Makalah Ifrs Stifarm
Makalah Ifrs Stifarm
Makalah Ifrs Stifarm
Disusun Oleh:
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Kasus di Rumah
Sakit M. Natsir.
Laporan ini merupakan salah satu persyaratan yang diwajibkan bagi
mahasiswa Apoteker dalam menyelesaikan Pendidikan Profesi di Sekolah Tinggi
Ilmu Farmasi Padang. Laporan ini ditulis berdasarkan teori dan hasil pengamatan
selama melakukan PKPA di Rumah Sakit M. Natsir.
Selama melaksanakan PKPA ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan,
arahan, bantuan, masukan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak apt. Adrizal, S. Farm selaku Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Rumah Sakit M. Natsir dan sebagai Pembimbing selama PKPA di RSUD
M. Natsir Kota Solok yang telah memberikan bimbingan dan waktu kepada
penulis untuk menyelesaikan Laporan Studi Kasus ini.
2. Ibu apt. Dini, S.Farm Selaku Pembimbing selama PKPA di Instalasi
Farmasi RSUD M. Natsir Kota Solok yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan Laporan Studi Kasus ini.
3. Bapak apt. Roby, S.Farm Selaku Pembimbing II atau Preseptor selama
PKPA di RSUD M. Natsir Kota Solok yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan Laporan Studi Kasus ini dengan tepat waktu.
4. Ibu Dr. apt. Sri Oktavia, M.Farm Selaku Pembimbing I di Sekolah Tinggi
Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang yang telah membimbing penulis dalam
melaksanakan kegiatan PKPA.
5. Ibu Dr. apt. Rina Wahyuni selaku Ketua Program Studi Pendidikan
ProfesiApoteker Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang.
6. Seluruh Staff di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir
Kota Solok.
7. Orangtua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan baik materil
maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Kasus
ini.
ii
8. Rekan-rekan mahasiswa/i Program Studi Profesi Apoteker Angkatan 2
Tahun 2023/2024 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga
Allah SWT selalu membalas segala kebaikan dan melimpahkan rahmat serta
karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis, Aamiin Ya
Rabbal’alammin. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Studi
Kasus ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran agar laporan ini menjadi lebih baik dan
semoga Laporan Studi Kasus ini dapat bermanfaat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ v
DABAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4
2.1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)......................................................... 4
2.1.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ................................ 4
2.1.2 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ................................... 4
2.1.3 Tanggung Jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) .................. 5
2.1.4 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).................................. 5
2.2 Pelayanan Kefarmasian ............................................................................... 7
2.2.1 Pengelolaan Pembekalan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP ........ 7
2.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik ................................................................ 8
2.3 Pengelolaan Pembekalan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP ..................... 8
2.3.1 Pemilihan ........................................................................................ 10
2.3.2 Perencanaan .................................................................................... 16
2.3.3 Pengadaan ....................................................................................... 21
BAB III HASIL .................................................................................................... 24
3.1 Hasil Perbandingan Pemilihan...................................................................... 24
3.2 Hasil Perbandingan Perencanaan .................................................................. 24
3.3 Hasil Perbandingan Pengadaan..................................................................... 25
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 27
4.1 Pemilihan..................................................................................................... 27
4.2 Perencanaan ................................................................................................. 28
4.3 Pengadaan.................................................................................................... 30
iv
BAB V PENUTUP................................................................................................ 33
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 33
5.2 Saran ........................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di
Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu.
Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu
berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat
kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent. Rumah Sakit harus
memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu,
bermanfaat, aman, dan terjangkau (Permenkes 72, 2016).
Pelayanan Kefarmasian yang diselenggarakan di Rumah Sakit haruslah
mampu menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu dan berkhasiat dan sesuai
dengan amanat Undang Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
diselenggarakan sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian. Selanjutnya,
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit diterbitkan, meliputi pengelolaan sediaan obat dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP), pelayanan farmasi klinik serta pengawasan obat dan BMHP.
Aktivitas dalam pengelolaan sediaan obat dan BMHP meliputi seluruh siklus rantai
suplai obat dalam rumah sakit mulai dari pemilihan obat hingga penggunaan obat
yang kesemuanya merupakan rangkaian kegiatan yang kompleks dan saling terkait
satu dengan yang lainnya (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dan
perkembangan konsep Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar
Pelayanan Kefarmasian dengan Peraturan Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau
kembali Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.
Demikian pula aktivitas pada pelayanan farmasi klinik di rumah sakit
memerlukan panduan khusus karena setiap IFRS bisa memiliki persepsi yang
berbeda-beda. Pemahaman terhadap Standar Pelayanan Kefarmasian di RS terkait
Pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP yang beragam atau tidak tepat cenderung
2
mengakibatkan masalah seperti masuknya sediaan farmasi yang tidak memenuhi
syarat ke rumah sakit yang mengancam keselamatan pasien (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan latar belakang diatas, Laporan ini akan membahas tentang
pemilihan, perencanaan, pengadaan obat di Gudang Instalasi Farmasi RS.
M.Natsir dan membandingkannya dengan Permenkes nomor 72 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem pemilihan, perencanaan dan pengadaan obat di
Instalasi Farmasi RS. M.Natsir.
2. Untuk mengetahui sistem pemilihan, perencanaan dan pengadaan obat di
Instalasi Farmasi RS. M.Natsir apakah sudah sesuai dengan Permenkes No.
72 tahun 2016.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1.3 Tanggung Jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Mengembangkan pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi
dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan unit pelayanan yang bersifat
diagnosis dan terapi untuk kepentingan pasien yang lebih baik (Kemenkes RI,
2016).
5
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
l. Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat
digunakan;
m. Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai;
n. Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, AlatKesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. Pelayanan Farmasi Klinik
a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaanObat;
b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. Melaksanakan rekonsiliasi Obat;
d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik berdasarkan
Resep maupun Obat non Resep kepada pasien/keluarga pasien;
e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain;
g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;
h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO)
- Pemantauan efek terapi Obat;
- Pemantauan efek samping Obat;
- Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. Melaksanakan dispensing sediaan steril
- Melakukan pencampuran Obat suntik
- Menyiapkan nutrisi parenteral
- Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik
- Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil
k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga
6
kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar
Rumah Sakit;
l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
7
2.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan
Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan
keselamatan pasien sehingga kualitas hidup pasien terjamin. Pelayanan farmasi
klinik yang dilakukan meliputi (Kemenkes RI, 2016) :
1. Pengkajian dan pelayanan resep
2. Penelusuran riwayat penggunaan obat
3. Rekonsiliasi obat
4. Pelayanan informasi obat (PIO)
5. Konseling
6. Visite
7. Pemantauan terapi obat (PTO)
8. Monitoring efek samping obat (MESO)
9. Evaluasi penggunaan obat (EPO)
10. Dispensing sediaan steril
11. Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
8
Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan
Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem
satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu
berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat
kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent (Peraturan Perundang-
undangan, 2009) (Kemenkes RI, 2016).
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien
melalui Instalasi Farmasi. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan
tanggung jawab Instalasi Farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan
selain oleh Instalasi Farmasi (Kemenkes RI, 2016).
Sistem satu pintu pada pelayanan kefarmasian, yaitu (Kemenkes RI, 2016).:
1. Kegiatan pelayanan kefarmasian baik pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan BMHP, termasuk pembuatan formularium, pengadaan, dan
pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP dilaksanakan
melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).
2. Apabila, sesuai dengan peraturan yang berlaku, terdapat proses pengelolaan
(misal: pengadaan) yang dilaksanakan oleh unit kerja lain, penetapan
kebijakan tetap dilakukan berkoordinasi dengan IFRS.
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai
satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga Rumah Sakit akan
mendapatkan manfaat dalam hal:
1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
3. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
4. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
9
Habis Pakai;
5. Pemantauan terapi Obat;
7. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang akurat;
8. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan
2.3.1 Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
10
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan
(Kemenkes RI, 2016):
1. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
2. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang telah ditetapkan;
3. Pola penyakit;
6. Mutu;
7. Harga; dan
8. Ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis,
disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan
Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep,
pemberi Obat, dan penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium
Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan
kebutuhan Rumah Sakit. Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit
dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan
Obat agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
1. Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
a. Membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan
medik;
b. Mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi;
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan
Terapi, jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar;
11
d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan
Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan
umpan balik;
e. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;
f. Menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah
Sakit;
g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan
h. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf
dan melakukan monitoring
Dalam penerapan penggunaan formularium, maka perlu dibuat
kebijakan untuk mendorong penggunaan obat yang rasional, antara lain
(Kemenkes RI, 2016):
a. Restriksi atau Batasan
Batasan yang dimaksud adalah pembatasan terkait indikasi, kualifikasi
penulis resep, jumlah maksimal obat yang dapat diresepkan dan durasi
penggunaan obat
b. Substitusi
Substitusi yang dimaksud adalah penggantian obat oleh instalasi
farmasi. Ada dua jenis substitusi yang dapat diberikan kewenangannya
kepadainstalasi farmasi, yaitu:
- Substitusi generik
Penggantian obat dalam resep dengan sediaan lain yang terdapat di
formularium yang memiliki zat aktif sama. Substitusi dapat dilakukan
oleh instalasi farmasi dengan persetujuan dari dokter penulis dan/atau
pasien.
- Substitusi terapeutik
Penggantian obat dalam resep dengan sediaan lain yang zat aktifnya
berbeda namun dalam kelas terapi yang sama. Substitusi jenis ini
dapat dilakukan oleh instalasi farmasi dengan terlebih dahulu
meminta persetujuan dokter. Petugas farmasi menuliskan pada
lembar resep/dalam sistem informasi farmasi: nama obat pengganti,
tanggal dan jam komunikasi, nama dokter yang memberi
12
persetujuan (Kemenkes RI, 2016).
13
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan
harga yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah
Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan
penambahan atau pengurangan Obat dalam Formularium Rumah Sakit
dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan
biaya (Permenkes, RI., 2016)
d. Dokumen lain
Proses seleksi obat harus didokumentasikan. Dokumen yang harus
dikumpulkandan disimpan adalah (Kemenkes RI, 2016):
a. Undangan, daftar hadir dan notulen rapat penyusunan formularium
15
2.3.2 Perencanaan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan :
1. Anggaran yang tersedia;
2. Penetapan prioritas;
3. Sisa persediaan;
4. Data pemakaian periode yang lalu;
5. Waktu tunggu pemesanan; dan
6. Rencana pengembangan (Permenkes, RI., 2016).
Dalam melakukan perencanaan di Rumah Sakit ada beberapa hal yang
perlu di perhatikan, seperti :
1. Persiapan
a. Perlu dipastikan kembali program dan komoditas apa yang akan disusun
perencanaannya.
b. Perlu ditetapkan stakeholder yang terlibat dalam proses perencanaan,
diantaranya adalah pemegang kebijakan dan pemasok/vendor.
c. Daftar obat harus sesuai Formularium Nasional dan Formularium Rumah
Sakit. Formularium Rumah Sakit yang telah diperbaharui secara teratur
harus menjadi dasar untuk perencanaan, karena daftar tersebut
mencerminkan obat yang diperlukan untuk pola morbiditas terkini
d. Perencanaan perlu memperhatikan waktu yang dibutuhkan,
mengestimasi periode pengadaan, mengestimasi safety stock dan
memperhitungkan lead time.
e. Juga perlu diperhatikan ketersediaan anggaran dan rencana
pengembanganjika ada.
16
2. Penyimpanan RKO ke aplikasi E-Money Obat
E-Monev Obat merupakan sistem informasi elektronik untuk
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan perencanaan,
pengadaan obat berdasarkan katalog elektronik, serta pemakaian obat. E-
Monev obat juga dilakukan terhadap pengadaan obat berdasarkan katalog
elektronik yang dilaksanakan secara manual.
E-Monev Obat dilaksanakan secara daring melalui aplikasi pada
alamat situs web www.monevkatalogobat.kemkes.go.id. Setiap institusi
pemerintah dan swasta yang melaksanakan pengadaan obat berdasarkan
katalog elektronik harus menggunakan E-Monev Obat. Selain instansi
pemerintah, industri farmasi dan pedagang besar farmasi (PBF) yang
tercantum dalam katalog elektronik juga harus menggunakan E-Monev
obat. Rencana kebutuhan obat yang sudah disusun dan disetujui oleh
manajemen rumah sakit dikirim datanya melalui aplikasi E-Money
3. Perhitungan RKO
Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui
4 metode, yaitu Metode Konsumsi, Metode Morbiditas, Metode
KombinasiKonsumsi dan Morbiditas serta metode proxy consumption
a. Metode konsumsi
Metode konsumsi didasarkan pada data konsumsi sediaan farmasi.
Metode ini sering dijadikan perkiraan yang paling tepat dalam
perencanaan sediaan farmasi. Rumah Sakit yang sudah mapan biasanya
menggunakan metode konsumsi. Metodekonsumsi menggunakan data
dari konsumsi periode sebelumnya dengan penyesuaian yang
dibutuhkan.
Perhitungan dengan metode konsumsi didasarkan atas analisa data
konsumsi sediaan farmasi periode sebelumnya ditambah stok penyangga
(buffer stock), stok waktu tunggu (lead time) dan memperhatikan sisa
stok. buffer stock dapat mempertimbangkan kemungkinan perubahan
pola penyakitdan kenaikan jumlah kunjungan (misal: adanya Kejadian
Luar Biasa). Jumlah buffer stock bervariasi antara 10% sampai 20%
dari kebutuhan atau tergantung kebijakan
17
Rumah Sakit. Sedangkan stok lead time adalah stok Obat yang
dibutuhkan selama waktu tunggu sejak Obat dipesan sampai Obat
diterima. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan
metode konsumsi, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Pengumpulan dan pengolahan data
18
Metode proxy consumption adalah metode perhitungan kebutuhan
obat menggunakan data kejadian penyakit, konsumsi obat, permintaan,
atau penggunaan, dan/atau pengeluaran obat dari Rumah Sakit yang
telah memiliki sistem pengelolaan obat dan mengekstrapolasikan
konsumsi atau tingkat kebutuhan berdasarkan cakupan populasi atau
tingkat layanan yang diberikan.
d. Evaluasi perencanaan
Cara atau teknik evaluasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikit :
Analisa ABC, untuk evaluasi aspek ekonomi
- Pertimbangan/kriteria VEN, untuk evaluasi aspek medik/terapi
- Kombinasi ABC dan VEN
- Revisi rencana kebutuhan obat
- Analisa ABC, untuk evaluasi aspek ekonomi
- Pertimbangan/kriteria VEN, untuk evaluasi aspek medik/terapi
- Kombinasi ABC dan VEN
- Revisi rencana kebutuhan obat
Analisis ABC
Analisis ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya,
yaitu:
a) Kelompok A: Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70%
dari jumlah danaobat keseluruhan.
b) Kelompok B: Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
c) Kelompok C: Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai
rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10%
dari jumlah danaobat keseluruhan.
Analisis VEN
19
menyelamatkan jiwa (life saving). Contoh: obat syok anafilaksis
b) Kelompok E (Esensial): Adalah kelompok obat yang bekerja pada
sumber penyebab penyakit dan paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan. Contoh :
- Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (contoh: antidiabetes,
analgesik,antikonvulsi)
- Obat untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar
c) Kelompok N (Non Esensial): Merupakan obat penunjang yaitu
obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk
menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Contoh: suplemen.
Analisis Kombinasi
Jenis obat yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah
benar benar jenis obat yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit
terbanyak. Dengan katalain, statusnya harus E dan sebagian V dari
VEN. Sebaliknya, jenis obat dengan status N harusnya masuk kategori
C. Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat di
mana anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan.
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
2.3.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan
dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika
proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus
melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain :
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu
21
(vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok
Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat
Instalasi Farmasi tutup. Pengadaan dapat dilakukan melalui :
a. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan
pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pembelian adalah :
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
2) Persyaratan pemasok.
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
b. Produksi Sediaan Farmasi Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan
tertentu apabila:
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu
dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit
tersebut.
c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan
terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah. Seluruh
22
kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai
dokumen administrasi yang lengkap dan jelas.
Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat
memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk
mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi
kepentingan pasien Rumah Sakit (Permenkes, RI., 2016).
23
BAB III
HASIL
RSUD M. Natsir
No.
Variabel Iya Tidak Keterangan
24
Perencanaan kebutuhan
menggunakan metode
Telah sesuai dengan
konsumsi, epidemiologi, dan
1 √ Permenkes No. 72
kombinasi metode konsumsi dan
Tahun 2016
epidemiologi sesuai
kebutuhan
Perencanaan memperhatikan
anggaran, prioritas, sisa
Telah sesuai dengan
persediaan, data pemakaian
2 √ Permenkes No. 72
periode sebelumnya, waktu
Tahun 2016
tunggu pemesanan, dan
rencana pengembangan
RSUD M. Natsir
No. Variabel Keterangan
Iya Tidak
Pengadaan menjamin
ketersediaan, jumlah, dan waktu Telah sesuai dengan
1 yang tepat √ Permenkes No. 72
dengan harga yang terjangkau Tahun 2016
dan sesuai standar mutu.
Telah sesuai dengan
Permenkes No. 72
Pengadaan dengan metode
Tahun 2016karena di
2 pembelian, produksi, dan √
RSUD M.Natsir
sumbangan/hibah/dropping
tidak ada
kegiatan produksi
Telah sesuai dengan
Pengadaan Sediaan Farmasi,
3 √ Permenkes No. 72
Alat Kesehatan, dan BMHP
Tahun 2016
25
harus mempunyai Nomor Izin
Edar
Penentuan waktu pengadaan dan
Telah sesuai dengan
kedatangan SediaanFarmasi,
4 √ Permenkes No. 72
Alat Kesehatan, dan
Tahun 2016
BMHP
26
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pemilihan
Pemilihan atau seleksi obat adalah serangkaian kegiatan meliputi pemilihan
terapi, bentuk dan dosis dan kriteria obat yang akan digunakan di rumah sakit untuk
memenuhi kebutuhan terapi di Rumah Sakit. Obat-obat yang dipilih akan disusun
menjadi formularium rumah sakit yang mengacu kepada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat-obat yang telah disepakati oleh
Staf Medis dan dibentuk oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang terdiri atas
dokter spesialis, apoteker, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya yang berkaitan
dengan obat-obatan, yang ditetapkan oleh Pemimpin Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit disusun berdasarkan Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN), Formularium Nasional (Fornas) beserta perubahannya, E-
27
catalog obat dan obat- obat diluar Fornas/Perubahan Fornas yang diusulkan oleh
Staf Medis Fungsional (SMF)/ Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) untuk
dimasukkan ke dalam Formularium Rumah Sakit yang terbukti secara ilmiah
dibutuhkan untuk pelayanandi rumah sakit.
Isi dari Formularium Rumah Sakit meliputi nama kelas terapi, nama obat,
bentuk sediaan, kekuatan sediaan, nama dagang, dosis, dan catatan yang diperlukan.
Satu jenis obat dapat dipergunakan dalam beberapa bentuk sediaan dan satu bentuk
sediaan dapat terdiri dari beberapa jenis kekuatan. Dalam formularium, obat
dikelompokkan berdasarkan kelas terapi, subkelas terapi dan sub-subkelas terapi.
Prosedur pemilihan atau seleksi obat oleh komite farmasi dan terapi di
Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad Natsir:
1. Komite Farmasi dan terapi menyusun daftar obat-obatan yang akan
digunakandi Rumah Sakit.
2. Komite Farmasi dan Terapi membagikan daftar tersebut kepada seluruh
perwakilan SMF untuk ditelaah sesuai kebutuhan terapi.
3. Komite Farmasi dan Terapi mengumpulkan semua masukan dari SMF
dan melakukan seleksi terhadap masukan dari seluruh SMF dan
menetapkan daftar obat terpilih atau hasil seleksi yang akan digunakan
dalam terapi obat di RumahSakit
4. Komite Farmasi dan Terapi menyerahkan daftar obat terpilih hasil seleksi
kepada Kepala Instalasi farmasi untuk dijadikan acuan dalam
penyusunankebutuhan obat di rumah sakit.
Apabila terdapat penambahan obat baru dalam daftar obat di RSUD M.
Natsir untuk memenuhi kebutuhan terapi pasien baik rawat inap maupun rawat jalan
maka dokter dapat mengusulkan obat-obatan terbaru dengan mengisi formulir
usulan pencantuman nama obat dalam formularium. Daftar obat-obatan yang
diusulkan akan dibahas dalam rapat komite farmasi dan terapi, apabila obat-obatan
memenuhi kriteria yang ditetapkan maka dapat dimasukkan ke dalam formularium
rumah sakit. Sehingga dilakukan revisi formularium rumah sakit.
3.1 Perencanaan
Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP di RSUD M.
28
Natsir direncanakan untuk 1 tahun yaitu dengan alur petugas gudang menyiapkan
daftar perbekalan farmasi yang disusun dalam bentuk Rencana Kebutuhan Obat
(RKO), kemudian pelaksanaan administrasi menyusun daftar perencanaan
perbekalan farmasi untuk diajukan kepada Kepala Instalasi Farmasi. Kepala
Instalasi Farmasi mengajukan perencanaan tersebut kepada pejabat pembuat
komitmen untuk segera direalisasikan.
Perencanaan pada RSUD M. Natsir menggunakan metode konsumsi dan
metode epidemiologi. Metode konsumsi berdasarkan pemakaian obat rata-rata per
bulan sebelumnya yang diambil dari pemakaian obat rata-rata selama 3 bulan serta
melihat pola penyakit lalu dilebihkan 20% dikurangi stok sisa. Metode
epidemiologi berdasarkan pola sebaran penyakit, pola kunjungan, demografi,
frekuensi penyakit, dan pergantian musim/cuaca. Perencanaan obat yang dibuat
harus disetujui oleh kepala Instalasi Farmasi sebelum dilakukan pemesanan obat.
Selain itu, terdapat pula Rencana Kebutuhan Obat (RKO) yang di-entry secara
online ke Kemenkes RKO yang membantu proses e-purchasing yang ditenderkan
oleh Kemenkes untuk masing-masing Provinsi. Sehingga, Kemenkes dapat
mengetahui kebutuhan obat untuk setiap Provinsi. Penyusunan rencana kebutuhan
obat telah memperhatikan daftar obat sesuai dengan e-katalog, stok awal,
penerimaan, pengeluaran, dana yang tersedia, serta stok akhir yang dilebihkan 20%
guna mencegah kekurangan stok obat.
Perencanaan di RSUD M. Natsir menggunakan metode ABC-VEN. Metode
ABC-VEN merupakan metode yang tepat untuk menentukan prioritas pemesanan
obat karena dapat mempertimbangkan besarnya serapan dana yang dibutuhkan
maupun tingkat kekritisan pemberian obat terhadap pasien. Kelompok A
merupakan obat dengan serapan dana 70%, kelompok B dengan serapan dana 20%,
dan kelompok C dengan jumlah serapan dana sebesar 10% dari jumlah dana
keseluruhan. Sedangkan kelompok Vital (V) adalah obat yang harus tersedia untuk
melayani permintaan guna menyelamatkan hidup manusia atau penyakit yang dapat
menyebabkan kematian (life saving).
Kelompok Esensial (E) ditujukan untuk obat- obat yang bekerja pada
sumber penyebab penyakit dan paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan.
Kelompok Non Esensial (N) merupakan obat penunjang yaituobat yang kerjanya
29
ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk
mengatasi keluhan ringan. Prosedur Perencanaan di RSUD M. Natsir adalah
sebagai berikut:
1. Petugas gudang meyiapkan daftar perbekalan farmasi dengan sisa
stokhampir kosong.
2. Pelaksana administrasi menyusun daftar perencanaan perbekalan
farmasi,dengan ketentuan:
a. Untuk obat atau alat kesehatan rutin yang digunakan, jumlah pembelian
untuk 1 hingga 2 bulan.
b. Untuk obat atau alat kesehatan yang tidak rutin digunakan, jumlah
pembelian untuk 1 hingga 2 minggu
3. Pelaksana administrasi mengajukan daftar perencanaan perbekalan
farmasikepada kepala Instalasi Farmasi.
4. Kepala Instalasi farmasi mengajukan perencanaan tersebut kepada
pejabatpembuat komitmen untuk segera direalisasikan.
3.2 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus mampu menjamin
ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan
sesuai standar mutu yang baik (Kemenkes RI, 2016).
Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP di RSUD M. Natsir
dilakukan secara e-purchasing dengan e-catalogue untuk sediaan farmasi yang
tersedia pada e-catalogue. Sedangkan untuk sediaan farmasi yang tidak tersedia di
e-catalogue atau sediaan farmasi yang telah diadakan secara e- purchasing namun
ketika terjadi keterlambatan kedatangan atau mengalami kekosongan dapat
dilakukan pembelian langsung (manual) dengan distributor yang memiliki izin.
Katalog elektronik (E-Catalogue) adalah sistem informasi elektronik yang
memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan harga barang tertentu dari berbagai
penyedia barang/jasa pemerintah. Sedangkan e-Purchasing adalah tata cara
pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik. Dengan adanya
30
sistem katalog elektronik (E-Catalogue) obat, maka seluruh satuan kerja di bidang
kesehatan baik pusat maupun daerah dan FKTP atau FKRTL dalam pengadaan
obat baik untuk program Jaminan Kesehatan Nasional maupun program kesehatan
lainnya tidak perlu melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung
memanfaatkan sistem katalog elektronik (E-Catalogue) obat dengan prosedur E-
Purchasing.
Pengadaan di RSUD M. Natsir yang utama adalah dengan pembelian.
Perbekalan farmasi yang dipesan dan dibeli adalah perbekalan farmasi dengan
jenisdan jumlah yang diperlukan sehingga rumah sakit terhindar dari kerugian.
Pengadaan dilakukan setiap tiga bulan dan dipesan di awal bulan saat stok masih
tersisa untuk satu bulan dengan pertimbangan lead time melalui E-purchasing 1
bulan. Hal ini dilakukan untuk menjaga stok obat sehingga tidak terjadi
kekosongan stok apabila terjadi keterlambatan pada proses pengiriman. Selain itu,
tujuan dari pengadaan setiap tiga bulan adalah untuk melihat perubahan pola
penyakit pasien, perubahan musim, dan pola kunjungan sehingga apabila terjadi
perubahan dalam hal perencanaan dapat langsung diaplikasikan pada saat
pengadaan obat dengan demikian tidak terjadi penumpukan stok obat karena
perubahan-perubahan tersebut serta meminimalisir banyaknya obat yang bersisa
dengan masa expired date yang dekat.
Prosedur pengadaan di RSUD M. Natsir yaitu:
1. Kepala instalasi Farmasi mengkoordinasi usulan perencanaan perbekalan
farmasi kepada Pejabat Pembuat Komitmen Rumah Sakit.
2. Pejabat pembuat komitmen memerintahkan Pejabat Pengadaan untuk
merealisasikan perencanaan.
3. Pejabat Pengadaan bersama Kepala Instalasi Farmasi melakukan
pemesanan dan pembelian dengan menggunakan Surat Pesanan
32
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Sistem pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) di Instalasi Farmasi RSUD M. Natsir telah sesuai
dengan yang ditetapkan pada Permenkes No. 72 Tahun 2016 dimana
pemilihan mengacu pada Formularium nasional, formularium Rumah
Sakit, dan daftarobat pada E-Katalog.
2. Sistem perencanaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) di Instalasi Farmasi RSUD M. Natsir telah sesuai
dengan Permenkes No. 72 Tahun 2016 dimana perencanaan
menggunakanmetode konsumsi dan epidemiologi.
3. Sistem Pengadaan sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) di Instalasi Farmasi RSUD M. Natsir telah sesuai
dengan Permenkes No. 72 Tahun 2016 dimana pengadaan dilakukan
dengan cara pembelian langsung, produksi sediaan farmasi, dan
sumbangan/hibah.
4.2 Saran
Disarankan untuk pengelolaan Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP) baik Pemilihan, Perencanaan, dan Pengadaan dapat
dilakukan sebaik mungkin dan sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga
pengelolaan Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) dapat berjalan dengan baik.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN
35
Lampiran 3. Rak penyimpanan obat sediaan cair dan semi solid
38
Lampiran 9. Kartu stok obat
39