LP KGDK Di Igd (Kejang Demam)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“KEJANG DEMAM”
Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Penugasan Praklinik Modul Kegawatdaruratan
dan Kritis

Dosen Pengampu Modul: Dr. Ita Yuanita, M.Kep

Disusun Oleh:

Fitria Wulandari

11201040000038

Kelas A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023
A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh lebih dari 38oC yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Proses infeksi yang terjadi di ekstrakranium dapat menyebabkan suhu tubuh
menjadi tinggi dan mengakibatkan kejang (Indrayati & Haryanti, 2019).
Kejang demam umumnya terjadi pada waktu anak berusia antara 6 bulan
sampai 5 tahun. Namun, bangkitan kejang demam paling banyak terjadi pada
anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan (Maghfirah &
Namira, 2022).

B. Klasifikasi & Etiologi


Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam yaitu faktor
demam, usia dan riwayat keluarga, riwayat prenatal (usia saat ibu hamil),
riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan dan bayi berat badan lahir rendah).
Faktor penyebab utama terjadinya kejang demam adalah demam. Demam
diartikan sebagai suhu tubuh yang melampaui batas normal, yang dapat
disebabkan oleh kelainan pada otak ataupun disebabkan bahan-bahan toksik
yang memengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh. Demam yang tinggi dapat
merangsang terjadinya kejang. Peningkatan suhu tubuh juga dapat
memengaruhi nilai ambang kejang dan eksitabilitas neural karena berpengaruh
pada kanal ion, metabolism seluler, serta produksi adenosine triphosphate
(ATP) (Maghfirah & Namira, 2022). Kejang demam dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
1. Kejang demam sederhana (Simlple Febrile Seizure)
Durasi kejang tidak lebih dari 15 menit, bersifat umum, bentuk kejang
berupa tonik dan/atau klonik, umumnya akan berhenti sendiri, tanpa
gerakan fokal, dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (Complex Febrile Seizure)
Durasi kejang lebih dari 15 menit, fokal atau parsial satu sisi atau kejang
umum didahului kejang parsial, serta berulang atau lebih dari satu kali
dalam 24 jam.

C. Patofisiologi
Penyebab terbanyak kejang demam terjadi pada infeksi luar kranial akibat
bakteri seperti tonsilitis, bronchitis dan otitis media akut akibat bakteri yang
bersikat toksik. Toksik yang dihasilkan menyebar ke seluruh tubuh secara
hematogen ataupun limfogen (Lestari, 2016).
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akak
mengeluarkan mediator kimia berupa epinefrin dan prostaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini merangsang peningkatan potensial aksi pada
neuron. Pada keadaan kejang demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh,
sehingga reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan menyebabkan oksigen lebih
cepat habih sehingga terjadi hipoksia. Pada kejadian ini transport ATP
terganggu sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat dan menyebabkan
potensial membrane cenderung turun dan aktifitas sel saraf meningkat terjadi
fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang (Lestari, 2016).

D. Manifestasi Klinis
Anak yang terkena kejang demam akan memiliki tanda-tanda seperti:
1. Demam
2. Kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi
diluar susunan saraf
3. Kaku
4. Matanya memutar
5. Terjadi gangguan pernafasan
6. Takikardi
7. Sianosis disertai tidak responsif untuk beberapa saat

Kejadian lebih dari 15 menit menyebabkan kelumpuhan otak, keterlambatan


perkembangan (pertumbuhan lambat) termasuk keterlambatan motorik
(bradikinesia atau gerakan lambat), keterlambatan bahasa (lambat berbicara),
dan keterlambatan kognitif (cognitive delays), lamban), lumpuh bahkan
kematian (Paizer, Yanti, & Sari, 2023).

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Jasni, 2021 pemeriksaan penunjang kejang demam yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dilakukan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan seperti;
darah perifer, elektrolit, dan gula darah.
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
meningkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit
untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal
dianjurkan pada;
a. Bayi (kurang dari 12 bulan) sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi 12-18 bulan dianjurkan
c. Anak umur >18 bulan tidak rutin.

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi
lumbal.

3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsy
pada pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan
pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
4. Pencitraan X-ray kepala, CT-scan, atau MRI
Pemeriksaan ini jarang dilakukan dan jika dilakukan biasanya disertai
indikasi:
a. Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papilledema

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam menurut Jasni, 2021 yaitu: a.
Penatalaksanaan medis
1. Bila pasien datang dalam keadaan kejang, obat pilihan utama yaitu
diazepamn untuk mengatasi kejang secepat mungkin yang diberikan
secara intravena.
2. Untuk mencegah edema otak, berikan kortikosteroid dengan dosis
2030 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaliknya glukortikoid
misalnya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam.
3. Pengobatan penunjang
Sebelum mengatasi kejang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi
kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung,
usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan
fungsi jantung diawasi secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya
diberikan dengan dipantau untuk kelainan metabolic dan elektrolit.
Obat untuk hibemasi adalah klorpormazi 2, untuk mencegah edema
otak diberikan kortikorsteroid dengan dosis 20- 30 mg/kgBB dibagi
dalam 3 dosis atau sebaliknya glukokortikoid misalnya dexametason
0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
4. Memberikan pengobatan rumat (setelah kejang diatasi)
Daya kerja diazepam sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit
sesudah disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antipileptik
dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat tergantung
pada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu
pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis jangka
panjang.
5. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsy yang diprovokasi
oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis
media akut. Pemberian antibiotic yang adekuat perlu untuk mengobati
penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaliknya dilakukan fungsi lumbal untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi didalam otak
misalnya meningitis.
b. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Benjamin, 2019, tindakan keperawatan pada kejang demam di
rumah sakit meliputi:
1. Saat serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali adalah
ABC (Airway, Breathing, Circulation).
2. Setelah ABC Aman, baringkan klien di tempat yang rata untuk
mencegah terjadinya perpindahan tubuh ke arah yang resiko cedera
atau bahaya.
3. Atur posisi klien dalam posisi telentang atau dimiringkan untuk
mencegah aspirasi, jangan tengkurap.
4. Tidak perlu memasang sundip lidah, karena resiko lidah tergigit kecil.
Selain itu juga sundip lidah dapat membatasi jalan nafas.
5. Singkirkan benda-benda yang berbahaya
6. Pakaian dilonggarkan, agar jalan nafas adekuat saat terjadi distensi
abdomen.
7. Secepatnya diberikan anti kejang via rectal (diazepam 5 mg untuk BB
< 10 kg dan >10 mg untuk BB> 10 kg)

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Primary survey:
- Airway: kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam
mulut seperti lender dan dengarkan bunyi napas
- Breathing: kaji kemampuan bernapas klien
- Circulation: nilai denyut nadi
- Disability: melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya
sesadaran pasien
- Eksposire: keadaan pasien (adakah injuri akibat kejang demam)
- Menilai koma (coma=C) atau kejang (convulsion=C) atau kelainan
status mental lainnya

Periksa tingkat kesadaran dengan AVPU:

• Alert: sadar
• Voice: memberikan reaksi pada suara
• Pain: memberikan reaksi pada rasa sakit
• Unrensponsive: tidak sadar

Menurut Lestari (2016) pengkajian kejang demam meliputi:


a. Identitas pasien Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin,
tempat tanggal lahir, agama, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua,tempat tinggal.
b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama, biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh

>38˚C.
2) Riwayat kesehatan sekarang, biasanya orang tua klien mengatakan
badan anaknya terasa panas, anaknya sudah mengalami kejang 1
kali atau berulang dan durasi kejang berapa lama, tergantung jenis
kejang demam yang dialami anak.

3) Riwayat kesehatan lalu, khusus anak usia 0-5 tahun dilakukan

pengkajian prenatalcare, natal, dan postnatal.


4) Riwayat adanya trauma kepala

5) Riwayat kesehatan keluarga, biasanya orang tua anak atau salah


satu dari orang tua nya ada yang memiliki riwayat kejang demam
sejak kecil.
6) Riwayat imunisasi, anak yang tidak lengkap melakukan imunisasi
biasanya lebih rentan terkena infeksi atau virus seperti virus
influenza.
2. Pemeriksaan fisik:
Menurut Lestari (2016) pemeriksaan fisik kejang demam meliputi:
a. Keadaan umum: Biasanya anak rewel dan menangis, kesadaran
composmentis
b. Tanda-tanda vital: Suhu tubuh >38˚C, respirasi anak 20-30 kali/menit, nadi
pada anak usia 2 – 4 tahun 100 – 110 kali/menit
c. Berat badan: Biasanya pada anak kejang demam tidak mengalami
penurunan berat badan yang berat
d. Kulit: Turgor kulit, dan kebersihan kulit
e. Kepala: Tampak simetris dan tidak kelainan yang tampak, kebersihan kulit
kepala dan warna rambut serta kebersihannya
f. Mata: Konjungtiva, sclera pucat/tidak
g. Telinga: Kotor/tidak, mungkin ditemukan adanya tonsillitis otitis media
h. Hidung: Umunya tidak ada kelainan
i. Mulut dan tenggorokan: Bisa dijumpai adanya tonsillitis
j. Dada: Simetris/tidak,pergerakan dada
k. Jantung: Umunya normal
l. Abdomen: Mual-mual dan muntah
m. Genetalia: Ada kelainan/ tidak
n. Ekstremitas atas dan bawah: Otot mengalami kelemahan, akral teraba
dingin

3. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas.
2) Hipertermi b.d proses penyakit (terganggunya sistem termoregulasi).
3) Risiko cedera b.d perubahan fungsi psikomotor

4. Intervensi
No. Diagnosa (SDKI) Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas (I.01011)
nafas tidak efektif keperawatan selama 1X24 Observasi
b.d hipersekresi jam diharapkan - Monitor pola napas
jalan nafas. Bersihan jalan napas (frekuensi, kedalaman, usaha
meningkat dengan napas)
kriteria hasil: - Monitor bunyi napas ( mis.
• Produksi sputum Gusgling, mengi, wheezing,
menurun ronkhi)

• Dispnea menurun - Monitor sputum (jumlah,


• Sianosis menurun warna, aroma)
• Frekuensi napas Terapeutik
membaik - Pertahankan kepatenan jalan
• Pola napas membaik napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika
juriga trauma servikal)
- Posisikan semi-fowler atau
fowler
- Lekukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. Hipertermia b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia (I.15506)
proses penyakit keperawatan selama 2X24 Observasi
(terganggunya jam diharapkan - Identifikasi penyebab
sistem Termoregulasi membaik
hipertermia (mis. Dehidrasi,
termoregulasi). dengan kriteria hasil: terpapar lingkungan panas,
• Kulit merah menurun penggunaan incubator) -
• Kejang menurun Monitor suhu tubuh.
• Pucat menurun - Monitor kadar elektrolit
• Takikardi menurun
- Monitor pengeluaran urine
• Takipnea menurun
- Monitor komplikasi akibat
• Suhu tubuh membaik
hipertermia
• Suhu kulit membaik
Terapeutik
• Ventilasi membaik
- Sediakan lingkungan yang
• Tekanan darah
membaik dingin.
- Longgarkan atau lepaskan
pakaian.
- Basahi dan kipasi permukaan
tubuh.
- Ganti linen setiap hari atau
lebih jika mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebih)
- Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila
- Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan
elektrolit dan intravena.
5. Risiko cedera d.d Luaran Utama Manajemen Kejang (I.06193)
perubahan fungsi Setelah dilakukan intervensi
Observasi
psikomotor
keperawatan selama 1X24 - Monitor terjadinya kejang
jam diharapkan Tingkat
berulang
cedera menurun dengan
- Monitor karakteristik kejang
kriteria hasil:
(mis. Aktivitas motoric dan
• Kejadian cedera
progresi kejang)
menurun
- Monitor status neurologis
• Luka/lecet menurun
- Monitor tanda-tanda vital
• Tekanan darah
Terapeutik
membaik
- Baringkan pasien agar tidak
• Frekuensi nadi
terjatuh
membaik - Berikan alas empuk dibawah
kepala, jika memungkinkan

• Frekuensi napas - Pertahankan kepatenan jalan


membaik napas
- Longgarkan pakaian terutama
Luaran Tambahan dibagian leher
Setelah dilakukan intervensi - Damping selama
keperawatan selama 1X24 periode kejang
jam diharapkan Kontrol
- Jauhkan benda-benda
kejang meningkat dengan
berbahaya terutama bemda
kriteria hasil:
tajam
• Kemampuan
- Catat durasi kejang
mengindentifikasi
- Reorientasikan setelah periode
faktor risiko/pemicu
kejang
kejang meningkat
- Dokumentasikan periode
• Kemampuan
terjadinya kejang
mencegah faktor
- Pasang akses IV, jika perlu
risiko/pemicu kejang
- Berikan oksigen, jika perlu
• Pola tidur meningkat
Edukasi
• Mendapatkan obat
- Anjurkan keluarga
yang dibutuhkan
menghindari memasukkan
menurun
apapun ke dlam mulut pasien
• Melaporkan frekuensi
saat periode kejang
kejang menurun
- Anjurkan keluarga tidak
menggunakan kekerasan
untuk menahan Gerakan
pasien
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antikonvulsan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Benjamin, W. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Anak Usia Toddler Kejang Demam
Dengan Peningkatan Suhu Tubuh (Hipertermia) Di Ruang Melati RSUD
Ciamis. 3, 1-9.
Indrayati, N., & Haryanti, D. (2019). Gambaran Kemamapuan Orangtua Dalam
Penanganan Kejang Demam Pada Anak. Jurnal Ilmiah Permas, 9(2), 149-154.
Jasni. (2021). Asuhan Keperawatan Pada An. K Dengan Diagnosa Medik Kejang
Demam Sederhana Di Ruang Anggrek B Rumah Sakit Umum Daerah
Tarakan. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951-952.
Lestari, T. (2016). Asuhan Keperaawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.
Maghfirah, & Namira, I. (2022). Kejang Demam Kompleks. AVERROUS: Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh, 8(1), 71-80.
Paizer, D., Yanti, L., & Sari, F. (2023). Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan
Penanganan Kejang Demam Pada Anak. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ):
Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 11(3), 671-676.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai