Kelompok 1 Askeb Gadar SAFIR

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 37

KONSEP KELAINAN LAMANYA KEHAMILAN

“Untuk memenuhi tugas mata kuliah Gawat Darurat Maternal Dan Neonatal”
Dosen Pengampu : Lisnawati SST,M.Keb

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. Alya Rahmawati :P20624222002
2. Anik Vioni :P20624222004
3. Annisa Putri N :P20624222005
4. Bela Permata :P20624222008
5. Risma Yulia :P20624222031

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN CIREBON
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan kepada penyusun untuk menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Prinsip Penanganan Gawat Darurat Pada Kasus Kelainan Lamanya Kehamilan”
dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Gawat
Darurat Maternal Dan Neonatal. Selain itu, penyusun juga berharap agar makalah
ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Penyusun mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Ibu Lisnawati SST, M.Keb Selaku dosen pengampu mata
kuliah Gawat Darurat Maternal Dan Neonatal. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni
penyusun,penyusun juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penyusun terima demi
kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr .Wb

Cirebon,16 Juli 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... iii
A. Latar Belakang ............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan........................................................................................................... 4
D. Manfaat ........................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 5
A. Konsep Kelainan Lamanya Kehamilan ........................................................ 5
B. Prinsip Penanganan Gawat Darurat Pada Kasus Kelainan Lamanya
Kehamilan ........................................................................................................... 5
1. Abortus ..................................................................................................... 5
2. Preterm ....................................................................................................11
3. Immaturus ............................................................................................... 19
4. Posterm....................................................................................................29

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 34


A. Kesimpulan ................................................................................................ 34
B. Saran ........................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 35

ii
DAFTAR BAGAN

Bagan 1Alur penatalaksanaan abortus ...................................................................11


Bagan 2 alur penatalaksanaan prematuritas .......................................................... 18
Bagan 3 alur penatalaksaan postmaturitas ............................................................ 33

DAFTAR TABEL
Tabel 1 istilah lamanya kehamilan .......................................................................... 5

Gambar 1 macam-macam abortus ........................................................................... 7


Gambar 2 Preterm atau prematuritas..................................................................... 12
Gambar 3 Immaturus............................................................................................. 19
Gambar 4 Postterm atau postmatur ....................................................................... 29

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)
merupakan tujuan yang sangat penting dalam meningkatkan Kesehatan ibu dan
bayi di Indonesia (Ningsi, Afriani and Sonda, 2024). Berdasarkan penelitian
WHO, di seluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun
dan kematian bayi, khususnya neonatus, sebesar 10.000.000 jiwa per tahun.
Kematian maternal dan bayi tersebut terjadi terutama di negara berkembang
sebesar 99%. Penyebab langsung kematian ibu adalah dikarenakan perdarahan
(42%). Penyebab lain, yaitu eklampsi (25%), infeksi (3%), partus lama (3%),
abortus (5%), dan lain-lain (22%).
Dalam memahami konsep dasar kegawatdaruratan maternal neonatal,
melakukan deteksi dini kasus-kasus tersebut sangatlah penting untuk mencegah
kematian yang tidak diinginkan (Siantar et al., 2022). Oleh karena itu
diadakannya pelayanan kebidanan , dimana pelayanan kebidanan memiliki
peran yang besar dalam mengidentifikasi kasus-kasus kegawatdaruratan
maternal dan neonatal. Salah satunya adalah deteksi dini yang akan
memungkinkan penanganan yang cepat dan tepat, sehingga dapat mengurangi
risiko kematian bayi. Pentingnya materi ini dalam mata kuliah asuhan
kebidanan kegawatdaruratan maternal neonatal memfokuskan peran penting
bidan dalam pelayanan Kesehatan. Dalam Bab ini, mahasiswa akan
mempelajari bagaimana mendeteksi gejala-gejala kegawatdaruratan,
pengertian, faktor resiko, patofisiologi, prognosis dan penatalaksanaan
penanganan kegawatdaruratan pada kasus kelainan lamanya kehamilan
maternal.
Kemampuan untuk mendeteksi kegawatdaruratan kasus maternal dan
neonatal merupakan salah satu peran inti seorang bidan dalam pelayanan
Kesehatan ibu dan anak. Kecepatan da lam mendeksi tanda-tanda awal dan

3
4

gejala yang mengindikasikan situasi darurat pada ibu dan bayi merupakan
keterampilan yang sangat penting. Dengan memahami dan mampu mengenali
tanda- tanda tersebut, seorang bidan dapat memberikan intervensi awal yang
tepat untuk mencegah keadaan yang berujung pada kematian ibu dan bayi.
Kemampuan untuk bertindak secara cepat dan tepat dalam situasi darurat
maternal dan neonatal juga akan meminimalkan keterlambatan dalam
menanggapi kondisi kritis. Ini dapat. mempercepat proses rujukan dan
penanganan medis yang sesuai, yang pada gilirannya dapat menyelamatkan
nyawa ibu dan bayi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi konsep dasar kegawatdaruratan pada kelainan kehamilan ?
2. Apa saja faktor resiko terjadinya kegawat daruratan pada maternal ?
3. Bagaimana cara deteksi kegawatdaruratan pada kasus kelainan lamanya
kehamilan?
4. Bagaimana penatalaksanaan yang harus dilakukan dalam kegawatdaruratan
dalam kasus kelainan lamanya kehamilan ini?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian konsep dasar kegawatdaruratan
2. Untuk mengetahui faktor resiko penyebab terjadinya kegawatdaruratan
maternal
3. Untuk screening dengan memahami dan mampu mengenali tanda- tanda
tersebut
4. Untuk meminimalkan keterlambatan dalam menanggapi kondisi kritis dan
dapat mempercepat proses rujukan dan penanganan medis yang sesuai
D. Manfaat
Berdasarkan tujuan makalah yang hendak dicapai, maka makalah ini
diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang pendokumentasian pada
pada neonatus, bayi, balita dan tumbang dalam asuhan kebidanan sehingga
dapat digunakan ehingga dapat digunakan untuk pembelajaran selanjutnya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Kelainan Lamanya Kehamilan


Lamanya kehamilan normal adalah 40 minggu (280 hari) dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Pada keadaan normal, ibu hamil akan melahirkan pada
saat bayi telah aterm (mampu hidup di luar rahim) yaitu pada saat usia
kehamilan 37-42 minggu.Namun terkadang mendapati kehamilan yang
berakhir sebelum dan melebihi batas waktu normal.
Menurut Fadlun (2011) sitasi Lisnawati dan Jubaedah (2020),lamanya
kehamilan dibagi menjadi 4 istilah, diantaranya:
Lama Kehamilan Berat Janin Istilah

< 20 minggu < 500 gram Abortus

< 28 minggu < 1000 gram Immatur

28-37 minggu 1000-2500 gram Preterm

37-42 minggu > 2500 gram Aterm

> 42 minggu Posterm

Tabel 1 istilah lamanya kehamilan

B. Prinsip Penanganan Gawat Darurat Pada Kasus Kelainan Lamanya


Kehamilan
Kelainan dalam lamanya kehamilan dapat dibagi menjadi: Abortus, partus
prematurus, dan kehamilan postterm
1. Abortus
a. Definisi
Abortus didefinisikan sebagai kehamilan yang berakhir pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat bayi kurang dari 500 gram
sehingga bayi tidak dapat hidup diluar rahim.(Putri dan Mudlikah,
2019) sitasi (Wahyuni and Aditia, 2023). Abortus dibagi menjadi 2
jenis dilihat dari cara terjadinya yaitu sebagai berikut:

5
6

1) Abortus Spontaneus
Abortus spontaneus adalah abortus yang terjadi dengan
sendirinya pada setiap saat sebelum waktunya tanpa suatu
tindakan kesengajaan. Penyebab dari abortus spontaneus ialah ibu
yang hamil menderita penyakit atau kelainan bentuk rahim.
Apabila kehamilam masa remaja dan mengenal abortus keguguran
hampir tiap kali terjadi pada tiap kehamilan atau keguguran
berulang maka keadaan ini disebut sebagai "Abortus Habitualis".
a) Abortus Provocatus atau Abortus Arteficialis Abortus yang
terjadi karena perbuatan yang disengaja. Abortus jenis ini
dibedakan lagi menjadi 2 yaitu:
(1) Abortus Provatus Therapeuticus
Kehamilan yang diakhiri dengan sengaja dari luar,
tindakan ini dilakukan oleh dokter untuk menolong
nyawa ibu hamil karena kehamilan atau kelahirannya
nanti akan membahayakan nyawa ibu hamil tersebut.
(2) Abortus Provocatus Criminalis
Abortus yang dilakukan dengan sengaja untuk
menghilangkan kandungan seorang wanita secara
melawan hukum. Jadi bukan merupakan suatu tindakan
darurat untuk menyelamatkan nyawa wanita hamil
seperti pada abortus provocatus therapeuticus tadi, tetapi
merupakan suatu tindakan kejahatan. Hal tersebut dapat
terjadi misalnya karena si ibu merasa malu karena telah
hamil di luar pernikahan atau karena kehamilan tersebut
dirasakan akan memberatkan keluarga dalam
pemeliharaannya nanti.
Dalam abortus spontaneus, kandungan gugur
disebabkan oleh faktor alamiah. Dalam hal ini, maka
tidak seorangpun dapat disalahkan atas terjadinya
pengguguran kandungan tersebut. Sedangkan dalam
7

abortus provocatus, pengguguran kandungan terjadi


karena akibat dari perbuatan manusia. Dengan demikian,
manusia yang melakukan tindak abortus itu yang
bertanggung jawab. Namun dalam pertanggungan jawab
kesalahannya, terdapat perbedaan antara abortus
provatus therapeuticus dan abortus provatus criminalis.
Abortus provatus therapeuticus, tindakan abortus
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa atau jiwa si
wanita tersebut, dari sudut pertanggungan jawab
pidananya, terdapat dasar pemaaf. Sedangkan abortus
provocatus criminalis, abortus semata-mata dilakukan
karena tidak menginginkan si bayi. Dalam hal ini, maka
perbuatan abortus provocatus criminalis dianggap
sebagai tindak pidana.

Gambar 1 macam-macam abortus

(Sumber: Reza Silvia)

b. Etiologi
Menurut Saifuddin and Wiknjosastro (2009), abortus dapat terjadi
karena beberapa sebab, yaitu:
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
8

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi biasanya menyebabkan


abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang
menyebabkan kelainan ini antara lain kelainan kromosom/genetik,
lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak
bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat-zat yang berbahaya
bagi janin seperti radiasi, obat-obatan, tembakau, alkohol dan
infeksi virus.
2) Kelainan pada plasenta
Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh
darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah
tinggi yang menahun.
3) Faktor maternal/ibu
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis,
pielonefritis, malaria, dan lain-lain dapat menyebabkan abortus.
Toksin, bakteri, virus atau plasmodium dapat melalui plasenta
masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin dan
kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan,
laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun juga dapat
meyebabkan terjadinya abortus.
4) Kelainan traktus genitalia/organ kelamin ibu
Kelainan yang terjadi seperti gangguan pada mulut rahim,
kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke
belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma
uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
c. Faktor Risiko
Menurut (Kementerian Kesehatan RI, 2020) terdapat beberapa
faktor risiko yang berhubungan dengan abortus, baik yang berkaitan
dengan kondisi ibu maupun janin. Faktor maternal pada ibu meliputi
penyakit infeksi, kelainan hormonal (misalnya hipotiroidisme),
gangguan nutrisi yang berat, penyakit menahun dan kronis, alkohol,
merokok dan penggunaan obat-obatan, anomali uterus dan serviks,
9

gangguan imunologis, serta trauma fisik dan psikologis. Sementara


faktor janin misalnya kelainan genetik pada janin, yang merupakan
penyebab utama terjadinya keguguran spontan.
Adapun abortus diinduksi dapat terjadi misalnya karena adanya
indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan
sebagaimana diatur dalam hukum, atau alasan-alasan lain yang
mendasari terjadinya kehamilan tidak direncanakan. Induksi
keguguran seringkali dilakukan secara tidak aman oleh tenaga yang
tidak terlatih dan metode yang berbahaya, meningkatkan risiko
kematian atau kesakitan pada perempuan.
d. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,
sehingga menjadi benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan
uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi
korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta
tidak terlepas sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya dikeluarkan setelah
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta.
Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong
amion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blighted ovum),
janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus,
maserasi, atau fetus papiraseus.
e. Prognosis
Prognosis pada kasus abortus tergantung pada etiologi dari abortus
spontan sebelumnya, umur pasien, dan umur kehamilan. Koreksi
10

terhadap kelainan endokrin pada wanita dengan abortus habitualis


memiliki prognosis yang baik untuk terjadinya kehamilan yang sukses
(> 90%). Wanita dengan abortus yang tidak diketahui etiologinya,
kemungkinan mencapai kehamilan yang sukses adalah 40-80% Angka
kelahiran hidup pada janin setelah rekaman denyut jantung janin pada
5-6 minggu usia kehamilan pada wanita dengan abortus habitualis
disebutkan sekitar 77%. USG yang dilakukan pada pemeriksaan
panggul transvaginal menunjukkan embrio paling sedikit 8 minggu
diperkirakan usia kehamilan (EGA) dan aktivitas jantung, laju
keguguran untuk pasien yang lebih muda dari 35 tahun adalah 3-5%
dan untuk mereka yang di atas 35 tahun, sebanyak 8%.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Ripursari (2018) terbagi menjadi:
a) Umum
1) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu
termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernafasan,
suhu).
2) Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi,
tekanan sistolik < 90 mmHg). Jika ibu terlihat tanda-tanda
syok, lakukan tata laksana awal. Jika tidak terlihat tanda-tanda
syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya
dapat memburuk dengan cepat.
3) Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan
komplikasi, berikan kombinasi antibiotika.
4) Segera rujuk ibu ke rumah sakit.
5) Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan
emosional dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.
6) Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai dengan jenis abortus.
11

Bagan 1 Alur penatalaksanaan abortus

Periksa TTV

Periksa tanda syok

lakukan tata laksana awal Pemantauan

Jika terdapat tanda sepsis, terapi antibiotic


(kolaborasi dengan dokter obgyn

RUJUK

Dukungan emosional dan konseling kontrasepsi

2. Preterm
a. Definisi
Menurut Leni (2018) sitasi Lisnawati and Jubaedah, (2023)
Preterm adalah persalinan pada lama kehamilan 28-37 minggu dengan
berat janin 1000-2500 gram. Beberapa pakar mendefinisikan secara
berbeda tentang persalinan kurang bulan, namun sebagian besar
memiliki kesamaan dengan yang diusulkan WHO yaitu dengan
menambahkan usia kehamilan antara minggu ke 20–37 (Herman,
2020):
Persalinan kurang bulan menurut WHO (2015) adalah persalinan
yang terjadi antara usia kehamilan 28 minggu sampai kurang dari 37
minggu (259 hari), dihitung dari hari pertama haid terakhir pada siklus
28 hari, dengan subkategori: extremely preterm <28 minggu, very
preterm 28-<32 minggu dan moderate to late preterm 32-<37 minggu
12

1) Late preterm birth didefinisikan sebagai persalinan pada usia


kehamilan 34-36 minggu (Cunningham, 2014).
2) The American College of Obstetricians and Gynecologists (2013)
dan the Society for Maternal- Fetal Medicine endorse and
encourage specific gestational age designations dalam
Cunningham (2014) mengatakan bahwa bayi yang lahir antara usia
kehamilan 37 minggu 0 hari dan usia 38 minggu 6 hari mengalami
morbiditas yang berhubungan dengan prematuritas, jika
dibandingkan dengan kelahiran pada usia 39 minggu 0 hari sampai
usia 40 minggu 6 hari. Kelahiran usia 37 minggu 0/7 hari - 38
minggu didefinisikan sebagai kelahiran normal dini, sedangkan 39
minggu 0 hari - 40 minggu 6 hari didefinisikan sebagai kelahiran
normal.
3) Berghella (2017) mendefinisikan persalinan kurang bulan (preterm
birt) antara 20-37 minggu, persalinan sangat awal kurang bulan
(very early preterm birth) antara 20-23 minggu, persalinan dini
kurang bulan (early preterm birth) antara 24-33 minggu, dan
persalinan akhir kurang bulan (late preterm birth)

Gambar 2 Preterm atau prematuritas


b. Faktor Risiko
Menurut Darma (2017) sitasi Lisnawati dan Jubaedah, (2023)
faktor risiko terjadinya kehamilan preterm adalah:
13

1) Janin dan plasenta


a) Perdarahan trimester awal
b) Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta)
c) Ketuban pecah dini
d) Pertumbuhan janin terhambat
e) Cacat bawaan janin
f) Kehamilan ganda/ gemelli
g) Polidramnion
2) Ibu
a) Umur ibu, pada usia kurang dari 20 tahun organ belum
sempurna dan usia kurang dari 35 tahun oran sudah tua serta
mudah terkena komplikasi.
b) Paritas, pada ibu yang primipara kemungkinan terjadinya
kelainan dan komplikasi cukup besar.
c) Keadaan sosial ekonomi
d) Riwayat persalinan preterm sebelumnya
e) 5) Faktor gaya hidup, kebiasaan merokok dengan risiko 2 kali
lipat dan alkohol dengan risiko 3 kali lipat.
f) Trauma, yang disebabkan oleh terjatuh, perut terpukul, coitus
yang merangsang kontraksi miometrium.
c. Etiologi
Menurut Darma (2017) sitasi Lisnawati dan Jubaedah, (2023)
sebagian besar penyebab persalinan preterm tidak diketahui, namun
ada beberapa faktor predisposisi terjadinya persalinan preterm yaitu
1) Faktor Kehamilan
a) Ketuban pecah dini (KPD)
KPD ditandai dengan keluarnya air-air dari vagina setelah
kehamilan berusia 22 minggu dan sebelum proses persalinan
berlangsung.
14

b) Infeksi
Adanya infeksi intrauterin seperti koriamnionitis, infeksi
intraamnion, amnionitis yang merupakan infeksi akut pada
cairan ketuban, janin dan selaput korion yang disebabkan oleh
bakteri.
c) Kelainan uterus
Uterus yang tidak normal mengganggu risiko terjadinya
abortus dan persalinan preterm.
d) Vaginitis bakterialis
Adalah infeksi vagina yang terjadi akibat jumlah bakteri
alami (flora normal) di dalam vagina tidak seimbang.
e) Komplikasi medis dan obstetri
Beberapa komplikasi langsung dari kehamilan seperti
preeklamsia, ketuban pecah dini, perdarahan antepartum dan
lain-lain.
2) Faktor individu
a) Keadaan sosial ekonomi rendah
Berkaitan dengan kurang teraturnya pemeriksaan antenatal,
status gizi yang rendah, rentan infeksi, personal hygine yang
kurang baik.
b) Penyakit sistemik ibu hamil
Penyakit sistemik yang diderita seperti jantung, paru, liver,
diabetes, hipertensi, dan infeksi organ vital.
c) Infeksi kehamilan
Koriamnionitis, infeksi plasenta, servisitis endometritis.
d. Patofisiologi
Berdasarkan Rosdianah et al. (2019) sitasi Lisnawati dan
Jubaedah, (2023) studi terbaru mengenai patofisiologi kelahiran
prematur telah mengidentifikasi empat jalur yang mengarah untuk
persalinan prematur di antaranya:
15

1) Inflamasi, infeksi bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan


amnion merupakan penyebab potensial terjadinya persalinan
prematur.
2) Perdarahan plasenta, mekanisme yang berhubungan dengan
perdarahan plasenta dengan ditemukannya peningkatan
hemosistein yang akan mengakibatkan kontraksi miometrium.
3) Distensi uterus yang berlebihan, disebabkan oleh kehamilan ganda,
polihidramnion, ataupun uterus yang abnormal.
4) Aktivitasi dini penggagas persalinan fisiologis, ditandai dengan
stres dan anxietas yang biasa terjadi pada primipara muda yang
mempunyai predisposisi genetik. Adanya stres fisik maupun
psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis Hypotalamus-
Pituitary- Adrenal ibu dan menyababkan terjadinya persalinan
prematur.
e. Prognosis
Menurut Lisnawati dan Jubaedah, (2023) sampai saat ini
mortalitas dan mordibitas neonatus pada bayi preterm masih sangat
tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi. Pendekatan
obstetrik yang baik terhadap ketahanan hidup dan kualitas hidup bayi
preterm. Dibeberapa negara maju angka kematian neonatal pada
persalinan preterm mengalami penurunan yang umumnya disebabkan
oleh meningkatnya peranan neonatal intensive care dan akses yang
lebih baik dari pelayanan ini (UNS, 2010).
f. Diagnosis
Sering terjadi kesulitan dalam mendiagnosis persalinan preterm,
tidak jarang kontraksi yang muncul tidak benar-benar awal persalinan
preterm (Darma, 2017) sitasi (Lisnawati and Jubaedah, 2023) beberapa
kriteria yang dapat dikatakan persalinan preterm, yaitu:
1) Kontraksi yang berulang 2-3 kali 10 menit
2) Adanya nyeri pada punggung bagian bawah
3) Perdarahan bercak
16

4) Perasaan menekan pada serviks


5) Pada pemeriksaan dalam pembukaan sedikitnya 2 cm
6) Presentasi janin rendah atau mencapai spina isiadika
7) Pecahnya selaput ketuban
8) Terjadi pada usia kehamilan 28-37 minggu
Menurut (Herman, 2020) sebagian besar memakai kriteria diagnosis
kelahiran bayi kurang bulan sebagai berikut:
1) Kontraksi uterus (≥4 kali setiap 20 menit atau ≥8 kali dalam
60 menit),
2) Pembukaan serviks ≥3 cm atau Panjang serviks <20 mm pada
usg transvaginal atau
3) Panjang serviks 20 - <30 mm pada usg transvaginal, dan 4. Hasil
laboratorium positive fetal fibronectin (fFN +)

g. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2016) terdapat penatalaksanaan khusus
persalinan preterm, yaitu:
1) Jika ditemui salah satu keadaan berikut, maka tidak dilakukan terapi
dan bayi harus dilahirkan
a) Usia kehamilan di bawah 24 minggu dan diatas 34 minggu
pembukaan 3 cm
b) Ada tanda infeksi intrauterin, preeklampsia, dan perdarahan
aktif
c) Ada gawat janin
d) Janin meninggal atau ada kelainan konginetal
e) Segera lakukan rujukan
2) Dapat melakukan terapi jika memenuhi syarat berikut (bukan
wewenang bidan)
a) Usia kehamilan antara 24-34 minggu dan pembukaan kurang
dari 3cm
17

b) Tidak ada infeksi intrauterin, preeklampsia, dan perdarahan


aktif Tidak ada gawat janin
c) Segera lakukan rujukan

Menurut Kemenkes RI (2016) dan Indah, Fidayanti dan Nadyah


(2019), penatalaksaan kebidanan pada kasus preterm adalah:
1) Memberi dukungan psikolgis dan spiritual kepada ibu dan keluarga
2) Memberitahu masalah-masalah yang mungkin terjadi pada
persalinan preterm
3) Menjelaskan kondisi klien dan memberi pemahaman kepada ibu dan
keluarga jika harus dilakukan rujukan
4) Langsung lakukan rujukan jika sudah ada pembukaan atau ketuban
pecah dini
5) Apabila terpaksa membantu melahirkan ibu pembukaan lengkap
lakukan dengan prinsip persalinan:
a) Partus tidak boleh berlangsung lama dan cepat
b) Jangan memecah ketuban jika pembukaan belum lengkap
c) Buat episiotomi medialis
d) Tali pusat digunting secepat mungkin untuk menghindari
ikterus, dan bayi dilahirkan dengan:
(1) Cegah hipotermi (suhu ruangan tidak kurang 25 derajat
celcius)
(2) Keringkan bayi dan jauhkan handuk basah
(3) Pakaikan topi dan kaos kaki
(4) Letakkan bayi pada dada ibu (metode kangguru) untuk
menghangatkan bayi bila memenuhi syarat
(5) Observasi ketat nafas dan denyut jantung bayi Selimuti ibu
dan bayi dserta dijaga dengan baik
(6) Lakukan Inisiasi Menyusu Dini satu jam pertama kelahiran
18

BAGAN ALUR PENATALAKSANAAN PREMATURITAS

Bagan 2 alur penatalaksanaan prematuritas

Menegakkan diagnosis:
1) Kontraksi yang berulang 2-3
kali 10 menit
2) Adanya nyeri pada punggung
bagian bawah
3) Perdarahan bercak
4) Perasaan menekan pada serviks
5) Pada pemeriksaan dalam
pembukaan sedikitnya 2 cm
6) Presentasi janin rendah atau
mencapai spina isiadika
7) Pecahnya selaput ketuban
8) Terjadi pada usia kehamilan 28-
37 minggu

a) Usia kehamilan di bawah


24 minggu dan diatas 34 a) Usia kehamilan antara
minggu pembukaan 3 cm 24-34 minggu dan
pembukaan kurang
b) Ada tanda infeksi
dari 3cm
intrauterin, preeklampsia, b) Tidak ada infeksi
dan perdarahan aktif intrauterin,
c) Ada gawat janin preeklampsia, dan
d) Janin meninggal atau ada perdarahan aktif
kelainan konginetal c) Tidak ada gawat janin

Jika ditemukan salah satu Bisa dilakukan terapi


tanda diatas bayi tidak bila memenuhi syarat
dilakukan terapi dan diatas (bukan wewenang
harus dilahirkan bidan)

RUJUK

Apabila terpaksa membantu melahirkan ibu pembukaan lengkap lakukan dengan


prinsip persalinan
19

3. Immaturus
a. Definisi

Partus immaturus Pengeluaran buah kehamilan antara 22 minggu


dan 28 minggu atau bayi dengan berat badan antara 500 gram dan 999
gram (Ulya, 2022).

Gambar 3 Immaturus
b. Faktor Risiko
Faktor resiko immaturus menurut (Nugroho, 2010) sitasi Siauta,
(2013):
1) Mayor seperti keadaan dengan kehamilan multiple, hidramnion,
anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu, serviks mendatar atau memendek kurang dari 1 cm pada
kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1
kali, riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal
pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, iritabilitas uterus.
2) Minor seperti penyakit yang disertai demam, perdarahan
pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis,
merokok lebih dari 10 batang perhari. riwayat abortus pada trimester
II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
20

c. Etiologi
Menurut Nugroho (2010) sitasi Siauta, (2013) mengenai penyebab
partus immaturus belum banyak yang diketahui, namun faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya partus immaturus dapat
diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut :
1) kondisi umum
2) keadaan sosial ekonomi rendah
3) kurang gizi
4) anemia
5) perokok berat (lebih dari 10 batang perhari)
6) umur hamil terlalu muda kurang dari 20 tahun atau terlalu tua diatas
35 tahun
7) penyakit ibu yang menyertai kehamilan serta penyulit kebidanan
8) Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya
partus immaturus diantaranya :
a) Kehamilan dengan hidramnion, kehamilan ganda, pre-
eklampsia
b) Kehamilan dengan perdarahan antepartum pada solusio
plasenta, plasenta previa, pecahnya sinus marginalis
c) Kehamilan dengan pecah ketuban dini : terjadi gawat janin,
temperatur tinggi
d) Kelainan anatomi rahim
e) Keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini :
serviks inkompeten karena kondisi serviks, amputasi serviks
f) Kelainan kongenital rahim
g) Infeksi pada vagina asenden (atas) menjadi amnionitis
Menurut Oxorn (2010) sitasi Siauta, (2013) etiologi terjadinya partus
immaturus adalah :
a) Iatrogenik
b) Sectio cessarea ulangan yang dikerjakan terlalu dini
21

c) Pengakhiran kehamilan yang terlalu dini karena alasan bahwa


bayi lebih baik dirawat di bangsal anak dari pada dibiarkan
dalam rahim. Termasuk keadaan seperti diabetes maternal,
penyakit hipertensi dalam kehamilan, erythroblastiosis dan
retardasi pertumbuhan intrauterine.
d) Spontan yaitu 50% idiopatik, ketuban pecah dini, inkompetensi
cervix, insufisiensi plasenta, overdistensi uterus karena
kehamilan kembar, polyhidramnion, janin yang besar.
Perdarahan dalam trimester ketiga seperti plasenta previa,
abrubtio plasenta dan vasa previa. Abnormalitas uterus yang
mencegah ekspansi seperti hipoplasia uteri, uterus septata atau
bicornuata, synechiae intrauterine dan leimyoma. Trauma karena
jatuh, terpukul pada perut dan tindakan pembedahan. Penyakit
pada ibu seperti toksemia, anemia, penyakit ginjal yang kronis
dan penyakit demam yang akut. Faktor-faktor yang menyertai
misalnya status sosial-ekonomi yang rendah, merokok,
bakteriuria, perawatan prenatal yang buruk.
Menurut Benson (2012) sitasi Siauta, (2013) yang menyebabkan
peningkatan resiko terjadinya partus immaturus meliputi riwayat partus
preterm dalam kehamilan terdahulu, merokok lebih dari setengah
bungkus sehari, terpapar DES dalam uterus dan anamnesis biopsi konus
(pengangkatan sentral serviks untuk mendeteksi kondisi premaligna
atau maligna).
Menurut Winkjosastro (2010) sitasi Siauta, (2013) kondisi
selama kehamilan yang beresiko terjadinya partus immaturus adalah :
1) Janin dan plasenta seperti terjadinya perdarahan trimester awal,
perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa
plasenta), ketuban pecah dini, pertumbuhan janin terhambat,
kehamilan gameli dan Polyhidramnion
2) Pada ibu seperti penyakit berat pada ibu, diabetes melitus, pre-
eklamsi/hipertensi, infeksi saluran kemih, penyakit infeksi dengan
22

demam stress psikologik, kelainan bentuk uterus / serviks, riwayat


persalinan preterm / abortus berulang, inkompetensi serviks
(panjang serviks kurang dari 1cm), pemakaian obat narkotik,
trauma, perokok berat (lebih dari 10 batang perhari), kelaianan
imunologi / kelainan rhesus dan usia.
Menurut Nugroho (2010) sitasi Siauta, (2013) faktor yang
mempengaruhi prematuritas adalah umur ibu, suku, bangsa, sosial dan
ekonomi, bakterinuria, BB ibu sebelum hamil dan sewaktu hamil, kawin
dan tidak kawin (tidak sah 15% prematur, kawin sah 13% prematur),
prenatal (antenatal) care, anemia, penyakit jantung, jarak persalinan yang
terlalu rapat, pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil.
d. Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme
yang bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus
selama kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan
singkatnya kehamilan atau membebani jalur persalinanan normal
sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara dini. Empat
jalur terpisah telah dipaparkan, yaitu stress, infeksi, regangan dan
perdarahan (Norwintz, 2007) sitasi Siauta, (2013).
e. Prognosis
Dari prognosis persalinan kurang bulan yang menarik dan
menambah keprihatinan adalah bumil yang melahirkan bayi kurang
bulan ternyata mengalami risiko morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular bertahun-tahun setelah persalinan tersebut terjadi.
Walaupun masih belum jelas mekanisme terjadinya hal tersebut,
namun setidaknya hal ini bisa lebih membuat kita lebih menghargai
wanita yang siap mengambil risiko melahirkan dan membuat kita
menyadari pentingnya kehidupan dalam rahim. Pernyataan beberapa
peneliti.
1) Robinson JN. dan Norwitz ER. (2019) dalam Preterm birth:
Risk factors, interventions for risk reduction, and maternal
23

prognosis, dari UpToDate diakses pada Januari 2020.


Intervensi untuk mengurangi faktor risiko:
a) Banyak faktor risiko untuk PKB, ada yang reversibel ada
yang permanen, identifikasi dan modifikasi faktor risiko
tersebut sebelum dan atau saat hamil muda dapat mencegah
komplikasi ini.
b) Riwayat pernah melahirkan bayi kurang bulan menurut
Robinson dan Norwitz merupakan faktor terkuat untuk
terjadinya PKB ulangan dan seringkali
c) Pemendekan/penipisan panjang serviks pada pemeriksaan
ultrasound transvaginal antara 18-24 minggu yang
merupakan dasar salah satu skrining PKB, pemberian
suplementasi progesteron dapat memperpanjang usia
kehamilan pada wanita tanpa riwayat PKB, sedangkan pada
wanita yang mempunyai riwayat PKB, kombinasi
supelementasi progesteron dan sirklase serviks dapat
memperpanjang usia kehamilan.
d) Intervensi yang mempunyai keuntungan kesehatan secara
umum bisa dilakukan misalnya menghentikan kebiasaan
merokok, konsumsi obat-obatan tertentu, bakteriuria
asimptomatik, dan mempertahankan indeks masa tubuh
(IMT) yang normal
e) Mencegah interval antar kehamilan lebih dari 6 bulan atau
lebih baik lagi jika intervalnya lebih dari 1 tahun.
f) Pencegahan dan pengurangan kehamilan multifetal :
g) Robinson dan Norwitz tidak menganjurkan pemberian low-
dose aspirin (LDA) untuk mencegah PKB, kecuali
pemberiannya untuk mencegah terjadinya preeklamsia.
2) Caritis S. dan Simhan HN. (2019) dalam Management of
pregnant women after resolution of an episode of acute
idiopathic preterm labor, dari UpToDate diakses pada Januari
24

2020 Wanita dengan usia kehamilan 23 – 33 minggu yang


berisiko untuk melahirkan dalam waktu 7 hari kedepan, harus
diberikan ACS. Pada usia kehamilan 34-36 minggu, masih
kontroversial.
a) Untuk wanita yang mendapat suplementasi
progesteron atas indikasi riwayat PKB atau
mengalami pemendekan serviks, pengobatannya
diteruskan meskipun episode akutnya terlewati.
Tidak disarankan memulai pemberian progesteron
sebagai tambahan tokolisis atau sebagai terapi
rumatan (maintenance) (Grade 2C) karena hasilnya
tidak efektif.
b) Cukup banyak persentasi wanita yang stabil
setelah periode akut PKB yang dapat dikelola tanpa
MRS (outpatients) sepanjang fetalwell-being nya
kategori I dan tanpa kondisi medis lain.
c) Bila pembukaan dan penipisan sudah pada
tahap lanjut, maka harus dipertimbangkan untuk
merujuk ke RS yang sesuai.
d) Setelah KRS yang harus dilakukan adalah:
menghubungi dalam waktu 1 minggu, tidak
memerlukan monitoring kondisi janin secara khusus,
tidak perlu bedrest, boleh melakukan aktivitas sehari-
hari, membatasi recreational exercise dan
menghindari bekerja lebih dari 40 jam seminggu,
jaga malam, berdiri yang lama, mengangkat berat
(>10 kg), menghindari hubungan seksual bila
mengalami kontraksi selesai berhubungan, boleh
melakukan perjalanan meskipun ada risiko untuk
persalinan di tempat lain.
25

e) Pemberian tokolisis, profilaksis antibiotika,


pemantauan kontraksi uterus di riumah dan tes
fibroktin ternyata tidak memperbaiki luaran
3) Simhan HN. dan Caritis S. (2019) dalam Inhibition of acute
preterm labor, dari UpToDate diakses pada Januari 2020
a) Diberikan tokolisis pada usia kehamilan yang bila
persalinan dapat ditunda 48 jam akan menguntungkan
bayinya. Tujuannya adalah memberi kesempatan antenatal
corticosteroid memberikan efek maksimal, memberi
peluang untuk merujuk bila diperlukan dan
memperpanjang usia kehamilan bila ada penyebab lain
misalnya pembedahan daerah abdomen.
b) Pada wanita dengan usia kehamilan 24-32 minggu yang
merupakan kandidat pemberian tokolisis, Simhan dan
Caritis menganjurkan pemberian indometasin sebagai
first-line therapy (grade 2B) karena lebih baik dibanding
plasebo, lebih ringan efek sampingnya dan setara dengan
MgSO4. Kontraindikasinya adalah: maternal platelet
dysfunction atau bleeding disorder, disfungsi hepar dan
renal, penyakit gastrointestinal ulcerative atau asma.
Pemberian indometasin tidak dilakukan pada usia
kehamilan >32 minggu atau lebih dari 72 jam karena bisa
berakibat penyempitan atau penutupan ductus arteriosus
lebih awal (prematur).
c) Simhan dan Caritis menyarankan nifedipine pada wanita
dengan usia kehamilan 24 - 32 minggu yang mempunyai
kontraindikasi terhadap indometasin (grade 2B). Untuk
wanita dengan usia kehamilan 32 - 34 minggu, nifedipine
merupakan first-line therapy (Grade 2B). Bila obat first
line tidak berhasil, diganti dengan obat lain bukan
26

dikombinasi karena efek samping dan belum adanya bukti-


bukti yang memadai.
d) Untuk second-line therapy, digunakan nifedipine pada usia
kehamilan 24-32 minggu, dan terbutaline pada 32- 34
minggu pada pasien dengan nifedipine.
f. Diagnosis
Menurut Manuaba (2009) sitasi Siauta, (2013) jika proses
persalinan berkelanjutan akan terjadi tanda klinik sebagai berikut :
1) Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali
dalam satu jam
2) Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih
dari 1 cm, perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan
serviks.
Kriteria partus immaturus menurut Saefuddin (2009) sitasi
Siauta, (2013) antara lain kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit
atau kurang dan adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan
pervaginam dan diikuti salah satu berikut ini :
1) Pada periksa dalam : pendataran 50-80 % atau lebih dan
pembukaan 2 cm atau lebih
2) Mengukur panjang serviks dangan vaginal probe USG : jika
panjang serviks kurang dari 2 cm pasti akan terjadi persalinan
prematur .
Sedangkan kriteria untuk menentukan diagnosis partus
immaturus menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
1) Terjadi pada usia 22-37 minggu
2) Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali
atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit
3) Adanya nyeri pada punggung bawah
4) Perdarahan bercak
5) Perasaan menekan daerah serviks
27

6) Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan


sedikitnya 2 cm dan penipisan 50-80 %
7) Presentasi janin rendah sampai mencapai spina ischiadika
8) Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal
terjadinya persalinan prematur
g. Penatalaksanaan
Menurut Benson (2012) sitasi Siauta, (2013) pengobatan utama
terdiri atas dua modalitas yaitu istirahat baring dan obat – obatan.
1) Istirahat baring
Terdapat berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa
istirhat baring bermanfaat baik dalam pencegahan maupun
membantu penghentian partus yang telah berlangsung disertai
dengan obat–obatan. Hidrasi intravena sering dianjurkan sebagai
bentuk awal intervensi, sebelum mulai dengan obat-obat
farmakologik.
2) Obat farmakologik
a) Beta – simpatomimetik
Dinamakan demikian karena lebih merangsang reseptor beta
adrenergik, dua obat yang paling sering digunakan adalah
ritodrine dan terbutaline. Reaksi kerja obat ini yaitu dapat
menurunkan tonus otot polos uterus, bronkiolus dan vaskulator,
output urine juga berkurang dan glikogenolisis dan pembebasan
insulin kedua – duanya meningkat, nadi meningkat, tekanan
darah diastolik menurun, frekuensi jantung cepat. Prosedur
pemberian ritodrine :
(1) Usahakan pemeriksaan darah lengkap dengan platelet,
elektrolit serum, dan glukosa
(2) Mulai infus IV kemudian mulai obat dengan kecepatan 50 –
100 / menit, harus menggunakan infussion pump
28

(3) Naikkan dosis dengan 50 / menit setiap 15 menit sampai


kontraksi lebih kecil dari empat kali / jam atau sampai dosis
maksimum 350 / menit
(4) Pertahankan dosis selama 6 – 12 jam, pemantauan fetus terus
dilakukan dan pasien tetap diobservasi sampai menjadi stabil
dengan medikasi oral
(5) Ubah menjadi pengobatan oral dengan pemberian 10 – 20 mg
ritodrine peroral satu jam sebelu menghentikan medikasi IV.
Tindak lanjuti dengan 10 – 20 mg ritodrine peroral setiap 2 –
4 jam sesuai keperluan.
b) Magnesium Sulfat
Mekanisme kerja magnesium yaitu menurunkan kalsium
bebas intraselular yang perlu untuk kontraksi otot polos, namun
magnesium memiliki efek ini pada semua otot. Salah satu efek
samping yang sangat mengganggu adalah disforia dimana
dilukiskan perasaan bagai terperangkap awan gelap. Prosedur
pemberian Magnesium Sulfat :
(1) Magnesium merupakan pilihan yang baik bagi pasien dengan
diabetes, perdarahan dan gangguan jantung.
(2) Usahakan pemeriksaan darah lengkap dengan platelet,
elektrolit serum, dan glukosa
(3) Berikan dosis awal 4g selama 10 – 20 menit dan kemudian
infus magnesium dengan kecepatan 1 – 3 g / jam. Dosis
magnesium tidak boleh melebihi 4 g / jam karena kadar
toksik mungkin tercapai
(4) Naikkan dosis sebanyak 0,5 g setiap 15 menit sampai
kontraksi uterus sama atau kurang dari 4 per jam
(5) Frekuensi pernafasan dan refleks tendon dalam harus
imonitor dengan seksama
(6) Setelah relaksasi uterus tercapai, sejumlah ahli kebidanan
akan menganti obat dengan beta – simpatomimetik oral.
29

4. Posterm
a. Definisi
Posterm ialah kehamilan yang berlangsung 42 minggu atau lebih.
Usia ibu merupakan faktor risiko yang berkontibusi terjadinya
persalinan posterm terkait dengan kesiapan alat reproduksi (nadhifa
anwar maulinda 2017) sitasi (Maulinda dan Rusyati,2018). Menurut
(Manuaba, 2007) sitasi Maulinda dan Rusyati, (2018) kehamilan
posterm menunjukkan bahwa kehamilan telah melampuai batas waktu
perkiraan persalinan yang didasarkan pada hari pertama haid terakhir.
Kehamilan posterm sering disebut juga sebagai kehamilan serotinus,
kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy,extended pregnancy,
postdate/ post datisme atau pasca maturitas ialah kehamilan yang
berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, diitung dari hari
pertama haid terakhir menurut rumus Naegele (Prawiharjo, 2009) sitasi
(Maulinda dan Rusyati, 2018). Kehamilan postterm dapat
menyebabkan kompikasi terhadap ibu dan janin. Komplikasi yang
dapat terjadi pada janin termasuk aspirasi mekonium,
oligohidramnion, trauma perineum karena makrosomia (Riyanti,
Widiastuti dan Mutoharoh, 2022).

Gambar 4 Postterm atau postmatur


30

b. Faktor Risiko
Faktor risiko dari kehamilan posterm atau kehamilan serotinus ialah
riwayat kehamilan serotinus sebelumnya, primigravida, usia ibu yang
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Seorang wanita yang dilahirkan
dengan serotinus akan meningkatkan risiko 49 % untuk menjadi ibu
hamil dengan serotinus pula (Maulida and Rusdyati, 2018) sitasi
Lisnawati and Jubaedah, (2023). Usia kehamilan lebih dari 42 minggu
banyak terjadi pada wanita yang memiliki usia diatas 30 tahun,
kelebihan berat badan, dan memiliki riwayat kehamilan postterm
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fibrila (2014)
menyebutkan bahwa usia ibu bersalin berisiko 45,20 % mengalami
kehamilan postterm. Hal ini dikaitkan dengan belum sempurna nya
pematangan alat reproduksi pada ibu usia dikurang dari 20 tahun dan
menurunnya fungsi organ pada ibu usia diatas 35 tahun (Maulida dan
Rusdyati, 2018) sitasi (Lisnawati dan Jubaedah, 2020).
Menurut Lisnawati dan Jubaedah (2020),beberapa risiko yang dapat
terjadi pada kehamilan posterm:
1) Makrosomia (bayi besar)
2) Insufisiensi plasenta
3) Sindrom aspirasi mekonium (bayi yang menghirup cairan
ketuban dan mekonium)
c. Etiologi
Menurut Haryani, (2020) sitasi Lisnawati and Jubaedah, (2023)
Beberapa penyebab terjadinya kehamilan postterm:
1) Penurunan kadar estrogen
2) Faktor hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun
walaupun kehamilan sudah cukup bulan, sehingga kepekaan rahim
terhadap hormon oksitosin berkurang.
3) Faktor lain ialah hereditas, karena postmatur/postterm/ postdate
sering ditemui pada suatu keluarga tertentu.
31

d. Patofisiologi
Permasalahan pada kehamilan lewat waktu adalah plasenta
tidak mampu mensuplai nutrisi dan pertukaran COz/Oz sehingga janin
berisiko mengalami asfiksia dan kematian dalam kandungan
(Manuaba, 2010 sitasi Ratnawati E.A dan Yusnawati N (2016) sitasi
Lisnawati dan Jubaedah (2020).
Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan
bersisik, tubuh tinggi dan kurus, kehilangan Vernic Caseosa, wajah
seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat dan selaput ketuban
kehijauan. Fungsi puncak plasenta antara 34 dan 36 minggu kehamilan
dan terus menurun setelahnya. Kehamilan selanjutnya dapat
melemahkan plasenta, yang dapat menyebabkan tekanan pada janin.
Dengan tidak adanya insufisiensi plasenta, janin dapat terus tumbuh
setelah implantasi, namun tubuh bayi menjadi besar (makrosom) dan
dapat menyebabkan distosia bahu (Widjanarko, 2009 sitasi Dinas
Kesehatan Sumatera Utara, 2014) sitasi (Lisnawati dan Jubaedah,
2020).
e. Prognosis
Kehamilan posterm mempunyai pengaruh terhadap perkembangan
janin sampai kematian janin. Ada janin yang dalam masa kehamilan 42
minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yg lahir dengan
berat badan kurang dari semestinya, atau meninggal dalam kandungan
karena kekurangan zat makanan dan oksigen zlan posterm mempunyai
hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, ataupun
makrosomia (berat bayi lahir 4000 gr). Sementara itu, risiko bagi ibu
dengan kehamilan posterm dapat berupa perdarahan pasca persalinan
ataupun tindakan obstetrik yang meningkat (Lisnawati and Jubaedah,
2023)
Berbeda dengan angka kematian ibu yang cenderung menurun,
kematian perinatal tampaknya masih menunjukkan angka yang cukup
tinggi, sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap
32

kehamilan posterm akan memberikan sumbangan besar dalam upaya


menurunkan angka kematian, terutama kematian perinatal (Noerfikri,
2017) sitasi (Lisnawati and Jubaedah, 2023).
f. Diagnosis
1) Riwayat haid (Hari Pertama Haid Terakhir atau HPHT
Diagnosis dapat ditegakkan bila HPHT diketahui dengan pasti.
Untuk HPHT yang dapat dipercaya. Diperlukan beberapa krikteria
antara lain:
a) Penderita harus yakin dengan HPHT nya
b) Siklus 28 hari dan teratur
c) Tidak mengkonsumsi pil antihamil setidaknya 3 bulan
terakhir.
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut
rumus Naegale. Berdasarkan riwayat haid, seorang dapat
ditetapkan sebagai kehamilan possterm kemungkinannya adalah
sebagai berikut:
a) Terjadi kesalahan dalam menentukan HPHT.
b) Tanggal HPHT diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan
ovulasi.
c) Tidak ada kesalahan menetukan HPHT dan kehamilan
memang berlangsung lewat waktu (keadaan ini sekitar 20-30%
dari jumlah seluruh penderita yang diduga kehamilan lewat
postterm).
2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Semakin awal pemeriksaan USG dilakukan, maka usia
kehamilan yang didapatkan akan semakin akurat sehingga
kesalahan dalam mendiagnosa kehamilan postterm akan semakin
rendah.
3) Tinggi fundus uteri (TFU)
Dalam trimester pertama pemeriksaan TFU serial dalam
sentimeter (cm) dapat bermanfaat bila dilakukan secara berulang
33

tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, TFU dapat menentukan umur


kehamilan secara kasar (Wiknjosastro, 2010). Sedangkan dalam
Fraser (2009) mengukur TFU tidak akurat dalam mengkaji usia
gestasi karena adanya variasi biologis pada ukuran ibu dan janin.
g. Penatalaksanaan
1) Memberi dukungan psikologis dan spiritual kepada ibu dan
keluarga.
2) Memberitahu masalah-masalah yang mungkin terjadi pada
persalinan preterm.
3) Menjelaskan kondisi klien dan memberi pemahaman kepada ibu
dan keluarga jika harus dilakukan rujukan.
4) Menyarankan ibu agar melakukan persalinan segera/anjuran untuk
memperkecil risiko terhadap janin dengan sectio caesaria, lakukan
rujukan.

BAGAN 3 ALUR PENATALAKSAAN POSTMATURITAS

Menegakkan Diagnosis
a) Penderita harus yakin dengan HPHT nya
b) Siklus 28 hari dan teratur
c) Tidak mengkonsumsi pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir.
d) Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegale.

a) Memberi dukungan psikologis dan spiritual kepada ibu dan keluarga.


b) Memberitahu masalah-masalah yang mungkin terjadi pada persalinan preterm.
c) Menjelaskan kondisi klien dan memberi pemahaman kepada ibu dan keluarga
jika harus dilakukan rujukan.
d) Menyarankan ibu agar melakukan persalinan segera/anjuran untuk memperkecil
risiko terhadap janin dengan sectio caesaria,

RUJUK

Menyarankan ibu agar melakukan persalinan segera/anjuran untuk memperkecil risiko


terhadap janin dengan sectio caesaria,
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegawatdaruratan maternal merupakan kejadian yang mengancam jiwa,
yang dapat mengakibatkan kehilangan nyawa selama kehamilan akibat
komplikasi kebidanan atau kelahiran, sedangkan kegawatdaruratan neonatus
adalah kejadian yang mengancam bayi baru lahir yang berusia 0-28 hari dimana
dapat mengakibatkan kehilangan nyawa bayi akibat persalinan. Untuk
memberikan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal harus
memperhatikan dan memahami aspek hukum dan etik serta kebijakan yang
sudah ada baik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat atau daerah masing-
masing yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut yang
dituangkan dalam bentuk keputusan, panduan atau edaran dengan tujuan
pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal yang berkelanjutan dan
berkualitas secara komprehensif.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan untuk tenaga kesehatan mampu
menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai pendokumentasian yang
sebagai sarana asuhan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Herman, S.J.T.H. (2020) ‘Buku Acuan Persalinan Kurang Bulan (Prematur) 1’,
Buku Acuan Persalinan Kurang Bulan (Prematur), pp. 1–219.
Kementerian Kesehatan RI (2020) Pedoman Nasional Asuhan Pasca Keguguran
Yang Komprehensif. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Lisnawati and Jubaedah, E. (2020) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Gawat Darurat
Maternal dan Neonatal. Pekalongan: PT Nasya Expanding Management.
Lisnawati and Jubaedah, E. (2023) Buku Ajar Asuhan Kebidnan Gawat Darurat
Maternal dan Neonatal. Pekalongan: PT Nasya Expanding Management.
Ningsi, A., Afriani and Sonda, M. (2024) Bantuan Hidup Dasar dan Rujukan Kasus
Gawat Darurat Maternal Neonatal. Klaten: Nas Media Pustaka.
Putri, L.A. and Mudlikah, S. (2019) Obstetri dan Ginekologi. Edited by Guepedia.
Gresik: Guepedia.
Siantar, R.L. et al. (2022) Buku ajar asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal
dan neonatal. Malang: Rena Cipta Mandiri.
Siauta, A. (2013) Partus Immaturus Case Report Coass Obgyn.
Ulya, Y. (2022) Adaptasi Anatomi dan Fisiologi. Purbalingga: Eureka Media
Aksara.
Wahyuni, I. and Aditia, D.S. (2023) Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal untuk Mahasiswa Kebidanan: Disertai dengan Evidence Based
Pelayanan Kebidanan. Makassar: penerbit salemba.

35

Anda mungkin juga menyukai