Gastroenteritis: Laporan UKP
Gastroenteritis: Laporan UKP
Gastroenteritis: Laporan UKP
Gastroenteritis
Oleh :
Pendamping :
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan UKP (Unit Kesehatan Perorangan)
ini dengan judul “Gastroenteritis”.
Laporan UKP ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti program
Internship Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kami mengucapkan terima
kasih kepada dr. Yosi Susandri selaku pendamping yang telah memberikan masukan
dan bimbingan serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan UKP
ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan laporan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
3
Etiologi3
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi menjadi 4 penyebab : bakteri, virus, parasit dan non infeksi seperti
dalam tabel 1. Pada diare akut lebih dari 90% disebabkan oleh infeksi disertai dengan
mual, muntah, demam, dan nyeri pada abdomen. Sedangkan 10% sisanya disebabkan
oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Pada diare kronis biasanya
disebabkan non infeksi. Berdasarkan data Depkes RI tahun 2000, penyebab diare akut
adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E.coli dan Entamoeba histolytica.
Sedangkan pada anak, infeksi rotavirus merupakan penyebab tersering dengan
persentase sekitar 40-60%.
1.2 Epidemiologi3
4
(incidence rate) penyakit diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374
/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010
menjadi 411/1000 penduduk. Berdasarkan SDKI tahun 2002 didapatkan insidens
diare sebesar 11 %, 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan
angka kematian diare pada balita sebesar 2,5 per 1000 balita. Berdasarkan data
riskesdas 2013, Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di
Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga
masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di
69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%).
Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan
kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33
kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,64 %)
dengan penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat
baik di rumah maupun di sarana kesehatan.
5
4. Baru saja menggunakan obat anti mikroba pada institusi kejiwaan dan rumah
sakit.
1. Gejala yang timbul dalam waktu < 6 jam kemungkinan disebabkan oleh toksin
bakteri Staphylococcus aureus atau Bacillus cereus.
2. Gejala yang timbul sesudah 6-24 jam kemungkinan disebabkan oleh toksin
bakteri Clostridium perfringens atau Bacillus cereus.
3. Gejala yang timbul lebih dari 16-72 jam mengarahkan infeksi oleh virus,
terutama bila muntah merupakan gejala yang paling prominen; atau kontaminasi
bakterial dari makanan oleh enterotoxigenic/enterohemorrhagic E. coli,
6
Norovirus, Vibrio, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Giardia,
Cyclospora, atau Cryptosporidium.
Berbagai patogen spesifik dapat menimbulkan diare akut. Berikut ini akan
dibahas secara garis besar :5
Shigella. Shigella merupakan penyebab klasik diare inflamasi atau disentri dan
penyebab ke-2 tersering penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne
disease) di Amerika Serikat, serta sampai saat ini masih menjadi problem utama di
pusat perawatan harian atau institusi. Di Indonesia, Shigella spp merupakan penyebab
tersering ke-2 dari diare yang dirawat di rumah sakit, yakni sebesar 27,3%. Dari
keseluruhan Shigella spp tersebut, 82,8% merupakan S. flexneri; 15,0% adalah S.
sonnei; dan 2,2% merupakan S. dysenteriae. Hanya dibutuhkan 10 kuman untuk
menginisiasi timbulnya penyakit ini dan penyebaran dari orang ke orang amat mudah
terjadi. Infeksi S. sonnei adalah yang teringan. Paling sering terjadi di negara-negara
industri. Infeksi S. flexneri akan menimbulkan gejala disentri dan diare persisten.
Paling sering terjadi di negara-negara berkembang. S. dysenteriae tipe 1 (Sd1)
menghasilkan toksin Shiga, sehingga dapat menimbulkan epidemi diare berdarah
(bloody diarrhea) dengan case fatality rate yang tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika
Tengah. Infeksi Shigella dapat menimbulkan komplikasi hemolytic-uremic syndrome
(HUS) dan thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP).
7
Salmonella. Salmonellosis merupakan penyebab utama foodborne disease di
Amerika Serikat. Di Indonesia, Salmonella spp merupakan penyebab tersering ke-3
dari diare yang dirawat di rumah sakit, yakni sebesar 17,7%. Terdapat lebih dari 2000
serotype Salmonella dan semuanya patogenik bagi manusia. Bayi dan orang tua paling
rentan terinfeksi. Hewan merupakan reservoir utama bagi kuman ini. Gejala
salmonellosis umumnya berupa diare noninflamasi. Akan tetapi, dapat juga berupa
diare inflamatif atau disentri (bloody diarrhea).
8
Virus. Virus merupakan merupakan penyebab utama diare akut di negara-
negara industri. Berbagai virus dapat menimbulkan diare akut pada manusia, di
antaranya rotavirus, human calicivirus, enteric adenovirus, astrovirus,
cytomegalovirus, coronavirus, dan herpes simplex virus. Rotavirus sering
menimbulkan diare pada bayi, namun relatif jarang pada anak-anak dan dewasa
karena telah mempunyai antibodi protektif. Rotavirus dapat menimbulkan
gastroenteritis berat. Hampir semua anak-anak di negara-negara industri dan negara-
negara berkembang telah terinfeksi pada usia 3–5 tahun. Human calicivirus (HuCV)
termasuk ke dalam famili Caliciviridae, terdiri dari norovirus dan sapovirus.
Sebelumnya dinamakan “Norwalk-like virus” dan “Sapporo-like virus”. Norovirus
merupakan penyebab tersering kejadian luar biasa gastroenteritis pada semua
kelompok umur. Sapovirus lebih sering mengenai anak-anak. Beberapa serotype
adenovirus juga dapat menimbulkan diare akut, akan tetapi lebih sering pada anak-
anak.
Parasit. Berbagai spesies protozoa dan cacing dapat menimbulkan diare akut.
Di negara-negara maju, parasit jarang menjadi penyebab diare akut, kecuali pada
wisatawan. Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica, dan
Cyclospora cayetanensis paling sering menimbulkan diare akut pada anak-anak.
9
Infeksi oleh Cryptosporidium tampil sebagai penyakit diare dengan dehidrasi
berat, namun dapat sembuh sendiri pada pasien dengan hitung CD4 >150 sel/mm3
sama seperti pada individu dengan fungsi imun yang normal. Sebaliknya, pada pasien
HIV dengan fungsi imun yang lebih buruk terjadi penyakit yang lebih berat dan tidak
dapat mengalami remisi. Cyclospora dan Microsporidium merupakan patogen usus
kecil. Gambaran klinis diare yang disebabkan oleh Cyclospora khas dengan lamanya
yang rerata >3 minggu, disertai rasa letih dan lemah yang kuat. Dehidrasi pada diare
akibat infeksi Microsporidium biasanya lebih ringan dibandingkan pada diare yang
disebabkan oleh Cryptosporidium. Gejala inflamasi, seperti perut kembung, kram, dan
banyak flatus biasa dijumpai. Microsporidium jarang menyebabkan diare pada pejamu
yang immunocompetent.
10
Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi
diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang
atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta
kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler
memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan
urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air
mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya
menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik)
dengan kulit yang dingin dan pucat.
Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran, berat badan,
temperatur, frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan darah, turgor kulit, kelopak mata,
serta mukosa lidah. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda dehidrasi dan kontraksi volume
ekstraseluler, seperti denyut nadi >90 kali/menit dan lemah, hipotensi
postural/ortostatik, lidah kering, kelopak mata cekung, serta kulit yang dingin dan
11
lembab. Pemeriksaan abdomen merupakan sesuatu yang sangat penting pada kasus
diare. Kualitas bising usus dan ada tidaknya distensi abdomen serta nyeri tekan dapat
membantu klinisi dalam menentukan etiologi. Tanda-tanda peritonitis juga perlu
dicari karena merupakan petunjuk adanya infeksi oleh patogen enterik invasif.
Pada pasien yang mengalami dehidrasi, toksisitas atau diare yang berlangsung
selama beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan darah tepi lengkap, kadar elektrolit, ureum dan creatinin, feses lengkap
dan terkadang ELISA untuk mendeteksi giardiasis dan tes serologi amebiasis serta x-
ray abdomen.
12
toksin A telah mempersingkat waktu untuk mendiagnosis infeksi C. difficile dan
mengurangi kebutuhan pemeriksaan endoskopi pada kasus-kasus tersebut.
3. Mendiagnosis adanya infeksi oportunistik (seperti, cytomegalovirus) pada pasien
immunocompromise.
4. Mendiagnosis adanya iskemia pada pasien kolitis yang dicurigai namun
diagnosisnya masih belum jelas sesudah pemeriksaan klinis dan radiologis.
1.5 Penatalaksanaan1
1.5.1 Rehidrasi1
Hal utama yang perlu ditangani pada pasien gastroenteritis adalah dehidrasi.
Kebanyakan kasus gastroenteritis yang menyebabkan kematian adalah disebabkan
hidrasi yang tidak ditangani secepatnya (Burkhart M., 1999). Upaya Rehidrasi Oral
(URO) merupakan cara administrasi cairan secara oral untuk mencegah atau
mengkoreksi dehidrasi yang merupakan komplikasi diare. Dengan adanya URO dapat
menurunkan biaya dan meningkatkan efikasi terapi gastroenteritis akut. Oralit dengan
osmolaritas yang rendah berhubungan dengan penurunan gejala muntah, BAB yang
cair serta menurunkan kebutuhan pasien akan pemberian cairan secara intravena
dibandingkan dengan oralit standar. Cairan URS-WHO juga direkomendasikan
sebagai cairan rehidrasi pada dewasa dan anak dengan kolera. Dalam memberikan
URO pada pasien harus dinilai terlebih dahulu derajat dehidrasi pasien. Prinsip dalam
menentukan jumlah cairan harus disesuaikan dengan jumlah cairan yang keluar dari
tubuh. Terdapat beberapa macam perhitungan kehilangan cairan, diantaranya:
1. BJ plasma dengan rumus :
13
-
3. Metode Daldiyono berdasarkan skor
Bila skor kurang dari 3 dan tidak terdapat tanda syok, maka hanya diberikan
cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama
dengan 3 disertai syok maka diberikan cairan secara intravena.
Pada kasus diare sedang/berat pasien sebaiknya diberikan cairan secara
intravena. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang dapat diterapi dengan pemberian URO
secara oral atau melalui selang nasogastrik (NGT). Pemberian cairan rehidrasi terbagi
atas:1
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi awal) : jumlah total kebutuhan cairan
menurut BJ atau Daldiyono diberikan langsung agar tercapai rehidrasi
optimal secepat mungkin.
b. Satu jam berikutnya (tahap 2) pemberian diberikan atas kehilangan cairan
selama 2 jam tahap rehidrasi awal. Bila tidak terjadi syok atau skor
Daldiyono < 3 dapat diganti cairan per oral.
14
c. Jam berikutnya pemberian cairan berdasarkan kehilangan cairan melalui
tinja dan IWL.
1.5.2 Diet1
Penggunaan obat antidiare tidak membunuh kausa dari diare. Pada anak,
penggunakan obat initidak memiliki manfaat secara klinis. Beberapa obat yang dapat
digunakan diantaranya:
peristaltik usus dan efek memiliki antisecretory yang ringan. Sebaiknya dihindari
penggunaannya pada bloody/mucoid diarrhea atau suspek inflamasi (dengan demam).
Nyeri abdomen hebat yang mengarahkan suatu diare inflamatif termasuk
kontraindikasi untuk pemberian loperamide.
15
Racecadotril merupakan enkepalinase inhibitor (nonopiat) dengan aktivitas
antisekresi yang telah mendapatkan lisensi diberbagai negara diberikan dengan dosis 3
x 100mg terutama pada diare anak dan kolera dewasa.
1.5.4 Antibiotika1
Kebanyakan pasien memiliki gejala penyakit yang ringan, self limited disease
karena virus atau bakteri noninvasif, sehingga pengobatan empiris tidak dianjurkan
pada semua pasien diare. Pengobatan empiric diindikasikan pada pasien-pasien yang
diduga mengalami infeksi bakteri invasive (feses berdarah/mucoid, terdapat darah
samar atauleukosit pada feses), diare turis (traveler’s diarrhea) atau imunosupresif.
Obat pilihan yaitu kuinolon (siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama 5-7 hari). Obat ini
baik terhadap bakteri pathogen invarsif termasuk Campylobacter, Shigella,
Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai alternative yaitu
kotrimoksazol (trimetropin/sulfametoksazol), 160/800 mg/hari, atau erotromisin 250-
500 mg 4 x/hari selama 7 hari diberikan bagi yang dicurigai giardiasis, tetracyclin
16
(doksisiklin 2 x 100 mg) pada kecurigaan kolera, serta pada amebiasis dapat
digunakan tetraciclin atau metronidazole.
Untuk turis tertentu yang berpergian ke daerah resiko tinggi, kuinolon (misal
siprofloksasin 500 mg/hari) dapat dipakai sebagai profilaktik yang memberikan
perlindungan sekitar 90%. Obat profilaktik lain termasuk trimetropim-
sulfametoksazol dan bismuth subsalisilat. Pathogen spesifik yang harus diobati adalah
Vibro cholera, Clostridium difficile, parasit, traveler’s diarrhea, dan infeksi karena
penyakit seksual (gonorrhea, sifilis, klamidiosis, and herpes simpleks). Pathogen yang
mungkin di obati termasuk Vibro non kolera, Yersinia, dan Camphylobacter, dan bila
gejala lebih lama pada infeksi aeromonas, Plesiomonas dan E coli enteropathologenic.
Obat pilihan bagi diare karena Clostridium difficile yaitu metonidazol oral 25-500 mg
4 x/hari selama 7-10 hari. Vankomisin merupakan obat alternative, tetapi bila
diberikan secara parenteral. Metronidazol intravena diberikan pada pasien yang tidak
dapat mentoleransi pemberian per oral. Obat antimikroba dapat dilihat pada Tabel 4.
17
Tabel 4. Penggunaan antibiotika dalam terapi diare (dosis dewasa). Sumber: PAPDI
18
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. R
Alamat : Tiakar
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Mahasiswi
RPS: pasien datang dengan keluhan mencret sejak 3 hari SMRS. Dalam 1 hari, BAB
mencret >5x , berisi cairan saja, berwarna kuning kecoklatan kira-kira <1/4 gelas aqua
tiap kali BAB, ada ampas, tidak berbau busuk, tidak ada darah maupun lendir. Perut
terasa mulas di perut bagian tengah tiap kali pasien ingin BAB. Keluhan disertai
dengan demam. Demam turun bila diberi obat penurun demam.
2 hari SMRS pasien juga mengeluh adanya muntah 4x dalam sehari yang berisi air
saja kira-kira <1/4 gelas aqua tiap kali muntah, sakit kepala dibagian pelipis kanan
dan kiri, dan badan yang terasa lemas. Asupan minuman baik namun BAK dirasa
berkurang dari biasanya.
19
Adanya rasa haus terus menerus dan batuk-pilek disangkal. Pasien mengaku akhir-
akhir ini ia kerap kali makan di warung nasi pinggiran, riwayat bepergian ke luar kota,
penggunanaan antibiotik lama, alergi produk susu dan kafein disangkal.
Untuk keluhannya pasien sudah memeriksakan diri ke bidan dan diberi obat
paracetamol, dan obat tablet berwarna keunguan yang diminum 1x1 namun keluhan
tidak membaik.
A. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, habitus : athtletikus
2. Tanda Vital
TD : 150/80 mmHg
Suhu : 36,40 C
Respirasi : 24 x/menit
3. Status Gizi
Tinggi badan : 145 cm
Berat badan : 50 kg
Hidung
Tidak tampak pernapasan cuping, sekret (-), epistaksis (-).
Mulut
20
Mukosa bibir agak kering. bibir pucat (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-).
6. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
7. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
kelenjar limfe (-),
8. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan abdominothoracal, retraksi sela iga (-), BPH
ICS IV peranjakan 2 cm
Cor :
ictus cordis tidak tampak, teraba kuat angkat di ICS IV, 2 cm medial dari linea
midclav sinistra
batas kiri jantung pada ICS IV 2 cm lateral dari linea midclav sinistra.
Pulmo :
pengembangan dada kanan sama dengan kiri, fremitus raba kiri sama dengan
kanan, perkusi sonor di semua lapang paru, suara dasar vesikuler, suara tambahan
(ronchi -/-), wheezing -/-), Vokal resonan kiri sama dengan kanan,
9. Abdomen
Tampak datar, supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak membesar.
Ginjal : Balotemen (-/-), Nyeri ketok CVA (-/-), timpani, RT tidak terisi, Shifting
dullnes (-), BU (+) meningkat
10. Ektremitas
Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)
21
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG : Pemeriksaan Laboratorium: DL, GDR
D. DIAGNOSA KERJA
-Gastroenteritis Dehidrasi Ringan- dd/ bacterial gastroenteritis,
E. PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
Tidak puasa
2. Medikamentosa
IVFD RL 30gtt
Ranitidin Inj 2x1 amp
Ondancentron Inj 3x1 amp
Lasidofil 3x1cap
Lodia 2 tablet tiap BAB cair ( maksimal 8 tab/24 jam )
Paracetamol 3x500 mg
F. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
22
Trombosit 233 150 - 400 ribu/mm3
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 99 <200 mg/dl
23
DAFTAR PUSTAKA
24