da nada harapan-harapan baru untuk peserta didik; 4)
pendekatan belajar yang disusun secara bertahap; 5) memilih pendidikan
9
sesuai dengan kebutuhan anak; 6) menekankan kepada keterampilan
dasar; 7) penggunaan waktu lebih banyak untuk tugas; 8) peningkatan
monitoring tentang kemajuan peserta didik; 9) keterlibatan orang tua yang
lebih besar; dan 10) perkembangan staf dan pelayanan pendidik.
3. Ketidak Sesuaian Kurikulum/Irrelevant Curriculum
Banyak orang yang ingin mengeritik sekolah, karena menyatakan
kurikulum sekolah tidak sesuai dengan kebutuhan sosial dan kebutuhan
siswanya, oleh karena itu subjek materi (isi) dari kurikulum itu harus
dimodifikasi, orang luar sekolah/pengamat meminta para pendidik
mempertimbangkan permintaan mereka seperti 1) kurikulum harus
disesuaikan/ dicocokkan karena perubahan sosial lebih cepat dari
kebutuhan kurikulum. Maksud dari disesuaikan/fixed kurikulum itu
adalah mensinergikan antara perubahan sosial dengan perubahan
kurikulum, sebagaimana menurut Dewey kurikulum itu pengalaman
masyarakat yang mana kurikulum itu sama pentingnya untuk
memperbaiki masyarakat masa depan lebih baik daripada masa lalu.
Menurut Dewey semua ilmu pengetahuan dan semua social budaya yang
ada di masyarakat harus ada di kurikulum; 2) kurikulum anti septic, yang
mana materi tidak bisa dipisahkan dari kenyataan peserta didik.
Kurikulum anti septic ini tidak berhubungan dengan peserta didik dan
kenyataan sosial. Isi kurikulum ini hanya bercerita satu dimensi saja,
cerita kurikulum, bentuk, gambaran, materi bacaannya hanya satu
dimensi saja tidak multi budaya (ethnic/suku, agama, seks, kelas); dan 3)
kurikulum yang bernilai sepele (the trivial curriculum). Kurikulum yang
sepele ini menekankan kepada pembelajaran hafalan dan ketidak sesuaian
dengan fakta/buktinya. Pendidik memaksa dengan tegas peserta didiknya
untuk belajar. Pendidik meminta peserta didiknya untuk menghafal.
Contohnya menghafal sesuatu yang tidak ada gunanya/tidak bermakna
seperti menghafal nama Presiden, dan lain-lain.
4. Kurikulum yang Muncul/Emergering Curriculum
10
Kurikulum yang timbul saat ini adalah kurikulum yang
dibicarakan saat ini yang mengatur area pembelajaran saat ini. Area
pembelajaran harus inovatif, menghancurkan nilai-nilai tradisional dan
cenderung berorentasi pada peserta didik dan nilai-nilai sesuai dengan
kebutuhan pasar saat ini. Kurikulum saat ini mendiskusikan 3 hal saja 1)
pendidikan seks; 2) pendidikan multi budaya; dan 3) pendidikan rintangan
pendidikan.
Pendidikan seks itu banyak menjadi kontroversi oleh beberapa
kelompok conservatif. Pendidikan seks harus dijadikan tujuan kurikulum,
menurut mereka mempelajari pendidikan seks bisa memberikan dorongan
kepada remaja untuk mengetahui kehamilan, lesbian dan homo seksual.
Bagi para konselor dan pendidik berpendapat bahwa sekolah
kurang memberikan informasi seks pada remaja, sementara kebiasaan
pembelajaran Biologi, Fisika sudah ditambah dengan menceritakan
pengetahuan tentang pacaran, married, menjadi orang tua, dan masalah
kesehatan. Sementara topik seks masih tabu di sekolah dan sekarang
pendidikan sek itu berangsur muncul. Munculnya pendidikan seks
melalui berbagai disiplin ilmu seperti karya ilmiah, sejarah, budaya dan
filsafat. Kenapa harus ada pendidikan seks? Karena kurang lebih dari 1,1
juta remaja wanita sudah hamil setiap tahun. 4 dari 10 wanita hamil
sebelum usia 20 tahun, 2 dari 20 sudah memiliki anak. Kurang lebih dari
7 juta remaja putra dan 5 juta remaja putri sudah aktif dalam seks, dan
rata-rata mereka memulai hubungan itu berusia 16,4 tahun, sedangkan di
wilayah kota berusia 14 tahun. Kesimpulannya ternyata kurikulum
pendidikan itu timbul sesuai dengan maslaah yang timbul, sesuai
perkembangan zaman.
Pendidikan multi budaya perlu diberi ruang karena Negara
Indonesia memiliki keanekaragaman etnis dan budaya, sekolah akan
memberikan kontribusi sebagai tempat proses pemersatu, interaksi sosial,
akulturasi dan penyesuaian diri. Secara spesifiknya menawarkan materi
tentang 1) keberagaman suku, etnis, dan jenis kelamin; 2) mengajarkan
11
nilai-nilai tentang perbedaan budaya dan HAM, diri sendiri; 3)
kebersamaan dan macam-macam budaya, etnis dalam menjalani aktivitas
sama-sama disekolah dan di kelas; 4) mendorong banyak bahasa; dan 5)
meminta pendidik membuat program pendidikan tentang multi budaya.
Rintangan pendidikan terjadi karena anak berbeda antara satu
dengan lainnya. Beberapa ada yang lebih kreatif dari yang lain, beberapa
ada yang emosional. Secara sosial itu sudah terpenuhi dan kemudian ada
yang secra fisik terkenal dan ada juga yang daya tangkapnya kurang serta
ada yang memiliki masalah sosial, dan lain sebagainya. Ada 4 konsep
pada rintangan pendidikan 1) memberikan kebebasan pendidikan pada
peserta didik; 2) mengesahkan atau menvalidasi tes dan mengevaluasi
peserta didik; 3) memprogram IEP (individual education plus) baik secara
jangka pendek atau panjang untuk memenuhi kebutuhan peserta didik; 3)
semua peserta didik dalam pendidikan jangan di batasi lingkungan bagi
peserta didik. Gangguan bagi kurikulum pendidikan seperti pembelajaran
bagi peserta didik yang terganggu oleh lingkungannya, perlu
melaksanakan tipe pembelajaran yang baik terutama strategi
pembelajaran bagi peserta didik dengan pendidikan kebutuhan khusus.
Gangguan-gangguan kurikulum pendidikan bagi peserta didik dengan
pendidikan kebutuhan khusus adalah adanya 1) tekanan kebutuhan sosial
dan emosional peserta didik; 2) kehati-hatian evaluasi secara regular
dilakukan berdasarkan kriteria penampilan peserta didik yang harus
menagarah kepada kemajuan peserta didik; 3) penempatan kelas
berdasarkan pada pretest dari masing-masing kualitas dan kuantitas anak;
4) prosedur penilaian yang baik harus dikembangkan dan prosedurnya
sesuai dengan yang digunakan oleh professional yang memiliki
kemampuan dalam menginterpretasi; 5) tim Pendekatan termasuk
pendidik di kelas harus tau apabila anak membutuhkan pelayanan khusus,
pelayanan apa yang harus disediakan, dan bagaimana melakukan
pelayanan itu dengan sebaik-baiknya; dan 6) ukuran kelas harus dibatasi
12
sesuai dengan jumlah peserta didik, hal ini akan membuat peserta didik
puas.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. manajemen adalah suatu perubahan khas seperti tindakan-tindakan
perencanaan, perorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan
untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan kurikulum
sebagaimana dijelaskan dalam UU No 20 tahun 2013 tentang sistem
pendidikan nasional adalah “seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman berlangsungnya kegiatan pembelajaran dalam mencapai
tujuan pendidikan tertentu”.
2. Isu dalam manajemen kurikulum antara lain kurikulum yang di sensor,
Kurikulum Pengganti/Compensatory Curriculum, Ketidak Sesuaian
Kurikulum/Irrelevant Curriculum, dan Kurikulum yang
Muncul/Emergering Curriculum.
B. Saran
Dari makalah “Isu dalam Manajemen Kurikulum” ini, semoga dapat
diambil manfaat untuk penulis dan pembaca. Semoga pembaca dapat
mengambil beberapa hal-hal yang penting dalam mempelajari Isu dalam
Manajemen Kurikulum. Dari pembahasan ini pula penulis mengalami banyak
kendala, oleh karena itu penulis membutuhkan saran dari pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini.
14
DAFTAR PUSTAKA
15