Teologi Aksara Ang Ung Mang
Teologi Aksara Ang Ung Mang
Teologi Aksara Ang Ung Mang
Teologi (bahasa Yunani θεος, theos, Tuhan", dan λογια, logia, "kata-kata," "ucapan,"
atau "wacana") atau kadang disebut ilmu agama adalah wacana yang berdasarkan
nalar mengenai agama,
spiritualitas dan Tuhan.
Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan
dengan keyakinan beragama.
Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Para teolog
berupaya menggunakan analisis dan argumen-argumen rasional untuk mendiskusikan,
menafsirkan dan mengajar dalam salah satu bidang dari topik-topik agama.
Teologi aksara suci Ang, Ung dan Mang (AUM) sebagai Pranawa “OM” yang
mengawali dalam setiap mantra sebagai susunan kata berpengaruh yang sakral
sehingga menghasilkan vibrasi energi spiritual.
Vibrasi energi spiritual dari Tri Aksara tersebut sebenarnya disebutkan sebagai bagian
dari aksara wijaksara yang diyakini memiliki kekuatan kesucian dan spritual religius dari
Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud kesuciannya sebagai Tri Murti dalam pembinaan
kehidupan spiritual, yaitu :
Tri Kona, pembinaan kehidupan spiritual seluruh umat manusia A(AUM), U(UNG) dan
M(MANG)
A(ANG) – Utpati
Utpati (Utpeti) adalah unsur penciptaan sebagai kemahakuasaan dari Sanghyang
Widhi, Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Brahma untuk
dapat menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya ini. Dimana utpati dalam hal
mencipta ini disebutkan merupakan bagian dari Tri Kona dalam hal pembinaan
kehidupan spiritual seluruh umat manusia, karena kelahiran ini disebutkan adalah
sesuatu yang sangat mulia. Dalam uraian Bhuwana Kosa, VII.27 sebagaimana
dijelaskan makna pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti yang disebutkan bahwa “Jagat
prastistathaa Brahma” yang berarti Tuhan saat menciptakan disebut Dewa Brahma.
Demikianlah disebutkan manusia dan semua makhluk hidup ciptaannya tercipta,
dimana keberadaan alam semesta beserta dengan segala isinya yang ada di dalamnya
adalah atas takdir Tuhan Yang Mahaesa.Alam dengan segala isinya ini tidak bisa lepas
dan proses utpati, sthiti dan pralina. Lahir, hidup, dan mati atau kembali pada asal.
Tuhan dalam kemahakuasaanNya mencipta (utpati), memelihara (sthiti) dan mem-
pralina alam dengan segala isinya itu disebut Tri Murti yang dalam pendirian Pura
Kahyangan Tiga di tiap-tiap desa pakraman di Bali yaitu di Pura Desa dimana Tuhan
dipuja sebagai pencipta (utpati) disebut Dewa Brahma.Setiap orang yang normal
berharap dalam hidupnya agar bisa mengikuti proses utpati, sthiti dan pralina itu secara
baik benar dan wajar. Agar bisa menciptakan sesuatu yang patut diciptakan
berdasarkan dharma di Pujalah Tuhan sebagai Dewa Brahma. Karena itu, Tri Guna
yang komposisinya ideal itu akan dapat membuat orang jadi sukses. Hal ini nampaknya
menjadi dasar mengapa leluhur umat Hindu di Bali membangun Pura Desa untuk
memuja Dewa Brahma umumnya satu areal dengan Pura Puseh-nya untuk memuja
Dewa Wisnu.
Hal itu dilakukan untuk memotivasi agar umat membangun eksistensi yang seimbang
dan sinergis antara Guna Rajah dengan Guna Sattwam mendukung dinamika pikiran
(manah).U(UNG) – Sthiti
Sthiti adalah kemahakuasaan Sanghyang Widhi dalam memelihara yang merupakan
bagian dari Tri Kona dengan aksara suci U; Ung.
Dimana dalam wujud Dewa Wisnu sebagai pemelihara alam ini yang dipuja di Pura
Puseh sebagai aspek Tuhan untuk membina Guna Sattwam. Karena alam semesta ini
berada dalam pengaruh vibrasi energi kosmik yang juga memiliki sifat tri guna sehingga
manusia patut melaksanakan upacara Panca Yadnya sebagai persembahan suci
dengan berbagai bentuk banten untuk kerahayauan semua mahluk dan alam ini Dan
ketika kita melakukan persembahan, vibrasi sattvam yang muncul dari persembahan
mengurai vibrasi unsur rajas-tamas di alam.
Meningkatnya vibrasi unsur sattvam di alam akan memurnikan vibrasi kosmik alam
sekitarnya.M(MANG) – Pralina
Pralina berarti meniadakan atas apa yang telah diciptakan-Nya yang dalam siklus Tri
Kona seperti halnya disebutkan :
Dalam prosesi Agni Pralina bertujuan untuk mengembalikan unsur unsur panca maha
bhuta yang melekat dalam badan kasar dan halus dari roh bersangkutan.
Yang juga disebutkan dengan menggunakan dasar dari sastra Dwi Aksara “Ang Ah”,
Dan seluruhnya atas kemahakuasaan Sanghyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa dalam
salah satu manifestasinya Tri Murti yaitu Dewa Siwa sebagai pelebur dan
mempralayakan semua ciptaan-Nya.Namun saat ini, sering kita mengartikan pralina
sebagai kematian atau pemusnahan. Kita sering mengartikan seperti itu yang dalam
puisi sanatana dharma, arti pralina juga disebutkan tidak berhenti sampai di situ saja.
Padahal pralina maknanya juga disebutkan menuju ke tahap yangg lebih baik.Kelahiran
kembali (atau dengan cara reinkarnasi) kita ke dunia ini, harus lah disebutkan dalam
kualtias spiritual yg lebih baik juga dibandingkan kelahiran sebelumnya.Sesuatu
diciptakan, yang bagus2 dipertahankan,yang sudah tidak sesuai, ditinggalkan dan
digantikan dengan hal baru yang lebih baik dan yang sesuai dipertahankan, kemudian
pada saatnya nanti, harus ditingalkan juga dan diciptakan yang lebih baik kembali.
Yang pada intinya disebutkan, hidup ini juga untuk meningkatkan kualitas spiritual.Dan
sebagai simbolis dari penghubung antara Jiwatman yang tidak akan berakhir sampai
terjadinya pralina dalam penggunaan benang tukelan pada tetandingan daksina
disebutkan,
Sebelum pralina, atman yang berasal dari Paramatman dalam keyakinan akan adanya
Tuhan Yang Maha Esa disebutkan bahwa, atman sebagai jiwa dari setiap mahluk hidup
akan terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai
Moksa, kebahagiaan abadi, sukha tan pawali dukha
Sebagai Guna Awatara, Tuhan dalam wujud Tri Murti untuk menuntun umat manusia
mengendalikan Tri Gunanya, diucapkan dalam setiap mantra dengan tiga aksara suci
Ang, Ung Mang sebagai pranawa “OM” yang bersumber dari penyatuan Dasa Aksara
sebagai sumber kekuatan di dalam tubuh kita (bhuwana alit) ataupun dalam jagat raya
ini (bhuana agung) ini.
Dasa aksara dan Mantra Gayatri sangatlah besar kaitannya, dimana disebutkan dalam
artikel Teja Surya, Gayatry Mantra Vs Dasa Aksara yang di awali dengan OM, tidak
akan hidup, jika tanpa adanya unsur Rua Bineda yang disatukan .Salah satunya yaitu
“Pengangge Sastra” yang umumnya terdapat setiap diatas aksara Suci ( Arda Candra –
Bindu – Nada ).Rua bineda juga erat kaitannya dengan Tinggi Rendahnya suatu
getaran suara/Irama, dimana dengan menghasilkan getaran dan irama yang pas akan
menghidupkan aksara itu sendiri.Persandian dari kata A,U,M (Tri Aksara) menjadi
Pranâwa AUM disebutkan dalam Dharmasastra3’s Blog, Aksara OM ini sebagai simbol
dari kemahakuasaan Tuhan yaitu utpatti,sthiti,dan pralina (Tri kona,yaitu lahir,hidup,dan
mati). Karena itu pranawa AUM ini juga sebagai simbol Brahma, Wisnu,dan Dewa Siwa
(Tri sakti).