Bab I Pendahuluan - 062846

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ikan gabus (Channa striata) adalah salah satu ikan yang hidup didaerah

aliran sungai di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa (Muthmainnah et al., 2012).

Kegiatan usaha budidaya ikan gabus mulai berkembang di masyarakat dengan

mengandalkan benih yang berasal dari alam (Ghaffar et al., 2012). Menurut Kordi

(2009), ikan jenis karnivora membutuhkan kSadar protein pakan lebih dari 30%.

Menurut Makmur (2003), makanan utama ikan gabus dihabitat aslinya adalah

udang, katak, dan semua jenis ikan. Salah satu alternatif pakan yang dapat

digunakan untuk pemeliharaan ikan gabus adalah ikan rucah. Ikan rucah adalah

ikan berukuran kecil dan merupakan hasil tangkapan sampingan nelayan (Selpiana

et al, 2013). Ikan rucah berdasarkan habitatnya terbagi menjadi dua yaitu ikan

rucah air laut dan air tawar (Adityana, 2007). Ikan laut hasil tangkapan nelayan

yang memiliki nilai ekonomis rendah antara lain ikan tembang, kuniran, selar, dan

sejenisnya (APFIC, 2005 dalam Selpiana et al., 2013).

Ikan gabus telah banyak dieksploitasi karena diketahui memiliki potensi

farmaseutika (Mat Jais et al. 1997; Michelle et al. 2004). Ikan gabus juga kaya

akan albumin, asam lemak, asam amino, dan mineral (Mustafa et al. 2012).

Kandungan gelatin dan kolagen pada bagian kulit dan tulang menyebabkan ikan

gabus di Indonesia banyak dieksploitasi untuk kebutuhan industri.

Keanekaragaman jenis ikan gabus cukup tinggi di Indonesia. Muchlisin et

al. (2013) mengidentifikasi dua jenis ikan gabus di Danau Laut Tawar Aceh, yaitu

ikan gabus jenis Channa gachua dan Channa striata. Lebih jauh Serrao et al.

(2014) melaporkan bahwa ikan gabus yang tersebar di perairan tawar Indonesia

adalah ikan gabus dari jenis C. bankanensis, C. cyanospilos, C. gachua, C.

1
marulioides, C. melanoptera, C. melasoma, C. micropeltes, C. Lucius, C. striata

dan Channa pleurophthalma. Dahruddin et al. (2017) melaporkan bahwa ikan

gabus Channa striata teridentifikasi di Danau Rawa Pening Jawa Tengah, Cigede

Tasikmalaya, dan Tukad Unda Bali serta ikan gabus jenis Channa pleurophthalma

terdapat di Banjarmasin Kalimantan Selatan. Genus Channa yang berbeda jenis

tersebut memiliki toleransi ekologi yang berbeda dan kemampuan menginvasi dari

setiap spesies juga berbeda (Herborg et al. 2007). Meskipun ikan gabus bukan

merupakan ikan asli di Sulawesi Selatan, akan tetapi ikan tersebut ditemukan

hampir diseluruh perairan umum daratan Sulawesi Selatan. Ikan gabus ditemukan

di Danau Tempe, Danau Sidenreng, Danau Towuti, Danau Matano, dan sungai-

sungai serta kanal-kanal di area persawahan. Status taksonomi ikan gabus pada

level spesies dari genus Channa di Sulawesi Selatan belum jelas sehingga menarik

untuk dikaji.

Pada usaha budidaya ikan pemilihan jenis pakan hendaknya berdasarkan

kepada kemauan ikan untuk memakan pakan yang diberikan, kualitas gizi dan

nilai ekonomi pakan tersebut (Mustahal et al., 1995). Untuk ikan karnvora

pemberian pakan berupa ikan rucah relatif lebih murah harganya dibandingkan

pellet terutama pada saat musim penangkapan.

Pakan ikan rucah merupakan jenis pakan yang memiliki tekstur kasar dan

kandungan nutrisi yang tidak seimbang. Umumnya, pakan rucah terdiri dari sisa-

sisa pertanian, seperti dedaunan, batang, atau kulit biji-bijian yang sulit dicerna

oleh ikan. Pemberian pakan rucah pada ikan gabus belum banyak diteliti, sehingga

masih kurangnya informasi mengenai pengaruhnya terhadap kualitas air.

Penelitian mengenai pengaruh pemberian pakan ikan rucah terhadap kualitas air

ikan gabus menjadi penting untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam

tentang dampaknya. Informasi ini akan memberikan wawasan kepada para petani

2
ikan gabus mengenai dampak pemberian pakan rucah terhadap kualitas air,

sehingga mereka dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga

kesehatan ikan dan lingkungan pemeliharaan.

Hingga saat ini, belum ada penelitian yang secara rinci dan terperinci

menggambarkan pengaruh pemberian pakan ikan rucah terhadap kualitas air ikan

gabus. Oleh karena itu, penelitian ini akan memberikan kontribusi baru dalam

memahami dampak pemberian pakan ikan rucah terhadap kualitas air ikan gabus.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk

mengembangkan pedoman pemeliharaan ikan gabus yang lebih baik, khususnya

dalam hal pemberian pakan yang tepat.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah penelitian ini

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah pakan yang sesuai

agar kualitas air tidak buruk.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memudahkan para pembudidaya ikan

gabus (Channa striata) dalam menentukan jumlah pakan yang sesuai agar kualitas

air tidak buruk.

1.5 HIPOTESIS

Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa pemberian pakan rucah kering yang

terbuat dari sisa-sisa makanan ikan gabus dan kotoran yang di hasilkan oleh ikan

tersebut akan mempengaruhi kualitas air di dalam kolam dan kesehatan ikan

3
gabus, seperti menurunkan berat badan dan panjang serta meningkatkan tingkat

kematian. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kandungan nutrisi dalam pakan

rucah kering yang di butuhkan oleh ikan gabus untuk pertumbuhan dan kesehatan

yang optimal.

4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Klasifikasi Dan Morfologi

Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan karnivora air tawar yang

menghuni kawasan Asia Tenggara, namun belum banyak diketahui tentang

sejarah dan sifat biologisnya. Ikan jenis ini dikenal sebagai ikan konsumsi dan

banyak ditemui dipasaran. Dalam ukuran kecil (anakan) ikan gabus terlihat eksotis

sehingga banyak dimanfaatkan sebagai ikan hias dalam akuarium. Ikan gabus ini

banyak di temukan diperairan umum, yang dapat tumbuh dan berkembang

dimuara-muara sungai dan dapat juga berkembangbiak diperairan kotor rendah

kadar oksigen bahkan tahan juga terhadap kekurangan air. Ikan ini biasanya

memiliki ciri-ciri fisik umum yaitu memiliki bentuk tubuh memanjang dan bagian

belakang berbentuk pipih (Weber & Beaufort, 1922).

Salah satu jenis ikan genus channa yang banyak ditemukan di perairan

umum Kalimantan Selatan adalah ikan gabus (Channa striata). Klasifikasi dari

ikan gabus menurut Kottelat et al (1993), adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Subkelas : Neopterygii

Ordo : Perciformes

Famili : Channidae

Genus : Channa

Spesies : Channa striata

5
Gambar 1. Ikan Gabus (Channa striata)

Ikan gabus memiliki ciri-ciri morfologi seluruh tubuh dan kepala ditutupi

sisik cycloid dan cetenoid, bentuk badan dibagian depan hampir bundar dan pipih

tegak kearah belakang sehingga disebut ikan berkepala ular (snakehead fish)

(Kottelat et al., 1993). Ikan ini memiliki diverticula yaitu suatu alat pernafasan

tambahan yang terletak dibagian insang sehingga mampu menghirup udara dari

atmosfer (Lagler et al., 1962), juga mampu berjalan jauh dimusim kemarau untuk

mencari air (Kottelat et al., 1993). Bahkan ikan ini dapat mempertahankan hidup

dengan cara “menguburkan diri” dalam lumpur saat musim kemarau dimana

rawa-rawa habitat ikan gabus lagi kering (Muslim, 2005).

Ikan gabus termasuk salah satu jenis ikan Labyrinth. Menurut Hoeve

(1996), nama labyrinth diberikan karena ikan ini mempunyai alat pernafasan

tambahan yaitu organ labyrinth yang terletak dibagian atas rongga insang.

Labyrinth terdiri atas lapisan-lapisan kulit yang berlekuk-lekuk dan mengandung

banyak pembuluh darah. Menurut Asyari (2007), organ Labyrinth ikan gabus

berupa bilik-bilik insang yang mempunyai kantong-kantong kecil yang terlipat

dan dilengkapi dengan pembuluh-pembuluh darah guna menyerap oksigen. Betina

biasanya ditandai dengan bentuk kepala yang membulat, perutnya lembek dan

membesar, warna tubuhnya cenderung terang, dan bila diurut akan keluar telur.

Pejantan sendiri ditandai dengan bentuk kepala yang lonjong, warna tubuhnya

cenderung gelap, lubang pada kelamin memerah, serta akan mengeluarkan cairan

putih agak bening ketika di urut.

6
2.1.2 Siklus Hidup

Berdasarkan Utomo et al., (1993) dalam Fitriliyani (2005), siklus hidup

ikan gabus diawali dengan ikan gabus dewasa memijah di alam pada awal atau

pertengahan musim penghujan. Sebelum memijah ikan gabus membuat sarang di

sekitar tumbuhan air atau di pinggiran perairan yang dangkal dan berarus lemah,

serta dapat memijah dengan umur induk sekitar 1 tahun dengan panjang sekitar 25

cm (Pillay, 1993 dalam Fitriliyani, 2005). Telur yang sudah di buahi mengapung

pada busa dengan diameter sekitar ≥1,0 mm (Bijaksana, 2006).

Siklus hidup ikan gabus dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2. Siklus hidup ikan gabus

(Sumber : Marimuthu dan Haniffa, 2007)

2.1.3 Habitat

Ikan gabus (Channa striata) adalah ikan asli Indonesia yang hidup di

perairan rawa, waduk dan di sungai berarus tenang. Ikan ini dapat hidup dalam

kondisi air keruh dan kekeringan karena memiliki alat pernapasan yang disebut

labirin. Ikan gabus merupakan ikan yang mampu hidup di perairan dengan

karakteristik pH asam, oksigen terlarut relatif rendah, dan CO2 tinggi.

7
Ikan gabus memiliki daerah teritorial, dan menyerang mangsanya. Musim kawin

ikan gabus bersifat musiman, memijah pada musim hujan dari bulan Oktober

hingga Desember untuk wilayah Indonesia. Pulau Kalimantan dan Sumatera

merupakan pemasok terbesar untuk pasar- pasar ikan gabus seluruh Indonesia.

Namun demikian, populasi ikan gabus di alam sudah mulai berkurang, sehingga

budiadaya ikan ini perlu dikembangkan (Kusmini et al., 2016).

2.1.4 Kebiasaan Hidup

Secara umum ikan gabus (Channa striata) memiliki pola pertumbuhan

allometrik atau pertambahan bobot lebih cepat daripada pertambahan panjang

badan, hal ini berkaitan dengan sifat agresifnya dalam mencari makan. Ikan ini

memangsa berbagai ikan kecil, serangga, dan berbagai hewan air lain termasuk

berudu dan kodok. Seperti dinyatakan Uchida & Fujimoto (1933) bahwa makanan

alami ikan gabus berupa hewan-hewan akuatik seperti ikan-ikan kecil, kodok,

serta insekta air.

Ikan gabus memiliki kemampuan bernapas langsung dari udara, dengan

menggunakan semacam organ labirin bernama divertikula yang terletak di bagian

atas insang sehingga mampu menghirup udara dari atmosfir (Lagler et.al., 1993

dalam Muflikhah, 2007). Sebagai mana ikan yang mempunyai labirin, ikan gabus

mampu bertahan dalam kondisi perairan rawa dengan kandungan oksigen terlarut

rendah dan pH berkisar 4,5-6.

Dalam proses pemijahan spesies ini memiliki kebiasaan membangun

sarang berbusa di antara vegetasi di lingkungan hidupnya. Djajadireja et.al.,(1977)

dalam Muflikhah (2007) menyatakan bahwa ikan gabus membuat sarang yang

berbentuk busa di sekitar tanaman air di rawa dan perairan dangkal dengan arus

8
lemah. Busa tersebut berbentuk semacam lingkaran yang berfungsi selain sebagai

area pemijahan juga sebagai pelindung telur yang telah di buahi.

2.1.5 Pakan Dan Kebiasaan Makan

Ikan gabus bersifat karnivora, karena makanan utama bersifat hewani,

mulai dari ukuran larva sampai ukuran dewasa, makanan utamanya adalah udang,

katak, cacing, serangga dan semua jenis ikan. Pada masa larva ikan gabus

memakan zooplankton seperti daphnia dan cyclops (Makmur et al., 2003). Pada

ukuran benih / fingerling makanan berupa serangga, udang dan ikan kecil,

sedangkan ukuran dewasa memakan udang, serangga, katak, cacing, dan ikan

(Sinaga et al., 2000; Muflikha et al., 2005). Perbedaan komposisi makanan antara

anak ikan gabus dengan ikan gabus dewasa disebabkan perbedaan bukaan mulut.

Hal ini didukung oleh pernyataan Nikolsky (1963), bahwa perbedaan bukaan

mulut, jenis pakan dan ukuran pakan disebabkan oleh proses adaptasi terhadap

pencernaan dan perubahan komposisi enzim. Selain itu Lagler et al., (1962)

mengatakan bahwa organisme yang dimakan disesuaikan dengan perkembangan

pencernaan. Perbedaan urutan kesukaan makanan pada ikan yang telah dewasa

lebih disebabkan pada perbedaan habitat (Steele, 1970).

Pada musim kemarau, konsumsi ikan gabus yang berupa ikan lebih besar

saat musim penghujan, hal ini dikarenakan saat musim kemarau banyak ikan-ikan

yang terkumpul di suatu tempat yang dapat dimanfaatkan oleh ikan gabus untuk

memangsanya, sedangkan di saat musim penghujan ikan akan menyebar ke

tempat-tempat yang lebih luas.

2.2 Ikan Rucah

Ikan rucah merupakan hasil samping dari produksi perikanan yang

jumlahnya cukup banyak dan mudah ditemukan. Seringkali ikan rucah hanya

9
menjadi limbah perikanan yang tidak bernilai. Jenis limbah tersebut mengandung

sumber protein hewani yang dapat digunakan sebagai campuran pakan. Hasil

penelitian pemanfaatan berbagai jenis ikan rucah sebagai pakan untuk

kelangsungan hidup benih ikan gabus sudah dilaksanakan Kusuma dkk (2017).

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pemberian berbagai jenis ikan rucah yang

berbeda dengan konsentrasi 50% terbukti berbeda nyata dengan efisiensi pakan,

petumbuhan (bobot dan panjang ikan), dan kelangsungan hidup.

Pengolahan limbah ikan rucah dapat dijadikan alternatif untuk menggantikan

bahan baku utama. Tentunya penggunaan bahan baku alternatif harus dapat

dengan mudah dicerna oleh ikan, mengandung gizi tinggi, mudah diperoleh,

tersedia dalam jumlah berlimpah dan tidak mengandung racun.

Ikan rucah memiliki potensi sebagai salah satu bahan baku pakan lokal

karena mengandung kadar protein berkisar 25-75%. Ikan rucah adalah ikan yang

berasal dari sisa-sisa hasil penangkapan ikan berupa ikan utuh yang sudah tidak

layak dikonsumsi manusia. Tepung ikan yang berasal dari ikan rucah kaya akan

asam amino, energi, asam lemak, dan mineral serta mengandung atraktan yang

dapat meningkatkan selera makan ikan (Chandrapal, 2007).

2.3 Kualitas Air

Menurut Pillay (1995), ikan gabus termasuk kategori snakeheads yang mampu

mentoleransi suhu 14-40ºC dengan suhu optimum 20-35ºC. Nilai pH selama

pemeliharaan juga berada pada kisaran toleransi ikan gabus. Pillay (1995)

menyatakan bahwa meskipun ikan gabus sensitif terhadap perubahan pH, namun

dapat bertahan hidup pada kondisi asam maupun basa. Menurut Muflikhah

(2008), ikan ini dapat idup dengan baik pada kisaran - . andungan oksigen

terlarut juga masi dalam kisaran toleransi ikan gabus. driani (1 ), ikan gabus

10
mampu idup pada kondisi oksigen terlarut sebesar 2 mg. . andungan amonia

juga berada pada kisaran toleransi ikan gabus, meskipun pada pemberian pakan

sebesar 15% dari bobot per hari menghasilkan kandungan amonia yang lebih

tinggi, tetapi masih dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh ikan gabus. Menrut

Mardoni (2005), kandungan amonia media pemeliharaan ikan gabus tidak bole

lebi dari 0,1 mg. .

11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Materi

3.1.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilakukan selama 3 bulan yaitu pada Bulan Januari-

Maret 2024 di Desa Waburense, Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton

Tengah. Penentuan lokasi penelitian sangat penting di lakukan agar data yang di

peroleh bisa di pertanggungjawabkan.

3.1.2 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang merupakan

metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positifisme. Metode ini sebagai

metode ilmiah/scientifik karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu

konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini di sebut

metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis

menggunakan statistik. (Sugiyono, 2015: 7).

3.1.3 Obyek Penelitian

Ikan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan gabus yang di

peroleh dari Desa Waburense, Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton

Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara. Jumlah benih ikan yang di gunakan

berjumlah 180 ekor.

3.1.4 Bahan dan Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 1.

12
Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

Nama Alat Fungsi

Sterofoam Sebagai wadah penelitian

Termometer Untuk mengukur suhu

Timbangan Digital Untuk mengukur berat pakan dan ikan

pH Meter Untuk mengukur pH

Secchi Disk Untuk mengukur kecerahan air

DO Meter Untuk mengukur oksigen terlarut

Kamera Untuk mengambil gambar

Alat Tulis dan Buku Untuk menulis data

Mistar Untuk mengukur panjang ikan

Nama Bahan

Benih Ikan Gabus

Pakan Rucah

Air Tawar

3.1.5 Persiapan Wadah Penelitian

Tahapan-tahapan persiapan wadah penelitian ini sebagai berikut :

1. Wadah yang digunakan dalam pemeliharaan berupa sterofoam dengan

volume air 40 liter sebanyak 9 buah.

2. Sebelum dilakukan pengisian air terlebih dahulu wadah harus dibersihkan

menggunakan deterjen untuk menghilangkan sisa bahan kimia yang

menempel pada sterofoam.

3. Wadah di isi dengan air volume 30 liter/sterofoam.

13
4. Masing-masing wadah disusun dan diberi tanda perlakuan A (A1, A2,

A3), perlakuan B (B1, B2, B3), dan perlakuan C (C1, C2, C3).

5. Setiap wadah masing-masing diisi 20 ekor benih ikan gabus.

3.1.6 Persiapan Pakan

Ikan rucah merupakan salah satu pakan yang di gunakan sebagai pakan

ikan gabus. Ikan rucah memiliki niai ekonomi yang tidak terlalu tinggi, meskipun

begitu ikan rucah (trash fish) sangat cocok untuk dijadikan pakan untuk ian gabus

karena memiliki gizi yang tinggi. (M. Hasan, Tri Yulianto, Shavika Miranti,

2021).

3.1.7 Pemberian Pakan

Pemberian pakan dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu dari jam 08.00 pagi dan jam

16.00 sore. Pemberian pakan sesuai dengan dosis masing-masing perlakuan. (M.

Hasan, Tri Yulianto, Shavika Miranti, 2021).

3.2 Metode

3.2.1 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan.

A1 B2 C3

B1 C2 A3

C1 A2 B3

14
Gambar 3. Tata Letak Satuan Unit Percobaan

Perlakuan A : Pakan Rucah 10%

Perlakuan B : Pakan Rucah 15%

Perlakuan C : Pakan Rucah 20%

3.2.2 Variabel Yang Diamati

1. Suhu

Suhu merupakan salah satu parameter penting dalaam kaitannya dengan

kualitas air. Suhu di perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti intensitas

cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan

faktor penutupan oleh pepohonan (Barus, 2004).

Memeriksa suhu air di lapangan dengan cara memasukkan thermometer

(0C) ke dalam air, kemudian tunggu beberapa menit atau sampai stabil

pengukurannya lalu catat nilai suhu yang tertera pada thermometer (Lintang Rina

kawuri, Mustofa Niti Suparjo, dan Suryanti, 2012)

2. Kecerahan

Kecerahan merupakan tingkat transparansi perairan yang dapat diamati

secara visual. Kecerahan menunjukkan adanya kemampuan intensitas cahaya

matahari untuk menembus suatu perairan (Lestari Febriant Pitaloka Gurning, Ria

Azizah Tri Nuraini, Suryono, 2020).

3. pH (Derajat Keasaman)

Derajat keasaman (pH) merupakan suatu indictor baik buruknya suatu

perairan. pH suatu perairan merupakan salah satu perairan kimia yang cukup

penting dalam memantau kestabilan perairan (Hamuna et al., 2018).

15
Cara mengukur pH adalah dengan mengambil sampel air lalu mengukur

pH dengan kertas pH dan mencatat hasil pengukuran.

4. DO (Oksigen terlarut)

Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang paling kritis dan

dinamis dalam sistem budidaya. Karena semua organisme aerobik di perairan

sangat membutuhkan kadar oksigen yang konstan untuk proses biokimia

(Poonkodi, 2014).

Untuk mengukur kadar oksigen terlarut (DO) dengan menggunakan DO

meter yang di celupkan ke dalam air hingga nilai yang tertera pada DO meter

stabil, kemudian catat nilai yang di dapatkan dalam pengukuran tersebut (Lintang

Rina kawuri, Mustofa Niti Suparjo, dan Suryanti, 2012)

5. NH3 (Ammonia)

Ammonia adalah gas tidak berwarna yang menyebabkan iritasi dengan bau

menyengat, mirip bau bahan /cairan pembersih. Amonia dapat meracuni

kehidupan perairan pada pH dan suhu tinggi (Matthew Cristian Hamonangan dan

Adhi Yuniarto, 2022).

16
DAFTAR PUSTAKA

Adityana D. 2007. Pemanfaatan Berbagai Jenis Silase Ikan Rucah pada Produksi

Biomassa Artemia franciscana. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Universitas

Sebelas Maret, Surakarta.

Adriani, M. 1995. Kualita Air Rawa. Fakultas Perikanan Jurusan Budidaya

Perairan Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Asyari, 2007. Pentingnya Labirin bagi Ikan Rawa. Jurnal Bawal : Widya Riset

Perikanan Tangkap. (5): 161-167.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.

Medan: USU Press.

Chandrapal GD. 2007. Status of trash fish utilization and fish feed requirements in

aquaculture-India. Low value and trash fish in the Asia-Pasific region.

Dahruddin H, Hutama A, Busson F, Sauri S, Hanner R, Keith P, Hadiaty R,

Hubert N. 2017. Revesiting the ichthyodiversity of Java and Bali through DNA

barcodes: taxonomic coverage, identification accuracy, crypic diversity and

identification of exotic species. Molecular Ecology Resources, 17(2): 288-299.

Fitriliyani I. 2005. Pembesaran Larva Ikan Gabus (Channa striata) dan Efektifitas

Induksi Hormon Gonadotropin Untuk Pemijahan Induk. TesisS2. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Ghaffar AK, Muthmainnah D, dan Suryati NK. 2012. Perawatan benih ikan gabus

(Channa striata) dengan perbedaan padat tebar dan perbedaan volume pakan.

Prosiding Isinas. 29- 30 November. Bandung. 303-306.

17
Hamuna, B., Tanjung, R.H.R., Suwito, Maury, H.K., & Alianto. 2018. Kajian

Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia di

Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1):35-43. DOI:

10.14710/jil.16.1.35-43.

Herborg LM, Mandrak NE, Cudmore BC, Maclsaac HJ. 2007. Comparative

distribution and invasion risk of snakehead (Channidae) and Asian carp

(Cyprinidae) species in North America. Canadian Journal of Fish Aquatic

Science, 64(12): 1723-1735.

Kordi MGHK. 2009. Budidaya Perairan Jillid II. PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung.

Kottelat A;AJ.Whitten; S.N. Kartikasari dan S. Wiryoatmodjo. 1993. Fresh Water

Fsihes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition. Jakarta.

Kusmini I.I, Gustiano R., Prakoso V.A., Ath-thar M.F. 2016. Budidaya Ikan

Gabus. Jakarta: Penebar Swadaya. 76 hal.

Kusuma, M. S., Ade, D S., & Yulisman. (2017). Kelangsungan hidup dan

pertumbuhan benih ikan gabus (Channa striata) yang diberi ikan rucah berbeda

sebagai pakan. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 5(1), 13-24.

Lagler K.F; C.E. Bardach dan R.R. Miller. 1962. Ictiology. Jhon Willey & Son

Inc. New york.

Lestari Febriant Pitaloka Gurning., Ria Azizah Tri Nuraini., Suryono. 2020.

Kelimpahan Fitoplankton Penyebab Harmful Algal Bloom di Daerah Perairan

Desa Bedono, Demak. Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Universitas Diponegoro. Vol 9 (3) : 251-260.

18
Lintang Rina kawuri., Mustofa Niti Suparjo., dan Suryanti. 2012. Kondisi

Perairan Berdasarkan Biondikator Makrobentos Di Sungai Seketak Tembalang

Kota Semarang. Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Diponegoro. Vol 1 (1) : 1-7.

M. Hasan., Tri Yulianto., Shavika Miranti. 2021. Pengaruh Pemberian Pakan Ikan

Rucah Terhdap Pertumbuhn Ikan Kerapu Cantang (Ephinephelus fuscoguttatus x

Ephinephelus lanceolatus). Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan

dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Vol 5 (1) : 10-19.

Makmur S. 2003. Biologi Reproduksi, Makanan dan Pertumbuhan Ikan gabus

(Channa striata Bloch.) Di Daerah Banjiran Sungai Musi Sumatera Selatan. Tesis

(Tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Makmur, S, M.F. Rahardjo, dan Sutrisno Sukimin. 2003. Biologi Reproduksi Ikan

Gabus (Channa striata Bloch) di Daerah Banjiran Sungai Musi Sumatera Selatan.

Jurnal Ikhtiologi Indonesia, vol 3 (2) : 57-62.

Mardoni, E. 2005. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan gabus (Channa

striata) diberi pakan alami yang berbeda. Skripsi. Fakultas Pertanian UMP,

Paembang.

Marimuthu K., Haniffa M.A, 2007. Embryonic and Larval Development of the

Striped Snakehead Channa striatus Taiwania.

Matthew Cristian Hamonangan dan Adhi Yuniarto. 2022. Kajian Penyisihan

Amonia dalam Pengolahan Air Minum Konvensional. Departemen Teknik

Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Vol 11 (2).

Mat Jais AM, Dambisya YM, Lee TL. 1997. Antinociceptive activity of Channa

striatus (haruan) extracts in mice. Journal of Ethnopharmacology, 57(2): 125-130.

19
Michelle NYT, Shanti G, Loqman MY. 2004. Effect of orally administered

Channa striatus extracts against experimentally-induced osteoarthritis in rabbits.

International Journal of Applied Research in Veterinary Medicine, 2(3):171-175.

Muchlisin ZA, Thomy Z, Fadli N, Sarong MA,Siti-azizah MN. 2013. DNA

barcoding of freshwater fishes from Lake Laut Tawar, Aceh Province, Indonesia.

Acta Ichthyologica et Piscatoria, 43(1): 21-29.

Muflikhah, N. 2007. Domestikasi Ikan Gabus (Channa striata). Prosiding Seminar

Nasional Tahunan IV Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Jurusan Perikanan

dan Kelautan Universitas Gadjah Mada. hlm. 1—10.

Muflikhah, N., M. Safran., N.K. Suryati. 2008. Gabus. Balai Riset Perairan

Umum, Palembang.

Muflikha N; S. Nurdawati dan K. Fatah.2005. Pertumbuhan Ikan gabus (Channa

striata) dengan Padat Tebar Berbeda. Prosiding Seminar 26 Budidaya Ikan Rawa

Budidaya Ikan Rawa 25 Nasional dan Kongres Biologi XII.

Yogyakarta.Perhimpunan Biologi Indonesia Cabang Yogyakarta Bekerjasama

dengan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Muslim. 2005. Analisis Biologi Reproduksi Ikan Gabus (Channa striatus) di Rawa

Banjiran Sungai Kelekar Indralaya. Laporan Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian

Universitas Sriwijay. Indralaya.

Mustafa, Widodo AMA, Kristianto Y. 2012. Albumin and zinc content of

snakehead fish (Channa striatus) extract and is role health. International Journal of

Sciene and Technology, 1(2): 1-8.

20
Mustahal, B. Slamet dan P. Sunyoto. 1995. Pemberian pakan ikan laut di keramba

jaring apung. Prosiding temu usaha pemasyarakatan teknologi keramba jaring

apung bagi budidaya laut. Pusat Penelitian Perikanan air Tawar Palembang. 1994.

Muthmainnah D, Nurdawati S, dan Aprianti S. 2012. Budidaya ikan gabus

(Channa striata) dalam wadah karamba di rawa lebak. Prosiding Insinas. 29-30

November. Bandung. 319-323.

Nikolsky G.V. 1963. The ecology of fishes. Academic press. London and Newa

York.

Pillay, T.V.R. 1995. Aquaculture Principles and Practices. Fishing News Books A

Divissions of Blackwell Sciences Ltd, University Press, Cambridge. Cambridge.

Poonkodi A., 2014. Water and Sediment Quality Characteristic in Litopenaeus

vannamei Shrimp Culture Systems. Thesis. Tamil Nadu Fisheries Univesity,

Nagapattinam: 123 p.

Selpiana, Santoso L dan Putri B. 2013. Kajian tingkat kecernaan pakan buatan

yang berbasis tepung ikan rucah pada ikan nila merah (Oreochromis niloticus). e-

Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 1(2) : 101-108.

Serrao NR, Steinke D, Hanner RH. 2014. Calibrating snakehead diversity with

DNA Barcodes: expanding taxonomic coverage to enable identification of

potential and established invasive species. Plos One, 9(6): 1-13.

Sinaga, T.P, M.F. Rahardjo dan Djaja Subardja, S. 2000. Biologi Ikan Gabus

(Channa striata) pada Aliran Sungai Banjaran Puwokerto. Prosiding Seminar

Nasional Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Ikan. Hal : 133-140.

Steele J.H. 1970. Marine Food Chain. University Calif. Press.

21
Uchida, K. & Fujimoto, M. 1933. Life History and Method of the Corean Snake-

Head Fish, Ophiocephalus argus. Bulletin of the fishery Experiment Station of the

Government-General of Chosen No. 3 (Series C. No. 1). p. 89—91.

Weber, M. & Beaufort, L.F.D. 1922. The Fishes of the Indo-Australian

Archipelago. Vol IV. P 312-330. www.practicalfishkeeping.co.uk.Serial online 19

Februari 2008.

22

Anda mungkin juga menyukai