Laporan Resmi Praktikum Fisika Bab Iii
Laporan Resmi Praktikum Fisika Bab Iii
Laporan Resmi Praktikum Fisika Bab Iii
PERCOBAAN IV
PENENTUAN BOBOT JENIS
Oleh :
Bonaventura sengiru (NIM : 231148201263)
Cristianus Dwi Madaang (NIM : 231148201265)
kelvin kurniawan putra (NIM : 231148201280)
Kevin christopher lak (NIM : 231148201281)
Kresensia Apriliani Reny (NIM :231148201282)
Marselin Ameliana (NIM : 231148201289)
Matius Rinaldo Sariondory (NIM : 231148201290)
Dosen Pembimbing :
Apt. Muh Taufiqurrahman, M. Farm
TAHUN 2 0 2 4
1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktikum Farmasi Fisika, Penentuan Bobot Jenis ini dibuat dengan menggunakan
data yang sebenar-benarnya.
Mengetahui,
2
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena kami dapat
menyelesaikan laporan pratikum ini dengan judul "DISOLUSI" dengan tepat waktu. Laporan
ini disusun sesuai materi perkuliahan yang terdapat di buku panduan praktikum Farmasi Fisika
yang telah dilaksanakan untuk memenuhi hasil praktikum. Materi-materi juga mengambil dari
berbagai sumber pustaka dan beberapa website dari internet. Dengan demikian, para pelajar
farmasi dapat memperluas wawasannya, memahami, dan mengaplikasikan isi laporan ini
dalam kefarmasian.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dalam penyusunan laporan ini. Kami
berharap laporan ini dapat membantu mahasiswa farmasi maupun pembaca lain dalam
memahami praktikum Famasi Fisika. Kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan
demi membentuk sebuah bacaan/laporan yang lebih baik lagi.
penulis
3
DAFTAR ISI
JUDUL.................................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................2
KATA PENGANTAR ..........................................................................3
DAFTAR ISI........................................................................................ 4
I. Tujuan ..........................................................................
II. Tinjauan Pustaka .........................................................
III. Alat dan Bahan ............................................................
IV. Prosedur Kerja .............................................................
V. Hasil Pengamatan ........................................................
VI. Pembahasan .................................................................
VII. Kesimpulan ..................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
LAMPIRAN ...........................................................................................
4
DISOLUSI.
I. Tujuan
a) Mengamati peristiwa disolusi sederhana
b) Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi.
c) Memahami proses disolusi suatu zat dengan menggunakan dayung maupun
keranjang.
Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk kedalam pelarut
menghasilkan suatu larutan. Dalam sistem biologik pelarutan obat dalam media aqueous
merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi absorbsi bentuk sediaan padat yang utuh
atau terdisintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik obat (
Shargel, 1988 )
Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlibat berbagai macam
proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik sediaan, proses pembasahan sediaan,
kemampuan penetrasi media disolusi kedalam sediaan, proses pengembangan, proses
disintegrasi dan deagregasi sediaan, merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi
karakteristik disolusi obat dari sediaan ( Syukri, 2002 )
Disolusi mengacu pada proses ketika fase padat ( misalnya tablet atau serbuk ) masuk ke
dalam fase larutan, seperti air. Intinya ketika obat melarut partikel – partikel padat memisah
dan molekul demi molekul bercampur dengan cairan dan tampak menjadi bagian dari cairan
tersebut. Oleh karena itu disolusi obat adalah proses ketika molekul obat dibebaskan dari fase
padat dan masuk ke dalam fase larutan ( Sinko, 2006 )
Uji disolusi dan penetapan kadar zat khasiat merupakan faktor penting dalam
pengendalian mutu obat. Pengujian ini disyaratkan pada produk farmasi yang berbentuk tablet.
Uji disolusi ini pada industri farmasi merupakan informasi berharga untuk keseragaman kadar
zat khasiat dalam satu produksi obat ( batch ), perkiraan bioavailabilitas dari zat khasiat obat
dalam suatu formulasi, variabel kontrol proses dan untuk melihat pengaruh perubahan
formulasi ( Raini, 2010 )
Uji disolusi merupakan hal yang harus dilakukan untuk merancang suatu sediaan tablet
agar laju pelepasan obat dari tablet tersebut dapat diketahui. Obat yang memiliki disolusi yang
5
baik akan memberikan bioavaibilatas yang baik pula sehingga semakin banyak jumlah obat
yang diabsorbsi secara utuh oleh tubuh dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Laju disolusi
dapat berhubungan langsung dengan kemanjuran suatu obat dan merupakan suatu karakteristik
mutu yang penting dalam menilai mutu obat yang digunakan peroral untuk mendapatkan efek
sistemik. Selain itu uji disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam pengembangan
produk dan pengendalian mutu obat ( Gunawi, 2011 )
Ketika suatu tablet atau sediaan padat masuk ke dalam saluran cerna, obat tersebut mulai
bergerak dari padatan utuh ke dalam larutan. Kecuali tablet tersebut merupakan bahan
polimerik yang bergandengan, martiks padat juga berdisintegrasi menjadi gradul – granul.
Gradul – granul yang dihasilkan selanjutnya berdeagregasi menjadi partikel – partikel halus.
Disentegrasi, deagregasi dan disolusi dapat terjadi bersama dengan pelepasan obat dari bentuk
penghantarannya.
Keefektifan suatu tablet melepaskan kandungan obatnya untuk absorpsi sistemik sedikit
banyak bergantung pada kecepatan disintegrasi bentuk sediaan dan deagregasi grunul. Namun
biasanya yang lebih berpengaruh adalah kecepatan disolusi sediaan padat tersebut. Disolusi
sering kali merupakan tahap penentu atau pengendali kecepatan pada absorpsi obat
berkelarutan rendah karena disolusi kerap kali menjadi tahap paling lambat diantara berbagai
tahap yang terlibat dalam pelepasan obat dari bentuk sediaan dan pergerakan ke dalam
sirkulasi sistemik.
6
IV. Prosedur Kerja
1) Uji disolusi pada kapsul dan serbuk amoksisilin
Penangas air pada alat disolusi dengan air suling.Alat dinyalakan dan diatur pada
suhu 37°C ,isi labu disolusi dengan media disolusi ,yaitu air suling sebanyak 900
ml,inkubasi terlebih dahulu media dalam penangas air hingga suhu 37°C,bila
suhu dalam labu disolusi sudah mencapai 37°C (konstan) masukkan 300 mg/0,3
gr yang kapsul dan serbuk amoksisilin kedalam wadah keranjang yang berbeda
lalu diaduk dengan kecepatan 100 rpm,catat waktu pada saat basket yang berisi
tablet dimasukkan kedalam labu disolusi,ambil media disolusi pada menit ke
5,10,15,dan 20 sesuai dengan ketetapan yang diberikan kepada kelompok masing-
masing setelah waktu yang telah ditentukan habis lalu matikan alat disolusi
testernya lalu diambil masing 2 botol vital sampel kapsul amoksilin dan 2 botol
vital sampel pada uji disolusi serbuk amksisilin setelah didapat ssampel tersebut
secara bergantian ditirasi dengan diletakkan sampel kedalam erlenmeyer dan
ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein lalu titrasi NaoH 0,1 N,perlakuan ini
satu kali lagi untuk botol vital dengan sampelnya yang amoksisilin yang berbeda
lakukan titrasi setiap sampel sebanyak 2 kali hingga diperoleh hasil titrasinya.
V. Hasil Pengamatan
a. Hasil Uji Disolusi Pada Amoksisilin Dalam Bentuk Kapsul dan Serbuk
Sampel Waktu
(amoxicillin) 5 15 30 45 60
Serbuk 1,21 % 1,2 % 9,13 % 4,26 % 7,30 %
Kapsul 1,21 % 4,8 % 1.82 % 6,09 % 3,65 %
b. Perhitungan
1. Persen Kadar dalam waktu 5 menit
a) Kapsul
𝑁 𝑁𝑎𝑜𝐻×𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ×𝐵𝑀 𝑎𝑚𝑜𝑘𝑠𝑖𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛
= x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
0,1×0,1 ×365,4
= 𝑥 100 %
300 𝑚𝑔 𝑥 1000
= 1,218 %
b) Serbuk
7
𝑁 𝑁𝑎𝑜𝐻×𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ×𝐵𝑀 𝑎𝑚𝑜𝑘𝑠𝑖𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛
= x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
0,1×0,1 ×365,4
= 𝑥 100 %
300 𝑚𝑔 𝑥 1000
= 1,218 %
2. Persen kadar dalam waktu 15 menit
a) Kapsul
𝑁 𝑁𝑎𝑜𝐻×𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ×𝐵𝑀 𝑎𝑚𝑜𝑘𝑠𝑖𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛
= x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
0,1×0,4 ×365,4
= 𝑥 100 %
300 𝑚𝑔 𝑥 1000
= 4,8 %
b) Serbuk
𝑁 𝑁𝑎𝑜𝐻×𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ×𝐵𝑀 𝑎𝑚𝑜𝑘𝑠𝑖𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛
= x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
0,1×0,1 ×365,4
= 𝑥 100 %
300 𝑚𝑔 𝑥 1000
= 1,2 %
3. Persen kadar dalam waktu 30 menit
a) Kapsul
𝑁 𝑁𝑎𝑜𝐻×𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ×𝐵𝑀 𝑎𝑚𝑜𝑘𝑠𝑖𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛
= x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
0,1×0,15 ×365,4
= 𝑥 100 %
300 𝑚𝑔 𝑥 1000
= 1,82 %
b) Serbuk
𝑁 𝑁𝑎𝑜𝐻×𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ×𝐵𝑀 𝑎𝑚𝑜𝑘𝑠𝑖𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛
= x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
0,1×0,75 ×365,4
= 𝑥 100 %
300 𝑚𝑔 𝑥 1000
= 9,13 %
4. Persen kadar dalam waktu 45 menit
a) Kapsul
𝑁 𝑁𝑎𝑜𝐻×𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ×𝐵𝑀 𝑎𝑚𝑜𝑘𝑠𝑖𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛
= x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
0,5×0,1 ×365,4
= 𝑥 100 %
300 𝑚𝑔 𝑥 1000
= 6,09 %
b) Serbuk
8
𝑁 𝑁𝑎𝑜𝐻×𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ×𝐵𝑀 𝑎𝑚𝑜𝑘𝑠𝑖𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛
= x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
0,35×0,1 ×365,4
= 𝑥 100 %
300 𝑚𝑔 𝑥 1000
= 4,263 %
5. Persen kadar dalam waktu 60 menit
a) Kapsul
𝑁 𝑁𝑎𝑜𝐻×𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ×𝐵𝑀 𝑎𝑚𝑜𝑘𝑠𝑖𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛
= x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
0,1×0,35 ×365,4
= 𝑥 100 %
300 𝑚𝑔 𝑥 1000
= 3,65 %
b) Serbuk
𝑁 𝑁𝑎𝑜𝐻×𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ×𝐵𝑀 𝑎𝑚𝑜𝑘𝑠𝑖𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛
= x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
0,1×0,7 ×365,4
= 𝑥 100 %
300 𝑚𝑔 𝑥 1000
= 7,30 %
c. Grafik
9
VI. Pembahasan
Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk kedalam pelarut
menghasilkan suatu larutan. Obat yang memiliki disolusi yang baik akan memberikan
biovailibilitas yang baik pula sehingga semakin banyak jumlah obat yang diabsorpbsi secara
utuh oleh tubuh dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Metode untuk menetapkan laju
disolusi zat aktif dari sediaan menurut F1 IV yakni metode basket dan metode dayung.
Agar suatu obat dapat masuk kedalam sirkulasi darah dan menghasilkan efek terapeutik,
obat tersebut tentunya harus memiliki daya hancur yang baik dan laju disolusi yang relatif
cukup cepat.
Langkah pertama dalam melakukan uji disolusi ini adalah memanaskan NaOH 0,1 N
hingga suhu 37oC untuk menyamakan kondisi dalam tubuh yaitu 98,6oF atau 37oC. Kemudian,
larutan NaOH 0,1 N tersebut dimasukan kedalam chamber alat disolution tester yang sudah
diatur waktu dan temperaturnya ( 37oC ). Kemudian tablet uji dimasukan kedasar chamber dan
ditekan tombol ‘start’ sehingga alat mulai bekerja. Setelah itu dilakukan sampling pada menit
ke 5, 15, 30, 40, dan 60. Sampel diambil sejumlah 5 ml dan volume yang terambil segera
diganti dengan volume dapar pengganti ( 5 ml ) agar volume medium tetap berada pada volume
900 ml. Kemudian, volume yang di ambil dianalisa menggunakan spektrofotometer UV dan
di hitung persen kadar yang terlarut dalam sampel pada tiap waktu tersebut lalu dilakukan
perbandingan persentasi kadar yang diperoleh.
Setelah semua sampel dari masing – masing waktu telah ada, maka selanjutnya ditentukan
kadar masing – masing sampel dengan menggunakan metode titrasi alkalimetri, karena sampel
yang akan digunakan kadarnya yang bersifat asam maka unuk menentukan kadarnya harus
dinetralisasi dengan menggubakan larutan bersifat basa NaOH 0,1 N dan ditambahkan
10
indikator fenolflalein untuk menentukan titik akhir titrasi dengan adanya perubahan warna dari
tidak berwarna menjadi ungu lembayung.
VII. Kesimpulan
Pada pratikum percobaan ini dapat disimpulkan :
a. Uji disolusi menunjukkan profil pelepasan amoksisilin dari kapsul dan serbuk,
memberikan informasi tentang kecepatan dan jumlah zat aktif yang larut dalam
medium tertentu.
b. Kapsul dan serbuk amoksisilin mungkin menunjukkan perbedaan dalam laju disolusi,
kapsul sering kali memiliki lapisan pelindung yang dapat memperlambat disolusi
dibandingkan dengan serbuk yang lebih cepat larut.
DAFTAR PUSTAKA
Shargel, L., Andrew B.C. Yu, 1988, Biofarmasetikadan Farmakokinetika Terapan,Edisi
Kedua, Siti Sjamsiah, Penerjemah; Surabaya, Airlangga UniversityPress, Terjemahan
dari: Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics.
Syukri, 2002, Biofarmasetika, UII Press, Yogyakarta.
Sinko, P.J., 2006, Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, Edisi 5, diterjemahkanoleh
Djajadisastra, J. & Hadinata, A.H., Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta.
Raini, Mariana, Daroham Mutiatikum, Pudji Lastari., 2010,Uji Disolusi DanPenetapan
Kadar Tablet Loratadin Inovator Dan Generik Bermerek, MediaLitbang Kesehatan
Volume XX Nomor 2 Tahun 2010
11