0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
107 tayangan14 halaman

MAKALAH BHS. INDO Stunting

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 14

MAKALAH

PENCEGAHAN STUNTING PADA ANAK BALITA


Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu:
Teguh Anindito,S.KM.,M.Kep

Disusun oleh:

1. Ajeng Mustikaningsih (B2023001)


2. Arini Faizatul Janah (B2023002)
3. Erlangga Aditya H. P. (B2023003)
4. Haris Navis Arfiansyah (B2023004)
5. Milka Savina Tussiva (B2023005)
6. Mohamad Zaenal Arif (B2023006)
7. Noviskha Rahmadanti (B2023007)
8. septiana nur ijmalia (B2023008)

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDAL BATANG
TAHUN 2023
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah dengan ini dapat tersusun hingga selesai.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-
teman yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, baik secara
langsung maupun tidak dalam mengerjakan makalah dengan tema “Pencegahan
Stunting Pada Anak”. Atas kepeduliannya serta bimbingannya kami mengucapkan
terima kasih kiranya makalah ini dapat menjadi sumber pembelajaran kita semua
dalam menambah ilmu pengetahuan.
Bila dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal yang tidak
berkenan bagi pembaca, dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf yang
setulusnya.

Kendal, 10 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1. Latar belakang...........................................................................................1

1.2. Rumusan masalah......................................................................................2

1.3. Tujuan........................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................3

1.4. Pengertian Stunting...................................................................................3

1.5. Penyebab stunting......................................................................................4

1.1.1 Faktor rumah tangga dan keluarga.....................................................4

1.1.2 Pemberian makanan pendamping yang tidak mencukupi..................5

1.1.3 Tidak melakukan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama 6

1.1.4 Faktor komunitas dan social..............................................................6

1.6. Ciri-ciri stunting........................................................................................7

1.7. Pencegahan dan Penanggulangan Stunting...............................................7

BAB 3 PENUTUP...................................................................................................7

1.8. Kesimpulan................................................................................................7

1.9. Saran..........................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................8

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Stunting adalah keadaan paling umum dari bentuk kekurangan gizi (PE
/mikronutrien), yang mempengaruhi bayi sebelum lahir dan awal setelah lahir,
terkait dengan ukuran ibu, gizi selama ibu hamil, dan pertumbuhan janin. Menurut
Sudiman dalam Ngaisyah, stunting pada anak balita merupakan salah satu
indikator status gizi kronis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan
sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau dan pada 2 tahun awal
kehidupan anak dapat memberikan dampak yang sulit diperbaiki. Salah satu
faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi stunting yaitu status ekonomi orang
tua dan ketahanan pangan keluarga.

Stunting akibat kekurangan gizi yang terjadi pada 1000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK) tidak hanya menyebabkan hambatan pada pertumbuhan fisik
dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, namun juga mengancam
perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan
produktivitas anak serta risiko terjadinya gangguan metabolik yang berdampak
pada risiko terjadinya penyakit degeneratif (diabetes melitus, hiperkolesterol,
hipertensi) di usia dewasa. Teori tersebut sejalan dengan pendapat Menurut
Sudiman dalam Ngaisyah, stunting pada anak balita merupakan salah satu
indikator status gizi kronis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan
sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau dan pada 2 tahun awal
kehidupan anak dapat memberikan dampak yang sulit diperbaiki.

Berdasarkan data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan oleh WHO,


pada tahun 2020 sebanyak 22% atau sekitar 149,2 juta balita di dunia mengalami
kejadian stunting (World Health Organization, 2021). Menurut Survei Status Gizi
Balita Indonesia (SSGBI) pada 2019, angka stunting di Indonesia mengalami
penurunan menjadi 27,7%. Pada tahun yang sama angka stunting di Jawa Barat
iii
juga mengalami penurunan menjadi 26,21% (Kemenkes RI, 2019). Sementara itu
di kota Bogor, angka stunting mengalami kenaikan dari 4,52% pada tahun 2019
menjadi 10,50% di tahun 2020 (LPPM IPB, 2020).

Meski terlihat ada penurunan angka prevalensi, tetapi stunting dinilai masih
menjadi permasalahan serius di Indonesia karena angka prevalensinya yang masih
di atas 20%. Oleh karena itu, stunting masih menjadi permasalahan yang serius
dan harus segera ditanggulangi agar angka stunting bisa mengalami penurunan
dan sesuai dengan anjuran WHO (Kemen PPPA, 2020). Selain itu, stunting
berdampak pada perkembangan kognitif, motorik, dan verbal anak menjadi tidak
optimal. Di masa mendatang, anak-anak stunting memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk mengalami obesitas dan penyakit lainnya. Selain itu, kapasitas belajar dan
performa anak serta produktivitas dan kapasitas kerja juga menjadi tidak optimal.
Dampak buruk stunting juga berimbas pada kesehatan reproduksi (Pusdatin,
2018).

1.2. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah
bagaimana cara mencegah stunting pada anak balita?

1.3. Tujuan

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah Memaparkan cara mencegah


stunting pada anak.
.

iv
BAB 2

PEMBAHASAN

1.4. Pengertian Stunting

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization


(WHO) stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan gizi
buruk, terserang infeksi yang berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak
memadai. Seorang anak didefinisikan sebagai stunting jika tinggi badan menurut
usianya lebih dari dua standar deviasi, di bawah ketetapan Standar Pertumbuhan
Anak WHO. Dikutip dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2021 stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak
akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang
atau tinggi badannya di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pengertian stunting
menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-
score nya kurang dari -2.00 SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3.00 SD
(severely stunted). Jadi dapat disimpulkan bahwa stunting merupakan gangguan
pertumbuhan yang dialami oleh balita yang mengakibatkan keterlambatan
pertumbuhan anak yang tidak sesuai dengan standarnya sehingga mengakibatkan
dampak baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Stunting diidentifikasi dengan membandingkan tinggi seorang anak dengan


standar tinggi anak pada populasi yang normal sesuai dengan usia dan jenis
kelamin yang sama. Stunting merupakan salah satu bentuk gangguan
pertumbuhan masa bayi dan anak. Juga merupakan pertanda telah terjadi
gangguan kekurangan gizi kronik (waktu lama) yang berpengaruh buruk terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak. Stunting atau sering disebut kerdil atau
pendek ditengarai sebagai kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima
tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi.

v
1.5. Penyebab stunting

1.1.1 Faktor rumah tangga dan keluarga


Framework stunting WHO menunjukkan bahwa ada dua bagian besar dari
faktor rumah tangga dan keluarga yang menyebabkan stunting yaitu faktor ibu
dan lingkungan rumah. Faktor ibu berperan penting dalam penyebab stunting. Hal
ini terjadi melalui dua tahap yaitu didalam kandungan (in utero) dan setelah lahir
(postnatal). Faktor penyebab dalam kandungan yaitu infeksi pada ibu, ibu hamil di
usia remaja, ibu yang memiliki perawakan pendek, dan jarak kehamilan terlalu
dekat. Kurangnya nutrisi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan indikator
potensial. Faktor ibu yang mempengaruhi stunting pada balita setelah lahir adalah
kurang nutrisi selama menyusui, dan kesehatan metal.
Gizi buruk selama pra kehamilan, kehamilan dan menyusui. Ibu hamil
membutuhkan 13% energy lebih tinggi selama masa kehamilan dan 25% lebih
tinggi selama masa menyusui. Selama kehamilan dan menyusui membutuhkan
54% protein lebih tinggi dari perempuan yang tidak hamil dan menyusui.
Sementara ibu hamil membutuhkan ≥50% beberapa zat gizi makro seperti asam
folfat, zat besi, sedangkan ibu menyusui membutuhkan ≥50% vitamin A, vitamin
C, vitamin B6, yodium dan zinc. Status gizi sebelum ibu hamil,serta asupan
energy dan nutrisinya, sejak dini mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
janin. Kekurangan vitamin A, vitamin E, seng , kalsium dan yodium dalam Rahim
cenderung memiliki konsekuensi yang merugikan. Nutrisi yang buruk selama
prakonsepsi dan kehamilan merupakan faktor penyebab stunting. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor gizi buruk selama menyusui berhubungan dengan
stunting.
Ibu yang pendek berhubungan dengan kejadian stunting pada balitanya.
Beberapa studi di Indonesia menemukan hubungan yang moderat hingga kuat
antara ibu yang pendek dengan kejadian stunting pada anak. Ibu yang memiliki
tinggi badan <145 cm akan berisiko 2,32 kali memiliki anak stunting dibanding
ibu yang lebih tinggi (Beal et al,2018). kondisi ibu sebelum masa kehamilan baik
postur tubuh (berat badan dan tinggi badan) dan gizi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi terjadinya stunting. Remaja putri sebagai calon ibu masa
vi
depan seharusnya memiliki status gizi yang baik. Pada tahun 2017, persentase
remaja putri dengan kondisi pendek dan sangat pendek meningkat dari tahun
sebelumnya, yaitu 7,9% sangat pendek dan 27,6% pendek.
Hipertensi ibu termasuk dalam framework WHO karena pengaruhnya
terhadap kelahiran, seperti kelahiran prematur, lahir mati dan berat badan lahir
rendah (Thangaratinam et al. 2012). Belum ditemukan adanya hubungan antara
hipertensi dengan stunting di Indonesia.
pendidikan pengasuh yang rendah, khususnya pendidikan ibu, sangat
berhubungan dengan stunting pada anak dalam banyak penelitian. Bardosono etal.
(2007) juga menemukan bahwa pengetahuan gizi ibu yang tidak tepat dan
pendidikan ayah yang rendah terkait dengan stunting pada anak-anak miskin
perkotaan 6-59 bulan antara tahun 1999 dan 2001, segera setelah krisis ekonomi
pada tahun 1999.Empat penelitian menemukan hubungan antara pendidikan ibu
dengan stunting pada anak tetapi tidak melaporkan pendidikan ayah dalam
analisis mereka (Berger et al., 2007; Fernald, Kariger, Hidrobo,& Gertler, 2012;
Oddo et al., 2012; Schmidt et al.,2002). Tiga penelitian melaporkan hubungan
antara pendidikan ayah dan ibu dengan stunting pada anak tetapi tidak
menentukan asosiasi mana yang lebih kuat (Sari et al., 2010; Semba et al., 2011;
Semba,Kalm, et al., 2007). Secara umum, kemungkinan stunting anak lebih tinggi
jika semakin rendah tingkat pendidikan orang tua. Peluang terjadinya stunting
biasanya sekitar dua kali lebih tinggi untuk anak-anak dari orang tua dengan
pendidikan terendah dibandingkan dengan yang tertinggi (Beal, et al.,2018).

1.1.2 Pemberian makanan pendamping yang tidak mencukupi


Buruknya kualitas pangan dinilai dari beberapa aspek yaitu:
a. Kandungan zat gizi mikro yang rendah (Poor micro nutrient quality)
b. Makanan tidak beragam dan kurang sumber protein hewani (Low dietary
diversity and intake of animal source foods)
c. Kandungan makanan tidak bergizi (Anti nutrient content)
d. Makanan pendamping yang memiliki kandungan energi rendah (Low energy
content of complementary foods).

vii
Ada 7 kelompok makanan beragam yaitu serealia dan umbi-umbian, kacang-
kacangan, susu dan olahannya (yogurt, susu, keju dll), makanan daging (termasuk
ikan, ayam, daging, hati dll), telur, sayur dan buah sumber vitamin A dan sayur
dan buah lainnya. Proporsi Makanan Beragam yang dikonsumsi anak umur 6-23
bulan hanya 46,6%. Anak yang mengkonsumsi makanan beragam lebih tinggi di
Kota (52,2%) daripada di Desa (40,8%). Pedoman MPASI WHO/Unicef Setiap
bayi 6-23 bulan mengkonsumsi sekurangnya 4 kelompok jenis makanan (dari 7
kelompok bahan makanan) dengan frekuensi minimal 3x sehari (minimum
acceptable diet). Pemberian makanan tambahan (PMT) untuk balita merupakan
suplementasi gizi dalam bentuk makanan tambahan dengan formulasi khusus dan
difortifikasi dengan vitamin dan mineral dengan sasaran kelompok balita untuk
pemulihan atau pemenuhan status gizi (kemenkes RI, 2017).

1.1.3 Tidak melakukan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama


Secara nasional, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif pada tahun 2017
sebesar 61,33%. Persentase tertinggi cakupan pemberian ASI eksklusif terdapat
pada Nusa Tenggara Barat (87,35%), sedangkan persentase terendah terdapat pada
Papua (15,32%). Masih ada 19 provinsi yang di bawah angka nasional. Oleh
karena itu, sosialisasi tentang manfaat dan pentingnya ASI eksklusif masih perlu
ditingkatkan (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Proporsi pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-5 bulan di Indonesia mencapai
74,5% (Riskesdas 2018). Hal ini berarti ada peningkatan pemberian ASI
eksklusif.

1.1.4 Faktor komunitas dan social


Faktor komunitas dan sosial adalah elemen kontekstual dalam kerangka
WHO. Subelement meliputi ekonomi politik (political economy), kesehatan dan
perawatan kesehatan (Health and Healthcare), pendidikan (education),
masyarakat dan budaya (Society and Culture), Sistem pertanian dan pangan
(Agriculture and Food Systems), dan air, sanitasi, dan lingkungan (Water,
Sanitation and Environment). Ekonomi politik mencakup harga pangan dan
kebijakan dagang, kebijakan pemasaran, stabilitas politik, kemiskinan, pendapatan
viii
dan tingkat kesejahteraan, pelayanan jasa keuangan, pekerjaan dan mata
pencaharian. Kesehatan dan perawatan kesehatan akses menuju pusat pelayanan
kesehatan, penyedia pelayanan kesehatan yang berkualitas, ketersediaan suplai
fasilitas pelayanan kesehatan, infrastruktur, sistem dan kebijakan pelayanan
kesehatan. Pendidikan akses terhadap pendidikan yang berkualitas, tenaga
pendidik yang berkualitas, status kesehatan pendidik yang berkualitas,
infrastruktur (sekolah dan institusi pelatihan). Masyarakat dan budaya
kepercayaan dan norma, jaringan dukungan sosial, pengasuh (orang tua dan non-
orang tua), status atau derajat sosial perempuan.

1.6. Ciri-ciri stunting

Menurut Kementerian kesehatan, ciri-ciri stunting yaitu:


a. Tinggi badan menurut usianya di bawah minus 2 standar deviasi dari median
Standar Pertumbuhan Anak WHO.
b. Pertumbuhan melambat
c. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak
mata (eye contact)
d. Wajah tampak lebih muda dari usianya
e. Tanda pubertas terlambat
f. Pertumbuhan gigi terlambat
g. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar (Tim Indonesia Baik,
2019).

1.7. Pencegahan dan Penanggulangan Stunting

Stunting didefinisikan sebagai kondisi anak usia 0–59 bulan, menurut umur
berada di bawah minus 2 Standar Deviasi (<-2SD) dari standar median WHO.
Lebih lanjut dikatakan bahwa stunting akan berdampak dan dikaitkan dengan
proses kembang otak yang terganggu, dimana dalam jangka pendek berpengaruh
pada kemampuan kognitif. Jangka panjang mengurangi kapasitas untuk
berpendidikan lebih baik dan hilangnya kesempatan untuk peluang kerja dengan
pendapatan lebih baik. Dalam jangka panjang, anak stunting yang berhasil
ix
mempertahankan hidupnya, pada usia dewasa cenderung akan menjadi gemuk
(obese), dan berpeluang menderita penyakit tidak menular (PTM), seperti
hipertensi, diabetes, kanker, dan lain-lain.
Dari kedua kondisi ini dikaitkan dengan strategi implementasi program yang
harus dilaksanakan. Pola asuh (caring), termasuk di dalamnya adalah Inisiasi
Menyusu Dini (IMD), menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan, dan pemberian
ASI dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI (MPASI) sampai dengan 2
tahun merupakan proses untuk membantu tumbuh kembang bayi dan anak.
Strategi ke depan terkait dengan pola asuh, antara lain:
Strategi ke depan terkait dengan pola asuh, antara lain:
a. Melakukan monitoring pasca pelatihan konselor menyusui utamanya di
tingkat kecamatan dan desa.
b. Melakukan sanksi terhadap pelanggar PP tentang ASI.
c. Melakukan konseling menyusui kepada pada ibu hamil yang datang ke
antenatal care/ANC (4 minggu pertama kehamilan) untuk persiapan menyusui.
d. Meningkatkan kampanye dan komunikasi tentang menyusui.
e. Melakukan konseling dan pelatihan untuk cara penyediaan dan pemberian
MPASI sesuai standar (MAD).
Ketahanan pangan (food security) tingkat rumah tangga adalah aspek penting
dalam pencegahan stunting. Isu ketahanan pangan termasuk ketersediaan pangan
sampai level rumah tangga, kualitas makanan yang dikonsumsi (intake), serta
stabilitas dari ketersediaan pangan itu sendiri yang terkait dengan akses penduduk
untuk membeli. Dalam jangka panjang masalah ini akan menjadi penyebab
meningkatnya prevalensi stunting, ada proses gagal tumbuh yang kejadiannya
diawali pada kehamilan, sebagai dampak kurangnya asupan gizi sebelum dan
selama kehamilan. Amanat ketahanan pangan di Indonesia adalah dari UU Nomor
18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan juga UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
Strategi ke depan terkait dengan ketahanan pangan, antara lain:
a. Dapat disusun program yang secara khusus ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga miskin meliputi target sasaran termasuk ibu hamil, bentuk
x
jenis makanan harus memenuhi standar gizi, terintegrasi dengan pelayanan
kesehatan yang lain.
b. Perlu dibuat standar bantuan pangan. Asupan gizi yang optimal untuk
pencegahan stunting dapat dilakukan dengan gerakan nasional percepatan
perbaikan gizi yang didasari oleh komitmen negara untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia agar sehat, cerdas, dan produktif, yang merupakan aset
sangat berharga bagi bangsa dan negara Indonesia. Untuk mewujudkan sumber
daya manusia yang berkualitas diperlukan status gizi yang optimal dengan
cara melakukan perbaikan gizi secara terus menerus.

xi
BAB 3

PENUTUP

1.8. Kesimpulan

Adapun cara pencegahan stunting yaitu dengan strategi ke depan terkait


dengan pola asuh, antara lain melakukan monitoring pasca pelatihan konselor
menyusui utamanya di tingkat kecamatan dan desa, melakukan sanksi terhadap
pelanggar PP tentang ASI, Melakukan konseling menyusui kepada pada ibu hamil
yang datang ke ante natal care atau ANC (4 minggu pertama kehamilan) untuk
persiapan menyusui, meningkatkan kampanye dan komunikasi tentang menyusui,
melakukan konseling dan pelatihan untuk cara penyediaan dan pemberian MPASI
sesuai standar (MAD).
Asupan gizi yang optimal untuk pencegahan stunting dapat dilakukan dengan
gerakan nasional percepatan perbaikan gizi yang didasari oleh komitmen negara
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar sehat, cerdas dan
produktif, yang merupakan aset sangat berharga bagi bangsa dan negara
Indonesia.

1.9. Saran

Diharapkan masukan berupa saran dan kritik yang membangun bagi setiap
pembaca makalah ini agar kedepannya kami menjadi lebih baik lagi. Semoga
bermanfaat bagi kita semua.

xii
DAFTAR PUSTAKA

Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI. 2018. Situasi Balita
Pendek (Stunting) di Indonesia. Buletin Jendela. ISSN 2088 - 270 X.

Atikah Rahayu, SKM, MPH; Fahrini Yulidasari, SKM, MPH; Andini Octaviana
Putri, SKM, M.Kes; dan Lia Anggraini, SKM. 2018. Study Guide Stunting
dan Mine Yogyakarta.Upaya Pencegahannya. CV

World Health Organization (WHO). www.who.int.

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan:
Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Jakarta: Redaksi Pusat Data
dan Informasi.

xiii

Anda mungkin juga menyukai