Jurwal Disolusi
Jurwal Disolusi
Jurwal Disolusi
PERCOBAAN XII
DISOLUSI
Oleh:
KELOMPOK III
GOLONGAN A
DOSEN PENGAMPU:
apt. Ni Kadek Santi Maha Dewi., M.Pharm.Sci.
1
II. RUMUSAN MASALAH
Pada praktikum ini, terdapat permasalahan yang dirumuskan dalam rumusan
masalah adalah:
1. Bagaimana disolusi dari sediaan tablet paracetamol 500 mg?
III. TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah:
1. Mengetahui disolusi dari sediian tablet parasetamol 500 mg.
IV. TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Disolusi
Disolusi merupakan suatu proses zat padat masuk kedalam suatu pelarut
atau dapat dikatakan sebagai proses melarutnya suatu zat padat proses melarutnya
suatu zat padat. Peningkatan laju disolusi suatu zat aktif dapat dijelaskan melalui
pengaruh pemilihan koformer. Koformer adalah molekul atau senyawa yang
berinteraksi dengan zat aktif dalam suatu formulasi untuk meningkatkan sifat-sifat
fisikokimia dari zat tersebut (Destiani, 2018). Disolusi adalah suatu metode fisika
yang sangat penting sebagai parameter dalam pengembangan kualitas formulasi
obat, yang berfokus pada pengukuran kecepatan pelepasan dan pelarutan zat aktif
dari suatu sediaan obat. Disolusi bermanfaat untuk mengukur bioavailabilitas
secara in vitro, karena hasil uji disolusi memiliki korelasi dengan ketersediaan
hayati obat dalam tubuh (Ismail dkk., 2023). Beberapa faktor yang memengaruhi
laju disolusi sediaan padat dapat dibagi menjadi empat kategori utama, yakni sifat
fisika kimia obat, formulasi produk obat, proses pembuatan sediaan, dan kondisi
disolusi. Terdapat pula faktor-faktor eksternal yang terkait dengan kondisi disolusi
yang dapat berdampak pada laju disolusi, seperti intensitas pengadukan, jenis dan
komposisi medium, suhu, serta model alat disolusi yang digunakan (Siswanto
dkk., 2014).
4.2. Uji Disolusi
4.3. Kecepatan Disolusi
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif yang terlepas dari bahan
pembantunya yang memungkinkan kecepatan melarut dapat terhambat. Kecepatan
2
disolusi mengacu pada total bahan aktif yang mampu larut dalam jangka waktu
tertentu, dengan tetap mengikuti keadaan yang berlaku terkait antarmuka cair-
padat, suhu serta komposisi medium. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kecepatan disolusi obat (Hardani, 2022), yaitu:
a. Sifat fisika kimia obat
Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi berupa
sifat kelarutan, tipe pembuatan tablet yang digunakan, ukuran granul dan
distribusi ukuran granul, jumlah dan tipe penghancur serta metode
pencampurannya (Siswanto dkk., 2014).
b. Faktor alat dan kondisi lingkungan
Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan
perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi
kecepatan pelarutan obat, dimana semakin cepat pengadukan maka gerakan
medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan.
Temperatur viskositas, dan komposisi dari medium serta pengambilan sampel
juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat (Swarbick and Boyland,
1994). Faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi bentuk sediaan padat dapat
diklasifikasikan ke dalam empat kategori utama yaitu: sifat fisika kimia obat,
formulasi produk obat, proses pembuatan sediaan, dan kondisi uji disolusi.
Beberapa faktor eksternal yang terkait dengan kondisi percobaan dalam uji
disolusi dapat mempengaruhi kecepatan disolusi, antara lain: intensitas
pengadukan, macam dan komposisi medium, suhu, dan model alat disolusi yang
digunakan (Siswanto dkk., 2014). Rumus dari kecepatan disolusi adalah sebagai
berikut.
dM DS dC DS
= ( Cs−C ) atau = (Cs−C )
dt h dt Vh
Keterangan :
3
D = koefisien difusi dari zat terlarut dalam larutan
Cs = kelarutan dari zat padat (konsentrasi larutan jenuh dari senyawa tersebut)
V = volume larutan
(Sinila, 2016)
4.4. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis adalah instrumen analitik yang digunakan untuk
mengukur daya absorbansi suatu cairan yang memiliki gugus kromofor terhadap
panjang gelombang cahaya tertentu. Spektrofotometer UV-Vis bekerja dengan
cara mengirimkan cahaya dari sumber cahaya melalui sampel cairan dan
kemudian mendeteksi cahaya yang muncul di sisi lain. Spektrofotometer UV-Vis
merupakan gabungan yang terdiri dari UV dan visible, yang menggunakan dua
sumber cahaya berbeda, yaitu sumber cahaya ultraviolet dan sumber cahaya yang
tampak. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis melibatkan interaksi antara energi
yang berupa sinar monokromatis dengan materi, yang kemudian menghasilkan
cahaya yang diabsorbsi oleh benda. Kelebihan dari metode spektrofotometer UV-
Vis yaitu mampu menganalisis konsentrasi logam berat dalam sampel secara
akurat, dapat digunakan untuk menganalisis banyak zat organik dan anorganik,
dan memiliki ketelitian tinggi. Kekurangan dari metode spektrofotometer yaitu
absorbsinya dipengaruhi oleh pH larutan, suhu, dan adanya zat pengganggu dan
kebersihan dari kuvet (Irawan, 2019). Umumnya, senyawa yang terdeteksi pada
spektrofotometer UV-Vis adalah senyawa yang memiliki gugus kromofor dan
auksokrom. Gugus kromofor adalah suatu gugus fungsi yang terdiri dari ikatan
rangkap terkonjugasi yang menyerap radiasi elektromagnetik di daerah panjang
gelombang ultraviolet dan daerah cahaya tampak. Gugus ini menyebabkan
molekul menyerap cahaya dan berperan dalam menentukan warna suatu senyawa.
4
Sementara itu, auksokrom adalah gugus fungsi yang dapat memperluas daerah
serapan atau menggeser panjang gelombang maksimum serapan (Maimunah dkk.,
2021).
4.5. Monografi Bahan
4.5.1. Paracetamol
4.5.2. Aquadest
4.5.3. NaOH
Nama resmi : Sodium Hydroxide
Nama lain : Natrium Hidroksida
Berat molekul : 40,00 g/mol
Rumus molekul : NaOH
Pemerian : Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pelet
kecil, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh
dan menunjukkan pecahan hablur. Jika terpapar di udara,
akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol
(Kemenkes RI, 2020)
4.5.4. KH2PO4
Nama resmi : Kalium dihidrogen fosfat
Nama lain : Kalium fosfat monobasa
Berat molekul : 136,086 g/mol
Rumus molekul : KH2PO4
Pemerian : Serbuk hablur putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air
(Depkes RI, 1979)
V. PROSEDUR PENELITIAN
5.1. Alat dan Bahan
1. Alat
Spektrofotometri UV-Vis
Alat uji disolusi tipe dayung (Erweka, Jerman)
Ball filler
5
pH meter
Gelas beaker 1000 mL
Neraca analitik
Gelas ukur
Labu ukur
Botol vial
Spuit
Pipet tetes
Kertas saring
Batang pengaduk
Filter holder
2. Bahan
Tablet parasetamol 500 mg
Dapar fosfat pH 5,8
Aquadest
NaOH
KH2PO4
Serbuk parasetamol
5.2. Perhitungan Bahan
5.2.1. NaOH 0,2 M
Diketahui:
M NaOH = 0,2M
V untuk 200 mL aquades = 3,6 mL
V yang ingin dibuat = 1500 mL
Ditanya: m NaoH = ...?
Jawab:
3 ,6 mL v
=
200 mL 1500 mL
5400 mL
V= =27 mL
200
6
massa 1000
M NaOH = ×
Mr v
massa 1000
0,2M = ×
40 27
27 × 40 × 0 ,2
massa= =0,216 gram
25
Jadi, massa NaOH yang ditimbang sebanyak 0,216 gram
5.2.2. KH2PO4 0,2 M (pH 5,8)
Diketahui :
M KH2PO4 = 0,2 M
V untuk 200 mL aquadets = 50 mL
V yang ingin dibuat = 1500 mL
Ditanya :
m KH2PO4
Jawab :
50 mL v
=
200 mL 1500 mL
75000
v= =375 mL
200 mL
massa 1000
M KH 2 PO 4= ×
Mr v
massa 1000
0,2M = ×
136 375
375 × 136 ×0 , 2
massa= =10 ,2 gram
25
Jadi, massa KH2PO4 yang ditimbang sebanyak 0,216 gram
5.2.3. Larutan Stok 1 mg/mL
Diketahui :
Larutan stok parasetamol konsentrasi 1 mg/mL
Ditanya :
Larutan stok parasetamol 1 mg/mL dalam 10 mL?
Jawab :
1 mg x
=
1mL 10 mL
7
x=10 mg
5.2.4. Larutan Seri Parasetamol 1 µg/mL
Diketahui:
Larutan yang ingin dibuat (M1) = 1 µg/mL
Volume konsentrasi yang ingin dibuat (V1) = 10 mL
Larutan baku standar 1 mg/ml (M2) = 1000 µg/mL
Ditanya:
Volume larutan baku standar 1 mg/mL yang diambil (V2) = ...?
Jawab :
V 1 × M 1=V 2 × M 2
10 mL ×1 µg/mL=V 2 ×1000 µg/mL
10 mL ×1 µg/mL
V 2=
1000 µg /mL
10 mL
V 2= =0 ,01 mL
1000
5.2.5. Larutan Seri Parasetamol 2 µg/mL
Diketahui:
Larutan yang ingin dibuat (M1) = 2 µg/mL
Volume konsentrasi yang ingin dibuat (V1) = 10 mL
Larutan baku standar 1 mg/ml (M2) = 1000 µg/mL
Ditanya:
Volume larutan baku standar 1 mg/mL yang diambil (V2) = ...?
Jawab :
V 1 × M 1=V 2 × M 2
10 mL × 2 µg /mL=V 2 ×1000 µg/mL
10 mL ×2 µg/mL
V 2=
1000 µg /mL
20 mL
V 2= =0 ,02 mL
1000
5.2.6. Larutan Seri Parasetamol 3 µg/mL
Diketahui:
Larutan yang ingin dibuat (M1) = 3 µg/mL
8
Volume konsentrasi yang ingin dibuat (V1) = 10 mL
Larutan baku standar 1 mg/ml (M2) = 1000 µg/mL
Ditanya:
Volume larutan baku standar 1 mg/mL yang diambil (V2) = ...?
Jawab :
V 1 × M 1=V 2 × M 2
10 mL × 3 µg /mL=V 2 ×1000 µg /mL
10 mL ×3 µg /mL
V 2=
1000 µg/mL
30 mL
V 2= =0 ,03 mL
1000
5.2.7. Larutan Seri Parasetamol 4 µg/mL
Diketahui:
Larutan yang ingin dibuat (M1) = 4 µg/mL
Volume konsentrasi yang ingin dibuat (V1) = 10 mL
Larutan baku standar 1 mg/ml (M2) = 1000 µg/mL
Ditanya:
Volume larutan baku standar 1 mg/mL yang diambil (V2) = ...?
Jawab :
V 1 × M 1=V 2 × M 2
10 mL 4 µg /mL=V 2 ×1000 µg /mL
10 mL × 4 µg/mL
V 2=
1000 µg /mL
40 mL
V 2= =0 , 04 mL
1000
5.2.8. Larutan Seri Parasetamol 5 µg/mL
Diketahui:
Larutan yang ingin dibuat (M1) = 5 µg/mL
Volume konsentrasi yang ingin dibuat (V1) = 10 mL
Larutan baku standar 1 mg/ml (M2) = 1000 µg/mL
Ditanya:
Volume larutan baku standar 5 mg/mL yang diambil (V2) = ...?
9
Jawab :
V 1 × M 1=V 2 × M 2
10 mL ×5 µg /mL=V 2 ×1000 µg /mL
10 mL ×5 µg /mL
V 2=
1000 µg/mL
50 mL
V 2= =0 ,05 mL
1000
5.3. Prosedur Kerja
5.3.1. Prosedur Pembuatan Larutan NaOH
10
5.3.2. Prosedur Pembuatan Dapar Fosfat pH 5,8
10,2 gr KH2PO4 dilarutkan dengan aquadest hingga tidak terdapat endapan
12
Dimasukkan larutan dapar fosfat ke dalam chamber
13
DAFTAR PUSTAKA
Abdou, H. 1989. Dissolution, Bioavailability and Bioequivalence. Easton: Mack
Publishing Comp.
Aini, N., Saraswati, R. D., dan Octoberia, I. S. 2015. Profil Disolusi Terbanding,
Penetapan Kadar, dan Kualitas Fisik Tablet Atorvastatin Inovator,
Generik Bernama Dagang, dan Generik. Jurnal Kefarmasian Indonesia.
5(2): 90–97.
Dara, A. I. dan Husni, P. 2017. Artikel Tinjauan: Teknik Meningkatkan Kelarutan
Obat. Farmaka. 15(4): 49–57.
Sagala, R. J. 2019. Review: Metode Peningkatan Kecepatan Disolusi Dikombinasi
dengan Penambahan Surfaktan. Jurnal Farmasi Galenika. 5(1): 84-92.
Destiani, S. D. P. 2018. Kokristalisasi Metode Solvent Evaporation dan
Drygrinding. Farmaka. 16(3): 262-273.
Ismail, T., Putra, A. P., Puspaningrat, N. P. D., dan Buchari, M. 2023.
Perbandingan Kadardisolusi Tablet Allopurinolgenerik Berlogo dan
Generik Bermerek yang Beredar Dikota Kupang Provinsi NTT. Jurnal
Farmasi Kryonaut. 2(2): 139-147.
Hardani. 2022. Buku Ajar Farmasi Fisika. Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru.
Irawan, A. 2019. Kalibrasi Spektrofotometer Sebagai Penjaminan Mutu Hasil
Pengukuran dalam Kegiatan Penelitian dan Pengujian. Indonesian
Journal Of Laboratory. 1(2): 1-9.
Maimunah, S., Supartiningsih, dan Chandra, D. 2021. Penetapan Kadar Kafein
dari Bubuk Kopi yang Diperoleh dari Kota Sidikalang Secara
Spektrofotometri UV. Farmanesia. 8(1): 21-25.
Siswanto, A., Fudholi, A., Nugroho, A. K., dan Martono, S. 2014. Pengaruh
Medium Dissolusi dan Penggunaan Sinker terhadap Profil Disolusi
Tablet Floating Aspirin. Pharmacy. 11(2): 1-13.
Sinila, S. 2016. Farmasi Fisik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
14
Kemenkes RI. 2020. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Swarbrick, J. and Boylan, J. C. 1994. Encyclopedia of Pharmaceutical
Technology. America: CRC Press.
15