Wortel
Wortel
Wortel
Panenan wortel
Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Divisi: Kelas: Ordo: Famili: Genus: Spesies: Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Apiales Apiaceae Daucus D. carota
Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi yang biasanya berwarna jingga atau putih dengan tekstur serupa kayu. Bagian yang dapat dimakan dari wortel adalah bagian umbi atau akarnya. Wortel adalah tumbuhan biennial (siklus hidup 12 - 24
bulan) yang menyimpan karbohidrat dalam jumlah besar untuk tumbuhan tersebut berbunga pada tahun kedua. Batang bunga tumbuh setinggi sekitar 1 m, dengan bunga berwarna putih.
Jagung
Klasifikasi ilmiah Regnum: Divisio: Kelas: Ordo: Familia: Genus: Plantae Angiospermae Monocotyledoneae Poales Poaceae Zea Spesies
Zea mays L. Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
[sunting] Deskripsi
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini.
Jagung hibrida di ladang. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin. Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun. Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).
Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik.
dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda.
Tusam
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari Tusam atau pinus adalah sebutan bagi sekelompok tumbuhan yang semuanya tergabung dalam marga Pinus. Di Indonesia penyebutan tusam atau pinus biasanya ditujukan pada tusam Sumatera (Pinus merkusii Jungh. et deVries). Tusam kebanyakan bersifat berumah satu (monoecious), yaitu dalam satu tumbuhan terdapat organ jantan dan betina namun terpisah, meskipun beberapa spesies bersifat setengah berumah dua (sub-dioecious).
Pine
Scientific classification Kingdom: Division: Class: Order: Family: Genus: Plantae Pinophyta Pinopsida Pinales Pinaceae Pinus
L.
See Pinus classification for complete taxonomy to species level. See list of pines by region for list of species by geographical distribution.
A pine is a coniferous tree in the genus Pinus, in the family Pinaceae. They make up the monotypic subfamily Pinoideae. There are about 115 species of pine, although different authorities accept between 105 and 125 species.
Contents
1 Distribution 2 Morphology o 2.1 Foliage o 2.2 Cones 3 Classification 4 Ecology 5 Uses o 5.1 Food uses 6 Etymology 7 References
[edit] Distribution
Pines are native to most of the Northern Hemisphere. In Eurasia, they range from the Canary Islands and Scotland east to the Russian Far East, and the Philippines, north to just over 70N in Norway (Scots Pine) and eastern Siberia (Siberian Dwarf Pine), and south to northernmost Africa, the Himalaya and Southeast Asia, with one species (Sumatran Pine) just crossing the Equator in Sumatra to 2S. In North America, they range from 66N in Canada (Jack Pine) south to 12N in Nicaragua (Caribbean Pine). The highest diversity in the genus occurs in Mexico and California. Pines have been introduced in subtropical and temperate portions of the Southern Hemisphere, including Chile, Brazil, South Africa, Australia, and New Zealand, where they are grown widely as a source of timber, and some species are becoming invasive.
[edit] Morphology
Juvenile (left) and adult foliage of Stone Pine (Pinus pinea), showing the dark brown scale leaves and needle leaves on an adult shoot Pines are evergreen and resinous trees (rarely shrubs) growing to 380 m tall, with the majority of species reaching between 15-45 m tall. The smallest are Siberian Dwarf Pine and Potosi Pinyon, and the tallest, Sugar Pine. Pines are long-lived, typically reaching ages of 1001,000 years, some even more. The longest-lived is the Great Basin Bristlecone Pine Pinus longaeva, one individual of which at 4,840 years 2008 is the oldest living organism in the world. The bark of most pines is thick and scaly, but some species have thin, flaking bark. The branches are produced in regular "pseudowhorls", actually a very tight spiral but appearing like a ring of branches arising from the same point. Many pines are uninodal, producing just one such whorl of branches each year, from buds at the tip of the year's new shoot, but others are multinodal, producing two or more whorls of branches per year. The spiral growth of branches, needles and cone scales are arranged in Fibonacci number ratios. The new spring shoots are sometimes called "candles"; they are covered in brown or whitish bud scales and point upward at first, then later turn green and spread outward. These "candles" offer foresters a means to evaluate fertility of the soil and vigour of the trees.
[edit] Foliage
Pines have four types of leaves: 1. Seed leaves (cotyledons) on seedlings, borne in a whorl of 4-24. 2. Juvenile leaves, which follow immediately on seedlings and young plants, 2-6 cm long, single, green or often blue-green, and arranged spirally on the shoot. These are produced for six months to five years, rarely longer (and also produced later in life after injury in some pines). 3. Scale leaves, similar to bud scales, small, brown and non-photosynthetic, and arranged spirally like the juvenile leaves. 4. Needles, the adult leaves, which are green (photosynthetic), bundled in clusters (fascicles) of (1-) 2-5 (-6) needles together, each fascicle produced from a small bud on a dwarf shoot in the axil of a scale leaf. These bud scales often remain on the fascicle as a basal sheath. The needles persist for 1.5-40 years, depending on species. If a shoot is damaged (e.g. eaten by an animal), the needle fascicles just below the damage will generate a bud which can then replace the lost growth.
[edit] Cones
A fully mature Monterey Pine cone on the forest floor. Pines are mostly monoecious, having the male and female cones on the same tree, though a few species are sub-dioecious with individuals predominantly, but not wholly, singlesex. The male cones are small, typically 1-5 cm long, and only present for a short period (usually in spring, though autumn in a few pines), falling as soon as they have shed their pollen. The female cones take 1.5-3 years (depending on species) to mature after pollination, with actual fertilization delayed one year. At maturity the cones are 3-60 cm long. Each cone has numerous spirally arranged scales, with two seeds on each fertile scale; the scales at the base and tip of the cone are small and sterile, without seeds. The seeds are mostly small and winged, and are anemophilous (wind-dispersed), but some are larger and have only a vestigial wing, and are bird-dispersed (see below). At maturity, the cones usually open to release the seeds, but in some of the bird-dispersed species (e.g. Whitebark Pine), the seeds are only released by the bird breaking the cones open. In others, the fire climax pines (e.g. Monterey Pine, Pond Pine), the seeds are stored in closed ("serotinous") cones for many years until a forest fire kills the parent tree; the cones are also opened by the heat and the stored seeds are then released in huge numbers to re-populate the burnt ground.
[edit] Classification
Pines are divided into three subgenera, based on cone, seed and leaf characters:
Subgenus Strobus (white or soft pines). Cone scale without a sealing band. Umbo terminal. Seedwings adnate. One fibrovascular bundle per leaf. Subgenus Ducampopinus (pinyon, lacebark and bristlecone pines). Cone scale without a sealing band. Umbo dorsal. Seedwings articulate. One fibrovascular bundle per leaf. Subgenus Pinus (yellow or hard pines). Cone scale with a sealing band. Umbo dorsal. Seedwings articulate. Two fibrovascular bundles per leaf.
[edit] Ecology
Mountain pine beetles killed these Lodgepole Pines in Prince George, British Columbia. Pines grow well in acid soils, some also on calcareous soils; most require good soil drainage, preferring sandy soils, but a few, e.g. Lodgepole Pine, will tolerate poorly drained wet soils. A few are able to sprout after forest fires, e.g. Canary Island Pine. Some species of pines, e.g. Bishop Pine, need fire to regenerate and their populations slowly decline under fire suppression regimes. Several species are adapted to extreme conditions imposed by elevation and latitude; see e.g. Siberian Dwarf Pine, Mountain Pine, Whitebark Pine and the bristlecone pines. The pinyon pines and a number of others, notably Turkish Pine, are particularly well adapted to growth in hot, dry semi-desert climates. The seeds are commonly eaten by birds and squirrels. Some birds, notably the Spotted Nutcracker, Clark's Nutcracker and Pinyon Jay, are of importance in distributing pine seeds to new areas where they can grow. Pine needles are sometimes eaten by some Lepidoptera species (see list of Lepidoptera that feed on pines) and also the Symphytan species Pine Sawfly.
[edit] Uses
Commercial planting of young Longleaf Pine (Pinus palustris) Pines are among the most commercially important of tree species, valued for their timber and wood pulp throughout the world. In temperate and tropical regions, they are fastgrowing softwoods that will grow in relatively dense stands, their acidic decaying needles inhibiting the sprouting of competing hardwoods. Commercial pines are grown in plantations for timber that is denser, more resinous, and therefore more durable than spruce (Picea). Pine wood is widely used in high-value carpentry items such as furniture, window frames, paneling and floors.
The resin of some species is an important source of turpentine. See also pitch. Many pine species make attractive ornamental plantings for parks and larger gardens, with a variety of dwarf cultivars being suitable for smaller spaces. Pines are also commercially grown and harvested for Christmas trees. Pine cones, the largest and most durable of all conifer cones are craft favorites. Pines boughs, always appreciated, especially in wintertime for their pleasant smell and greenery, are popularly cut for decorations. Pine needles serve as food for various Lepidoptera. See List of Lepidoptera which feed on Pines.
Stone Pine Pinus pinea in a Rome (Italy) street Main article: Pine nut Some species have large seeds, called pine nuts, that are harvested and sold for cooking and baking. The soft, moist, white inner bark (cambium) found clinging to the woody outer bark is edible and very high in vitamins A and C. It can be eaten raw in slices as a snack or dried and ground up into a powder for use as a thickener in stews, soups, and other foods[citation needed] . A tea made by steeping young, green pine needles in boiling water (known as "tallstrunt" in Sweden) is high in vitamins A and C as well.
[edit] Etymology
The modern English name pine derives from Latin Pinus by way of French pin; similar names are used in other Romance languages. In the past (pre-19th century) they were often known as fir, from Old Norse fyrre, by way of Middle English firre. The Old Norse name is still used for pines in some modern north European languages, in Danish, fyr, in Norwegian and Swedish, furu, and Fhre in German, but in modern English, "fir" is now restricted to Fir (Abies) and Douglas-fir (Pseudotsuga).
Tomat
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Tomat
Divisio: Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida Subkelas: Asteridae Ordo: Solanales Familia: Solanaceae Genus: Solanum Spesies: S. lycopersicum Nama jenis Solanum lycopersicum
Linnaeus
Tomat (Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) adalah tumbuhan dari keluarga Solanaceae, tumbuhan asli Amerika Tengah dan Selatan, dari Meksiko sampai Peru. Tomat merupakan tumbuhan siklus hidup singkat, dapat tumbuh setinggi 1 sampai 3 meter. Tomat merupakan keluarga dekat dari kentang. Kata "tomat" berasal dari kata dalam bahasa Nahuatl, tomatl (dieja: /t.mat/).
[sunting] Sejarah
Menurut tulisan karangan Andrew F. Smith "The Tomato in America", tomat kemungkinan berasal dari daratan tinggi pantai barat Amerika Selatan. Setelah Spanyol menguasai Amerika Selatan, mereka menyebarkan tanaman tomat ke koloni-koloni mereka di Karibia. Spanyol juga kemudian membawa tomat ke Filipina, yang menjadi titik awal penyebaran ke daerah lainnya di seluruh benua Asia. Spanyol juga membawa tomat ke Eropa. Tanaman ini tumbuh dengan mudah pada wilayah beriklim Mediterania
KOL BUNGA
Family Brassicaceae
Deskripsi Kol bunga atau sering disebut kubis bunga merupakan salah satu anggota famili kubis dengan nama latin Brassica oleracea botrytis L. subvar. cauliflora DC. Sesuai namanya, bagian yang dimanfaatkan memang
bunganya yang tersusun dari rangkaian bunga kecil bertangkai pendek, berwarna putih atau kuning (tergantung jenis), padat, dan berdaging tebal. Budidayanya memerlukan lebih banyak perhatian sehingga tidak banyak petani yang menanamnya. Manfaat Sayuran ini dapat digunakan untuk berbagai masakan dan rasanya pun disukai masyarakat. Syarat Tumbuh Kubis bunga membutuhkan tanah yang subur dan cukup mendapat air, tetapi tidak tergenang. Jenis tanah yang sesuai adalah tanah loam berpasir dan ber-pH antara 5,5-6,5. Selain itu, kubis bunga menyukai daerah yang bersuhu antara 20-25C. Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bunganya terganggu. Sedangkan suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangannya adalah 17C. Pedoman Budidaya PENGOLAHAN LAHAN Tanah yang akan ditanami kol bunga diolah sedalam 1020 cm karena perakarannya dangkal. Agar kesuburannya terjamin, tanah perlu dipupuk dengan pupuk kandang yang telah matang berdosis 5 kg/m2. Kemudian, tanah dibiarkan selama 7-10 hari agar cukup mendapatkan sinar matahari, lalu dicangkul untuk kedua kalinya. Selanjutnya dibuat bedengan berukuran lebar sekitar 120 cm dan panjang sekitar 300 cm. Di antara bedengan dibuat parit, selebar 30 cm, dan saluran drainase. Setelah itu, tanah siap ditanami. PERSEMAIAN Benih kol bunga perlu disemai sebelum ditanam. Caranya, benih ditabur dalam barisan yang teratur di bedeng persemaian. Jarak antarbarisan sekitar 10 cm. Setelah ditabur, benih segera ditutup tipis dengan tanah. Pada hari ke-12 biji yang tumbuh baik segera disapih dengan jarak (10 x 10) cm. Tindakan ini bertujuan agar pertumbuhan bibit menjadi baik sekaligus merupakan seleksi karena benih yang jelek (tidak tumbuh) langsung dibersihkan (dibuang). Bibit berada dipersemaian hingga berumur sekitar enam minggu atau sudah berdaun 5-6 helai. PENANAMAN Kol bunga membutuhkan banyak air terutama pada masa pertumbuhannya. Oleh karena itu, penanaman sebaiknya dilakukan pada permulaan musim hujan. Penanaman pada musim kemarau dapat dilakukan asal penyiramannya intensif. Bibit yang telah disemai ditanam di bedeng penanaman dengan jarak dalam barisan antara 45-55 cm dan jarak antar-barisan kira-kira 60-70 cm. Waktu penanaman sebaiknya dipilih sore hari agar bibit yang baru ditanam tidak langsung terkena sinar matahari, terlebih sinar yang terik. Pemeliharaan Penyiraman pada bunga kol sangat penting guna mendapatkan hasil yang optimal. Sekurang-kurangnya dilakukan satu kali penyiraman setiap hari (kecuali turun hujan). Jika penanaman dilakukan di akhir musim hujan, maka masa pertumbuhannya terdapat di awal musim kemarau. Pada saat
seperti itu penyiraman perlu ditingkatkan menjadi dua kali sehari agar tanaman tidak kekeringan. Setelah berumur dua minggu, tanaman dibersihkan dari gulma dan rumput liar serta dilakukan pendangiran. Pendangiran tidak perlu terlalu dalam karena dapat merusak akarnya. Pekerjaan ini diulangi pada waktu tanaman berumur 2 bulan. Pemeliharaan selanjutnya adalah pemberian pupuk terutama bagi tanah yang tidak terlalu subur. Bagi tanah yang subur, pemberian pupuk cukup pada saat pengolahan tanah. Pemupukan susulan dilakukan dua kali, yaitu saat tanaman berumur 2 minggu dan ketika tanaman berumur 2 bulan (saat pembentukan bunga), dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan pendangiran. Pupuk yang diberikan harus mengandung NPK, yaitu urea 225 kg, DS 500 kg, clan ZK 170 kg untuk 1 ha lahan. Selain pemeliharaan di atas, masih ada yang harus dilakukan jika tanaman mulai berbunga. Bunga muda tidak tahan terhadap sinar matahari dan hujan. Karena itu, perlu dilindungi dengan melipat daun-daun di tepi pucuk ke arah bunga. Bila hal ini tidak dilakukan, biasanya bunga menjadi berbintik-bintik cokelat. Hama dan Penyakit Hama dan penyakit yang menyerang kol bunga sama seperti pada famili kubis lainnya, begitu pula cara pemberantasannya. Di sini akan diterangkan gangguan fisiologis penting pada kol bunga. EKOR CAMBUK: Gejala gangguannya adalah bentuk daun kol bunga menjadi tidak teratur dan akhirnya menjadi seperti ekor cambuk karena sebagian besar daunnya hanya terdiri dari daun tengah dengan sedikit helaian daun. Umumnya kepala bunga yang terbentuk tidak dapat dijual karena pertumbuhannya terganggu akibat dari perubahan titik tumbuh. Gejala ekor cambuk biasanya disebabkan oleh tanah yang terlalu asam. Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan pemberian kapur pada waktu pengolahan tanah. Dapat pula tanaman di persemaian disemprot dengan 0,372 g natrium molibdat/m dua minggu sebelum tanaman dipindah ke lahan untuk ditanam. BERCAK COKELAT: Gejala pertama, pada sebagian atau beberapa bagian kepala bunga terlihat seperti ada noda air. Terkadang noda tersebut mengering atau mengeras, namun jika keadaan lembap sering menjadi busuk. Sebelum kepala bunga muncul, bagian tepi daun tengah sering berubah menjadi muda dan akhirnya mati. Kepala bunga yang terserang lama-kelamaan berubah warna menjadi cokelat karat dan rasanya menjadi pahit. Penyebab gangguan ini adalah kurangnya unsur boron. Pencegahannya dapat dilakukan dengan penambahan borax. Dalam pemberian borax perlu diperhatikan sifat tanah, reaksi tanah, dan besarnya kekurangan boron. Pada tanah asam dapat diberi 1117 kg NaB4O7.10H2O/ha. Sedangkan pada tanah netral atau alkalis pemberian boron perlu dicoba terlebih dahulu dalam dosis yang kecil karena kelebihan boron juga akan meracuni tanaman. Kepala bunga mengecil Gangguan ditandai dengan terjadinya kepala bunga yang kecil dan sejak muncul sudah tidak tertutup daun karena daunnya juga kecil. Penyebabnya diduga karena
kekurangan nitrogen, penanaman terlalu rapat, atau karena pemindahan dari persemaian ke lahan terlalu tua. Pencegahannya dapat dengan menambahkan kadar nitrogen saat pemupukan, menjarangkan tanaman, atau pemindahan tanaman dari persemaian ke lahan penanaman dilakukan setepat mungkin. Panen dan Pasca Panen Umur panen tergantung varietasnya, namun rata-rata kol bunga dapat dipanen setelah 55-60 hari sejak tanam atau 2-3 hari sesudah penutupan bunga. Pada saat dipanen kepala bunga harus mencapai besar maksimal (tergantung varietasnya) dan warnanya belum berubah. Pemanenan sebaiknya dilakukan pagi hari untuk menghasilkan kepala bunga yang segar karena masih terdapat sisa embun. Panen yang dilakukan sore hari akan menghasilkan kepala bunga yang kering akibat terkena sinar matahari. Cara panennya, kepala bunga dipotong beserta daunnya, terutama daun penutup bunga. Setelah dipanen, kepala bunga segera dibawa ke tempat yang teduh untuk menghindari sinar matahari langsung yang dapat mengakibatkan perubahan warna menjadi kuning pucat sampai cokelat kehitaman. Kol bunga yang telah dipanen sebaiknya segera dipasarkan karena mudah rusak dan menurun kesegarannya. Apabila kol bunga akan disimpan, sebaiknya dimasukkan dalam ruang pendingin bersuhu 0 C. Dalam ruang pendingin ini kes:garannya dapat dipertahankan hingga 30 hari. Ruang pendingin bersuhu kurang dari 5 C hanya dapat mempertahankan kesegaran kurang dari 12 hari.