0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan16 halaman

Jurwal Disolusi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 16

JURNAL AWAL PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

PERCOBAAN XII
DISOLUSI

Oleh:
KELOMPOK III
GOLONGAN A

Ni Komang Astiti Purnami (2208551017)

Ni Putu Arya Krisna Dewi (2208551018)

Ni Kadek Wiwik Mahadewi (2208551019)

Ni Ketut Fegi Tiara Sani (2208551020)

Ni Kadek Angga Rusnita Cahyani (2208551021)

Putu Mas Dyani Dewi (2208551022)

Made Suta Wahyudi (2208551023)

Sang Ayu Aishwarya Jaya Wardani (2208551024)

DOSEN PENGAMPU:
apt. Ni Kadek Santi Maha Dewi., M.Pharm.Sci.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
I. LATAR BELAKANG
Sediaan farmasi yang diberikan secara oral merupakan metode utama dalam
mencapai konsentrasi terapeutik dalam tubuh. Pemberian obat secara oral menjadi
pilihan utama dalam praktek farmasi karena kepraktisan administrasinya. Pasien
dapat dengan mudah mengonsumsi obat melalui mulut, tanpa perlu melalui
prosedur yang rumit seperti pada beberapa rute pemberian lainnya (Sagala, 2019).
Keberhasilan pengobatan melalui rute oral dipengaruhi oleh dua faktor kunci,
yaitu kecepatan disolusi dan ketersediaan hayati. Kecepatan disolusi adalah
parameter kritis dalam perancangan sediaan farmasi, terutama untuk obat yang
diberikan secara oral. Sifat disolusi memainkan peran sentral dalam
menggambarkan hubungan antara obat dan aktivitas farmakologinya, karena
memengaruhi proses absorpsi obat kemudian akan akan memberikan respons
klinis yang terkait. Ketersediaan hayati merujuk pada seberapa banyak dari zat
aktif dalam obat yang benar-benar mencapai sirkulasi sistemik setelah melewati
metabolisme awal oleh hati (Aini, 2015).
Bioavailabilitas sediaan oral dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti
kelarutan dalam air, permeabilitas obat, tingkat disolusi, dan metabolisme jalur
pertama. Kelarutan dalam air mengacu pada sejauh mana obat dapat larut dalam
cairan tubuh, mempengaruhi kemampuannya untuk diserap. Permeabilitas obat
mencerminkan kemampuannya menembus membran sel di saluran pencernaan,
sedangkan tingkat disolusi mencerminkan seberapa cepat obat dapat larut dalam
cairan pencernaan untuk penyerapan (Dara dan Husni., 2017). Sediaan dengan
tingkat kelarutan yang tinggi cenderung memiliki kecepatan disolusi yang lebih
cepat. Zat aktif dalam formulasi ini dapat dengan mudah larut dalam cairan tubuh
setelah konsumsi, sehingga lebih cepat tersedia untuk penyerapan oleh saluran
pencernaan. Sebaliknya, sediaan dengan tingkat kelarutan yang rendah dapat
menghasilkan kecepatan disolusi yang lambat. Zat aktif mungkin memerlukan
lebih banyak waktu untuk larut dalam cairan tubuh sehingga menyebabkan laju
absorbsi obat yang lebih lambat (Abdou, 1989). Oleh karena itu, pemahaman
mendalam tentang sifat disolusi dan kelarutan suatu obat menjadi dasar yang
penting dalam merancang formulasi sediaan farmasi yang efektif.

1
II. RUMUSAN MASALAH
Pada praktikum ini, terdapat permasalahan yang dirumuskan dalam rumusan
masalah adalah:
1. Bagaimana disolusi dari sediaan tablet paracetamol 500 mg?
III. TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah:
1. Mengetahui disolusi dari sediian tablet parasetamol 500 mg.
IV. TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Disolusi
Disolusi merupakan suatu proses zat padat masuk kedalam suatu pelarut
atau dapat dikatakan sebagai proses melarutnya suatu zat padat proses melarutnya
suatu zat padat. Peningkatan laju disolusi suatu zat aktif dapat dijelaskan melalui
pengaruh pemilihan koformer. Koformer adalah molekul atau senyawa yang
berinteraksi dengan zat aktif dalam suatu formulasi untuk meningkatkan sifat-sifat
fisikokimia dari zat tersebut (Destiani, 2018). Disolusi adalah suatu metode fisika
yang sangat penting sebagai parameter dalam pengembangan kualitas formulasi
obat, yang berfokus pada pengukuran kecepatan pelepasan dan pelarutan zat aktif
dari suatu sediaan obat. Disolusi bermanfaat untuk mengukur bioavailabilitas
secara in vitro, karena hasil uji disolusi memiliki korelasi dengan ketersediaan
hayati obat dalam tubuh (Ismail dkk., 2023). Beberapa faktor yang memengaruhi
laju disolusi sediaan padat dapat dibagi menjadi empat kategori utama, yakni sifat
fisika kimia obat, formulasi produk obat, proses pembuatan sediaan, dan kondisi
disolusi. Terdapat pula faktor-faktor eksternal yang terkait dengan kondisi disolusi
yang dapat berdampak pada laju disolusi, seperti intensitas pengadukan, jenis dan
komposisi medium, suhu, serta model alat disolusi yang digunakan (Siswanto
dkk., 2014).
4.2. Uji Disolusi
4.3. Kecepatan Disolusi
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif yang terlepas dari bahan
pembantunya yang memungkinkan kecepatan melarut dapat terhambat. Kecepatan

2
disolusi mengacu pada total bahan aktif yang mampu larut dalam jangka waktu
tertentu, dengan tetap mengikuti keadaan yang berlaku terkait antarmuka cair-
padat, suhu serta komposisi medium. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kecepatan disolusi obat (Hardani, 2022), yaitu:
a. Sifat fisika kimia obat
Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi berupa
sifat kelarutan, tipe pembuatan tablet yang digunakan, ukuran granul dan
distribusi ukuran granul, jumlah dan tipe penghancur serta metode
pencampurannya (Siswanto dkk., 2014).
b. Faktor alat dan kondisi lingkungan
Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan
perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi
kecepatan pelarutan obat, dimana semakin cepat pengadukan maka gerakan
medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan.
Temperatur viskositas, dan komposisi dari medium serta pengambilan sampel
juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat (Swarbick and Boyland,
1994). Faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi bentuk sediaan padat dapat
diklasifikasikan ke dalam empat kategori utama yaitu: sifat fisika kimia obat,
formulasi produk obat, proses pembuatan sediaan, dan kondisi uji disolusi.
Beberapa faktor eksternal yang terkait dengan kondisi percobaan dalam uji
disolusi dapat mempengaruhi kecepatan disolusi, antara lain: intensitas
pengadukan, macam dan komposisi medium, suhu, dan model alat disolusi yang
digunakan (Siswanto dkk., 2014). Rumus dari kecepatan disolusi adalah sebagai
berikut.

dM DS dC DS
= ( Cs−C ) atau = (Cs−C )
dt h dt Vh

Keterangan :

M = massa zat terlarut yang dilarutkan

t = waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan zat

dM/t = laju disolusi dari massa tersebut (massa/waktu)

3
D = koefisien difusi dari zat terlarut dalam larutan

S = luas permukaan zat padat yang menyentuh larutan

h = ketebalan lapisan difusi

Cs = kelarutan dari zat padat (konsentrasi larutan jenuh dari senyawa tersebut)

C = konsentrasi zat terlarut pada waktu t

dc/dt = laju disolusi

V = volume larutan
(Sinila, 2016)
4.4. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis adalah instrumen analitik yang digunakan untuk
mengukur daya absorbansi suatu cairan yang memiliki gugus kromofor terhadap
panjang gelombang cahaya tertentu. Spektrofotometer UV-Vis bekerja dengan
cara mengirimkan cahaya dari sumber cahaya melalui sampel cairan dan
kemudian mendeteksi cahaya yang muncul di sisi lain. Spektrofotometer UV-Vis
merupakan gabungan yang terdiri dari UV dan visible, yang menggunakan dua
sumber cahaya berbeda, yaitu sumber cahaya ultraviolet dan sumber cahaya yang
tampak. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis melibatkan interaksi antara energi
yang berupa sinar monokromatis dengan materi, yang kemudian menghasilkan
cahaya yang diabsorbsi oleh benda. Kelebihan dari metode spektrofotometer UV-
Vis yaitu mampu menganalisis konsentrasi logam berat dalam sampel secara
akurat, dapat digunakan untuk menganalisis banyak zat organik dan anorganik,
dan memiliki ketelitian tinggi. Kekurangan dari metode spektrofotometer yaitu
absorbsinya dipengaruhi oleh pH larutan, suhu, dan adanya zat pengganggu dan
kebersihan dari kuvet (Irawan, 2019). Umumnya, senyawa yang terdeteksi pada
spektrofotometer UV-Vis adalah senyawa yang memiliki gugus kromofor dan
auksokrom. Gugus kromofor adalah suatu gugus fungsi yang terdiri dari ikatan
rangkap terkonjugasi yang menyerap radiasi elektromagnetik di daerah panjang
gelombang ultraviolet dan daerah cahaya tampak. Gugus ini menyebabkan
molekul menyerap cahaya dan berperan dalam menentukan warna suatu senyawa.

4
Sementara itu, auksokrom adalah gugus fungsi yang dapat memperluas daerah
serapan atau menggeser panjang gelombang maksimum serapan (Maimunah dkk.,
2021).
4.5. Monografi Bahan
4.5.1. Paracetamol
4.5.2. Aquadest
4.5.3. NaOH
Nama resmi : Sodium Hydroxide
Nama lain : Natrium Hidroksida
Berat molekul : 40,00 g/mol
Rumus molekul : NaOH
Pemerian : Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pelet
kecil, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh
dan menunjukkan pecahan hablur. Jika terpapar di udara,
akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol
(Kemenkes RI, 2020)
4.5.4. KH2PO4
Nama resmi : Kalium dihidrogen fosfat
Nama lain : Kalium fosfat monobasa
Berat molekul : 136,086 g/mol
Rumus molekul : KH2PO4
Pemerian : Serbuk hablur putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air
(Depkes RI, 1979)
V. PROSEDUR PENELITIAN
5.1. Alat dan Bahan
1. Alat
 Spektrofotometri UV-Vis
 Alat uji disolusi tipe dayung (Erweka, Jerman)
 Ball filler

5
 pH meter
 Gelas beaker 1000 mL
 Neraca analitik
 Gelas ukur
 Labu ukur
 Botol vial
 Spuit
 Pipet tetes
 Kertas saring
 Batang pengaduk
 Filter holder
2. Bahan
 Tablet parasetamol 500 mg
 Dapar fosfat pH 5,8
 Aquadest
 NaOH
 KH2PO4
 Serbuk parasetamol
5.2. Perhitungan Bahan
5.2.1. NaOH 0,2 M
Diketahui:
M NaOH = 0,2M
V untuk 200 mL aquades = 3,6 mL
V yang ingin dibuat = 1500 mL
Ditanya: m NaoH = ...?
Jawab:
3 ,6 mL v
=
200 mL 1500 mL
5400 mL
V= =27 mL
200

6
massa 1000
M NaOH = ×
Mr v
massa 1000
0,2M = ×
40 27
27 × 40 × 0 ,2
massa= =0,216 gram
25
Jadi, massa NaOH yang ditimbang sebanyak 0,216 gram
5.2.2. KH2PO4 0,2 M (pH 5,8)
Diketahui :
M KH2PO4 = 0,2 M
V untuk 200 mL aquadets = 50 mL
V yang ingin dibuat = 1500 mL
Ditanya :
m KH2PO4
Jawab :
50 mL v
=
200 mL 1500 mL
75000
v= =375 mL
200 mL
massa 1000
M KH 2 PO 4= ×
Mr v
massa 1000
0,2M = ×
136 375
375 × 136 ×0 , 2
massa= =10 ,2 gram
25
Jadi, massa KH2PO4 yang ditimbang sebanyak 0,216 gram
5.2.3. Larutan Stok 1 mg/mL
Diketahui :
Larutan stok parasetamol konsentrasi 1 mg/mL
Ditanya :
Larutan stok parasetamol 1 mg/mL dalam 10 mL?
Jawab :
1 mg x
=
1mL 10 mL

7
x=10 mg
5.2.4. Larutan Seri Parasetamol 1 µg/mL
Diketahui:
Larutan yang ingin dibuat (M1) = 1 µg/mL
Volume konsentrasi yang ingin dibuat (V1) = 10 mL
Larutan baku standar 1 mg/ml (M2) = 1000 µg/mL
Ditanya:
Volume larutan baku standar 1 mg/mL yang diambil (V2) = ...?
Jawab :
V 1 × M 1=V 2 × M 2
10 mL ×1 µg/mL=V 2 ×1000 µg/mL
10 mL ×1 µg/mL
V 2=
1000 µg /mL
10 mL
V 2= =0 ,01 mL
1000
5.2.5. Larutan Seri Parasetamol 2 µg/mL
Diketahui:
Larutan yang ingin dibuat (M1) = 2 µg/mL
Volume konsentrasi yang ingin dibuat (V1) = 10 mL
Larutan baku standar 1 mg/ml (M2) = 1000 µg/mL
Ditanya:
Volume larutan baku standar 1 mg/mL yang diambil (V2) = ...?
Jawab :
V 1 × M 1=V 2 × M 2
10 mL × 2 µg /mL=V 2 ×1000 µg/mL
10 mL ×2 µg/mL
V 2=
1000 µg /mL
20 mL
V 2= =0 ,02 mL
1000
5.2.6. Larutan Seri Parasetamol 3 µg/mL
Diketahui:
Larutan yang ingin dibuat (M1) = 3 µg/mL

8
Volume konsentrasi yang ingin dibuat (V1) = 10 mL
Larutan baku standar 1 mg/ml (M2) = 1000 µg/mL
Ditanya:
Volume larutan baku standar 1 mg/mL yang diambil (V2) = ...?
Jawab :
V 1 × M 1=V 2 × M 2
10 mL × 3 µg /mL=V 2 ×1000 µg /mL
10 mL ×3 µg /mL
V 2=
1000 µg/mL
30 mL
V 2= =0 ,03 mL
1000
5.2.7. Larutan Seri Parasetamol 4 µg/mL
Diketahui:
Larutan yang ingin dibuat (M1) = 4 µg/mL
Volume konsentrasi yang ingin dibuat (V1) = 10 mL
Larutan baku standar 1 mg/ml (M2) = 1000 µg/mL
Ditanya:
Volume larutan baku standar 1 mg/mL yang diambil (V2) = ...?
Jawab :
V 1 × M 1=V 2 × M 2
10 mL 4 µg /mL=V 2 ×1000 µg /mL
10 mL × 4 µg/mL
V 2=
1000 µg /mL
40 mL
V 2= =0 , 04 mL
1000
5.2.8. Larutan Seri Parasetamol 5 µg/mL
Diketahui:
Larutan yang ingin dibuat (M1) = 5 µg/mL
Volume konsentrasi yang ingin dibuat (V1) = 10 mL
Larutan baku standar 1 mg/ml (M2) = 1000 µg/mL
Ditanya:
Volume larutan baku standar 5 mg/mL yang diambil (V2) = ...?

9
Jawab :
V 1 × M 1=V 2 × M 2
10 mL ×5 µg /mL=V 2 ×1000 µg /mL
10 mL ×5 µg /mL
V 2=
1000 µg/mL
50 mL
V 2= =0 ,05 mL
1000
5.3. Prosedur Kerja
5.3.1. Prosedur Pembuatan Larutan NaOH

Ditimbang NaOH sebanyak 0,216 gram di dalam gelas Beaker


menggunakan neraca analitik

Diukur akuades sebanyak 27 mL

Dilarutkan NaOH dengan akuades dan diaduk dengan batang pengaduk


hingga larut dan homogen

10
5.3.2. Prosedur Pembuatan Dapar Fosfat pH 5,8
10,2 gr KH2PO4 dilarutkan dengan aquadest hingga tidak terdapat endapan

Dimasukkan larutan ke dalam labu ukur 500 mL

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas

Digojog perlahan hingga homogen

Dimasukkan larutan dapar ke dalam toples

Dimasukkan larutan ke dalam labu ukur 500 mL

Prosedur diulangi sebanyak 3 kali hingga mencapau volume 1,5 liter

Dilakukan pengukuran pH larutan dengan menggunakan pH meter

Ketika tidak dicapai pH sebesar 5,8 dilakukan penambahan larutan NaOH


hingga diperoleh nilai pH sebesar 5,8

5.3.3. Pembuatan Larutan Seri Parasetamol


Larutan stok parasetamol 1 mg/mL, botol vial, dan labu ukur 10 mL
disiapkan

Larutan seri parasetamol dibuat dengan metode pengenceran yang


dibuat sebanyak 10 mL per konsentrasi

Larutan stok parasetamol dipipet sebanyak volume dalam perhitungan


larutan seri dan dimasukkan ke labu ukur 10 mL
11

Labu ukur ditambahkan larutan dapar sampai tanda batas lalu


dihomogenkan dengan digojog
5.3.4. Pembuatan Larutan Stok Parasetamol

Larutan seri Disiapkan


Larutan alatkedan
parasetamol
dipindahkan bahan
vialyang
dimasukkan
botol akan
laluke labudigunakan
diberi ukursebagai
label 10 mL penanda
Tablet parasetamol digerus dan ditimbang sebanyak 10 mg dan
dilarutkan dengan sedikit larutan dapar pada gelas beaker.
Labu ukur diisi aquadest sampai tanda batas lalu dihomogenkan
dengancara digojog
Tempat Larutan stok diberi label sebagai penanda

5.3.5. Uji Disolusi Tipe Dayung


Diukur larutan dapar fosfat sebanyak 900 mL menggunakan gelas ukur

12
Dimasukkan larutan dapar fosfat ke dalam chamber

Dimasukkan tablet parasetamol ke dalam chamber

Alat uji disolusi diatur sebanyak 50 rpm dalam waktu 30 menit

Diambil cuplikan sebanyak 5 mL pada menit ke 5, 10, 20, dan 30


menggunakan spuit ke dalam botol vial.

Dimasukkan 5 mL larutan dapar fosfat pH 5,8 menggunakan spuit 2


sebagai pengganti volume cuplikan yang telah diambil

5.3.6. Prosedur Penetapan Kadar Kurkumin Total dengan Spektrofotometri


Dinyalakan alat spektofotometri UV

Diatur panjang gelombang pada rentang 200-300 nm

Diambil kuvet dan dimasukkan larutan dapar fospat sebagai blanko


hingga setinggi 2/3 bagian kuvet untuk memperoleh panjang
gelombang maksimum

Dimasukkan kuvet blanko ke dalam tempat sampel spektrofotometri,


lalu dicari correct base line

Keluarkan kuvet blanko, lalu dimasukkan kuvet dengan larutan seri


parasetamol konsentrasi 1 μg/mL, 2 μg/mL, 3 μg/mL, 4 μg/mL, 5 μg/mL,
6 Setelah
μg/mL secara bergantianlarutan
itu, dimasukkan untuk mengetahui absorbansi
sampel durasi masing-
5 menit, 10 menit,masing
20
menit, 30 menit untuklarutan
dianalisis absorbansinya

13
DAFTAR PUSTAKA
Abdou, H. 1989. Dissolution, Bioavailability and Bioequivalence. Easton: Mack
Publishing Comp.
Aini, N., Saraswati, R. D., dan Octoberia, I. S. 2015. Profil Disolusi Terbanding,
Penetapan Kadar, dan Kualitas Fisik Tablet Atorvastatin Inovator,
Generik Bernama Dagang, dan Generik. Jurnal Kefarmasian Indonesia.
5(2): 90–97.
Dara, A. I. dan Husni, P. 2017. Artikel Tinjauan: Teknik Meningkatkan Kelarutan
Obat. Farmaka. 15(4): 49–57.
Sagala, R. J. 2019. Review: Metode Peningkatan Kecepatan Disolusi Dikombinasi
dengan Penambahan Surfaktan. Jurnal Farmasi Galenika. 5(1): 84-92.
Destiani, S. D. P. 2018. Kokristalisasi Metode Solvent Evaporation dan
Drygrinding. Farmaka. 16(3): 262-273.
Ismail, T., Putra, A. P., Puspaningrat, N. P. D., dan Buchari, M. 2023.
Perbandingan Kadardisolusi Tablet Allopurinolgenerik Berlogo dan
Generik Bermerek yang Beredar Dikota Kupang Provinsi NTT. Jurnal
Farmasi Kryonaut. 2(2): 139-147.
Hardani. 2022. Buku Ajar Farmasi Fisika. Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru.
Irawan, A. 2019. Kalibrasi Spektrofotometer Sebagai Penjaminan Mutu Hasil
Pengukuran dalam Kegiatan Penelitian dan Pengujian. Indonesian
Journal Of Laboratory. 1(2): 1-9.
Maimunah, S., Supartiningsih, dan Chandra, D. 2021. Penetapan Kadar Kafein
dari Bubuk Kopi yang Diperoleh dari Kota Sidikalang Secara
Spektrofotometri UV. Farmanesia. 8(1): 21-25.
Siswanto, A., Fudholi, A., Nugroho, A. K., dan Martono, S. 2014. Pengaruh
Medium Dissolusi dan Penggunaan Sinker terhadap Profil Disolusi
Tablet Floating Aspirin. Pharmacy. 11(2): 1-13.
Sinila, S. 2016. Farmasi Fisik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

14
Kemenkes RI. 2020. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Swarbrick, J. and Boylan, J. C. 1994. Encyclopedia of Pharmaceutical
Technology. America: CRC Press.

15

Anda mungkin juga menyukai