LP KGDK Di Igd (Kejang Demam)
LP KGDK Di Igd (Kejang Demam)
LP KGDK Di Igd (Kejang Demam)
“KEJANG DEMAM”
Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Penugasan Praklinik Modul Kegawatdaruratan
dan Kritis
Disusun Oleh:
Fitria Wulandari
11201040000038
Kelas A
C. Patofisiologi
Penyebab terbanyak kejang demam terjadi pada infeksi luar kranial akibat
bakteri seperti tonsilitis, bronchitis dan otitis media akut akibat bakteri yang
bersikat toksik. Toksik yang dihasilkan menyebar ke seluruh tubuh secara
hematogen ataupun limfogen (Lestari, 2016).
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akak
mengeluarkan mediator kimia berupa epinefrin dan prostaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini merangsang peningkatan potensial aksi pada
neuron. Pada keadaan kejang demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh,
sehingga reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan menyebabkan oksigen lebih
cepat habih sehingga terjadi hipoksia. Pada kejadian ini transport ATP
terganggu sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat dan menyebabkan
potensial membrane cenderung turun dan aktifitas sel saraf meningkat terjadi
fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang (Lestari, 2016).
D. Manifestasi Klinis
Anak yang terkena kejang demam akan memiliki tanda-tanda seperti:
1. Demam
2. Kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi
diluar susunan saraf
3. Kaku
4. Matanya memutar
5. Terjadi gangguan pernafasan
6. Takikardi
7. Sianosis disertai tidak responsif untuk beberapa saat
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Jasni, 2021 pemeriksaan penunjang kejang demam yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dilakukan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan seperti;
darah perifer, elektrolit, dan gula darah.
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
meningkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit
untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal
dianjurkan pada;
a. Bayi (kurang dari 12 bulan) sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi 12-18 bulan dianjurkan
c. Anak umur >18 bulan tidak rutin.
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi
lumbal.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsy
pada pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan
pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
4. Pencitraan X-ray kepala, CT-scan, atau MRI
Pemeriksaan ini jarang dilakukan dan jika dilakukan biasanya disertai
indikasi:
a. Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papilledema
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam menurut Jasni, 2021 yaitu: a.
Penatalaksanaan medis
1. Bila pasien datang dalam keadaan kejang, obat pilihan utama yaitu
diazepamn untuk mengatasi kejang secepat mungkin yang diberikan
secara intravena.
2. Untuk mencegah edema otak, berikan kortikosteroid dengan dosis
2030 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaliknya glukortikoid
misalnya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam.
3. Pengobatan penunjang
Sebelum mengatasi kejang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi
kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung,
usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan
fungsi jantung diawasi secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya
diberikan dengan dipantau untuk kelainan metabolic dan elektrolit.
Obat untuk hibemasi adalah klorpormazi 2, untuk mencegah edema
otak diberikan kortikorsteroid dengan dosis 20- 30 mg/kgBB dibagi
dalam 3 dosis atau sebaliknya glukokortikoid misalnya dexametason
0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
4. Memberikan pengobatan rumat (setelah kejang diatasi)
Daya kerja diazepam sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit
sesudah disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antipileptik
dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat tergantung
pada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu
pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis jangka
panjang.
5. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsy yang diprovokasi
oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis
media akut. Pemberian antibiotic yang adekuat perlu untuk mengobati
penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaliknya dilakukan fungsi lumbal untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi didalam otak
misalnya meningitis.
b. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Benjamin, 2019, tindakan keperawatan pada kejang demam di
rumah sakit meliputi:
1. Saat serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali adalah
ABC (Airway, Breathing, Circulation).
2. Setelah ABC Aman, baringkan klien di tempat yang rata untuk
mencegah terjadinya perpindahan tubuh ke arah yang resiko cedera
atau bahaya.
3. Atur posisi klien dalam posisi telentang atau dimiringkan untuk
mencegah aspirasi, jangan tengkurap.
4. Tidak perlu memasang sundip lidah, karena resiko lidah tergigit kecil.
Selain itu juga sundip lidah dapat membatasi jalan nafas.
5. Singkirkan benda-benda yang berbahaya
6. Pakaian dilonggarkan, agar jalan nafas adekuat saat terjadi distensi
abdomen.
7. Secepatnya diberikan anti kejang via rectal (diazepam 5 mg untuk BB
< 10 kg dan >10 mg untuk BB> 10 kg)
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Primary survey:
- Airway: kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam
mulut seperti lender dan dengarkan bunyi napas
- Breathing: kaji kemampuan bernapas klien
- Circulation: nilai denyut nadi
- Disability: melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya
sesadaran pasien
- Eksposire: keadaan pasien (adakah injuri akibat kejang demam)
- Menilai koma (coma=C) atau kejang (convulsion=C) atau kelainan
status mental lainnya
• Alert: sadar
• Voice: memberikan reaksi pada suara
• Pain: memberikan reaksi pada rasa sakit
• Unrensponsive: tidak sadar
>38˚C.
2) Riwayat kesehatan sekarang, biasanya orang tua klien mengatakan
badan anaknya terasa panas, anaknya sudah mengalami kejang 1
kali atau berulang dan durasi kejang berapa lama, tergantung jenis
kejang demam yang dialami anak.
3. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas.
2) Hipertermi b.d proses penyakit (terganggunya sistem termoregulasi).
3) Risiko cedera b.d perubahan fungsi psikomotor
4. Intervensi
No. Diagnosa (SDKI) Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas (I.01011)
nafas tidak efektif keperawatan selama 1X24 Observasi
b.d hipersekresi jam diharapkan - Monitor pola napas
jalan nafas. Bersihan jalan napas (frekuensi, kedalaman, usaha
meningkat dengan napas)
kriteria hasil: - Monitor bunyi napas ( mis.
• Produksi sputum Gusgling, mengi, wheezing,
menurun ronkhi)
Benjamin, W. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Anak Usia Toddler Kejang Demam
Dengan Peningkatan Suhu Tubuh (Hipertermia) Di Ruang Melati RSUD
Ciamis. 3, 1-9.
Indrayati, N., & Haryanti, D. (2019). Gambaran Kemamapuan Orangtua Dalam
Penanganan Kejang Demam Pada Anak. Jurnal Ilmiah Permas, 9(2), 149-154.
Jasni. (2021). Asuhan Keperawatan Pada An. K Dengan Diagnosa Medik Kejang
Demam Sederhana Di Ruang Anggrek B Rumah Sakit Umum Daerah
Tarakan. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951-952.
Lestari, T. (2016). Asuhan Keperaawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.
Maghfirah, & Namira, I. (2022). Kejang Demam Kompleks. AVERROUS: Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh, 8(1), 71-80.
Paizer, D., Yanti, L., & Sari, F. (2023). Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan
Penanganan Kejang Demam Pada Anak. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ):
Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 11(3), 671-676.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia